• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hasil Belajar

Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapakan. Sehubungan dengan hal ini menurut Purwanto, (dalam Yunus 2012: 47), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang diimplementasikan melalui proses belajar mengajar. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikan.

Menurut Sudjana (2009: 3), hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.

Pengertian ini memberikan gambaran bahwa penilaian terhadap hasil belajar sangatlah penting dalam implementasi terselenggaranya proses pembelajaran.

Sehubungan dengan hakikat hasil belajar, Dimiyati dan Mudjino (2009: 3), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Jika ditinjau dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses penilaian dan evaluasi hasil belajar. Sedangakan ditinjau dari tindak siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya puncak belajar. Iskandar (2009:

184), mengemukakan pula bahwa hasil belajar dapat diukur dalam bentuk perubahan perilaku siswa, yaitu semakin bertambahnya pengetahuan siswa terhadap sesuatu, sikap dan keterampilannya. Pembelajaran yang efektif tidak

10

(2)

membuat siswa merasa bosan dengan suasana, namun bagaimana suasana belajar dan lingkungan belajar dapat berjalan secara kondusif.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil potensi yang berbeda pada setiap siswa yang diperoleh setelah mengikuti proses pembelajaran.

2.2 Motivasi Belajar

Uno (2010: 23) mengemukakan bahwa motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Dorongan internal tersebut merupakan kekuatan dari dalam diri siswa baik berupa hasrat dan keinginan untuk berhasil, dorongan kebutuhan belajar, dan harapan akan cita-cita. Motivasi inilah yang akan mempengaruhi perbedaan respon terhadap sesuatu dan pola berfikir dari siswa dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Sedangkan dorongan eksternal adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik juga akan mempengaruhi motivasi belajar siswa. Ditegaskan pula oleh Dimiyati dan Mudjiono (2009: 80) bahwa motivasi belajar dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan seseorang untuk melakukan kegiatan belajar. Dorongan mental ini disebabkan karena adanya faktor kebutuhan dari seseorang siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran sehingga ia merasa tergerak karena hasrat atau keinginan untuk memenuhi kebutuhannya. Misal seorang guru menjelaskan materi betapa pentingnya mempelajari ilmu ekonomi, maka siswa akan termotivasi untuk memahami,

(3)

mengkaji bahkan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari terhadap ilmu yang diperoleh, selain ditunjang motivasi menambah pengetahuan, ketrampilan, dan prestasi dari diri seorang siswa.

Hapsari (2005: 20) mengemukakan bahwa motivasi belajar siswa adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk melakukan usaha yang dapat menyebabkan seseorang untuk memperoleh hasil belajar maupun karir yang lebih baik dari hari ke hari. Pendapat ini memberikan gambaran bahwa pada kemampuan setiap siswa adalah sama tetapi yang membedakannya adalah tingkat kamauan dan motivasi yang berbeda, sehingga hal ini akan mempengaruhi tingkat perbedaan hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan mendorong siswa untuk memperoleh hasil belajar yang baik kerena terdorong melakukan aktivitas, kreativitas, ketekunan serta giat dalam belajar. Sebaliknya siswa yang malas dalam kegiatan belajar, sering bolos, jarang mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah (PR) dari guru merupakan ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi belajar rendah.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya motivasi belajar siswa adalah dorongan internal dan eksternal yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang dapat berpengaruh pada perubahan tingkah laku untuk mewujudkan kegiatan belajar yang kondusif dalam mencapai hasil belajar yang maksimal.

(4)

2.3 Tes Uraian

Woolfolk (2006: 586) mengemukakan bahwa bentuk tes uraian harus memberikan gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang diharapkan dari jawaban siswa, terutama yang berkaitan dengan keleluasaan jawaban dihubungkan dengan waktu yang tersedia untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dalam konsep lain dijelaskan pula bahwa bentuk tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri (Ditjen Mutendik, 2006: 17). Pendapat ini bermakna bahwa dalam bentuk tes uraian kemampuan siswa dituntut dalam menjelaskan ide dan pandangannya terhadap pertanyaan sesuai dengan harapan setiap butir permasalahan.

Menurut Sudjiono (dalam Yunus 2012: 36), mengemukakan pula bahwa tes uraian adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik: (1) tes berbentuk pertanyaan yang menghendaki jawaban berupa uraian kalimat yang pada umumnya cukup panjang, (2) bentuk pertanyaan menuntut siswa untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan, dan sebagainya, (3) jumlah butir pertanyaan terbatas, dan (4) umumnya butir tes diawali dengan kata-kata seperti: jelaskan, terangkan, uraikan, mengapa, atau kata-kata lain yang sejenis.

