• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur secara yuridis pasal-pasal yang menyangkut kejahatan atau tindak pidana pencurian mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 pada Bab XXII Buku II KUHP. Tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan jenis tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain.

Jenis tindak pidana pencurian ini merupakan jenis tindak pidana yang terjadi hampir dalam setiap daerah di Indonesia. Oleh karenanya menjadi sangat logis apabila jenis tindak pidana pencurian ini menempati urutan teratas diantara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terdakwa / tertuduh dalam tindak pidana pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan.

Tindak pidana pencurian yang diatur mulai Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu :

(2)

Pencurian biasa ini perumusannya diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan :

“Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam

puluh rupiah”.18

a. Unsur objektif, yang meliputi unsur-unsur :

Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP diatas, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut :

1. Mengambil 2. Suatu barang

3. Yang seluruhnya atau sebagaian milik orang lain b. Unsur subjektif, yang meliputi unsur-unsur :

1. Dengan maksud

2. Untuk memiliki barang / benda tersebut untuk dirinya sendiri 3. Secara melawan hukum

Agar seseorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana pencurian, orang tersebut harus terbutki telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat di dalam rumusan Pasal 362 KUHPidana

Walaupun pembentuk undang-undang tidak menyatakan dengan tegas bahwa tindak pidana pencurian seperti yang dimaksud dalam Pasal 362 KUHPidana harus dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak dapat

18

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politea, 1984.

(3)

disangkal lagi kebenarannya bahwa tindak pidana pencurian tersebut harus dilakukan dengan sengaja, yakni karena undang-undang pidana yang berlaku tidak mengenal lembaga tindak pidana pencurian yang

dilakukan dengan tidak sengaja.19

2. Pencurian Dengan Pemberatan

Istilah “pencurian dengan pembertan” biasanya secara doctrinal disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula

dari pencurian biasa.20

19

P.A.F.Lamintang, Theo Lamintang, Op.Cit, hal.2.

20

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, Eresco, 1986, hal. 19.

Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHPidana. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya.

Unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan dapat dipaparkan sebagai berikut :

(4)

1. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana

Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHPidana dirumuskan sebagai berikut :

(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : Ke-1 pencurian ternak

Ke-2 pencurian ppada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang

Ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak

Ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama

Ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan (seragam) palsu

(2)Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana paling lama Sembilan tahun.

2. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana

Pencurian dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHPidana. Jenis pencurian ini lazim disebut dengan istilah “pencurian dengan kekerasan” atau popular dengan

(5)

istilah “curas”. Adapun yang menjadi unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHPidana ini adalah sebagai berikut :

(1)Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.

(2)Diancam dengan pidana paling lama dua belas tahun :

Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama

Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan dengan membongkar, merusak, atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu

Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat

(3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun

(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai oleh salah satu hal yang direngkan dalam ayat (2) ke-1 dan ke-3

3. Pencurian Ringan

Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman pidanaya menjadi diperingan.

(6)

Pencurian ringan di dalam KUHPidana diatur dalam ketentuan Pasal 364. Termasuk dalam pengertian pencurian ringan ini dalah pencurian dalam keluarga.

Rasio dimasukkannya pencurian keluarga ke dalam pencurian ringan adalah oleh karena jenis pencurian dalam keluarga ini merupakan delik aduan, dimana terhadap pelakunya hanya dapat ditunutut apabila ada pengaduan. Dengan demikian, berbeda dengan jenis pencurian biasa pada umumnya yang tidak membutuhkan adanya pengaduan untuk penuntutannya.

Dengan demikian terdapat dua bentuk pencurian yang diatur dalam Pasal 364 dan Pasal 367 KUHPidana.

a. Pencurian Ringan

Jenis pencurian ini diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHPidana, yang

menyatakan :21

Perbuatan yng diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 ke-4, begitu juga perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 365 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh

21

(7)

lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

b. Pencurian Dalam Keluarga

Pencurian dalam keluarga diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPidana yang menyatakan :

(1) Jika pelaku atau pembantu dalam salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami atau isteri dari orang yang terkena kejahatan, dan tidak terpisah meja dan tempat itdur atau terpisah harta kekayaaan, maka terhadap pelaku atau pembantu itu, tidak mungkin diadakan tuntutan pidana

