1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah mencatat dan fakta berbicara, bahwa sejak kolonial Belanda bercokol dan mengakhiri hidup kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, masalah zakat tidak pernah lagi terurus dengan baik, sehingga potensi harta zakat seperti tidak bermakna. (Naoruouzzaman Shiddiq, 1997: 202). Zakat adalah salah satu rukun Islam yang lima, fardhu’ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat
mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriah (Sulaiman Rasjid, 1994 : 192).
Zakat pun mempunyai peranan bagi yang menunaikannya apabila dilaksanakan serta dikelola dengan penuh kesadaran akan esensi zakat dan tanggung jawab yang tinggi. Dalam pengelolaan zakat apabila dipikirkan cara-cara pelaksanaannya dengan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan tujuan zakat ialah meningkatkan taraf anggota masyarakat yang lemah dalam ekonominya dan mempercepat kemajuan agama Islam menuju tercapainya masyarakat yang sejahtera.
Jika dikaitkan dengan konsep keadilan ekonomi, maka berbicara masalah zakat, artinya berbicara masalah kemasyarakatan yang ditujukan kepada harta benda. Para fuqaha (ulama ahli fiqih) mengatakan bahwa zakat merupakan salah satu bagian dari kata aturan syari’at Islam mengenai aspek ekonomi dan politik. Dengan
demikian, masalah zakat merupakan masalah yang aktual pada masa perkembangan dunia ekonomi (Didi Mashudi, 2012: 6).
Zakat di samping membina hubungan dengan Allah, juga akan mendekatkan menjembatani dan mendekatkan hubungan kasih sayang antara sesama manusia dengan mewujudkan kata-kata bahwa Islam itu bersaudara, saling membantu dan tolong menolong: yang kuat menolong yang lemah dan yang kaya membantu yang miskin (Sofyan Hasan, 1995 : 11).
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, zakat dikelola oleh suatu organisasi pengelolaan zakat yang bernama Badan Amil zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dalam ketentuannya, dana zakat yang sudah dikumpulkan oleh BAZ atau LAZ harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kepentingan kaum mustahik (orang atau badan yang berhak menerima zakat).
Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, disebutkan pasal 1 pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan
dan pengorganisasian dalam mengumpulkan, mendistribusikan dan
mendayahgunakan zakat. Biasanya muzzaki memberikan zakatnya dengan cara langsung memberikan zakatnya kepada mustahiq atau lewat masjid, tentunya proses pemberian langsug kepada muzzaki sangatlah beresiko selain pemberiannya masih bersifat konsumtif. Pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala proritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan agar tidak adanya kecemburuan masyarakat.
Manajemen dalam sebuah organisasi pengelolaan zakat akan menyangkut: manajemen pengumpulan, pendistribusian, dan pendayahgunaan. Dari ketiga unsur tersebut unsur pendistribusian menjadi tolak ukur terbentuknya ekonomi masyarakat. Sebab pendistribusian didalamnya mengandung dana zakat yang baik
yang bersifat konsumtif atau produktif. Dalam pendistribusian perlu adanya manajemen khusus yang mengelola tentang penyaluran zakat. Dalam pemberian zakat yang produktif perlu adanya pengelola zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sehingga pengelola zakat dalam hal ini berperan sangat penting yaitu sebagai pendamping mustahik dalam melaksanakan pendayahgunaan zakat yang produktif.
Oleh karena itu pengelolaan zakat itu harus dilaksanakan secara hierkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayahgunaannya. Khusus dalam hal ini Badan Amil Zakat Nasional di Kabupaten merupakan BAZNAS yang sangat diharapkan bisa mengoptimalkan pengelolaan zakat. Namun sampai saat ini lemahnya pola koordinasi dalam inmplementasi pengelolaan zakat baik intra Maupun mitra BAZNAS dengan pendistribusian dan pendayahgunaannya. Masih kurangnya pola dan manajemen pendistribusian dalam mendayahgunaan dana zakat, dan ditambah sosialisasi tentang hakikat zakat masih rendah sehingga masyarakat belum berhasil diyakinkan agar zakatnya diserahkan ke badan atau lembaga tersendiri yang berkaitan dengan pengelolaan zakat yang berada di sekitarannya. Namun dengan adanya lembaga zakat masyarakat juga merasa terbantu karena ada pembagian zakat yang merata.
