• Tidak ada hasil yang ditemukan

ATRAUMATIC CARE MUNURUNKAN KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH AKIBAT HOSPITALISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ATRAUMATIC CARE MUNURUNKAN KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH AKIBAT HOSPITALISASI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

ATRAUMATIC CARE MUNURUNKAN KECEMASAN ANAK USIA PRASEKOLAH AKIBAT HOSPITALISASI

ATRAUMATIC CARE DECREASES ANXIETY OF PRE-SCHOOL CHILDREN DUE TO HOSPITALIZATION

Bernada Parulian*, Kili Astarani**

*Mahasiswa STIKES RS. Baptis Kediri, **Dosen STIKES RS. Baptis Kediri Jl. Mayjend. Panjaitan no. 3B Kediri Kode pos 641002, Telp (0354) 683470

Email: stikes_rsbaptis@yahoo.com

ABSTRAK

Kondisi cemas pada anak yang menjalani hospitalisasi merupakan masalah yang serius dan harus mendapat perhatian khusus. Anak usia prasekolah sering mengalami kehilangan kontrol dan rasa cemas akibat adanya pembatasan aktivitas yang menganggap bahwa tindakan dan prosedur perawatan dapat mengancam integritas tubuhnya selama hospitalisasi. Penerapan atraumatic care bertujuan untuk meminimalkan kecemasan pada anak selama dirawat di rumah sakit. Tujuan penelitian menganalisis hubungan penerapan atraumatic care dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri. Desain penelitian menggunakan korelasional. Populasi penelitian semua anak usia prasekolah yang dirawat di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri dengan subyek 38 responden. Teknik pengambilan data Purposive Sampling. Variabel independen atraumatic care dan variabel dependen kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi. Pengolahan data dilakukan dengan uji Spearman’s Rho ρ<0,05. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar penerapan atraumatic care adalah baik yaitu 23 responden (84,2%), sebagian besar anak usia prasekolah mengalami kecemasan sedang yaitu 25 responden (65,8%). Hasil uji statistik Spearman’s Rho didapatkan ρ = 0,022 r = -0,371 dimana ρ < α maka Ho ditolak dan Ha diterima. Kesimpulan dalam penelitian ini terdapat hubungan antara atraumatic care dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri. Jika perawat menerapkan atraumatic care dengan baik, maka kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi akan menurun.

Kata Kunci: Atraumatic Care, Kecemasan, Anak Usia Prasekolah, Hospitalisasi

ABSTRACT

Anxiety to children during hospitalization is a serious problem and needs a special attention. Pre-school children often experience loss of control and anxiety, those from activities restriction to them and they assume that the situation impairs their body integrity. Atraumatic care implementation aims to minimalize anxiety to children during hospitalization. Research objective is to analyze the correlation between atraumatic care implementation and pre-school children’s anxiety of hospitalization in Karunia Ward of Kediri Baptist Hospital. Research design was correlational. Population was all of

(4)

pre-school children in Karunia Ward of Kediri Baptist Hospital. Samples were 38 respondents using purposive sampling. Independent variable was atraumatic care implementation and dependent variable was pre-school children’s anxiety during hospitalization. Data were collected using quastionnaire and observation, and then analyzed using Spearman Rho ρ<0.05. Research result showed that most of atraumatic care implementation was good as many as 23 respondents (84.2%), most of pre-school children had moderate anxiety as many as 25 respondents (65.8%). Result of statistical test of Spearman Rho obtained ρ = 0.022 r = -0,371; ρ < α, it meant Ho was rejected and Ha was accepted. In conclusion, there was correlation between atraumatic care implementation and pre-school children’s anxiety during hospitalization in Karunia Ward of Kediri Baptist Hospital. If the nurses implement atraumatic care well, pre-school children’s anxiety due to hospitalization will decrease.

Keywords: Atraumatic Care, Anxiety, Preschool Children, Hospitalization

Pendahuluan

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu rumah sakit. Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkatan usia. Bagi anak usia 3 sampai 6 tahun (prasekolah), hospitalisasi merupakan stresor buruk yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak (Wong, 2008). Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam, 2014). Kondisi cemas pada anak yang menjalani hospitalisasi merupakan masalah yang serius dan harus mendapat perhatian khusus. Anak usia prasekolah sering mengalami kehilangan kontrol pada dirinya dan rasa cemas ini muncul akibat adanya pembatasan aktivitas yang menganggap bahwa tindakan dan prosedur perawatan dapat mengancam integritas tubuhnya selama hospitalisasi. Berdasarkan wawancara dan observasi yang dilakuakan oleh peneliti, rata-rata anak usia prasekolah yang dirawat di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri anak

menangis, menolak ketika perawat datang untuk memberikan tindakan keperawatan, rewel dan selalu ingin ditemani orang tuanya saat dilakukan pemberian terapi oleh perawat atau dokter.

