• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 17 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 17 TAHUN 2005

TENTANG KERJASAMA DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,

Menimbang : a. bahwa kerjasama daerah merupakan sistem pengelolaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah secarta optimal sesuai dinamika dan tuntutan masyarakat yang berkembang;

b. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan daerah, kesejahteraan masyarakat dan penyediaan layanan publik, daerah dapat mengembangkan kerjasama dengan daerah lainnya dan atau dengan pihak ketiga yang didasarkan pada pertimbangan tertib, efektif, efisien, transparan dan akuntabel serta memperhatikan asas keadilan dan kepatutan, sinergi, dan saling menguntungkan;

c. bahwa berdasar pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Kerjasama Daerah; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah

Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2757);

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2818);

3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944);

4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587);

6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685);

7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas undang tentang Kepailitan Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3778);

(2)

8. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

9. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

10. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833);

11. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

12. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerag, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);

13. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

14. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

15. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

16. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

17. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadia Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3381);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3956);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);

23. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;

(3)

24. Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 2 Tahun 2005 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Batang Tahun 2005 Nomor 2 Seri E No. 1);

Dengan persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BATANG Dan

BUPATI BATANG MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG TENTANG KERJASAMA DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Batang;

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Batang; 3. Bupati adalah Bupati Batang;

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batang;

5. Perangkat Daerah adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah (Badan, Kantor), kecamatan dan kelurahan;

6. Kewenangan Pemerintah Daerah adalah urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;

7. Modal Daerah adalah kekayaan daerah yang belum dipisahkan baik berwujud uang atau barang yang melekat pada pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang seperti tanah, bangunan, mesin-mesin, inventaris, surat-surat berharga, fasilitas / goodwill dan hak-hak lainnya;

8. Kerjasama Daerah selanjutnya disingkat KD adalah kerjasama dengan pihak ketiga berdasarkan prinsip saling memerlukan, memperkuat dan saling menguntungkan serta meningkatkan kesejahteraan kepada masyarakat dan kemanfaatan kepada daerah;

9. Pihak ketiga adalah mitra daerah/instansi/ lembaga, orang atau badan yang berada diluar Pemerintah Daerah antara lain Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah yang lain, usaha besar, usaha menengah, usaha kecil, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta nasional/penanaman modal asing, lembaga pendidikan dan / atau yayasan/lembaga swadaya masyarakat yang tunduk pada hukum Indonesia dan berbadan hukum;

10. Pengawasan adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawasan fungsional, pemerintah, legislatif dan masyarakat;

11. Kerjasama Antar Daerah/Negara yang selanjutnya disingkat KAD/N adalah kerjasama yang dilakukan Daerah dengan Daerah/Negara lain;

12. Kerjasama Daerah dengan Swasta yang selanjutnya disingkat KD-S adalah kerjasama yang dilakukan daerah dengan pihak ketiga atau Swasta;

13. Kerjasama Antar Beberapa Daerah dengan Swasta yang selanjutnya disingkat KAD-S adalah kerjasama yang dilakukan oleh beberapa daerah dengan pihak ketiga atau swasta; 14. Badan adalah suatu bentuk Badan Usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan, nama dan bentuk

(4)

apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana Pensiun, Bentuk Usaha Tetap serta Bentuk Badan Usaha lainnya;

15. Aset Daerah adalah semua harta benda kekayaan milik Daerah baik barang bergerak maupun tidak bergerak beserta bagian-bagiannya yang merupakan satuan tertentu dan dapat dinilai dengan materi;

16. Fasilitas Daerah adalah Hak-hak kewenangan yang melekat pada Pemerintah Daerah yang dapat diberikan kepada Pihak Ketiga untuk kepentingan bersama dalam suatu usaha kerjasama yang merupakan kebijakan dan dapat dinilai dengan materi;

