• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH AKADEMIK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH. Visi Kementerian Pendidikan Nasional:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH AKADEMIK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH. Visi Kementerian Pendidikan Nasional:"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

NASKAH AKADEMIK

SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

Visi Kementerian Pendidikan Nasional:

“Insan Indonesia Cerdas, Komprehensif, Kompetitif, dan Bermartabat (Insan Kamil/Insan Paripurna)”

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PUSAT KURIKULUM DAN PERBUKUAN

(3)

i

Ketua : Dr. S. Belen (Konsultan Pendidikan)

Sekretaris : Drs. Ariantoni (Puskurbuk, Balitbang, Kemdiknas)

Anggota : 1. Erry Utomo, Ph.D. (Puskurbuk, Balitbang, Kemdiknas) 2. Dr. S. Belen , S.Pd, B.Phil. (Konsultan Pendidikan) 3. Drs. Ariantoni (Puskurbuk, Balitbang, Kemdiknas)

4. Gunanto, M.Pd (Kepala SD Islam Al Azhar 17, Bintaro, Pondok Aren, Tangerang Selatan)

5. Dr. Sylvia Soetanto, M.Ed. (FIP-UPH Teacher Colleagues) 6. Dra.Sri Sulakmi Damayanti Y., M.Sc., Ph.D. (Kepala Sekolah SD

Kupu-Kupu, Jakarta)

7. Isti Handayani (Sekolah Victoria Plus)

8. Drs. Sutrisno, M.M (Kepala SDSN 011, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan “Naskah Akademik Satuan Pendidikan” sebagai penjabaran dari Naskah Akademik Penataan Ulang Kurikulum yang telah disusun sebelumnya. Penyusunan naskah akademik ini adalah dalam rangka menindaklanjuti program-program prioritas yang dimuat, baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 maupun dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014.

Naskah Akademik Satuan Pendidikan yang telah disusun oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan adalah sebagai berikut :

1. Naskah Akademik Pendidikan Anak Usia Dini 2. Naskah Akademik Sekolah Dasar

3. Naskah Akademik Sekolah Menengah Pertama 4. Naskah Akademik Sekolah Menengah Atas 5. Naskah Akademik Sekolah Menengah Kejuruan 6. Naskah Akademik Program Khusus

7. Naskah Akademik Pendidikan Non Formal

Selain itu, Pusat Kurikulum dan Perbukuan juga telah menyusun Naskah Akademik Kewirausahaan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan pemikiran dalam mewujudkan naskah akademik ini. Dengan kerendahan hati, kami mengharapkan masukan dan kritik yang konstruktif dalam rangka pemantapan dan penyempurnaannya. Semoga upaya ini bisa menjadi salah satu unsur yang signifikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.

Jakarta, Mei 2011

Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan,

Dra. Diah Harianti, M.Psi NIP. 195504161983032001

(5)

iii

DAFTAR ISI

Kata pengantar ii

Daftar Isi iii

Bab I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 6

C. Fungsi 7

D. Cakupan Naskah Akademik 7

Bab II : LANDASAN PENATAAN KURIKULUM 8

A. Kajian Yuridis 8

B. Kajian Teoritis 10

1. Hakikat Kurikulum 10

2. Hakikat Satuan Pendidikan SD/MI 13

3. Karakteristik Peserta Didik SD/MI 15

4. Fungsi dan Tujuan Satuan Pendidikan SD/MI 19

C. Kajian Empiris 20

1. Layanan Pendidikan 20

2. Kondisi dan Situasi Sekolah 21

3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan 22

4. Peserta Didik 23

5. Manajemen Sekolah 24

6. Sistem Penilaian 25

BAB III: PENATAAN KURIKULUM 28

A. Standar Kompetensi Lulusan 28

B. Struktur Kurikulum 31

C. Pengelolaan Kurikulum 37

D. Beban Belajar 40

E. Kalender Pendidikan 44

F. Pengembangan Budaya Sekolah 45

G. Rancangan Sistem Pembelajaran Masa Depan 47

H. Inovasi Pengembangan Kurikulum 53

I. Orientasi Kurikulum 55

J. Bahasa Inggris sebagai Mata Pelajaran Wajib di SD/MI 57 BAB IV : PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER, KEWIRAUSAHAAN, DAN EKONOMI KREATIF 60

A. Pendidikan Karakter 60

B. Pendidikan Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif 63

(6)

iv D. Pengembangan Nilai Karakter, Kewirausahaan, Keterampilan dalam KTSP 68

E. Pembelajaran Aktif 74

BAB V REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT 74

(7)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal tahun 2010 Pemerintah mencanangkan berbagai kebijakan berkenaan dengan pengembangan pendidikan di Indonesia. Melalui Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, Pemeritah menetapkan antara lain pengembangan pendidikan pendidikan karakter berlandaskan budaya bangsa, kewirausahaan dan ekonomi kreatif, serta belajar aktif. Sebelumnya, menjelang akhir tahun 2009, Pemerintah telah menetapkan kebijakan tentang penyempurnaan pelaksanaan kurikulum dan berbagai aspek kependidikan lainnya. Kebijakan tersebut berkenaan dengan upaya penyempurnaan pelaksanaan pendidikan terutama penyempurnaan pelaksanaan kurikulum. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, diperlukan pedoman yang jelas dan operasional bagi guru, kepala sekolah, dan pengawas. Selain adanya kebijakan Pemerintah itu, hasil pemantauan yang dilakukan Pusat Kurikulum dan instansi lain memberikan petunjuk yang jelas tentang perlunya upaya penyempurnaan pelaksanaan kurikulum di sekolah. Dari hasil pemantauan itu ditemukan bahwa masih banyak sekolah yang belum mampu mengembangkan dokumen kurikulum (KTSP), proses belajar-mengajar yang mengaktifkan siswa, dan hasil belajar yang belum memuaskan berdasarkan standar yang ditetapkan Pemerintah. Penyempurnaan yang akan dilaksanakan haruslah berdasarkan landasan pemikiran teoretik yang jelas dan kuat dalam berbagai aspek pelaksanaan/kenyataan empirik yang ditemukan dalam pemantauan. Naskah akademik diperlukan untuk memberikan landasan teoretis mengenai pendidikan dan kurikulum berdasarkan standar dan kompetensi, ketetapan mengenai fungsi, wewenang, dan tujuan satuan pendidikan SD/MI dalam mengembangkan solusi terhadap permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanan pengembangan dan implementasi KTSP di SD/MI. Di samping kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah dan adanya berbagai kendala yang teramati dari hasil pemantauan di lapangan, keperluan adanya naskah akademik dipicu pula oleh kepentingan penyempurnaan kurikulum agar kurikulum menjadi lebih relevan dengan perkembangan masyarakat, dunia ilmu, dan kehidupan kebangsaan. Perkembangan kehidupan masyarakat yang terjadi pada dekade pertama abad ke-21 sangat cepat, terutama dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi dan tantangan global. Tantangan global menuntut penyikapan dan persiapan yang hati-hati karena potensi yang menyertainya dapat menjadi ancaman terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Di bidang sosial, ekonomi, budaya, ilmu dan teknologi ancaman

(8)

2 tantangan global berwajah jamak (multi-facet) dan pada waktu yang bersamaan dengan pemberlakuan era pasar bebas (APEC dan AFTA). Walaupun APEC baru secara resmi dilaksanakan pada tahun 2020, realitas dalam masyarakat Indonesia saat ini, satu dekade sebelum diberlakukannya APEC, sudah harus berhadapan dengan berbagai bentuk persaingan dalam berbagai bidang, antara lain bidang ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi.

Selain persaingan yang bersifat internasional, bangsa Indonesia menghadapi pula masalah-masalah yang berkenaan dengan perkembangan kehidupan kebangsaan. Perubahan sistem ketatanegaraan dari sentralistis dengan otonomi terbatas ke sistem pemerintahan desentralistis dengan otonomi yang lebih luas memerlukan kesiapan warga negara dari segi pengetahuan, nilai, sikap, cara komunikasi, cara berpartisipasi, kemampuan belajar, cara berpikir, rasa ingin tahu, kebiasaan kerja keras, jujur, dan semangat kebangsaan yang sesuai dengan kehidupan demokratis. Memasuki kehidupan yang berbeda dari masa sebelumnya, generasi muda bangsa Indonesia perlu disiapkan untuk menghadapi kehidupan berbangsa yang sedang berproses, dan pendidikan adalah wahana ampuh dalam upaya mempersiapkan generasi muda menghadapi kehidupan kebangsaan yang baru. Pemikiran demikian yang melahirkan kebijakan Pemerintah untuk mengembangkan pendidikan karakter berlandaskan budaya bangsa serta pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif, dan belajar aktif yang mengandung banyak nilai-nilai yang relevan dengan kebutuhan zaman.

