• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia efektif berarti: (1) ada efeknya (akibatnya,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia efektif berarti: (1) ada efeknya (akibatnya,"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

8

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari kata “efektif”. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia “efektif” berarti: (1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), (2) dapat membawa hasil, berhasil guna. Sedangkan efektivitas berarti (1) keadaan berpengaruh: hal berkesan, (2) keberhasilan usaha atau tindakan. Handoko (Basmal, 2015: 8) mengemukakan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya Said (Basmal, 2015: 8) mengemukakan bahwa efektivitas berarti berusaha untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula dengan rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya atau berusahan melalui aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Eggen & Kauchak (Basmal, 2015: 8) menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya secara pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Dengan

(2)

demikian dalam pembelajaran sangat perlu diperhatikan bagaimana keterlibatan siswa dalam pengorganisasian pelajaran dan pengetahuannya. Semakin aktif siswa maka ketercapaian ketuntasan pembelajaran semakin besar, sehingga semakin efektif pula pembelajaran.

Ekosusilo (Aswar, 2016: 6) mengemukakan efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana apa yang sudah direncanakan dapat tercapai. Jadi efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Sedangkan menurut Sadiman (Aswar, 2016: 6) Efektivitas pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah suatu keadaan yang menunjukan sejauh mana hasil yang diharapkan diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar.

Adapun indikator efektivitas dalam penelitian ini adalah: a. Hasil Belajar

Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Sedangkan hasil belajar merupakan kemampuan maksimum yang dicapai sebagai akibat dari perilaku dalam kegiatan. Sehubungan dengan hal ini, Adolfina (Asdar, 2011: 12) memberikan batasan tentang hasil belajar, yaitu: “Hasil belajar adalah taraf kemampuan aktual yang bersifat

(3)

terukur, berupa penguasaan pengetahuan, keterampilan yang dicapai oleh siswa dari apa yang dipelajari di sekolah”.

Hasil belajar tidak akan dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan belajar. Kenyataan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik tidak semudah yang dibayangkan tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya.

Hasil belajar dapat dilihat dari 3 aspek antara lain: 1) Ketuntasan Belajar Matematika

Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajarinya dan memperoleh nilai minimal sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah bersangkutan.

2) Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Klasikal

Ketuntasan belajar secara klasikal dapat dikatakan tuntas ketika mencapai minimal 80% siswa dari jumlah keseluruhan siswa didalam kelas mencapai nilai minimal sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah bersangkutan.

3) Gain Ternormalisasi

Gain adalah selisih antara nilai Posttest dan Pretest, gain menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan guru.

(4)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan hasil belajar merupakan hasil penilaian terhadap kegiatan pembelajaran sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam memahami pembelajaran yang dinyatakan dengan nilai berupa huruf atau angka dan secara psikologis menampakkan perubahan perilaku pada siswa.

b. Aktivitas Siswa

Aktivitas belajar matematika adalah proses komunikasi antara siswa dengan guru dalam lingkungan kelas sebagai hasil interaksi siswa dan guru atau siswa dengan siswa sehingga menghasilkan perubahan akademik, sikap, tingkah laku dan keterampilan yang dapat diamati melalui perhatian siswa, kesungguhan siswa, kedisiplinan siswa dan kerjasama siswa dalam kelompok.

c. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pelaksanaan dari pembelajaran yang telah diterapkan, sebab guru adalah pengajar di kelas. Untuk keperluan analitis tugas guru adalah sebagai pengajar, maka kemampuan guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses pembelajaran dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yaitu:

1) Merencanakan program belajar mengajar (membuat RPP)

2) Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar 3) Menilai kemajuan proses belajar mengajar

(5)

4) Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya.

Keempat kemampuan guru di atas merupakan kemampuan yang sepenuhnya harus dikuasai guru yang bertaraf profesional. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran adalah kemampuan guru dalam melaksanakan serangkaian kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. d. Respons Siswa

Respons siswa yang dimaksudkan di sini adalah tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, khususnya model pembelajaran yang digunakan. Data respons siswa diambil dengan menggunakan angket respons siswa yang diberikan pada saat kegiatan pembelajaran berakhir yaitu sesaat setelah pertemuan keempat.