Di Amerika Serikat, diperkirakan lebih dari 50% dari jumlah tersebut, anak mengalami kecemasan. Diperkirakan lebih dari 1,6 juta anak dan usia antara 2 sampai 6 tahun menjalani hospitalisasi disebabkan karena injury dan berbagai penyebab lainnya (Disease Control, National Hospital Discharge Survey (NHDS) (2004) dalam Apriliawati, 2011). Di Indonesia tahun 2009 dan 2010 presentase rawat inap anak usia 1-4 tahun sebesar 4,31% dan 4,65% (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan pada tanggal 23-28 Januari 2016 di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri didapatkan bahwa seluruh anak usia prasekolah (100%) mengalami kecemasan akibat hospitalisasi. Kecemasan akibat hospitalisasi ditandai dengan semua anak (100%) cemas karena perpisahan selama menjalani hospitalisasi, sedangkan 14 anak (93,3%) menangis ketika mendapatkan tindakan keperawatan seperti perawat melakukan pemasangan infus, pemberian terapi atau obat, dan perawatan luka pada tubuhnya. Hospitalisasi pada anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang direncanakan atau darurat mengharuskan

(5)

anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai anak dapat dipulangkan kembali kerumah. Selama proses tersebut, anak dapat mengalami berbagai kejadian berupa pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres (Wong, 2008). Anak menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat bergantung pada perkembangan usia anak, pengalaman terhadap sakit, diagnosis penyakit, sistem dukungan, dan koping terhadap stres (Susilaningrum, 2013).

Menurut Wong (2009), lingkungan rumah sakit, tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan dan lingkungan sosial antar sesama pasien. Adanya stresor tersebut, distres fisik yang dapat dialami anak adalah pembatasan aktivitas, perasaan nyeri dan suara bising sedangkan distres psikologis mencakup kecemasan, takut, marah, kecewa, sedih, dan rasa bersalah. Menurut Alimul Hidayat (2008) prinsip dasar perawatan atraumatic care yang harus dimiliki oleh setiap perawat terdiri dari 5 komponen yang meliputi menurunkan atau mencegah dampak perpisahan anak dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak, mencegah atau mengurangi cidera (injury) dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak serta modifikasi lingkungan fisik.

Perlunya penerapan atraumatic care pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat menurunkan trauma pada anak dan orang tua akibat prosedur invasif. Berbagai dampak hospitalisasi dan kecemasan yang dialami oleh anak usia prasekolah, akan beresiko mengganggu tumbuh kembang anak dan berdampak pada proses penyembuhan. Alasan tersebut membuat perawat dituntut untuk memberikan pelayanan perawatan yang berkualitas kepada anak maupun orang tua dengan pelaksanaan

atraumatic care sehingga dapat meminimalkan kecemasan pada anak saat menjalani proses hospitalisasi (Wong, 2008). Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan penerapan atraumatic care dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri.

Metodologi Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah korelasional. Populasi pada penelitian ini yaitu anak usia prasekolah beserta orang tua atau yang bersama merawat anak di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri. Jumlah subyek penelitian 38 anak. Teknik sampling yang digunakan dengan purposive sampling. Variabel independen penerapan atraumatic care dan variabel dependen kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi. Instrumen penerapan atraumatic are menggunakan lembar kuesioner yang telah dilakukan uji vailiditas dan reliabilitas dengan nilai Alfa Cronbach pada penerapan atraumatic care 0,783. Instrumen kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi menggunakan lembar observasi yang dilakukan peneliti pada anak usia prasekolah (3 – 6 tahun). Pengolahan data dilakukan dengan uji Spearman’s Rho ρ<0,05.