(2) Jika dia adalah suami atau isteri yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia keluarga sedarah atau semeda, baik dalam garis lurus, maupun garis menyimpang sampai derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan, jika ada pengaduan dari yang terkena kejahatan

(3) Jika menuntut lembaga matriarlkhal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain dari bapak kandungnya, maka aturan tersebut ayat diatas, berlaku juga bagi orang itu

Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPIdana ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku maupun korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal 367 KUHPidana akan terjadi, apabila seorang suami atau isteri melakukan (sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda isteri atau suaminya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) kUHPidana apabila suami isteri tersebut masih dalam iktan perkawinan yang utuh, tidak terpisah meja atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayaannya,

(8)

maka pencurian atau membantu pencurian yang dilakukan oleh mereka

mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan.22

22

Tongat, Hukum Pidana Meteriil, Malang, UMM Press, 2003, hal.43.

Disamping pembagian bentuk-bentuk tindak pidana pencurian sebagaimana tersebut diatas, maka penulis dalam hal ini juga akan memaparkan tentang bentuk-bentuk tindak pidana penadahan.

Tindak pidana penadahan atau disebut juga tindak pidana pemudahan ini diatur dalam Bab XXX KUHPidana. Tindak pidana penadahan atau tindak pidana pemudahan ini merupakan tindak pidana yang erat kaitannya dengan tindak pidana terhadap harta kekayaan orang lain.

Tindak pidana penadahan diatur dalam ketentuan Pasal 480 KUHPidana yang menyatakan :

Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah karena penadahan.

Ke-1 barang siapa menjual, menawarkan, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan

Ke-2 barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa diperoleh dari kejahatan.

Bahwa apabila diperhatikan, maka tindak pidana yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana ini meliputi dua macam bentuk tindak pidana penadahan, yaitu :

(9)

a. Membeli, menyewa, menukar, menerima sebagai gadai dan menerima sebagai hadiah sesuatu benda yang berasal dari kejahatan.

b. Karena ingin menarik keuntungan telah menjual, menyewakan, menukarkan, memberikan sebagai gadai, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda yang berasal dari kejahatan. Adapun jenis tindak pidana penadahan ini dapat dibgi kedalam dua bentuk, yaitu :

1. Penadahan sebagai kebiasaan

Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 481 KUHPidana yang menyatakan :

(1) Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukarkan, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang, yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Yang bersalah dapat dicabut hanya tersebut dalam Pasal 35 Nomor 1 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Hal yang paling penting dikemukakan berkaitan dengan penerapan Pasal 481 KUHPidana ini adalah bahwa perbuatan penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan. Artinya harus paling tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal dua kali. Sebab, apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan sekali, maka perbuatan tersebut tidak dikenai dengan Pasal 481 KUHPidana tetapi dikenai

(10)

dengan Pasal 480 KUHPidana sebagai tindak pidana penadahan

biasa.23

2. Penadahan ringan

Jenis tidak pidana ini diatur dalam Pasal 482 KUHPidana yang menyatakan :

Diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan dari mana benda diperoleh adalah satu kejahatan yang diterangakan dalam Pasal 364, 373 dan 379.

Berdasarkan ketentuan Pasal 482 KUHPidana di atas tersimpul bahwa penadahan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu akan menjadi penadahan ringan, apabila perbuatan yang diatur dalam Pasal 480 KUHPidana itu dilakukan terhadap barang-barang hasil dari tindak pidana pencurian ringan, berasal dari tindak pidana penggelapan ringan atau dari penipuan ringan.

B. Bentuk-bentuk dari Pemidaan atas Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan

Masalah pokok dalam hukum pidana adalah pemidanaan, disamping tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pemidanaan dapat dilihat sebagai rangkaian proses dan kebijakan yang konkretisasinya sengaja direncanakan melalui tahapan-tahapan berikut,

23

(11)

yaitu tahap legislatif (kebijakan formulatif), tahap yudikatif (kebijakan aplikatif) dan tahap eksekutif (kebijakan administratif).