17. Aset atau Modal Pihak Ketiga adalah kekayaan milik dan atau yang dikuasai Pihak Ketiga yang disertakan sebagai modal dalam suatu usaha kerjasama dengan Pemerintah Daerah baik berwujud materi, jasa atau barang-barang bergerak maupun tidak bergerak yang dapat dinilai dengan materi;

18. Perjanjian kerjasama adalah naskah keputusan bersama yang berisi kesepakatan-kesepakatan yang mengikat para pihak untuk memberikan sesuatu, mendapatkan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam rangka melaksanakan kerjasama;

19. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara republik atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan;

20. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kabupaten Batang. BAB II

PRINSIP DAN SYARAT-SYARAT KERJASAMA Pasal 2

Prinsip kerjasama daerah dilakukan dengan :

a. tetap seiring dengan asas, tujuan, sasaran dan wawasan untuk memperkuat pelaksanaan pembangunan daerah;

b. saling menguntungkan, saling membutuhkan, saling memajukan, tidak mengganggu ketertiban umum, pertahanan keamanan, politik dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. meningkatkan efisiensi dan kualitas pembangunan; d. semakin mendorong pertumbuhan ekonomi;

e. meningkatkan kualitas pelayanan dan memberi manfaat yang lebih besar kepada masyarakat;

f. tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan sepenuhnya tunduk kepada hukum Indonesia.

Pasal 3 Syarat kerjasama daerah dilakukan dengan :

a. sesuai dengan bidang kewenangan perangkat daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;

b. sesuai dengan kebijakan dan rencana pembangunan daerah yang sejalan dengan program pembangunan nasional;

c. tidak mengganggu stabilitas politik dan keamanan;

d. tidak mengganggu stabilitas perekonomian nasional dan daerah;

e. memperhatikan prinsip persmaan kedudukan dan tidak saling memaksakan kehendak, memberikan manfaat dan saling menguntungkan bagi pemerintah daerah dan masyarakat;

f. dirancang dalam bentuk program / proyek / kegiatan berdasarkan kebutuhan nyata daerah yang berskala prioritas, terindikasi secara jelas dengan menggunakan indikator masukan, proses, manfaat dan dampaknya serta mempertimbangkan potensi yang dimiliki oleh para pihak;

g. mempunyai rencana yang jelas bagi pemeliharaan dan kelanjutan usaha-usaha kerjasama daerah.

(5)

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT KERJASAMA Pasal 4

(1) Tujuan utama pelaksanaan kerjasama daerah adalah dalam rangka efisiensi dan efektifitas penggunaan dana pembangunan serta upaya atau usaha menggali, mengembangkan ketersediaan potensi daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pengkatan pertisipasi masyarakat dalam pembangunan di daerah secara tertib, transparan dan akuntabel derta memperhatikan asaa keadilan dan kepatuhan

(2) Tujuan kerjasama daerah adalah :

a. meningkatkan efisiensi dan efektiitas pembiayaan melalui penggunaan dana untuk kepentingan pembangunan daerah;

b. usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui perluasan dan peningkatan pembangunan;

c. meningkatkan pendapatan daerah dengan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan oleh masyarakat;

d. mendorong partisipasi swasta dan masyarakat dalam pembangunan daerah;

e. mendayagunakan aset daerah secara optimal, khususnya harta-harta yang masih dapat ditingkatkan penggunannya;

Pasal 5 Manfaat kerja sama daerah sebagai berikut : a. meningkatkan kuantitas pembangunan; b. meningkatkan kualitas pembangunan; c. meningkatkan kontinuitas pembangunan; d. meningkatkan efisiensi dana pembanguan

e. meningkatkan keserasian dan keselarasan pembangunan; dan f. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

BAB IV

OBJEK DAN LINGKUP KERJASAMA Pasal 6

Objek yang dapat dikerjasamakan dalam kerjasama daerah meliputi semua kewenangan pemerintah daerah.