2. Pembelajaran Matematika a. Belajar dan Pembelajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara etimologis belajar memiliki arti: “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi tersebut memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.

Menurut Suyono dan Hariyanto (2011: 9) belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan

(6)

mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh pengetahuan, menurut pemahaman sains konvensional, kontak manusia dengan alam yang diistilahkan dengan pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan. Sedangkan menurut Gagne (Suyono dan Hariyanto, 2011: 12) menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia, seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yaitu peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja.

Menurut Bower dan Hilgrad dalam buku Theories of Learning

(Muyassaroh, 2015: 11) mengemukakan:

Learning refers to the change in a subject’s behavior or behavior potential to a given situation brought about by the subject’s repeated experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be explained on the basis of the subject’s native response tendencies, maturation, or temporary states (such as fatigue,drunkenness, and so on)’’.

Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau kebiasaan tertentu karena pengalaman yang diulang-ulang pada situasi tersebut, tidak dapat dijelaskan berdasarkan tanggapan alamiah peserta didik, pendewasaan, ataupun kondisi sementara (seperti kelelahan, keadaan mabuk, dan lain-lain).

Menurut Fontana (Suherman, dkk., 2001: 8) belajar adalah “proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman”.

(7)

Berdasarkan pengertian belajar yang sudah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, secara keseluruhan sebagai hasil latihan dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan perilaku atau hasil belajar dalam pengertian ini sudah termasuk menemukan sesuatu yang baru yang sebelumnya belum ada. Pada intinya belajar adalah proses perubahan.

Menurut Slavin (Wardoyo, 2015: 20) “pembelajaran didefinisikan sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman”. Perubahan yang terjadi bersifat permanen, artinya bahwa perubahan yang terjadi bukan secara serta merta namun melalui proses interaksi dan pengalaman yang sistematis. Proses pembelajaran terjadi dalam tiga ranah kompetensi yaitu afektif (sikap), psikomotorik (keterampilan), dan Kognitif (pengetahuan). Sedangkan menurut Jihad dan Haris (Wardoyo, 2015: 21) “pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar dan mengajar”. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh siswa, sedangkan mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran.

Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah,

(8)

seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman sesama siswa (Suherman, dkk., 2001: 9).

Pola interaksi antara guru dengan siswa pada hakekatnya adalah hubungan antar dua pihak yang setara, yaitu interaksi antara dua manusia yang tengah mendewasakan diri, meskipun yang satu telah ada pada tahap yang seharusnya lebih maju dalam aspek akal, moral, maupun emosional. Dengan kata lain, guru dan siswa merupakan subyek, karena masing-masing memiliki kesadaran dan kebebasan secara aktif.

b. Matematika Sekolah

Kata matematika berasal dari bahasa latin, “manthanein” atau

mathema” yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”. Dalam kamus

besar bahasa Indonesia, istilah matematika mengandung pengertian ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

Menurut Hamzah B. Uno (Muyassaroh, 2015: 14), matematika sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis. Jadi pada hakikatnya matematika adalah ilmu pasti yang berkaitan dengan logika.

(9)

Sedangkan menurut Reyt.,et al. (Asdar, 2011) mengatakan bahwa “matematika adalah (1) Studi pola dan hubungan (study of patterns and relationships) dengan demikian masing-masing topik itu akan saling berjalinan satu dengan yang lain yang membentuknya, (2) Cara berpikir (way of thinking) yaitu memberikan strategi untuk mengatur, menganalisis dan mensintesa data atau semua yang ditemui dalam masalah sehari-hari, (3) Suatu seni (an art) yaitu ditandai dengan adanya urutan dan konsistensi internal, dan (4) Sebagai bahasa (a language) dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam term dan simbol yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi akan sains, keadaan kehidupan riil, dan matematika itu sendiri, serta (5) Sebagai alat (a tool) yang dipergunakan oleh setiap orang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari”.

Definisi lain mengenai matematika menurut Johnson dan Rising (Asdar, 2011) adalah “matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya”.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu deduktif yang tersusun dari unsur-unsur baik yang tidak terdefinisi maupun terdefinisi, aksioma, dalil,

(10)

terstruktur, serta membicarakan tentang bilangan dan kaitan antar bilangan.

Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, yang dimaksud matematika adalah matematika sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di tingkat Pendidikan Dasar (SD dan SMP) dan Pendidikan Menengah (SMA dan SMK). Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Ini menunjukkan bahwa matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh matematika, yaitu memiliki objek kajian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten. (Suherman, dkk., 2001: 54).

Fungsi mata pelajaran matematika dan sekaligus dijadikan acuan dalam pembelajaran sekolah (Suherman, dkk., 2001: 55) adalah sebagai berikut:

1) Matematika sebagai Alat

Matematika sebagai alat berfungsi untuk memecahkan masalah yang dihadapi, baik itu masalah dalam mata pelajaran yang lain maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi, misalnya melalui persamaan, atau tabel dalam model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.

(11)

2) Matematika sebagai Pola Pikir

Pelajaran matematika yang berfungsi sebagai pola pikir, yaitu pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu. Dengan pengamatan terhadap contoh diharapkan siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep, kemudian dilatih untuk membuat perkiraan, terkaan, atau kecenderungan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh khusus (generalisasi).

3) Matematika sebagai Ilmu

Matematika sebagai ilmu atau pengetahuan, dalam hal ini, seorang guru harus mampu menunjukkan bahwa matematika selalu mencari kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang sementara diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.

Dari uraian di atas, jelas bahwa matematika sekolah mempunyai peranan sangat penting bagi siswa untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, matematika sekolah ditujukan agar siswa mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, untuk membantu memahami bidang studi lain, serta siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, bersikap positif dan berjiwa kreatif.

(12)

c. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika adalah suatu upaya/kegiatan (merancang dan menyediakan sumber-sumber belajar, membantu/membimbing, memotivasi, mengarahkan) dalam membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika, yaitu: belajar bernalar secara matematis, penguasaan konsep, dan terampil memecahkan masalah, belajar memiliki dan menghargai matematika sebagai bagian dari budaya, menjadi percaya diri dengan kemampuan diri sendiri, dan belajar berkomunikasi secara matematis.

Fitri, dkk (2014:18) menyatakan bahwa Pembelajaran matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol kemudian diterapkan pada situasi nyata. Hudojo (Rokhayati, 2010: 13) juga menambahkan bahwa pembelajaran matematika berarti pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam batasan yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu.

Belajar matematika bagi para siswa, juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. (Suherman, dkk. 2001:55).

(13)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru yang dirancang untuk menciptakan interaksi antara siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Model Problem Based Learning (PBL)

a. Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Fathurrohman (2015: 113) Problem Based Learning

(PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.

Menurut Harrison (Wardoyo, 2015: 72) “Problem Based Learning is a curriculum development and instructional method that places the student is an active role as a problem solver confronted with ill-structured, real-life problem”. Dalam Problem Based Learning adalah pengembangan kurikulum pembelajaran di mana siswa ditempatkan dalam proses yang memiliki peranan aktif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang mereka hadapi. Artinya bahwa Model Problem Based Learning (PBL) menuntut adanya peran aktif siswa agar dapat mencapai

(14)

pada penyelesaian masalah yang diharapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Menurut Arends sebagaimana dikutip oleh M. Hosnan (Muyassaroh, 2015), Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran dengan pendekatan peserta didik pada masalah autentik sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi secara inquiry.

Menurut Dwiyogo (Asdar, 2011), pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) adalah pengajaran yang dirancang berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat tidak tentu ( ill-structured), terbuka (open-ended), dan mendua. Di mana masalah yang tidak tentu adalah masalah yang kabur, tidak jelas, atau belum terdefinisikan.

Sebelum pembelajaran menggunakan model PBL dimulai, peserta didik akan diberikan masalah-masalah. Masalah yang diberikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan peserta didik. Dari masalah yang diberikan ini, peserta didik bekerjasama dalam kelompok, mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus mencari informasi-informasi baru yang relevan untuk menentukan solusi yang tepat.