Pemidanaan merupakan sarana yang dipakai dalam penegakan hukum pidana, dan dengan mengacu pada tahapan-tahapan tersbut, maka dikatakan, bahwa penegakan hukum pidana bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab aparat yudikatif sebagai pemegang kebijakan aplikatif, tetapi juga menjadi tugas dan tanggung jawab aparat pemegang kebijakan pembuat undang-undang. Satjipto Rahardjo dalam kaitan ini menyatakan, bahwa proses penegakan hukum itu menjangkau pula sampai kepada tahapan pembuatan undang-undang. Perumusan pikiran pembuat undang-undang yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu nanti

dijalankan.24

Menurut Sudarto, pemidanaan itu kerap kali sinonim dengan kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang Hal ini berarti, garis-garis kebijakan sistem pidana dan pemidanaan yang diformulasikan oleh aparat pembuat undang-undang merupakan landasan legalitas bagi aparat yudikatif. Hal ini juga berarti, apabila pada tahan pembuatan undang-undang ini terdapat kelemahan pada formulasi sistem pemidanaannya, maka eksesnya akan berimbas pada aplikasinya oleh aparat yudikatif.

24

Satjipto Rahadjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, BPHN Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 1983, hal 24.

(12)

hukum (berechten). Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.

Penghukuman dalam hal ini mempunyai makna sama dengan sentence

atau voorwadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum

bersyarat atau pidana bersyarat. 25

Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan pidana dan tahap pemberian pidana. Sudarto menyatakan bahwa pemberian pidana

itu mempunyai dua arti, yaitu :26

1. Dalam arti umum ialah yang menyangkut pembentuk undang-undang, ialah yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana (pemberian pidana in abstracto)

2. Dalam arti konkrit, ialah yang menyangkut berbagai badan atau jawatan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan

stelsel sanksi hukum pidana itu (pemberian pidana in concreto).

Menurut Jan Remmelink, pemidanaan adalah pengenaan secara sadar dan matang suatu azab oleh instansi penguasa yang berwenang

kepada pelaku yang bersalah melanggar suatu aturan hukum.27 Jerome

Hall dalam M. Sholehuddin membuat deskripsi yang terperinci mengenai

pemidanaan, yaitu sebagai berikut :28

a. Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup

b. Ia memaksa dengan kekerasan

c. Ia diberikan atas nama Negara, ia “diotorisasikan”

25

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal.71-71

26

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1986, hal.42

27

Jan Remmelink, Hukum Pidana, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal.7

28

M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hal.55

(13)

d. Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggarannya, dan penentunnya, yang diekspresikan didalam putusan

e. Ia diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang dengan beracuan kepadanya, kejahatan dan pemidanaan itu signifikan dalam etika

f. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan, dan diperberat atau diperingan dengan melihat personalitas (kepribadian) si pelanggar, motif dan dorongannya Terhadap pelaku tindak pidana pencurian maupun penadahan, penerapan sanksi pidananya mengacu kepada ketentuan Hukum Pidana Indonesia yang hanya mengenal dua jenis pidana, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan :

Pidana terdiri atas : a. Pidana Pokok : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim

Berdasarkan ketentuan Pasal 69 KUHPidana, maka urutan pidana pokok sebagimana disebutkan di dalam Pasal 10 KUHPidana menunjukkan perbandingan berat atau ringannya pidana pokok yang tidak sejenis, dengan demikian pidana pokok yang terberat adalah pidana mati.

(14)

Bahwa akan tetapi terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan, terhadap pelakunya secara umum selalu dijatuhkan salah satu jenis pidana pokok yakni pidana penjara, sesuai dengan yang diancam terhadap tindak pidana yang dianggap terbukti, sedangkan terhadap lamanya masa hukuman yang dijatuhkan tergantung penilaian hakim berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, maupun terhadap hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan atas perbuatan terdakwa tersebut.

Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok ini adalah merupakan suatu keharusan, artinya impertif, sedangkan penjatuhan jenis pidana tambahan berifat fakultatif, artinya bukan merupakan suatu keharusan, artinya hakim boleh tidak menjatuhkan pidana tambahan tersebut.

