• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra ialah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar bahasa kesusastraan yang dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya baik dan diwujudkan dengan bahasa yang indah. Rene Wellek dan Austin Warren (1983:3) menuliskan bahwa, sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah cabang seni. Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Sastra adalah karya imajinatif. Karya sastra juga merupakan suatu wadah untuk mengungkapkan gagasan, ide dan pikiran dengan gambaran-gambaran pengalaman. Sastra menyuguhkan pengalaman batin yang dialami pengarang kepada penikmat karya sastra (masyarakat).

Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Karena itu, untuk dapat memahaminya, karya sastra harus dianalisis. Dalam analisis itu, karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Pradopo dalam Putra (2009:9), bahwa karya sastra itu adalah sebuah karya yang utuh.

(2)

Di samping itu, sebuah struktur sebagai kesatuan yang utuh dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur pembentuknya dan saling berhubungan di antaranya dengan keseluruhannya. Unsur-unsur atau bagian-bagian lainnya dengan keseluruhannya. Hal ini juga sesuai dengan yang dikatakan oleh Pradopo dalam Putra (2009:9), bahwa karya sastra itu merupakan struktur (sistem) tanda-tanda yang bermakna dan tanda-tanda tersebut mempunyai makna sesuai dengan konvensi ketandaan.

Sastra memiliki banyak jenis, ada puisi, prosa, cerpen, drama dan novel. Setiap jenis itu merupakan sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Kata novel mulai dikenal pada zaman renaisans (abad ke 14 hingga abad ke 17). Saat itu, tahun 1353 penulis Italia, Giovanni Boccaccio menggunakan istilah novella untuk karya prosa pendeknya. Ketika karyanya diterjemahkan, istilah novel masuk ke dalam bahasa Inggris. Sekarang kata novella dalam bahasa Inggris digunakan untuk menyebut novel pendek. Kata novel dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Inggris. Di Perancis kata roman lebih banyak digunakan dibanding kata novel. Jadi istilah novel dan roman sebenarnya memiliki pengertian yang sama (Maya Novaria, 2004:2)

Di Jepang novel dikenal dengan sebutan shousetsu (小説). Banyak novel terkenal yang telah dihasilkan oleh sastrawan-sastrawan Jepang. Sastrawan Jepang dapat digolongkan dalam 2 bagian yaitu sastrawan klasik dan sastrawan kontemporer. Sastrawan klasik selalu mengangkat nilai-nilai budaya dan tradisi

(3)

Jepang dalam setiap karyanya. Sedangkan sastrawan kontemporer selalu mengadaptasi budaya Amerika atau Eropa dalam setiap karyanya. Salah satu sastrawan kontemporer Jepang yang terkenal adalah Soji Shimada.

Novel karangan Soji Shimada yang populer adalah The Tokyo Zodiac Murders. Novel detektif ini bercerita mengenai pembunuhan 6 orang wanita yang merupakan sanak saudara dari sang pembunuh. Dijelaskan bahwa sang pembunuh berprofesi sebagai seniman bernama Heikichi Umezawa, seniman gila yang terobsesi pada astrologi dan hal-hal yang berbau ilmu hitam. Dia berobsesi untuk membuat Azoth, sosok perempuan cantik yang memiliki senyum malaikat dari potongan-potongan tubuh keenam perempuan yang adalah keluarganya sendiri. Dan proses dari rencana pembuatan Azoth itu dia tuangkan dalam catatannya secara terperinci. Yang membuat novel ini menarik adalah cara pengarang membuat alur ceritanya yang menjadi tak terduga dan membuat pembaca penasaran akan jalan ceritanya. Hal itu ditunjukkannya dalam alur cerita di mana si pembunuh yang adalah Heikichi Umezawa, meninggal dibunuh dalam ruang tertutup. Tapi beberapa hari setelah kematiannya, skenario pembunuhan Azoth benar-benar terlaksana dengan sangat rapi dan persis dengan apa yang telah dicatatkan pada buku catatannya. Misteri terus berlanjut dan tak terungkapkan sampai 40 tahun lebih lamanya. Hingga kasus ini jatuh ke tangan seorang detektif eksentrik bernama Kiyoshi Mitarai bersama temannya Kazumi Ishioka.

