• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMANFAATKAN KEKAYAAN FLORA DI DAERAH TROPIS SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI UNTUK MENURUNKAN ANGKA KASUS DBD DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMANFAATKAN KEKAYAAN FLORA DI DAERAH TROPIS SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI UNTUK MENURUNKAN ANGKA KASUS DBD DI INDONESIA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MEMANFAATKAN KEKAYAAN FLORA DI DAERAH

TROPIS SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI UNTUK

MENURUNKAN ANGKA KASUS DBD DI INDONESIA

SEPTIRIA IRAWATI

Penulis adalah seorang mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Ia lahir pada 25 September 1989. Penulis dapat dihubungi melalui email: iratangguh@live.com

(2)

MEMANFAATKAN KEKAYAAN FLORA DI DAERAH TROPIS SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI UNTUK MENURUNKAN ANGKA KASUS DBD DI INDONESIA

SEPTIRIA IRAWATI Abstract

DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) is one of the most dangerous threats for public health in the world. In Indonesia, DHF can spread rapidly so this country has the highest number of DHF cases in South-East Asia Region. One of the factors that can cause this thing is the characteristic of climate in Indonesia which is tropical. In another side, this tropical condition is advantageous to make wealthy natural source especially flora wealth that can grow very well in Indonesia. Nowadays, eradication of DHF in Indonesia still has risk to human an environmental health due to the excess of synthetic-chemical using. But actually, in that various flora wealth, there are many species that can be used as repellent for mosquitoes and larvaside for vector of DHF so that can be alternative solution which is safe to reduce the case number of DHF in Indonesia.

(3)

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat di dunia. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan subtropis. Berdasarkan perhitungan WHO (2006) terkini, setidaknya ada 100 negara di dunia yang menjadi daerah endemik DBD dan sekitar 40% dari populasi dunia (2,5 milyar orang) berisiko terkena DBD.

Penyakit DBD mampu menyebar dengan sangat cepat, mempengaruhi penurunan ting-kat produktivitas manusia, dan yang paling penting dapat menyebabkan kematian (WHO, 2006). Jumlah kasus DBD yang dilaporkan dari sembilan negara di wilayah Asia Tenggara mencapai 218.821 kasus pada tahun 1998. Sejak tahun 2003, kecenderungan laporan kasus DBD meningkat walaupun angka kematian dipertahankan di bawah 1% (WHO, 2006).

Di Indonesia, DBD masih menjadi masalah yang selalu menyita perhatian pemerintah dan masyarakat setiap tahun-nya. Hingga tahun 2006, World Health Organization (WHO) menempatkan Indonesia di peringkat pertama pada angka kejadian dan kematian akibat DBD di Asia Tenggara. Laporan WHO di Asia Tenggara menyebutkan bahwa sejak tahun 2004 Indonesia memiliki angka kasus DBD tertinggi. Bahkan pada tahun 2006, Indonesia melapor-kan 57% kasus DBD dari sebelas negara yang ada dan me-nunjukkan kecenderungan pe-ningkatan pada tahun-tahun berikutnya. Ramalan Intergo-vernmental Panel on Climate Change tahun 1996

me-nyebutkan insidens DBD di Indonesia dapat meningkat tiga kali lipat pada tahun 2070 (Sintorini, 2007).

Banyak yang menduga bahwa KLB (Kejadian Luar Biasa) DBD yang terjadi setiap tahun hampir di seluruh Indonesia terkait erat dengan pola cuaca di Asia Tenggara. Cuaca dan iklim berpengaruh terhadap penyakit yang berbeda dengan cara yang berbeda. Penyakit yang ditularkan melalui nyamuk seperti DBD berhubungan dengan kondisi cuaca yang hangat seperti di Indonesia yang beriklim tropis. Suhu yang meningkat sampai 34oC akan mempengaruhi suhu

air pada tempat perindukan nyamuk yang selanjutnya berpengaruh terhadap penetasan telur menjadi larva secara lebih cepat (Sintorini, 2007). Selain itu, menurut ahli entomologi kesehatan dari Fakultas Ke-dokteran Hewan IPB, Upik Kusumawati Hadi, perilaku nyamuk perantara penularan (vektor) penyakit demam ber-darah sudah berubah. Nyamuk yang sebelumnya hanya ber-kembang biak di air yang tidak bersentuhan langsung dengan tanah kini juga sudah bisa hidup pada air yang bersentuhan langsung dengan tanah (Ant/Ogi).

