• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Cukai Yang Sesuai Dengan Kondisi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Cukai Yang Sesuai Dengan Kondisi Indonesia"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

A.

Pendahuluan

CoP di bidang Cukai yang diselenggarakan pada hari Rabu, 29 April 2020 mengambil tema “Penerapan Cukai yang Sesuai dengan Kondisi Indonesia” dilatarbelakangi pertimbangan bahwa sesuai dengan Pasal

1 dan Pasal 2 UU Cukai, Cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya dikendalikan, peredarannya diawasi, menimbulkan eksternalitas negative dan dikenakan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Selanjutnya Pasal 4 UU Cukai juga memberi ruang bagi pemerintah untuk melakukan ekstensifikasi objek cukai melalui mekanisme formal dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang sebelum penerapannnya harus mendapat persetujuan dari Komisi XI DPR. Sejak berlakunya UU Cukai 2007 sudah banyak bergulir wacana ekstensifikasi objek cukai oleh Pemerintah, namun persyaratan harus mendapat persetujuan dari

Komisi XI DPR inilah yang menjadi “hambatan” terealisasinya

perluasan objek cukai.

Kondisi yang sudah berlangsung hampir, dua puluh lima tahun tersebut baru mendapat titik terang setelah Rapat Komisi XI dengan Menteri Keuangan memutuskan dua hal penting:

1. Komisi XI menyetujui rencana Pemerintah melakukan penambahan plastic sebagai jenis BKC baru;

2. Selanjutnya meminta Pemerintah menyusun road map perluasan BKC lainnya.

Permintaan DPR agar Pemerintah menyusun road map ekstensifikasi objek cukai inilah merupakan sinyal yang sangat kuat bagi Pemerintah untuk menyiapkan langkah- langkah lebih lanjut dalam memperluas BKC. Dan keputusan inilah merupakan topik utama CoP, yaitu:

Community of Practice (CoP) di Bidang Cukai Dengan Tema

Penerapan Cukai Yang Sesuai Dengan Kondisi Indonesia

Penyusun : Surono

(2)

1. Apakah ekstensifikasi BKC di Indonesia diarahkan kepada fungsi cukai sebagai pengendalian konsumsi (sin tax), mengendalikan dampak negatifnya (pigouvian tax), atau sebagai luxurious tax; 2. Bagaimana roadmap perluasan BKC yang telah/akan disusun

oleh Pemerintah?

B.

Pembahasan

CoP dengan tema “Penerapan Cukai yang Sesuai dengan Kondisi Indonesia” diinisiasi oleh Pusdiklat Bea dan Cukai, BPPK,

diselenggarakan pada hari Rabu, tanggal 29 April 2020. Kegiatan ini dihadiri oleh kurang lebih 145 peserta, dari berbagai kalangan, yaitu dosen dan mahasiswa PKN STAN), pejabat/ pegawai pada Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai, serta pejabat/pegawai kantor vertikal DJBC (Kanwil Banten, Kanwil Aceh, Jatim II, KPPBC Jakarta, Marunda, Malang, Pasuruan, Sidoarjo, Probolinggo, Kediri, Madura, Jogja, Lampung, Gresik, Denpasar, Kuala Tanjung, dll)

Kegiatan dilaksanakan mulai pukul 10.00 WIB sampai dengan 12.00 WIB, dengan menggunakan media on line zoom meeting.

Narasumber dalam kegiatan dimaksud:

1. Tedy Himawan, SE, MM, Kepala Subdirektorat Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha Barang Kena Cukai, Kantor Pusat DJBC; 2. Sarno, SST, M.Sc. M.Buss, Ak. CA, Analis Muda, BKF;

3. Budhi Setyawan, SE, Ak, MM, Dosen PKN STAN;

4. Sunaryo, SST, MM, Kepala Subdirektorat Tarif dan Harga Dasar Barang Kena Cukai, Kantor Pusat DJBC.

Paparan dari Narasumber

1. TEDDY HIMAWAN

Tema: Ekstensifikasi Cukai.

1. Cukai terkait dengan eksternalitas; eksternalitas adalah biaya atau dampak yang tidak terefleksikan atau tidak nampak dalam harga yang disepakati antara produsen dan konsumen. Eksternalitas negative bentuknya beragam, berupa: economic cost, social cost, environmental cost.