Dalam persaingan antar-bangsa di era globalisasi keunggulan sebuah bangsa tidak ditentukan oleh kekayaan sumber daya alam, besarnya jumlah penduduk, besarnya pendapatan nasional, kemajuan teknologi, dan kekuatan militernya. Keunggulan sebuah bangsa justru ditentukan oleh karakter unggul penduduknya, masyarakatnya. Karakter unggul masyarakat inilah yang mampu meningkatkan sumber daya manusianya yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki karakter unggul akan mampu mengembangkan teknologi, memperkuat pertahanan, dan meningkatkan pendapatan nasional. Dewasa ini Indonesia unggul dalam sumber daya alam dan jumlah penduduk tetapi justru kalah dalam pendapatan nasional, kemajuan teknologi, dan kekuatan militer. Bidang-bidang yang belum menunjukkan kemajuan ini justru dapat ditingkatkan jika kita mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkaraker. Guna menciptakan sumber daya manusia seperti ini, sumbangan sektor pendidikan amatlah penting dan signifikan.

(9)

3

Sekolah dasar sebagai fundasi pendidikan hendaknya ditata agar memberi bekal kepada siswa melalui pengarusutamaan pendidikan karakter berlandaskan budaya bangsa, pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif. Serta belajar aktif Pengarusutamaan ini bertujuan membangun dasar yang kokoh agar sumber daya manusia Indonesia memiliki keunggulan karakter, kreatif, berjiwa kewirausahaan serta menguasai dan mampu mengembangkan teknologi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Pasal 67 yang menyebutkan bahwa pendidikan pada Sekolah Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat berfungsi: 1) menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; 2) menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; 3) memberikan dasar-dasar kemampuan intelektual dalam bentuk kemampuan, kecakapan membaca, menulis, dan berhitung; 4) memberikan pengenalan ilmu pengetahuan dan teknologi; 5) melatih dan merangsang kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; 6) menumbuhkan minat pada olahraga, kesehatan, dan kebugaran jasmani; dan 7) mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat.

Pengarusutamaan aspek-aspek tersebut (pendidikan karakter berlandaskan budaya bangsa, kewirausahaan dan ekonomi kreatif, serta belajar aktif menuntut pengkajian terhadap kurikulum yang berlaku agar unsur-unsur yang relevan yang ada dalam kurikulum itu dapat didinamisasi, direvitalisasi, dan disubstansiasikan. Kurikulum sekolah hendaknya tidak dipandang secara sempit seolah-olah hanya menyangkut jalur instruksional (baik kurikuler maupun ekstrakurikuler) tetapi juga menyangkut jalur proses peneladanan dan jalur proses pembiasaan (habituation) dalam seluruh aktivitas pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pada semua jalur itu hendaknya didukung oleh iklim, etos atau budaya sekolah yang mendorong kemampuan memecahkan masalah, budaya damai, dan budaya pelestarian lingkungan hidup, menuju pendidikan yang berkelanjutan. Dalam pengembangan kurikulum, orientasi pendidikan di

(10)

4 sekolah dasar bukanlah memberikan ilmu kepada siswa tetapi membimbing siswa menggunakan konsep ilmu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; sehingga a) menjadi akrab dengan karakter (watak) masyarakat (becoming familiar with the character of the society), b) dapat belajar dari masyarakat dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dalam masyarakat untuk kemajuan belajar (utilizing the available resources in the society for the promotion of

learning).

Untuk mencapai pengembangan kurikulum seperti itu, dibutuhkan kompetensi dan materi yang relevan dengan kompetensi yang tidak hanya diambil dari dunia ilmu, tetapi juga dari tradisi, kesenian, dan budaya setempat dan budaya nasional, dari tradisi dan nilai yang baik yang berasal dari bangsa-bangsa lain, dan dari nilai-nilai yang dikehendaki bangsa Indonesia dalam proses memajukan bangsa.

Uraian tersebut diperjelas pada gambar berikut ini.

. . . Iklim sekolah Dorongan kreativitas Dorongan memecahkan masalah Budaya damai Budaya lingkungan hidup Konsep ilmu Tradisi Kesenian Budaya setempat Tradisi & nilai bangsa lain Budaya nasional Nilai-nilai harapan bangsa Indonesia Proses peneladanan Proses pembiasaan Proses instruksional

Gambar 1: Hubungan antara 3 jalur proses dan unsur-unsur yang mendukung proses serta sumber kompetensi dan materi. Proses instruksional berisi kompetensi dan materi mata pelajaran sedangkan proses peneladanan dan proses pembiasaan merupakan wahana utama

pembentukan karakter siswa.

Dalam pengembangan dan implementasi kurikulum, ke-4 unsur pengarusutamaan yang saling berhubungan dilaksanakan melalui pendekatan belajar aktif. Dengan demikian, terbentuk satu mosaik atau sistem kurikulum dalam proses pengembangan dan implementasi. Amatilah gambar berikut ini!

(11)

5

Gambar 2. Mosaik hubungan antara ke-4 unsur pengarusutamaan dan antara ke-4 unsur itu dengan belajar aktif

Kenyataan yang ada SKL, SK/KD dan KTSP serta kebijakan tentang evaluasi hasil belajar secara esensial belum memberikan perhatian yang cukup terhadap pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang tercakup dalam pendidikan budaya dan karater bangsa, pendidikan kewirausahaan, belajar aktif, dan kemadirian. Rumusan SKL, SK/KD, KTSP serta kebijakan tentang evaluasi hasil belajar masih secara tradisional berpusat kepada pendidikan disiplin ilmu dengan perhatian utama terhadap kemampuan mengingat pengetahuan. Ketetapan yang telah dinyatakan dalam berbagai keputusan Presiden (instruksi, peraturan, pencanangan) dan kebijakan dalam Rancangan Pengembangan Jangka Menengah Pendidikan sebagai upaya untuk memperbaiki kurikulum yang ada telah memberikan petunjuk kuat tentang pentingnya kepedulian terhadap pendidikan karakter berdasarkan budaya bangsa, kewirausahaan dan ekonomi kreatif, serta belajar aktif. Konsekuensi dari kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan tersebut antara lain adalah memperkuat dan memperkaya kurikulum yang berlaku saat ini.

Upaya memperkuat dan memperkaya kurikulum haruslah berhubungan dengan keempat dimensi yaitu, dimensi ide, rencana tertulis (dokumen), proses / pelaksanaan (implementasi), dan evaluasi. Penguatan dan pengayaan keempat dimensi kurikulum tersebut mengandung makna bahwa diperlukan berbagai strategi untuk menyempurnakan dan memperkaya SKL dan SI (sesuai dengan ketetapan tentang wewenang satuan pendidikan memperkaya SKL dan SI), memperkaya KTSP, proses pembelajaran untuk memberikan jaminan pencapaian kompetensi,

Pendidikan kewirausahaan Pendidikan budaya bangsa Pendidikan ekonomi kreatif Belajar aktif Pendidikan karakter

(12)

6 dan evaluasi kurikulum (dokumen, pelaksanaan, dan hasil). Untuk itu, naskah akademik ini disusun untuk dijadikan pedoman upaya memperkuat dan memperkaya serta menata ulang kurikulum SD/MI.

Upaya memperkuat kurikulum SD/MI dilatarbelakangi tujuan memperbaiki tingkat kualitas hasil belajar dan hasil belajar siswa. Melalui pendidikan karakter berlandaskan budaya bangsa, kewirausahaan dan ekonomi kreatif, serta belajar aktif, posisi siswa diubah dari objek yang menerima semua informasi dari guru dan sumber lainnya menjadi subjek yang memiliki kemampuan dan alat yang dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan yang telah dipelajari, memberi dasar yang kuat untuk belajar sepanjang hayat, mengembangkan sikap hidup sehat, dan memiliki wawasan serta tindakan sebagai warga negara yang produktif, antisipatif, dan bertanggung jawab. Melalui upaya ini, masalah rendahnya tingkat pencapaian standar kelulusan dapat diatasi. Melalui pemikiran yang dikemukakan dalam naskah akademik ini, proses belajar menjadi semakin menantang dan menyenangkan, dan memberi peluang besar bagi siswa mengembangkan potensinya menjadi kemampuan sebagai warga negara yang tidak saja cerdas, bertanggung jawab, hidup sehat, dan kreatif tetapi juga memiliki nilai-nilai kemanusian yang kuat. Agar guru mampu melaksanakan proses belajar-mengajar yang berciri demikian, diperlukan sosialisasi dan pelatihan bagi guru, khususnya guru pemandu secara berkesinambungan.

B. Tujuan

Naskah akademik ini bertujuan:

1. Menyiapkan rancangan bahan kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan di SD/MI.

2. Sebagai pedoman penguatan, pengayaan serta penataan dan pengelolaan kurikulum SD/MI sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan SD/MI.

3. Meningkatkan relevansi pendidikan di SD/MI dengan potensi dan kondisi lokal, nasional, dan global, serta perubahan masyarakat tanpa meninggalkan kearifan lokal.

