• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Mudah-mudahan laporan ini bermanfaat. Terima kasih. Jakarta, 17 February 2003,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Mudah-mudahan laporan ini bermanfaat. Terima kasih. Jakarta, 17 February 2003,"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja (Adolescent Reproductive Health-ARH) adalah salah satu area dalam bidang Kesehatan yang mendapat perhatian berbagai pihak. Seiring dengan makin besar dan luasnya permasalah Kesehatan Reproduksi rema ja maka kita dituntut untuk memberikan pelayanan informasi tentang Kesehatan Reproduksi remaja yang benar dan seluas -luasnya. Salah strategi agar program ini dapat tepat sasaran dan fokus adalah dengan mengadakan Need Assessment terhadap issue Kesehatan Reproduksi Remaja. Kegiatan ini juga tercantum di dalam Project Document INS/06/01/03 yang merupakan kerja sama dengan UNFPA dan BKKBN. Dengan demikian, maka intervensi program ini akan tepat guna, tepat sasaran dan fokus pada permasalahan yang ada.

Meskipun Need Assessment ini baru dilakukan di lima kota (Palembang, Cirebon, Tasikmalaya, Singkawang dan Kupang) tetapi hasil ini diharapkan dapat menjadi titik tolak terhadap studi sejenis atau pelaksanaan program-program Kesehatan Reproduksi Remaja.

Hasil ini telah beberapa kali mengalami perbaikan berkaitan dengan isi dan data. Oleh sebab itu kami sadar bahwa hasil ini belum baik. Semua masukan dan saran akan sangat berguna untuk perbaikan laporan ini.

Terima kasih kepada Pusat Kajian Kebijakan dan Pendidikan Politik, Yayasan Bhakti Nusantara (di Palembang); LPPPM Universitas Swadaya Gunung Jati (di Cirebon); Lembaga Penelitian Universitas Siliwangi (di Tasikmalaya); Unit Pelatihan Kesehatan Pontianak (di Singkawang) dan Yayasan Bina Insan Mandiri (di Kupan g) yang telah membantu pelaksanaan Needs Assessment di masing- masing daerah. Juga kepada para pelaksana Needs Assessment di lima Youth Center di lima kota tersebut. Terima kasih juga kepada Tim Penyusun laporan ini sehingga laporan ini dapat dieselesaikan sesuai jadwal. Terima kasih juga kepada Bapak Eddy Hasmi dan staf dari Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-hak Reproduksi, BKKBN atas masukan Bapak/Ibu. Kemudian penghargaan bagi Bapak Nesim Tumkaya dan Ibu Farida Sarkawi dari UNFPA atas dukungannya selama ini.

Mudah-mudahan laporan ini bermanfaat. Terima kasih

Jakarta, 17 February 2003,

Dr. Zarfiel Tafal,MPH Direktur Pelaksana

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ... 1 DAFTAR ISI ... ... ... 2 DAFTAR TABEL ... ... . 4 DAFTAR DIAGRAM ... ... 5 BAB I. PENDAHULU A N... ... 8

1.1 Latar Belakang...7

1.2 Tujuan Penelitian ...10

1.2.1Tujuan Umum Penelitian ...10

1.2.2Tujuan Khusus Penelitian ...11

1.3 Kegunaan Penelitian ...11

1.4 Lokasi Penelitian...12

1.5 Metodologi Penelitian ...12

1.5.1 Sumber Data...12

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data ...12

1.5.3 Populasi, Teknik Sampling dan Jumlah Sampel...12

1.6 Analisa Data ...14

1.7 Kelemahan Penelitian...14

BAB II. REMAJA DAN P ERMASALAHAN KESEHATA N REPRODUKSI... ... 14

2.1 Kesehatan Alat-alat Reproduksi...15

2.2 Hubungan dengan Pacar ...16

2.3 Masturbasi ...17

2.4 Hubungan Seksual sebelum Menikah ...17

2.5 Kehamilan yang Tidak Dikehendaki...18

2.6 Aborsi...20

2.7 Penyakit Menular Seksual...21

BAB III. PENGETAHUAN , SIKAP DAN PERILAKU REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI, KELUARGA BERENCANA D AN JENDER ... ... 23

3.1 Profil Responden ...23

3.1.1 Karakteristik Responden...23

3.1.2 Latar Belakang Keluarga Responden ...25

3.2 Pengetahuan Dasar Tentang Kesehatan Reproduksi...28

3.2.1 Pengetahuan Responden Tentang Ciri Kematangan Seksual Laki-laki dan

Perempuan...28

3.2.2 Pengetahuan Responden Tentang Masa Subur...29

3.2.3 Sumber Informasi Tentang Pengetahuan Dasar Kesehatan Reproduksi...30

3.2.4 Tempat Pelayanan Kontrasepsi ...31

3.3 Resiko Reproduksi ...31

3.3.1 Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS...31

3.3.2 Aborsi ...33

3.3.3 Hubungan Seksual Sebelum Menikah...35

(4)

3.5 Kontrasepsi...40

3.6 Keluarga Berencana...43

3.7 Gender...45

B AB IV. KEBUTUHAN REMAJA TERHADAP MEDIA INFORMASI DAN PUSAT PELAYANAN REMAJA ... 47

4.1 Kebutuhan Remaja Terhadap Media Informasi...48

4.2 Pandangan Tentang Pusat Pelayanan Remaja (PPR)...51

4.2.1 Kebutuhan akan Pusat Pelayanan Remaja ...51

4.2.2 Pusat Pelayanan Remaja Yang Dianggap Ideal...52

4.2.3 Jenis Pelayanan Pusat Pelayanan Remaja Yang Disukai ...53

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 57

5.1 Kesimpulan...56

5.2 Rekomendasi ...61

DAFTAR PUSTAKA ... ... 62 LAMPIRAN

(5)

DAFTAR TABEL

TABEL 1.KELOMPOK SAMPEL DAN JUMLAH RESPONDEN... ... 13

TABEL 2.SEBARAN JENIS KELAMIN RESPONDEN... ... 13

TABEL 3.SEBARAN SAMPEL KELOMPOK BTERHADAP LOKASI PENELITIAN... ... 14

TABEL 4.SEBARAN USIA RESPONDEN... ... 23

TABEL 5.SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN RESPONDEN... 24

TABEL 6.SEBARAN AGAMA YANG DIANUT RESPONDEN... ... 24

TABEL 7.STATUS TEMPAT TINGGAL RESPONDEN... ... 24

TABEL 8.UANG SAKU RESPONDEN PER BULAN... 25

TABEL 9.PENDIDIKAN AYAH RESPONDEN... ... 25

TABEL 10.PENDIDIKAN IBU RESPONDEN... 26

TABEL 11.PEKERJAAN AYAH RESPONDEN... ... 27

TABEL 12.PEKERJAAN IBU RESPONDEN... ... 27

TABEL 13.PENGHASILAN RATA-RATA ORANG TUA RESPONDEN DALAM SATU BULAN... 28

TABEL 14.PENGETAHUAN RESPONDEN TENTANG MASA SUBUR... ... 30

TABEL 15.PENGALAMAN RESPONDEN BERPACARAN... 36

TABEL 16.USIA PERTAMA KALI PACARAN... ... 36

TABEL 17.PERNAH/TIDAKNYA RESPONDEN MENGGUNAKAN MEDIA PORNOGRAFI... ... 37

TABEL 18.PERNAH/TIDAKNYA RESPONDEN MELAKUKAN ONANI/ MASTURBASI... 38

TABEL 19.FREKUENSI MELAKUKAN O NANI/MASTURBASI... ... 38

TABEL 20.PENGALAMAN RESPONDEN MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL... ... 39

TABEL 21.FREKUENSI MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL... ... 39

TABEL 22.PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI... ... 40

TABEL 23.TEMPAT MENDAPATKAN ALAT KONTRASEPSI... ... 41

TABEL 24.TINDAKAN YANG DILAKUKAN JIKA TERJADI KEHAMILAN... 42

TABEL 25.PENGERTIAN RESPONDEN TENTANG KELUARGA... 43

TABEL 26.USIA IDEAL LAKI-LAKI UNTUK MENIKAH... 44

TABEL 27.USIA IDEAL PEREMPUAN UNTUK MENIKAH... ... 44

TABEL 28.PENCARI NAFKAH DALAM KELUARGA... 45

TABEL 29.TANGGUNG JAWAB PENGASUHAN,PENDIDIKAN DAN PERAWATAN ANAK DALAM KELUARGA... 46

TABEL 30.PERBEDAAN ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN... ... 47

TABEL 31.PERSEPSI TENTANG WANITA MENGUNGKAPKAN CINTA... ... 47

TABEL 32.ACARA RADIO YANG DIGEMARI REMAJA... 49

TABEL 33.MEDIA CETAK YANG DIGEMARI REMAJA... 49

TABEL 33.STASIUN RADIO YANG PALING POPULER... ... 50

TABEL 34.KLINIK YANG MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA REMAJA... 54

(6)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1. Pengalaman Berhubungan Seksual...38

Diagram 2. Penggunaan Alat Kontrasepsi...39

Diagram 3. Tindakan jika Menghadapi kehamilan yang Tidak Dikehendaki ...41

Diagram 4. Pengalaman Menggunakan Jasa Pusat Pelayanan Remaja ...50

(7)

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja adalah masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa. Pada masa

tersebut seperti pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

terjadinya perubahan-perubahan perkembangan baik fisik, mental maupun peran sosial. Masa

remaja seringkali disebut sebagai masa yang kritis sehingga jika pada masa ini remaja tidak

mendapatkan bimbingan dan informasi yang tepat maka seringkali terjadi masalah yang bisa

mempengaruhi masa depan mereka.