(3)

2. Eksternalitas negative dikurangi melalui creating market for externalities, coase theorem, tax, dan command and control. Cara pengendalian melalui tax dan command and control-lah yang banyak digunakan di Indonesia, dan cukai adalah cara pengendalian eksternalitas negatif dengan menggunakan tax. 3. Di banyak negara cukai merupakan cara memungut penerimaan yang paling banyak diminati karena cukai melekat pada barang dan mekanisme pengawasannya relative mudah. 4. Cukai memiliki keunggulan dibandingkan jenis pajak konsumsi

lainnya, misalnya:

a) Tarif cukai lebih fleksibel, bisa tariff advalorum atau spesifik sedangkan tariff PPnBM hanya memungkinkan tariff advalorum (10% s.d. 200%);

b) Objek pungutan cukai lebih luas karena dapat dikenakan terhadap barang tertentu, karena cukai bersifat selektif dan deskriminatif. Sedangkan objek pungutan PPnBM adalah barang mewah tertentu

5. Earmarking, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari cukai. 6. Kondisi penerimaan cukai saat ini masih dominan ditopang

oleh penerimaan cukai hasil tembakau (96%).

7. Beberapa pertimbangan mengapa perlu ekstensifikasi cukai: a) Bagaimana menghadapi isu permasalahan lingkungan

saat ini?

b) Bagaimana jika ada shock di industry hasil tembakau? c) Bagaimana jika target penerimaan naik signifikan?

Apakah pemerintah bias hanya memiliki sumber penerimaan cukai dari objek yang ada sekarang?

d) Apakah sesuai dengan perkembangan zaman?

Berdasarkan pertimbangan tersebut sangat riskan jika hanya bertumpu pada tiga jenis objek cukai yang berlaku sekarang ini saja.

(4)

8. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia memiliki objek cukai yang paling sedikit.

9. Kontribusi cukai terhadap PDB juga relative rendah (1,2%) dibandingkan dengan rata-rata negara anggota OECD (2,1%) dan beberapa negara lain di dunia.

10. Tahapan-tahapan yang harus dimiliki sebagai syarat ekstensifikasi, meliputi: aspek filosopis dan aspek formil.

a) Aspek filosofis, meliputi:

• Harus memenuhi karakteristik BKC sesuai UU Cukai; • Latar belakang pengenaan cukai adalah dampak

negative; adanya dampak negative ini harus diinisiasi oleh K/L pembinanya dan tidak mungkin oleh DJBC (Kemenkeu), sehingga harus ada kolaborasi dr K/L dan Kementerian Keuangan;

• Harus ada earmarking untuk penanggulangan dampak negative yang ditimbulkan atas konsumsi BKC. Ke depannya pengenaan cukai lebih kepada theory pigouvian, karena aspek eksternalitas negative nya bisa diukur dan diatasi dengan adanya penerimaan cukai. Namun bukan berarti kriteria cukai lainnya (luxurious tax, sin tax, dll) tidak dapat diterapkan.

b) Aspek formil; melakukan pendekatan ke KL terkait . Semua elemen harus sepakat bahwa ada eksternalitas negative yang harus dihadapi bersama-sama sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

11. Roadmap ekstensifikasi cukai, adalah:

1) Kantong plastic (sudah mendapat persetujuan DPR) (terkait isu lingkungan hidup, earmarking untuk pengelolaan sampah);

2) Emisi kendaraan bermotor (pendamping cukai plastik ketika diajukan ke DPR) (isu kualitas udara, shifting dari PPnBM, earmarking untuk public transport dan kendaraan emisi rendah);

(5)

3) Minuman berpemanis (pendamping cukai plastik ketika diajukan ke DPR) (isu kesehatan, earmarking untuk insentif minuman less sugar);

4) Lainnya, misalnya BBM, air mineral, produk plastik lainnya. DJBC sedang melakukan kajian dengan BKF dan instansi terkait untuk menggali jenis-jenis barang yang memiliki karakteristik BKC.

2. SARNO;

1. Sjnossen; dalam ASEAN Tax Forum (2013) menyatakan bahwa cukai adalah salah satu jenis pajak yg sangat fleksibel reason pengenaannya.

2. Hal yang harus diperhatikan ketika kita ingin mengenakan objek cukai baru adalah legal basisnya mengapa suatu barang dikenakan cukai.