Pasal 7

(1) Lingkup kerjasama daerah mencakup bidang / urusan yang dapat dikerjasamakan sesuai kewenangan yakni mulai dari potensi daerah, penyiapan perencanaan kebijakan (pembangunan, pembiayaan, pengaturan), rancangan peraturan daerah, perizinan, maupun penyediaan infrastruktur dan pelayanan umum;

(2) Pelaksanaan lingkup kerjasama sebagaimana pada ayat (1) harus berpedoman pada prinsip dan tujuan sebagaimana dimaksud pada pasal 2, pasal 3, pasal 4, dan pasal 5.

BAB V

POLA, JENIS DAN BENTUK KERJASAMA Bagian Pertama

Pola, Jenis dan Bentuk Kerjasama Pasal 8

(6)

Pola kerjasama daerah dapat berupa :

a. kerjasama daerah dengan daerah/negara lainnya atau KAD/N didalam antar ataupun diluar propinsi dan luar negeri dalam bentuk dan bidang tertentu sesuai dengan kewenangannya;

b. kerjasama daerah dengan swasta atau KD-S dalam bentuk penyertaan modal daerah dan atau bentuk serta bidang tertentu lainnya sesuai dengan kewenangannya;

c. kerjasama beberapa daerah dengan swasta atau KAD-S dalam bentuk penyertaan modal daerah dan atau bentuk serta bidang tertentu lainnya sesuai kewenangannya;

Pasal 9 (1) Jenis KAD/N meliputi :

a. kerjasama antar Daerah dengan Provinsi;

b. kerjasama antar Daerah dengan Kabupaten atau kota dalam satu provinsi;

c. kerjasama antar Daerah dengan Kabupaten atau kota dalam provinsi yang berbeda; d. kerjasama daerah dengan Negara lain;

e. kerjasama daerah dengan dearah Negara lain; (2) Jenis KD-S meliputi :

a. kerjasama daerah dengan pihak ketiga yakni berupa swasta, koperasi dan yayasan; b. kerjasama daerah dengan organisasi kemasyarakatan yakni berupa organisasi profesi,

asosiasi- asosiasi non pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat; c. kerjasama daerah dengan perguruan tinggi dan atau lembaga penelitian; (3) Jenis KAD-S meliputi :

a. pembentukan badan usaha bersama antar beberapa daeah dengan swasta dalam bentuk dan bidang-bidang tertentu;

b. badan usaha bersama sebagaimana dimaksud huruf a berupa kerjasama patungan pembentukan perseroan terbatas yang mempunyai otoritas kewenangan, aksesibilitas sumber pembiayaan, manajemen, koordinasi, dengan komposisi kepemilikan saham tertentu, berfungsi sebagai penyedia layanan jasa publik profesional;

c. Perseroan terbatas sebagaimana dimaksud huruf b mengacu kepada kegiatan usaha yang dimiliki oleh dan antar pemerintah daerah dalam bentuk penyertaan modal daerah berwujud uang, jasa, maupun barang yang dapat dinilai dengan uang seperti tanah, bangunan, mesin-mesin, inventaris, surat-surat berharga, fasilitas dan hak-hak lainnya;

d. Kegiatan usaha perseroan terbatas dapat bervariasi, tergantung dari struktur permodalan dan tingkat kecanggihan yang dapat berupa pembentukan perusahaan induk dan atau anak perusahaan.

Pasal 10

(1) Bentuk kerjasama daeah didasarkan pada kesepakatan bersama dan dapat memilih bentuk kerjasama sesuai dengan kewenangannya.