4. Sebagai pedoman untuk mengubah paradigma pendidik dari orientasi hasil kepada paradigama yang berorientasi proses.

(13)

7

C. Fungsi

Naskah Akademik ini berfungsi sebagai panduan untuk mengembangkan pendidikan pada satuan pendidikan SD/MI, penataan standar isi dan SKL, mengembangkan dokumen KTSP dan realisasinya dalam silabus, RPP, dan proses pembelajaran di kelas. Naskah ini sebagai panduan umum bagi satuan pendidikan. Kepala sekolah dan guru secara bersama-sama sebagai “community of educators” menjabarkan panduan ini ke dalam tataran operasional yang disesuaikan dengan kondisi sekolah.

D. Cakupan Naskah Akademik

Naskah akademik mencakup berbagai hal yang berkenaan dengan peran dan kedudukan SD/MI dalam sistem pendidikan Indonesia, dan dalam kedudukannya sebagai satuan pendidikan. Naskah akademik ini mencakup:

- landasan penyempurnaan kurikulum

- karakteristik satuan dan peserta didik SD/MI, - standar kompetensi lulusan dan standar isi - struktur kurikulum

- pengembangan budaya sekolah,

- pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, pendidikan kewirausahaan, dan pendidikan ekonomi kreatif

- pembelajaran aktif,

- Model pengembangan kurikulum - Model Pengelolaan Kurikulum

- penilaian hasil belajar yang berdasarkan prinsip asesmen berdasarkan kelas

(classroom-based assessment),

(14)

8

LANDASAN PENATAAN

A. Kajian Yuridis

Penguatan dan penataan kurikulum SD/MI didasarkan pada kebijakan nasional yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010-2014 dan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional (Renstra Kemendiknas) 2010-2014. Mengacu kepada kebijakan nasional tersebut, Pusat Kurikulum pada tahun 2010 merinci (detailing) penataan ulang kurikulum sekolah yang diamanatkan dalam kedua kebijakan tersebut. Perincian ini merupakan penugasan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 telah menetapkan sebanyak 6 substansi inti program aksi bidang pendidikan sebagaimana yang disajikan dalam cuplikan dokumen berikut ini.

Ilustrasi: Substansi Inti Program Aksi Bidang Pendidikan RPJMN Tahun 2010-2014

Prioritas 2: Pendidikan

Peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan kemampuan: 1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan dan 2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja.

Karena itu, substansi inti program aksi bidang pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Akses pendidikan dasar-menengah: Peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar dari 95% di 2009 menjadi 96% di 2014 dan APM pendidikan setingkat SMP dari 73% menjadi 76% dan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan setingkat SD dari 69% menjadi 85%; Pemantapan/rasionalisasi implementasi BOS, penurunan harga buku standar di tingkat sekolah dasar dan menengah sebesar 30-50% selambat-lambatnya 2012 dan penyediaan sambungan internet ber-content pendidikan ke sekolah tingkat menengah selambat-lambatnya 2012 dan terus diperluas ke tingkat sekolah dasar;

(15)

9 2. Akses pendidikan tinggi: Peningkatan APK pendidikan tinggi dari18% di 2009 menjadi

25% di 2014;

3. Metodologi: Penerapan metodologi pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi kelulusan ujian (teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap budaya-bahasa Indonesia melalui penyesuaian sistem Ujian Akhir Nasional pada 2011 dan penyempurnaan kurikulum sekolah dasar dan menengah sebelum tahun 2011 yang diterapkan di 25% sekolah pada 2012 dan 100% pada 2014;

4. Pengelolaan: Pemberdayaan peran kepala sekolah sebagai manajer sistem pendidikan yang unggul, revitalisasi peran pengawas sekolah sebagai entitas quality assurance, mendorong aktivasi peran Komite Sekolah untuk menjamin keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses pembelajaran, dan Dewan Pendidikan di tingkat Kabupaten; 5. Kurikulum: Penataan ulang kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat

nasional, daerah, dan sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan SDM untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukkan pendidikan kewirausahaan (di antaranya dengan mengembangkan model link and match);

6. Kualitas: Peningkatan kualitas guru, pengelolaan dan layanan sekolah, melalui: (1) program remediasi kemampuan mengajar guru; (2) penerapan sistem evaluasi kinerja profesional tenaga pengajar; (3) sertifikasi ISO 9001:2008 di 100% PTN, 50% PTS, 100% SMK sebelum 2014; (4) membuka luas kerja sama PTN dengan lembaga pendidikan internasional; (5) mendorong 11 PT masuk Top 500 THES pada 2014; (6) memastikan perbandingan guru:siswa di setiap SD & MI sebesar 1:32 dan di setiap SMP & MTs 1:40; dan (7) memastikan tercapainya Standar Nasional Pendidikan (SNP) bagi Pendidikan Agama dan Keagamaan paling lambat tahun 2013.

[Sumber: RPJMN 2010-2014]

Substansi inti program aksi yang berkaitan dengan penataan ulang kurikulum adalah butir yang ke-3 dan ke-5, yaitu penerapan metodologi pendidikan yang sesuai dan penataan ulang kurikulum sekolah yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah dengan memasukkan pendidikan kewirausahaan (di antaranya dengan mengembangkan model link and

(16)

10

B. Kajian Teoritis

1. Hakikat Kurikulum

Dari perspektif psikologi, kurikulum yang berorientasi kepada anak didik timbul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang lebih mengutamakan segi intelektual. Menurut para pengembang kurikulum humanistik, tugas pendidikan adalah membentuk manusia yang utuh dan menyeluruh. Mereka percaya bahwa setiap manusia memiliki kemampuan dan kekuatan untuk berkembang. Adalah tugas kurikulum untuk mengembangkan seluruh potensi ini secara terintegrasi menjadi kesatuan pribadi secara utuh antara asepk intelektual, emosional, dan tindakan. Proses belajar-mengajar yang baik menurut paham ini tercipta melalui pemberian kesempatan pada anak didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya menjadi manusia yang terbuka dan mandiri.

Definisi kurikulum menurut tingkatan organisasi kurikulum yang digunakan dalam naskah akademik ini dikemukakan berikut ini

Definisi kurikulum

Cur ricul um is all of th ... Cur ricul um enc ompa ... Cur ricul um is a pla n fo ... 33% 33% 33%

1. Kurikulum adalah

semua pengalaman

yang diperoleh siswa

di bawah bimbingan

para guru.

2. Kurikulum mencakup

semua kesempatan

belajar yang diadakan

oleh sekolah.

3. Kurikulum adalah

sebuah rencana untuk

semua pengalaman

yang dihadapi siswa di

sekolah.

Kuri kulu m … sem ua Kuri kulu m … kes em patan Kuri kulu m … renc ana

(17)

11 Menurut kategori Broemfeld (Tanner dan Tanner, 1980) filosofi kurikulum yang ada ialah esensialisme, perenialisme, humanistisme, dan rekonstruksi sosial. Esensialisme dan perenialisme memposisikan kurikulum sebagai pendidikan disiplin ilmu dengan tugas untuk mengembangkan kemampuan intelektual (esensialisme), dan kemampuan rasional (perenialisme). Humanisme memberikan posisi sentral pada manusia sebagai makhluk yang “bebas” dan menjadikan kurikulum sebagai wahana pendidikan untuk mengembangkan potensi kemanusiaan siswa. Rekonstruksi sosial memberikan posisi kurikulum sebagai wahana pendidikan untuk menata masyarakat demokratis yang ideal (building an ideal

democratic social order) (Tanner dan Tanner, 1980).

Berdasarkan kebijakan yang ada, ide kurikulum yang digunakan pada saat kini adalah kurikulum berbasis kompetensi yang sangat dipengaruhi oleh filosofi progresif dan rekonstruksi sosial. Ketetapan ini dilakukan pada tingkat nasional dan satuan pendidikan tidak diberi wewenang untuk menggunakan filosofi kurikulum lainnya. Sesuai dengan keputusan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, para pengembang kurikulum pada jenjang satuan pendidikan SD perlu mempelajari pandangan filosofi kurikulum rekonstruksi sosial dan teori pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.

Dalam kategori yang konseptual, Oliva 1997:512) mengemukakan bahwa kurikulum berdasarkan kompetensi masuk dalam kelompok yang dinamakan "outcome-based

curriculum". Dalam bentuknya yang masih awal, Oliva (1997:512) mengemukakan bahwa

perkembangan ide kurikulum berbasis "outcome-based" dapat ditelusuri sejauh pertengahan abad kesembilanbelas oleh seorang pendidik terkenal Eropa yang bernama Herbert Spencer. Di Amerika Serikat perkembangan ide kurikulum berbasis "outcomes" dapat dikatakan pada awal abad ke-20 yaitu tahun 1918 atau menurut Tuxworth (Burke, 1995:10) pada tahun 1920-an.