Kena kalan remaja merupakan istilah yang dikaitkan dengan perilaku remaja yang

bertindak tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat. Seks bebas dan kehamilan di kalangan

remaja merupakan salah satu contoh realita perilaku remaja di bidang seksual. Hal ini ditambah

dengan terbatasnya pengetahuan mereka tentang sistem reproduksi, seringkali menyebabkan

perbuatan coba-coba karena ingin tahu mereka membuahkan kehamilan yang tidak

direncanakan. Kehamilan seperti ini sering mengarah kepada tindakan lebih jauh, yaitu tindakan

aborsi. Resiko lain yang dihadapi remaja adalah tertular Penyakit Menular Seksual (PMS)

termasuk HIV/AIDS.

Sampai saat ini tidak ada data di Indonesia yang berskala nasional tentang prevalensi

hubungan seksual sebelum menikah (premarital sex) di kalangan remaja. Namun sebuah

penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Kusuma Buana dan BKKBN pada tahun 1993 yang

dilaksanakan di beberapa daerah menunjukkan adanya jumlah yang signifikan, yaitu antara 10,3

% responden di 12 kota pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Demikian pula

hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1999 oleh Lembaga Demografi Universitas Indonesia

(LD-UI) di 35 kota menunjukkan bahwa 35% responden di 4 propinsi pernah melakukan

hubungan tersebut. Angka tersebut diperoleh dari prosentase remaja laki -laki dan perempuan

yang mempunyai teman yang telah aktif secara seksual (sexually active). Sedangkan jumlah

responden yang telah aktif secara seksual jumlahnya lebih kecil, yaitu 3,4% pada remaja laki -laki

dan 2,3% pada remaja perempuan. Sayangnya selain kedua penelitian tersebut tidak ada

penelitian lain yang bisa membandingkan pergerakan data -data tersebut. Namun ada

peningkatan jumlah remaja yang sudah berhubungan seksual sebelum menikah sejalan dengan

pesatnya perubahan di bidang sosial dan demografi seperti (a) rapuhnya daya dukung sosial dan

keluarga; (b) paparan informasi yang begitu terbuka khususnya mengenai seksualitas; (c)

semakin panjangnya masa antara usia kematangan seksual dengan usia menikah serta (d)

(8)

semakin banyaknya jumlah remaja yang hidup berpisah dari orang tua dan keluarga mereka

dengan tujuan mencari pekerjaan dan menuntut pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (Project

Agreement, The United Nations Populations Fund, 2001, p. 3)

Demikian pula belum banyak penelitian yang komprehensif dan berskala nasional pernah

dilakukan di Indonesia mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan reproduksi remaja.

Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Universitas Indonesia pada tahun 1999 di 4

propinsi menunjukkan bahwa ada keinginan di antara sebagian besar responden untuk menunda

kehamilan setelah menikah, mempunyai keluarga kecil dengan jumlah anak rata -rata 2,5 dan

menjaga jarak antara kelahiran anak selama 4 tahun. Namun di sisi lain, penelitian yang sama

menunjukkan bahwa keinginan mereka tidak didukung oleh pengetahuan yang memadai

berkenaan dengan kesehatan reproduksi. Hanya 50,3% remaja laki-laki dan 57,7% remaja

perempuan yang tahu bahwa kehamilan dapat terjadi meskipun hubungan seksual hanya

dilakukan satu kali. Sangat sedikit responden (antara 0,9% sampai 30,8%) yang mengetahui

dengan baik tentang kapan masa subur berlangsung. (UNFPA, 2001)

Terbatasnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi telah meningkatkan resiko

terjadinya kehamilan yang tida k diinginkan (unwanted pregnancy) yang dapat mengarah pada

dilakukannya tindakan aborsi. Walaupun aborsi dianggap sebagai tindakan ilegal di Indonesia,

namun angka terjadinya aborsi mencapai 750.000 sampai 1.000.000 kejadian per tahun.

Sungguh bukan angka yang kecil. Antara 40 sampai 50% (sebagian besar adalah aborsi yang

tidak aman) dilakukan oleh remaja perempuan. Aborsi biasanya dilakukan secara terselubung

tanpa ada jaminan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan termasuk tata laksana

penanganan komplikasi akibat aborsi. Hanya sedikit lembaga di Indonesia yang secara

profesional menyediakan pelayanan aborsi dan sedikit pula lembaga yang mampu memberikan

pelayanan pengaturan haid (menstrual regulation) berkualitas termasuk bagi remaja yang belum

menika h. (UNFPA, 2001)

Penderita HIV/AIDS yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan pada bulan September

tahun 2000 sebagian besar berusia di bawah 20 tahun dan antara 20 –29 tahun. Sebagian besar

dari mereka tertular karena melakukan hubungan seksual secara tidak aman (unsafe sexual

behaviours) dan melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian. (UNFPA, 2001)

Beberapa studi yang pernah dilakukan (Lembaga Demografi Universitas Indonesia, tahun

1999) menunjukkan sedikitnya pengetahuan yang dimiliki remaja tentang Penyakit Menular

Seksual, selain HIV dan AIDS. Data yang ada menunjukkan bahwa sekitar 50% responden

pernah mendengar tentang HIV/AIDS, namun hanya sedikit sekali yang tahu dengan benar cara

-cara mencegah penularan HIV/AIDS, yaitu (a) hanya berhubungan seksual dengan pasangan

tetap (18%); (b) menggunakan kondom saat behubungan seksual (4%) dan (c) menggunakan

alat suntik yang steril (9,4%). Pengetahuan mereka tentang cara untuk mencegah penularan

(9)

PMS-pun sangat rendah. Hanya 14% responden yang menjawab berhubungan seksual dengan

pasangan tetap dan hanya 5% yang menyebutkan menggunakan kondom. (UNFPA, 2001)

Krisis berkepanjangan yang melanda Indonesiapun telah memaksa banyak remaja dari

kelompok miskin terjun ke dunia prostitusi. Krisis juga menyebabkan pasangan usia muda tidak

mampu menjangkau pelayanan kontrasepsi. Jumlah pasangan muda yang tidak menggunakan

alat kontrasepsi meningkat dari 4% sebelum krisis menjadi 12% setelah terjadinya krisis.

(UNFPA, 2001)

Kesadaran remaja akan kesetaraan jender dalam segala aspek kehidupanpun tidak

memadai. Lebih dari 80% responden remaja berpendapat bahwa pendidikan bagi anak laki -laki

harus dinomorsatukan dibandingkan anak perempuan, terutama jika terdapat keterbatasan

sumber daya. Remaja laki-laki berpendapat bahwa dalam hal kesempatan kerja dan sekolah

perlu dibedakan antara laki -laki dan perempuan, dan dalam menentukan jumlah anak dan

tanggungjwab dalam keluarga. Tujuh puluh lima persen responden berpendapat bahwa tugas

istri adalah untuk memenuhi kebutuhan seksual suami. (UNFPA, 2001)

Walaupun tingkat kebutuhan akan hak-hak kesehatan reproduksi remaja demikian tinggi,

serta adanya pandangan-pandangan yang keliru tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi,

namun pelayanan dan konseling yang berkaitan dengan hal tersebut belum sepenuhnya dapat

diterima oleh masyarakat. Menyediakan pelayanan seperti ini dianggap justru membangkitkan

keingintahuan remaja sehingga bisa mengakibatkan remaja bertindak aktif secara seksual.

