• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Agroforestri adalah suatu sistem penggunaan lahan yang. didalamnya terjadi interaksi ekologi, sosial dan ekonomi. Namun masih banyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Agroforestri adalah suatu sistem penggunaan lahan yang. didalamnya terjadi interaksi ekologi, sosial dan ekonomi. Namun masih banyak"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Agroforestri

Agroforestri adalah suatu sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pohon) dengan tanaman pangan/ternak secara bersamaan maupun bergantian dalam suatu manajemen yang sama dan didalamnya terjadi interaksi ekologi, sosial dan ekonomi. Namun masih banyak lagi defenisi agroforestri yang beragam antara lain; Lundgren dan Raintree (1982) dalam Alim dkk, (2003) mengajukan definisi agroforestri dengan rumusan sebagai berikut: Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

King (1979) dalam Alim dkk, (2003) mendefenisikan agroforestri sebagai suatu sistem pengelolaan lahan berkelanjutan dan mampu meningkatkan produksi lahan secara keseluruhan, merupakan kombinasi produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman tahunan) dengan tanaman hutan dan/atau hewan (ternak), baik secara bersama atau bergiliran, dilaksanakan pada satu bidang lahan dengan menerapkan teknik pengelolaan praktis yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat.

Hairiah dkk (2003) mengemukakan bahwa agroforestri merupakan suatu istilah baru dari praktek-praktek pemanfaatan lahan tradisional yang memiliki

(2)

1) Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia 2) Penerapan teknologi

3) Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/atau ternak atau hewan 4) Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu

5) Ada interaksi ekologi, sosial, dan ekonomi

Bentuk Bentuk Agroforestri

Hairiah dkk (2003) mengemukakan beberapa model agroforestri yang dapat dikembangkan, antara lain:

1) "Agrisilvopastura ",

Agrisilvopastura adalah pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan alam bukan merupakan sistem agrisilvopastura, walaupun ketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai dalam ekosistem dimaksud. Pengkombinasian dalam agrisilvopastura dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu/kehutanan) kepada manusia/masyarakat (to serve people). Tidak tertutup kemungkinan bahwa kombinasi dimaksud juga didukung oleh permudaan alam dan satwa liar.

2) "Sylvopastoral system ",

Sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture) disebut sebagai sistem silvopastura. Beberapa contoh silvopastura antara lain: pohon atau perdu pada padang penggembalaan (Trees and shrubs on pastures), atau produksi

(3)

terpadu antara ternak dan produk kayu (integrated production of animals and wood products).

3) "Agrosylvicultural system ",

Agrosilvikultur adalah sistem agroforestri yang mengkombinasikan komponen kehutanan (atau tanaman berkayu/woody plants) dengan komponen pertanian (atau tanaman non-kayu). Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non kayu dari jenis tanaman semusim (annual crops). Dalam agrosilvikultur, ditanam pohon serbaguna (pohon dalam rangka fungsi lindung pada lahan-lahan pertanian).

4) "Multipurpose forest ",

Multipurpose forest adalah sistem pengelolaan dan penanaman berbagai jenis kayu, yang tidak hanya untuk hasil kayunya, akan tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia, ataupun pakan ternak (Hairiah dkk, 2003).

Disamping sistem agroforestri diatas, Nair (1993) dalam Hairiah dkk (2003) menambah sistem-sistem lainnya yang dapat dikategorikan sebagai bentuk agroforestri. Beberapa contoh yang menggambarkan sistem lebih spesifik adalah: 1) Silvofishery, yaitu kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan

dengan perikanan.

2) Apiculture, yaitu budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam kegiatan atau komponen kehutanan.

(4)

Prinsip-Prinsip Usaha Agroforestri

Prinsip-prinsip usaha agroforestri menurut Wahyudi (2006) adalah sebagai berikut:

1) Agroforestri umumnya mengintegrasikan dua atau lebih jenis tanaman. 2) Siklus agroforestri lebih dari 1 tahun.

3) Terdapat interaksi yang kuat baik kompetitif maupun komplementer antara komponen pohon-pohonan dan bukan pepohonan.