P.A.F. Lamintang menyebutkan, bahwa mengenai keputusan apakah perlu atau tidaknya dijatuhkan suatu pidana tambahan, selain dari menjatuhkan suatu tindak pidana pokok kepada seorang terdakwa, hal ini

sepenuhnya diserahkan kepada pertimbangan hakim.29

C. Pola Hukuman yang diberikan kepada Pelaku Tindak Pidana Pencurian dan Penadahan Kendaraan Bermotor

Sehingga terhadap tindak pidana pencurian maupun penadahan jarang sekali dan bahkan hampir tidak pernah dijatuhkan pidana tambahan oleh hakim terhadap terdakwa.

29

P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung, Armico, 1984, hal.34.

(15)

Istilah “pola” menunjukkan sesuatu yang dapat digunakan sebagai model, acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat atau menyusun sesuatu. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan, bahwa “pola hukuman / pemidanaan” yang dimaksud dalam skripsi ini ialah acuan, pegangan atau pedoman untuk membuat, menyusun sistem sanksi (hukum) pidana.

Bertitik tolak dari pengertian tersebut di atas, dapatlah dinyatakan, bahwa sebenarnya “pola pemidaan” yang bersifat umum dan ideal harus ada lebih dahulu sebelum perundang-undangan pidana dibuat, bahkan

sebelum KUHP dibuat.30

a. Pidana Pokok :

Jenis saksi pidana yang berlaku sekarang ini telah diatur dalam Pasal 10 KUHPidana terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, disebutkan :

Pidana terdiri atas : 1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan b. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim

30

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 169.

(16)

Sedangkan jenis sanksi yang digunakan dalam Konsep / Rancangan KUHPidana, terdiri dari jenis “pidana” dan “tindakan”.

Masing-masing jenis sanksi ini terdiri dari :31

a. Pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 RKUHP, terdiri dari :

a.1. Pidana Pokok 1. Pidana penjara 2. Pidana tutupan 3. Pidana pengawasan 4. Pidana denda

5. Pidana kerja sosial a.2. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak tertentu

2. perampasan barang tertentu dan tagihan 3. pengumuman putusan hakim

4. Pembayaran ganti kerugian

5. pemenuhan kewajiban adat dan / atau kewajiban menurut ketentuan hukum yang hidup

b. Tindakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 40 dan 41 RKUHP, terdiri dari :

b.1. Untuk orang tidak atau kurang mampu bertanggung jawab (“tindakan” dijatuhkan tanpa pidana)

1. Perawatan di rumah sakit jiwa

2. Penyerahan kepada pemerintah, atau 3. Penyerahan kepada seseorang

b.2. Untuk orang pada umumnya yang mampu bertanggung jawab (dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokok) 1. Pencabutan surat izin mengemudi

2. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana

3. Perbaikan akibat tindak pidana 4. latihan kerja

5. Rehabilitasi, dan / atau 6. Perawatan di lembaga

(17)

Bahwa pola jenis yang berhubungan dengan pola pembagian jenis tindak pidana untuk “kejahatan” pada umumnya diancam dengan pidana penjara atau denda, sedangkan untuk “pelanggaran” pada umumnya diancam dengan pidana kurungan atau denda. Konsep RKUHP ini tidak lagi membedakan jenis tindak pidana berupa “kejahatan” dan

“pelanggaran”.32 Namun demikian, di dalam “pola kerja” Tim Penyusun

Konsep ada pula pengklasifikasian tindak pidana yang sifatnya / bobotnya dipandang “sangat ringan”, “berat” dan “sangat serius”. Untuk delik yang “sangat ringan” hanya diancam dengan pidana denda, untuk delik yang dipandang “berat” diancam dengan pidana penjara atau denda (alternatif), dan untuk delik yang “sangat serius” diancam dengan pidana penjara saja (perumusan tunggal) atau dalam hal-hal khusus sangat pula diancam dengan pidana mati yang dialternatifkan dengan penjara seumur hidup atau penjara dalam waktu tertentu. Secara kasar polanya dapat

