• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nasional yang relatif besar. Berdasarkan harga konstan 1993, Jawa Barat memiliki kontribusi terhadap PDRB nasional rata-rata sebesar 16.35 persen sebelum masa krisis ekonomi, yaitu selama periode tahun 1997 (BPS, 1993-2003). Kontribusi tersebut cukup besar mengingat letak strategis wilayah Jawa Barat dibandingkan dengan total luas wilayah Indonesia. Berdasarkan kontribusi tersebut, Jawa Barat menempati posisi terbesar pertama. Kondisi ini mengindikasikan bahwa Jawa Barat secara ekonomi merupakan wilayah yang potensial menggerakkan ekonomi di Indonesia. Selain itu Jawa Barat memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 7.33 persen (berdasarkan harga konstan 1993) dalam periode yang sama, lebih besar dari tingkat pertumbuhan nasional rata-rata sebesar 7.00 persen, namun lebih rendah dari tingkat pertumbuhan DKI Jakarta rata-rata sebesar 8.02 persen. Kinerja ini dapat dicapai karena jumlah investasi yang besar dari proses industrialisasi yang berjalan dengan cepat sehingga terjadi perubahan struktural ekonomi Jawa Barat.

Pada tahun 1998, kontribusi Jawa Barat terhadap PDRB nasional menurun dan memiliki tingkat pertumbuhan mencapai -17.77 persen, lebih rendah dari pertumbuhan nasional sebesar -13.20 persen serta provinsi DKI Jakarta (-17.63 persen) dan Jawa Timur (-16.22 persen) sebagai pemberi kontribusi kedua dan

(2)

menunjukkan dampak yang lebih parah akibat kontraksi ekonomi tersebut. Dampak krisis yang besar di Jawa Barat menarik untuk diteliti karena daerah lain lebih rendah. Ini mungkin terjadi karena ekonomi Jawa Barat melompat ke industri lebih cepat sehingga ketika krisis ekonomi terjadi penurunnya sangat dramatik.

Mulai tahun 1999, secara berangsur-angsur pertumbuhan ekonomi Jawa Barat naik, namun kontribusinya terhadap PDRB nasional mengalami penurunan, yaitu berada di urutan ketiga setelah provinsi DKI dan Jawa Timur. Pertumbuhan Jawa Barat tahun 1999 masih bernilai negatif, akan tetapi tahun 2001-2003 menjadi positip berturut-turut sebesar 3.98, 3.93 dan 4.54 persen, lebih besar dari pertumbuhan nasional maupun dari kedua provinsi yang memberikan kontribusi terbesar pertama dan kedua terhadap PDRB nasional, yaitu DKI Jakarta dan Jawa

Timur. Hal ini menggambarkan bahwa dengan kecenderungan membaik kembali

perekonomian nasional pasca krisis ekonomi memberikan dampak peningkatan kembali perekonomian Jawa Barat.

Gambaran mengenai kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nasional dan tingkat pertumbuhan yang relatif besar sebagaimana telah diuraikan di atas menunjukkan peran Jawa Barat sebagai salah satu provinsi di Indonesia di satu sisi yang memiliki posisi cukup strategis dalam membangun perekonomian nasional. Di sisi lain, Jawa Barat memiliki letak geografis yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang memiliki fungsi sebagai daerah

hinterland DKI. Sebagai hinterland Jawa Barat terkena eksternalitas positif dari

(3)

letak geografis dan “economies spillover effects positive” tersebut membuat posisi perekonomian Jawa Barat menjadi sangat penting bagi nasional. Dengan demikian atas beberapa alasan mendasar di atas, dalam studi ini mengambil Jawa Barat sebagai lokasi penelitian.

Kalau Jawa Barat dapat diambil menjadi lokasi penelitian, maka tidaklah mustahil bahwa studi ekonomi mengenai perubahan struktural ekonomi dan implikasinya dapat tercermin dalam ekonomi Jawa Barat. Dalam konteks ini sangat menarik untuk meneliti implikasi mendasar bagaimana sesungguhnya perubahan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan yang terjadi sebagai hasil dari suatu proses industrialisasi. Secara normatif tujuan-tujuan ideal pembangunan ekonomi suatu daerah apabila pertumbuhan ekonomi diikuti oleh penciptaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih baik.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang tinggi selama periode Prakrisis diawali oleh besarnya kontribusi sektor primer (meliputi sektor : Pertanian dan Pertambangan dan Penggalian), kemudian secara perlahan berubah kepada sektor tersier (meliputi sektor : Listrik, Gas dan Air Bersih; Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dan Jasa-Jasa) dan sekunder (meliputi sektor : Industri Pengolahan dan Bangunan/Kontruksi). Perkembangan kontribusi ketiga sektor tersebut secara rinci dapat dilihat pada Gambar 1.