Problem Based Learning (PBL) mempunyai karakteristik sebagai berikut (Rusman, 2012: 232):

(15)

1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar

2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur

3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective) 4) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki siswa, sikap,

dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan dan bidang baru dalam belajar

5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama

6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL

7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif

8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dalam penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan

9) Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar

10) PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang berorientasi pada pemecahan masalah dunia nyata yang bertujuan untuk

(16)

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, kesadaran metakognitif, dan hasil belajar kognitif.

b. Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL)

Ismail (Rusman, 2012: 243) mengemukakan bahwa langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

2 Mengorganisasi pengalaman

individual/kelompok

Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3 Membimbing

pengalaman

individual/kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4 Mengembangkan

dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. 5 Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan

Sumber: Ismail (2002) Pada fase pertama siswa membutuhkan pemahaman yang jelas tentang maksud dan tujuan pembelajaran dengan Model Problem Based Learning (PBL) sehingga pembelajaran bukan hanya sekedar untuk memperoleh informasi baru tetapi untuk menyelidiki masalah yang dihadapi sehingga siswa bertanggung jawab atas pencapaian tujuan pembelajaran secara mandiri.

(17)

Pada fase kedua guru mengatur siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah. Pembelajaran dengan Model Problem Based Learning (PBL) menghendaki siswa berkolaborasi untuk menyelidiki masalah bersama. Guru membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan sosialnya melalui kerjasama. Agar dapat belajar bersama maka siswa mudah dikontrol dan tidak membosankan. Pengelompokan siswa dapat diatur berdasarkan berbagai kepentingan misalnya guru membagi kelompok-kelompok siswa berdasarkan gender, etnik, dan tingkat kemampuan. Jika perbedaan-perbedaan tidak berpengaruh maka guru dapat mengelompokkan siswa berdasarkan minat siswa yang sama atau kelompok teman akrab atau dekat.

Setelah pembentukan kelompok siswa akan secara bersama-sama menyusun rencana. Kegiatan penyusunan rencana perlu memperhatikan waktu yang disediakan untuk sub topik khusus, menyelidiki tugas-tugas dan batas waktu untuk tugas-tugas tersebut. Pada kegiatan selanjutnya berdasarkan rencana yang disusun bersama, guru membimbing siswa-siswa secara individual atau kelompok-kelompok kecil. Kegiatan investigasi dilaksanakan secara mandiri, kelompok ataupun berpasangan. Kegiatan investigasi meliputi kegiatan mengumpulkan data dan melakukan eksperimen jika perlu, menyusun hipotesis, menyelesaikan masalah dan menyiapkan alternatif penyelesaian.

(18)

Selanjutnya siswa dituntut untuk menghasilkan produk berupa solusi-solusi dan mempresentasikannya. Produk yang dihasilkan oleh siswa berupa laporan, tabel, diagram, dan bentuk-bentuk yang bersifat fisik. Kegiatan pada fase ini akan dilanjutkan dengan kegiatan mempresentasikan hasil karya. Pada tahap ini siswa diharapkan dapat mengomunikasikan gagasan-gagasan dengan simbol, tabel, atau diagram. Tahap terakhir dari kegiatan pembelajaran dengan Model Problem Based Learning (PBL) adalah aktivitas yang ditunjukkan untuk membantu siswa membuat analisis dan mengevaluasi hasil pekerjaannya sehingga dapat menemukan pengetahuan yang merupakan tujuan pembelajaran.

c. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL) Menurut Warsono dan Hariyanto (Muyassaroh, 2015) Model

Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model Problem Based Learning (PBL) antara lain:

1) Peserta didik akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari (realworld).

2) Memupuk solidaritas dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya. 3) Meningkatkan keakraban antara guru dan peserta didik

(19)

5) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah. 6) Meningkatkan keaktifan peserta didik.

7) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mencari informasi. 8) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan keterampilan

komunikasi matematika, baik lisan dan tulisan.

Sedangkan kelemahan dari Model Problem Based Learning

(PBL), antara lain:

1) Memerlukan biaya mahal dan waktu panjang.

2) Aktivitas peserta didik yang dilaksanakan di luar kelas sulit dipantau guru.

3) Beberapa peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.

4) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.

5) Ketika topik/masalah yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik/masalah secara keseluruhan.

4. Materi Statistika

4.1 Pengertian Statistika

Statistik dapat diartikan sebagai berikut:

a. Kumpulan angka-angka suatu permasalahan, sehingga dapat memberikan gambaran mengenai masalah tersebut.

b. Ukuran yang dihitung dari sekumpulan data dan merupakan wakil dari data.