Di lain sisi, pemerintah dan masyarakat terus berusaha melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka kasus DBD di Indonesia. Gerakan pemberantasan nyamuk yang telah digaungkan sejak lama adalah 3M (Menguras, Meng-ubur, Menimbun) pada tempat-tempat yang berpotensi sebagai perindukan nyamuk. Selain itu, pengendalian Aedes aegypti dilakukan secara kimia, ter-utama pada larva menggunakan larvasida temefos (abate) (Utari, 2007:1).

(4)

Penggunaan bahan kimia dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia, disebabkan adanya residu bahan kimia kimia yang tertinggal di lingkungan. Menurut Caval-canti, temefos (abate) diduga beracun karena dapat menyebabkan sakit kepala, iritasi, dan hilang ingatan. Selain itu, abate juga bersifat beracun pada beberapa hewan air. Larvasida abate dapat masuk ke dalam rantai makanan dan semakin terakumulasi dengan semakin tingginya tingkat rantai makanan (Utari, 2007:1).

Masyarakat kerap meng-gunakan insektisida sintetis dalam mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti secar berlebihan dan tidak terkendali. Penggunaan insektisida sintetis ini pada kurun waktu 40 tahun terakhir semakin meningkat baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Namun, peng-gunaan pestisida sintetis ini dapat menimbulkan pengaruh yang tidak diharapkan. In-sektisida sintetis bersifat toksik pada manusia dan di alam sukar terdegradasi sehingga residunya dapat mencemari tanah, air, dan udara yang mengakibatkan menurunnya kualitas lingkung-an (Nursal, 2005).

Menurut Rui, mengembang-kan teknologi yang dapat menghindari nyamuk dengan lotion atau krem anti nyamuk (Kardinan, 2007). Lotion anti nyamuk yang telah beredar di Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) dengan bahan kimia sintetis beracun dalam konsentrasi 10-15%. Selain itu ada juga dikhlorvos dalam semprotan (spray) bentuk aerosol yang telah dilarang peredarannya oleh Pe-merintah Indonesia karena membahayakan kesehatan ma-nusia. Sementara propoxur masih diperbolehkan, walaupun

telah menimbulkan ribuan korban jiwa di Bophal-India (Nursal, 2005).

Menurut Sudyono, Pe-ngendalian vektor secara space spraying yaitu pengabutan (thermal fogging) dan Ultra Low Volume (cold fogging) dengan insektisida Malathion dari golongan organofosfat sudah digunakan sejak tahun 1972 di Indonesia. Menurut Hadi, Insektisida Bendiocarb dari golongan karbamat juga pernah diuji coba dengan formulasi ULV juga. Cara itu sangat lazim dilakukan pada saat outbreak terutama pada bulan-bulan kritis serangan DBD. Walaupun bahan aktif yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vaktor karena di beberapa tempat, Aedes sudah menunjukkan resistrensi terhadap beberapa insektisda yang digunakan. Jirakanjanakit melaporkan bahwa hampir semua populasi Ae. aegypti menunjukkan ketahanan terhadap insektisida pyrethroid, permethrin, dan deltamethrin yang umum digunakan di Thailand. Kalaupun pengasapan masih digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau membunuh imago tetapi tidak termasuk larvanya. Judarwanto me-nyebutkan bahwa pengasapan dengan Malathion 4 persen dengan pelarut solar, yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh imago pada radius 100-200 meter yang hanya efektifitas satu sampai dua hari (Nursal, 2005). Dalam kondisi seperti itu, penggunaan insekstisda selain kurang efektif dan mahal juga berbahaya terhadap kesehatan dan lingkungan (Supartha, 2008: 9).