Novel detektif berpusat atas penyelidikan sebuah kejahatan, biasanya pembunuhan, oleh seorang detektif, baik profesional ataupun amatir. Fiksi detektif adalah bentuk terkenal dari fiksi misteri dan fiksi kriminal hardboiled. Dalam

(4)

novel detektif biasanya menceritakan tentang kasus-kasus kejahatan yang harus diungkapkan oleh seorang yang lebih pintar dari semua tokoh yang ada di dalam novel tersebut, dialah detektif. Detektif adalah seseorang yang melakukan penyelidikan terhadap suatu kejahatan, baik sebagai detektif polisi maupun sebagai detektif swasta. Detektif swasta biasanya bekerja secara komersial dan memerlukan lisensi. Secara formal, terutama dalam kisah-kisah fiksi, detektif sering digambarkan sebagai seorang tanpa lisensi yang mengusut suatu tindakan kriminal. Contoh detektif fiksi terkenal antara lain adalah Sherlock Holmes (karangan Sir Arthur Conan Doyle) dan Hercule Poirot (karangan Agatha Cristie). (http://id.wikipedia.org/wiki/Detektif)

Kejahatan dalam novel ini merupakan aksi serangkaian pembunuhan mutilasi yang dilakukan oleh si pelaku berdasarkan catatan dari Heikichi Umezawa. Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakukan yang bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tertentu. (http://yosie-indra.blogspot.com/2013/08/kejahatan-dan-penjahat.html)

Kejadian pembunuhan berantai dalam novel ini membuat geger masyarakat Jepang saat itu dan menimbulkan ketidaktenangan dalam masyarakat. Banyak detektif yang mencoba memecahkan kasus tersebut, namun nihil. Dan untuk itu, detektif Kiyoshi Mitarai dan sahabatnya tertantang untuk ikut memecahkan misteri di balik pembunuhan tersebut. Dalam novel ini, diceritakan

(5)

bagaimana detektif Kiyoshi Mitarai menguak satu persatu kasus pembunuhan tersebut hingga akhirnya menyelesaikan kasus pembunuhan berantai tersebut.

Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti novel yang masuk nominasi Edogawa Rampo Award for Mystery Novels, salah satu penghargaan bergengsi tentang novel misteri di Jepang. Novel ini banyak mengandung unsur-unsur misteri, cerita detektif dan pemecahan kasus yang diceritakan melalui cara tak terduga. Salah satunya adalah ketika pengarang sengaja membuat surat di dalam novel sebelum menuju bab yang mengungkap misterinya, seolah menantang para pembaca untuk ikut memecahkan kasusnya. Pembaca tidak akan menduga-duga, karena sama sekali tidak ada bayangan ataupun petunjuk tentang pembunuhan itu. Sampai kemudian, si detektif akhirnya menemukan trik sang pembunuh. Rangkaian misteri yang membangun cerita, cara kerja detektif yang membuat perasaan tegang dan menebak-nebak hingga pemecahan kasus yang tidak terduga yang merupakan unsur-unsur detektif di dalam novel ini, membuat penulis merasa tertarik untuk membahas novel ini dalam skripsi dengan judul: “Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders Karya Soji Shimada”.

1.2 Perumusan Masalah

Novel The Tokyo Zodiac Murders adalah novel misteri karangan Soji Shimada yang menceritakan tentang 3 kasus pembunuhan pada tahun 1936. Kasus pertama menceritakan tentang pembunuhan Heikichi Umezawa, seorang seniman gila yang terobsesi membuat wanita cantik yang diberi nama Azoth melalui

(6)