(6)

Hasil Penelitian

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Penerapan Atraumatic Care di Ruang Karunia Baptis Kediri Pada Tanggal 8 - 27 Mei 2017 (n=38)

Kriteria Jumlah %

Kurang 1 2,6

Cukup 5 13,2

Baik 32 84,2

Jumlah 38 100

Berdasarkan tabel 1 penerapan atraumatic care di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri, menunjukkan bahwa penerapan

atraumatic care di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri sebagian besar penerapan atraumatic care adalah baik yaitu 32 responden (84,2%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kecemasan Anak Usia Prasekolah Akibat Hospitalisasi di Ruang Karunia Baptis Kediri Pada Tanggal 8 - 27 Mei 2017 (n=38).

Kriteria Jumlah Persentase %

Ringan 3 7,9%

Sedang 25 65,8%

Berat 10 26,3%

Jumlah 38 100

Berdasarkan tabel 2 kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri, menunjukkan bahwa kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi

di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri sebagian besar mengalami kecemasan sedang yaitu 25 responden (65,8%).

Tabel 3. Hubungan Penerapan Atraumatic Care Dengan Kecemasan Anak Usia Prasekolah Akibat Hospitalisasi di Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri Pada Tanggal 8 - 27 Mei 2017 (n=38)

Penerapan Atraumatic Care

Kecemasan

Total

Ringan Sedang Berat

F % F % F % F %

Kurang 0 0% 1 100% 0 0 1 100%

Cukup 0 0% 1 20,0% 4 80,0% 5 100%

Baik 3 9,4% 23 71,9% 6 18,8% 32 100%

Spearman’s Rho didapatkan ρ = 0,022 r = -0,371 Berdasarkan tabel 3 dalam kategori penerapan atraumatic care kurang terdapat 1 responden (100%) mengalami kecemasan sedang. Dalam kategori penerapan atraumatic care cukup terdapat 1 responden (20,0%) mengalami kecemasan sedang dan 4 responden (80,0%) mengalami kecemasan berat, tidak didapatkan responden yang mengalami kecemasan

ringan dan berat. Sedangkan dalam kategori penerapan atraumatic care baik terdapat 3 responden (9,4%) mengalami kecemasan ringan, 23 responden (71,9%) mengalami kecemasan sedang, dan 6 responden (18,8%) mengalami kecemasan berat. Hasil uji statistik Spearman’s Rho didapatkan ρ = 0,022 r = -0,371 dimana ρ < α maka Ho ditolak dan Ha diterima. Kesimpulan dalam

(7)

penelitian ini terdapat hubungan antara atraumatic care dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri. Jika perawat menerapkan atraumatic care dengan baik, maka kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi akan menurun.

Pembahasan

Penerapan Atraumatic Care di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan penerapan atraumatic care di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri dari jumlah responden sebanyak 38 responden didapatkan hasil bahwa penerapan atraumatic care sebagian besaradalah baik yaitu sejumlah 32 responden (84,2%).

Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang dapat mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya. Atraumatic care bukan satu bentuk intervensi yang terlihat nyata, tetapi memberi perhatian pada apa, siapa, dimana, mengapa, dan bagaimana prosedur dilakukan pada anak dengan tujuan mencegah dan mengurangi stres fisik dan psikologis (Hockenberry, 2009). Dengan adanya stresor tersebut, distres fisik yang dapat dialami anak adalah pembatasan aktivitas, perasaan nyeri dan suara bising sedangkan distres psikologis mencakup kecemasan, takut, marah, kecewa, sedih, dan rasa bersalah. Menurut Alimul Hidayat (2008) prinsip dasar perawatan atraumatic care yang harus dimiliki oleh setiap perawat terdiri dari 5 komponen yang meliputi menurunkan atau mencegah dampak perpisahan anak dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak,

mencegah atau mengurangi cidera (injury) dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak serta modifikasi lingkungan fisik.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan penerapan atraumatic care di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri adalah baik. Hal ini menunjukkan bahwa perawat memfasilitasi keluarga untuk terlibat dalam asuhan keperawatan anak selama hospitalisasi. Keluarga memiliki kemampuan baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dalam melaksanakan perawatan anaknya di Rumah Sakit melalui interaksi yang terapeutik dengan keluarga. Kelima indikator yang sudah peneliti buat, sudah dibuktikan dengan adanya teori yang diungkapkan oleh Alimul Hidayat (2008) yaitu pentingnya menerapkan prinsip dasar perawatan atraumatic care. Penerapan atraumatic care di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri pada indikator menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga adalah baik. Hal ini dibuktikan bahwa orang tua lebih banyak menjawab selalu pada pertanyaan orang tua menjaga anak selama dirawat di rumah sakit pada indikator menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga tentang orang tua menjaga anak selama dirawat di rumah sakit dan pertanyaan perawat melibatkan orang tua dalam memberikan dukungan dan rasa nyaman terhadap anak.