Banyak hal perlu dipertimbangkan dalam upaya penataan kurikulum yang dipersiapkan bagi pengembangan potensi diri siswa pada abad ke-21 ini yang oleh Pink (2006) disebut sebagai “conceptual era” atau era konseptual. Manusia yang ingin memimpin dalam era ini menurut Pink perlu memiliki “Six High-Concept and High-Thought Senses In The Conceptual Age”: (1) Bukan hanya gagasan tapi juga DESAIN; (2) Bukan hanya argumen tapi juga CERITA; (3) Bukan hanya fokus tapi juga SIMFONI; (4) Bukan hanya logika tapi juga EMPATI; (5) Bukan hanya keseriusan tapi juga BERMAIN; dan (6) Bukan hanya akumulasi tapi juga MAKNA.

(18)

12 Perkembangan masyarakat mulai dari masyarakat agraris sampai dengan masyarakat konseptual sebagaimana yang dikemukakan oleh Pink tampak dalam Ilustrasi 3 berikut ini. Ilustrasi 3: Perkembangan Masyarakat Dunia dari Abad ke-18 sampai ke Abad ke-21.

[Sumber: Pink (2006)

Dalam era konseptual menurut Wagner (2008) akan terjadi jurang prestasi global (global

achievement gap), yaitu: jurang antara sekolah-sekolah yang terbaik di pinggiran perkotaan,

perkotaan, dan pedesaan dalam pengajaran dan penilaian versus apa yang diperlukan semua siswa agar berhasil sebagai pelajar, pekerja, dan warga negara dalam ekonomi pengetahuan global dewasa ini (the gap between what even our best suburban, urban, and rural public

schools are teaching and testing versus what all students will need to succeed as learners, workers, and citizens in today’s global knowledge economy). Karena itu, menurut Wagner,

orang Amerika Serikat sangat berkepentingan untuk memiliki tujuah keterampilan untuk bertahan hidup pada abad ke-21 (the Seven Survival Skills for the twenty-first century): (1) pemikiran kritis dan pemecahan masalah; (2) kerja sama antar-jejaring dan memimpin melalui pengaruh; (3) ketangkasan dan kemampuan beradaptasi; (4) prakarsa dan

(19)

13 kewirausahaan; (5) komunikasi lisan dan tertulis yang efektif; (6) akses dan analisis informasi; dan (7) rasa ingin tahu dan imajinasi.

Sedangkan, Trilling& Fadel (2009) mengemukakan bahwa pada abad ke-21 diperlukan keterampilan-keterampilan abad ke-21: (1) berpikir kritis dan membuat keputusan; (2) memecahkan masalah yang kompleks, multi-disiplin, dan terbuka yang secara rutin dihadapi semua pekerja pada berbagai jenis tempat kerja; (3) kreativitas dan pemikiran kewirausahaan – suatu keterampilan yang amat berhubungan dengan penciptaan pekerjaan; (4) berkomunikasi dan bekerja sama dengan tim orang-orang lintas batas budaya, geografis, dan bahasa – suatu keniscayaan pada tempat kerja dan komunitas yang beragam dan multinasional; (5) menggunakan secara inovatif pengetahuan, informasi, dan peluang untuk menciptakan jasa, proses, dan produk yang baru; dan (6) menangani tanggung jawab finansial, kesehatan, dan kewarganegaraan dan membuat pilihan yang bijaksana.

Otib (2007) menyatakan bahwa bahan pelajaran (materi kurikulum) untuk anak-anak SD memiliki ciri-ciri khusus, antara lain : (1) materi pelajaran harus selalu terkait dengan lingkungan sekitar kehidupan anak-anak, (2) materi pelajaran harus sederhana dan konkret, (3) materi pelajaran dipahami dalam konteks keseluruhan yang menggambarkan kesan pengamatan empiris anak dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut Otib mengutip Satori (1996: 8) mengatakan, hal lain yang juga menunjang proses belajar-mengajar bagi para siswa adalah alat atau media pembelajaran. Alat/media pembelajaran atau disebut juga dengan alat peraga bila digunakan untuk siswa di sekolah dasar harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) menarik bagi anak, karena bentuknya lucu serta penuh dengan warna yang menyolok, (2) mengundang rasa ingin tahu, (3) mudah ditangani anak, tidak membahayakan, dan (4) berkaitan dengan ekspresi bermain.

2. Hakikat Satuan Pendidikan SD/MI

Satuan pendidikan sekolah dasar adalah satuan pendidikan yang mempunyai makna sangat besar bagi siswa. Proses yang dilalui pada satuan pendidikan ini sangat menentukan kekuatan mental belajar siswa pada tahap selanjutnya. Pemberian perlakuan dan stimulus positif secara maksimal kepada siswa akan berpengaruh positif kepada sikap, mental, dan

(20)

14 pola pikir siswa. Di samping itu, dasar-dasar belajar dipelajari pada satuan pendidikan ini. Guna menyiapkan siswa untuk mengenal dunia luar, siswa dibekali tiga kemampuan dasar yang amat penting, yaitu kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, menjadi keterampilan praktis dicapai pada satuan pendidikan sekolah dasar. Selain itu, di sekolah dasar, siswa dibekali dasar-dasar dalam ilmu pengetahuan alam, matematika, ilmu pengetahuan sosial. Hal ini sejalan dengan pernyataan berikut ini:

“The major goals of primary education are achieving basic literacy and numeracy amongst all pupils, as well as establishing foundations in science, mathematics, geography, history and other social sciences.” (http://en.wikipedia.org/wiki/Primary_education)

Isi kurikulum harus memperhatikan anak didik yang pada dasarnya adalah manusia yang sangat unik yang memiliki hakikat tersendiri. Sehubungan dengan uraian terdahulu, hal yang sama juga berlaku pada anak sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/mi), sebab sesuai dengan hakikatnya, anak SD/mi adalah makhluk yang sedang berkembang yang memiliki minat dan bakat yang beragam. Karena itu, kurikulum SD/MI harus dapat disesuaikan dengan irama perkembangan anak usia SD/mi. Dengan kata lain, pengembang kurikulum SD/MI harus mampu mempelajari bagaimana anak SD tumbuh, berkembang, dan belajar, apa kebutuhannya, dan apa minatnya.

Dalam hal perkembangan anak SD/mi itu sendiri, pelbagai studi telah diadakan antara lain mengenai perkembangan anatomis, fisiologis, motorik, bahasa dan komunikasi, perkembangan mental, intelijensi, perkembangan pengertian dan pemahaman, kreativitas, perilaku sosial, watak, disiplin, kepribadian, kesehatan, dan kerohanian.

Setiap pengembang kurikulum sadar bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah dasar dalam kenyataan dapat dikategorikan ke dalam 2 kelompok kelas, yaitu kelas-kelas awal dan kelas-kelas lanjutan/tinggi. Secara hukum berdasarkan ketentuan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004, yang dimaksudkan dengan kelas awal/rendah adalah kelas 1 dan 2, sedangkan kelas tinggi adalah kelas 3 sampai dengan kelas 6.

Pengelompokan kelas ini memiliki implikasi yang luas baik dalam tataran pertimbangan usia, muatan materi, dan pendekatan belajarnya. Mit Witjaksono (1996 : 70) mengatakan bahwa dalam kaitan dengan pendekatan belajar di sekolah dasar, desain belajar di kelas-kelas awal

(21)

15 sekolah dasar harus mampu menjangkau pengaitan dan penyatuan berbagai bidang pengetahuan dan kegiatan dalam proses kegiatan belajar. Bentuk kegiatan yang dilakukan anak-anak di kelas awal sekolah dasar harus penuh dengan pengetahuan baru dan pengalaman baru bagi kehidupan mereka. Coles ( 2000 : 120) mengatakan bahwa belajar di kelas awal SD/MI bagi anak SD/MI dirasakan sebagi tahun-tahun pencarian yang hidup dan penuh semangat. Karena itu, orang tua dan guru sering sekali kesulitan mengimbangi kehidupan dan semangat anak yang intensitasnya tinggi sewaktu mereka berusaha memahami segala sesuatu, memikirkannya, dan juga menimbang-nimbang mana yang benar dan mana yang salah dari hidup atau kenyataan yang ada. Inilah saat pertumbuhan imajinasi moral, yang terus-menerus harus diberi bahan bakar dengan kerelaan, kesediaan anak-anak untuk menempatkan diri mereka sendiri dalam peran orang lain, demi untuk menyelami jalan kehidupan mereka.