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Purwakarta merupakan sebuah lembaga/organisasi dibawah bimbingan Kementrian Agama yang secara khusus menangani masalah pengelolaan zakat, infak, dan shodakoh
Tujuan didirikannya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Purwakarta adalah untuk mengumpul dana zakat dan bisa membantu
mensejahterakan Umat sesuai dengan tujuan zakat itu sendiri. Untuk mencapai tujuan zakat tersebut maka perlu pengelolaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Purwakarta yaitu dengan adanya optimalisasi pengelolaan zakat (Hasil wawancara dengan, Ketua Baznas kabupaten Purwakarta, 30 Oktober 2017).
Dengan permasalahan yang telah dipaparkan penulis di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam hal zakat ini perlu optimalisasi pengelolaan Badan Amil Zakat yang baik dan profosional untuk dapat meningkatkan kesejahteraan Umat.
B.Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana optimalisasi pengelolaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Purwakarta dalam meningkatkan kesejahteraan Umat” dan
permasalahan tersebut, kemudian dapat diajukan beberapa perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengelolaan zakat yang dilakukan di BAZNAS Kabupaten
Purwakarta?
2. Program apa saja yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Purwakarta dalam meningkatkan kesejahteraan Umat?
3. Bagaimana hasil optimalisasi pengelolaan Badan Amil Zakat Kabupaten Purwakarta dalam meningkatkan kesejahteraan Umat?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengelolaan zakat yang dilakukan di BAZNAS Kabupaten Purwakarta.
2. Untuk mengetahui program yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Purwakarta dalam meningkatkan kesejahteraan Umat.
3. Untuk mengetahui hasil optimalisasi pengelolaan Badan Amil Zakat Kabupaten Purwakarta dalam meningkatkan kesejahteraan Umat.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini akan memiliki nilai guna baik secara teoritis maupun secara praktis yaitu:
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya, khususnya yang berhubungan dengan khazanah keilmuan Manajamen Dakwah.
2. Secara prsktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pedoman untuk perbaikan dan pengembangan system pelaksanaan pada lembaga-lembaga pengelola zakat, khususnya bagi Badan Amil zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Purwakarta.
E. Landasan Pemikiran
1. Hasil Penelitian Sebelumnya
Zakat di kalangan Umat Islam sudah tidak asing lagi, karena ia masuk ke dalam rukun Islam yang lima. Zakat sesungguhnya memiliki peran perubahan sosial dalam masyarakat, karena dana-dana zakat yang terkumpul dari masyarakat dapat digunakan untuk membiayai program-program pemberdayaan dan perubahan sosial, maka dibutuhkanlah pengelolaan zakat.
Penelitian yang berhubungan dengan optimalisasi pengelolaan lembaga zakat dalam meningkatkan kesejahteraan Umat, antara lain :
a. Dalam Penelitiannya Rina Mariana Ahmad (2004) melakukan penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Pengorganisasian BAZ Tanjungkerta Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Umat”. Dalam skripsi ini menjelaskan bahwa pengorganisasian
dalam Badan Amil Zakat sangat dibutuhkan untuk mengetahui tugas dan fungsi Badan Amil zakat dalam meningkatkan kesejahteraan Umat.
b. Luki Lukmanul hakim (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Optimalisasi Pengelolaan Badan Amil Zakat dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Deskriptif di BAZNAS Kabupaten garut)”. Dalam skripsi ini
menjelaskan bagimana manajemen pendistribusian zakat sehingga Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Garut bisa mengoptimalkan pengelolaan dalam pendistribusian.
Dari pemaparan di atas tentang penelitian mengenai pengelolaan zakat sebagian besar memaparkan tentang pemberdayaan zakat terhadap Masyarakat.
Oleh sebab itu, yang akan dipaparkan dalam penelitian ini adalah optimalisasi pengelolaan lembaga amil zakat dalam meningkatkan kesejahteraan Umat.
2. Landasan Teoritis
Zakat menurut etimologi diambil dari kata az-zaka’u yang berarti an-nama, at-tahara az-ziyadah dan al-barakah yaitu tumbuh atau berkembang, suci, bertambah dan barokah. Sedangkan zakat dari segi terminologi zakat berarti sejumlah harta (baik berupa uang atau benda) yang wajib dikeluarkan/diberikan kepada mustahiq dari milik seseorang yang telah sampai batas nisab pada setiap tahunnya. Dari pengertian di atas, setidaknya ada tiga prinsip yang terkandung dalam istilah zakat: 1.Zakat dipungut pada sebagian jenis harta, maksudnya pada jenis harta yang
berkembang, seperti pungutan atas hasil bumi dan binatang ternak. 2.Zakat dipungut setelah mencapai nilai nisab.
