• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. TINJAUAN PUSTAKA. toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. TINJAUAN PUSTAKA. toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5

I. TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa sawit (E. guineense Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat dan jagur serta mengahasilkan produksi yang tinggi dibutuhkan kisaran kondisi lingkungan tertentu (disebut juga syarat tumbuh kelapa sawit) kondisi iklim, tanah, dan bentuk wilayah merupakan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tanaman kelapa sawit, disamping faktor lainnya seperti bahan tanam (genetis) dan perlakuan kultur teknis yang diberikan (Sulistyo, 2010).

Ulat kantong termasuk dalam family Fsychidae. Tujuh spesies yang pernah ditemukan pada tanaman kelapa sawit adalah Metisa plana, Mahasena corbetti, Cremastopsyche pendula, Brachycyttarus griseus, Manatha albipes, Amatissa sp, dan Cryptothelea cardiophaga. Jenis ulat kantong yang paling merugikan di perkebunan kelapa sawit adalah M. plana dan M. corbetti (Klinik Sawit, 2011 dalam Ihsan 2013)

Selain memakan daun kelapa sawit, ulat ini juga memakan gulma-gulma dan tumbuhan yang ada di areal perkebunan, karena ulat kantong ini bersifat polifaq gulma dan tumbuhan yang menjadi inang alternatif diantaranya, Emilia sonchifolia, Nephrolepis biserrata, Crassocephalum crepidioides, Axonopus compressus, Mikania mikrantha, Melastoma affine, Cyperus brevifoliu, Clidemia hirta dan tukulan sawit ( Rozziansha dan Susanto, 2011).

(2)

6

A. Biologi dan Morfologi Hama Ulat Kantong M. corbetti

Pylum : Arthropoda Subphylum : Mandibulata Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Class : Insecta Subclass : Dicondylia Ordo : Lepidoptera Family :Psychidae Genus : Mahasena

Species : Mahasena corbetti (Damanik, 2011).

Gambar 1 : Ulat kantong M. corbetti Sumber : Afdeling Perapen I PT. Mopoli Raya

Ciri khas utama dari ulat kantong adalah hidupnya didalam sebuah sebuah bangunan mirip kantong yang berasal dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman inang, di sekitar daerah serangan. Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak

(3)

7

mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau

feromon yang di keluarkan betina untuk menarik serangga jantan (Utomo dkk.,2007 dalam Yulia, 2012).

Keluarga ulat ini membentuk kantong, larva ini tinggal di dalamnya sampai dewasa. Hama ini bergerak dengan mengeluarkan kepala dan sebagian dadanya. Bentuk kantongnya bermacam-macam, ada yang kecil dan sempit serta ada pula yang besar dan longgar. Jika ulat bertambah besar, kantong bagian mukanya juga di perbesar dan di perpanjang untuk keperluan menggantung saat tidak berjalan. Warna kantongnya hitam kelabu.

Karena sifat yang khas maka dikatakan jenis ulat ini sebagai ulat kantong. Tingkat populasi kritis adalah 5-10 ekor/pelepah. Berbagai jenis predator dan parasitoid juga banyak di jumpai. Jika dalam keadaan mendesak dapat dilakukan pengendalian dengan menggunakan insektisida. Pengendalian ulat kantong ini pada umumnya lebih sulit dari pada ulat api karena stadia ulat, kepompong dan kupu-kupu tetap berada di dalam kantongnya. Ulat muda sering diparasit oleh lebah Braconidae serta kepik Reduviidae yang dapat memangsa 400 ulat selama hidupnya (Lubis, 2008).

B. Siklus Hidup M. corbetti a. Telur

Kopulasi terjadi di dalam kantong imago betina dengan telur yang dihasilkan sebanyak 2000-3000 butir selama hidupnya. Telur diletakkan dalam kantong imago betina dan menetas dalam waktu16-18 hari. Telur berwarna kuning pucat

(4)

8

dan berbentuk oval yang mempunyai lapisan jorion yang halus. Telur akan berubah warna menjadi kecoklatan menjelang penetasan.

Produktivitas M. corbetti relatif lebih tinggi jika dibandingkan species ulat kantong yang lain M. plana yang hanya mencapai 100-300 butir selama hidupnya (Susanto dkk., 2012).

b. Larva

Siklus hidup dari telur sampai dengan pupa berlangsung selama 4 bulan atau 120 hari yang terdiri dari stadium telur selama 18 hari, stadium larva terdiri dari 11-12 instar selama 75-82 hari, kemudian dilanjutkan dengan stadium pupa selama 30 hari.