potongan-potongan tubuh perempuan yang adalah anak dan keponakannya sendiri. Melalui catatannya, ia menjelaskan akan mengambil potongan-potongan tubuh gadis-gadis itu berdasarkan astrologi mereka masing-masing. Untuk kemudian, dia akan menyambungkan bagian-bagian tubuh itu menjadi satu dan membuat seorang wanita cantik bernama Azoth. Tetapi, ia dibunuh terlebih dahulu. Kasus kedua adalah pembunuhan anak tertua Heikichi Umezawa yang adalah anak tirinya, bernama Kazue. Ia ditemukan tewas di rumahnya dengan dugaan perampokan dan pemerkosaan. Namun, dugaan itu hanyalah sebatas dugaan, karena polisi tidak pernah mengetahui motif pasti kematiannya. Kasus ketiga adalah pembunuhan keenam gadis yang adalah anak dan keponakan dari Umezawa sendiri. Kasus pembunuhan ini anehnya dilakukan sesuai dengan catatan Umezawa mengenai pembuatan Azoth. Kasus-kasus pembunuhan ini tidak bisa terpecahkan selama lebih dari 40 tahun. Hingga akhirnya, suatu hari berkas-berkas kasus ini sampai di tangan Kiyoshi Mitarai, seorang detektif eksentrik yang baru sembuh dari depresinya. Bersama temannya, Kazumi Ishioka, Mitarai memecahkan kasus pembunuhan yang menggemparkan Jepang yang diberi nama Pembunuhan Zodiak Tokyo tersebut.

Soji Shimada mengungkapkan tentang penyelesaian kasus-kasus pembunuhan di novel ini. Secara terperinci, pengarang mengungkapkan bagaimana terjadinya kasus pembunuhan yang dilengkapi dengan gambar-gambar yang membantu pembaca untuk ikut menganalisis dan memecahkan kasusnya. Pengarang juga mengungkapkan bagaimana cara penyelesaian kasus tersebut melalui analisis-analisis dari tokoh detektif Kiyoshi Mitarai. Keahlian astrologi

(7)

dan kejeniusan detektif Kiyoshi dalam mengurai masalah demi masalah tersebut akhirnya mampu menuntun mereka dalam petualangan mencari sang pembunuh jenius. Misteri-misteri dalam kasus di novel ini secara kebetulan sangat berkesinambungan, hingga menjadikan kasus pembunuhan berantai ini menjadi misteri yang menarik untuk dipecahkan oleh sang detektif. Dalam sebuah roman detektif atau cerita detektif, setidak-tidaknya memiliki 4 unsur utama di dalam ceritanya yang membangun jalan cerita, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita. Unsur kejahatan dalam novel ini terlihat dari adanya pembunuhan berantai yang terjadi pada anak dan keponakan dari Heikichi Umezawa. Unsur misteri dapat dilihat dari tak terpecahkannya kasus ini hingga 40 tahun lamanya. Unsur detektif dari novel ini dapat digambarkan dari cara detektif Kiyoshi Mitarai yang menyelidiki kasus dari awal hingga memecahkannya. Unsur pemecahan masalah yang tak terduga pada akhir cerita dapat dilihat dari pemecahan yang dilakukan oleh detektif Kiyoshi hingga terungkaplah bahwa pembunuh yang sebenarnya adalah Tokiko yang adalah anak kandung Umezawa dari istri pertamanya.

Unsur-unsur detektif tersebut menjadikan novel The Tokyo Zodiac Murders menarik untuk dibaca dan dibahas. Pembaca dibuat penasaran akan ceritanya yang penuh misteri, di mana misteri-misteri tersebut membuat pembaca mengalami perasaan tegang yang terus menerus dan menebak-nebak siapa dalang di balik pembunuhan yang sangat rapi tersebut.

Untuk menunjukkan adanya unsur-unsur detektif dalam novel ini, penulis akan mengambil cuplikan yang menunjukkan indeksikal adanya unsur yang

(8)

terkait dan membahasnya. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, maka masalah penelitian yang dirumuskan dalam pertanyaan adalah sebagai berikut:

1. Apa saja unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders?

2. Bagaimanakah unsur-unsur detektif yang diungkapkan oleh Soji Shimada melalui novel The Tokyo Zodiac Murders?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas sehingga dapat lebih terarah dan terfokus.

Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian terfokus pada analisis unsur-unsur detektif yang terdiri dari unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tak terduga pada akhir cerita yang terkandung dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada. Adapun yang terdapat unsur kejahatan adalah pembunuhan, di dalam unsur misteri adalah hal-hal yang menimbulkan pertanyaan, yang terdapat di dalam unsur detektif adalah detektif swasta dan yang terdapat dalam unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita adalah adanya dugaan yang salah. fokus penelitian hanya akan terfokus kepada keempat hal tersebut. Penelitian ini juga akan membahas mengenai konsep roman detektif dan unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada. Selanjutnya