Permasalahan yang ingin diuraikan meliputi, (1) Tinggi-nya angka kesakitan dan kematian akibat DBD di dunia, khususnya di Indonesia, (2) Meningkatnya angka kasus DBD di

(5)

Indonesia akibat perubahan perilaku vektor dan cuaca yang dipengaruhi oleh iklim, (3) Potensi kekayaan flora Indonesia yang belum dioptimalkan sebagai alternatif solusi yang aman dan ramah lingkungan untuk menurunkan angka kasus DBD.

METODE

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan jurnal ini bersifat kualitatif dan pada dasarnya merupakan suatu metode yang holistik. Data-data yang ada dipadukan, dianalisis, dan dikaitkan dengan aspek-aspek terkait.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pe-nyusunan jurnal ini adalah dengan melakukan telaah pustaka. Sifat dan bentuk laporan yang akan disajikan adalah bersifat deskriptif dan analitis. Deskriptif karena jurnal ini berusaha menjelaskan dan memberi gambaran tentang kondisi DBD dan kekayaan flora di Indonesia. Analitis karena berusaha menjelaskan peranan kekayaan flora yang dapat digunakan sebagai alternatif solusi dalam menurunkan angka kasus DBD di Indonesia.

ANALISIS RISIKO PENINGKATAN KASUS DBD DI INDONESIA

Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara di dunia yang saat ini menjadi daerah endemik DBD. Sejak tahun 2004 Indonesia menjadi negara dengan kasus DBD tertinggi di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah ke-jadian mencapai ratusan ribu kasus. Hal ini semakin meng-khawatirkan mengingat trend angka kasus DBD senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (WHO, 2006).

Tingginya angka kasus DBD ini disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang diduga paling berpengaruh terhadap peningkatan kasus DBD di Indonesia adalah cuaca dan iklim Indonesia yang tergolong tropis.

Indonesia beriklim tropis karena negara ini terletak di daerah lintang 0o atau yang lazim disebut garis

Kha-tulistiwa. Iklim tropis ini membuat wilayah Indonesia cenderung bersuhu hangat. Suhu yang demikian adalah suhu yang disukai oleh vektor utama DBD, yaitu nyamuk Aedes aegypti, untuk tinggal dan berkembang biak. Dengan suhu yang hangat dan relatif stabil sepanjang tahun, telur nyamuk dapat berkembang dengan baik dan menetas manjadi larva dalam waktu yang singkat. Hal ini semakin didukung oleh curah hujan Indonesia yang juga relatif tinggi sehingga menimbulkan banyak genangan air tempat perindukan nyamuk demam berdarah.

Baru-baru ini, peneliti sekaligus ahli entomologi dari Institut Pertanian Bogor me-nyebutkan bahwa perilaku nyamuk Aedes aegypti telah mengalami perubahan. Nyamuk yang awalnya hanya dapat tinggal di air bersih dan sekitar lingkungan permukiman ini kini mampu bertahan di air kotor. Bahkan, nyamuk ini dapat berkembang biak di air yang mengandung deterjen, kaporit, dan kotoran hewan (Ant/ogi).

Selain ancaman dari nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor utama penular DBD, masyarakat Indonesia juga harus waspada terhadap vektor potensial DBD yang lain, yaitu nyamuk Aedes albopictus. Larva Aedes albopictus sering-kali ditemukan hidup

(6)

bersama dengan larva Aedes aegypti. Walaupun nyamuk ini lebih banyak tinggal di luar rumah atau di sekitar halaman rumah dari pada di dalam rumah tetapi potensi penularan DBD yang dibawa oleh nyamuk ini juga patut diwaspadai.