3. Karakteristik Peserta Didik SD/MI

Mengingat siswa sekolah dasar, khususnya pada kelas awal, berkembang secara holitik terpadu/integratif yang meliputi perkembangan fisik, mental/intelektual, sosial, dan moral, perkembangan anak SD/MI sudah seharusnya dipandang sebagai suatu proses yang utuh. Perkembangan salah satu aspek tidak dapat dipisahkan dari perkembangan aspek lainnya. Menurut Subekti, dari segi perkembangan fisik, anak usia 6 – 8 tahun sangat aktif dan banyak bergerak meskipun perkembangan tubuhnya belum matang. (Sri Purnami Subekti,

Kurikulum: Pengantar untuk Kurikulum Kreatif dan Praktik Sesuai Perkembanga, 1995).

Selain itu, pada hakikatnya, anak SD/MI memerlukan jenis kegiatan belajar yang memungkinkan anak dapat melakukan sendiri kegiatan belajarnya, seperti melempar, menangkap bola, memasang tali, berlari-lari, dan melompat. Ditambahkan, bahwa dari penelitian di lapangan, dampak aktivitas fisik ternyata ikut mempengaruhi perkembangan kognitif siswa. Misalnya, saat anak SD/MI belajar konsep, hasilnya akan lebih baik bila anak mengalami sendiri dan mengerjakan sendiri apa yang dipelajari. Karena itu, dalam merencanakan pembelajaran di kelas, terutama di kelas-kelas awal SD/MI, guru perlu merancang kegiatan belajar-mengajar yang memberi peluang partisipasi aktif anak.

Dalam hubungan dengan belajar matematika di kelas, perkembangan kognitif anak usia kelas awal SD/MI menurut Piaget seperti dikutip Berk berada pada tahap operasional konkret. (Laura E Berk, Child Development, 1994). Karena itu, anak SD/MI hanya dapat memecahkan

(22)

16 masalah dengan bantuan benda-benda konkret. Implikasinya, konsep-konsep abstrak matematika harus diajarkan dengan bantuan alat peraga agar konsep abstrak dapat dimengerti anak.

Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika berada di ruang kelas, siswa sangat menaruh perhatian kepada teman. Keinginan berteman dan bersahabat dengan orang lain yang sebaya sangat besar. Bersamaan dengan keinginan untuk berteman ini, berkembang pula kemampuan bekerja sama dengan orang lain serta belajar dan bekerja dalam kelompok. Dalam usia ini anak merasa kecewa bila tidak diterima dalam kelompoknya dan sebaliknya merasa puas dan bangga bila prestasinya dihargai. Perkembangan aspek kemampuan berteman dan bekerja sama merupakan dasar bagi perkembangan aspek sosial emosional siswa. Dalam hal ini, guru hendaknya membangun hubungan yang baik antara siswa dengan teman sebaya, misalnya dengan membentuk kelompok-kelompok kecil yang diberi tugas untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan memecahkan masalah bersama-sama. Kerja sama kelompok semacam ini dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam belajar matematika karena mereka dapat belajar dengan teman sebaya. Guru merencanakan penggunaan metode belajar matematika yang dapat menunjang perkembangan emosi, menurut Hurlock, antara lain: (1) belajar secara coba dan ralat (trial and error learning), (2) belajar dengan cara meniru, (3) belajar dengan cara mempersamakan diri, (4) belajar melalui pengkondisian, dan (5) pelatihan, yakni belajar di bawah bimbingan dan pengawasan.

Adapun hubungannya dengan perkembangan moral pada anak usia SD/MI kelas awal, anak sudah dapat membedakan apa yang baik dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat. Kesadaran moral ini sangat kuat sehingga mereka menilai kesalahan kecil sebagai suatu kesalahan besar. Aspek moral anak ini didorong oleh pengaruh yang dialami dari lingkungan hidupnya.

Bredekamp mengemukakan gagasan tentang belajar yang disesuaikan dengan perkembangan anak yaitu praktik tepat yang berkembang secara bertahap atau DAP (Developmentally Appropiate Practice). Konsep DAP berpijak pada dua kesesuaian, yaitu kesesuaian dengan usia dan individu.1 Kesesuaian dengan usia memperhatikan pertumbuhan

dan perkembangan anak secara sekuensial yang bersifat universal. Perubahan terjadi pada setiap aspek perkembangan anak, seperti telah dijabarkan. Kesesuaian individu adalah setiap

(23)

17 anak mempunyai karakteristik yang unik dan khas dalam cara berinteraksi dengan lingkungan, cara belajar, dan lama belajar. Juga setiap anak mempunyai latar belakang keluarga yang berbeda satu sama lainnya.

Perbedaan-perbedaan individu ini berpengaruh besar terhadap cara anak belajar. Berdasarkan perbedaan individu anak inilah sebagai dasar guru dalam merancang program kegiatan belajar-mengajar, melalui pikiran dan pengalamannya anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa, serta dengan aktif memanipulasi benda-benda konkret yang ada di lingkungan.

Secara umum karakteristik siswa SD/MI dapat diamati pada tabel berikut ini.

Bidang Sosial Bidang Fisik

• Senang berteman • Suka berbagi mainan

• Mulai muncul keinginan menolong • Suka permainan imajinasi

• Sudah mulai beradaptasi dengan kelompok sosialnya

• Mulai patuh kepada aturan

• Mulai muncul perilaku sesuai dengan perannya

• Mulai suka pamer

• Mudah terpengaruh oleh guru dan teman sebaya

• Jiwa kompetisi meningkat • Mulai muncul kesadaran diri

• Cenderung bersahabat dengan teman sejenis

• Cenderung tidak sabar • Cenderung cemas berlebihan

• Cenderung menyendiri / mengasingkan diri saat menghadapi masalah

• Suka mengadu

• Menganggap orang dewasa tidak konsisten dan tidak sempurna

• Kritis

• Terkadang cemberut tiba-tiba tanpa sebab yang jelas

• Cenderung individualistis

• Terkadang tidak jujur, namun mampu menyelesaikan sendiri

• Mudah marah tapi mudah memaafkan • Lebih menginginkan isi pembicaraan /

kesimpulan

• Cukup baik bekerja dalam kelompok • Mulai menyukai situasi kekeluargaan

serta berteman dengan lain jenis

• Dapat berjalan mundur • Berlari dengan tangan terayun • Berdiri dengan satu kaki

• Memanjat tangga dengan berganti kaki • Ada kontrol motorik halus

• Mampu mengaduk, menggunakan sendok-garpu, memakai baju sendiri, menggosok gigi, mencuci tangan, dan dapat mengontrol saat buang air kecil

• Sudah mulai mampu mengkombinasikan gerakan jalan, lari, lompat, dan lempar

• Menyukai permainan sederhana yang memungkinkan persentuhan badan tanpa alat (misalnya permainan: ular naga, kucing dan tikus, menjala ikan, “beteng” / “bentengan”) • Sudah mampu melakukan gerakan senam • Terampil dan kreatif membuat benda tiga

dimensi

• Mampu membuat dan menulis huruf dan angka

• Mampu memotong dan menggunting

• Mampu mengkoordinasi fungsi antar-bagian tubuh

• Mendorong dirinya untuk mencapai batas maksimal fisik (misalnya suka makan dan berbagai jenis olahraga agar pertumbuhan badannya cepat)

• Mudah jenuh / bosan • Rentan terhadap penyakit

• Cenderung berkeluh kesah secara berlebihan • Jika ketegangan memuncak, terkadang

menunjukkan reaksi berupa menggigit kuku, menggulung rambut, menggigit-gigit bibir • Mengalami pertumbuhan fisik yang cepat • Menyukai tantangan fisik

(24)

18

Bidang Sosial Bidang Fisik

• Menyukai kegiatan yang bersifat kelompok

• Menyukai “kebenaran” (membedakan baik-buruk)

• Tertarik memecahkan masalah kontekstual

• Suka mencoba model tulisan yang lain

• Membutuhkan istirahat yang cukup demi pertumbuhan tubuh

Bidang Emosional Bidang Kebahasaan Bidang Kecerdasan

• Cenderung lebih percaya diri

• Senang tertawa

• Mulai mampu melewati tahap yang sulit

• Cenderung berbuat baik karena ingin dipuji

• Mulai menghargai pendapat orang lain

• Dapat berkomunikasi dan berpartisipasi dalam pekerjaan orang dewasa • Suka menolong dan senang

membantu orang lain • Menunjukan rasa setia

kawan yang kuat terhadap teman sebaya

• Mulai mandiri

• Suka membuat kelompok-kelompok kecil untuk berbagi perasaan dan melakukan kegiatan bersama

• Menunjukkan egoisme yang tinggi

• Menyukai bernyanyi dan musik

• Dapat berbicara dengan kata-kata yang jelas dan menggunakan kalimat singkat

• Kosa kata mulai banyak • Dapat menggunakan

kata-kata untuk

mengekspresikan perasaannya

• Dapat mengikuti perintah sederhana

• Memiliki kurang lebih 14 000 kosa kata (usia 6 – 7 tahun)

• Mampu menceritakan banyak hal

• Mengerti bahwa beberapa kata mempunyai arti dan fungsi yang sama / berbeda • Bisa menyempurnakan

kalimat sederhana

• Mulai terbentuk keterampilan membaca • Mampu menyapa dengan

tutur kata yang sopan • Mampu mendeskripsi atau

menggambarkan sesuatu • Menyukai kosa kata dialek • Bahasa kekanak-kanakan

cenderung muncul tiba-tiba • Cenderung membesar-besarkan apa yang diceritakan

• Mudah meniru kata-kata negatif yang didengar dari orang dewasa dan dari berbagai media massa • Mampu menyimak cerita /

dongeng

• Mulai banyak membaca dan mengoleksi buku bacaan

• Berpikir konkret dan holistik • Memiliki rasa ingin tahu

terhadap lingkungannya • Mampu mengenal

warna-warna

• Mengenal nama

• Menghitung sampai batas angka tertentu

• Dapat membedakan berbagai macam benda • Mulai mengenal bentuk,

huruf, dan angka

• Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk

berkonsentrasi

• Mampu memberikan alasan pada saat melakukan kesalahan

• Mampu berhitung secara berurutan

• Mampu memecahkan masalah sederhana • Mampu membedakan tiga

simbol yang berbeda secara visual

• Berpikir kreatif dan kritis terhadap dirinya.