Pemberian skor terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan bentuk tes uraian sifatnya pun harus subjektivitas, pertimbangan, dan tidak ada pengaruh dari pihak lain, misalnya hanya karena kedekatan emosional antara guru dan

(5)

siswa sehingga diberikan nilai yang tinggi padahal hasil yang diperoleh siswa tidak sesuai yang diharapkan. Dalam pemberian skor memang terdapat kemudahan dan kesulitan. Kemudahan itu dapat terlihat dari kemampuan seorang guru dalam menilai hasil kemampuan lembar jawaban yang terlihat dari siswa itu sendiri. Namun disisi lain jawaban siswa yang berbentuk uraian pun membutuhkan waktu yang cukup kepada guru dalam pengambilan keputusan terhadap kelayakan penetapan skor yang didapatkan dari lembar jawaban siswa.

Untuk mengatasi masalah diatas, menurut Sukardi (2009: 39-40) mengemukakan beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pemberian skor tes uraian, yaitu guru sebaiknya: (1) menyusun kunci jawaban untuk setiap pertanyaan, (2) menentukan nilai setiap pertanyaan, (3) menetapkan skor penilaian, (4) memeriksa berdasarkan tiap pertanyaan, (5) mengelompokkan lembar jawaban, (6) tidak melihat nama penjawab, dan (7) sering beristirahat.

Agar tes bentuk uraian terjamin dalam penilaian objektivitasnya, maka guru perlu menyusun kunci jawaban untuk setiap pertanyaan yang mengandung materi penting yang digunakan sebagai acuan ketika menilai. Setiap pertanyaan dinilai berdasarkan bobot permasalahan, kompleksifitas jawaban, dan waktu untuk menyelesaikan jawaban, memutuskan beberapa point pengurangan skor penilaian jika siswa melakukan kesalahan kecil, misalnya kesalahan ejaan, tanda baca, dan penggunaan kata, sebelum pindah ke pertanyaan lainnya, disarankan agar mengevaluasi satu pertanyaan pada semua lembar jawaban dalam rangka untuk mengecek kesamaan kualitas jawaban, mengelompokkan lembar jawaban siswa menjadi 3 – 5 tumpukkan dengan memperhatikan ranking dari yang tertinggi

(6)

sampai terendah, dan menempatkan lembar jawaban siswa ke dalam tumpukan yang ada atas dasar nilai yang dicapai, usahakan dalam proses penilaian jawaban tes tidak melihat nama siswa penjawabnya, dan disarankan untuk sering beristirahat guna mencegah kelelahan dan kejenuhan yang dapat mengakibatkan perubahan signifikan terhadap pemberian skor.

Berdasarkan berbagai pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk tes uraian merupakan bentuk soal yang terurai yang menuntut kemampuan siswa dalam menjawab soal dengan kajian yang lebih mendalam dimana siswa tersebut harus menjawab baik dalam bentuk menguraiakan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan kebutuhan pertanyaan.

2.3.1 Kelebihan Bentuk Tes Uraian

Menurut Arikunto (2009: 101), mengemukakan bahwa dalam proses belajar mengajar di kelas, bentuk tes uraian masih banyak digunakan oleh para guru, kerena bentuk tes uraian memiliki beberapa kelebihan, yakni tes uraian dapat digunakan untuk menilai hal-hal yang berkaitan erat dengan beberapa butir berikut:

1. Mengukur proses mental para siswa dalam menuangkan ide ke dalam jawaban item secara tepat.

2. Mengukur kemampuan siswa dalam menjawab melalui kata dan bahasa mereka sendiri.

(7)

3. Mendorong siswa untuk mempelajari, menyusun, merangkai, dan menyatakan pemikiran siswa secara aktif.

4. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat mereka sendiri.

5. Mengetahui seberapa jauh siswa telah memahami dan mendalami suatu permasalahan atas dasar pengetahuan yang diajarkan di dalam kelas.