Kondisi iklim Indonesia yang tergolong tropis, perubahan perilaku Aedes aegypti, serta adanya potensi penularan DBD oleh nyamuk Aedes albopictus membuat lingkungan permukiman, tidak hanya ruangan di dalam rumah tetapi juga pekarangan atau halaman rumah, menjadi tempat yang sangat berisiko menjadi lokasi perindukan nyamuk. Langkah 3M (Menguras, Mengubur, Menutup) yang telah lama digaungkan oleh pemerintah seringkali kurang dirasakan efektivitasnya akibat masyarakat yang mungkin tidak sempat melaksanakannya se-cara rutin. Penggunaan repellent atau cairan anti nyamuk yang lazim dibeli di pasaran juga tidak optimal dan menimbulkan kekhawatiran akan efek negatif bahan kimia. (BP-POM RI).

Kekayaan Alam Tropis Indonesia Alam tropis Indonesia mungkin menjadi faktor yang menyebabkan tingginya kasus DBD di Indonesia. Kondisi Indonesia yang beriklim tropis sekilas terkesan merugikan karena dapat meningkatkan kejadian DBD. Namun, iklim tropis ini sesungguhnya memiliki sisi positif, yaitu memungkinkan beraneka ragam tanaman tumbuh subur karena cuaca yang relatif stabil sepanjang tahun. Tanaman yang dimaksud meliputi tanaman pangan, tanaman industri, hingga tanaman anti nyamuk. Kondisi ini tenyata mampu memberikan manfaat

tersendiri bagi kelangsungan hidup dan kesehatan masyarakat Indo-nesia.

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki hutan tropis terbesar kedua di dunia yang kaya dengan keaneka-ragaman hayati dan dikenal sebagai salah satu dari 7 (tujuh) negara “megabiodiversity” ke-dua setelah Brazilia. Tumbuhan tingkat tinggi yang terdapat di hutan tropika Indonesia adalah lebih dari 12% (30.000) dari yang terdapat di muka bumi (250.000) (Ersam, 2004).

Di antara ribuan tanaman yang tumbuh di Indonesia, terdapat berbagai tanaman yang unik dan memiliki fungsi ganda. Tidak hanya dapat digunakan sebagai hiasan, bumbu masak, ataupun tanaman pengisi halaman, aneka kekayaan flora Indonesia ini ternyata mampu menjadi penghalau dan penghambat berkambangnya vektor penular DBD di lingkungan rumah. Kekayaan flora Indonesia ini adalah aneka tanaman anti nyamuk.

Sejak lama, masyarakat telah mengenal berbagai jenis tanaman anti nyamuk yang dapat tumbuh subur di Indonesia. Bahkan, beberapa perusahaan komersil telah mengekstrak kandungan alami tanaman tersebut dan men-campurkannya dengan bahan kimia untuk kemudian dijual di pasaran sebagai cairan penolak nyamuk atau mosquito repellent.

Walaupun ada banyak jenis tanaman yang dapat di-manfaatkan sebagai tanaman anti nyamuk tetapi saat ini masyarakat hanya mengenal beberapa saja. Yang paling populer mungkin bunga lavender. Namun, selain itu, tanaman yang juga dapat dimanfaatkan antara lain zodia,

(7)

geranium, rosemary, dan serai wangi. Tanaman Anti Nyamuk Sebagai Alternatif Solusi Untuk Menurunkan Angka Kasus DBD di Indonesia

Cara paling efektif untuk menurunkan angka kasus DBD adalah dengan menghambat perkembangbiakan vektor pem-bawa virusnya. Nyamuk demam berdarah dapat ber-kembang dengan begitu cepat dan pesat di Indonesia. Namun, tidak banyak masya-rakat yang menaruh perhatiannya akan hal ini sehingga gerakan 3M-plus (Menguras, Menutup, Me-ngubur, plus mencegah gigitan nyamuk) berjalan kurang efektif dan kasus DBD tetap tinggi di Indonesia.

Tanaman anti nyamuk dapat dimanfaatkan untuk menjawab persoalan ini. Apabila tanaman ini ditanam di sekitar halaman atau pekarangan rumah, nyamuk akan menghindari tempat tersebut karena terusik oleh aromanya. Jika sudah demikian, nyamuk akan kehilangan tempat perindukan untuk berkembang biak.