(2) Bentuk kerjasama daerah dapat berupa :

a. Kerjasama Antar Pemerintah Daerah yang berdekatan, sifatnya wajib dilaksanakan dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya pelayanan yang terdapat di daerah yang berbatasan seperti pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, penanganan sampah terpadu, penyuluhan pertanian, pengairan, penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS), perencanaan tata ruang dan lain-lain.

b. Kerjasama Antar Pemerintah Daerah yang tidak berdekatan, dapat dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan bersifat situasional dilakukan dalam rangka pengembangan potensi dan komoditi unggulan dari masing-masing daerah yang bekerjasama.

c. Kerjasama Antar Pemerintah Daerah dengan pihak ketiga, dikembangkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan yang tidak dipenuhi langsung oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki dan dapat dapat berbentuk : 1. Kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan pihak swasta :

a) Kontrak pelayanan (Service contract),dicirikan dengan tidak ada investasi, terbatas pada operasional dan menajemen, keuntungan kecil, efesiensi terbatas;

(7)

b) Kontak pengelolaan (Management contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, adanya pengelolaan perusahaan, keuntungan kecil, efesiensi terbatas;

c) Kotrak sewa (Lease contract), dicirikan dengan tidak ada investasi, terbatas pada peralatan, keuntungan kecil, efesiensi;

d) Kontrak Bangun/rehabilitasi :

e) Konsesi (Concession), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pengelolaan dan keuangan secara bersama, menguntungkan, efesiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi baik.

2. Kerjasama Pemerintah dengan BUMN/BUMND, dikembangkan untuk mempercepat pelayanan, alih teknologi, memperluas layanan, meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan, dan memacu dinamika sosial masyarakat;

3. Kerjasama Pemerintah Daerah dengan LSM/Masyarakat, dikembangkan untuk membuka peluang usaha bagi masyarakat dan mendorong potensi sosial ekonomi yang dimiliki masyarakat dalam memebuhi kebutuhannya, seperti pengelolaan aset pemerintah daerah oleh masyarakat, penyuluhan dan pelestarian kawasan hutan untuk mendorong peningkatan produktifitas;

4. Kerjasama Pemerintah Daerah dengan pihak Luar Negeri, yang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang perjanjian Internasional. Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan dan penandatanganan. Sebelum penandatanganan perjanjian dilakukan, Pemerintah Daerah harus mendapatkan surat kuasa dari Menteri Luar Negeri;

5. Kerjasama Antar Daerah yang bersifat masal, berupa Badan Kerjasama Kabupaten Seluruh Indonesia (BKKSI) sebagai pengganti Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKSI) dan Badan Kerjasama Pimpinan Provinsi Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) dan Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) yang akan menyesuaikan namanya menjadi Badan Kerjasama melalui Munas Asosiasi masing-masing. Badan kerjasama ini dititikberatkan untuk tukar menukar informasi, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan pendayagunaan sumberdaya yang tersedia di daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut pengaturan bentuk-bentuk kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 11

(1) Pelaksanaan kerjasama antar daerah diatur dan ditetapkan dengan peraturan bersama. (2) Pelaksanaan kerjasama daerah atau kerjasama antar daerah dengan swasta diatur dan

ditetapkan dengan perjanjian kerjasama.

BAB VI

TATA CARA KERJASAMA DAERAH Pasal 12

(1) Peraturan Bersama dan atau Perjanjian Kerjasama / Kontrak dilakukan melalui proses penjajagan, perundingan, perumusan naskah, dan penerimaan serta penandatanganan. (2) Apabila daerah belum memiliki mitra kerjasama, dapat menggunakan tata cara sebagai

berikut :

a. daerah menyiapkan proposal yang terdiri dari latar belakang, tujuan, sasaran, pertimbangan, potensi daerah, keunggulan komparatif dan kriteria mitra kerjasama; b. proposal sebagaimana dimaksud huruf a, dapat dipublikasikan melalui berbagai

macam media atau diajukan kepada Pemerintah Pusat untuk mendapatkan fasilitas. (3) Daerah yang akan / telah memiliki mitra kerjasama menggunakan tata cara sebagai

berikut :

a. daerah yang akan melakukan kerjasama perlu mengadakan penjajagan untuk memperoleh informasi mengenai bidang dan urusan yang akan dikerjasamakan;

