BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kualitas tenaga kesehatan suatu organisasi berkaitan erat dengan perencanaan
yang tepat demi terpenuhinya tenaga kesehatan yang efektif dan efisien terkait
kecukupan dan kompetensi kerja yang dibutuhkan. Perencanaan tenaga kesehatan
didefinisikan sebagai proses memperkirakan kuantitas tenaga kesehatan yang
dibutuhkan berdasarkan tempat, ketrampilan, perilaku dan kebutuhan perusahaan
untuk memberikan pelayanan yang efektif dan efisien di suatu organisasi demi
tercapainya tujuan dari organisasi itu sendiri (Ilyas, 2011). Apabila kondisi ini
tercapai, hampir dapat dipastikan bahwa rumah sakit akan mampu menjawab
tantangan era globalisasi yang menuntut untuk selalu mampu bertahan dalam
memberikan pelayanan dan menyelenggarakan kegiatan secara berkesinambungan,
stabil, efektif dan efisien di tengah-tengah persaingan dan keterbatasan organisasi
(Susana, 2011). Perencanaan tenaga kesehatan ini harus sesuai dengan kebutuhan,
yang ditetuntukan oleh: (1) kebutuhan epidemiologi, (2) permintaan pasar akan
pelayanan kesehatan, (3) sarana dan prasarana yang tersedia dan telah ditetapkan
serta (4) mengacu kepada standar terhadap nilai tertentu (Patuwo, 2005). Hal inilah
yang menjadikan perencanaan tenaga kesehatan menjadi hal yang tidak terpisahkan
dalam manajemen rumah sakit.
Ada dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan tenaga
kesehatan, yaitu aspek kuantitas dan aspek kualitas. Kualitas tenaga kesehatan yang
baik ditentukan oleh kesesuaian tenaga kesehatan dengan kebutuhan masing-masing
bagian dan manajemen rumah sakit yang digelutinya (Ilyas, 2002). Oleh karena itu,
diperlukan perencanaan tenaga kesehatan yang mampu menjamin tersedianya tenaga
kerja yang tepat dalam organisasi tersebut dalam mengemban jabatan atau pekerjaan
pada waktu yang tepat demi tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
bersama oleh organisasi tersebut (Siagian, 2007). Dalam pelaksanaannya,
perencanaan tenaga kesehatan bukanlah proses yang statis, namun merupakan proses
dinamis yang juga memperhitungkan dan memperkirakan faktor-faktor internal dan
eksternal secara bersamaan.
Menurut Prihantini (2007), menghitung beban kerja merupakan salah satu
tahapan dalam merencanakan kebutuhan tenaga kesehatan. Beban kerja diartikan
sebagai banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh satuan tenaga
professional dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Metode Ilyas
merupakan salah satu metode yang biasa digunakan dalam merencakan kebutuhan
tenaga kerja. Perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan beban kerja salah
satunya dapat diukur dengan menggunakan metode work sampling, merupakan suatu
teknik hitung beban kerja yang digunakan untuk menghitung besarnya beban kerja
yang didapatkan dalam suatu unit, bidang atau instalansi tertentu.
Perawat sebagai tenaga kesehatan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1176 tahun 2011,
memberikan kontribusi yang besar terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit
dalam hal pelayanan langsung kepada pasien. Karena pelayanan keperawatan dinilai
sangat penting, diperlukan suatu sistem yang mampu menjamin keefektifitasan
dalam pengambilan keputusan dan melakukan intervensi keperawatan secara aman.
(Kawonal, 2006). Penghitungan beban kerja perawat dinilai semakin penting karena
menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh International Council of Nurse (ICN),
dikatakan bahwa peningkatan beban kerja perawat dalam menangani 4 orang pasien
menjadi 6 orang pasien mengakibatkan peningkatan sebesar 14% kemungkinan
terjadinya kelalaian atau bahkan kematian pasien yang dirawatnya. Hal ini sejalan
dengan yang dinyatakan Palestina (2006) bahwa beban kerja yang tinggi akan
semakin mengurangi ketelitian dan keamanan kerja yang nantinya akan berakibat
langsung kepada keamanan dan keselamatan pasien.
Untuk memberikan pelayanan keperawatan yang baik, perawat harus
berorientasi kepada outcome pasien yang baik yang hanya dapat dicapai jika tercipta
lingkungan kerja perawat yang berkualitas. Menurut Canadian Nursing Assosiation
(CAN) dalam model yang dibuatnya, terdapat enam identifikasi tempat kerja yang
berkualitas, yaitu: (1) kontrol beban kerja, (2) kepemimpinan dalam keperawatan, (3)
Kontrol dalam kualitas pelayanan, (4) dukungan dan penghargaan, (5)
pengembangan profesi serta (6) inovasi dan kreatifitas (palestina, 2006). Masalah
yang sering muncul adalah ketidakseimbangan beban kerja perawat yang sulit sekali
dideteksi oleh direksi karena biasanya hanya mendasar kepada keluhan-keluhan yang
sifatnya subyektif (Ilyas, 2011).