4) Secara ekonomis dan ekologis agroforestri lebih kompleks dibandingkan dengan usaha tani monokultur.

5) Terdapat perbedaan yang nyata antar masing-masing komponen agroforestri dalam dimensi fisik, umur dan penampilan fisiologi.

6) Dapat diterapkan pada lahan-lahan yang berlereng curam, berbatu-batu, berawa maupun tanah marginal dimana sistem usaha tani lainnya kurang cocok.

Sehubungan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas, maka penting bahwa dalam memilih tanaman pokok (kayu-kayuan) adalah jenis leguminosa yang mempunyai perakaran dalam, tajuk tidak terlalu rimbun dan tidak menggugurkan daun pada musim kemarau serta tidak bersifat allelopathy. Sedangkan jenis tanaman bawah (tanaman semusim/tanaman obat) selain mempunyai nilai ekonomi tinggi juga jenis tanaman yang tahan naungan (toleran) dan mempunyai perakaran dangkal (Wahyudi, 2006).

(5)

Pertimbangan Sosial Ekonomi Dalam Agroforestri

Peran sosial ekonomi agroforestri pada tingkatan yang luas dapat menyalurkan tujuan-tujuan pemanfaatan lahan seperti berikut:

1) Memelihara produktivitas lahan dalam situasi kelangkaan modal di mana hadirnya pepohonan dapat membantu mensubtitusi input-input pupuk dan herbisida/insektisida atau untuk investasi melalui perlindungan tanah dan tanaman pertanian.

2) Menghasilkan pemanfaatan produktif terhadap lahan pada situasi kelangkaan modal dan tenaga kerja, dimana pepohonan sebagai tanaman dengan input dan pengelolaan yang rendah merupakan cara pemanfaatan yang paling efektif terhadap sumberdaya.

3) Meningkatkan output biomassa yang dapat digunakan per unit areal lahan dalam situasi-situasi di mana lahan dan modal terbatas dan kombinasi pohon/tanaman, pangan/hewan ternak memungkinkan pemanfaatan sepenuhnya terhadap tenaga kerja yang tersedia.

4) Meningkatkan kesempatan perolehan pendapatan dari sumberdaya pertanian, pada situasi di mana ukuran lahan milik dan/atau produktivitas lahan berada di bawah tingkatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga.

5) Mengurangi resiko melalui diversifikasi output, penyebaran input dan output musiman yang lebih luas, dan membentuk persediaan tegakan pohon yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan periodik atau kebutuhan modal yang tidak terduga (Lahjie, 2003).

(6)

Aspek Sosial Ekonomi Agroforestri Pada Tingkat Kawasan

Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan/atau ternak) membuat sistem ini memiliki karakteristik yang unik, dalam hal jenis produk, waktu untuk memperoleh produk dan orientasi penggunaan produk. Karakteristik agroforestri yang sedemikian ini sangat mempengaruhi fungsi sosial ekonomi dari sistem agroforestri (Widianto dkk, 2003).

Jenis produk yang dihasilkan sistem agroforestri sangat beragam, yang bisa dibagi menjadi 2 kelompok (a) produk untuk komersial misalnya bahan pangan, buah-buahan, hijauan makanan ternak, kayu bangunan, kayu bakar, daun, kulit, getah, dan lain-lain, dan (b) pelayanan jasa lingkungan, misalnya konservasi sumber daya alam (tanah, air dan keanekaragaman hayati). Pola tanam ini dapat dilakukan dalam suatu unit lahan pada waktu bersamaan (simultan) atau pada waktu yang berbeda/berurutan (sekuensial), melibatkan beraneka jenis tanaman tahunan maupun musiman. Pola tanam dalam sistem agroforestri memungkinkan terjadinya penyebaran kegiatan sepanjang tahun dan waktu panen yang berbeda-beda, mulai dari harian, mingguan, musiman, tahunan, atau sewaktu-waktu (Widianto dkk, 2003).

