1. PENDAHULUAN
Bahasa Tolaki (BT) adalah salah satu bahasa di Sulawesi Tenggara yang masih tetap berfungsi secara penuh yang bersifat internis oleh masyarakat Kendari. Sekitar 92.6 % penduduk Kotamadya Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan dan Konawe Utara menggunakannya sebagai sarana komunikasi lisan dengan tujuan menyatakan rasa intim dan rasa hormat, membicarakan hal yang bersifat lokal maupun yang berhubungan dengan peraturan adat setempat, Upacara adat dan perlehatan perkawinan. bahasa Tolaki di daerah Kabupaten lebih dominan digunakan dalam pergaulan sehari-hari dibandingkan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia digunakan hanya di tempat dan pertemuan formal.
Bahasa Tolaki termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia, merupakan bahasa vokalis dan jika dilihat dari segi morfologisnya merupakan bahasa aglutinasi. Pada umumnya kata-kata bahasa Tolaki terdiri dari dari satu atau lebih morfem tetapi batas antara morfem-morfem dalam kata itu jelas terlihat. Dalam tipologi seperti ini, proses afiksasi merupakan faktor terpenting dalam proses pembentukan kata dalam bahasa tersebut.
Afiksasi adalah proses penggabungan morfem bebas dengan morfem terikat (afiks). Akibat dari penggabungan tersebut, dapat mengakibatkan terjadianya perubahan fonem. Proses ini dikenal dengan proses morfofenemik. Menurut Ramlan (1985) proses morfofenemik bisa berupa perubahan fonem, penambahan fonem maupun penghilangan fonem. Meskipun hal tersebut merupakan proses yang penting dalam bidang morfologi bahasa Tolaki, tetapi belum banyak perhatian para linguis untuk mengkajinya bahkan penelitian bahasa
Tolaki secara umum masih berkisar pada kajian deskriptif struktural kebahasaan saja.
Berdasarkan hal tersebut, maka kajian ini berupaya mengungkapkan tentang perubahan-perubahan fonem yang terjadi dalam proses afiksasi bahasa Tolaki.
2. Morfofonemik Bahasa Tolaki
Apabila dua morfem dihubungkan atau diucapkan yang satu sesudah yang lain, ada kalanya terjadi perubahan pada segmen-segmen yang bersinggungan. Studi tentang perubahan-perubahan pada segmen yang disebabkan oleh hubungan dua mofem atau lebih disebut proses morfofonologi atau proses morfofonemik.
Morfofonemik dapat diartikan sebagai kajian yang menjelaskan berbagai perubahan fonologi yang terjadi karena morfem yang satu digabungkan dengan morfem yang lain dalam rangka pembentukan kata. Perubahan fonologi yang dimaksud adalah yang menyangkut tiga hal yaitu: a) Penambahan suatu segmen fonem, b) Penghilangan suatu segmen fonem pada morfem-morfem yang dilibatkan dalam proses pembentukan kata itu sendiri, c) Perubahan suatu segmen fonem (apakah segmen konsonan atau vokal) menjadi segmen lain akibat dari proses pembentukan kata.
Dalam BT aturan letak fonem dalam penyusunan morfem tidak selamanya bebas. Aturan tata letaknya mengikuti aturan distribusi. Fonem-fonem vokal BT memiliki distribusi lengkap, artinya dapat menempati posisi awal, tengah dan akhir kata, namum ada beberapa vokal mengalami pemanjangan pada akhir kata.
Alternasi otomatis dalam BT pada berupa penambahan bunyi yang bersifat fonetis. Misalnya: kata kaa makan ketika dilekatkan dengan konfiks -um -i yang berarti melakukan sesuatu terhadap objek tertentu dalam bentuk tunggal, secara otomatis akan muncul bunyi [q] i. menjadi kumakaaqi memakan . Penambahan [q] hanya bersifat fonetis dan otomatis: tidak mengubah fonem ataupun ejaan.