(8)

b. cara memperoleh informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan dengan penyebaran informasi melalui media, saling tukar menukar informasi melalui komunikasi lisan/tertulis, surat elektronik atau saling mengunjungi;

c. setelah ada keinginan untuk melakukan kerjasama, para pihak / pemerintah daerah menyiapkan dokumen pernyataan kehendak;

d. para pihak / pemerintah daerah menandatangani pernyataan kehendak;

e. setelah penandatanganan pernyataan kehendak sebagaimana dimaksud pada huruf d, para pihak / Kepala Daerah secara bersama-sama menyusun rancangan Nota Kesepakatan Bersama;

f. setelah rancangan Nota Kesepakatan Bersama disetujui dan ditandatangani, kesepakatan dimaksud dituangkan dalam Peraturan Bersama dan atau perjanjian kerjasama;

g. rencana kerjasama daerah yang membebani masyarakat dan daerah, sebelum ditandatangani Nota Kesepakatan Bersama harus mendapatkan persetujuan DPRD. (4) Setelah Pemerintah Daerah memperoleh persetujuan dari DPRD, kemudian menyiapkan

rancangan Kesepakatan Bersama yang berisi materi pokok sebagai berikut : a. judul;

b. identitas para pihak; c. bidang Usaha; d. tujuan;

e. jenis dan nilai modal para pihak; f. hak dan kewajiban;

g. biaya atau pembiayaan;

h. jangka waktu kerjasama / jangka waktu pelaksanaan;

i. Force Major / keadaan memaksa;

j. lain – lain, antara lain : sanksi, asuransi, penyelesaian sengketa; k. penutup.

(5) Setelah ditandatangani Kesepakatan Bersama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak ditetapkannya Peraturan Bersama dan atau perjanjian kerjasama, Pemerintah Daerah berkewajiban menyampaikan laporan secara berjenjang kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan instansi terkait dengan melampirkan dokumen yang diperlukan untuk itu.

Pasal 13

(1) Proses bentuk kerjasama dengan swasta dapat dilakukan dengan cara penunjukan secara langsung dan pemilihan pihak ketiga dan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(2) Tahap-tahap umum kerjasama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut :

a. identifikasi dan analisa kelayakan obyek kegiatan yang akan dikerjasamakan; b. pemilihan mitra usaha;

c. penyiapan perjanjian;

d. pembangunan konstruksi dan atau pelaksanaan kegiatan; e. pengelolaan;

f. penyerahan alih milik.

(3) Proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati. BAB VII

PEMBINAAN, PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN Pasal 14

Pembinaan, Pelaksanaan dan Pengawasan Peraturan Daerah ini diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

(9)

BAB VIII PEMBIAYAAN

Pasal 15

Segala biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan kerjasama daerah dapat dibebankan kepada APBD dan atau pihak ketiga atas dasar saling menguntungkan.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 16

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 17

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Kabupaten Batang.”

Ditetapkan di Batang

Pada tanggal 14 Desember 2005

BUPATI BATANG

BAMBANG BINTORO Diundangkan di Batang

pada tanggal 14 Desember 2005

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BATANG,

S O E T A DI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2004 NOMOR 17 SERI : E No. 8

(10)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 17 TAHUN 2005

TENTANG

KERJASAMA DAERAH I. PENJELASAN UMUM :

Prinsip otonomi daerah menggunakan otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar Daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Demikian pula dalam hal penyediaan pelayanan publik, daerah dapat bekerjasama dengan pihak ketiga. Adapun pelaksanaan urusan pemerintahan yang mengakibatkan dampak lintas daerah dikelola bersama oleh daerah terkait. Dan untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat yang

(11)

untuk pengelolaannya daerah membentuk suatu badan kerjasama. Dan apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan kerjasama, baik antar provinsi dengan kabupaten atau antar daerah dengan daerah lain, maka penyelesaiannya dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pembangunan infrastuktur di Kabupaten Batang sangat penting artinya dalam mendukung dan mewujudkan kelancaran serta kelanjutan pelaksanaan pembangunan di daerah. Dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan keuangan daerah, dan sebagai upaya untuk terus meningkatkan pelaksanaan pembangunan daerah, diperlukan langkah – langkah guna mendorong keikutsertaan badan usaha swasta dalam pembangunan dan atau pengelolaan infrastruktur, dalam suatu kerjasama yang erat antara Pemerintah Kabupaten Batang dan usaha swasta.