Penginderaan Jauh

Penginderaan Jauh (Remote Sensing) pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada akhir tahun 1950-an. Perkembangan penginderaan jauh diawali dengan fotografi bentang alam yang pertama pada tahun 1838, selanjutnya

(7)

fotografi udara dengan menggunakan balon pada tahun 1887 dan menggunakan pesawat udara pada tahun 1919 seterusnya menggunakan penyiam multispektral dengan menggunakan wahana satelit sumber daya alam pada tahun 1972 dan pemanfaatan wahana pesawat ulang-alik pada tahun 1980-an (Howard, 1996).

Penginderaan jauh ialah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1986).

Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek dan lingkungannya dari jauh tanpa sentuhan fisik. Biasanya teknik ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan diinterpretasi guna menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan dan bidang-bidang lainnya (Wolf, 1993).

Penginderaan jauh menggunakan data berupa citra dengan keluaran terbaru untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dari laju perubahan permukaan bumi yang setiap saat semakin cepat. Hal ini tentu saja membutuhkan biaya yang relatif besar, sehingga masih banyak data lama yang digunakan oleh para pengguna dalam perolehan informasi. Selain itu, kegiatan perekaman yang dilakukan oleh satelit sangat dipengaruhi oleh alam, seperti keberadaan awan, hujan yang dapat menyebabkan citra yang dihasilkan rusak/cacat, sehingga tidak dapat digunakan dalam kegiatan interpretasi. Kesalahan juga dapat terjadi pada manusia sebagai pengguna ketika sedang melakukan interpretasi dengan menggunakan konsep penginderaan jauh (Riswan, 2001).

(8)

Penginderaan jauh saat ini diterima tidak hanya terbatas sebagai alat pengumpul data mentah, tetapi juga untuk pemrosesan data mentah secara manual dan otomatis. Penginderaan jauh tersebut menggunakan energi yang berfungsi sama dengan sifat cahaya, dan tidak hanya meliputi spektrum tampak, tetapi juga meliputi spektrum ultraviolet, inframerah dekat, inframerah tengah, infra merah jauh dan gelombang radio (Howard, 1996).

Sistem Penginderaan Jauh Satelit Landsat TM

Satelit Landsat TM merupakan perbaikan dari generasi Landsat sebelumnya, yaitu satelit Landsat Multi Spectral Scanner (Landsat MSS). Satelit ini sangat baik untuk digunakan dalam studi vegetasi, karena selain memiliki resolusi spasial yang cukup bagus, juga memiliki saluran spektral yang lengkap mulai dari saluran sinar tampak sampai saluran inframerah thermal (Lo, 1996).

Landsat TM mempunyai 7 saluran spektral (band), yaitu saluran 1 dengan gelombang biru (0,45-0,52µm), saluran 2 dengan gelombang hijau (0,52-0,60µm), saluran 3 dengan gelombang merah (0,63-0,69µm), saluran 4 dengan gelombang inframerah dekat (0,76-0,90µm), saluran 5 dengan gelombang inframerah tengah (1,55-1,75µm), saluran 6 dengan gelombang thermal (10,40-12,50µm), saluran 7 dengan gelombang inframerah tengah (2,08-2,35 µm). Jenis saluran landsat TM beserta kegunaannya dapat dilihat pada tabel 1 (Lillesand dan Kiefer, 1986).

Sampai sekarang ini telah diluncurkan beberapa satelit Landsat, yakni: Landsat 1 pada Juli 1972, Landsat 2 pada Januari 1975, Landsat 3 pada Maret 1978, Landsat 4 pada Juli 1982, tetapi tidak berfungsi setelah mencapai orbit. Landsat 5 pada Maret 1984, dan Landsat 6 pada Februari 1993 tetapi tidak

(9)

mencapai orbit dan jatuh ke laut. Seluruh satelit ini mempunyai orbit sunsynchronous yang mengakibatkan citra suatu wilayah dengan citra di sekitarnya terlihat hampir tidak ada perubahan sudut penyinaran dan azimut, sehingga dapat dibuat suatu mozaik (Lillesand dan Kiefer, 1986).