(9)

penulis juga akan menjelaskan mengenai defenisi novel, setting cerita novel The Tokyo Zodiac Murders, tentang konsep roman detektif, biografi pengarang beserta unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel ini.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar, tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan karya, juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel syarat utamanya adalah harus menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan

(10)

para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola-pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi sosial, sedangkan novel hiburan cuma berfungsi personal. Novel berfungsi sosial lantaran novel yang baik ikut membina masyarakat. Sedangkan novel hiburan tidak mempedulikan apakah cerita yang dihidangkan membina atau tidak, yang penting adalah bahwa novel memikat dan orang-orang merasa terhibur. (https://bocahsastra.wordpress.com/2012/05/22/pengertian-novel-dan-unsur-unsurnya/)

Novel hiburan salah satunya adalah novel detektif. Dalam novel detektif, kebanyakan misteri yang harus dipecahkan oleh seorang detektif adalah kasus pembunuhan yang sama sekali tidak terduga oleh pembaca. Sehingga membuat pembaca merasa terkesima oleh kemampuan analisis tokoh detektif yang dibuat oleh si pengarangnya. Tokoh detektif fiksi di dunia yang terkenal antara lain adalah Sherlock Holmes (karangan Sir Arthur Conan Doyle), Hercule Poirot (karangan Agatha Cristie) dan Shinichi Kudo (karangan Gosho Aoyama).

Detektif berasal dari kata dasar “detect” yang artinya menemukan atau memecahkan. Jadi, ini adalah suatu pekerjaan untuk memecahkan suatu masalah. Dan dapat pula dikatakan sebagai suatu early morning sign terhadap suatu masalah. Orang mengira detektif adalah pekerjaan mata-mata, yang lain ada yang mengatakan detektif tentang menangkap penjahat, selebihnya mengatakan detektif adalah polisi dan polisi adalah detektif. Tapi dalam perkembangan sekarang ini

(11)

tidak bisa dikatakan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh polisi saja. Dunia detektif sekarang ini memiliki dimensi yang luas. Detektif dapat berarti suatu pekerjaan profesional untuk menyelidiki, mengobservasi, menganalisa suatu anatomi masalah yang terjadi dalam dunia sehari-hari berdasarkan bukti-bukti atau fakta. Mereka memecahkan masalah melalui pengumpulan data atau informasi secara akurat. (http://thinklikedetective.blogspot.com/2012/10/mengena l-arti-detektif.html)

Di bidang kriminal, nama detektif sangat melekat sekali. Detektif memang diidentikkan dengan suatu pekerjaan untuk mempelajari dan mengamati kebiasaan para pelaku kejahatan sehingga di saat mereka harus mencari dan menemukan seorang tersangka, mereka dapat melakukannya dengan berpegang kepada model kebiasaan dan teori anatomi suatu kejahatan. Dan kebiasaan pelaku yang dapat dipelajari diperoleh dari bukti-bukti atau jejak (evidence) yang mereka tinggalkan di TKP (crimecene) atau tempat berlangsungnya kejahatan tersebut. (http://thinklikedetective.blogspot.com/2012/10/mengenal-arti-detektif.html)

Defenisi kejahatan menurut R.Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-komentar Lengkap Pasal Demi Pasal” membedakan pengertian kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni sudut pandang secara yuridis dan sudut pandang sosiologis. Dilihat dari sudut pandang yuridis, menurut R. Soesilo, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Dilihat dari sudut pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa

(12)

hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. (http://www.hukumonline.c om)

Di dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, kejahatan yang terjadi di dalamnya dapat digolongkan sebagai kejahatan yang dilihat dari sudut sosilogis, karena merugikan penderita yang adalah korban dan merugikan masyarakat karena dibayang-bayangi oleh pembunuh berantai yang belum tertangkap sejak lama.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian, perlu adanya landasan teori yang mendasari karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendapat dari Sukapiring yang menjelaskan mengenai unsur-unsur detektif yang dikemukakannya berdasarkan konvensi cerita detektif atau roman detektif dari Teeuw, Sudjiman dan Faruk. Penulis juga akan menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan semiotik dalam menganalisis unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini.