Indikator dalam meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak selama hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri didapatkan orang tua diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan dalam perawatan anaknya dan selalu mendapatkan informasi tentang perkembangan kesehatan anaknya dari perawat, didapatkan seluruh perawat memberikan ijin pada anak untuk membawa mainan kesayangannya dan bermain dengan orang tuanya selama tidak mengganggu kondisi kesehatan anak, hal ini didukung dengan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti

(8)

saat melakukan pengambilan data, beberapa orang tua dapat bekerjasama atau terlibat aktif dalam perawatan selama anaknya menjalani hospitalisasi dan menurut salah satu orang tua diberikan ijin untuk tinggal bersama dengan anaknya selama perawatan di Rumah Sakit, hal ini dibuktikan bahwa orang tua lebih banyak menjawab selalu pada pertanyaan perawat melibatkan orang tua dalam pemberian tindakan perawatan dengan indikator meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak tentang perawat melibatkan orang tua dalam pemberian tindakan perawatan dan pertanyaan perawat memberikan kesempatan untuk mengawasi anak bermain selama di rawat di rumah sakit tentang perawat memberikan kesempatan untuk mengawasi anak bermain selama di rawat di Rumah Sakit perawat melibatkan orang tua dalam memberikan dukungan dan rasa nyaman terhadap anak. Hal ini secara tidak langsung perawat di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri tidak melakukan hal yang membahayakan kepada anak salah satu tentang pencegahan injury melalui pemberian kesempatan yang diberikan oleh perawat untuk mengambil keputusan dalam tindakan perawatan anak, serta pemberian informasi tentang perkembangan kesehatan anak kepada orang tua disebabkan karena perawat dapat menerapkan dan mengaplikasikan prinsip-prinsip atraumatic care yang sesuai dengan teori dan pengetahuan yang telah didapat oleh perawat.

Perawat dalam melakukan perawatan pada anak harus mempertimbangkan untuk menghadirkan orang tua pada saat dilakukan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri (Alimul Hidayat, 2008). Perawat di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri dalam indikator mencegah injury dan nyeri pada anak tidak mudah, namun jika pencegahan injury dan nyeri tidak dilakukan akan menyebabkan trauma pada anak, akan mengganggu proses perawatan selanjutnya sehingga lama perawatan dapat lebih panjang. Perawat

di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri sudah mencegah injury atau mengurangi cedera terutama dalam menjaga keamanan anak dari resiko cidera dan mempersiapkan anak dan orang tua dengan menjelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan dan memberikan dukungan secara psikologis pada anak dan orang tua, hal ini dibuktikan bahwa orang tua lebih banyak menjawab selalu pada pertanyaan perawat memberikan penjelasan sebelum tindakan keperawatan dilakukan dengan indikator mencegah injury atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis) tentang perawat memberikan penjelasan sebelum tindakan perawatan dilakukan perawat melibatkan orang tua dalam pemberian tindakan perawatan dan pertanyaan perawat menunjukkan sikap empati saat akan melakukan tindakan yang menyakitkan pada anak. Namun masih ada perawat melakukan tindakan yang berbahaya, yaitu melakukan pengikatan (restrein) pada anak dalam mempermudah perawat melakukan tindakan keperawatan, hal ini dibuktikan bahwa orang tua lebih banyak menjawab kadang-kadang pada pertanyaan perawat melakukan pengikatan (restrein) pada anak dalam mempermudah perawat melakukan tindakan keperawatan.

Perawat dalam melakukan perawatan pada anak harus mempertimbangkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak, salah satunya tidak melakukan kekerasan pada anak. Perawat di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri pada indikator tidak melakukan kekerasan pada anak apabila itu terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak. Sebagian besar perawat di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri mampu memberikan pelayanan atraumatic care dalam indikator tidak melakukan kekerasan pada anak selama dirawat di Rumah

(9)

Sakit, hal ini dibuktikan bahwa orang tua lebih banyak menjawab selalu pada pertanyaan perawat berbicara dengan lembut terhadap anak pada indikator tidak melakukan kekerasan pada anak tentang perawat menunjukkan sikap empati saat akan melakukan tindakan yang menyakitkan pada anak dan pertanyaan perawat bekerja dengan hati-hati, dan teliti dalam melakukan tindakan keperawatan kepada anaknya selama dirawat di rumah sakit.