Salah satu kelebihan dari tanaman anti nyamuk yang ada di Indonesia adalah jumlahnya yang relatif banyak dan jenisnya yang beragam. Ada tanaman zodia yang dapat tumbuh hingga tingginya men-capai 2 meter lebih tetapi ada juga tanaman seperti lavender yang tidak terlalu besar sehingga bisa diletakkan di dalam rumah atau di sekitar ventilasi tempat masuknya angin.

Selain itu, kelebihan lainnya dari penggunaan tanaman anti nyamuk ini adalah sifatnya yang ramah lingkungan. Dibandingkan dengan peng-gunaan insektisida buatan yang mengandung bahan kimia, pemanfaatan tanaman ini

jauh lebih aman. Masyarakat tidak perlu khawatir karena tanaman anti nyamuk tidak berbahaya sama sekali bagi manusia (Pramudya, 2009). Perawatan tanaman ini juga tergolong mudah dan tidak merepotkan sehingga penggunaan tanaman anti nyamuk dapat dimanfaat-kan untuk mendukung penurunan angka kasus DBD di Indonesia.

Minyak Atsiri sebagai

Mosquito-Repellent

Menurut Aminah, Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang terdiri atas campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Minyak atsiri diperoleh dengan dari tanaman yang mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar. Bila diteteskan pada kertas saring maka akan menguap dan tidak berbekas, mempunyai rasa getir, dan berbau wangi segar atau busuk sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Utari, 2007:3).

Minyak atsiri dari tanaman sudah lama digunakan untuk memberantas hama dan digunakan sebagai insektida botani. Menurut Sitepu, Insektisida botani merupakan senyawa beracun, mangandung bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan dan dapat digunakan untuk tujuan pengendalian organisme pengganggu (Utari, 2007:3).

Kardinan (2007) mencoba ekstrak beberapa jenis tanaman selasih sebagai pengusir nyamuk. Peneliti tersebut berupaya memilih selasih yang mengandung bahan aktif eugenol, tymol, cyneol, atau estragole sebagai bahan-bahan aktif pengusir serangga. Daya proteksinya yang tertinggi adalah

(8)

sebesar 79,7% yang dicapai selama satu jam (Supartha, 2008:2).

Zodia (Evodia suaveolens) yang termasuk ke dalam keluarga Rutaceae, dikatakan mengandung evodiamine dan rutaecarpine. Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun tanaman ini mengandung linalool (46%) dan a-pinene (13,26%) di mana linalool sudah sangat dikenal sebagai pengusir (repellent) nyamuk. Dari pengujian yang dilakukan terhadap nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti) yang sering membuat heboh masyarakat, yaitu dengan cara menggosokkan daun zodia ke lengan, lalu lengannya dimasukkan ke kotak yang berisi nyamuk demam berdarah dan dibandingkan dengan lengan yang tanpa digosok dengan daun zodia, menunjukkan bahwa daun zodia mampu menghalau nyamuk selama enam jam dengan daya halau (daya proteksi) sebesar lebih dari 70% (Kardinan, 2007).

Menurut Nakatani, Rose-mary memiliki kandungan yang didominasi oleh linalool, burneol, dan kamfer disamping kandungan minyak atsiri lainnya seperti hidrokarbon, alkohol, keton, aldehid, fenol, ester, dan lakton. Selain itu, rosemary juga mengandung karnosol, rosmasol, isoros-masol, epirosmasol, rosmari-difenol, dan rosmariquinon. Menurut Phill, dibandingkan tanaman anti serangga lain, atsiri rosemary memiliki sifat yang kurang kuat, tetapi lebih harum dan mampu membuat serangga tidak nyaman dan menghindar. Ketika serangga tidak mampu lagi untk menghindar maka serangga tersebut

akan mengalami apa yang dinamakan mabuk dan kemudian pingsan (Juanda, 2006: 9).