Pendekatan struktural adalah suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya. Struktural merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar

(13)

struktural itu. Pendekatan struktural sering juga dinamakan pendekatan objektif, pendekatan formal atau pendekatan analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal yang berada di luar dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji dan teliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antaraspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra. Hal-hal yang bersifat ekstrinsik seperti pengarang, pembaca, atau lingkungan sosial budaya harus dikesampingkan, karena ia tidak punya kaitan langsung struktur karya sastra tersebut.

Pendekatan struktural mempunyai konsepsi dan kriteria sebagai berikut: (1) Karya sastra dipandang dan diperlukan sebagai sebuah sosok yang

berdiri sendiri, yang mempunyai dunianya sendiri, mempunyai rangka dan bentuknya sendiri.

(2) Memberi penilaian terhadap keserasian atau keharmonisan semua komponen membentuk keseluruhan struktur. Mutu karya sastra ditentukan oleh kemampuan penulis menjalin hubungan antarkomponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhannya yang bermakna dan bernilai estetik.

(3) Memberikan penilaian terhadap keberhasilan penulis menjalin hubungan harmonis antara isi dan bentuk, karena jalinan isi dan bentuk merupakan hal yang amat penting dalam menentukan mutu sebuah karya sastra.

(14)

(4) Walaupun memberikan perhatian istimewa terhadap jalinan hubungan antara isi dan bentuk, namun pendekatan ini menghendaki adanya analisis yang objektif sehingga perlu dikaji atau diteliti setiap unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut.

(5) Pendekatan struktural berusaha berlaku adil terhadap karya sastra dengan jalan hanya menganalisis karya sastra tanpa mengikutsertakan hal-hal yang berada di luarnya.

(6) Yang dimaksudkan dengan isi dalam kajian struktural adalah persoalan, pemikiran, falsafah, cerita, pusat pengisahan, tema. Sedangkan yang dimaksudkan dengan bentuk adalah alur (plot), bahasa, sistem penulisan, dan perangkatan perwajahan sebagai karya tulis.

(7) Peneliti boleh melakukan analisis komponen yang diingininya.

Pendekatan struktural ini memang berusaha untuk objektif dan analisis dan bertujuan untuk melihat karya sastra sebagai sistem, dan nilai yang diberikan kepada sistem itu amat tergantung kepada nilai komponen yang ikut terlibat di dalamnya. Tak cukup hanya dengan pendekatan struktural, penelitian ini juga akan menggunakan pendapat dari Sukapiring mengenai unsur-unsur detektif melalui konvensi roman detektif Teeuw, Sudjiman dan Faruk untuk dijadikan landasan teori dalam melakukan penelitian.

Pradopo dalam Putra (2009:9) menjelaskan bahwa, karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Menurut Sudjiman dalam www.supartobrata.blogdspot.com konvensi adalah cara penyajian yang menjadi alat pengungkapan yang mapan, yang akhirnya menjadi

(15)

teknik yang diterima umum. Dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus menganalisis sistem tanda itu dan menemukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda-tanda dalam karya sastra itu mempunyai makna. Karena itu, untuk mendapatkan makna karya sastra haruslah diketahui konvensi-konvensi yang memungkinkan diproduksinya makna. Menurut Pradopo dalam Putra (2009:10), konvensi-konvensi sastra ini sendiri bermacam-macam, hal tersebut sesuai dengan sifat sastra secara umum dan secara khusus sesuai dengan jenis-jenis sastra itu sendiri. Salah satu konvensi sastra tersebut adalah konvensi roman detektif atau konvensi cerita detektif. Di sini, tidak dibedakan pengertian novel dan roman, karena menurut Sudjiman dalam Putra (2009:10), roman adalah istilah lain daripada novel, yang kedua-duanya mempunyai pengertian prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Konvensi roman detektif atau konvensi roman cerita detektif ini sendiri merupakan konvensi yang ada di dalam cerita rekaan seperti roman, cerpen dan novel.

Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:134) ada tiga konvensi roman detektif. Yang pertama harus ada mayat, yang kedua harus ada detektif, yaitu tokoh yang lebih pintar dari semua tokoh lain dalam roman ini. Orang ini merupakan satu-satunya tokoh yang nantinya mampu memecahkan segala teka-teki yang ada dalam roman detektif itu. Konvensi yang ketiga adalah, pemecahan teka-taki yang tidak terduga pada akhir cerita.