(20)

Statistika adalah ilmu yang mempelajari pengumpulan, pengaturan, perhitungan, penggambaran, dan penganalisaan data, serta penarikan kesimpulan yang valid (sahih) berdasarkan penganalisaan yang dilakukan dan pembuatan keputusan yang rasional

4.2 Pengertian Data

Data merupakan bentuk jamak dari datum. Kumpulan datum membentuk data. Data statistik bisa diperoleh dengan cara-cara berikut: 1. Survei, yaitu suatu daftar pertanyaan dengan pilihan jawaban yang

telah ditentukan atau terbuka yang diberikan kepada responden (objek yang diteliti). Survei dapat dilakukan secara tertulis (kuesioner), dan dilakukan secara lisan, misalnya wawancara.

2. Review, yaitu mengambil data dari literatur lain yang sudah terbit 3. Observasi, yaitu mengambil data melalui pengamatan atau penelitian

langsung 4.3 Membaca data

1. Tabel Contoh:

Data jumlah siswa pada setiap tingkat sekolah pada suatu kota pada tahun 2016 diberikan oleh tabel berikut:

Tabel 2.2 Data Jumlah Siswa pada Setiap Tingkat Sekolah Tingkat sekolah Jumlah siswa

TK SD SMP SMA SMK 1.500 1.800 1.400 1.650 1.050 2. Diagram Batang

Data jumlah siswa pada setiap tingkat sekolah pada suatu kota pada tahun 2016

(21)

Gambar 2.1 Data Jumlah Siswa Tingkat Sekolah 3. Diagram Lingkaran

Gambar 2.2 Jenis Olahraga yang Disukai Siswa 4. Diagram Garis 1500 1800 1400 1650 1050 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1,000.00 1,200.00 1,400.00 1,600.00 1,800.00 2,000.00 TK SD SMP SMA SMK Ju m lah Si swa Tingkat Sekolah Sepak Bola 25.0% Bulu Tangkis 21.6% Bola Volli 17.4% Bola Basket 12.2% Karate 8.1% Lain-lain 15.7%

Gambar 2.3 Jumlah Pemakaian Listrik

148 192 136 170 180 184 0 50 100 150 200 250

Januari Februari Maret April Mei Juni

P em ak aian (kw h ) Bulan

(22)

5. Ogive

Gambar 2.4 Hasil Ulangan Matematika Siswa 4.4 Menyajikan Data

1. Tabel distribusi frekuensi

Distribusi frekuensi adalah daftar yang membagi data yang ada ke dalam beberapa kelompok atau kelas.

Ada dua macam distribusi frekuensi yaitu distribusi frekuensi data tunggal dan distribusi frekuensi data kelompok.

a) Distribusi frekuensi data tunggal

Langkah menyusun tabel distribusi frekuensi data tunggal a. Mengurutkan data dari yang terkecil ke yang terbesar (array) b. Menentukan data terkecil

c. Menentukan frekuensi masing-masing data dengan sistem turus/tally atau melidi

b) Distribusi frekuensi data berkelompok

Langkah-langkah menyusun tabel distribusi frekuensi data kelompok

a. Menentukan jangkauan/rentang

Jangkauan/rentang disebut juga dengan range adalah selisih antara data terbesar dan data terkecil.

Sumber: Sutrima dkk (2009: 14) Ogive Hasil Ulangan Matematika

45 Siswa kls XI-IA.1 SMAN 4 Watampone

45 39 29 14 8 3 0 0 6 16 31 37 42 45 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 29.5 39.5 49.5 59.5 69.5 79.5 89.5 99.5 Nilai (tb/ta) Fr ek . K um ul at if Ogive Negatif Ogive Positif

(23)

b. Menetapkan banyak kelas (K)

Berdasarkan kebiasaan yang ada, banyak kelas berkisar antara 5 sampai dengan 15 (5 ≤ k ≤ 15). Cara lain untuk menetapkan banyak kelas adalah menggunakan rumus Sturges, yaitu:

Sumber: Sutrima dkk (2009: 14) Keterangan:

K = banyak kelas (kelas interval)

N = banyaknya data

c. Menentukan interval kelas (i)

Besarnya interval kelas bagi tiap-tiap kelas dalam distribusi frekuensi sebaiknya diusahakan sama. Adapun besarnya

i (interval kelas) dapat ditentukan dengan rumus:

Sumber: Sutrima dkk (2009: 14) Keterangan:

i = interval kelas

R = rentang/jangkauan

K = banyaknya kelas

d. Menentukan batas bawah dari kelas pertama

Batas bawah dari kelas pertama hendaknya dipilih sedemikian sehingga tidak terdapat satupun yang tidak masuk ke dalam kelompok data. Dalam hal ini, batas bawah dari kelas diambil data dengan nilai terkecil.