Mayoritas masyarakat berpendapat bahwa cara efektif untuk mengurangi hubungan seksual

sebelum menikah adalah dengan menutup segala akses terhadap informasi dan pelayanan

kesehatan reproduksi, disamping memperkuat peran keluarga, moral dan nilai-nilai agama. Di sisi

yang lain, beberapa penelitian justru menunjukkan hal yang sebaliknya. Remaja dengan akses

yang baik pada informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi akan mempunyai pengetahuan

yang sangat baik dan ini mencegah mereka melakukan aktivitas seksual yang tidak

bertanggungjawab (UNFPA, 2001). Jadi dengan memperluas akses informasi tentang seksualitas

dan Kesehatan reproduksi yang benar dan jujur bagi remaja akan membuat remaja makin sadar

akan tanggung jawab prilaku reproduksinya. Lebih lanjut maka remaja akan mampu (empowered)

dalam membuat keputusan dalam perilaku reproduksi mereka. (Zarfiel Tafal, 2000)

Salah satu lembaga di Indonesia yang peduli terhadap persoalan yang dihadapi remaja

seperti yang telah diungkap beberapa penelitian di atas adalah Perkumpulan Keluarga

Berencana Indonesia (PKBI). PKBI telah lama, yaitu sejak awal tahun 1970 -an menaruh

perhatian besar terhadap masalah-masalah remaja, antara lain ketidaktahuan mereka tentang

kesehatan reproduksi. Telah banyak proyek remaja yang dilaksanakan oleh PKBI, antara lain

dengan menyediakan berbagai jenis pelayanan, pemberian informasi dan edukasi kepada remaja

(10)

(melalui ceramah, diskusi, seminar maupun kursus-kursus) yang kemudian berkembang lagi

dengan menyediakan pelayanan konseling (Chatarina Wahyurini, et.al.).

Pusat Pelayanan Remaja (You th Center) sendiri pertama kali didirikan di Jakarta pada

tahun 1992 dengan nama Centra Mitra Muda (CMM). Program ini pertama kali didanai oleh

Pathfinder Fund selama dua tahun dan selanjutnya didanai sepenuhnnya oleh International

Planned Parenthood Federation (IPPF). Pada tahun 1993, program yang sama mulai

dikembangkan di PKBI Daerah Sumatera Utara dam Jawa Barat. Sedangkan tahun 1995 dengan

bantuan dana dari Vision Two Thousand Fund (VTF) mulai dikembangkan pula di PKBI Daerah

Bali, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Selanjutnya, setiap tahun selalu saja ada

penambahan Youth Center di daerah baru (Chatarina Wahyurini, et.al.). Pada saat ini Pusat

pelayanan Remaja telah berdiri di seluruh wilayah operasi PKBI yang mencakup 25 propinsi di

Indonesia (Tafal, 2001).

Youth Center didirikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan remaja

mengenali, memahami dan mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi. Pada tahun 2001

dengan bantuan dari United Nations Populations Fund (UNFPA), PKBI akan mengembangkan

lagi beberapa Pusat Pelayanan Remaja di Kupang, Palembang, Singkawang, Cirebon dan

Tasikmalaya.

Supaya Youth Center dapat berfungsi secara tepat dan optimal maka pengelola Youth

Center harus terlebih dulu mendefinisikan secara tepat kebutuhan, kondisi dan situasi,

pengetahuan, sikap dan perilaku reproduksi sehat remaja. Needs assessment ini dilakukan

untuk menjembatani kesenjangan informasi tentang kehidupan remaja dalam konteks kesehatan

reproduksi.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui:

1 . Pengetahuan, sikap dan perilaku reproduksi sehat remaja SLTA dan Perguruan Tinggi.

2 . Kebutuhan dan harapan tentang strategi dan media KIE yang sesuai bagi remaja sebagai

media komunikasi dan informasi, untuk kelompok umur 15 – 24 tahun, baik yang berada di

sekolah, maupun bekerja di pabrik maupun industri kecil.

3 . Kebutuhan dan harapan akan lokasi, pelayanan, dan personnel Youth Center.

4 . Mendapatkan informasi tentang latar belakang dan karakteristik psikologi, sosial dan ekonomi

remaja SLTA dan Perguruan Tinggi serta pekerja pabrik.

(11)

1.2.2 Tujuan Khusus Penelitian

Tujuan khusus penelitian adalah untuk memahami kesehatan reproduksi remaja melalui

gambaran tentang :

1.

Kesehatan reproduksi

Aspek pengetahuan

Mendapatkan informasi tentang seberapa jauh pengetahuan remaja terhadap: (a) fungsi

anatomi; (b) proses reproduksi; (c) mitos diseputar seksualitas; (d) resiko reproduksi

(KTD, AIDS, dll); (e) perilaku sex beresiko; (f) gender; (g) kontrasepsi dan (h) Keluarga

Berencana

Aspek sikap

Mendapatkan informasi tentang sikap remaja terhadap: (a) proses reproduksi; (b) mitos

diseputar seksualitas; (c) resiko reproduksi (KTD, AIDS, dll); (d) perilaku sex beresiko; (e)

gender; (f) kontrasepsi dan (g) Keluarga Berencana

Aspek perilaku

Mendapatkan informasi tentang perilaku remaja berkaitan dengan: (a) fungsi anatomi; (b)

mitos diseputar seksualitas; (c) perilaku sex beresiko; (d) perilaku sex; (e) gender; (f)

kontrasepsi dan (g) Keluarga Berencana

2.

Kebutuhan dan harapan akan KIE

Mendapatkan informasi tentang kondisi aktual dan harapan remaja berkaitan dengan : (a)

media/sumber informasi yang memuat masalah seksualitas; (b) metode penyampaian

informasi masalah seksualitas

3 .

Kebutuhan dan harapan terhadap Youth Center

Mendapatkan pemahaman tentang kebutuhan dan keinginan remaja akan Youth Center

ditinjau dari (a) lokasi; (b) bentuk layanan / fasilitas; (c) karakter petugas/staf; (d) waktu

layanan; (e) lay out / tata ruang; (f) promosi dan harga pelayanan.

1.3 Kegunaan Penelitian

Needs assessment ini digunakan sebagai masukan dalam rangka merancang dan

melaksanakan proyek agar sesuai dengan lingkungan setempat serta kebutuhan dan keinginan

remaja yang menjadi sasaran (target group), misalnya bagaimana merancang suatu Pusat

(12)

Pelayanan Remaja yang bersahabat, menentukan stasiun radio lokal yang akan dilibatkan dalam

proyek, menentukan lokasi yang efektif untuk menyebarkan materi KIE, dan lain-lain.

1.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lima kota, yakni Kupang di Nusa Tenggara Timur,

Palembang di Sumatera Selatan, Singkawang di Kalimantan Barat serta Cirebon dan

Tasikmalaya di Jawa Barat.

1.5 Metodologi Penelitian

1.5.1 Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh

dari hasil pengumpulan data di lapangan serta data sekunder yang diperoleh dari hasil

-hasil penelitian terdahulu, liputan media massa, serta dokumen-dokumen penting seperti

Pedoman Proyek milik Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan beberapa cara yaitu : (i) wawancara

berstruktur yaitu dengan menggunakan kuesioner, (ii) wawancara mendalam (indepth

interview) dengan menggunakan pedoman wawancara serta (iii) Focus Group Discussion

dengan menggunakan pedoman diskusi.

1.5.3 Populasi, Teknik Sampling dan Jumlah Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah orang muda yang berusia antara 15 – 24 tahun

yang berdiam di Kupang, Palembang, Singkawang, Cirebon dan Tasikmalaya.

Penentuan sampel dilakukan secara Purposive Random Sampling, dimana sampel

diambil secara acak dari suatu kelompok yang dipilih dengan sengaja. Dalam hal ini,

kelompok yang dipilih untuk mewakili populasi remaja adalah, kelompok remaja yang

masih duduk di bangku sekolah, duduk di Perguruan Tinggi serta remaja pekerja (di

Tasikmalaya). Penentuan sampel ini terkait erat dengan target group (kelompok sasaran)

dari tiap-tiap Pusat Pelayanan Remaja di daerah masing -masing. Misalnya saja, Pusat

Pelayanan Remaja di Palembang menetapkan kelompok mahasiswa sebagai kelompok

sasarannya sehingga juga mengambil sampel dari kalangan mahasiswa.

Jumlah seluruh sampel dalam penelitian ini adalah 2.479 orang, yang terbagi

menjadi 4 kelompok, yaitu Sampel Kelompok A, Sampel Kelompok B, Sampel Focus

(13)

Group Discussion dan Sampel Indepth Interview. Seluruh sampel diambil dari populasi

yang sama. Jumlah sampel yang diambil untuk mengetahui pengetahuan dasar tentang

kesehatan reproduksi, resiko reproduksi dan perilaku beresiko berjumlah 1.379 orang.

Kelompok sampel ini disebut Sampel Kelompok A.

Selain 1.379 orang responden yang diwawancarai untuk mengetahui pengetahuan

dasar tentang kesehatan reproduksi, resiko reproduksi dan perilaku beresiko, dilakukan

pula wawancara tambahan terhadap 900 orang responden untuk menggali kebutuhan

remaja terhadap media informasi serta pandangan terhadap Pusat Pelayanan Remaja.

Kelompok sampel ini disebut sebagai Sampel Kelompok B. Informasi yang diperoleh dari

kedua kelompok ini bersifat saling melengkapi. Mengapa penelitian ini menggunakan dua

kelompok sampel. Penyebabnya karena saat analisa data, ternyata ada hal-hal yang

belum tercakup dalam angket yang digunakan. Untuk memperoleh data yang diinginkan,

harus dilakukan wawancara kembali. Karena di lapangan para petugas lapangan

menemui kesulitan untuk menjumpai kembali responden yang telah diwawancarai, maka

diambil sampel baru dari populasi yang sama untuk melengkapi data yang dibutuhkan.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam, dilakukan wawancara

mendalam serta Focus Group Discussion yang masing -masing melibatkan 100 orang

responden, di samping responden Sampel Kelompok A dan Sampel Kelompok B.