Landsat generasi pertama (Landsat 1, 2 dan 3) mempunyai kesamaan parameter orbit polar dan berinklinasi terhadap khatulistiwa sebesar 98,20

,

ketinggian 918 km dari atas permukaan bumi dan memotret wilayah yang sama setiap 18 hari, sedangkan generasi kedua (Landsat 4 dan 5) dirancang sedemikian rupa sehingga mempuyai stabilitas yang lebih baik dan diletakkan pada ketinggian yang lebih rendah daripada Landsat generasi pertama yakni 705 km, agar menghasilkan citra yang mempunyai resolusi yang lebih baik dan merekan wilayah yang sama setiap 16 hari (Lillesand dan Kiefer, 1986).

Citra Landsat merupakan citra hasil perekaman permukaan bumi oleh sensor yang dibawa oleh satelit Landsat. Satelit ini menggunakan informasi perekaman multispektral, yaitu suatu informasi yang menggunakan beberapa panjang gelombang (spektral) untuk merekam bentuk, objek dan fenomena-fenomena yang ada di permukaan bumi. Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, citra Landsat TM mempunyai kelebihan, baik dari segi resolusi spasial maupun resolusi spektral, resolusi spasial 30x30 meter dan resolusi spektral sebanyak 7 band (Lo, 1996).

(10)

Tabel 1. Saluran Citra Landsat TM dan Kegunaan Utamanya

Sumber: Lillesand dan Kiefer (1986), Richard (1986)

Interpretasi Citra

Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi data, dimana data penginderaan jauh tersebut dapat berupa citra, grafik, dan data numerik. Data tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek, daerah, fenomena yang diindra atau diteliti. Apabila proses penerjemahan tersebut dilakukan secara dijital dengan bantuan computer disebut interpretasi dijital (Purwadhi, 2001).

Interpretasi citra merupakan pembuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Didalam interpretasi citra, penafsir citra mengkaji citra dan berupaya

Panjang Gelombang (μm) IFOV (m) Kegunaan Umum 1. 0,45 – 0,52 (blue) 30 x 30

• Penetrasi tubuh air

• Analisis penggunaan lahan, tanah dsn vegetasi • Pembedaan vegetasi dan lahan

2. 0,52 – 0,60

(green) 30 x 30

• Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan yang dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan tingkat kesehatan masing-masing vegetasi

3. 0,63 – 0,69

(red) 30 x 30

• Saluran yang terpenting untuk membedakan jenis vegetasi • Terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil dan

memudahkan pembedaan antara lahan terbuka dan lahan bervegetasi

4. 0,76 – 0,90

(near IR) 30 x 30

• Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi • Untuk identifikasi jenis tanaman

• Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman, serta lahan dan air 5. 1,55 – 1,75

(mid IR) 30 x 30

• Saluran terpenting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah.

6. 2,08 – 2,35

(mid IR) 30 x 30 • Untuk pembedaan formasi batuan dan pemetaan hidrotermal

7. 10,4 – 12,5 (thermal)

120 x 120

• Klasifikasi vegetasi

• Analisis gangguan pada vegetasi • Pembedaan kelembaban tanah

(11)

melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra. Dengan kata lain maka penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, dan disiplin ilmu lainnya. Di dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, ada tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis (Sutanto, 1994).

Perbaikan radiometrik adalah teknik perbaikan atau penajaman citra dengan memperbaiki nilai dari individu-individu piksel pada citra. Berbeda dengan perbaikan spasial (spatial enhancement) yang memperbaiki nilai suatu piksel berdasarkan piksel-piksel yang ada di sekitarnya. Perbaikan citra pada suatu band adalah sangat unik dan biasanya tidak cocok dengan band lainnya, karena sangat bergantung pada nilai statistik piksel-piksel yang terdapat pada setiap band (Jaya, 2002).

Kegiatan interpretasi citra maupun foto udara dilakukan dengan memperhatikan kriteria/unsur interpretasi, yaitu terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs dan asosiasi (Sutanto, 1994). Adapun penjelasan masing-masing unsur menurut Sutanto (1994):

1. Rona/Warna

Rona adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan objek pada citra. Rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya. Sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Permukaan yang menyerap cahaya seperti permukaan air akan berwarna gelap, sedangkan tanah yang kering akan berwarna

(12)

cerah karena memantulkan cahaya ke kamera atau satelit penangkap sinyal/gelombang cahaya.