Kemudian Sudjiman dalam Sukapiring (1987:134) mengatakan, konvensi cerita detektif ada empat. Yang pertama di dalam cerita detektif terdapat

(16)

butir-butir kepintaran si penjahat. Yang kedua, kedunguan polisi. Yang ketiga, kehebetan detektif, dan yang keempat, pengungkapan kejahatan yang mengesankan. Di samping keempat konvensi tersebut, dalam cerita detektif, ada hukum yang lazim berlaku. Menurut Sudjiman dalam Sukapiring (1987:135), hukum yang lazimnya berlaku dalam cerita detektif ialah bahwa isyarat-isyarat yang menuju penyelesaian harus diungkapkan tepat ketika sang detektif menemukan syarat-syarat tersebut.

Kemudian Faruk dalam Sukapiring (1987:135) mengatakan, cerita detektif setidak-tidaknya dua komponen yang utama, yaitu pendeteksian dan unsur yang dideteksi.

Menurut Sukapiring (1987:135), dari batasan konvensi detektif serta konvensi roman detektif Teeuw, Panuti Sudjiman dan Faruk itu dapatlah ditarik kesimpulan bahwa cerita detektif itu setidak-tidaknya mempunyai 4 komponen yang utama, yaitu: unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga. Penulis akan menguraikan secara terperinci mengenai unsur-unsur detektif tersebut dalam bab II. Maka dengan adanya pendapat dari Sukapiring tersebut, penulis akan melakukan analisis dalam penelitian dengan menggunakan pendapat dari Sukapiring tersebut. Dan untuk menemukan keempat unsur tersebut, maka diperlukan pendekatan semiotik untuk menelitinya.

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tanpa memperhatikan sistem tanda-tanda dan maknanya, dan konvensi tanda,

(17)

maka struktur karya sastra ataupun karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal (Pradopo Djoko, 2002:71). Dengan kerangkai teori seperti di atas, penulis berupaya untuk menemukan unsur-unsur detektif yang akan dibahas di skripsi ini.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The

Tokyo Zodiac Murders.

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana unsur-unsur detektif yang diungkapkan oleh Soji Shimada melalui novel The Tokyo Zodiac Murders.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian dikatakan berhasil apabila bermanfaat bagi peneliti, ilmu pengetahuan dan masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat:

1. Menambah bahan bacaan pembaca dan peneliti tentang unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.

2. Memperkaya referensi ilmu sastra, khususnya ilmu semiotika yang berkenaan tentang unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.

(18)

3. Bagi pembaca dan peminat karya sastra penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian-penelitian sebelumnya maupun penelitian berikutnya yang akan diteliti.

1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian deskriptif. Menurut Ratna (2003:53) metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Dalam metode ini, penulis menguraikan, memberikan pemahaman serta penjelasan dari topik yang diteliti.

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dari metode pustaka (library research). Dalam mengumpulkan data-data yang berguna untuk mendukung teori, penulis mengambil dari kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian. Sumber-sumber kepustakaan tersebut dapat bersumber dari buku, hasil-hasil penelitian (skripsi), internet dan sumber-sumber lainnya yang dibutuhkan.

Referensi

Dokumen terkait

Media pembelajaran interaktif sangat berperan penting di dalam pendidikan karena dengan media pembelajaran interaktif yang tepat materi dan sesuai dengan tujuan

Tercapainya pengelolaan dan pemeliharaan sarana rumah sakit dengan baik, bermutu, profesional dan memuaskan sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku

Oleh karena itu, untuk membantu meningkatkan proses bisnis yang ada pada Rumah Sakit XYZ, dan untuk memberikan gambaran tentang pengimplementasian solusi untuk

Pola asupan yang biasa didapat pada bayi dengan ADB karena nutrisi pada negara maju adalah kelebihan konsumsi dari susu sapi (rendah kandungan zat besi, kehilangan

Kerangka Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap Timur Tengah Pasca Arab Spring.. Yogyakarta: FISIPOL, Universitas

Hubungan Peran Keluarga terhadap Perilaku Penyalahgunaan Narkoba Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa lebih dari separuh (70%) responden

corrective feedback atau umpan balik berupa koreksian jawaban, yaitu pemberian tanda yang menunjukkan kekeliruan yang dilakukan siswa disertai dengan suatu penjelasan untuk

[r]