Tabel 1. Kelompok Sampel dan Jumlah Responden

Kelompok Sampel

Jumlah Responden

Sampel Kelompok A

1.379

Sampel Kelompok B

900

Sampel Focus Group Discussion

100

Sampel Indepth Interview

100

TOTAL

2.479

Sampel Kelompok A terdiri dari 684 orang laki-laki dan 695 orang perempuan.

Tabel 2. Sebaran Jenis Kelamin Responden

n = 1.379

Jenis

Kelamin

Responden

Kupang

Palem

bang

Singka-wang

Cirebon

Tasik-malaya

F

%

Laki -laki

104

113

73

287

107

684

49,6

Perempuan

122

121

118

213

121

695

50,4

JUMLAH

226

234

191

500

228

1379 100

(14)

0Jumlah Sampel Kelompok B per daerah penelitian dapat dilihat dalam tabel di

bawah ini.

Tabel 3. Sebaran Sampel Kelompok B Terhadap Lokasi Penelitian

n = 900

Lokasi Penelitian

Jumlah responden

%

Kupang 100 11,11 Palembang 200 22,22 Singkawang 200 22,22 Cirebon 200 22,22 Tasikmalaya 200 22,22 JUMLAH 900 100

Sumber : data primer

1.6 Analisa Data

Data yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data

ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi sederhana serta diberikan narasi. Pada beberapa

bagian dari kuesioner, para responden dibol ehkan memberi lebih dari satu jawaban.

1.7 Kelemahan Penelitian

Penelitian ini disadari mengandung beberapa kelemahan. Kelemahan -kelemahan tersebut

antara lain adalah :

(a) Penelitian yang dilakukan di lima lokasi mempunyai perbedaan satu sama lain. Hal ini

menjadi kendala tersendiri dalam proses merangkum seluruh hasil penelitian tersebut.

(b) Kelemahan lain adalah data kualitatif yang tercantum dalam laporan penelitian per daerah

sangat kurang sehingga tidak dapat dikutip untuk dimasukkan ke dalam rangkuman hasil

penelitian ini.

(c)

Dalam proses merangkum hasil penelitian ini, tidak dilakukan observasi di lapangan dan

hanya dilakukan berdasarkan laporan penelitian per daerah. Hal ini menyebabkan beberapa

aspek tidak tergali secara mendalam.

(15)

BAB II.

REMAJA DAN PERMASALAHAN KESEHATAN REPRODUKSI

Remaja dan permasalahannya akhir-akhir ini selalu menjadi sorotan, khususnya yang

berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Kebanyakan permasalahan timbul akibat ketidaktahuan

remaja terhadap sistem dan proses reproduksi yang sebenarnya merupakan bagian integral

dalam kehidupan mereka.

Penelaahan terhadap artikelartikel yang dimuat di media cetak serta pertanyaan

-pertanyaan yang diajukan seputar kesehatan reproduksi remaja yang antara lain diajukan pada

pengasuh rubrik Curhat (yang diasuh oleh Perkumpulan keluarga Berencana Indonesia) dalam

Harian Kompas yang terbit setiap hari Jum’at, sejak bulan Maret 2001 sampai dengan bulan April

2002 memperlihatkan bahwa persoalan terbanyak yang dihadapi remaja adalah (1) seputar

kesehatan alat-alat reproduksi; (2) hubungan dengan pacar; (3) masturbasi; (4) masalah

hubungan seksual sebelum menikah; (5) kehamilan yang tidak diinginkan; (6) aborsi dan (7)

penyakit menular seksual;

2.1 Kesehatan Alat-alat Reproduksi

Masalah kesehatan umum yang dikemukakan para remaja kepada pengasuh Rubrik

Curhat tersebut cukup luas cakupannya. Masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi

kesehatan alat-alat reproduksi reproduksi ini menyentuh remaja perempuan juga remaja laki-laki.

Masalah-masalah yang dihadapi remaja perempuan antara lain adalah: (a) payudara

mengeluarkan cairan, (b) benjolan pada payudara, (c) masalah seputar haid (nyeri haid dan haid

yang tidak teratur), (d) keputihan, dan (e) infeksi saluran reproduksi. Selain itu juga diajukan

pertanyaan-pertanyaan seputar siklus haid, waktu terjadinya masa subur, masalah keperawanan

dan masalah jerawat. Masalah-masalah yang berkenaan dengan kesehatan alat-alat reproduksi

yang dihadapi oleh remaja laki-laki antara lain adalah masalah bentuk dan ukuran penis, jumlah

testis tidak lengkap dan hernia scrotalis.

Semua masalah ini membuat penderitanya merasa cemas. Cemas tidak dapat

mempunyai anak di kemudian hari, cemas tidak dapat membahagiakan istri, cemas tidak dapat

menyusui anaknya di kemudian hari dan gelisah karena merasa dirinya mengidap penyakit

tertentu dan tidak normal. Kecemasan ini terlihat antara lain pada seorang remaja yang

menderita keputihan (“Keputihan yang Memusingkan”, Harian Kompas, 15 Juni 2001, hlm. 34),

“… Apakah keputihan itu wajar ? (hanya keluar saat buang air besar ? … apakah

keputihan seperti itu dapat menyebabkan kemandulan, rusaknya selaput dara dan

(16)

tidak boleh melakukan hubungan seks karena bisa menular ? Apakah penderita

keputihan harus operasi caesar saat melahirkan ?”

Seorang remaja perempuan berusia 26 tahun yang haidnya tidak teratur dan juga

mengalami keputihan merasa gundah dan mengajukan pertanyaan sebagai berikut, (“Kalau

Sering Telat Bulan”, Harian Kompas, 19 Oktober 2001, hlm. 38)

“Apakah ini akan mengganggu kehamilan saya setelah menikah ? Apakah keputihan

saya ini berbahaya ? Kadang saya merasa haid saya belakangan ini lebih sedikit

daripada waktu saya usia belasan tahun. Apakah ada kemungkinan saya akan

mengalami menopause dini atau sejenis penyakit berbahaya berhubung dengan

ketidakteraturan haid ini ?”

Seorang remaja laki-laki yang mempunyai satu testis mengemukakan,

“Apakah seorang cowok yang hanya mempunyai satu buah pelir, kalo udah menikah

bisa mempunyai anak ? Apakah ini bisa diobati, karena terjadi sudah b egitu adanya

(sejak kecil)… “ (“Cemas, Testis Cuma Satu”, Harian Kompas, 16 Agustus 2001,

hlm. 45).

Seorang remaja laki-laki lainnya, sebut saja, namanya R di Bandung menulis,

“Apakah penis yang sedang ereksi harus tegak lurus (seperti besi, benar-benar

lurus?) Kalau agak bengkok sedikit bagaimana ? apakah ini merupakan kelainan ?

(“Sekitar Bulu yang Tak Tumbuh”, Harian Kompas, 31 Agustus 2001, hlm. 38).

2.2 Hubungan dengan Pacar

Persoalan-persoalan yang mewarnai hubungan dengan pacar adalah masalah kekerasan

oleh pacar, tekanan untuk melakukan hubungan seksual, pacar cemburuan, pacar berselingkuh

dan bagaimana menghadapi pacar yang pemarah.

Tindakan seseorang dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan dalam percintaan bila

salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan disakiti dengan apa yang telah dilakukan

pasangannya, baik dalam hubungan suami-istri atau pada hubungan pacaran. (Guntoro Utamadi,

“Kekerasan Dalam Pacaran”, Harian Kompas, 4 Mei 2001, hlm. 37). Seorang gadis melalui

suratnya menyampaikan bahwa setelah berpacaran selama 5 tahun pacarnya telah dua kali

bertindak kasar padanya. Perlakuan kasar pertama yang dialaminya adalah didorong ke dinding

dan yang kedua adalah bajunya ditarik-tarik hingga sobek.

“…saya sadar bahwa saya tidak sempurna. Tetapi karena kejadian kemarin, saya

takut bila rencana pernikahan tetap dijalankan, suatu saat saya pasti akan

mengalami perlakuan kasar untuk ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Apakah

hubungan ini masih tetap saya pertahankan ?” (“Kamu kok Kasar Sih ?”, Harian

Kompas, 4 Mei 2001, hlm. 37)

(17)

Bentuk kekerasan lain adalah paksaan untuk melakukan hubungan seksual. Simak saja

surat yang dilayangkan seorang pelajar perempuan kelas III SMU di Tangerang beberapa waktu

yang lalu dengan sangat terpaksa telah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya.