3.Zakat harta (zakah al-mal) adalah pungutan tahunan (Muinan Rafi, 2010: 25). Sedekah yang akar katanya adalah shadaqah bermakna jujur, benar, memberi dengan ikhlas. Mengisyaratkan bahwa orang-orang yang bersedekah berarti telah berlaku jujur kepada dirinya sendiri mengenai kelebihan yang telah di berikan oleh Allah swt. Kepada dirinya. Sehingga ia memberikan sedekahnya dengan ikhlas karena mengharap kehadirat Allah swt. Menurut istilah, sedekah berarti sesuatu yang dikeluarkan atau dilakukan oleh seseorang muslim dari harta atau lainnya dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Sedangka infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan suatu harta untuk kepentingan orang lain. Menurut istilah fiqih, infaq berarti memberikan atau mengeluarkan sebagian
penghasilan atau pendapatan untuk kepentingan hal-hal positif sesuai ajaran Islam, (Didi Mashudi, 2012: 22).
Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan Pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan, mendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Badan Amil Zakat meliputi BAZ Nasional, BAZ Propinsi, BAZ Kabupaten/Kota, BAZ Kecamatan.
Secara etimologi, kata manajemen berasal dari Bahasa Inggris, manajemen, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan. Artinya, manajemen adalah sebagai suatu proses yang diterapkan oleh individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai tujuan (Munir dan Wahyu, 2006: 9).
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan
dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan, waktu, dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Usaha untuk memenuhi kebutuhan dan terbatasnya kemampuan dalam melakukan pekerjaan mendorong manusia membagi pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab. Dengan adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab ini maka terbentuklah kerja sama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi. Dalam organisasi ini maka pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan baik serta tujuan yang diingkan tercapai (Malayu S.P Hasibuan, 2011: 1-3)
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah suatu pemilihan yang berhubungan dengan kenyataan-kenyatan, membuat menggunakan asumsi-asumsi yang berhubungan dengan waktu yang akan datang (future) dalam menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan dengan penuh keyakinan untuk capainya hasil yang dikehendakinya.
2. Pengorganisasiaan (organizing)
Pengorganisasian adalah menentukan, mengelompokan dan pengaturan
berbagai kegiatan yang dianggap perlu untuk pencapaian tujuan.
3. Penggerakan Pelaksanaan (actuating)
Peggerakan pelaksanaan adalah usaha agar semua anggota kelompok suka melaksanakan tercapainya tujuan dengan kesadarannya dan berpedoman pada perencanaan dan usaha pengorganisasiannya.
4. Pengawasan (controlling)
Pengawasan adalah proses penentuan apa yang harus diselesaikan yaitu: pelaksanaan, penilaia pelaksanaan, bila perlu melakukan tindakan korektif agar supaya pelaksanaannya tetap sesuai dengan rencana yaitu sesuai dengan standar. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, Badan Amil Zakat Nasional merupakan lembaga pemerintah non structural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melelui Menteri. Adapun dari segi syar’at (hukum) Islam, berdirinya Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) mengacu pada Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 103 yang berbunyi:
اَوْمَأ ْنِم ْذُخ
ِلَع ٌعيِ َسَ ُ َّللَّاَو ۗ ْمُهَل ٌنَك َس َكَت َلَ َص َّن
ا ۖ ْمِ ْيهَلَع ِ ل َصَو اَ ِبِ ْمِيهِ كَزُتَو ْ ُهُ ُرِ ه َطُت ًةَقَد َص ْمِهِل
ِ
ٌي
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q. S At-Taubah: 103).
Kesejahteraan menjadi salah satu prioritas utama Umat Islam. Menurut M.
Ali Hasan , pada dasarnya semua orang menginginkan kehidupan yang layak dan terpenuhi kebutuhan pokoknya. Namun kenyataannya tidak semua orang berkesempatan menikmati hal itu karena berbagai faktor, seperti tidak tersedianya lapangan pekerjaan, kemiskinan, atau rendahnya tingkat pendidikan (M. Ali Hasan, 2006: 1). Sejahtera menunjuk pada keadaan yang baik; kondisi saat orang-orang dalam keadaan terkait dengan pandangan hidup yang makmur. Dalam ekonomi, kata sejahtera terkait dengan pandangan hidup yang menjadi landasannya. kesejahteraan umat/sosial menunjuk pada pelayanan Negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam upaya mencapai kemakmuran dan memenuhi kebutuhan hidup, manusia selalu berusaha dalam keberhasilan cita-cita. Akan tetapi mereka berfikir bahwa mengingat kemampuan mereka berbeda, disamping tidak semua orang mendapatkan kesempatan yang sama, maka sangat logis jika tarap hidup atau tingkat kehidupan mereka berbeda-beda pula hingga terjadinya kesenjangan starata sosial.