2. Penyajian data dalam bentuk diagram a. Diagram garis

Diagram garis adalah suatu cara penyajian data statistik menggunakan garis-garis lurus. Biasanya, diagram garis digunakan

(24)

untuk menyajikan data yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap suatu objek dari waktu ke waktu secara berurutan.

b. Diagram batang

Diagram batang adalah diagram yang digunakan untuk menyajikan data statistik, dengan batang berbentuk persegi panjang.

Langkah-langkah dalam melukis diagram batang adalah: 1) Melukis sumbu mendatar dan sumbu tegak yang berpotongan 2) Memberikan nama pada sumbu mendatar dan sumbu tegak 3) Membuat skala yang sesuai

4) Menentukan letak batang dan membuat batang

Penyajian data dalam bentuk diagram batang dapat dibuat dalam posisi vertikal atau horizontal.

c. Diagram lingkaran

Diagram lingkaran adalah diagram yang menggunakan daerah lingkaran untuk menggambarkan suatu keadaan. Langkah-langkah dalam membuat diagram lingkaran adalah sebagai berikut:

1) Mencari derajat dan persentase masing-masing data 2) Lukislah lingkaran

3) Bagi lingkaran menurut data yang ada dengan menggunakan busur derajat (membagi lingkaran dalam beberapa juring tertentu sesuai data

3. Histogram dan polygon

Histogram adalah satu cara untuk menyajikan data statistik dalam bentuk gambar. Histogram sering disebut sebagai grafik frekuensi yang bertangga, yang terdiri dari serangkaian persegi panjang yang mempunyai luas yang sebanding dengan frekuensi yang terdapat dalam kelas-kelas interval yang bersangkutan. Cara menggambarnya, antara persegi panjang yang berdekatan berimpit pada satu sisi. Setiap persegi panjang pada suatu histogram mewakili kelas tertentu, dengan pengertian: lebar persegi panjang menyatakan panjang kelas, tinggi persegi panjang menyatakan frekuensi kelas dan digambarkan secara

(25)

vertikal. Oleh karena itu, jika setiap kelas mempunyai panjang yang sama, maka luas setiap persegi panjang itu berbanding lurus dengan frekuensinya. Selanjutnya, jika setiap titik tengah dari bagian sisi atas persegi panjang pada histogram itu dihubungkan, maka kita peroleh diagram garis. Diagram garis semacam ini disebut polygon frekuensi. 4. Ogive

Frekuensi kumulatif kurang dari (fk kurang dari) jumlah

frekuensi semua nilai amatan yang kurang dari batas atas (<), sedangkan frekuensi kumulatif lebih dari (fk lebih dari) jumlah

frekuensi semua nilai amatan yang lebih dari batas bawah (>). Tabel distribusi frekuensi kumulatif dapat digambarkan diagramnya berupa ogive. Karena tabel distribusi frekuensi kumulatif ada dua macam, yaitu tabel distribusi kumulatif kurang dari dan tabel distribusi frekuensi kumulatif lebih dari, sebagai konsekuensinya kita mempunyai dua macam ogive, yaitu ogive positif dan ogive negatif. Caranya adalah dengan menempatkan nilai-nilai tepi kelas pada sumbu mendatar dan nilai-nilai frekuensi kumulatif pada sumbu tegak. Titik-titik yang diperoleh (pasangan nilai tepi kelas dengan nilai frekuensi kumulatif) dihubungkan dengan garis lurus, maka diperoleh diagram garis yang disebut polygon frekuensi kumulatif. Kurva frekuensi kumulatif inilah yang disebut ogive.