Hubungan ini terjadi akibat desakan dan tekanan terus menerus dari pacarnya. Perbuatan itu

membuatnya sangat tertekan dan merasa berdosa, namun ia tidak dapat berbuat apa -apa karena

selain takut kehilangan pacarnya, teman-temannya juga banyak yang melakukan hal yang sama.

“Apa yang harus aku lakukan ? Aku takut berdosa dan takut hamil.”, demikian isi salah satu surat

yang ditujukan pada Rubrik Curhat pada Harian Kompas yang diasuh oleh Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia. (“Aku Takut Hamil”, Harian Kompas, 2 Maret 2001, hlm. 35).

2.3 Masturbasi

Masturbasi atau onani adalah salah satu cara yang dilakukan jika seseorang tidak mampu

mengendalikan dorongan seksual yang dirasakannya. Jika dibandingkan dengan melakukan

hubungan seksual, maka onani dapat dikatakan mengandung resiko yang lebih kecil bagi

pelakunya untuk menghadapi kehamilan yang tidak dikehendaki dan penularan penyakit menular

seksual. Bahaya onani adalah apabila dilakukan dengan cara tidak sehat misalnya menggunakan

alat yang bisa menyebabkan luka atau infeksi. Onani juga bisa menimbulkan masalah bila terjadi

ketergantungan/ketagihan, bisa juga menimbulkan perasaan bersalah (Guntoro Utamadi, “Harian

Kompas, 25 Mei 2001).

Seorang remaja laki-laki melayangkan suratnya kepada pengasuh Curhat, begini

penuturannya, “Dorongan Seks yang Menggebu -gebu”, Harian Kompas, 18 Mei 2001, hlm. 37)

“Saya Benny, umur 18 tahun. Saya mengalami masalah dalam hal mengendalikan

diri untuk tidak melakukan masturbasi atau onani. Setiap kali melihat gambar yang

agak merangsang, misalnya gambar bioskop atau di majalah, saya langsung

terangsang dan ingin melakukan onani. Kalau saya tidak melakukannya, saya bisa

pusing, tidak konsentrasi dan rasanya gelisah. Bagaimana cara menghentikan

kebiasaan ini ? apakah saya hiperseks? Saya tidak mau terus-terusan ketagihan.

Saya mulai melakukan onani saat berusia 16 tahun. Atas jawabannya saya ucapkan

terima kasih.”

2.4 Hubungan Seksual sebelum Menikah

Cara para remaja berpacaran dewasa ini berkisar dari melakukan ciuman bibir, raba-raba

daerah sensitif, saling menggesekan alat kelamin (petting) sampai ada pula yang melakukan

sanggama. Dari berbagai penelitian menunjukkan perilaku seksual pada remaja mempunyai

korelasi dengan sikap remaja terhadap seksualitas. Penelitian Sahabat Remaja tentang perilaku

seksual di empat kota menunjukkan bahwa 3,6% remaja di kota Medan; 8,5% remaja di kota

Yogyakarta; 3,4% remaja di kota Surabaya dan 31,1% remaja kota Kupang telah terlibat

(18)

hubungan seks secara aktif. Penelitian yang pernah dilakukan Pusat Penelitian Kependudukan

UGM menemukan 33,5% responden laki-laki di daerah perkotaan di Bali pernah berhubungan

seks, sedangkan di daerah pedesaan di Bali mencapai 23,6%. Di Yogyakarta kota sebesar

15,5% sedangkan di pedesaan 0,5%. (Tito, “Potret Remaja dalam Data”, Harian Kompas, 3

Agustus 2001, hlm. 38) . Sebuah baseline survey di Semarang yang melibatkan 127 orang

responden, yang dilakukan Pilar-PKBI Jawa Tengah yang bekerjasama dengan Tim Embrio

2000, p ada tahun 2000 di Semarang menujukkan bahwa 48% responden meraba daerah sensitif

saat berpacaran, 28% responden telah melakukan petting dan 20% melakukan hubungan

seksual. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa hubungan seks di kalangan remaja tidak

dilakukan secara aman. 61,5% responden yang sudah melakukan hubungan seksual tidak

menggunakan alat kontrasepsi (Guntoro Utamadi, “Remaja dan Kecelakaan”, Harian Kompas, 5

April 2002, hlm. 35).

Perkembangan zaman juga mempengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran para

remaja. Hal ini dapat dilihat bahwa hal-hal yang ditabukan remaja pada beberapa tahun yang lalu

seperti berciuman dan bercumbu, kini sudah dianggap biasa. Bahkan, ada sebagian kecil dari

mereka setuju dengan free sex. Perubahan terhadap nilai ini, misalnya terjadi dengan pandangan

mereka terhadap hubungan seksual sebelum menikah. Dua puluh tahun yang lalu, hanya

1,2%-9,6% setuju hubungan seksual sebelum menikah. Sepuluh tahun kemudian angka itu naik

menjadi 17% setuju, bahkan ada 12,2% remaja setuju free sex. (Tito, “Potret Remaja dalam

Data”, Harian Kompas, 3 Agustus 2001, hlm. 42)

Sebuah surat dari ST di Jakarta Barat, dapat memberikan gambaran mengenai hubungan

seksual sebelum menikah, (“Aku Takluk Begitu Saja”, Harian Kompas, 14 Desember 2001, hlm.

36)

“… aku cewek yang sangat bodoh. Sampai pada waktu kenal cowokpun aku bodoh,

karena mau diajak berhubungan intim sebagaimana layaknya suami-istri. Karena

rayuan dan janji manisnyalah aku takluk begitu saja. Sampai berulang -ulang

kejadian itu. Kami berbeda agama. Aku tahu perbuatanku sangatlah terkutuk dan

melanggar hukum agama. Tetapi bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur…”

2.5 Kehamilan yang Tidak Dikehendaki

Hubungan seksual sebelum menikah sangat beresiko terhadap terjadinya kehamilan yang

tidak diinginkan. Kasus-kasus kehamilan yang tidak dikehendaki sebagai akibat perilaku seksual

di kalangan remaja makin meningkat dari tahun ke tahun. Meski angka kehamilan sebelum

menikah di Indonesia sulit diketahui secara pasti, tetapi berbagai peneliti an menunjukkan bahwa

besarnya angka kehamilan remaja cenderung meningkat. Konsekuensi dari kehamilan remaja ini

adalah pernikahan remaja dan pengguguran kandungan. Hasil penelitian PKBI beberapa waktu

yang lalu menunjukkan, bahwa di Medan, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan Menado

(19)

angka kehamilan sebelum menikah pada remaja dan yang mencari pertolongan untuk digugurkan

meningkat dari tahun ke tahun. Sebuah perkiraan yang dibuat sebuah harian menunjukkan,

setiap tahun satu juta perempuan Indonesia melakukan pengguguran dan 50% berstatus belum

menikah, serta 10 -15% diantaranya adalah remaja. (Tito, “Potret Remaja Dalam Data”, Harian

Kompas, 3 Agustus 2001)

Catatan konseling Sahaja menunjukkan pada tahun 1998/1999 tercatat sebesar 113

kasus kehamilan yang tidak dikehendaki, dengan catatan bahwa hubungan seksual yang

pertama kali biasanya dilakukan dengan pacar (71%), teman biasa (3,5%). Inisiatif hubungan

seksual dilakukan dengan pasangan (39,8%), klien (9,7%) dengan keduanya (11,5%).

Sedangkan keputusan melakukan hubungan seks pertama kali terbanyak tidak direncanakan

(45%), direncanakan (20,4%), dan tempat yang biasa digunakan untuk melakukan hubungan

seks adalah rumah (25,7%) dan hotel (13,3%). (Tito, “Potret Remaja Dalam Data”, Harian

Kompas, 3 Agustus 2001)

Kehamilan yang tidak dikehendaki ini lebih banyak terjadi karena ketidaktahuan remaja

tentang proses reproduksi atau terjadinya kehamilan. Banyak yang beranggapan bahwa

melakukan hubungan seksual hanya satu kali tidak akan menyebabkan kehamilan. Salah satu

bukti ketidakpahaman remaja tentang proses reproduksi dapat terlihat dari surat yang

dilayangkan Tom, di Jakarta (“Seputar Seks Oral”, Harian Kompas, 25 Mei 2001, hlm. 28).

“Beberapa teman saya ada yang kerap melakukan oral seks…dan seringkali saat si

pria ejakulasi, ia mengeluarkannya di dalam mulut si wanita. Apakah si wanita bisa

mengalami kehamilan dengan menelan sperma?”