2.3.2 Kelemahan Bentuk Tes Uraian

Disamping beberapa kelebihan seperti yang telah diuraikan diatas, ternyata bentuk tes uraian juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan oleh seorang guru, diantaranya sebagai berikut:

1. Dalam memeriksa jawaban pertanyaan bentuk tes uraian, ada kecenderungan pengaruh subjektif yang selalu muncul dalam pribadi seorang guru. Ini terjadi, utamanya ketika telah terjadi hubungan moral yang baik antara para siswa dengan guru.

2. Pertanyaan uraian yang disusun oleh seorang guru atau evaluator cenderung kurang bisa mencakup seluruh materi yang telah diberikan.

3. Bentuk pertanyaan yang memiliki arti ganda, sering membuat kesulitan pada siswa sehingga memunculkan unsur-unsur menerka dan menjawab dengan rragu-ragu, ditambah lagi aspek mana yang ditekankan juga sukar dipastikan.

(8)

2.4 Tes Pilihan Ganda

Tes bentuk pilihan ganda adalah tes yang dapat diskor secara objektif, karena pemeriksaan atau penskorannya bukan hanya dilakukan oleh manusia tetapi juga dapat dilakukan oleh mesin.

Menurut Sukardi (dalam Yunus, 2012: 125), bahwa bentuk tes pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur aplikasi pengetahuan yang telah diberikan kepada peserta didik, juga dapat digunakan untuk mengukur batasan atau definisi pengetahuan yang sudah jelas. Hal ini memberikan gambaran bahwa bentuk tes pilihan ganda selain dapat digunakan untuk mengukur aplikasi pengetahuan juga dapat mengukur batasan atau definisi pengetahuan yang sudah jelas dalam implementasinya.

Menurut Zainul dan Nasution (2006: 72), bahwa bentuk tes pilihan ganda adalah suatu butir soal yang alternatif jawabannya lebih dari satu. Pada umumnya jumlah alternatif jawaban berkisar antara 4 (empat) atau 5 (lima). Dalam hal ini jumlah alternatif jawaban tidak boleh terlalu banyak. Jika jumlah alternatif jawaban lebih dari 5 (lima) akan membingungkan peserta tes dan menyulitkan dalam mengkonstruksi butir tes.

Arikunto (2009: 168), mengemukakan bahwa tes pilihan ganda merupakan suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap, dan untuk melengkapinya harus memilih salah satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Di samping itu, Winkel (2004: 563) mengemukakan bahwa bentuk tes pilihan ganda terdiri atas soal pertanyaan, yaitu bagian akar (stem) dan bagian alternatif jawaban (option). Dari pengertian ini

(9)

dapat dilihat bahwa bentuk tes pilihan ganda ada yang berupa keterangan dan ada juga yang merupakan jawaban alternatif yakni satu jawaban yang benar dan beberapa jawaban sebagai pengecoh.

Pendapat di atas, lebih dipertegas lagi oleh Cartono dan Utari (2006: 70) bahwa bentuk tes pilihan ganda terdiri dari dua komponen, yaitu: (1) stem, yakni bagian yang merumuskan masalahnya, suatu stem bisa dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yang belum lengkap, dan (2) option, yaitu berupa kemungkinan- kemungkinan jawaban atau pelengkap kalimat/pertanyaan. Diantara option tersebut ada satu jawaban yang benar, yang lainnya merupakan jawaban yang salah atau disebut pengecoh (distractors). Menurut Ebel dan Frisbie (1986: 66- 67), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pengecoh dengan baik adalah: (1) masing-masing pengecoh harus dibuat sama panjang, (2) dapat dipikirkan sebagai gabungan beberapa pernyataan untuk menjawab pertanyaan, (3) jika butir soal menghendaki jawaban ya atau tidak maka alternatif jawaban harus disertai penjelasan, (4) perlu digunakan kombinasi dua elemen dalam alternatif jawaban, (5) jika alternatif jawaban masih sukar dipahami perlu dipertimbangkan kembali pokok soalnya.

Gronlund (1982: 32-33), mengemukakan bahwa bentuk tes pilihan ganda merupakan jenis tes yang terdiri atas pertanyaan pokok yang diikuti oleh beberapa alternatif jawaban yang berisikan kemungkinan pemecahan masalah. Dijelaskan pula oleh Sudjana, bahwa tes pilihan ganda adalah tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat (2009: 48). Dari pendapat ini bahwa

(10)

alternatif jawaban telah disediakan, siswa hanya memilih salah satu jawaban yang paling tepat dan benar.