Berdasarkan Gambar 1 dapat dikemukakan bahwa tahun 1983, sektor primer memiliki kontribusi terbesar dalam perekonomian provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 44.36 persen dari total nilai PDRB provinsi Jawa Barat. Sedangkan

(4)

0 10 20 30 40 50 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Primer Sekunder Tersier

Gambar 1. Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier Terhadap Total PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Harga Konstan 1993 Periode Tahun 1983-2003 (%)

Sumber : BPS, 1983-2003 (diolah kembali)

sektor sekunder dan tersier hanya menyumbang sebesar 20.24 dan 35.40persen. Selanjutnya tahun 1986, sektor tersier merupakan sektor yang dominan karena memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu sebesar 43.41 persen, lebih tinggi dari sektor primer dan sekunder, yaitu masing-masing sebesar 31.09 dan 25.50 persen. Pemberi kontribusi terbesar sektor tersier adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, yaitu sebesar 20.88 persen. Kemudian, pada tahun 1996, sektor sekunder merupakan sektor yang dominan karena memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu sebesar 41.63 persen, lebih tinggi dari sektor primer dan tersier, yaitu masing-masing sebesar 18.95 dan 39.42 persen. Pemberi kontribusi terbesar sektor sekunder adalah sektor Industri Pengolahan, yaitu sebesar 35.33 persen.

Perkembangan ekonomi provinsi Jawa Barat yang didominasi oleh sektor Industri Pengolahan tidak terlepas dari “proximity”-nya terhadap ibukota, DKI Jakarta, yang memiliki jumlah investasi domestik dan asing yang

(5)

melimpah. Berkembangnya ekonomi provinsi Jawa Barat yang didorong sektor Industri tersebut selain dapat menciptakan pertumbuhan sudah barang tentu akan memberikan dampak pergeseran dalam memperoleh manfaat pembangunan antar kelompok masyarakat melalui lapangan kerja, pendapatan dan kekayaan.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa selama masa pembangunan ekonomi di provinsi Jawa Barat, yang ditunjukkan oleh perkembangan kontribusi sektoral terhadap PDRB total Jawa Barat, periode 1983-2003 telah memperlihatkan perubahan struktural atau transformasi struktural (structural

transformation) ekonomi, yaitu bergesernya peranan relatif dari sektor primer

ke sektor sekunder dan tersier. Sudah barang tentu perubahan struktural ekonomi tersebut akan membawa perubahan mendasar baik bagi pertumbuhan, kesempatan kerja dan pemerataan ekonomi lainnya. Nasoetion (1991) menyatakan bahwa transformasi struktural adalah gejala alamiah yang harus dialami oleh setiap perekonomian yang sedang tumbuh. Dengan demikian kebijaksanaan rekayasa perubahan struktural ditujukan untuk memaksimumkan dampak positip dari perubahan struktural tersebut.

Adanya perubahan struktural ekonomi tersebut akan memberikan dampak

terhadap perubahan struktur perekonomian lainnya yang meliputi struktur permintaan barang dan jasa, struktur ekspor dan impor, struktur ketenagakerjaan, baik menurut sektor dan lapangan usaha maupun status dan jenis usaha, dan distribusi pendapatan (Chenery dan Syrquin, 1975 dalam Budiharsono, 1996 dan Djodjohadikusumo, 1994). Peningkatan pendapatan dan meningkatnya pemerataan pendapatan dapat merubah pola permintaan domestik dalam mengkonsumsi barang-barang Pertanian. Peningkatan pendapatan masyarakat

(6)

akan menggeser permintaan dari barang-barang Pertanian ke barang-barang non Pertanian (Industri Pengolahan dan Jasa). Perubahan pola permintaan akan mendorong terjadinya perubahan struktur produksi. Perubahan struktur produksi ditandai dengan terjadinya penurunan pangsa relatif sektor Pertanian terhadap PDRB. Penurunan pangsa ini mencerminkan relatif lambatnya peningkatan laju pertumbuhan produksi dan nilai PDRB sektor Pertanian terhadap sektor non Pertanian (Anwar, 1983). Perubahan struktur produksi akan mendorong terjadinya perubahan struktur tenaga kerja. Mobilisasi tenaga kerja melalui changing of

occupations dari sektor Pertanian ke sektor Industri dan Jasa adalah sangat

diperlukan untuk terjadinya perubahan struktural.