Dalam memodifikasi lingkungan fisik ruang anak dapat dilakukan melalui modifikasi ruang perawatan yang bernuansa anak sehingga meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman di lingkungan barunya. Secara garis besar perawat di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri mampu memberikan pelayanan atraumatic care dalam indikator modifikasi lingkungan fisik secara maksimal, hal ini dibuktikan bahwa orang tua lebih banyak menjawab selalu pada pertanyaan perawat menjaga lingkungan yang nyaman, bersih dan tidak berbau selama anak dirawat di rumah sakit pada indikator modifikasi lingkungan fisik dan pertanyaan perawat memberikan lingkungan yang aman untuk mencegah resiko jatuh pada anak selama dirawat di rumah sakit serta perawat bersikap ramah, berpenampilan rapi serta serasi dalam berseragam selama di rumah sakit. Perawat dalam memodifikasi lingkungan fisik perawatan anak sudah dilakukan oleh perawat dalam perawatan anak serta mengaplikasikan ruang perawatan sesuai dengan prinsip-prinsip atraumatic care. Hal ini didukung dengan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti saat melakukan pengambilan data, beberapa perawat dapat meningkatkan keceriaan anak, perasaan aman dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungan barunya.

Menurut Alimul Hidayat (2008), modifikasi lingkungan ruang anak dapat dilakukan melalui modifikasi ruang perawatan yang bernuansa anak sehingga anak merasa nyaman di lingkungannya.

Perawat di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri sebagian besar belum bisa memodifikasi ruang perawatan anak yang sesuai dengan nuansa anak baik dari segi gambar-gambar bernuansa bunga, kartun dan binatang. Hal ini dibuktikan bahwa orang tua lebih banyak menjawab tidak pernah pada pertanyaan perawat memodifikasi ruangan dengan gambar-gambar bernuansa bunga, kartun dan binatang. Hal ini disebabkan karena keterbatasan sarana dan prasarana yang disediakan oleh rumah sakit.

Kecemasan Anak Usia Prasekolah Akibat Hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri

Berdasarkan data penelitian didapatkan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia prasekolah mengalami kecemasan sedang yaitu 25 responden.

Kecemasan atau ansietas merupakan penilaian dan respon emosional terhadap sesuatu yang berbahaya. Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Gail Stuart, 2016). Hospitalisasi akan menimbulkan ancaman terhadap integritas fisik dan sistem dalam diri anak. Ancaman ini akan menimbulkan respon kecemasan pada anak (Wong, 2008). Penyebab dari kecemasan pada anak yang dirawat inap (hospitalisasi) dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang mendampingi selama perawatan (Nursalam, 2014). Menurut Hockenberry (2009), anak prasekolah menggambarkan bahwa hospitalisasi sebagai hukuman dan perpisahan dengan orang tua sebagai kehilangan kasih sayang. Anak usia prasekolah belum mampu menerima dan mempersepsikan penyakit dan pengalaman baru dengan lingkungan

(10)

asing. Anak usia prasekolah lebih mungkin mengalami stres akibat perpisahan karena kemampuan kognitif anak yang terbatas untuk memahami hospitalisasi, hal ini menyebabkan anak menganggap perawat yang datang akan selalu melukainya dan kehadiran orang tua akan memberikan perlindungan bagi diri anak (Wong, 2009).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri pada tiap ibu yang memiliki anak usia prasekolah dalam indikator cemas akibat perpisahan didapatkan kecemasan anak ditunjukan dengan wajah anak yang selalu terlihat tegang saat akan dilakukan perawatan, anak menangis tanpa sebab saat dirawat di Rumah Sakit, hal ini dibuktikan bahwa anak selalu bertanya kapan akan pulang kerumah dan anak menolak ketika ditinggal sendiri oleh orang tuanya. Berdasarkan hasil wawancara menurut salah satu orang tua, kecemasan anak sering muncul ketika perawat menghampiri anak. Anak tiba-tiba menangis saat melihat perawat, memanggil orang tuanya dan tampak gugup seolah menolak kehadiran perawat yang datang. Tanda dan gejala tersebut sesuai dengan indikator kehilangan kontrol atau kendali, yang telah dibuktikan bahwa berdasarkan hasil observasi anak selalu menangis dan berteriak ketika dilakukan tindakan keperawatan dan anak lebih manja saat dirawat di rumah sakit serta anak selalu menolak ketika perawat memegangi infus. Kecemasan banyak dialami anak berjenis kelamin perempuan yaitu sejumlah 25 responden (65,8%). Menurut Astarani (2017) jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat stres hospitalisasi dimana anak perempuan yang menjalani hospitalisasi memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibanding anak laki-laki. Hal ini disebabkan anak berjenis kelamin perempuan lebih sensitif, lebih aktif, dan pengelolaan emosi yang sulit dikontrol.