4.5 Ukuran Pemusatan Data Tunggal 1. Rataan (Mean)

Nilai rataan adalah salah satu ukuran yang memberikan gambaran yang lebih jelas dan singkat tentang sekelompok data mengenai suatu masalah, baik tentang sampel atu populasi. Rataan yang diperoleh dari hasil pengukuran sampel disebut statistik, sedangkan rataan yang diperoleh dari populasi disebut parameter. Rataan hitung (mean) dari suatu kumpulan data dengan banyak nilai data. Jadi,

(26)

Sumber: Sutrima dkk (2009: 23) Dengan:

̅ = rataan dari kumpulan data

xi = nilai data ke-i

n = banyak data

Notasi ∑ (dibaca: sigma) menyatakan penjumlahan suku-suku. 2. Median

Median adalah nilai tengah dari sekumpulan data yang telah diurutkan dari terkecil ke terbesar.

Maka median dari kumpulan data itu ditentukan dengan cara berikut:

a. Jika n adalah bilangan ganjil, maka median adalah nilai data ke ,

Sumber: Sutrima dkk (2009: 29) b. Jika n adalah bilangan genap, maka Me adalah rataan dari nilai data

ke- dan nilai data ke- , ditulis

Sumber: Sutrima dkk (2009: 29) 3. Modus

Modus didefinisikan sebagai angka statistik yang mempunyai frekuensi tertinggi.

4.6 Ukuran Pemusatan Data Kelompok 1. Rataan (Mean)

Untuk data berkelompok, nilai mean ditentukan oleh rumus berikut:

̅ ∑

(

(27)

Sumber: Sutrima dkk (2009: 25) Keterangan: ̅ = Mean xi = Nilai tengah fi= Frekuensi 2. Median

Untuk data berkelompok, nilai median ditentukan oleh rumus berikut:

Sumber: Sutrima dkk (2009: 29) Keterangan:

Bb = Tepi bawah kelas interval yang mempunyai frekuensi tertinggi

n = Banyaknya data

F = Frekuensi kumulatif sebelum kelas interval yang memuat Me fm = frekuensi kelas interval yang memuat Me

p = Panjang kelas interval 3. Modus

Untuk data berkelompok, nilai modus ditentukan oleh rumus berikut:

Sumber: Sutrima dkk (2009: 27) Keterangan:

Bb = Tepi bawah kelas interval yang mempunyai frekuensi tertinggi

̅ ∑

( )

(

(28)

b1 = Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi sebelumnya

b2 = Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi sesudahnya

p = Panjang kelas interval B. Penelitian Relevan

Na’imatun Muyassaroh (2015) dengan penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Peserta Didik Materi Pokok Segiempat Semester Genap Kelas VII SMPN 02 Kalinyamatan Jepara Tahun Pelajaran 2014/2015” menyatakan bahwa model Problem Based Learning (PBL) efektif dalam meningkatkan kemampuan komuniaksi siswa. Hal ini ditunjukkan oleh th 𝑢 𝑔 =

2,122 > ttabel = 1,675, karena t berada pada daerah penolakan 𝐻0, sehingga 𝐻1

diterima. Artinya rata-rata kemampuan komunikasi matematika kelas eksperimen (menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari rata-rata kemampuan komunikasi matematika kelas kontrol (menggunakan model pembelajaran konvensional).

Yusna, D. P. S. (2015) dengan penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) dalam Materi Relasi dan Fungsi Bagi Siswa Kelas X MAN Model Banda Aceh” menyatakan bahwa ketuntasan belajar siswa tercapai serta respon siswa lebih dari 80% ketika diterapkan Model Problem Based Learning (PBL). Sehingga dapat dikatakan bahwa Model Problem Based Learning (PBL) efektif digunakan.

Penelitian lain yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dilaksanakan oleh Iwan Supriyono (2014) yang berjudul “Pengaruh Problem Based Learning (PBL) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Sub Pokok

(29)

Bahasan Pecahan Di SMP Negeri 2 Nogosari Boyolali” mengatakan bahwa ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan pembelajaran Konvensional dan Problem Based Learning

(PBL) terhadap pembelajaran matematika siswa hal ini dapat dilihat pada hasil analisis nilai Thitung > Ttabel yang meninjukkan hasil sebesar 4,602 > 2,048. Prestasi

belajar siswa dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) mempunyai rata-rata yang lebih tinggi daripada pembelajaran yang menggunakan metode Konvensional pada sub pokok bahasan pecahan sehingga prestasi belajar yang dicapai lebih tinggi.