Karena ketidaktahuannya, seringkali para remaja yang sudah melakukan hubungan

seksual melakukan upaya-upaya untuk menghindari terjadinya kehamilan. Upaya-upaya tersebut

lebih pada cara-cara yang tidak terbukti efektifitasnya dan lebih merupakan mitos belaka. Akibat

dari aktivitas seksual ini ditemukan kasus wanita yang terpaksa hamil. Ketidak tahuan ini

disebabkan akses dan sumber informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi selalu

ditutup (blocking) oleh para orang tua, guru, tokoh agama dan informal dengan alasan belum

waktunya, tabu dll.. Banyak orang tua dan guru yang sebenarnya merasa ragu-ragu dan bingung

menjawab pertanyaan remaja mengenai seksualitas serta masalah fungsi dan proses reproduksi

mereka. Akibatnya remaja tidak mendapatkan informasi yang benar dan jujur yang sebenarnya

sangat mereka perlukan. Tidak heran banyak mitos dan informasi yang salah sering mereka

terima. Di antara mereka ada yang meneruskan kehamilan dan menikah secara baik-baik, namun

ada juga yang berusaha untuk menghentikan kehamilan (aborsi) dengan cara minum jamu,

minum pil tuntas, diurut/dipijat. Karenanya, kerapkali kehamilan tetap terjadi. Sebuah surat lain

(20)

dilayangkan oleh Nita (bukan nama sebenarnya di Surabaya), (“Setelah Hamil Lalu Bingung”,

Harian Kompas, 16 Maret 2001, hlm. 37)

“Saya sedang bingung. Saya tidak tahu harus cerita kepada siapa. Nama saya,

sebut saja Nita di Surabaya. Saya punya pacar dan telah jalan bareng selama 2

tahun. Sejak enam bulan yang lalu, pacaran kami sudah selayaknya suami-istri.

Selama ini sih tidak terjadi apa -apa karena saya selalu minum Pil Tuntas sesudah

berhubungan. Tetapi sekarang saya khawatir karena sudah terlambat menstruasi

empat minggu. Kemarin saya periksa ke dokter dan positif hamil. Saya bingung

sekali, saya harus bagaimana ? Saya dan pacar masih sama-sama sekolah. Kami

enggak mungkin menikah…”

2.6 Aborsi

Salah satu cara menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan adalah dengan melakukan

tindakan aborsi. Aborsi masih merupakan tindakan yang ilegal di Indonesia. Tidak ada data yang

pasti tentang angka kejadian aborsi di Indonesia, namun beberapa studi dan penelitian

menunjukkan bahwa angka tersebut cukup tinggi. Sebuah studi yang didanai oleh UNFPA pada

tahun 2001 menunjukkan bahwa angka kejadian aborsi mencapai 2 juta kasus tiap tahun. Angka

ini berarti 37 aborsi per 1.000 wanita usia 15-49 tahun, atau 43 aborsi per 100 kelahiran hidup,

ata u 30% dari kehamilan (Budi Utomo,et.al, 2001).

Penelitian lain memperkirakan bahwa di Indonesia terjadi 2,3 juta kasus abortus setiap

tahun, yang terdiri dari 1 juta abortus spontan, 0,6 juta karena kegagalan KB dan 0,7 juta karena

tidak menggunakan alat kontrasepsi (Affandi, 2000). Survey yang dilakukan di beberapa klinik di

Jakarta, Medan, Surabaya dan Denpasar menunjukkan bahwa abortus dilakukan 89% pada

wanita yang sudah menikah, 11% pada wanita yang belum menikah dengan perincian: 45%

akan menikah kemudian, 55% belum ada rencana menikah. Sedangkan golongan umur mereka

yang melakukan abortus adalah 34% berusia antara 30-46 tahun, 51% berusia antara 20 -29

tahun dan sisanya 15% berusia dibawah 20 tahun. Yang sangat memprihatinkan adalah

sebagian besar abortus tersebut merupakan unsafe abortion (Affandi, 2000). Upaya sendiri untuk

melakukan aborsi banyak dilakukan dengan mengkonsumsi obat-obatan tertentu, jamu, dll.

Misalnya saja dari surat yang dilayangkan kepada pengasuh rubrik Curhat seperti berikut ini

(“Pernah Aborsi Pakai Obat”, Harian Kompas, 10 Agustus 2001, hlm.34).

“Saya seorang wanita berusia 19 tahun. Saya pernah berpacaran selama 3 tahun

dengan seorang pria. Selama pacaran kami pernah melakukan hubungan badan

dan tanpa kami sadari saya hamil satu bulan. Karena kami belum siap dengan

terpaksa saya menggugurkannya dengan mengkonsumsi obat-obatan. Adakah efek

samping dengan cara yang saya lakukan? Apakah saya akan mendapat keturunan

lagi mengingat cara yang saya lakukan itu?”

(21)

2.7 Penyakit Menular Seksual

Hubungan seksual sebelum menikah juga beresiko terkena penyakit menular seksual

seperti sifilis, gonorhoe, herpes sampai terinfeksi HIV. Seorang remaja perempuan di Jakarta

dalam suratnya menuturkan (“Cemas Karena Herpes”, Harian Kompas, 3 Agustus 2001, hlm. 37)

Saya cewek 20 tahun, masih kuliah… beberapa waktu yang lalu saya menjalin

hubungan dengan seorang laki-laki. Dia jauh lebih tua dari saya dan kami sempat

melakukan hubungan seperti layaknya suami-istri. Terus terang waktu itu saya tidak

terlalu mempermasalahkannya. Namun hal inilah yang membuat saya menyesal dan

mengalami penyakit di bagian kemaluan saya. Pertama, muncul luka-luka kecil

berupa bintil -bintil berisi air dan warnanya kemerahan, rasanya perih dan sangat

gatal. Waktu itu saya juga demam dan rasanya pegal-pegal. Waktu saya periksakan

ke dokter, katanya saya terkena herpes kelamin. Yang membuat saya shock adalah

katanya penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Apa betul ? Lalu bagaimana dengan

keadaan saya ? Apa yang harus dilakukan ? Apa sebenarnya penyakit herpes

kelamin itu ?

Tanpa disadari, ia telah tertular penyakit menular seksual, yaitu herpes genitalis akibat

hubungan seksual yang telah dilakukannnya bersama pacarnya. Aktivitas seksual di luar nikah

karena tidak mampu mengon trol diri serta tidak mempunyai pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi. Jenis penyakit herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual yang paling

banyak terjadi di dunia terutama di kalangan orang muda. Herpes genitalis dapat menimbulkan

epidemi dan sekarang diperkirakan menyebar di antara setengah juta orang per tahun. (Guntoro

Utamadi, “Herpes Genitalis”, Harian Kompas, 19 November 2001, hlm. 42)

Sebenarnya tidak ada bukti statistik akurat yang dapat diandalkan mengenai jumlah

penderita penyakit ini dan penyebarannya secara pasti. Hal ini disebabkan oleh rasa malu dan

stigma yang melekat pada penderita herpes, sulitnya penyakit ini dideteksi atau diidentifikasi

pada orang tertentu, serta adanya kesalahan diagnosis serta tidak dicatat sebagai PMS, dan

sebagainya. (Guntoro Utamadi, “Herpes Genitalis”, Harian Kompas, 19 November 2001, hlm. 42)

Kasus lain tentang penularan penyakit menular seksual terjadi pada Ade, seperti yang

dituturkannya kepada pengasuh Rubrik Curhat sebagai berikut, (“Bercak Putih di Celana”, Harian

Kompas, 8 Februari 2002, hlm. 30).

Nama saya Ade, 25 tahun. saya mau minta tolong Curhat untuk mengatasi rasa

cemas saya selama ini. Sekitar 4 bulan yang lalu saya sempat kenalan sama cewek,

dan kemudian kami melakukan hubungan seksual. Waktu itu saya terus takut

soalnya kayaknya cewek itu perek atau pekerja seks, soalnya kayaknya dia

gampang banget. Abis itu seminggu setelahnya saya mengalami rasa sakit pas mau

kencing. Rasanya perih dan kemudian suka ada bercak cairan putih kekuningan

kayak nanah di celana dalam saya. Saya takut kalaus aya kena Sifilis atau AIDS.

Terus saya minum antibiotik yang saya dapat dari teman. Saya tidak ke dokter

soalnya malu dan takut. Setelah seminggu, rasa sakit itu hilang. Saya sangat

(22)

menyesal dengan kejadian itu. Pertanyaan saya adalah kalau rasa sakit dan nanah

itu udah hilang, apakah saya memang sudah benar-benar sembuh ?”

Kasus di atas menunjukkan bahwa karena melakukan hubungan seksual sebelum menikah

dengan seorang remaja perempuan tanpa perlindungan alat kontrasepsi, ia kemudian tertular

penyakit menular seksual yang kemungkinan adalah kencing nanah (gonorhoe).

(23)

BAB III.

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU REMAJA TENTANG KESEHATAN

REPRODUKSI, KELUARGA BERENCANA DAN JENDER

3.1 Profil Responden

3.1.1 Karakteristik Responden

Seperti yang telah dikemukakan pada bagian pendahuluan, responden yang termasuk

Sampel Kelompok A berjumlah 1.379 orang yang terdiri dari 684 orang laki-laki dan 695 orang

perempuan.

Usia responden berkisar antara 15 tahun sampai 24 tahun. Proporsi usia yang terbesar

adalah usia 15 – 19 tahun sebanyak 969 orang (70,27%) sedangkan kelompok umur 20 – 24

tahun sebanyak 410 orang (29,73%).