Membangun kesejahteraan umat memang tidaklah mudah, tidak semudah
membalik telapak tangan. Kesejahteraan diindikasikan dengan sejahtera umat secara sistem hukum, sistem ekonomi, dan sejahtera secara sistem politiknya. Sejahtera secara hukum diukur dengan kesadaran umat dalam mematuhi tatanan-tatanan hukum syar’i yang telah ditetapkan oleh Tuhannya melalui agama islam,
bertindak semata beribadah dan mengharap ampunan serta keridhaan-Nya, (Yusuf Qardhawi, 1995: 118)
F. Langkah-langkah Penelitian
Metode yang digunakan peneliti ini adalah metode desktiptif, karena untuk menggambarkan, memaparkan, dan menjelaskan data-data informasi tentang optimalisasi pengelolaan Lembaga Amil Zakat yang ada di Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Purwakarta.
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Purwakarta Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 73, Kelurahan Cipaisan, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat 42414.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan suatu peristiwa, keadaaan, dan objektif (Punaji: 2010). Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif karena penulis akan menggambarkan optimalisasi pengelolaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang ada di Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Purwakarta dengan tujuan mendapatkan data-data actual di lokasi penelitian.
3. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah menggunakan data kualitatif yang bersumber dari pengumpulan data dengan observasi, wawancara. Adapun jenis data yang diperlukan bertitik tolak pada permasalahan yaitu diajukan dalam perumusan masalah, sehingga data yang diperlukan yaitu:
1) Data tentang pengelolaan zakat yang dilakukan di Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) Kabupaten Purwakarta.
2)Data tentang program yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) Kabupaten purwakarta dalam meningkatkan Kesejahteraan Umat.
3) Data tentang hasil optimalisasi pengelolaan Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) Kabupaten purwakarta dalam meningkatkan kesejahteraan Umat.
b. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan data sekunder.
1)Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu pengurus Baznas Kabupaten Purwakarta dan informasi data-data yang terkumpul di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Purwakarta.
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang berupa arsip, buku panduan dan literature untuk melengkapi penulisan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam peneltian ini dilakukan dengan menggunakan teknik :
a.Observasi
Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dengan melakukan pengamatan terhadap objek, baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik ini digunakan untuk memperoleh atau mempermudah mengetahui kondisi objek yang sebenarnya, selain itu hal yang paling diprioritaskan dalam observasi ini adalah tentang pengelolaan yang diterapkan di Badan Amil Zakat Kabupaten Purwakarta.
b. Wawancara
Wawancara merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara berkomunikasi langsung dengan objek yang diteliti, wawancara dilakukan pada pengurus dan ketua Badan Amil zakat Nasional Kabupaten Purwakarta. Wawancara ini dimaksudkan untuk mengangkat data dan fakta yang belum tergali tentang optimalisasi pengelolaan Lembaga Amil Zakat dalam teknik observasi.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah penelusuran berbagai sumber informasi yang berhasil dari tempat peneliti. Studi dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data secara teoritis baik bersifat primer maupun sekunder dengan cara melakukan studi literature yang berhubungan dengan penngelolaan (Dewi
Sadiah, 2015: 87). Jenis dokumentasi ini berupa buku manajemen, buku-buku zakat serta dokumentasi-dokumen atau arsip-arsip mengenai zakat.
4. Analisis Data
Untuk menganalisis data yang terkumpul, secara kualitatif digunakan
pendekatan logika dengan berfikir deduktif yang menarik kesimpulan dimulai dari pernyataan umum menuju pernyataan khusus (Nana Sudjana, 1991: 6).
Kemudian untuk menganalisis data yang terkumpul, digunakan cara-cara
sebagai berikut: (Lexi J. Meleong, 2001: 190).
a. Kategori Data
Data yang terkumpul dari hasil observasi dan wawancara dikategorikan menjadi beberapa golongan sehingga data yang terkumpul dapat tersusun secara sistematis menurut jenis dan bentuk data tersebut.
b. Reduksi Data
Data yang tersusun dari hasil pengkategorisasian data menurut jenis dan bentuknya, kemudian dilakukan pereduksian data dengan memilah-memilah data yang dibutuhkan dan data yang tidak dibutuhkan sehingga menghasilkan data yang valid.
c. Menghubungkan Data
Dari hasil pereduksian atas data yang terkumpul kemudian dilakukan penghubungan data dari yang satu ke data yang lain agar data yang terkumpul dapat tersusun dengan lengkap.
d. Menarik Kesimpulan
setelah data terkumpul secara lengkap, maka dilakukan penarikan kesimpulan atas data yang terkumpul agar memudahkan dalam penguasaan data.