Bentuk tes pilihan ganda memiliki ciri-ciri yang mencakup: (1) stem, yaitu suatu pernyataan atau pertanyaan yang berisi permasalahan yang akan ditanyakan, (2) option, berupa sejumlah pilihan atau alternatif jawaban, (3) kunci, yaitu jawaban benar atau paling tepat, dan (4) distractor atau pengecoh, yaitu jawaban lain di samping jawaban kunci. Dalam penyusunan butir-butir tes pilihan ganda diusahakan agar pengecoh tidak jauh berbeda terhadap alternatif jawaban yang benar baik yang berhubungan dengan uraian maupun panjang kalimatnya. Oleh karenanya, perlu dihindari adanya kemungkinan petunjuk yang memberikan isyarat terhadap nomor jawaban yang benar, dan/atau penafsiran yang keliru digunakan terhadap setiap butir pertanyaan.

Berdasarkan beberapa pandangan di atas, menurut Yunus (2012: 38) sebagai pegangan dalam menyusun butir-butir tes pilihan ganda dapat dirinci sebagai berikut:

1. Pokok soal harus dirumuskan secara spesifik, sehingga dapat menggambarkan arah permasalahan untuk menemukan jawaban yang benar

2. Hanya mengandung satu alternatif jawaban yang tepat

3. Antara alternatif jawaban yang salah dan benar tidak terlalu jelas perbedaannya

4. Seluruh alternatif jawaban pada setiap butir tes diusahakan sama, baik dari segi uraian maupun panjang kalimatnya

(11)

5. Perlu dihindari adanya alternatif jawaban yang mengungkapkan kata-kata

“semuanya benar” atau “semuanya salah”

6. Setiap butir pertanyaan disediakan empat atau lima alternatif jawaban, karena jika kurang dari jumlah alternatif tersebut akan menyebabkan soal menjadi mudah, dan bila lebih menyebabkan soal menjadi sulit

7. Setiap butir pertanyaan harus berdiri sendiri, dalam arti bahwa jawaban pada satu butir pertanyaan lainnya

8. Pokok butir pertanyaan dan alternatif jawaban dirumuskan secara jelas dan sederhana, sehingga tidak akan menimbulkan penafsiran yang berlainan dari peserta.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk tes pilihan ganda merupakan jenis tes yang terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok kesatuan butir pertanyaan, dan kelompok alternatif jawaban, di mana setiap butir pertanyaan telah mengandung pilihan jawaban yang paling benar dan kemungkinan jawaban yang harus dipilih yang ditandai dengan adanya jawaban pengecoh yang harus dijawab oleh peserta tes.

2.4.1 Kelebihan Tes Bentuk Pilihan Ganda

Menurut Arikunto (2009: 125-126), mengemukakan bahwa dalam evaluasi pembelajaran, item tes pilihan ganda mempunyai beberapa kelebihan yang secara ringkas dapat dicermati dalam uraian berikut:

(12)

1. Bentuk tes pilihan ganda memiliki karakteristik yang baik untuk suatu alat pengukur hasil belajar siswa. Karakter yang baik tersebut yaitu lebih fleksibel dalam implementasi evaluasi dan efektif untuk mengikuti tercapai tidaknya tujuan belajar mengajar.

2. Item tes pilihan ganda yang dikonstruksi dengan intensif dapat mencakup hampir seluruh bahan pembelajaran yang diberikan oleh guru di kelas.

3. Item tes pilihan ganda adalah tepat untuk mengukur penguasaan informasi para siswa yang hendak dievaluasi.

4. Item tes pilihan ganda dapat mengukur kemampuan intelektual atau kognitif, afektif, dan psikomotor siswa.

5. Dengan menggunakan kunci jawaban yang sudah disiapkan secara terpisah, jawaban siswa dapat dikoreksi dengan lebih mudah.

6. Hasil jawaban siswa yang diperoleh dari tes bentuk pilihan ganda dapat dikoreksi bersama, baik oleh guru maupun siswa dengan situasi yang lebih kondusif.

7. Item tes pilihan ganda yang sudah dibuat terpisah antara lembar soal dan lembar jawaban, dapat dipakai secara berulang-ulang.

2.4.2 Kelemahan Bentuk Tes Pilihan Ganda

Kesulitan yang sering dialami para guru kelas, berkaitan dengan mengkonstruksi item tes pilihan ganda adalah kesulitan dalam menyusun item tes yang mengandung pokok persoalan dengan tepat, dan menyusun jawaban

(13)

alternatif dengan memperhitungkan beberapa jawaban penjebak (distracters) yang memungkinkan dipilih siswa.

