• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lihat Musa, M. Yusuf. 1988: 131, Ya qub, Hamzah. 1988:11, Marzuki, M.Ag. Dr. 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lihat Musa, M. Yusuf. 1988: 131, Ya qub, Hamzah. 1988:11, Marzuki, M.Ag. Dr. 2009"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

222 BAB V

KESIMPULAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan pembahasan sepanjang bab di penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, perbedaan pandangan humanisme sekuler dengan humanisme teosentris terletak pada subjek pelakunya. Humanisme sekuler bersifat individual yang mana subjek pelakunya menganggap bahwa manusia adalah mahluk individual, yang bebas dan mandiri, berhak mengeksplorasi segala potensi yang dimilikinya. Sedangkan humanisme teosentris bersifat kolektival yang mana subjek pelakunya menganggap bahwa manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa melepaskan diri dari keberadaan orang lain. Oleh karena itu, dalam pandangan humanisme teosentris, diperlukan suatu hubungan, ikatan dan jalinan sosial yang harmonis antara satu manusia dengan manusia lainnya, juga hubungan terhadap penciptanya, Tuhan. Pandangan humanisme teosentris merupakan sebuah pandangan yang humanistik, artinya pengetahuan yang terkandung di pandangan tersebut adalah wacana didaktis yang bertujuan membentuk karakter manusia lebih humanis sesuai dengan ajaran agama. Merujuk pada pemikiran Boisard dalam L’Humanisme de l’Islam, Mustofa menerangkan ajaran agama (keyakinan tentang Tuhan) mempengaruhi watak dan persepsi manusia yang selanjutnya menentukan kedudukan dirinya, prioritas kebutuhan dan pembentukan kaidah hubungan dengan manusia lainnya. Agama bukan hanya sistem kepercayaan yang tidak berubah tapi juga nilai yang berorientasi kemanusiaan. Oleh karena setiap manusia terlahir dalam fitrah, kesucian menurut ar-Ruum[30]: 30, maka, semua agama memiliki misi menjaga nilai kefitrahan yang dimilikinya dan menuju kebahagiaan abadi. Dengan kata lain, humanisme agama adalah keyakinan dalam aksi, pengakuan bahwa Tuhan adalah pusat orientasi sejak awal kehidupan manusia, seperti yang terkandung di dalam

al-A‘raaf [7]: 172.

Kedua, berdasarkan asumsi itu, maka dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan (humanis). Tetapi, nilai-nilai

(2)

223 humanisme dalam Islam berada dalam bingkai keimanan dan ketaqwaan. Konsep agama dalam Islam tidak semata‐mata teologi, sehingga serba pemikiran teologis bukanlah karakter Islam. Nilai-nilai yang diajarkan Islam pada bertujuan bagi penataan sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Oleh karena itu, tugas terbesar dari Islam adalah melakukan transformasi sosial dan budaya dengan nilai‐nilai itu. Ada

tiga pokok pengetahuan yang berkaitan dengan nilai-nilai humanis yang diajarkan di dalam agama Islam, ketiga pokok pengetahuan tersebut yakni pertama aqidah, kedua syariah dan ketiga akhlak.223 Manusia tidak bisa mengelak dari kodratnya, yakni sebagai mahluk Tuhan, sehingga berdasarkan kodrat manusia tersebut, setiap manusia diposisikan setara antara satu dengan lainnya di hadapan Tuhan. Achamdi (2013)

menjelaskan bahwa masyarakat religius terutama muslim mengakui adanya nilai-nilai kebenaran mutlak dan transendental, yakni nilai universal yang berasal dari Tuhan (wahyu). Dalam Islam semua nilai-nilai yang diajarkan bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Nabi. Karena Islam agama fitrah, maka nilai-nilai tersebut diyakini sesuai dengan kebutuhan manusia untuk memelihara harkat dan martabat manusia yang fitrahnya adalah sebagai makhluk yang paling mulia. Nilai-nilai tersebut selanjutnya disebut akhlaq al-Islami yang digolongkan menjadi: (1) Akhlak kepada Allah; (2) Akhlak kepada diri sendiri; (3) Akhlak kepada sesama manusia.

Ketiga, Banyak media yang bisa dipergunakan dalam mengajarkan nilai-nilai humanis Islam, seperti misalnya mengajarkan secara langsung kepada masyarakat, melalui ceramah, atau bisa juga melalui berkesenian. Seni dalam hal ini adalah sastra adalah salah satu media yang dapat dipergunakan untuk mengajarkan nilai-nilai humanisme teosentris tersebut, bahkan mungkin bisa dikatakan bahwa melalui kesenian, ajaran-ajaran Islam akan lebih mudah dipahami dan berkembang di masyarakat. Sejak lama, karya sastra menjadi media pengajaran nilai-nilai humanis Islam, Najib Kailani menyebutkan bahwa semenjak zaman nabi, penyair-penyair telah menyisipkan nilai-nilai Islam di dalam karya-karyanya, mereka bersenandung tentang sejarah-sejarah Islam dan menentang pandangan dan celaan lawan terhadap Islam. Karya sastra merupakan wujud ekspresif seorang pengarang yang di dalamnya mengandung ungkapan tentang hidup dan kehidupan. sastra dapat didefinisikan sebagai sebuah karya tulis yang memiliki orisinalitas, artistik, indah dalam isi dan

(3)

224 ungkapannya. Istilah sastra secara epistemologi berasal dari bahasa Sanskerta, sas – mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi. Serta tra – yang berarti alat atau sarana. Dari petunjuk ini maka terminologi sastra dapat dimaknai sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau buku pelajaran. Hal ini selaras dengan peran dan fungsi karya sastra sebagai media pengajaran dan estetika.

Begitu pula dengan nazam-nazam cetakan yang diangkat sebagai objek penelitian ini. Dalam penelitian ini tiga nazam yang diangkat adalah nazam-nazam yang sarat akan kandungan pengajaran nilai-nilai tauhid dan akhlak berdasarkan ajaran agama Islam. Walaupun dalam wujudnya nazam-nazam tersebut berjumlah tiga naskah, namun secara teks ada satu nazam yang memiliki dua teks berbeda, yakni nazam si kanak-kanak yang di dalamnya juga terdapat teks nazam bahaya dunia akhirat (NKK & NBDA). Sedangkan dua nazam lainnya yaitu Nazam Neraca Kebenaran (NNK) dan Nazam Pencerdikan Orang Nan Lalai (NPOL). Dari segi Naskah, nazam-nazam tersebut memiliki tahun pengarangan yang cukup tua, NKK & NBDA misalnya, dari informasi dalam teks nazam ini selesai ditulis pada tahun 1305H/1888M, sedangkan NNK ditulis pada tahun 1343H/1924M dan NPOL ditulis pada tahun 1346H/1927M. Itu artinya, nazam-nazam ini merupakan bukti sejarah bahwa tradisi tulis telah berkembang di Minangkabau semenjak lama, dan Islam menjadi faktor penyebab berkembangnya tradisi tulis di Minangkabau. Menariknya nazam-nazam tersebut disalin oleh Labai Sidi Radjo yang merupakan seorang ulama Islam moderat yang karya-karyanya dapat diterima oleh dua kelompok Islam di Minangkabau. Ketiga nazam tersebut ditulis dan dicetak dengan menggunakan aksara Jawi dan berbahasa Melayu-Minangkabau sebagai bahasa pengantar dalam teks. Sebagai sebuah syair, teks-teks nazam memiliki struktur rima yang selaras / a / a / b / b / atau / a / b / a / b / atau / a / b / c / d /. Struktur rima ini jelas adopsi dari struktur bunyi yang ada dalam syair-syair al-Qur’an.

Berdasarkan kajian teks, keempat teks nazam tersebut memiliki kandungan dan muatan nilai-nilai humanis Islam yang kental, seperti di dalam NKK nilai-nilai tauhid dan kasih sayang diangkat menjadi tema utama. Tema kasih sayang yang diangkat adalah kasih sayang sekelompok anak terhadap orang tua mereka. Yunus mengungkapkan bahwa NKK merupakan bentuk ekspresi dari orang tua Minangkabau yang mengalami kematian anak-anaknya yang masih kecil. NKK sengaja diciptakan

(4)

225 untuk menghibur para orang tua agar tidak larut di kesedihannya. Walaupun demikian, usaha mengajarkan nilai-nilai kasih sayang yang diusung oleh NKK dapat dikatakan sangat tepat mengingat tujuan utama dari NKK adalah pengajaran nilai-nilai Islami. Berbeda dengan NKK, ketiga teks nazam lainnya, NBDA, NNK dan NPOL, merupakan nazam-nazam yang sarat akan pengajaran nilai-nilai tauhid dan akhlak Islami. Di ketiga nazam tersebut pengarang mengajarkan kepada masyakrat bagaimana sikap ideal seorang muslim, yang tentunya sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Inti pengajaran pada akhlak inilah bentuk dasar pemikiran humanisme teosentris. Adapun nilai-nilai akhlak yang diajarkan di dalam nazam-nazam tersebut antara lain, iman kepada Allah S.W.T, kesetiaan, kejujuran, empati terhadap nasib orang lain, menyayangi sesama manusia, adil, amanah, dan lain sebagainya.

Keempat, penelitian ini secara tidak langsung juga menjelaskan faktor yang menyebabkan Islam dapat berkembang pesat di Minangkabau. Yaitu, antara adat dan Islam memiliki persamaan tentang pandangan manusia dan kemanusiaan, dan Islam menjadi alat pemersatu bagi perbedaan ideologi yang ada di Minangkabau. Secara kultural, Minangkabau terbentuk dua ideologi budaya dan politik yang satu dengan lainnya berbeda konsep, yakni Koto Piliang dan Bodi Chaniago, yang dikenal dengan Istilah kelarasan (lareh). Kedua lareh tersebut memiliki sistem pemerintahan dan peraturan adat yang berbeda-beda satu sama lainnya, dan tidak bisa dipungkiri, perbedaan-perbedaan tersebut sering memicu konflik dan konfrontasi di kedua belah pihak. Berdasarkan kisah di dalam Tambo Minangkabau, perselihan antara lareh Koto Piliang dan lareh Bodi Chaniago acap kali terjadi, pemicunya adalah perebutan wilayah dan harga diri. Padahal secara sosio-historisnya, kedua pemuka adat yang membentuk dua kelarasan tersebut masih memiliki ikatan persaudaraan, namun perbedaan pandangan dan kebiasaan menyebabkan keduanya memiliki prinsip hidup yang berbeda-beda. Namun dari sisi lain nilai-nilai humanis yang ada di dalam budaya Minangkabau sangat kuat. Hal ini dapat dibuktikan melalui pandangan hidup masyarakatnya. Ada empat aspek yang bisa menguatkan pendapat ini yang ada di dalam pandangan humanisme dalam kebudayaan Minangkabau, pertama dari sikap dan prinsip egalitarian, kedua dari budaya dialektika yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyakatnya, ketiga dari prinsip dan nilai-nilai kepemimpinan adatnya, dan keempat dari nilai-nilai budi pekertinya. Sedangkan Islam adalah agama yang juga

(5)

226 menjunjung tinggi keistimewaan manusia sebagai mahluk sosial dan khalifah di dunia. Oleh karena itu, berdasarkan hubungan yang tidak sengaja itu maka sangat masuk akal jika kemudian Islam masuk dan berkembang di wilayah Minangkabau. Islam benar-benar menjadi alat pemersatu dua ideologi yang berbeda tersebut. Islam membentuk suatu tatanan sosial masyarakat humanis menjadi lebih humanis, yang tidak saja dapat mentoleransi atau menghargai perbedaan, tetapi juga dapat membuat perbedaan menjadi sesuatu bermanfaat bagi pembangunan Nagarinya. ***

5.2. Saran

Dalam kerangka penulisan, penelitian ini memang telah selesai, namun, bukan berarti pula semua persoalan keilmuan yang terkait dengan nazam-nazam cetakan di Minangkabau juga tuntas. Dari penelitian ini, sedikitnya ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian lebih mendalam oleh peneliti-peneliti selanjutnya, yaitu pertama terkait fenomena nazam-nazam cetakan di Minangkabau yang belum sepenuhnya dapat diakomodasi di penelitian ini. Kedua persoalan kontekstual dan kesejarahan, seperti persoalan penerbitan dan penulisan naskah di Minangkabau, yang sama sekali tidak disinggung di penelitian ini. Ketiga, walaupun di penelitian ini persoalan sastra lisan terutama banazam tidak diespos mendalam, tetapi bukan berarti hal tersebut tidak penting, mungkin penting, karena hingga sekarang kegiatan itu masih sering diadakan di acara-acara anak nagari di Provinsi Sumatera Barat. Tetapi mudah-mudahan, melalui penelitian ini, hal-hal yang luput dari perhatian itu dapat dilakukan oleh peneliti-peneliti selanjutnya.

Terakhir, mudah-mudahan penelitian ini bermanfaat dan dapat melengkapi kajian-kajian terhadap naskah-naskah kitab (sastra Islam) di Indonesia dan menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Demikian Laporan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR-RI dalam rangka Peninjauan Infrastruktur dan Transportasi di Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur

Variabel lainnya yaitu leverage , proporsi Komite Audit Independen, ROE dan Tobins’q tidak berpengaruh terhadap tingkat risk management disclosure.. Kata Kunci : risk

Analisis data seismik refleksi menggunakan transformasi Wavelet Morlet dapat dilakukan karena data seismik refleksi tersebut masih dapat dianggap sebagai sinyal yang linier

Adakah perbedaan pemilihan gaya manajemen konflik berdasarkan karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, masa kerja, dan tingkat pendidikan) kepala ruangan di Rumah

Dari hasil analisis kandungan lipid dalam alga (Tabel 4.3) diperoleh bahwa kultur yang dibiakkan dalam kondisi kekurangan nitrogen menunjukkan peningkatan jumlah lipid dalam

Proses pengumpulan data peneliti dibantu oleh asisten peneliti yang merupakan perawat rumah sakit dengan pendidikan akhir D3 Keperawatan yang memiliki keterampilan

Hasli kajian telah menunjukkan bahawa faktor terbesar yang mendorong pelajar menggunakan kamus adalah untuk mencari makna perkataan Bahasa Arab yang mereka tidak ketahui. Perkara

Penelitian ini bertujuan untuk membuat cat dari bahan alami yaitu dari getah karet, menggunakan ekstrak kulit manggis sebagai pewarna serta pelarut bensin sehingga