Tidak jauh berbeda dengan zodia dan rosemary, tanaman lavender, geranium, dan serai wangi juga dapat menghasilkan minyak atsiri yang dapat dimanfaatkan sebagai pengusir nyamuk. Pada umumnya, ta-naman-tanaman tersebut me-ngandung geraniol dan citronellal (Fardaniyah, 2007: 9-10). Ekstrak Tanaman sebagai Larvasida

Selain dapat digunakan sebagai pengusir serangga, ekstrak tanaman anti nyamuk juga dapat dimanfaatkan sebagai pembunuh larva (larvasida) Aedes aegypti. Penelitian yang dilakukan oleh Dias Kusuma Utari dari IPB pada tahun 2007 membuktikan bahwa pemberian ekstrak zodia pada larva Aedes aegypti menyebabkan kematian pada larva tersebut (Utari, 2007).

Beberapa penelitian terhadap tumbuhan-tumbuhan lain se-bagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti telah banyak dilakukan. Mulyana (2002) mengemukakan bahwa ekstrak tumbuhan kecubung pada konsentrasi di atas 500 ppm bersifat toksik terhadap larva Aedes aegypti karena adanya pengaruh dari senyawa saponin, kuinon, dan steroid yang bekerja secara sinergis. Ekstrak bawang merah (Allium cepa) pada dosis 52% dapat menyebabkan kematian ter-hadap larva Aedes aegypti instar III. Selain itu, telah ada juga penelitian tentang ekstrak biji jarak dan heksana rimpang kencur yang ternyata dapat dimanfaatkan juga sebagai larvasida alami (Utari, 2007).

(9)

Keuntungan dari Penggunaan Tanaman Anti Nyamuk

Tanaman anti nyamuk memberikan banyak ke-untungan bagi penggunanya, baik dari segi estetis, kesehatan, lingkungan, maupun karena kegunaannya dalam me-ngendalikan vektor DBD, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Tanaman anti nyamuk yang ada di Indonesia jumlahnya banyak dan beragam. Tanaman-tanaman ini mampu menghasilkan zat yang dapat menghalau nyamuk, bahkan membunuh larvanya. Hal tersebut sangat baik untuk mengurangi penggunaan zat kima yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan.

KESIMPULAN

Demam Berdarah Dengue atau DBD adalah salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Tingginya kasus DBD di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor seperti kondisi iklim Indonesia yang tropis, perubahan perilaku nyamuk penular utama DBD, serta adanya vektor potensial lain, yaitu Aedes albopictus.

Kondisi iklim tropis memberi keuntungan bagi Indonesia karena menyebabkan kayanya sumber daya alam hayati, khususnya flora atau tumbuhan. Tumbuhan anti nyamuk yang ada di Indonesia berpotensi besar sebagai al-ternatif solusi yang aman dan ramah lingkungan untuk menurunkan kasus DBD di negara ini.

SARAN

Untuk menjadikan kekayaan flora Indonesia sebagai alternatif pemecahan masalah DBD yang sudah demikian kronis diperlukan langkah-langkah yang

komprehensif. (1) Penelitian terhadap manfaat flora Indonesia sebagai tanaman anti nyamuk harus lebih dikembangkan agar potensi alam yang masih terpendam dapat digali segara optimal. (2) Pemerintah harus mendukung langkah-langkah alternatif seperti ini baik sacara moril maupun materil. (3) Masyarakat sebagai elemen terbesar bangsa sudah selayaknya menjadi yang paling perhatian terhadap isu kesehatan masyarakat seperti DBD ini. Masyarakat harus berperan aktif dalam upaya menjaga kesehatan lingkungan dan pemberantasan vektor DBD, salah satunya dengan menanam tanaman anti nyamuk mulai di lingkungan rumahnya.

(10)

DAFTAR ACUAN

Achmadi, Umar Fahmi. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Ersam, Taslim. Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia dalam Merekayasa Model Molekul Alami. Seminar Nasional Kimia VI: 1-16. 2004.

Evans, Alfred S. Viral Infecctions of Humans. New York: Plenum. 1976.

Fardaniyah, Feni. 2007. Pengaruh Pemberian Minyak Serai Wangi (Cymbopogon nardus [L.] Rendle) terhadap Infestasi Lalat Hijau (Chrysomya megacephala [Fab]. Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Hardwood, Robert Frederick. 1979. Entomology in Human and Animal Health. New York: Macmillan.