2. Bentuk

Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek, sehingga dapat mencirikan suatu kenampakan yang ada pada citra dapat diidentifikasi dan dapat dibedakan antar objek. Dari penampakan pada citra maupun foto udara dapat diidentifikasi bentuk massa bangunan, maupun bentuk-bentuk dasar fisik alam lainnya seperti jalan, sungai, kebun, hutan dan sebagainya.

3. Ukuran

Ukuran ialah atribut objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. Ukuran objek pada citra maupun foto udara merupakan fungsi skala sehingga dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu memperhatikan skala citranya. Dengan kata lain, ukuran merupakan perbandingan yang nyata dari objek-objek dalam citra maupun foto udara, yang menggambarkan kondisi di lapangan.

4. Tekstur

Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dari kasar sampai halus. Tekstur merupakan hasil gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan serta rona. Dengan melihat tekstur dapat dikelompokkan penggunaan lahan atau fungsi dari kawasan-kawasan tertentu. Misalnya, tekstur sawah akan kelihatan halus berbeda dengan kebun ataupun hutan.

(13)

5. Pola

Pola atau susunan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan bagi beberapa objek alamiah lainnya. Pengulangan bentuk tertentu dalam hubungan merupakan karakteristik bagi objek alamiah maupun bangunan dan akan memberikan suatu pola yang membantu dalam interpretasi citra.

6. Bayangan

Bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa objek yang justru lebih tampak dari bayangannya. Akan tetapi, di sisi lain keberadaan bayangan merupakan suatu kondisi yang bertentangan, pada satu sisi bentuk dan kerangka bayangan dapat memberikan gambaran profil suatu objek.

Klasifikasi dan Analisa Citra

Aktifitas klasifikasi dan analisa citra dilakukan untuk mengidentifikasi secara digital dan mengklasifikasi piksel dalam data. Klasifikasi biasanya dilakukan pada dataset multi-saluran dan proses ini menandai masing-masing piksel dalam citra menjadi kelas-kelas didasarkan pada karakteristik statistik dari nilai kecerahan piksel (Lillesand dan Kiefer, 1986).

Klasifikasi secara dijital merupakan proses pengelompokan piksel-piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (digital number/DN) piksel yang bersangkutan. Klasifikasi bisa dilakukan secara kuantitatif maupun dengan menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised clasification) dan klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) (Jaya, 2002).

(14)

Menurut Lillesand dan Kiefer (1986) klasifikasi citra secara dijital dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

1) Klasifikasi Tidak Terbimbing

Klasifikasi tidak terbimbing biasanya dilakukan sesuai dengan default yang ada pada program atau software yang digunakan. Proses ini merupakan proses literasi yang menghasilkan pengelompokan akhir gugus-gugus spektral. Hasil klasifikasi tak terbimbing biasanya merupakan panduan dasar dalam pelaksanaan kegiatan lapangan berikutnya. Setelah dilakukan kegiatan pengecekan lapangan biasanya pada metoda hybrid, klasifikasi dilanjutkan dengan klasifikasi terbimbing.

2) Klasifikasi Terbimbing

Klasifikasi terbimbing dilakukan untuk memperbaiki proses klasifikasi tak terbimbing yang sudah dilakukan sebelumnya. Klasifikasi terbimbing membutuhkan suatu luasan areal yang merupakan perwakilan kelas-kelas yang ditentukan. Secara umum, penggambaran areal tersebut dikenal dengan training area. Umumnya penentuan training area dilakukan berdasarkan hasil pengamatan lapangan atau berdasarkan penyesuaian dengan peta rupa bumi. Training area yang telah didapatkan tersebut kemudian bisa dijadikan sebagai masukan dalam proses klasifikasi untuk keseluruhan citra .