Hasil penelitian juga didapatkan bahwa sebagian besar anak yang mengalami kecemasan sedang yaitu anak

yang berusia 3 - <4 tahun (63,2%). Kecemasan yang terjadi pada anak usia 3 -<4 tahun, semakin muda usia anak maka semakin tinggi tingkat kecemasan pada anak saat menghadapi situasi tertentu terutama pada lingkungan yang baru dan asing. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rini Mustika, dkk, (2013) yang menyatakan semakin muda usia anak, maka akan semakin sulit bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Selain itu pengalaman yang tidak menyenangkan pada anak akan menyebabkan anak merasa takut dan trauma. Pengalaman masuk Rumah Sakit tidak berpengaruh dengan kecemasan anak saat menjalani hospitalisasi. Di didapatkan data bahwa sebagian besar anak tidak memiliki pengalaman dirawat di rumah sakit dan mengalami kecemasan sedang serta sebagian besar anak yang baru pertama kali dirawat di rumah sakit mengalami kecemasan sedang, hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Tsai, (2008), anak yang mempunyai pengalaman hospitalisasi sebelumnya akan memiliki kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang belum memiliki pengalaman sama sekali.

Dalam indikator luka pada tubuh dan rasa sakit sebagian besar anak bereaksi dengan wajah menyeringai, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar dan melakukan tindakan yang agresif seperti menendang, memukul atau berlari keluar saat perawat memberitahu prosedur perawatan atau saat perawat datang ketika akan dilakukan tindakan keperawatan, hal ini dibuktikan bahwa berdasarkan hasil observasi anak selalu menolak setiap diberikan obat injeksi karena anak takut merasakan sakit atau nyeri pada tubuhnya. Hal ini sejalan dengan Supartini (2008) yaitu pengalaman yang tidak menyenangkan anakakan menyebabkan anak takut dan trauma dalam setiap tindakan perawatan selama menjalani hospitalisasi.

(11)

Penerapan atraumatic care dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri

Berdasarkan data penelitian tentang penerapan atraumatic care dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi ditemukan ada Hubungan antara penerapan atraumatic care dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi.

Perawat anak merupakan bagian dari pemberi pelayanan kesehatan dituntut untuk mampu memberikan asuhan keperawatan yang bertujuan untuk meminimalkan dampak hospitalisasi sebagai pemenuhan aspek psikologis anak (Hockenberry, 2009). Pendekatan psikologis yang dapat dilakukan yaitu dengan prinsip atraumatic care saat perawatan pada anak saat hospitalisasi. Menurut Wong (2008), stresor utama dari hospitalisasi dari reaksi anak prasekolah yaitu cemas disebabkan perpisahan, kehilangan kontrol atau kendali, tidak melakukan kekerasan pada anak serta luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri). Peran perawat dalam meminimalkan kecemasan pada anak saat hospitalisasi sangatlah penting. Salah satu tindakan yang penting yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecemasan adalah melibatkan orang tua untuk tinggal bersama anak selama 24 jam, hal ini merupakan salah satu bagian dari pelayanan atraumatic care.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan penerapan atraumatic care dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri. Semakin tinggi penerapan atraumatic care, maka semakin rendah kecemasan yang dialami anak saat proses menjalani hospitalisasi, hal ini disebabkan karena pemberian perawatan yang dilakukan oleh perawat saat melakukan asuhan keperawatan secara terapeutik dapat meminimalkan bahkan menghilangkan cemas yang