Untuk memberikan landasan yang jelas bagi keikutsertaan tersebut, dan memberikan arahan agar kerjasama tersebut tetap menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat, dipandang perlu mengatur dan menetapkan ketentuan tentang keikutsertaan daerah lain dan atau badan badan usaha swasta dengan Peraturan Daerah.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL : Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf c

Angka 1.a) : Service Contract (SC) atau kontrak pelayanan, merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta diberi tanggung jawab melaksanakan pelayanan jasa untuk suatu jenis pelayanan tertentu untuk suatu jangka waktu tertentu. Pelayanan jasa dimaksud, misalnya : perawatan jaringan, pencatatan meter, penagihan rekening, dan lain-lain. Dalam bentuk kerjasama ini, pemilikan asset tetap ada pada Pemerintahan Daerah.

Angka 1.b) : Management Contract (MC) atau Kontrak kelola merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta diberi tanggung jawab menyediakan jasa pengelolaan atas sebagian dan atau seluruh sistem infrastuktur tertentu, termasuk pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas serta pemberian layanan kepada masyarakat dan penyediaan modal kerjanya.

Angka 1.c) : Lease Contract (LC) atau kontrak sewa merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta menyewa dari Pemerintah

(12)

Daerah suatu fasilitas infrastuktur tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu untuk kemudia dioperasikan dan dipelihara. Mitra swasta menyediakan modal kerja untuk pengoperasian dan pemeliharaan dimaksud, termasuk penggantian bagian-bagian tertentu.

Angka 1.d :

1) Bangun-kelola-alih milik (Build, Operate, and Transfer), dicirikan dengan adanya investasi swasta, pembangunan sarana, biaya rendah kualitas tinggi, menguntungkan, efesiensi tinggi, cocok dilakukan pada kondisi ekonomi baik; merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta bertanggungjawab membangun proyek infrastruktur, termasuk membiayainya, yang kemudian dilanjutkan dengan pengoperasian dan pemeliharaannya, untuk suatu jangka waktu tertentu;

2) Bangun-Alih milik (Build, and Transfer), merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta bertanggung jawab membangun proyek infrastruktur, termasuk membiayainya, dan setelah selesai pembangunannya menyerahkan kepemilikan fasilitas yang bersangkutan kepada pemerintah daerah;

3) Bangun-Alihmilik-Kelola (Build, Transfer, and operate), merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta bertanggungjawab membangun proyek infrastruktur, termasuk membiayainya. Setelah selesai dibangun, proyek yang bersangkutan diserahkan penguasaan dan kepemilikannya kepada pemerintah daerah;

4) Bangun-Sewa-Alihmilik (Build, Lease and Transfer), merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta bertanggung jawab membangun proyek infrastruktur, termasuk membiayainya. Setelah Pemerintah Daerah dalam bentuk sewa beli sesuai jangka waktu kerjasama berakhir, fasilitas infrastruktur tersebut menjadi milik Pemerintah Daerah;

5) Bangun-Milik-Kelola (Build, Own, and operate), merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta bertanggung jawab membangun proyek infrastruktur, termasuk membiayainya, dan selanjutnya mengoperasikan dan memeliharanya. Mitra Swasta mendapat pengembalian biaya investasi, operasi dan pemeliharaan serta keuntungan yang wajar dengan cara menarik pembayaran (biaya) dari pemakai fasilitas dan layanan infrastruktur yang bersangkutan. Pada waktu berakhirnya kerjasama, fasilitas tersebut tetap menjadi milik mitra swasta yang bersangkutan;