Salah satu algoritma yang sering digunakan dalam klasifikasi terbimbing adalah Maximum Likelihood Algorithm. Dalam algorithm ini, diasumsikan bahwa obyek yang homogen atau sama akan selalu menampilkan histogram nilai kecerahan yang terdistribusi normal. Pada citra yang dihasilkan, masing-masing

(15)

kelas penutupan akan menghasilkan penampakan yang khas dan berbeda dari penampakan kelas lainnya (Lillesand dan Kiefer, 1986).

3) Klasifikasi Hybrid (gabungan kedua klasifikasi)

Diutarakan oleh Lillesand dan Kiefer (1986) dalam Howard (1996), bahwa dalam pendekatan klasifikasi tak terbimbing ditentukan pemisahan kelas-kelas secara spektral dan kemudian ditetapkan atributnya yakni label kelas, klasifikasi terbimbing yang pertama diterapkan adalah atribut kelas dan kemudian diikuti dengan klasifikasi spektral piksel ke dalam kelas-kelas.

Pada klasifikasi terbimbing, interpreter atau analis mengidentifikasi tipe penutupan lahan (kelas informasi) yang homogen berdasarkan sample-sampel data yang sama. sampel ini berkaitan dengan istilah training area. Pemilihan training area didasarkan pada pengenalan dan pengetahuan dari analis/interpreter mengenai kenampakan data dalam mewakili informasi permukaan bumi dalam citra (Riswan, 2002). Pada klasifikasi tak terbimbing merupakan kebalikan dari klasifikasi terbimbing. Kelas spektral pertama kali dikelompokkan berdasarkan keunikan pada informasi numerik dalam data kemudian disesuaikan oleh analis dengan kelas informasi.

Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis hingga saat ini belum memiliki definisi baku yang disepakati bersama. Sebagian besar definisi yang diberikan di dalam berbagai pustaka masih bersifat umum, belum lengkap, tidak presisi, dan bersifat elastik hingga sering kali agak sulit untuk membedakannya dengan sistem-sistem informasi lainnya (Prahasta, 2005).

(16)

Definisi sistem informasi geografis (SIG) selalu berkembang, bertambah dan bervariasi. Hal ini terlihat dari banyaknya definisi SIG yang beredar. Selain itu, SIG juga merupakan suatu bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif baru, digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu, dan berkembang dengan cepat. Dikarenakan begitu banyaknya definisi yang berkembang, maka digunakan salah satu definisi yang sesuai dengan penelitian ini, yaitu definisi dari ESRI (Environmental Service Researcd Institute) yang mendefinisikan SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, memperbaharui (update), memanipulasi, menganalisa dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (Prahasta, 2005).

Sistem informasi geografis dipergunakan untuk membentuk basis data kehutanan yang mantap sebagai bahan pengambilan keputusan kebijaksanaan yang berkaitan dengan areal atau kawasan hutan. Karena data yang dikelola dalam basis data ini berkaitan dengan ruang atau posisi geografi data yang dimaksud, maka data ini disebut data spasial. Dengan adanya SIG maka data dan informasi kehutanan baik yang bersifat deskriptif, maupun numerik/angka akan tertata dengan baik dan terpetakan secara rapi menggunakan teknologi digital. Sehingga memudahkan kita untuk memperbaharui dan mengaktualkan datanya (editing), serta mempergunakannya secara akurat dan cepat untuk keperluan analisis. Cara kerja SIG kurang lebih sama dengan cara kerja penampalan (overlaying) berbagai jenis peta tematik untuk mengetahui informasi suatu wilayah. Dalam sistem ini tiap jenis atau tema data akan disimpan dalam bentuk layer atau lapisan peta secara digital, sehingga untuk keperluan pengelolaan kawasan hutan di suatu unit

(17)

administrasi pengelolaan hutan akan terdapat berbagai layer yang masing-masing memberikan informasi seperti yang ada pada sebuah peta tematik (Departemen Kehutanan, 1998).