M. corbetti mengalami fase perkembangan sampai 12-13 instar. Larva yang baru menetas makan dan membuat kantong dari daun kering yang berasal dari kantong induk betina. Panjang tubuh larva instar I sekitar 3-5 mm, instar II sekitar 5-10 mm, instar III sekitar 10-15 mm, instar IV sekitar 15-20 mm, instar V sekitar 20-25 mm, instar VI sekitar 25-30 mm, instar VII sekitar 30-35 mm, instar IX sekitar 35-40 mm, instar X sekitar 40-45 mm, instar XI dan instar XII sekitar 45-50 mm. Larva instar awal M. corbetti sangat aktif makan pada instar I sampai instar III dan larva sedang (IV sampai VII). Ukuran panjang kantong M. corbetti jantan dapat mencapai 30 mm, sedangkan betinanya mencapai 50 mm.

Dari XII instar tersebut larva muda sangat aktif dan larva muda berada di permukaan atas daun selanjutnya setelah memulai instar IV mulai merambat ke permukaan bawah daun. Serangan biasanya pada bagian-bagian atas pada daun tanaman (Susanto dkk., 2012)

(5)

9

Gambar 2 : Instar Larva M. corbetti Sumber : Afdeling Perapen I PT. Mopoli Raya c. Pupa

Dimorphisme seksual tercatat pada ukuran pupa, ukuran pupa jantan lebih kecil dari pada betina. Panjang pupa jantan lebih pendek dibandingkan betina (± 30 mm vs ± 50 mm) (Sudarto, 1991) Pupa seperti tumpukan potongan daun yang tidak teratur. Masa pupasi mencapai 30 hari. Pupa menggantung pada permukan bagian bawah ( Susanto dkk., 2012).

Ulat berkepompong dalam kantong dengan posisi berubah, yaitu kepalanya di belakang. Pupa yang jantan akan menjadi ngengat bersayap, sedangkan yang betina bentuknya tetap seperti ulat, tidak berubah menjadi ngengat.

d. Imago

Jantan M. corbetti akan menjadi imago ngengat. Ngengat jantan berupa kuku-kupu berwarna cokelat, rentang sayapnya 30 mm dan dapat hidup kurang dari 3 hari. Betina ulat kantong dewasa tanpa sayap, dan menghabiskan seluruh hidupnya di dalam kantong (Susanto dkk., 2012)

Ulat yang baru menetas sangat aktif dan bergantung dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah menyebar dengar bantuan angin, terbawa manusia atau

(6)

10

binatang. Ulat sangat aktif makan sambil membuat kantongdari potongan daun yang agak kasar atau kasar. Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam kantong. Ulat mula-mula berada pada permukaan atas daun, tetapi setelah kantong semakin besar berpindah menggantung di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit.

Tabel 1 : Siklus hidup M. corbetti

Stadia Lama (hari) Keterangan

Telur 16 Jumlah telur 2000-3000 butir

Larva 80 Terdiri dari 7 instar

Pupa 30 Seperti tumpukan potongan daun tidak teratur

Imago - Betina tidak memiliki sayap

Total 126 Tergantung pada lokasi dan lingkungan Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2012.

C. Gejala Serangan M. corbetti

Kerusakan yang disebabkan ulat kantong adalah daun tidak utuh lagi, rusak, dan berlubang-lubang. Kerusakan helaian daun dimulai dari lapisan epidermisnya. Kerusan lebih lanjur adalah mengeringnya daun yang menyebabkan tajuk bawah berwarna abu-abu dan hanya daun muda yang masih berwarna hijau, kerusakan akibat hama ini dapat menimbulkan penyusutan produksi.

Serangan ulat kantong ditandai dengan kenampakan tajuk tanaman yang kering seperti terbakar. Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur

(7)

11

lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan.

Dari hasil stimulasi kerusakan daun yang dilakukan pada tanaman kelapa sawit berumur 8 tahun, diperkirakan penurunan produksi mencapai 30% – 40% pada dua tahun setelah kehilangan daun (Prawirosukarto dkk, 1997 dalam Yulia 2012).