dialami anak. Anak yang mengalami kecemasan sedang, akan merasa tenang dan nyaman ketika ditemani atau didampingi oleh ibu yang merupakan salah satu indikator dari atraumatic care yaitu menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga, hal ini sejalan dengan penelitian Rini Mustika, dkk, (2013) yang menyatakan bahwa saat di rumah sakit anak lebih banyak ditemani oleh ibunya. Peran ibu lebih besar dalam keluarga terutama untuk mengasuh anak, membuktikan bahwa kehadiran ibu akan memberikan rasa nyaman pada anak saat dirawat di Rumah Sakit. Kehadiran orang terdekat yang selalu mendampingi anak akan menurunkan kecemasan pada anak selama proses hospitalisasi. Jika perpisahan dengan orang tua dapat dihindari, maka anak-anak akan memiliki kemampuan yang besar untuk menghadapi stres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika perawat menerapkan atraumatic care dengan baik, maka kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi akan menurun.

Perawat dengan mengizinkan orang tua untuk membawa anak berjalan di lingkungan Rumah Sakit ketika anak merasa bosan di dalam ruang perawatan akan memberikan perasaan rileks, tenang pada anak sehingga anak lebih kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan saat hospitalisasi. Perawat ketika bersikap ramah, berpenampilan rapi serta serasi pada saat pemberian asuhan keperawatan di Rumah Sakit, anak tidak akan takut ketika di dekati perawat, anak tidak enggan untuk bersosialisasi dengan perawat, sehingga setiap tindakan keperawatan dapat dilakukan dengan baik dan tujuan keperawatan dapat berhasil. Di harapkan perawat dapat memberikan pelayanan atraumatic care kepada pasien anak sehingga dapat meminimalkan kecemasan pada anak dan dapat mengoptimalkan kemampuan orang tua dalam mengontrol kesehatan anak sehingga proses hospitalisasi dapat berjalan dengan baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(12)

Lory Huff et al, (2009) menyatakan bahwa implementasi atraumatic care pada anak yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan trauma pada anak dan orang tua akibat prosedur invasi. Hubungan yang baik dan saling percaya antara perawat dengan keluarga dapat menimbulkan rasa nyaman dan dapat meminimalkan munculnya kecemasan. Memberikan informasi atau pendidikan kesehatan pada orang tua tentang kondisi kesehatan anak dapat meningkatkan peran orang tua dalam mengontrol perawatan anak selama hospitalisasi.

Berdasarkan hasil tabulasi silang penerapan atraumatic care dan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi, menunjukkan bahwa penerapan atraumatic care kurang mengalami kecemasan sedang yaitu 1 responden (100%), penerapan atraumatic care cukup mengalami kecemasan sedang yaitu sejumlah 1 responden (100%) dan mengalami kecemasan berat yaitu 4 responden (80,0%), sedangkan penerapan atraumatic care baik mengalami kecemasan ringan yaitu 3 responden (9,4%), mengalami kecemasan sedang yaitu 23 responden (71,9%) dan mengalami kecemasan berat yaitu 6 responden (18,8%). Penerapan atraumatic care kepada anak yang dirawat di rumah sakit dapat mendorong hubungan antara anak dengan orang tua selama hospitalisasi, mempersiapkan anak sebelum melakukan tindakan keperawatan dan mengontrol nyeri saat prosedur dilakukan. Kecemasan dapat dipengaruhi dengan kehadiran orang tua dalam perawatan di rumah sakit, orang tua selalu menemani dan memberi dukungan untuk meminimalkan kecemasan pada anak. Bagi anak yang baru pertama kali dirawat di rumah sakit cenderung mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang baru, namun bagi anak yang sudah memiliki pengalaman dalam perawatan di rumah sakit cenderung lebih dapat bersosialisasi dengan tenaga medis dan tindakan-tindakan medis yang dilakukan selama perawatan, dapat menerima kehadiran orang-orang baru

selama perawatan di rumah sakit, sehingga kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi akan menurun dibandingkan dengan pengalaman anak yang baru pertama kali dirawat di Rumah Sakit. Penerapan atraumatic care penting dalam meminimalkan kecemasan pada anak. Dimana bila penerapan atraumatic care kurang anak akan mengalami kecemasan berat, sebaliknya jika penerapan atraumatic care baik anak akan mengalami kecemasan ringan atau sedang, sehingga perawat diharapkan mampu meningkatkan pelayanan maupun tindakan keperawatan harus meningkatkan penerapan atraumatic care.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 38 responden pada tanggal 8 Mei 2017 – 27 Mei 2017 di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri dapat disimpulkan, penerapan atraumatic care di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri sebagian besar adalah penerapan atraumatic care baik, kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri sebagian besar adalah kecemasan sedang. Terdapat hubungan antara penerapan atraumatic care dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Karunia Rumah Sakit Baptis Kediri. Jika perawat menerapkan atraumatic care dengan baik, maka kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi akan menurun.