Sistem informasi geografis juga sangat membantu dalam mengurangi kesalahan yang dikarenakan oleh manusia (human error) , lebih cepat dan efisien dalam memberikan informasi spasial termasuk beberapa jenis peta. Selanjutnya, walaupun dalam pengoperasiannya lebih mudah, sistem ini memerlukan keperluan yang mendasar yang membuatnya mahal, karena biasanya data spasial yang siap dipakai tidak tersedia. Penggunaan setiap sistem informasi geografi akan tergantung terutama pada jenis, ketelitian dan detail masukan data yang dimiliki (Howard, 1996).

Aplikasi Sistem Informasi Geografis

Kebutuhan akan informasi geospasial tidak hanya berupa peta saja melainkan juga dalam bentuk SIG. Dengan SIG, integrasi peta dengan database memungkinkan suatu peta dapat ditampilkan secara dinamis, interaktif, informatif dan komunikatif. Tidak seperti peta kertas yang menampilkan gambar statis dan informasi yang terbatas, penampilan peta dengan SIG lebih bersifat fleksibel dimana pengguna dapat melakukan interaksi dengan peta secara langsung untuk mendapatkan informasi sesuai kebutuhan (Budiyanto, 2005).

Sistem informasi geografis sering digunakan untuk pengambilan keputusan dalam suatu perencanaan. Dengan menggunakan SIG maka akan lebih mudah bagi para pengambil keputusan untuk menganalisa data yang ada.

(18)

Sekarang ini, sebagian besar kegiatan pembangunan tidak lepas dari penggunaan SIG. Berikut ini adalah beberapa contoh aplikasi SIG :

1) SIG berbasis jaringan jalan: pencarian lokasi (alamat), manajemen jalur lalu lintas, analisis lokasi (misal pemilihan lokasi halte bus, terminal, dll), evakuasi (bencana).

2) SIG berbasis sumberdaya (zona): pengelolaan sungai, tempat rekreasi, genangan banjir, tanah pertanian, hutan, margasatwa, dsb., pencarian lokasi buangan limbah, analisis migrasi satwa, analisis dampak lingkungan.

3) SIG berbasis persil tanah: pembagian wilayah, pendaftaran tanah, pajak (tanah, bangunan), alokasi tanah/pencarian tanah, manajeman kualitas air, analisis dampak lingkungan.

4) SIG berbasis manajemen fasilitas: lokasi pipa bawah tanah, keseimbangan beban listrik, perencanaan pemeliharaan fasilitas, deteksi penggunaan energi. (Subaryono, 2005).

Sistem koordinat dalam GIS digunakan untuk meregistrasikan basis data spasial, artinya semua basis data spasial harus diregistrasikan dalam sistem koordinat yang sama. Bagi software yang tidak bisa melakukan “on the fly projection” untuk menangani berbagai macam sistem koordinat proyeksi atau datum, maka registrasi setiap layer informasi harus diregistrasi dalam sistem datum dan sistem koordinat proyeksi yang sama.

Gambar

Tabel 1. Saluran Citra Landsat TM dan Kegunaan Utamanya

Referensi

Dokumen terkait

Diutamakan memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) ~ 3,5 dibuktikan dengan salin an Transkrip Nilai Akhir. Diutamakan memiliki skor TOEFL ~ 600. Bagi lulu san Perguruan

Dimensi sumberdaya KPID Sulawesi Tengah dalam implementasi kebijakan, dapat dilihat dari sumberdaya manusia yakni penguasaan literasi media oleh anggota komisioner

Hal yang terkait dengan teori Max Weber tentang traditional rationaly (rasional tradisional) yang ada di Desa Jangkar Asam adalah dimana masyarakat desa yang terus

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Sedangkan dari survei lapangan, data yang didapat nantinya adalah memenuhi atau tidak memenuhinya suatu apartemen yang ditinjau terhadap aplikasinya dalam penerapan

Dalam melakukan kegiatan perkreditan harus ada suatu agunan atau jaminan yang disertakan atau diminta oleh pihak yang memberi utang (berpiutang) guna untuk

5e%akaian sitostatiska belu% %e%uaskan$ biasan"a &ad+al #e%berian sitostatiska &ad+al #e%berian sitostatiska tidak sa%#ai selesai karena keadaan u%u% %e%buruk$