Perubahan struktural tidak akan mendorong permintaan jika hanya karena adanya peningkatan pendapatan tanpa disertai dengan perubahan distribusi pendapatan. Perubahan distribusi pendapatan menurut Kuznet cenderung akan mengikuti kurva U yang terbalik (Kuznet, 1945 dalam Todaro, 2000). Artinya dalam awal pembangunan, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi distribusi pendapatan akan cenderung memburuk, kemudian terjadi perbaikan distribusi pendapatan dalam sistem perekonomian yang jauh lebih merata.

1.2. Perumusan Masalah

Kondisi perekonomian provinsi Jawa Barat sebagaimana dikemukan di atas menunjukkan telah terjadi pergeseran peran sektor primer ke sektor non primer, dalam hal ini adalah sektor sekunder dan tersier. Peran sektor sekunder tersebut dihasilkan dari besarnya kontribusi sektor Industri Pengolahan. Sebagaimana diketahui bahwa rata-rata kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap PDRB meningkat dari 22.52 persen (saat sebelum krisis ekonomi, tahun 1983-1996)

(7)

menjadi 39.07 persen (saat dan pasca krisis ekonomi, tahun 1997-2003). Sedangkan sektor Jasa rata-rata kontribusinya sedikit menurun dari 45.75 persen menjadi 41.99 persen pada rentang waktu yang sama. Berdasarkan gambaran tersebut dapat dinyatakan bahwa pergeseran peran sektor primer tersebut lebih banyak bergerak ke sektor Industri Pengolahan.

Besarnya kontribusi sektor Industri Pengolahan yang terjadi selama Prakrisis ekonomi ditunjang terbesar oleh kontribusi subsektor Industri Besar dan Menengah, yaitu sebesar rata-rata 85.90 persen. Subsektor Industri Besar dan Menengah tersebut lebih padat modal (capital intensive) dan menyerap bahan baku impor (Amir, 1999). Hal ini juga didukung hasil studi yang dilakukan oleh Siswanto, dkk. (2003) yang menyatakan bahwa berdasarkan perbandingan antara transaksi total dan domestik hampir sebagian komoditi-komoditi yang tergolong dalam subsektor Industri Besar dan Menengah memiliki indeks daya penyerapan (α) menjadi kurang dari 1, yang berarti subsektor tersebut kurang menyerap komoditi yang dihasilkan dari pasar domestik seperti penyediaan bahan baku. Hal ini menunjukkan ketergantungan provinsi Jawa Barat terhadap input bahan baku impor cukup besar.

Pesatnya jumlah Industri Pengolahan di Jawa Barat dari tahun 1970-an, sangat mungkin didominasi industri berbahan baku impor (bukan dari Jawa Barat dan daerah lain di Indonesia), sehingga industri ini bersifat “foot loose”

industries. Keterkaitan Industri Pengolahan ke belakang (backward linkage)

cukup lemah, sehingga secara umum dapat dikatakan sektor Pertanian kurang terkait dengan sektor Industri Pengolahan. Padahal sektor Industri Pengolahan yang berada pada daerah dimana ekonominya berbasis Pertanian, pada awal

(8)

industrialisasi, sejauh mungkin memanfaatkan bahan baku yang disediakan oleh sektor Pertanian, dengan demikian wacana penyerapan tenaga kerja yang lebih besar semakin dapat nyata. Sehubungan dengan itu perlu dipertanyakan seberapa

besar keterkaitan antar sektor-sektor produksi?