3. Kepraktisan implementasi PPnBM dibandingkan cukai; Pasal 4 UU Cukai; ekstensifikasi cukai dalam bentuk PP dan harus mendapat persetujuan DPR, sementara untuk penerapan PPnBM tidak perlu persetujuan DPR, tetapi cukup dengan konsultasi dengan DPR. Dengan demikian pengenaan PPnBM lebih gampang dibandingkan cukai.

4. Objek cukai di Indonesia sangat sedikit (extremely narrow), hanya tiga BKC. Dibandingkan dengan Thailand yang mengenakan cukai terhadap barang dan jasa sampai dengan lebih dari 10. Objek cukai yang sangat sedikit inilah yang akhirnya menjadi salah satu penyebab proporsi cukai terhadap PDB relative rendah.

5. Pengendalian eksternalitas negative bisa menggunakan tools fiscal maupun non fiscal. Kementerian Keuangan menggunakan cukai sebagai alat pengendalian eksternalitas negative. Saat ini beberapa daerah mengenakan pajak dalam bentuk pajak kendaraan bermotor, pajak air tanah, pajak

(6)

6. SDGs (Sustainable Development Goals) diantaranya mengatur tentang kelestarian lingkungan hidup.

7. Kontribusi cukai terhadap perpajakan 8% s.d. 10%.

8. Diantara negara ASEAN kontrbusi penerimaan cukai terhadap PDB yang terbesar adalah Thailand (2,72%). Dalam UU Cukai Thailand memang sudah disebutkan jenis barang dan jasa yang dapat dikenakan cukai. Dapat menjadi pertimbangan dalam mengamandemen UU Cukai agar pengenaan cukai lebih mudah, fleksibel, dan lebih mudah disesuaikan pengenaannya.

3. BUDHI SETYAWAN;

1. Cukai adalah bagian dari pembangunan kualitas SDM.

2. Human Development Index, Indonesia berada di peringkat 111 dari 189 negara. Health Care Index (Indeks Kepedulian Kesehatan), Indonesia berada di peringkat 55. Enviromental Development Index, peringkat 133.

3. Profil indeks Indonesia yang relative rendah tersebut kemungkinan salah satunya dipengaruhi oleh pengenaan cukai saat ini, baik dari sisi objek dan tarifnya, cara pelunasan. 4. UU Kesehatan (UU No. 36 Tahun 2009). UU Kesehatan

diantaranya mengatur hak setiap orang mendapatkan lingkungan yang sehat dan pemeliharaan kesehatan remaja diarahkan untuk menjadi orang dewasa yang sehat dn produktif.

5. UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 32 Tahun 2009); perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan azas pencemar membayar dan pengendalian pencemaran atau kerusakan lingkungan.

(7)

6. Road map cukai sebaiknya disusun oleh K/L lain (bukan Kementerian Keuangan) yang paham bahwa dampak suatu produk terhadap kesehatan atau lingkungan. Berdasarkan kajian tersebut barulah Kementerian Keuangan menyiapkan tools untuk mengatasi dampak negatifnya.

7. Kebijakan cukai ke depan diarahkan pada ekstensifikasi cukai, revisi batasan tariff, dan system pelunasan yang aan, mudah, dan bisa memberi informasi yang real time.

8. Tujuan kebijakan ke depan adalah untuk membentuk SDM yang berkualitas.

4. SUNARYO;

Tema: Pengenaan Cukai Plastik

1. Fungsi cukai sebagai reguleren maupun budgetary harus seimbang.

2. Aspek legal formal yang perlu dipertimbangkan dalam ekstensfikasi cukai, yaitu: karakteristik BKC sesuai yang diatur dalam UU Cukai dan aturan pelaksanaannya, meliputi aspek perizinan, BKC selesai dibuat, konsep pelunasan cukai, pengembalian cukai, dan perdagangan BKC.

3. Selain aspek legal formal yang harus terpenuhi, penetapan BKC sebagai objek cukai didominasi oleh faktor politik.

4. Terkait ekstensifikasi cukai plastik;

a) latar belakang pengenaannya adalah semakin membludaknya sampah plastik, treatment di masing-masing daerah yang sangat beragam, dll. Situasi ke depan yang kita harapkan adalah terciptanya lingkungan bersih, perlakuan yang seragam di seluruh Indonesia, dan mendukung green economy policy.

(8)

pengenaan cukai.

c) Upaya yang perlu dilakukan, adalah mengedukasi masyarakat, mendorong barang dengan bahan baku non plastik, membuat harga plastik menjadi ekonomis, dan menggerakan elemen pemerintah pusat dan daerah serta seluruh masyarakat.

d) Hal yang perlu dipertimbangkan untuk pengenaan cukai yang cocok bagi Indonesia, adalah:

• Implementatif; pungutan bisa dibayar konsumen dan bisa menjalankan fungsi pengendalian.