C. Kerangka Pikir

Matematika masih menjadi mata pelajaran yang sulit di mata para pelajar di setiap jenjang pendidikan. Hal ni terlihat dari masih rendahnya nilai matematika siswa di sekolah-sekolah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh guru bersangkutan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya dengan memilih model yang sesuai dengan permasalahan yang ada didalam kelas.

Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang senantiasa mengharapkan guru untuk menyajikan masalah-masalah nyata yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari kemudian meyelesaikannya dengan menggunakan prinsip-prinsip matematika.

Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan persoalan yang mereka hadapi, baik secara perorangan maupun dalam kelompok dengan memberikan alternatif penyelesaian masalah yang mereka hadapi. Proses

(30)

PBL diawali dengan orientasi siswa terhadap masalah hingga siswa diharapkan mampu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dengan demikian siswa akan terbiasa mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, dan membuat alternatif pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sehingga dapat mendorong siswa untuk memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Gambar 2.5 Skema Kerangka Pikir Model Problem Based Learning

(PBL)

Hasil Belajar Aktivitas Siswa Respons Siswa Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL) salah satunya Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan membiasakan

peserta didik untuk bereksperimen

Rata-rata hasil belajar siswa setelah diajar dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) meningkat Masalah yang terdapat di kelas: 1. Model pembelajaran yang kurang

tepat dan tidak variatif 2. Teacher centered. 3. Hasil belajar rendah

Persentase aktivitas aktif meningkat (sesuai yang dikehendaki) Persentase respons siswa terhadap penerapan model Problem Based Learning (PBL) lebih dari 70% merespons positif

(31)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Hipotesis Mayor

“Pembelajaran matematika efektif dengan penerapan Model Problem Based Learning (PBL) pada siswa kelas XI IPA SMA Tridharma MKGR Makassar ”. Hipotesis Minor

1. Rata-rata hasil belajar siswa setelah di ajar dengan Model Problem Based Learning (PBL), minimal 73 (KKM).

2. Rata-rata Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) secara klasikal setelah di ajar dengan Model Problem Based Learning (PBL), minimal 80%.

3. Rata-rata gain ternormalisasi siswa setelah diajar dengan menggunakan Model Problem Based Learning (PBL), minimal 0,3.

4. Persentase respons siswa terhadap penerapan Model Problem Based Learning (PBL), minimal 70% merespons positif.

Gambar

Tabel 2.1 Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)
Gambar 2.1 Data Jumlah Siswa Tingkat Sekolah  3.  Diagram Lingkaran
Gambar 2.4 Hasil Ulangan Matematika Siswa   4.4 Menyajikan Data
Gambar 2.5 Skema Kerangka Pikir Model Problem Based Learning

Referensi

Dokumen terkait

Di njau dari manajemen satuan pendidikan, maka penyusunan model inspirasi diversifi kasi kurikulum esensi dan muaranya adalah terwujudnya Kurikulum ngkat satuan

Pada penelitian ini telah dilakukan studi mengenai modifikasi struktur permukaan pelat aluminium dengan bubuk besi menggunakan metoda mechanical alloying (MA) yang bertujuan

Pembakaran atau kebakaran adalah reaksi kimia antara bahan bakar (mudah terbakar) dan oksidan (oksigen) disertai dengan produksi panas.. Pelepasan hasil panas dalam produksi cahaya

Formulir E, apabila yang bersangkutan tidak masuk kerja lebih dari 2 (dua) hari kerja karena sakit, yang bersangkutan dapat mengajukan cuti sakit dan melakukan pengisian

Jika pantulan itu terjadi pada ujung bebas, maka gelombang pantul merupakan kelanjutan dari gelombang datang (fasenya tetap), tetapi jika pantulan itu terjadi pada ujung tetap,

Hal ini dapat dilihat dari hasil kuisioner yaitu sebanyak 50 responden atau 48,08% yang menyatakan setuju serta 33 responden atau 31,73% yang menyatakan

Autor smatra kako proces europske integracije ne možemo promatrati izolirano od strateškog američkog projekta uspostave novog međunarodnog gospodarskog i političkog poretka

Penelitian ini berfokus pada tingginya biaya pendidikan yang dikeluarkan masyarakat dalam hal ini orang tua siswa, tidak hanya dilihat dari iuran sekolah (DPP dan SPP)