• Mulai berpikir secara luas tentang bumi dan dunia. • Daya imajinasi cenderung

berkurang dibandingkan dengan waktu masih kecil • Memiliki rasa ingin tahu

yang besar

• Menunjukkan pola yang berbeda antar-anak ketika mengemukakan gagasan secara tertulis

• Mengalami kendala dengan angka-angka yang besar

(25)

19

Bidang Emosional Bidang Kebahasaan Bidang Kecerdasan

tertentu

• Ekspresif, banyak berbicara, mulai suka menjabarkan bahasa

• Cenderung kooperatif tapi juga kompetitif

• Mudah bersahabat dan cepat melakukan aktivitas fisik

• Mampu mengeluarkan

pendapat dan

berkomunikasi dengan teman sebaya tentang masalah tugas sekolah yang diberikan guru.

serta konsep waktu dan ruang

• Mudah mengingat dan menghafal

• Meningkatnya kemampuan observasi

• Menyukai peraturan yang masuk akal

• Mampu mengklasifikasi keinginan-keinginan pribadi • Konsentrasi lebih

meningkat dan mampu membaca lebih lama • Mampu memilih strategi

untuk memecahkan masalah

• Bangga dengan prestasi

[Sumber: CRI, Children Resource International, Washington DC, 2004 dan hasil brainstorming guru di Seram, Palu, dan Tentena (Poso), 2010]

4. Fungsi dan Tujuan Satuan Pendidikan SD/MI

Tujuan pendidikan dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs./SMPLB/Paket B adalah: Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tujuan yang dikemukakan antara lain adalah:

1) Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak; 2) Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri;

3) Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya;

4) Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya;

5) Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif;

6) Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan guru/pendidik; 7) Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya;

8) Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari; 9) Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar;

(26)

20 10) Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan;

11) Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air Indonesia; 12) Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal;

14) Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang; 15) Berkomunikasi secara jelas dan santun;

16) Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya;

17) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis ; dan

18) Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.

C. Kajian Empiris

1. Layanan Pendidikan

Layanan pendidikan sejatinya bersifat inklusif, yaitu suatu layanan pendidikan yang diberikan oleh Sekolah Biasa atau Sekolah Umum (SD/MI, SMP/MTs, atau SMA/MA), yang proses pembelajarannya dapat mengakomodir semua peserta didik tanpa diskriminasi. Namun demikian, untuk memberikan layanan pendidikan yang optimal dan berkeadailan, layananan pendidikan pada satuan pendidikan SD/MI biasanya dilakukan dalam beberapa kelas layanan, yaitu:

a. Kelas Reguler, diberikan untuk melayani peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam kategori rata-rata, menggunakan kurikulum lokal dan nasional, dengan masa belajar 6 tahun;

b. Kelas Khusus/Plus, diberikan untuk melayani peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam kategori di rata-rata, menggunakan kurikulum lokal dan nasional yang dimodifikasi sedemikian rupa, dengan masa belajar 6 tahun; c. Kelas Cerdas Istimewa, diberikan untuk melayani peserta didik yang memiliki potensi

kecerdasan dan bakat istimewa dalam kategori di atas rata-rata dengan, menggunakan kurikulum yang lokal, nasional dan internasional serta proses pembelajarannya dengan sistem bilingual, dengan masa belajar kurang dari 6 tahun tahun;

d. Kelas Bertaraf Internasional, diberikan untuk melayani peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam kategori di atas rata-rata, dengan menggunakan kurikulum lokal, nasional dan internasional serta proses pembelajarannya dengan sistem bilingual, dengan masa belajar 6 tahun;

(27)

21

2. Kondisi dan Situasi Sekolah

Kajian terhadap situasi dan kondisi sekolah yang berkaitan dengan kurikulum dan pembelajaran, menunjukkan sejumlah kekuatan dan kelemahan. Kekuatan itu antara lain adalah:

a. Alokasi waktu belajar tiap minggu untuk kelas III-VI memadai;

b. Guru telah mengidentifikasi tema untuk mengintegrasikan kompetensi dasar berbagai mata pelajaran;

c. Guru semakin mampu menerapkan pendekatan tematik dengan ditandai adanya peningkatan model pembelajaran tematik oleh guru dan peningkatan pemahaman siswa terhadap pembelajaran tematik secara holistik;

d. Sekolah mampu mengidentifikasi kompetensi dasar dalam kurikulum untuk mengembangkan tema yang memanfaatkan beragam sumber belajar;

e. Kompetensi dasar banyak memuat konsep-konsep esensial yang memudahkan pengembangan topik yang relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari;

f. Kompetensi mata pelajaran muatan internasional sudah mengandung konsep-konsep esensial;

g. Pendekatan komunikatif dalam pelajaran Bahasa Indonesia yang tercermin dari berbagai kompetensi dasar memudahkan guru mengembangkan kegiatan belajar dan alat penilaian. Kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam pendekatan komunikatif memudahkan guru mengembangkan kegiatan belajar dan alat penilaian; h. Kurikulum mata pelajaran IPA memuat konsep-konsep esensial;

i. Kompetensi dasar dan alat penilaian mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan menekankan penampilan (unjuk kerja) siswa ;

j. Kompetensi dasar dan alat penilaian mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan menekankan penampilan (unjuk kerja) siswa;

k. Mata pelajaran muatan lokal di SD/MI tertentu yang menekankan aspek kesenian dan kebudayaan daerah.

(28)

22 Sedangkan, kelemahannya yang dapat diidentifikasi antara lain:

a. Masih diterapkan pembelajaran yang berpusat kepada guru (teacher-centered

learning);

b. Masih dominan ditekankan pengembangan ranah kognitif. Pengembangan ranah kognitif pada kompetensi dasar masih dominan;

c. Buku teks masih dominan digunakan sebagai sumber belajar yang utama;

d. alat penilaian masih homogen, terutama tes tertulis dan guru masih sulit menentukan jenis dan alat penilaian yang dituntut oleh KTSP;

e. Jumlah mata pelajaran cenderung banyak pada sekolah yang menambah mata-mata pelajaran lain;

f. Kurikulum Pendidikan Agama, PKn, dan IPS masih mengutamakan ranah kognitif, kurang mengembangkan ranah afektif dan konatif atau psikomotor. Implementasi mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan terkendala oleh sarana dan kemampuan guru; g. Guru sulit mengembangkan kompetensi dasar menjadi indikator dan alat penilaian

dalam penilaian kelas;

h. Implementasi kurikulum mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan terkendala oleh terbatasnya alat dan kurangnya kemampuan guru mengajarkan mata pelajaran ini; i. Total alokasi jam pelajaran per minggu untuk kelas I-III SD/MI kurang, terutama untuk

mengembangkan kemampuan baca-tulis-hitung siswa;

j. Penilaian yang dilakukan guru masih menggunakan penilaian acuan norma, bukan penilaian acuan kriteria.

3. Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Jumlah sekolah dasar yang mempunyai guru dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan lebih sedikit dibanding dengan jumlah guru yang tidak sesuai dengan standar nasional pendidikan. Akibatnya, proses belajar-mengajar hanya berlangsung sesuai dengan kemampuan masing-masing guru, dan bukan berdasarkan standar proses yang diharapkan. Beberapa fakta yang ada di lapangan menyangkut masalah guru adalah:

(29)

23 b. Banyak guru SD/MI kini melanjutkan studi S1 melalui program peningkatan kualifikasi guru

SD/MI mencapai gelar S 1 yang dikelola FKIP universitas yang ditunjuk pemerintah;

c. Mayoritas SD/MI menerapkan sistem guru kelas, namun banyak pula SD/MI yang menerapkan sistem guru bidang studi pada kelas IV-VI ;

d. Banyak guru mengajar tanpa persiapan dan mengajar secara konvensioanl;

e. Banyak guru SD/MI bekerja di wilayah pedesaan yang terpencil sehingga mereka kurang mendapatkan akses informasi berupa buku bacaan, buku referensi, dan majalah ilmiah; f. Dengan adanya otonomi sekolah melalui sistem otonomi daerah, mayoritas guru SD/MI

tidak mendapatkan akses pelatihan dan peningkatan kemampuan profesional guru melalui KKG kurang efektif karena belum terbina sistem KKG yang baik melalui sistem gugus;

g. Kemampuan dan kinerja banyak guru yang telah lulus sertifikasi pendidik tampak tidak lebih baik dari guru yang belum mengikuti sertifikasi; dan

h. Rasio jumlah siswa dan guru belum memenuhi harapan, terutama di wilayah perkotaan yang padat.

4. Peserta Didik

Kenyataan di lapangan yang menunjukkan beberapa hal yang menyangkut peserta didik, antara lain:

a. Umur siswa saat masuk sekolah dasar yang disyaratkan pemerintah adalah 7 tahun dengan alasan untuk memenuhi angka partisipasi kasar, namun untuk sekolah swasta berkisar antara 5-6 tahun padahal menurut tradisi sebelum digencarkannya wajib belajar umur masuk sekolah dasar adalah 6 tahun;

b. Walaupun syarat masuk sekolah dasar berdasarkan umur, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sejumlah sekolah menerapkan sistem observasi (bermain sehari menggunakan alat ukur) / tes, tes IQ, dan penentuan psikolog tentang kelayakan anak masuk SD (berciri anak luar biasa atau berkemampuan berbeda, diffable child);

c. Terdapat siswa yang berkebutuhan khusus di setiap sekolah dengan jumlah bervariasi di setiap sekolah, dengan penaganan khusus atau dengan dileburkan dengan siswa reguler tanpa penanganan khusus; dan

d. Di wilayah perkotaan padat penduduk tampak siswa di ruang-ruang kelas terlalu padat sedangkan di wilayah pedesaan tertentu, terutama di daerah terpencil, jumlah siswa amat sedikit di tiap kelas.

(30)

24

5. Manajemen Sekolah

Kenyataan di lapangan yang menunjukkan beberapa hal yang menyangkut manajemen sekolah antara lain :

a. Manajemen SD kini lebih dikendalikan oleh kepala dinas kecamatan (UPTD) yang tidak memiliki cukup kekuasaan dan kemampuan untuk membina para kepala sekolah dan guru karena tidak mengelola dana pendidikan, termasuk dana pembinaan guru;

b. Banyak pengawas yang umumnya berkantor di kantor dinas pendidikan kecamatan cenderung kurang kompeten karena tidak memiliki keahlian membina guru dan kurang didukung dana untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan kepala sekolah; c. Pengangkatan kepala sekolah cenderung ditentukan oleh dinas kabupaten / kota dan

kriteria pengangkatan kepala sekolah tampaknya bergantung kepada pandangan kepala dinas, sementara di daerah tertentu pengangkatan kepala sekolah tanpa diseleksi pada tingkat kecamatan melalui peran pengawas yang lebih tahu kinerja guru atau ditentukan oleh bupati atau walikota terpilih yang secara teknis kurang memahami dunia pendidikan;

d. Manajemen SD/MI cenderung sederhana; jarang sekali ada koordinator atau fasilitator mata pelajaran yang bertugas mengembangkan kemampuan profesional guru pada mata pelajaran tertentu;

e. Peran pemimpin menengah atau “middle leaders” di SD/MI cenderung tidak ada; f. Manajemen berbasis sekolah baru diterapkan sejumlah sekolah tertentu yang telah

terpapar oleh program MBS-Pakem yang kini sudah berusia 12 tahun;

g. Sistem audit manajemen SD/MI lemah karena hanya dilakukan dalam rangka keperluan tertentu, misal akreditasi sekolah;

h. Kontrol terhadap sekolah lemah dan kurang diterapkannya sistem imbalan dan sanksi yang tegas;

i. Tidak semua sekolah menyusun rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) jangka menengah dan jangka panjang;

j. Persiapan untuk menjadi kepala sekolah dan pembinaan selama menjadi kepala sekolah amat kurang; dan

k. Mutasi guru dan kepala sekolah yang berstatus PNS cenderung dilakukan tanpa kriteria yang jelas dan transparan.

(31)

25

6. Sistem Penilaian

Penilaian yang dilaksanakan di sekolah dasar antara lain berupa ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester serta ulangan kenaikan kelas. Dengan demikian, untuk satuan pendidikan sekolah dasar ulangan yang bersifat kolektif sebanyak empat kali , yaitu dua kali ulangan tengah semester dan dua kali ulangan akhir semester. Jumlah tersebut bertambah jika sekolah mengadakan jenis ulangan lain, seperti uji kendali mutu, uji khusus kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau ulangan jenis lain. Ulangan harian , ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester ganjil lebih sering dilaksanakan oleh sekolah masing-masing. Tetapi, ulangan akhir semester kedua (ulangan kenaikan kelas) sering dilaksanakan oleh gugus atau Unit Pelaksana Tugas Diknas Kecamatan masing-masing. Berkaitan dengan hasil penilaian, sekolah menggunakannya sebagai salah satu pertimbangan kenaikan kelas. Dalam penyusunan KTSP, kriteria dan ketentuan kenaikan kelas setiap sekolah telah dicantumkan, sehingga setiap sekolah mempunyai aturan jelas tentang kenaikan kelas. Karena itu, pada kenyataannya setiap tahun ada siswa yang tinggal kelas dengan adanya ketentuan dan kriteria ini. Aturan kenaikan kelas di setiap sekolah berbeda-beda. Selain itu, ada sekolah yang menganut prinsip tidak ada siswa yang tinggal kelas sesuai dengan prinsip dasar kurikulum berbasis kompetensi yang dilaksanakan dengan pendekatan belajar aktif karena menahan anak satu tahun lagi di kelas yang sama dipandang sebagai hukuman yang melanggar hak asasi potensi tumbuh kembang anak dan kasih sayang kepada anak.

Bipoupout J C dalam artikelnya “The Contribution of the Competency-based Approach to Education for all in Cameroon” dalam Prospects Vol. 37, No. 2, 205-221 menunjukkan perlunya peningkatkan praktik dalam pengalaman belajar-mengjar siswa SD dalam penerapan kurikulum berbasis kompetensi dengan adanya pengajaran remedial untuk mengatasi masalah mengulang kelas di SD di Kamerun.

Grantham, Madeline Kay (2000) dalam artikelnya “Impact of Small Class Size on Achievement” berdasarkan penelitian tentang promosi sosial (anak yang naik kelas tidak kehilangan temannya) dan ulang kelas di SD di New York menunjukkan bahwa tinggal kelas dan promosi sosial tidak mememuhi kebutuhan siswa yang gagal mencapai prestasi. Peneliti juga mengajukan berbagai saran untuk meningkatkan lingkungan belajar, termasuk menerapkan kelompok campuran anak yang memiliki kemampuan yang berbeda. Dari guru-guru yang diteliti, 60% percaya bahwa siswa tidak boleh dipromosi secara social jika prestasi

(32)

26 belajarnya tidak tercapai, 70% percaya bahwa mereka tidak boleh bersama-sama dengan teman sebayanya jika prestasi mereka di bawah rata-rata, 30% percaya bahwa masalah perilaku akan terjadi karena tinggal kelas ini. Semua guru setuju bahwa mengulang kelas adalah pilihan terbaik.

Goos, Mieke; Van Damme, Jan; Onghena, Patrick; Petry, Katja (2011) dalam artikel “First-Grade Retention: Effects on Children's Actual and Perceived Performance throughout Elementary Education”. Society for Research on Educational Effectiveness. 2040 Sheridan Road, Evanston, IL 60208 (http://www.sree.org) meneliti 3707 siswa SD di Belgia yang tinggal kelas di kelas I yang bahasa ibunya adalah bahasa Fleming. Studi ini menunjukkan bahwa siswa yang mengulang kelas memulai tahun ajaran dengan kelebihan pada matematika dan kelancaran membaca dibandingkan murid-murid baru. Para guru mereka tetap menilai sama buruknya dalam keterampilan matematika dan bahasa. Setelah waktu berlalu siswa yang mengulang kelas berkembang lebih lambat sehingga membuat mereka dirugikan dalam penampilan (pencapaian prestasi) aktual dan dalam pandangan atau persepsi guru terhadap mereka di kelas akhir SD. Perbandingan dengan kelompok yang berprestasi rendah tapi dinaikkan ke kelas II menunjukkan bahwa prestasi mereka lebih baik dalam jangka pendek dan jangka panjang karena mereka dinilai lebih positif oleh guru kelas di atasnya dan mampu menunjukkan kelancaran dalam matematika dan membaca.