Earmarking; di Indonesia terbukti dapat membina dan mengedukasi masyarakat.

• Legal formal ter-capture di UU Cukai

5. Cukai Indonesia ke depan, fokus kepada fungsi budgetair dengan reasoning regulerend.

C.

PENUTUP

Kesimpulan

1. Dengan mempertimbangkan UU Kesehatan, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta green economy policy sebagai upaya mendukung SDM Indonesia yang berkualitas, kebijakan ekstensifikasi cukai lebih ditekankan kepada karakteristik cukai sebagai Pigouvian tax, namun bukan berarti kriteria cukai lainnya (luxurious tax, sin tax, consumption tax) tidak dapat diterapkan.

2. Mengingat kinerja cukai terhadap PDB dan perpajakan yang relative rendah, serta keunggulan implementasi cukai dibandingkan dengan jenis pajak lainnya, maka kebijakan cukai diarahkan kepada fungsi budgetair cukai dengan tanpa mengabaikan fungsi regulerend-nya.

3. Roadmap ekstensifikasi cukai yang disusun pemerintah, adalah sebagai berikut:

• Kantong plastic (sudah mendapat persetujuan DPR) (terkait isu lingkungan hidup, earmarking untuk

(9)

pengelolaan sampah);

• Emisi kendaraan bermotor (pendamping cukai plastik ketika diajukan ke DPR) (isu kualitas udara, shifting dari PPnBM, earmarking untuk public transport dan kendaraan emisi rendah);

• Minuman berpemanis (pendamping cukai plastik ketika diajukan ke DPR) (isu kesehatan, earmarking untuk insentif minuman less sugar);

• Lainnya, misalnya BBM, air mineral, produk plastik lainnya. DJBC sedang melakukan kajian dengan BKF dan instansi terkait untuk menggali jenis-jenis barang yang memiliki karakteristik BKC.

Rekomendasi

Memperhatikan kondisi saat ini, dimana:

1. objek cukai di Indonesia masih sangat sedikit apabila dibandingkan dengan objek cukai di negara ASEAN maupun negara lain di dunia

2. kinerja cukai terhadap perpajakan dan PDB yang relative rendah;

3. ketergantungan penerimaan cukai hanya kepada hasil tembakau;

4. sifat cukai yang relative mudah pengenaannya dan pengawasannya, serta fleksibel baik dari sisi tariff maupun objeknya;

5. persetujuan DPR mengenakan cukai plastik;

6. permintaan DPR kepada pemerintah untuk menyusun roadmap cukai;

7. kebijakan green economy dan SDM Indonesia unggul;

Maka, menjadi peluang bagi Pusdiklat Bea dan Cukai untuk berperan secara aktif melalui kegiatan akademis dengan melakukan kajian ekstensifikasi objek cukai baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak terkait lainnya. Kajian ekstensifikasi objek cukai tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik BKC sebagaimana diatur dalam UU Cukai dan ketentuan pelaksanaannya (perizinan, pelunasan, BKC selesai dibuat, dll), serta aspek cukai, utamanya cukai

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi bila dikaji lebih dalam lagi ceritanya, banyak hal-hal yang bisa dipetik dari legenda tersebut, misalnya menepati janji yang telah diucapkan, Dayang Sumbi menepati

175 Pada akhirnya, kesetaraan gender tidak dimaksudkan sebagai kondisi dimana perempuan harus menyamai laki-laki dalam segala hal tetapi lebih pada sebuah kondisi dimana

 Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Aceh pada Februari 2016 mencapai 2,053 juta orang, berkurang sekitar 34 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan pada Februari

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas berkat rahmat dan karunia-Nya, laporan tesis berjudul ”Aplikasi Gelombang Kinematis dan Dinamis pada Model

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang Kelautan dan Perikanan dan mempunyai fungsi

Berdasarkan uraian penjelasan yang meliputi tugas dan kewenangan Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Fungsi-fungsi yang dimiliki, struktur organisasi, dan

Pada hari ini Selasa tanggal dua bulan September tahun dua ribu empat belas , selaku Pokja Tahap XI PLP Kabupaten Purwakarta berdasarkan Surat Perintah Ketua