Rumah Sakit Ibu dan Anak Harapan Bunda adalah sebuah rumah sakit khusus
tipe C dengan jumlah tenaga keperawatan seluruhnya adalah 27 orang tenaga
Tabel 1.1 Jumlah tenaga keperawatan di RSIA Harapan Bunda tahun 2015
No Jabatan
Kualifikasi Pendidikan
Ruang Keterangan Jumlah
S1/ DIV DIII Kebidanan DIII Keperawatan 1 Kepala Bagian Keperawatan 1 - - - 1 2 Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan - 1 - - Sebagai tenaga insinstrument di ruang Operasi 1 3 Kepala Seksi Penunjang Keperawatan - 1 - - Sebagai tenaga instrument di ruang opersai 1 4 Penanggungj awab ruang rawat inap 1 - - - 1 5 Penanggungj awab ruang rawat jalan - 1 - - 1 6 Kepala Tim jaga 1 3 VK 4 7 Pelaksana - - 4 UGD 4
8 Pelaksana - 4 4 Rawat inap 4 orang sebagai
tenaga sirkulair di ruang operasi 8 9 Pelaksana - 4 - Perinatologi 4 10 Pelaksana - 2 - Poliklinik 2 11 - - - Ruang operasi - TOTAL 3 16 8 27
Sumber : Manajemen RSIA Harapan Bunda 2015
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga perawat di RSIA
Harapan Bunda berjumlah 27 orang. Sedangkan di ruang operasi sampai saat ini
operasi, maka tenaga perawat di ruang rawat inap akan ditugaskan ke ruang operasi
sebagai tenaga sirkulair.
Menurut Peraturan Kesehatan Republik Indonesia No. 340 / Menkes / per / III
/ 2010, tentang klasifikasi Rumah Sakit, jumlah tenaga keperawatan di Rumah Sakit
Khusus tipe C adalah 37 orang tenaga keperawatan dengan perbandingan perawat 25
orang dan bidan 12 orang, dengan minimal 25 tempat tidur .
Lebih lanjut menurut Kepala Bagian Keperawatan RSIA Harapan Bunda,
diketahui bahwa jumlah tindakan operasi dalam satu tahun mencapai 484 pasien.
Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan 3 tahun sebelumnya. Sedangkan
jumlah pasien di rawat inap dalam satu tahun mencapai 1579 pasien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga perawat di ruang rawat inap
yang merangkap sebagai tenaga sirkulair di ruang operasi, ruang rawat inap
mengalami kesulitan dalam melayani pasien dengan jumlah perawat yang dimiliki.
Dengan ruang operasi yang belum tersedia tenaga perawat menyebabkan tenaga
perawat di ruang rawat inap mengalami kekurangan karena sering ditugaskan
apabila ada tindakan operasi di ruang operasi. Sehingga menyebabkan masih adanya
keluhan pasien mengenai keterlambatan perawat dalam memberikan pelayanan. Hal
tersebut dapat dilihat dengan masih adanya kriteria kerterlambatan perawat di ruang
rawat inap yang disebabkan tugas ganda dalam memberikan pelayanan sebesar 7%
dalam survei kepuasan pasien (RSIA Harapan Bunda, 2014 ).
Lebih lanjut menurut Kepala Bagian Keperawatan RSIA Harapan Bunda,
berdasarkan kondisi tersebut diatas, sudah pernah diajukan usulan penambahan
jumlah tenaga perawat untuk di tempatkan di ruang operasi kepada bagian SDM.
karena belum pernah dilakukan analisa kebutuhan keperawatan dalam aspek
penghitungan beban kerja di ruang operasi dan di ruang rawat inap RSIA Harapan
Bunda.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan bahwa pelayanan tindakan operasi
di ruang operasi dan jumlah pasien di ruang rawat inap mengalami peningkatan
setiap tahun. Sampai saat ini di ruang operasi belum tersedia tenaga perawat, karena
keterbatasan anggaran biaya untuk SDM dan BOR yang masih rendah yaitu kurang
dari 60%. Dengan kondisi yang demikian maka perawat di ruang rawat inap
ditugaskan di ruang operasi, sehingga di ruang rawat inap mengalami kesulitan
dalam melayani pasien dengan jumlah perawat yang dimiliki, yang mengakibatkan
kinerja perawat di ruang rawat inap mengalami penurunan. Sehingga penting untuk
dianalisis tentang beban kerja dan kebutuhan tenaga perawat di ruang rawat inap
RSIA Harapan Bunda Denpasar.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaiamanakah beban kerja perawat di ruang rawat inap RSIA Harapan
Bunda
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
1.4.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beban kerja
perawat di ruang rawat inap RSIA Harapan Bunda.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui beban kerja perawat di ruang rawat inap RSIA
Harapan Bunda.
2. Untuk mengetahui jumlah perawat yang dibutuhkan di ruang rawat inap
RSIA Harapan Bunda.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1.5.1 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi RSIA. Harapan Bunda
yaitu sebagai:
1. Sebagai bahan masukan ruang rawat inap RSIA Harapan Bunda dalam
meningkatkan pelayanan di ruang rawat inap.
2. Sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan kebutuhan tenaga
keperawatan di ruang rawat inap dalam perencanaan strategis RSIA
Harapan Bunda.
3. Sebagai bahan pertimbangan sistem rekruitmen perawat RSIA Harapan
1.5.2 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan studi kepustakaan sehingga
dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan bagi penulis selanjutnya apabila
akan dilakukan penelitian yang lebih mendalam terkait dengan tema sejenis.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang manajemen SDM
khususnya dalam perencanaan kebutuhan tenaga perawat di ruang rawat inap RSIA