6) Rehab-Milik-Kelola (Rehabilitate, Own, and operate), merupakan bentuk kerjasama dimana suatu fasilitas infrastruktur milik Pemerintah Daerah diserahkan kepada mitra swasta untuk diperbaiki dan dioperasikan. Biaya untuk rehabilitasi, pengoperasian dan pemeliharaan serta keuntungan yang wajar bagi mitra swasta diperoleh dengan cara menarik pembayaran (biaya) dari pemakai fasilitas dan layanan infrastruktur yang bersangkutan;

7) Rehab-Kelola-Alihmilik (Rehabilite, operate and Transfer), merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta bertanggung jawab membangun proyek infrastruktur, termasuk membiayainya. Setelah selesai dibangun, proyek yang bersangkutan diserahkan pengusaan dan kepemilikannya kepada pemerintah daerah;

8) Kembang/bangun-Kelola-Alihmilik (Develop, operate, and

Transfer), merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta

bertanggung jawab membangun proyek infrastruktur, termasuk membiayainya. Setelah selesai dibangun, proyek yang

(13)

bersangkutan diserahkan pengusaan dan kepemilikannya kepada pemerintah daerah;

9) Tambah-Kelola (Add and operate), merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta bertanggung jawab membangun proyek infrastruktur, termasuk membiayainya. Setelah selesai dibangun, proyek yang bersangkutan diserahkan penguasaan dan kepemilikannya kepada pemerintah daerah.

Angka 1.e) : Concession Contract atau kontrak konsesi dalam pengertian pemberian hak tertentu. Dalam pengertian kerjasama pemerintah daerah, swasta dan masyarakat, diartikan sebagai pemberian secara “utuh”. Dengan cara ini pemegang konsesi akan melakukan pengelolaan, investasi, rehabilitasi, pemeliharaan, menagih dan menerima pembayaran dari pelanggan/penerima jasa, dan lain-lain. Masa konsesi, dalam pengertian ini selalu berjangka panjang, dan selama itu pemegang konsesi memberikan pembayaran tertentu kepada Pemerintah Daerah / Penanggung jawab proyek. Setelah berakhirnya masa konsesi semua asset kembali kepada Pemerintah Daerah, kecuali ditentukan lain dalam kontrak.

Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf f

Yang dimaksud dengan membebani masyarakat adalah membebani masyarakat secara materiil dan langsung.

Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Potongan kayu dan kulit kayu digunakan sebagai bahan bakar di multifuel boiler, sedangkan limbah padat dari hasil penyaringan akhir pembuatan pulp dijadikan lembaran

Menimbang keterkaitan banyak pihak di dalam rekayasa, mulai dari pemilik ide, perancang sampai dengan pengguna teknologi, maka etika rekayasa dapat didefinisikan pula

Koefisien regresi variabel Kepuasan (X1) terhadap loyalitas konsumen produk lampu hemat energi pada masyarakat Bengkulu diperoleh sebesar 0,093 dengan

Katarak senile biasa timbul sesudah usia 50 tahun, namun juga dapat terjadi pada umur kurang dari 40 tahun, hampir selalu mengenai kedua mata walaupun yang

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Pantai Depok merupakan obyek wisata sekaligus area kuliner khas ikan laut yang berada di daerah Bantul Yogyakarta, dengan potensi

Standar : Menjelaskan struktur dan fungsi sistem organ manusia serta Kompetensi kelainan/penyakit yang mungkin terjadi pada organ tersebut Lulusan. Uraian Kompetensi :

Tahapan-tahapan metode heuristik yang digunakan adalah (1) penentuan rute fisibel awal dengan menggunakan 5 metode konstruksi yaitu saving, sweeping,

18 Secara spesifik peneliti akan memandingkan hasil data-data yang ada dari informan yang memiliki kedudukan setara atau dari informan yang memiliki kedudukan tidak