Pemerintah Australia pada umumnya mengikuti prinsip bahwa dalam situasi normal, anak-anak SD naik kelas dari tahun ke tahun. Tinggal kelas hanya diperbolehkan dalam situasi khusus namun tetap demi kepentingan terbaik anak, dengan mempertimbangkan kriteria berikut ini: (a) tidak boleh terjadi di kelas I tapi di kelas selanjutnya; (b) harus didiskusikan dengan orang tua siswa pada periode waktu tertentu sebelum pilihan tinggal kelas diambil; (c) haurs dikemukakan apa saja yang telah dilakukan guru untuk mencegah ulang kelas ini; (d) bukti-bukti perlu diberikan mengapa tinggal kelas itu menjadi pilihan terbaik dengan mengemukakan manfaat yang diantisipasi dan pertimbangan mengenai alternatif lain; (e) harus diperhatikan bahwa dengan meningkatnya pilihan lain yang lebih bermakna untuk membantu memaksimalkan kemajuan anak, ulang kelas adalah pilihan yang tidak ditempuh banyak sekolah lain; (f) ada keprihatinan bahwa dampak negatif ulang kelas – menyingkirkan teman-teman sebayanya, persepsi diri yang negatif, dan lain-lain mungkin lebih besar daripada manfaat ulang kelas yang diantisipasi. Karena itu, ditutuntut komitmen yang sungguh-sungguh dari pihak siswa, sekolah, dan orang tua; dan (g) betapa pun, tidak

(33)

27 boleh anak yang tinggal kelas lebih dari satu kali. (Primary Education, http://www.aussieeducator. org.au/education/levels/primary.html#tbt).

Sekolah dasar di Inggris yang menerapkan kurikulum berbasis outcome pada prinsipnya tidak menganut sistem ulang kelas karena siswa naik kelas sesuai dengan usianya. Ulang kelas hanya diberlakukan karena kurangnya kehadiran di sekolah, misalnya karena siswa menderita penyakit yang lama, dan terutama pada tahun-tahun yang menuntut siswa mengikuti tes terstandar. Selain itu, siswa yang menunjukkan kecerdasan yang hebat secara signifikan dibanding teman sebayanya dapat melompat kelas. (http://en.wikipedia.org/wiki/ Education_in_England)

Berdasarkan hasil tes PISA, anak-anak di negara-negara tempat lebih banyak siswa tinggal kelas mencatat skor lebih buruk dan tinggal kelas lebih banyak dialami anak-anak dari keluarga kelas sosial-ekonomi yang lebih rendah. Selain itu, para siswa di negara-negara yang menerapkan pemindahan siswa yang lemah ke sekolah lain atau mengeluarkan siswa yang nakal meraih skor lebih buruk. (PISA 2009 Executive Summary; http://www.pisa2006.helsinki.fi/)

Berdasarkan kajian empiris ini dalam penerapan kurikulum yang ditata ulang, diusulkan agar kebijakan tinggal kelas di SD/MI ditinggalkan karena sesuai dengan prinsip pendekatan kurikulum berbasis kompetensi yang dilaksanakan melalui belajar aktif, tiap siswa terus naik kelas dan evaluasi hanya menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi yang telah ditunjukkan pada akhir tiap kelas.

(34)

28

PENATAAN KURIKULUM

A. Standar Kompetensi Lulusan Alternatif 1

Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan ( SKL-SP) SD/MI masa datang adalah sebagai berikut :

1. Memiliki pengetahuan esensial tentang:

a. ciptaan dan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa;

b. perjuangan tokoh dan peninggalan sejarah daerah dan nasional; c. kehidupan sosial-budaya-ekonomi-politik Bangsa Indonesia; d. wilayah geografis, lingkungan alam dan kekayaan alam Indonesia

e. kehidupan bangsa dan negara-negara asia tenggara yang saling terkait dengan kehidupan bangsa Indonesia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan seni. f. fakta, konsep, teori, prosedur esensial dan temuan penting dalam ilmu dan

teknologi (termasuk temuan penting yang mengubah kehidupan umat manusia) g. nilai, moral/karakter positif yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dan

Bangsa Indonesia

h. Berbicara dengan kalimat bahasa Inggris sederhana dan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

2. Keterampilan esensial:

a. Menunjukkan keterampilan membaca, menulis, menyimak, berbicara, dan berhitung tingkat dasar.

b. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif terhadap gejala alam dan sosial, untuk kepentingan pemecahan masalah sederhana yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

c. Berani mengemukakan pendapat dan menunjukkan keterampilan

berkomunikasi secara efektif, efisien, dan santun baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Nilai, moral, sikap dan kebiasaan:

a. menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak , serta mengaplikasikannya secara sederhana dalam kehidupan sehari-hari; b. menunjukkan kesadaran diri atas kekurangan dan kelebihannya untuk

(35)

29 c. menghargai keragaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial-ekonomi

di lingkungan sekitarnya melalui tindakan-tindakan positif dalam berbagai bidang yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia;

d. menunjukkan sikap dan perilaku yang mencerminkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa dan Negara Indonesia, meliputi budaya malu, ramah, toleran, suka menolong orang lain, jujur, disiplin, pantang menyerah, mandiri, dan bersemangat gotong-royong;

e. menunjukkan sikap sopan dan santun dalam ucapan, tingkah laku, dan perbuatan;

f. menghargai waktu, dan taat serta patuh terhadap peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungannya;

g. dapat bekerja sama dan bersosialisasi dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebayanya;

h. menunjukkan keterampilan praktis yang mencerminkan rasa sayang terhadap dirinya dan orang lain, tumbuhan, hewan, dan alam sekitar;

i. menunjukkan jiwa penemu dan pencari melalui kegiatan penemuan; dan j. menunjukkan kebiasaan hidup bersih dan sehat.

Alternatif 2

No Kelompok Mata Pelajaran SKL SP

1. Agama dan Akhlak Mulia a. menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaanNya;

b. menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak , serta

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Kewarganegaraan dan

Kepribadian

a. menghargai perjuangan tokoh dan peninggalan sejarah

daerah dan nasional;

b. mengenal kehidupan sosial-budaya-ekonomi-politik Bangsa Indonesia;

c. memiliki pengetahuan tentang wilayah geografis, lingkungan alam dan melestarikan kekayaan alam Indonesia;

d. memiliki pengetahuan tentang kehidupan bangsa dan negara-negara asia tenggara yang saling terkait dengan kehidupan bangsa Indonesia di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan seni; e. mengaplikasikan nilai, moral/karakter positif yang

hidup dan berkembang dalam masyarakat dan Bangsa Indonesia;

f. berani mengemukakan pendapat dan

menunjukkan keterampilan berkomunikasi secara efektif, efisien, dan santun baik secara langsung maupun tidak langsung;

g. menunjukkan kesadaran diri atas kekurangan dan kelebihannya untuk kepentingan peningkatan potensi;

h. terbiasa berperilaku yang mencerminkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa dan Negara

Gambar

Gambar 1:  Hubungan antara 3 jalur proses dan unsur-unsur yang mendukung proses serta  sumber kompetensi dan materi
Ilustrasi 3:  Perkembangan Masyarakat Dunia dari Abad ke-18 sampai ke Abad ke-21.
Tabel Jumlah hari sekolah per tahun & sistem pembagian waktu  Negara  Jumlah hari

Referensi

Dokumen terkait

Usulan Teknis dinyatakan memenuhi syarat (lulus) apabila mendapat nilai minimal 70 (tujuh puluh), peserta yang dinyatakan lulus akan dilanjutkan pada proses penilaian penawaran

Uraian latar belakang masalah tersebut, mendorong penulis untuk mengadakan penelitian tentang “Manfaat Hasil Belajar Manajemen Usaha Bisnis Butik Sebagai Kesiap an

Kondisi optimum penentuan nitrit dengan metode ekstraksi-spektrofotometri sebagai kompleks 4-(4- nitrobenzenazo)-1-aminonaftalen dengan n-amil alkohol adalah : (1) Panjang

schachtii female population densities were similar in suppressive and conducive soil in the ®rst nematode generation, but remained low in the suppressive soil compared to

Jumlah jam kerja yang tersedia untuk pembuatan meja dan kursi adalah 240 jam?. per minggu sedang jumlah jam kerja untuk pengecatan adalah 100 jam per

Po$a Konstruksi 1 Unit Layanan Pengadaan (ULP) IGbupaten Barito Tmur mengundang calon. penyedia jasa berikut untuk menghadiri pembuktian kualifikasi untuk

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung, Skripsi (SI).. Medan: Program Studi Ilmu

Aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solutions) untuk penyusunan skripsi & tesis , USU Press, Meda n.. Skala Pengukuran