D. Kerugian Yang Ditimbulkan M. corbetti

Ulat pemakan daun kelapa sawit UPDKS merupakan hama utama pada perkebunan kelapa sawit, dan sering menimbulkan kerugian. serangan hama tersebut mengakibatkan kelapa sawit kehilangan daun, dan akhinya akan menurunkan produksi kelapa sawit.hasil percobaan simulasi kerusakan daun yang dilakukan pada kelapa sawit berumur 8 tahun, diperkirakan penurunan produksi mencapai 30% - 40% dalam dua tahun setelah terjadinya kehilangan daun sebesar 50% (Sulistyo, 2010).

Apabila kerusakan daun terjadi pada kelapa sawit yang lebih muda, maka kehilangan hasil yang ditimbulkannya menjadi lebih kecil. Kehilangan daun sebesar 50% pada tanaman kelapa sawit yang berumur 2 tahun dan 1 tahun, masing-masing akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar 12% - 24% dan <4% pada 2 tahun pasca serangan (Sulistyo, 2010).

(8)

12

E. Metode Pengendalian Hama Ulat Kantong M. corbetti a. Pengendalian Secara Biologis

Parasitoid yang sering digunakan untuk mengendalikan hama ulat kantong antara lain parasitoid primer dan sekunder, serta predator mempengaruhi populasi ulat M. corbetti. Sipayung dkk., (20) Telah ditemukan 33 jenis parasitoid dan 11 jenis UPDKS pada beberapa perkebunan kelapa sawit di Sumatra. Parasitoid dan predator tersebut berperan penting sebagai faktor pengendali populasi UPDKS secara alami di perkebunan kelapa sawit, sehingga perlu dijaga kelestariannya dan perlu diperhitungkan serta dimanfaatkan di dalam pengendalian hama tersebut (Djamin., dkk 1997).

Beberapa jenis lalat yang menjadi musuh alami ulat kantong, diantaranya Chalcicid (lalat parasit), Brachymeria,Tachinid (lalat perusak) (Pracaya, 2007). Jenis parasitoid Apenteles metisae menyerang M. corbetti pada larva instar akhir dengan tingkat parasitasi 70%. Sedangkan jenis predator Sycanus dichotomus menyerang M. corbetti pada stadia larva dengan tingkat predasi 1 larva / 4-5 jam (Parinduri , 2010 dalam Yulia, 2012)

Penggunaan Bacillus thuringiensis (Bt) sebagai insektisida biolagi. Contoh produk Bt yaitu Dipel WP, Turex WP, Bactospene WP, Bt mempunyai banyak keuntungan; toksisitasnya hanya pada serangga target, dan umumnya tidak membahayakan musuh alami, manusia, ikan dan kehidupan lain. Meskipun telah ada percobaan oleh beberapa kebun dalam menggunakan Bt untuk pengendalian ulat kantong, tetapi hanya sedikit keberhasilannya.

(9)

13 b. Pengendalian Secara Mekanis

Pengendalian hama secara mekanis mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual, yaitu dengan cara pemangkasan pelepah yang terdapat banyak larva ulat, mengambil larva yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung, menumpuk dan kemudian membakarnya.

Dengan melibatkan tenaga manusia telah banyak dilakukan oleh banyak negara pada permulaan abad ini. Cara pengendalian hama ini sampai sekarang masih banyak dilakukan di daerah-daerah yang upah tenaga kerjanya masih relatif murah.

c. Pengendalian Secara Kimia

Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit, khusus ulat kantong memiliki perilaku khusus. Hal ini dikarenakan ulat kantong memiliki yang menyelimutinya. Kantong tersebut berguna untuk melindungi ulat dari ancaman peredator. Jadi, jika hendak melakukan pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan racun yang bersifat sistemik. Racun sistemik adalah racun yang diserap melalui sistem organisme misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap kedalam jaringan tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga mengakibatkan peracunan bagi hama. Pengendalian dapat menggunakan injeksi batang, dan pewer sprayer (Hasibuan, 1995 dalam Bahri, 2014)

dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara yang umum dilakukan diperkebunan kelapa sawit untuk mengatasi ledakan populasi ulat.