2.1 Struktur Morfem Bahasa Tolaki
Syarat-syarat positif digunakan untuk memperoleh pola kononik dari bentuk asal morfem pangkal yang dapat diumpulkan pada bahasa Tolaki adalah: 1. Pola V ([+sil])
Contoh: /a/ pinggang 2. Pola KV ([-sil] [+sil])
Contoh: /wu/ rambut
/no/ karena 3. Pola V-V ([+sil] [+sil])
Contoh: /ea/ iris
/ao/ betung
4. Pola V-KV ([+sil] [-sil] [+sil]) Contoh: /ama/ ayah
/ulu/ kepala 5. Pola KV V ([-sil] [+sil]-[+sil])
Contoh: /tia/ perut
/pue/ Kakek
6. Pola KV KV ([-sil] [+sil] [-sil] [+sil]) Contoh: /gondi/ gunting
/gambi/ cambang 7. Pola KV-V-V ([-sil] [+sil]-[+sil]-[+sil])
Contoh: /wiau/ kemiri
8. Pola KV KV KV ([-sil] [+sil]- [-sil][+sil]-[-sil][+sil]) Contoh: /kiniku/ kerbau
/kaluku/ kelapa
9. Pola KV V KV ([-sil] [+sil] [+sil] [-sil] [+sil]) Contoh: /luale/ gadis
/meana/ banyak anak
10. Pola KV KV V ([-sil][+sil] [-sil] [+sil] [+sil]) Contoh: /bokeo/ buaya
/moreo/ sakit 11. Pola V-V-V ([+sil] - [+sil] [+sil])
Contoh: /eie/ siram
/oue/ rotan
12. Pola V-KV-KV ([+sil] [-sil][+sil] [-sil][+sil]) Contoh: /ohulo/ lampu
/arano/ rawa
Berdasarkan data di atas pola kanonik bahasa Tolaki dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pola kanonik bersuku satu: a. V
b. KV
2. Pola kanonik yang bersuku dua: a. V V
b. V KV c. KV V d. KV KV
3. Pola kanonik yang bersuku tiga: a. KV V V
c. KV V KV d. KV KV V e. V V V f. V KV KV
Segmen yang wajib hadir dalam rangkaian segmen sebuah morfem pangkal adalah segmen vokal [V]. Segmen vokal wajib hadir dalam setiap suku kata yang bersuku dua, maupun yang bersuku tiga dapat diisi oleh sebuah vokal [V].
Berdasarkan pola kanonik morfem pangkal di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Sebuah morfem asal pangkal paling sedikit mengandung satu segmen vokal ([+sil]) dan
b. Sebuah morfem asal pangkal tidak dapat berakhir dengan konsonan ([-sil]).
2.2 Afiksasi
Afiksasi adalah penggabungan morfem bebas dan morfem terikat. Proses ini disamping mengubah arti morfem, ada kalanya juga mengubah identitas kata. Akibat penggabungan ini ada kalanya fonem mengalami perubahan yang lebih dikenal sebagai proses morfofenemik. Dalam proses ini hanya terjadi modifikasi- bunyi yang bisa berbentuk perubahan fonem.
Dalam hal ini prinsip yang perlu diperhatikan adalah adanya tingkatan hirarkis komponen morfologis dan jenis afiks yang melekat pada bentuk asal kata. Dalam hirarki ini, afiks digolongkan menjadi afiks primer yang diletakkan pada
level 1 dan afiks sekunder yang diletakkan pada level 2. Adapun data yang mengalami perubahan fonem sebagai berikut:
1. Prefiks moN- jika muncul bersama kata dengan fonem awal berbentuk dasar dental /t/ maka /t/ akan berubah menjadi /d/, sedangkan jika bergabung dengan kata berfonem awal /d/ tidak mengalami perubahan, seperti pada contoh berikut ini.
moN- + tatapi cuci
mondatapi mencuci
tumba besar
mondumba memperbesar moN- + dokowi tutup
mondokowi menutup
damba i hirau
mondambandi menghiraukan
Jadi kaidah perubahan berdasarkan data di atas sebagai berikut. [-voiced] [+voiced] X +son + -front Y +cor -back
2. N- pada prefiks moN- akan berubah menjadi m- jika muncul bersama fonem
awal bentuk dasar bilabial /b/ sedangkan /p/ akan berubah menjadi /b/. Akan tetapi tidak demikian halnya jika bergabung dengan kata yang berawal dengan fonem /b/, seperti pada contoh berikut.
moN- + podea dengar
mombodea mendengarkan
pole potong
mombole memotong moN- + bawo berita
mombawo memberitakan
baho mandi
mombaho memandikan
Jadi kaidah perubahan berdasarkan data di atas sebagai berikut. 1. -lab +lab X +high + -son Y
+cor -cor +back -cor
2. [-voiced] [+voiced] X +son + +high Y +cor +low
3. Jika prefiks mo - bergabung dengan kata bentuk dasar berawalan /k/ maka /k/ akan berubah menjadi /g/, seperti pada contoh berikut.
mo - + ka: makan
mo ga makan
+ kali buang
mo gali membuang
Jadi kaidah perubahan berdasarkan data di atas sebagai berikut. [-voiced] [+voiced] X +son +sil Y -cor +low
4. Prefiks mo- berubah menjadi zero / / bila dipadukan dengan kata dasar yang diawali oleh fonem /t/, /w/, /b/, /l/, /h/, /s/, /d/ dan /i/ seperti pada contoh berikut.
mo- + seu jahit
moseu menjahit
inu minum
moinu minum
doa hitung
modoa menghitung
horia teriak
mohoria berteriak
wei beri
mowei memberi
lasu lari
molasu lari
bea berat
mobea berat
totao tertawa
mototao tertawa
5. Prefiks me- berubah menjadi zero / / bila dipadukan dengan kata dasar yang diawali oleh fonem /t/, /p/, /l/, /k/, /s/, /d/, /b/, /g/ dan /u/ seperti pada contoh berikut.