Disamping kelemahan pokok seperti yang diuraikan di atas, item tes pilihan ganda masih memerlukan perhatian seorang guru atau evaluator, di antaranya adalah kelemahan yang berkaitan dengan beberapa hal berikut:

1. Konstruksi item tes pilihan lebih sulit serta membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan penyusunan item tes bentuk objektif lainnya.

2. Tidak semua guru senang menggunakan tes pilihan ganda untuk mengukur hasil pembelajaran yang telah diberikan dalam waktu tertentu, misalnya satu semester atau satu kuartal.

3. Item tes pilihan ganda kurang dapat mengukur kecakapan siswa dalam mengorganisasi meteri hasil pembelajaran.

4. Item tes pilihan ganda memberi peluang pada siswa untuk menerka jawaban.

2.5 Perbedaan Bentuk Tes Uraian dan Bentuk Tes Pilihan Ganda

Sehubungan dengan penggunaan bentuk tes uraian dan pilihan ganda dalam mengukur hasil belajar siswa, pusat penilaian pendidikan Balitbang Depdiknas (2008: 17), memberikan suatu perbandingan sebagai berikut:

(14)

Tabel 1: Perbandingan Bentuk Tes Uraian dan Pilihan Ganda

Karakteristik Bentuk Tes Uraian Bentuk Pilihan Ganda Penulisan soal Relatif mudah Relatif sukar

Jumlah pokok bahasan yang ditanyakan

Terbatas Lebih banyak

Aspek atau kemampuan yang diukur oleh satu soal

Dapat lebih dari satu Hanya satu

Persiapan siswa Penekanannya pada kedalaman materi

Lebih menekankan pada keluasan materi atau materinya bervariasi

Kecenderungan menebak Tidak ada Ada

Penskoran sukar, lama, kurang konsisten (reliable) dan subjektif

Mudah, cepat, sangat konsisten dan objektif

Menurut Oerman dan Gaberson (2009: 48), mengemukakan bahwa item bentuk tes uraian pada umumnya lebih mudah dalam perancangannya dibandingkan dengan item bentuk tes pilihan ganda, tetapi akan membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam pemeriksaannya. Sebaliknya, untuk item tes bentuk pilihan ganda cukup sulit dan membutuhkan waktu yang banyak dalam perancangannya, tetapi mudah dalam pemeriksaannya.

(15)

Secara umum, perbedaan bentuk tes pilihan ganda dan uraian ditinjau dari aspek-aspek tertentu, menurut Yunus (2012: 42) dapat dirinci melalui tabel berikut:

Tabel 2: Perbedaan Tes Bentuk Pilihan Ganda dan Bentuk Uraian Ditinjau Dari Bentuk Tes Pilihan Ganda Bentuk Tes Uraian Taksonomi hasil yang

diukur

Baik untuk mengukur hasil belajar tingkat ingatan, dan tidak cocok untuk tingkatan sintesis dan analisis

Tidak efisien untuk tingkat ingatan, lebih tepat untuk pemahaman, aplikasi dan analisis Sampling isi/bahan Karena menggunakan jumlah

butir yang lebih banyak, maka dapat mencakup atau

mewakili bahan pelajaran yang lebih luas

Hanya mencakup bahan yang terbatas (tidak dapat mewakili isi bahan yang luas)

Persiapan membuat soal Mempersiapkan item sangat sukar dan membutuhkan waktu yang banyak

Mempersiapkan item yang baik adalah sukar, tetapi lebih mudah dari pada mempersiapkan soal objektif

Penskoran Objektif, sederhana dan kendalanya tinggi

Subjektif, sukar dan kurang handal Kemungkinan Mendorong siswa untuk

mengingat,

Mendorong siswa untuk mengorganisasikan dan

(16)

mengintepretasikan dan menganalisis ide orang lain

mengintegrasikan ide sendiri

2.6 Kerangka Berfikir

1. Perbedaan Hasil Belajar Siswa antara yang Mengikuti Tes Bentuk Uraian dan Bentuk Pilihan Ganda pada Mata Pelajaran IPS di Kelas VII SMP Negeri 2 Gorontalo

Setiap siswa memiliki tingkat hasil belajar yang berbeda sehingga bervariasi tergantung dari kompetensi siswa. Adapun variasi pada hasil belajar ini terlihat pada hasil skor yang berbeda pada bentuk tes. Oleh karena itu, bentuk tes uraian dan pilihan ganda akan turut memberikan dampak perbedaan terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa. Kenyataan dilapangan ada juga siswa yang tinggi hasil belajarnya jika di uji dengan menggunkan tes bentuk uraian hal ini mungkin saja dapat disebabkan karena siswa lebih menggunakan kajian lebih mendalam terhadap setiap materi pembelajaran.