(10)

14

Untuk tanaman yang lebih mudah (≤ umur 2 tahun), Knapsack sprayer dapat digunakan untuk penyemprotan. Untuk tanaman lebih dari 3 tahun, aplikasi insektisida dapat digunakan power sprayer atau injeksi batang. Karena bahan bakunya adalah bahan kimia yang sangat berbahaya, ijin harus diperlukan dari komisi pestisida untuk tujuan dan cara aplikasi dan saat ini sudah tidak dikeluarkan lagi (Latif, 2006 dalam yulia, 2012)

Pengendalian hama dapat dilakukan secara manual, kimia, atau biologis sesuai dengan hama yang menyerang tanaman. Pengendalian hama ulat kantong yang menggunakan bahan insektisida, yaitu dengan merek dagang Dipel berbahan aktif Bacillus thuringiensis dengan dosis 2 cc / L air. Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan bakteri gram-positif, berbentuk batang, bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun dalam tanah.dan apabila serangga memakan toksin tersebut maka serangga dapat mengalami kematian. Sedangkan merek dagang Xylate yang berbahan aktif Surfactant trisiloyane alkoxylate sebagai bahan perekat untuk insektisida Bacillus thuringiensis (Bt) dengan dosis 0,2 cc / L air.

Pengendalian ulat kantong hingga sampai saat ini masih bertumpu pada pengendalian insektisida sintetik, karna cara ini mudah dilaksanakan dan hasilnya langsung dapat dilihat, di samping masih belum ditemukan cara pengendalian hama yang lebih efektif.

d. Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu

Mengingat besarnya potensi musuh alami UPDKS, khususnya parasitoid dan predator di perkebunan kelapa sawit, maka kunci keberhasilan di dalam

(11)

15

pelaksanaan sistem pengendalian hama terpadu terhadap UPDKS adalah mengupayakan pelestarian dan pemampaatan sumber daya alami tersebut semaksimal mungkin (Djamin, 1997).

Pengendalian hama terpadu merupakan perpaduan atau kombinasi pengendalian hama secara terpadu (biologi) dan pengendalian secara kimia. Dalam hal serangan hama yang terjadi di perkebunan kelapa sawit. Pihak perkebunan mempunyai cara masing-masing dalam pengendaliannya seperti pemakaian insektisida kimia, menggunakan musuh alami serta menggunakan jebakan hama.

Tindakan pengendalian hama pemakan daun kelapa sawit meliputi pengenalan terhadap jenis dan biologi hama sasaran sebagai dasarpenyusunan taktik pengendalian. Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi dan hanya dilakukan apabila populasi hama tersebut melampaui padat populasi kritis yang ditentukan, serta mengutamakan kelestarian dan pemamfaatan musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit.

Pengenalan tentang jenis dan biologi dari hama pemakan daun merupakan pijakan dasar untuk menyusun metode pengendalian yang sesuai terhadap hama tersebut di perkebunan kelapa sawit. Biologi beberapa jenis ulat api dan ulat kantong yang sering menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa dicantumkan pada tabel berikut (Susanto dkk., 2012).

(12)

16

Tabel 2 : Biologi beberapa ulat api dan ulat kantong Jenis UPDKS Telur

(butir)

Daur hidup (Hari)

Telur Larva Pupa Total Ulat Api Setothosea asigna 300-400 6 50 40 96 Setora nitens 300 6 30 23 59 Darma trima 90-300 3-5 26-33 10-14 39-52 Ploneta diducta 80-225 4-6 30-37 11-14 45-57 Ulat Kantong M. corbetti 2000-3000 16 80 30 126 Metisa plana 100-300 18 50 25 93

Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2012.

Penggunaan insektisida kimia yang tidak bijaksana dapat mengakibatkan rusaknya agroekosistem seperti terjadinya resistensi hama, resistensi hama dan terbunuhnya musuh alami serta dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dilakukan pengendalian hama dengan cara terpadu agar sebagian organisme yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit. Penggunaan kimia sangat merugikan terhadap terbunuhnya ornisme yang lain seperti serangga penyerbuk bunga kelapa sawit yang akhirnya akan mengakibat kerugian pada tanaman yang menyebabkan penurunan produktifitas kelapa sawit.

Pengendalian hama terpadu (PHT) yang apabila menggunakan pestisida disarankan seminimal mungkin dan menjadi pilihan terakhir, jika cara lain tidak dapat menghentikan laju populasi hama. Meskipun demikian sampai saat ini dalam perakteknya penggunaan pestisida masih sangat dominan. Oleh sebab itu pengetahuan mengenai pestisida dan cara aplikasinya sangat penting bagi perkebunan kelapa sawit di indonesia untuk menjaga kelestarian agroekosistem

(13)

17

pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan (Susanto, 2008 dalam Yulia 2012).