me- + uma cium
meuma mencium
karu garuk
mekaru menggaruk
doa hitung
medoa menghitung
tulura bicara
metulura berbicara
gande bonceng
megande membonceng
pikiri pikir
mepikiri berfikir
baho mandi
mebaho mandi
susua menyanyi
mesusua menyanyi
lepa sila
melepa bersila
Dari data di atas, dapat dijelaskan bahwa me-N dapat mengubah bentuk dan identitas kata sehingga jenis afiks yang dipakai pun dapat berbentuk afiks derivasional atau infleksional, tergantung dari apakah kehadiran afiks tersebut mengubah identitas kata atau tidak. Kalau afiks tersebut tidak mengubah kelas kata, maka afiks tersebut digolongkan menjadi afiks infleksional.
Data di atas menunjukan bahwa satu afiks dapat digolongkan menjadi infleksional atau derivasional. Hal ini karena bentuk dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu verba maupun nomina. data di atas juga memperlihatkan bahwa me-N memiliki 3 (tiga) alomorf. Kalau dicermati proses perubahan ke dalam masing-masing alomorf di atas tidak terjadi secara kebetulan tetapi secara sistematis dan beraturan atau mengikuti kaidah-kaidah tertentu.
2.3 Alternasi Morfem yang Membantu Fungsi Morfologis
Alternasi yang membantu fungsi morfologi dalam BT berdasarkan data yang kumpulkan dalam BT yaitu penambahan fonem / / pada konfiks um.. i saja. Jika dilihat pada kata (morfem bebas tempat kedua sufiks itu menempel) hanya pada kata yang berakhiran vokal [a], [i], dan [u].
Pemunculan /q/ pada proses ini merupakan jenis alternasi yang membantu proses morfologis. Berikut beberapa contoh:
luwi minyak l+um+uwu+ +i menyabitnya hunu bakar h+um+unu+ +i membakarnya
2.4 Kaidah Morfofenemik Bahasa Tolaki
Berdasarkan data di atas, maka dapat dirumuskan kaidah morfofonemik yang berupa:
2.4.1Kaidah nasalisasi prahambat
Dalam bahasa Tolaki, ruas konsonan /p/ menjadi nasalisasi prahambat /mb/ apabila kata bilangan satuan berposisi di depan kata bilangan puluhan. Perubahan ruas konsonan tersebut dapat dikatakan sebagai proses nasalisasi prahabat dan penyuaraan. Yaitu, terjadi kaidah berurutan yakni penyuaraan terjadi setelah nasalisasi prahambat. Kata bilangan satuan yang berposisi di depan kata bilangan puluhan yang mengalami proses nasalisasi prahambat dan penyuaraan, hanya terjadi pada bilabial. Seperti pada data berikut.
a. /ruo pulo/ [ruambulo] dua puluh b. /tolu pulo/ [tolumbulo] tiga puluh c. /lomo pulo/ [limambulo] lima puluh d. /pitu pulo [pitumbulo] tujuh puluh
Berdasarkan data tersebut, dapat dikaidahkan sebagai berikut:
1. Kaidah nasalisasi prahambat: +kons
-voicd [ +nas prham] [sil] [+sil]
+ant <kt bilangan> -cor
2. Kaidah penyuaraan +cons
-voicd [ +voiced ] [sil] [+sil] +ant -cor
+nas prhm
2.4.2Kaidah Penyisipan Glotal ( )
Penyisipan glotal dalam Bahasa Tolaki jumlahnya terbatas. Hal ini disadari karena data yang dihimpun memperlihatkan gejala perubahan tersebut. Penambahan ini tampaknya terjadi secara beraturan. Perhatikan contoh berikut:
saira sabit s+um+aira+q+i menyabitnya luwi minyak l+um+uwu+q+i menyabitnya
hunu bakar h+um+unu+q+i membakarnya
berdasarkan data tersebut, dapat dikaidahkan sebagai berikut. +const
-ant +sil
-voicd -front V V -cont -back
-high
kaidah di atas menjelaskan bahwa bentuk dasar yang diakhir dengan vokal [a], [i], dan [u] ketika dilekati dengan konfiks um -I akan bisa berubah menjadi
qi.
3. Simpulan
Berdasarkan pola kanonik bahasa Tolaki, sebuah morfem asal pangkal paling sedikit mengandung satu segmen vokal ([+sil]) dan sebuah morfem asal pangkal tidak dapat berakhir dengan konsonan ([-sil]).
Proses atau kaidah modifikasi bunyi yang membentuk realisasi morfem dalam kombinasi morfem pada afiksasi adalah kaidah nasalisasi prahambat dan kaidah penyisipan glotal.
Proses alternasi otomatis dalam bahasa Tolaki yaitu penambahan fonem / / pada konfiks um.. I saja. Jika dilihat pada kata (morfem bebas tempat kedua sufiks itu menempel) hanya pada kata yang berakhiran vokal [a], [i], dan [u].