Hasil studi Kartiwi (2003) mengungkapkan bahwa jumlah penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian relatif jauh lebih besar jika dibandingkan dengan sektor Industri Pengolahan dan Jasa. Namun di sisi lain kontribusi sektor Pertanian terhadap PDRB relatif lebih kecil dibandingkan dengan sektor Industri Pengolahan dan Jasa. Berdasarkan gambaran tersebut menunjukkan bahwa perekonomian di proponsi Jawa Barat masih bersifat belum selaras. Artinya peningkatan output sektor Industri Pengolahan tidak diikuti oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar sekaligus, sebaliknya penurunan output sektor Pertanian tidak diikuti oleh penurunan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar sekaligus. Seperti telah lama digambarkan oleh Lewis dalam Todaro (2000), perubahan struktural yang berhasil adalah kalau dapat mencerminkan keselarasan perubahan output dengan kesempatan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih merata.

Kelihatannya pembangunan ekonomi Jawa Barat meningkatkan output di sektor Industri Pengolahan, namun tidak dapat menjadi patokan terhadap penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan. Oleh sebab itu penelitian akan fokus membahas perubahan struktural ekonomi tetapi sebagai faktor ”given” secara kritis dalam dua kerangka yaitu perubahan struktural itu sendiri dan kontribusi sektor ekonomi dalam kerangka perubahan struktural tersebut perlu dilakukan. Ditemukan secara teori dan beberapa studi yang mendukungnya bahwa dalam perubahan struktural ekonomi terdapat suatu pola yang menunjukkan

(9)

pendapatan per kapita, populasi, dan tingkat perdagangan luar negeri berpengaruh secara negatif terhadap penurunan sektor primer, dan positip terhadap sektor sekunder dan tersier, baik di sisi output maupun tenaga kerja.

Berdasarkan uraian di atas, titik pusat masalah pertanyaan penelitian selanjutnya ditujukan, Pertama, apakah perubahan struktural propinsi Jawa

Barat, terutama ditinjau dari sisi output dan tenaga kerja, sesuai dengan pola normal, yaitu konsisten dengan teori dan studi-studi yang mendukungnya? Dan, Kedua, terkait dengan pertumbuhan yang menyebabkan perubahan struktural

tersebut, faktor-faktor apa saja yang menjadi sumber pertumbuhan output dan

tenaga kerja?

Dari segi kontribusi terhadap PDRB, sektor Industri pengolahan dan Jasa memang telah melampaui sektor Pertanian, akan tetapi dari segi penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian masih berada di urutan kedua terbanyak. Idealnya, sejalan dengan pertumbuhan industri, absorbsi tenaga kerja meningkat agar dapat mengurangi beban padat penduduk dan tenaga kerja di sektor Pertanian. Sampai saat ini observasi tenaga kerja tidak sebagaimana diharapkan. Hal ini berimplikasi pada upah dan pendapatan sektor Pertanian relatif rendah dibandingkan dengan upah dan pendapatan sektor Industri pengolahan dan lainnya. Pada gilirannya, kondisi ini akan berdampak terhadap kesenjangan atau ketidakmerataan pendapatan rumahtangga antara golongan rumahtangga. Dengan demikian pertanyaan penelitian berikutnya yang tidak kalah penting diuji secara empiris adalah dengan adanya perubahan struktural ekonomi provinsi Jawa Barat,

(10)

Perubahan struktural ekonomi yang terjadi ditunjukkan secara alamiah oleh relatif lebih besar share kontribusi sektor Industri Pengolahan dan Jasa

terhadap perekonomian, baik dari sisi output maupun tenaga kerja. Namun

demikian keadaan itu belum menjamin adanya kemerataan distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga. Padahal tujuan ideal pembangunan ekonomi apabila terjadi pertumbuhan ekonomi, yang menyertakan perubahan struktural ekonomi, diikuti juga oleh tingkat distribusi pendapatan yang lebih merata antar golongan rumahtangga. Dengan demikian sektor-sektor yang memiliki kontribusi relatif lebih besar setelah adanya perubahan struktural ekonomi dapat dikatakan sebagai sektor-sektor potensial apabila turut pula memberi kontribusi adanya kemerataan distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga. Oleh karena itu sangat relevan pemberikan stimulus ekonomi, seperti peningkatan investasi, pengembangan ekspor dan stimulus lainnya, terhadap sektor-sektor potensial sebagai arah kebijakan dalam pengembangan ekonomi di masa mendatang. Dari uraian ini yang menjadi pertanyaan selanjutnya yang perlu dianalisis adalah : sektor-sektor

apa yang potensial secara ekonomi di provinsi Jawa Barat? Sejauhmana dampak stimulus ekonomi terhadap output, kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan rumahtangga dari masing-masing sektor tersebut? Dan sektor ekonomi manakah yang paling potensial mewujudkan output dan kesempatan kerja yang tinggi sekaligus distribusi pendapatan yang merata?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berangkat dari permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka secara umum penelitian ini bertujuan menganalisis sumber pertumbuhan, keterkaitan dan