Sementara itu pengendalian hama terpadu (PHT) berdasarkan UU No. 12 tahun 1991 tentang budidaya tanaman dan PP No. 5 tahun 1996 tentang perlindungan tanaman adalah usaha untuk mengoptimimkan hasil pengendalian hama secara ekonomik dan ekologi, yang dapat dicapai dengan menggunakan berbagai taktik secara kompatibel agar tetap mempertahankan kerusakan akibat hama dibawah aras kerusakan ekonomi dan melindungi terhadap ancaman atau bahaya bagi manusia, binatang dan lingkungan. Dalam sistem ini penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir (Susanto, 2008 dalam Yulia 2012).

Tidak

Tidak Ya

Gambar 3 : Mekanisme pengendalian hama terpadu

Sumber : Pengendalian O. Rhinoceros dan UPDKS secara terpadu PPKS 1997 HAMA

Faktor Lingkungan

 Penghambat (musuh alami, dll)  Pendorong

Monitoring Populasi

Padat Populasi Kritis

Tindakan Pengendalian ?

Sensus Ulang (Evaluasi)

(14)

18 F. Alat Power Sprayer

Power sprayer merupakan komponen yang berfungsi untuk mensirkulasikan refrigeran ke semua komponen refrigerasi. Alat ini juga berfungsi untuk memastikan bahwa temperatur gas refrigeran yang disalurkan ke kondeser harus lebih tinggi dari temperatur condesing medium. Akibatnya temperatur refrigeren dapat dipindahkan walaupun tekanannya tetap.

Bagian-bagian dari alat semprot ini adalah unit ruang tekan dan isap, unit pompa, selang dan nozzle, saringan, tangki dan cairan dan sebagian dilengkapi dengan alat pengukur tekanan serta klep pengatur semprotan, dan juga sebagai tempat untuk untuk menampung cairan semprot di gunakan drum dengan kapasitas 100-200 liter. Untuk mengoperasikan alat ini dibuthkan tenaga kerja 3-4 orang yakni 1 orang untuk mengatur mesin dan drum yang berisi cairan semprot, 1-2 orang mengatur selang semprot. Dari bagian-bagian di atas, nozzle merupakan bagian yang terpenting.

Gambar 4 : Mesin Dan Pencampuran Insektisida Sumber : Afdeling Perapen I PT. Mopoli Raya

(15)

19

Gambar 5 : Aplikasi Power Sprayer Sumber : Afdeling Perapen I PT. Mopoli Raya

a. Keuntungan Dan Kekurangan Power Sprayer Keuntungan

1. Sesuai untuk insektisida kontak dan sistemik

2. Sesuai untuk tanaman menghasilkan yang berumur ˃ 5 tahun 3. Sesuai untuk areal rata

Kekurangan

1. Diperlukan banyak tenaga kerja

2. Tidak sesuai untuk areal bergelombang 3. Diperlukan air yang banyak

Gambar

Gambar 1 : Ulat kantong M. corbetti  Sumber : Afdeling Perapen I PT. Mopoli Raya
Gambar 2 : Instar Larva M. corbetti  Sumber : Afdeling Perapen I PT. Mopoli Raya  c.    Pupa
Tabel 1 : Siklus hidup M. corbetti
Tabel 2 : Biologi  beberapa ulat api dan ulat kantong  Jenis UPDKS  Telur
+4

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya panitia penyelenggara merekap hasil penilaian tersebut selama praktek lapangan berlangsung untuk mendapatkan nilai bobot rata-rata komponen sikap dan perilaku

Dari sekian kejahatan yang terjadi di laut lepas, yang benar-benar harus menjadi perhatian diantar negara- negara yang meratifikasi Konvensi Hukum Laut adalah

Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara umum dilakukan di perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi

Pengendalian ulat pemakan daun kelapa sawit dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara yang umum dilakukan di perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi

Bentuk tubuh juga menjadi pertimbangan, jika kamu gemuk jangan pakai celana ketat sampai lututmu tidak terlihat, maka kenakan pakaian bergaris vertikal atau memanjang agar

- Merupakan wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari pemodal untuk diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi, yang pelaksanaan dan pengelolaannya

Kunci Ide : Kita dapat membangun 95% selang kepercayaan dari nilai yang masuk akal unutk suatu parameter dengan menyertakan semua nilai yang jatuh pada kedua standar deviasi dari

Upaya untuk pengendalian hama atau organisme pengganggu tanaman pada tanaman pangan baik padi, hortikultura, juga pada perkebunan terhadap gangguan serangga, jamur dan bakteri