Saran

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi, meningkatkan pelayanan keperawatan penerapan atraumatic care, khususnya perawat diharapkan mengoptimalkan

(13)

penerapan atraumatic care diantaranya menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak, mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak dan memodifikasi ruangan perawatan dengan memberikan gambar-gambar yang menarik, seperti gambar bernuansa bunga, kartun dan binatang, sehingga kualitas pelayanan keperawatan pada anak dapat ditingkatkan.

Daftar Pustaka

Alimul Hidayat, A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Apriliawati, A. (2011). Pengaruh Bibliografi terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah Yang Menjalani Hospitalisasi di RS. Islam Jakarta. Tesis. Tidak dipubilkasikan.

Astarani. (2017). Hospitalisasi & Terapi Bermain Anak. Nganjuk: Adjie Media Nusantara.

Gail W. Stuart. (2016). Prinsip dan Praktik Kesehatan Keperawatan Jiwa. Singapore: Elsevier Pte Ltd.

Hockenberry, M. J., Wilson, D., & Wong, D. L. (2009). Wong’s Essentials of Pediatric Nursing. Eight edition. St. Louis: Missouri.

Kementerian Kesehatan, R. (2012). Depkes. Retrieved Januari 27, 2017, from Depkes: http//www.depkes.go.id

Lory, H et al. (2009). Atraumatic Care: Emla Cream And Application Of Heat To Facilitate Peripheral Venous Cannulation In Children. http://www.scribd.com/doc/1299 15463/Atraumatic-Care-EMLA Cream#download. (diakses pada 25 Mei 2017).

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Rini, Mustika D. (2013). Hubungan Penerapan Atraumatic Care dengan Kecemasan Anak Prasekolah Saat Proses Hospitalisasi di RSU dr. H.

Koesnadi Kabupaten

Bondowoso. Universitas Jember Program Studi Ilmu Keperawatan. Jurnal Penelitian Keperawatan Vol 2, Hal: 98-103 Supartini, Y. (2008). Buku Ajar Konsep

Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Susilaningrum Rekawati, N. S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Untuk Perawat dan Bidan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Tsai, C. (2008). The Effect of Animal Assisted Therapy on Children’s Stress during Hospitalization. Doctoral Disertasi Of Phylosopy. Jurnal Keperawatan (e-Kp) Vol 3, Hal: 82:109

Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (Vol. Volume 1) Jakarta: EGC.

________. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (Vol. Volume 2) Jakarta: EGC

Gambar

Tabel 1.  Distribusi  Frekuensi  Penerapan  Atraumatic  Care  di  Ruang  Karunia  Baptis  Kediri Pada Tanggal 8 - 27 Mei 2017 (n=38)

Referensi

Dokumen terkait

Berhubung pentingnya acara ini maka Saudara diharapkan hadir dan tidak dapat diwakilkan kecuali orang yang ditugaskan yang namanya tercantum dalam akte pendirian atau perubahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui media promosi yang digunakan oleh Hartono Lifestyle Mall Solo Baru dan peran biro iklan dalam upaya memaksimalkan program promosi pada

Kemudian hasil pengujian secara sederhana terhadap masing-masing variabel bebas, dapat diketahui bahwa emotional Intelligence mempunyai pengaruh yang signifikan

UNDERSTANDING IDEA OF CURRICULUM 2013 AND ITS CONSISTENCY ON DEVELOPING CURRICULUM DOCUMENT AT LEVEL OF EDUCATION UNIT (KTSP) AT PRIMARY SCHOOL LEVEL.

Permission is hereby granted by the Open Geospatial Consortium, (&#34;Licensor&#34;), free of charge and subject to the terms set forth below, to any person obtaining a copy of

Dokumen Tertulis Yang Menggambarkan Secara Sistematis Suatu Bisnis / Usaha Yang Akan di Jalankan.. Bahan Pertimbangan Kelayakan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN

Dengan demikian, pe- nelitian ini memiliki tiga tujuan utama, yaitu: (1) mendeskripsikan representasi situasi sosial di DKI Jakarta dalam pidato AB pada pelantikan