digambarkan dalam skema berikut :33

Bobot Delik Jenis Pidana Keterangan

1. Sangat ringan Denda Perumusan tunggal

Denda ringan (kategori I atau II

2. Berat Penjara atau denda Perumusan alternatif

Penjara berkisar 1 s.d. 7 tahun

Denda lebih berat (kategori III-IV

3. Sangat serius Penjara saja

Mati / penjara Perumusan tunggal atau alternatif Dapat dikumulasikan 32

Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hal.171

33

(18)

dengan denda

Dengan pola diatas, secara kasar menurut konsep hanya akan ada tiga kategori pengelompokan tindak pidana, yaitu :

a. Yang hanya diancam pidana denda (untuk delik yang bobotnya dinilai kurang dari 1 tahun penjara)

b. Yang diancam pidana penjara atau denda secara alternatif (untuk delik yang diancam dengan pidana penjara 1-7 tahun)

c. Yang hanya diancam dengan pidana penjara (untuk delik yang diancam dengan pidana penjara dari 7 tahun)

Terhadap pola perumusan pidana menurut KUHPidana yang berlaku sekarang ini, jenis pidana yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik ialah pidana pokok, dengan menggunakan 9

(sembilan) bentuk perumusan, yaitu :34

a. diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu

b. diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu

c. diancam dengan pidana penjara (tertentu) d. diancam dengan pidana penjara atau kurungan

e. diancam dengan pidana penjara atau kurungan atau denda f. diancam dengan pidana penjara atau denda

g. diancam dengan pidana kurungan

h. diancam dengan pidana kurungan atau denda i. diancam dengan pidana denda

Dari sembilan bentuk perumusan diatas, dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut :

34

(19)

a. KUHP hanya menganut 2 (dua) sistem perumusan, yaitu : a.1. perumusan tunggal (hanya diancam satu pidana pokok) a.2. perumusan alternatif

b. Pidana pokok yang diancam / dirumuskan secara tunggal, hanya pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal.

c. Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan.

Untuk pidana tambahan bersifat fakultatif, namun pada dasarnya untuk dapat dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik.

Sedangkan menurut Konsep / Rancangan KUHPidana, jenis pidana yang dicantumkan dalam perumusan delik hanya pidana mati, penjara dan denda. Pidana pokok berupa pidana tutupan, pidana pengawasan dan pidana kerja sosial tidak dicantumkan.

Bentuk perumusannya tidak berbeda dengan pola KUHPidana

sekarang, hanya dengan catatan bahwa di dalam konsep :35

a. Pidana penjara dan denda ada yang dirumuskan ancaman minimumnya

b. Pidana denda dirumuskan dengan sistem kategori

c. Ada pedoman untuk menerapkan pidana yang dirumuskan secara tunggal dan secara alternatif yang member kemungkinan

35

(20)

perumusan tunggal diterapkan secara alternatif dan perumusan alternatif diterapkan secara kumulatif.

Referensi

Dokumen terkait

Kalau pendidikan merupakan sumber utama dalam pengembangan sumber daya mansuia maka tugas atau tanggung jawab seorang guru sangat berat, karna guru sangat berperan

Slogan-slogan tersebut tidak hanya berfungsi sebagai hiasan tetapi ajar- an yang harus diamalkan oleh para santri dan jamaah Pondok Pesantren Bi Ba’a Fadlrah. Berfungsi juga

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji problematika guru geografi pada materi penginderaan jauh dan SIG. Metode yang digunakan adalah metode

Perluang pasar untuk produk CPO dan turunanya menurut hemat kami adalah tetap fokus mencoba penetrasi pasar dengan produk-produk yang masuk dalam kategori NCM 15119000

Pada perancangan website ini merupakan website bersifat webapp yang di dalamnya terdapat kuis kepribadian yang dipaparkan dengan visual ikonik untuk menjelaskan sifat-sifat

Tujuan audit operasional secara umum adalah untuk mengetahui apakah prestasi manajemen pada setiap rumah sakit telah sesuai dengan kebijakan ketentuan dan

pengelolaan limbah RS, panduan hand hygiene, panduan APD (alat perlindungan diri), pelaksanaan survailans (phlebitis, infeksi saluran kemih (ISK),

Bugün, birkaç yıl geçtikten sonra kâğıda dökersem başkalarının bunu öykü olarak okuyacağını ve za­ manla belki benim için de bir öykü niteliğine