Haris, Nuryanti, N., & Sulistyo, K., .2007. Materi Pokok Penulisan Ilmiah. Diktat Kuliah Penulisan Ilmiah. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Juanda, Ujang. 2006. Uji Repelensi Rosemary (Rosmarinus officinalis L.) terhadap

Lalat Rumah (Musca domestica L.). Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Marliana, Lina. 2009. Tesis: Perbandingan Efektivitas Media Cetak (Folder dan Poster Kalender) dan Penyajian Tanaman Zodia terhadap Peningkatan Pengetahuan Masyarakat. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Nursal. 2005. Kandungan Senyawa Kimia Ekstrak Daun Lengkuas (Lactuca indica L.), Toksisitas dan Pengaruh Subletalnya terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti L.. USU Repository, Universitas Sumatera Utara.

Pramudya, W.E. Demam Berdarah Datang Rosemary Dicari. Harian Pikiran Rakyat. 2 Februari 2009.

Sintorini, Margareta Maria. 2007. Pengaruh Iklim terhadap Kasus Demam Berdarah Dengue. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Volume 2 (I). 11-18.

(11)

Srisasi, G., Ilahude, H.D. & Pribadi, W. 1998. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Supartha, I Wayan. 2008. “Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.), dan Aedes albopictus (Skuse) (Dip-tera: Culicidae)”. Ma-kalah pada Pertemuan Ilmiah dalam Rangka Dies Natalis Universitas Udayana, Denpasar.

Utari, Dias Kusuma. 2007. Identifikasi Fraksi Daun Zodia (Evodia Suaveolens) yang Aktif sebagai Insektisida Botani terhadap Larva Aedes Aegypti. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Andy, “Tanaman Harum Pengusir Nyamuk”, diakses dari http://www.indonesiaindonesia. com (2 Maret 2010)

Ant/Ogi, “Hati-hati, Perilaku Nyamuk Aedes Aegepti Mulai Berubah”, http-://www.krjogja. com, (6 Maret 2010).

Kardinan, Agus, “Zodia (Evo-dia Suaveolens) Tanaman Pengusir Nyamuk”, ht-tp://www. plantamor.com, (6 Maret 2010).

World Health Organization, “Fact Sheet on Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever”, http://www.who.org (6 Maret 2010).

World Health Organization. “Reported Cases of DF/DHF in Selected Countries in SEA Region (1985 – 2005)”. http://www.who.org (6 Maret 2010).

World Health Organization. “Situation of Dengue/ Dengue Haemorrhagic Fever in the South-East Asia Region”. http-://www.who.org (6 Maret 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu Jadikanlah lingkungan tempat tinggal menjadi lingkungan yang sehat, nyaman, dan asri dengan membuang sampah pada tempatnya... ILMU

Oleh karna itu diperlukan adanya alat untuk meningkatkan perpindahan panas pada fluida tetapi dengan tidak memakai daya listrik yang cukup besar salah satu cara untuk

Keberanian orang Minang adalah keberanian untuk hidup (ini untuk membedakan dengan suku bangsa lain yang terkenal “berani mati”, orang Minang “berani hidup”) Banyak saudagar

Yang teristimewa juga kepada adik – adik ku tercinta, Widodo Sudirja dan Sekar Ayu Diningrum yang telah banyak memberikan doa, motivasi, dan semangatnya sehingga penulis

Untuk menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasionaln dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Konsep gitar akustik rotan ini adalah dengan mengaplikasikan papan rotan laminasi yang merupakan produk hasil riset Pak Dodi Mulyadi di PIRNAS (Pusat Inovasi

Sukarno Andhy Yahya, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah dan Motivasi Kerja Guru Terhadap Kinerja Guru di Yayasan Budi Luhur Semarang.. Sulistiyani dan Rosidah

Menurut teori bahwa penggunaan frekuensi yang tinggi akan membutuhkan energi yang lebih untuk memancarkan sinyal dari base station sementara pada percobaan