Tabel 4. Sebaran Usia Responden

n = 1.379

Usia

Responden

(Tahun)

Kupang Palembang Singkawang Cirebon

Tasik-

Malaya

F

%

15 – 19

168

0

172

451

178

969 70,27

20 – 24

58

234

19

49

50

410 29,73

JUMLAH

226

234

191

500

228

1379 100

Sumber : data primer

Responden sebagian besar duduk di bangku Sekolah Menengah Umum (SMU), yaitu

sebanyak 776 orang (56,27%) dari Sampel Kelompok A (n=1.379), sebagian lagi duduk di

bangku Perguruan Tinggi sebanyak 327 orang (23,71%). Jumlah responden yang duduk di

bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 222 orang (16,1%). Sedangkan

responden yang berpendidikan Sekolah Dasar berjumlah 54 orang (3,92%). Sebagian besar dari

mereka tidak lagi melanjutkan sekolah dan bekerja pada sektor-sektor industri.

(24)

Tabel 5. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden

n =1.379

Tingkat

Pendidikan

Kupang

Palem-bang

Singka-wang

Cirebon

Tasik-malaya

F

%

Sekolah Dasar

0

0

0

0

54

54

3,92

SLTP

64

0

73

0

85

222

16,1

SMU

104

0

118

465

89

776

56,27

Perguruan Tinggi

58

234

0

35

0

327

23,71

JUMLAH

224

234

191

500

228

1379 100

Sumber : data primer

Mayoritas responden memeluk agama Islam, sebanyak 970 orang (70,34%) dari jumlah

sampel. Sampel penelitian juga mencakup remaja pemeluk agama Katolik sebanyak 175 orang

(12,69%), agama Protestan sebanyak 195 orang (14,14%), juga agama Hindu dan Budha,

masing -masing sebanyak 6 orang (0,44%) dan 33 orang (2,39%). Sebagian besar sampel yang

beragama Budha dapat dijumpai di daerah Singkawang (Kalimantan Barat).

Tabel 6. Sebaran Agama yang Dianut Responden

n =1.379

Agama

Yang Dianut

Kupang

Palembang Singkawang

Cirebon

Tasik-

Malaya

F

%

Islam

9

225

89

433

214

970 70,34

Katolik

84

4

34

39

14

175 12,69

Protestan

131

4

37

23

0

195 14,14

Hindu

1

0

0

5

0

6

0,44

Budha

1

1

31

0

0

33

2,39

JUMLAH

226

234

191

500

228

1379 100

Sumber : data primer

Sebagian besar responden (905 orang atau 65,63%) masih tinggal bersama orang tua

mereka. Sebagian responden ada pula yang tinggal bersama saudara, yaitu sebanyak 270 orang

(19,58%) serta ada responden yang tinggal sendiri/kos sebanyak 204 orang (14,79%).

Tabel 7. Status Tempat Tinggal Responden

n =1.379

Tempat Tinggal

Responden

Kupang

Palem-bang

Singka-wang

Cirebon

Tasik-malaya

F

%

Bersama Orang Tua

120

127

137

360

161

905 65,63

Dengan Saudara

45

34

48

103

40

270 19,58

Tinggal sendiri/ indekos

61

73

6

37

27

204 14,79

JUMLAH

226

234

191

500

228

1379 100

(25)

Kebanyakan responden (673 orang atau 48,8%) menerima uang saku kurang dari Rp

100.000,- per bulan. Sebagian (414 orang atau 30,02%) lagi menerima uang saku antara Rp

100.000,- sampai Rp 200.000,- per bulan dan sebagian lagi (175 orang atau 12,69%) menerima

antara Rp 200.000,- - Rp 300.000,- per bulan. Ada117 orang responden (8,43%) yang menerima

uang saku di atas Rp 300.000,- per bulan.

Tabel 8. Uang Saku Responden Per Bulan

n =1.379

Besarnya Uang

Saku Responden

(Rp)

Kupang

Palem-bang

Sing-kawang

Cirebon

Tasik-malaya

F

%

< 100.000,-

176

58

94

219

126

673

48,8

100.001,- - 200.000,-

36

70

47

210

51

414 30,02

200.001,- - 300.000,-

14

56

31

49

25

175 12,69

300.001,- - 400.000,-

0

27

14

14

26

81

5,87

> 400.001, -

0

23

5

8

0

36

2,61

JUMLAH

226

234

191

500

228

1379 100

Sumber : data primer

Dari antara 1.379 orang responden, sebagian besar mempunyai hobby olah raga

(48,05%). Sisanya mempunyai hobby bervariasi antara kesenian, organisasi dan kegiatan lainnya

seperti menjahit, pencinta alam, berkebun, beternak, pertukangan dan berkemah.

3.1.2 Latar Belakang Keluarga Responden

Pendidikan ayah responden berada pada tingkat menengah. Sebagian besar

berpendidikan SMU, yaitu sebanyak 522 orang (37,61%), sebanyak 346 orang berpendidikan

Sekolah Dasar (25,09%), 291 orang (20,97%) berpendidikan Perguruan Tinggi, 212 orang

(15,37%) berpendidikan Sekolah Lanjutan Pertama dan ada pula 8 orang (0,58%) yang tidak

sekolah.

Tabel 9. Pendidikan Ayah Responden

n =1.379

Pendidikan Ayah

Responden

Kupang

Palem-bang

Singka-wang

Cirebon

Tasik-malaya

F

%

Tidak sekolah

0

0

1

3

4

8

0,58

SD

52

16

51

74

153

346 25,09

SLTP

34

21

46

71

40

212 15,37

SMU

104

125

61

204

28

522 37,85

Perguruan Tinggi

36

72

32

148

3

291

21,1

JUMLAH

226

234

191

500

228

1379 100

(26)

Tingkat pendidikan ibu para responden sebagian besar juga berpendidikan sampai tingkat

Sekolah Menengah Umum, yaitu sebanyak 488 orang (35,39%). Sebagian lagi berpendidikan

Sekolah Dasar, yaitu sebanyak 425 orang (30,82%), sebagian berpendidikan Sekolah Lanjutan

Pertama, yaitu sebanyak 292 orang (21,17%). Ibu responden yang mengenyam pendidikan

sampai tingkat Perguruan Tinggi berjumlah 87 orang (6,27%), sedangkan yang tidak bersekolah

berjumlah 87 orang (6,31%). Ibu responden yang tidak sekolah kebanyak berasal dari

Singkawang, Tasikmalaya, Cirebon dan Kupang. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat

pendidikan para ibu responden lebih rendah jika dibandingkan dengan para ayah

responden. Proporsi para ibu yang bersekolah sampai ke tingkat SMU dan Perguruan Tinggi

hanya 41,7% sedangkan para ayah yang mencapai kedua tingkat pendidikan tersebut sebesar

58,95%. Para ayah responden yang tidak bersekolah hanya sebesar 0,58% sedangkan para ibu

responden yang tidak bersekolah mencapai 6,31%.

Tabel 10. Pendidikan Ibu Responden

n =1.379

Pendidikan Ibu

Responden

Kupang

Palem-bang

Singka-wang

Cirebon

Tasik-malaya

F

%

Tidak sekolah

15

0

24

20

28

87

6,31

SD

68

35

72

142

108

425

30,82

SLTP

42

47

43

104

56

292

21,17

SMU

86

116

35

219

32

488

35,39

Perguruan Tinggi

15

36

17

15

4

87

6,31

JUMLAH

226

234

191

500

228

1379 100

Sumber : data primer

Sebagian besar ayah responden bermatapencaharian sebagai wiraswastawan, yaitu

sebanyak 345 orang (25,02%), terutama responden di daerah Cirebon. Pekerjaan lain yang juga

ditekuni oleh para ayah responden adalah buruh/tani/nelayan, sebanyak 324 orang (23,5%).

Ayah responden yang bekerja sebagai buruh/tani/nelayan, sebagian besar adalah mereka yang

berdiam di Tasikmalaya. Pekerjaan yang juga banyak ditekuni oleh ayah responden adalah

Pegawai Negeri Sipil/ABRI/Polri, yaitu sebanyak 284 orang (20,59%), terutama responden di

Kupang dan Palembang. Namun ada pula ayah responden yang tidak bekerja yaitu sebanyak 23

orang (1,67%), terbanyak dari Tasikmalaya.