(11)

distribusi pendapatan dalam proses perubahan struktural provinsi Jawa Barat periode tahun 1993-2003. Secara spesifik bertujuan :

1. Menganalisis pola perubahan struktural ekonomi berdasarkan perubahan struktur output, tenaga kerja dan distribusi pendapatan antara golongan rumahtangga.

2. Menganalisis sumber-sumber pertumbuhan output ekonomi dan tenaga kerja yang menyertai pertumbuhan ekonomi tersebut.

3. Menganalisis keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan ke depan (forwad linkage) antar sektor-sektor produksi.

4. Mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang potensial.

5. Menganalisis dampak stimulus ekonomi terhadap output, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan dari sektor-sektor ekonomi yang potensial.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi beragam

stakeholders, terutama bagi pengambil keputusan dan kebijakan dalam

pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah provinsi Jawa Barat. Disamping itu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembanding dan stimulus penelitian yang berhubungan dengan studi ini bagi pihak peneliti dan akademis.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah mencakup analisis sumber pertumbuhan, keterkaitan dan distribusi pendapatan dalam perubahan struktural provinsi Jawa Barat periode tahun 1993-2003. Dengan demikian cakupan dalam penelitian ini hanya melihat aspek makroekonomi regional. Dengan kata lain penelitian ini tidak melakukan analisis dari aspek mikroekonomi.

(12)

Analisis sumber pertumbuhan dalam studi ini lebih difokuskan pada pembahasan dari sisi permintaan baik domestik maupun luar negeri. Dalam studi ini permintaan domestik tersebut mencakup permintaan antara, konsumsi rumahtangga, pemerintah dan investasi, sedangkan permintaan luar negeri terdiri dari ekspor dan impor. Selanjutnya, distribusi pendapatan rumahtangga yang dikaji meliputi delapan golongan rumahtangga : buruh tani, pengusaha Pertanian, rendah di desa, peneriman pendapatan di desa, atas di desa, rendah di kota, penerima pendapatan di kota, dan atas di kota.

Gambar

Gambar 1. Kontribusi Sektor Primer, Sekunder dan Tersier Terhadap Total  PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Harga Konstan 1993  Periode Tahun 1983-2003 (%)

Referensi

Dokumen terkait

Spesifikasi kebutuhan sistem, yaitu melakukan perincian mengenai apa saja yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem dan membuat perencanaan yang berkaitan dengan proyek

Diagnosa fisioterapi merupakan upaya menegakkan masalah aktivitas gerak dan fungsi berdasarkan pernyataan yang logis dan dapat dilayani fisioterapi. Adapun tujuan

2.2.6 Pengertian Aplikasi Pelayanan SKCK Berbasis Web Pada Kepolisian Resort Kota Palembang

Penjelasan Pasal 7 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor Atau Ekspor Barang Yang Diduga Merupakan Atau Berasal Dari Hasil

MODEL PENINGKATAN DAYA SAING BERKELANJUTAN INDUSTRI BATIK MELALUI PERBAIKAN KOMPETENSI INTI DAN RANTAI NILAI DALAM MENDORONG PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF LOKAL DI KABUPATEN

Hubungan koefisien alat dan kapasitas produksi kapasitas produksi Koefisien alat adalah waktu yang diperlukan (dalam satuan jam) oleh suatu alat Koefisien alat adalah waktu

- Daftar Informasi Publik Sekretariat PPID Sekretariat PPID Februari 2020, Rektorat Unpad Softcopy dan hardcopy Sesuai dengan retensi arsip yang berlaku - Daftar Informasi

Penelitian pakan dilakukan untuk menentukan dosis optimum tepung cangkang rajungan (TCR) untuk mengganti tepung ikan (TI) dalam pakan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup