• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas. tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas. tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia saat ini memasuki era ekonomi perdagangan bebas tidak terkecuali untuk produk pertanian khususnya komoditas pangan. Sehingga persaingan antar produk pangan dalam negeri dengan komoditas pangan sejenis di pasar intemasional tidak dapat dihindari lagi.

Hal tersebut ditandai dengan kerjasama Asia-Pacrfic Economic Coorperation (APEC) yang diberlakukan tahun 2010 bagi negara maju dan 2020 bagi negara berkembang, Asean Free Trade Area (AFTA) yang diberlakukan mulai tahun 2003, dengan kesepakatan dalam General Agreement on Tarrffs and Trade (GATir) melalui Uruguay Round maka terjadilah World Trade Organization (WTO) yang akan diberlakukan tahun 2020, Dengan demlkian akhir PJP

II,

yaitu tahun 201 8 merupakan persiapan akhir Indonesia memasuki perdagangan bebas dunia (Rasahan, 1997).

K e j a sama perdagangan bebas di dunia pada prinsipnya mengarah pada tujuari diturunkannya tarif masuk produk yang diperdagangkan (tariff reduction) dan dihilangkannya hambatan-hambatan non tarif (non tar~ff barriers), serta dibukanya pasar produk yang bersangkutan di dalam negeri (market access) (Pasaribu, 1997).

Beras merupakan komoditi pangan yang penting perananya bagi pemerintah maupun rakyat Indonesia. Beras dikonsumsi oleh hampir seluruh rakyat Indonesia, terhitung bahwa partisipasi konsumsi beras mencapai 96.87 persen, sedangkan terigu hanya mencapai 33.34 persen. Beras menyumbang lebih dan 60 persen dan kebutuhan kalon, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan terigu yang hanya mencapai 3 persen.

(2)

Beras masih merupakan porsi terbesar dalam pengeluaran mmah tangga, terutama untuk penduduk yang mislun. Diperkirakan 70 persen dari pengeluaran rumah tangga penduduk miskin dibelanjakan untuk pangan, sedangkan pengeluaran untuk beras diperhirakan mencapai 25 persen dari total pengeluaran rurnah tangga (Pranolo, 2000).

Oleh karena itu, walaupun Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas, masih ada alasan kuat mengapa intewensi pemerintah terhadap ekonomi perberasaan ini cukup besar, mengingat peran beras terhadap ekonomi Indonesia masih signifikan. Menurut Suryana (2000), mengatakan bahwa beras merupakan komoditas strategis secara sosial-budaya, ekonomi, dan politik. Karena itu kebijakan yang berkaitan dengan perekonomian padiheras tidak bisa hanya dengan pertimbangan aspek ekonomi belaka, tetapi juga sama pentingnya untuk memperhatikan aspek sosial dan

politik.

Dalam kerangka itulah maka kebijakan perberasan nasional harus disusun sehingga mampu mewujudkan dua tujuan sekaligus yaitu (I) meningkatkan pendapatan usahatani padi sehingga tercipta insentif yang layak buat mereka, dan (2) menir~gkatkan ketersediaan berm dalam negeri sehingga dapat memperkuat k e t a h ; ~ pangan.

Tahun 1995 dan 1998, Indonesia mengalami defisit beras masing-masing 2.03 juta ton clan 4.04 juta ton. Hal ini disebabkan oleh (1) kebutuhan pangan konsumsi penduduk yang semakin meningkat, (2) kebutuhan benih akan pakan juga meningkat, dan (3) luas areal yang semakin sempit dan produkttivitas petani yang semakin rendah (Departemen Pertanain, 2000).

(3)

Sampai saat ini swasembada berm masih dan akan tetap menjadi salah satu prioritas kebijaksanaan pemerintah, meslupun konsepsi swasembada telah berubah dengan membuka kemungkinan impor sampai batas tertentu, misalnya saat tejadi defisit karena kekeringan, dan ekspor pada saat lain (surplus). Konsep ini disebut serf-sufficiency on trend (Erwidodo, 1997) atau sering juga dlsebut dengan Swasembada on trend (Sapuan, 1999: Amang dm Husein, 2001). Pembahan konsepsi ini didasarkan atas pemikiran bahwa keseimbangan harga dan pasar tertutup (larangan impor), secara ekonomis sangat tidak efisien (Caves, et. al, 1993). Menurut Dilorenzo (1999), proteksionisme bukan saja tidak efisien secara eknomis, akan tetapi juga jelas secara inheren tidak adil. Karena proteksionisme sama saja dengan pajak yang dihitung secara regresif, yaitu meletakkan beban yang terberat justru pada golongan yang paling tidak mampu memikulnya

Meskipun demikian, mengingat posisi Indonesia sebagai big country dalam perdagangan beras dunia, upaya mempertahankan tingkat produksi yang "aman" dan meminimumkan impor tetap diperlukan. Langkah ini tetap kosisten dan tidak menyalahi kesepakatan Indonesia dalam GATT (Erwidodo, 1997).

1.2. Perurnusan Masalah

Kebijakan-kebijakan restriksi perdagangan yang dilakukan oleh Indonesia dan melihat kenyataan bahwa struktur produksi Indonesia banyak diproteksi, dengan tujuan

untuk

melindungi konsumen dan produsen dalam negeri. Pada era liberalisasi perdagangan ini yang prinsipnya mengarah pada tujuan diturunkannya tarif masuk produk yang diperdagangkan (tarrjf reduction) dan dihilangkannya hambatan-

(4)

hambatan non tarif (non tariff barriers), serta dibukanya pasar produk yang bersangkutan dl dalam negeri (market access).

Hal ini akan membawa pennasalahan tersendiri bagi Indonesia apakah perekonomian Indonesia semakin membaik atau memburuk khususnya terhadap ketahanan pangan nasional. Kebijakan penghapusan restriksi perdagangan yang diberlakukan pada produksi yang bersaing dengan impor akan memperburuk neraca perdagangan, namun disisi lain ekspor Indonesia akan semakin meningkat dikarenakan adanya penghapusan tarif impor oleh negara lain.

Perekonomian Indonesia dimasa mendatang akan mendapatkan tekanan baik itu internal maupun eksternal. Tekanan internal mmcul sejalan dengan adanya pertumbuhan penduduk yang terus meningkat yang berakibat meningkatnya pengangguran dan bertambah buruknya pemerataan pendapatan, disisi lain neraca bejalan yang terus difisit memerlukan penangangan yang serius. Kondisi ini membawa konsekuensi adanya kemauan politik pada

arah

pembangunan

untuk

tujuan peningkatan kesempatan keja, pemerataan pendapatan dan perbaikan neraca be rjalan.

Selama periode krisis sejak pertengahan 1997, pemerintah telah banyak mengubah kebijakan perberasan nasional baik pada tingkat usahatani maupun tingkat pasar. Pada tingkat usahatani perubahan yang menonjol adalah harga dasar gabah (HDG) yang ditetapkan terlalu tinggi dan pada waktu yang sama pemerintah telah menghapuskan semua subsidi input seperti be& pupuk kimia, serta pestisida., namun sesungguhnya kebijakan tersebut tidaklah bermakna karena HDG kurang dari separuh harga paritas impornya sehingga tidak mengandung unsur dukungan harga

(5)

sama sekali oleh karena itu Simatupang (2000) menyebutkan keputusan untuk menaikkan HDG tersebut hanyalah sekedar political gesture yang terpaksa dilakukan karena tekanan politik.

Ditingkat pasar, perubahan yang paling menonjol adalah dihapusnya monopoli impor beras oleh Bulog dan dihentikan kebijakan general food subsidy dengan melakukan intewensi melalui pasar, seperti kebijakan operasi pasar m m i (OPM) diganti dengan targeted food subsidy dengan program OPK beras (Dillon, et. al. 1999).

Keberhasilan swasembada pangan akhir Tahun 1984 juga tidak terlepas dari kebijakan terhadap produksi padheras dan ini merupakan buah dari tata kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang meliputi berbagai program, kebijaksanaan perdagangan dan tentu saja tidak terlepas dari adanya pemberian subsidi harga pupuk (untuk merangsang peningkatan produksi menuju swasembada beras dan menjamin peningkatan pendapatan), dan penerapan harga dasar meskipun

harus

didukung dengan cadangan penyangga.

Sebagai akibat negatif dari subsidi harga pupuk ini, yaitu meningkatnya beban budget pemerintah, oleh karenanya pemerintah secara berkala mengurangi subsidi yang

akan

berdampak pada peningkatan harga pupuk. Pengurangan subsidi dilakukan untuk menghlndari ketidakmaksimalan produksi di tingkat petani. Kebijaksanaan penyesuaian harga gabah (dengan peningkatan harga dasar) dan pengurangan subsidi pup& (dengan pe~ngkatan harga pupuk) telah d i h h k a n pemerintah sejak tahun 1988 sampai saat ini. Peninjauan ini tidak terlepas dari pro dan kontra, yang banyak

(6)

disorot adalah persentase kenaikan harga pupuk yang lebih besar dari persentase kenaikan harga gabah.

Kebijakan pemerintah melalui berbagai program juga mempunyai arti penting sepertn peningkatan investasi untuk peningkatan areal irigasi. Pembangunan dan rehabilitasi irigasi memiliki peranan yang kuat dalam peningkatan produksi padi. Program lain yang juga berperan adalah pelayanan lcredit untuk petani. Pertanyaan yang muncul adalah sampai sejauh mana perubahan berbagai program tersebut berper~garuh terhadap penawaran dan permintaan padi.

Saat ini muncul beberapa isu yang menjadi perbincangan cukup serius dari para pakar ekonomi dalam berbagai media massa yang relevan dengan upaya mempercepat peningkatan produksi beras dan kesejahteraan petani. Isu tersebut antara lain adalah saran untuk dihapusnya intewensi pemerintah dalam mensubsidi harga di tingkat konsumen, termasuk dalam pengadaan dan operasi pasar beras dengan alasan telah mengakibatkan terjadinya distorsi pasar yang merugikan petani.

Sedangkan tekanan eksternalnya adalah tidak hanya terbatas pada komitmen Indonesia untuk melakukan liberalisasi perdagangan, namun diperkuat melalui komibnen Indonesia pada International Monetary Fund (IMF) untuk menghapuskan segala proteksi yang harus dilakukan pada tahun 199811999 dimana justru lebih awal dari kt:sepakatan dalam AFTA, APEC maupun WTO (Pranolo, 2000).

Sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi kesepakatan tersebut, Indonesia harus bertindak konsekuen dalam menerapkan mekanisme impor dan ekspor pada berbagai komoditi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Erwidodo dan Feridhanusetyawan (1997), aspek yang relevan sebagai implikasi

(7)

liberalisasi perdagangan adalah (1) setiap negara hams membuka din bagi pasar komoditi, jasa dan modal global, (2) setiap negara harus mengurangi proteksi dan subsidi baik bagi produsen maupun konsumen dalam negerinya, dan (3) Pengurangan subsidi ekspor

Dari uraian tersebut, dapat dimmuskan permasalahan dalam penelitian ini secara spesifik sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penawaran dan permintaan beras di pasar domestik dan intemasional.

2. Sejauhmana dampak kebijakan ekonomi (subsidi harga dasar gabah dan subsidi harga pupuk) clan liberalisasi perdagangan terhadap penawaran dan permintaan beras di Indonesia.

3. Sejauh mana dampak kebijakan ekonomi (subsidi harga dasar gabah dan subsidi harga pupuk) dan liberalisasi perdagangan terhadap pembahan kesejahteraan produsen dan konsumen serta penerimaan devisa.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis dampilk kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dan liberalisasi perdagangan terhadap penawaran dan permintaan beras di Indonesia. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan beras di pasar domestik dan internasional.

(8)

2. Mengevaluasi dan meramalkan dampak kebijakan ekonomi dan liberalisasi perdagangan terhadap penawaran dan permintaan beras Indonesia.

3. Mengevaluasi dan meramalkan dampak kebijakan ekonomi dan liberalisasi pe:rdagangan terhadap pembahan kesejahteraan produsen dan konsumen serta pe:nerimaan devisa.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna antara lain adalah: 1. Sebagai bahan pertimbangan kepada pemerintah khususnya dalam peningkatan

produksi padi dan perencanaan kebijakan untuk komoditas beras dalam menghadapi era perdagangan bebas.

2. Menambah pengetahuan penulis tentang dampak kebijakan pemerintah dan lit~eralisasi perdagangan terhadap keragaan komoditas beras di Indonesia.

3. Sebagai data tambahan untuk penelitian yang sejenis pada bidangnya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Karena keterbatasan data, maka untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini dibangun suatu model yang merefleksikan fenomena ekonomi dengan keterbatasan sebagid berikut:

1. D~sagregasi negara-negara eksportir beras ke Indonesia hanya terbatas pada eksportir utama saja, yaitu Thailand, Amerika Serikat, China dan India sedangkan

(9)

disagregasi negara-negara importir selain Indonesia juga termasuk negara Iran Malaysia dan Philipina.

2. Permintaan beras domestik tidak dilakukan disagregasi dan tidak dilakukan ptmisahan berdasarkan jenis beras, begtu juga halnya penawaran beras domestik ticiak dilakukan disagregasi berdasarkan wilayah tetapi secara agregasi nasional. 3. Kebijakan ekonomi hanya melihat dan memfokuskan perhatian kepada kebijakan

harga dasar gabah dan subsidi pupuk. Sehubungan diberlakukannya liberalisasi perdagangan komoditi beras maka dalam studi ini juga mempelajari bagaimana dampak perubahan kesejahteraan produsen dan konsumen.

4. Sehubungan dengan keterbatasan data untuk negara-negara pengekspor dan pengimpor, maka &lam studi ini lebih terfokus pa& altematif kebijakan dalam negeri, dan selanjutnya secara garis besar akan dipelajari kaitannya terhadap penawaran dan permintaan beras akibat dari perubahan harga beras dunia.

5. Analisis yang digunakan adalah model persamaan simultan dengan menggunakan metode pendugaan two stage least squares (2SLS).

6. Pengertian dari liberalisasi perdagangan dalam studi ini adalah kebijakan penghapusan inte~ensi Bulog dalam pengadaan dan penyaluran gabahheras serta penghapusan tarif impor.

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan berfokus pada sifat optik yang dimiliki oleh kaca TZN, mulai dari nilai serapan panjang gelombang pada daerah UV-Vis, nilai energi gap, indeks bias,

"Saya berpikir: "Bukan sekedar berdasarkan keyakinan Alara Kalama menyatakan, "Saya telah mengikuti dan menjalankan Dhamma ini, setelah saya realisasikan

Pelaksanaan bidang-bidang kinerja sangat baik pada kelembagaan kantor penyuluhan (KP) adalah (1) pelibatan tokoh masyarakat, (2) penyusunan rencana kerja penyuluhan,

Interface) berbasis bahasa pemrograman JAVA yang digunakan untuk merancang aplikasi berbasis platform android BAHASA C JAVA PHP PASCAL VB ANDROID FRAMEWORK ….. Untuk dapat

Kemudian cetik niskala adalah meracun korban atau orang dengan sarana yang tidak kelihatan.Cetik ini hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ilmu Leak yang sudah

Alexander Liu (2017), merancang suatu aplikasi sistem pakar diagnosa penyakit pernafasan pada anak dengan metode certainty factor yang berbasis web.. Hasil penelitian adalah

Untuk menentukan jumlah mikroba suatu bahan dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, tergantung pada bahan dan jenis mikroba yang ditumbuhkan atau

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan penggunaan strategi pengubahan pola berpikir dalam mengurangi kecemasan siswa dalam mengemukakan pendapat.