(27)

Tabel 11. Pekerjaan Ayah Responden

n =1.379

Pekerjaan Ayah

Responden

Kupang

Palem-bang

Singka-wang

Cirebon

Tasik-malaya

F

%

Tidak bekerja

0

1

6

7

9

23

1,67

Buruh/tani/ nelayan

68

19

57

72

108

324

23,5

Pedagang

8

20

13

85

23

149

10,8

Pegawai Negeri/ABRI/Polri

77

75

51

73

8

284 20,59

Pegawai Swasta

11

29

37

68

20

165 11,97

Wiraswasta

36

60

19

172

58

345 25,02

Pensiunan

26

30

8

23

2

89

6,45

JUMLAH

226

234

191

500

228

1379 100

Sumber : data primer

Sebagian besar (616 orang atau 44,67%) para ibu responden dianggap tidak bekerja,

karena hanya bekerja di sektor domestik. Sisanya ada yang bermatapencaharian sebagai

wiraswasta, yaitu sebanyak 178 orang (12,91%); pedagang sebanyak 180 orang (13,05%);

Pegawair Negeri Sipil/ABRI/Polri, yaitu sebanyak 180 orang (13,05%); serta ada sebagian kecil

yang bekerja sebagai pegawai swasta (68 orang atau 4,93%) dan pensiunan (14 orang atau

1,02%).

Tabel 12. Pekerjaan Ibu Responden

n =1.379

Pekerjaan Ibu

Responden

Kupang

Palem-bang

Singka-wang

Cirebon

Tasik-malaya

F

%

Tidak bekerja

106

121

89

257

43

616 44,67

Buruh/tani/ nelayan

44

12

21

3

63

143 10,37

Pedagang

7

25

13

78

57

180 13,05

Pegawai Negeri/ABRI

36

41

39

59

5

180 13,05

Pegawai Swasta

7

5

15

29

12

68

4,93

Wiraswasta

21

28

9

72

48

178 12,91

Pensiunan

5

2

5

2

0

14

1,02

JUMLAH

226

234

191

500

228

1379 100

Sumber : data primer

Penghasilan rata -rata orang tua responden sebagian besar adalah di atas Rp 800.000,-

(Delapan Ratus Ribu Rupiah) per bulan, yaitu sebanyak 376 orang (27,92%). Sebagian besar

orang tua responden yang berpenghasilan di atas jumlah tersebut adalah mereka yang berada di

kota Cirebon. Sebagian kecil orang tua responden bahkan hanya menerima penghasilan lebih

kecil dari Rp 200.000,- (Dua Ratus Ribu Rupiah) perbulan. Sebagian besar adalah mereka yang

berdiam di Singkawang.

(28)

Tabel 13. Penghasilan Rata-rata Orang Tua Responden Dalam Satu Bulan

n =1.379

Penghasilan

Rata-rata Orang

Tua Responden

Per Bulan (Rp)

Kupang

Palem-

bang

Singka-

wang

Cirebon

malaya

Tasik-

F

%

< 200.000

7

12

28

20

0

67

4,86

200.001 – 300.000

9

5

16

34

2

66

4,79

300.001 – 400.000

28

10

13

34

69

154

11,17

400.001 – 500.000

28

15

41

50

45

179

12,98

500.001 – 600.000

23

31

14

46

47

161

11,68

600.001 – 700.000

30

17

15

48

32

142

10,3

700.001 – 800.000

35

51

14

101

33

234

16,97

> 800.001

66

93

50

167

0

376

27,92

JUMLAH

226

234

191

500

228

1379 100

Sumber : data primer

3.2 Pengetahuan Dasar Tentang Kesehatan Reproduksi

Seperangkat pertanyaan mengenai ciri-ciri kematangan seksual, masa subur dan

tempat-tempat yang menyediakan pelayanan kontrasepsi diajukan untuk mengetahui sejauh mana

pengetahuan responden mengenai hal-hal tersebut. Mereka boleh memberi jawaban lebih dari

satu. Analisis yang disampaikan di sini adalah lebih pada kualitatif.

3.2.1 Pengetahuan Responden Tentang Ciri Kematangan Seksual Laki-laki dan

Perempuan

Kebanyakan responden (70,92%) tahu bahwa seorang pria dikatakan matang secara

seksual bila sudah mengalami mimpi basah. Namun pemahaman ini bercampur dengan mitos

-mitos bahwa kematangan seksual laki-laki juga ditandai dengan sudah dikhitan dan sudah

pernah melakukan hubungan seksual.

Di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur, penyunatan pria merupakan ritual siklus

hidup (sifon) yang harus dijalankan kaum laki-laki menjelang dewasa beberapa suku yang

terdapat di daerah tersebut. Seusai penyunatan, pria yang bersangkutan diwajibkan melakukan

hubungan seks untuk menguji coba kejantanannya (PKBI dan Yayasan Bina Insan Mandiri,

2001). Di Palembang, hasil FGD dan wawancara mendalam mengungkapkan bahwa

kematangan seksual laki-laki diukur dari usia seseorang (yaitu kalau sudah mencapai usia 23

tahun) dan sudah pernah menggunakan alat kelaminnya untuk berhubungan seksual.

(29)

Beberapa orang responden menambahkan bahwa dada yang membesar, suara berubah,

tubuh kumis, dan jakun merupakan tanda lain dari ciri kematangan seksual seorang pria.

Sebagian kecil responden (8,57%) mengaku tidak tahu sama sekali ciri-ciri kematangan seksual

laki-laki.

Pengetahuan responden tentang ciri kematangan seksual perempuan ternyata cukup

baik. Kebanyakan responden yaitu sebanyak 80,04% mengetahui bahwa ciri kematangan

seksual perempuan ditandai terjadinya menstruasi. Pemahaman inipun bercampur dengan

pemahaman yang tidak tepat serta mitos-mitos di masyarakat, seperti membesarnya payudara

dan pinggul dan pengalaman berhubungan seksual sebagai ciri kematangan seksual

perempuan. Sebagain kecil responden (5,4%), mengaku tidak tahu tentang ciri kematangan

seksual perempuan.

Dari jawaban-jawaban yang diberikan responden tentang ciri kematangan seksual di atas

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pengetahuan tentang ciri

kematangan seksual laki -laki dan perempuan, hanya saja pemahaman ini bercampur dengan

ciri-ciri kematangan sekunder lainnya (tumbuhnya payudara dan jakun) dan mitos -mitos keliru yang

menganggap pengalaman berhubungan seksual (baik pada laki-laki dan perempuan) sebagai

tanda kematangan seksual.

3.2.2 Pengetahuan Responden Tentang Masa Subur

Pengetahuan responden mengenai masa subur perempuan dapat dikatakan kurang

memadai. Sebagian besar menyebutkan masa subur dalam konteks ‘waktu terjadinya’ sehingga

sebagian besar memilih jawaban seminggu sebelum atau setelah menstruasi. Waktu terjadinya

masa subur sendiri sulit untuk dipastikan karena siklus haid dan kondisi fisik individu yang

berbeda -beda. Dari segi ilmu kebidanan, titik puncak kesuburan terjadi 14 hari sebelum hari haid

berikutnya. Karena siklus haid pada perempuan tidak sama, maka masa subur diperkirakan

terjadi 3-5 hari sebelum dan setelah hari ke 14 tersebut (kurang lebih 10 hari di tengah suatu

siklus haid). Berdasarkan waktu terjadinya masa subur, dapat dikatakan bahwa pengetahuan

responden tentang masa subur sangat kurang karena sebagian besar (733 orang atau

53,15%) menjawab bahwa masa subur adalah “seminggu setelah menstruasi”. Hanya 15,21%

dari jumlah responden (n=1.379) yang tahu dengan benar bahwa masa subur perempuan adalah

keluarnya sel telur dari indung telur (ovarium). Sedangkan 258 orang responden (18,71%)

mengaku tidak tahu tentang masa subur perempuan.

Tingkat pendidikan dan usia responden tidak berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

tentang masa subur. Di kota Palembang di mana seluruh respondennya adalah mahasiswa

Gambar

Tabel 3. Sebaran Sampel Kelompok B Terhadap Lokasi Penelitian
Tabel 4. Sebaran Usia  Responden
Tabel 5. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden  n =1.379
Tabel 8. Uang Saku Responden Per Bulan  n =1.379  Besarnya Uang  Saku Responden  (Rp)  Kupang  Palem-bang
+7

Referensi

Dokumen terkait

dalam memainkan game ini, berisi cerita yang. menggambarkan keberhasilan atau

Also, it is imperative to compute The New Year, the Sabbatical years and Jubilees according to the Jubilee Solar Calendar. The most difficult thing for most of us is to

Dengan stop dan wait protocol tidak akan pernah lebih dari pada satu frame yang akan dikirim dalam a sekali waktu, oleh karena itu sebuah kapasitas buffer

Pada poin 1.0 sistem penjualan online mencatat member baru yang melakukan registrasi kedalam database tabel.. login , agar member atau admin yang

Kemudian user akan menginputkan data silabus/catatan dosen setelah mengajar dan menyimpannya, kemudian system akan menampilkan hasil inputan dan admin akan

diajukanuntukmemenuhisebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri.

total dengan menggunakan metode Kjeldahl, penetapan P tersedia dengan metode Bray II, penetapan K tersedia dengan metode K terlarut dalam air, dan penetapan BO

Penggambaran waktu ulang dipresentasikan dalam diagram batang dengan arah horizontal, dan ditampilkan juga waktu lampu merah dengan garis merah, dan waktu lampu hijau dengan