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa siswa yang mengikuti tes bentuk uraian akan lebih mudah menyelesaikan tes dan memperoleh hasil belajar yang tinggi dibandingkan dengan siswa yang mengikuti tes bentuk pilihan ganda.

2. Interaksi antara Bentuk Tes (Uraian dan Pilihan Ganda) dengan Motivasi Belajar (Tinggi dan Rendah) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS di Kelas VII SMP Negeri 2 Gorontalo

Tes pilihan ganda pada umunya dirasakan lebih mudah daripada menjawab tes bentuk uraian. Karena pada bentuk tes pilihan ganda siswa dapat memilih alternatif jawaban yang paling benar tanpa mempertimbangkan kesulitan dalam tes tersebut. Tetapi beda halnya dengan bentuk tes uraian dimana

(17)

siswa dituntut untuk memikirkan jawaban yang lengkap jika soal tersebut berbentuk teori yang tepat dan berfikir secara global jika pertanyaan tersebut berbentuk mengemukakan pendapat beserta contohnya. Tes bentuk uraian sangat menuntut siswa untuk berpikir secara mendalam dan mampu merumuskan dengan tepat guna memperoleh jawaban yang benar-benar relevan dengan pertanyaan, sehingga akan sulit mencapai hasil belajar yang tinggi pada bentuk tes uraian.

Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih merasa mudah dalam mengerjakan soal bentuk uraian, dan akan mengalami kesulitan ketika mengerjakan soal berbentuk pilihan ganda. Karena pada siswa ini cenderung melakukan pengkajian mendalam disetiap permasalahan dalam kegiatan pembelajaran, sehingga siswa tersebut tidak merasa kesulitan dalam menjawab setiap butir tes dengan penjelasan yang luas/global. Berbeda dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, siswa ini cenderung tidak memandang permasalahan secara global dan melakukan pengkajian mendalam disetiap permasalahan dalam kegiatan pembelajaran, sehingga mengalami kesulitan dalam mencari pemecahannya. Bagi siswa yang memiliki motivasi belajar rendah ini penggunaan tes pilihan ganda dirasakan sesuai dalam rangka mengukur hasil belajar siswa.

Dari beberapa uraian diatas, jika di perhatikan maka akan diperoleh sebuah asumsi bahwa terdapat interaksi antara bentuk tes (uraian dan pilihan ganda) yang digunakan dalam rangka tes hasil belajar dengan motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa (motivasi tinggi dan rendah) terhadap hasil belajar siswa.

(18)

3. Perbedaan Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Tinggi yang Mengikuti Tes Bentuk Uraian dan Pilihan Ganda pada Mata Pelajaran IPS di Kelas VII SMP Negeri 2 Gorontalo

Siswa yang memiliki motivasi tinggi pada umumnya cenderung lebih menyukai cara belajar yang mandiri, mengefektifkan dan mengefisienkan waktu serta tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Hal ini memberikan gambaran bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih senang memahami hal- hal yang lebih spesifik dalam mendalami setiap permasalah di setiap kegiatan pembelajaran.

Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, merasa lebih mudah jika mengikuti ujian dengan menggunakan tes bentuk uraian, ia tidak akan merasa kesulitan karena sudah terbiasa memecahkan permasalahan serta lebih mudah mengungkapkan gagasannya baik secara tertulis maupun lisan. siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi jika menggunakan bentuk tes pilihan ganda pada saat mengikuti ujian akan memperoleh kesulitan antara lain waktu yang sangat terbatas dalam penyelesaian soal jawaban, tidak memberikan peluang siswa untuk melakukan spekulasi dalam menetapkan alternatif jawaban, sehingga menyebabkan siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi memperoleh hasil belajar yang rendah pada tes bentuk pilihan ganda dengan motivasi belajar yang dimiliki siswa (motivasi tinggi dan rendah) terhadap hasil belajar siswa.

4. Perbedaan Hasil Belajar Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar Rendah yang Mengikuti Tes Bentuk Uraian dan Pilihan Ganda pada Mata Pelajaran IPS di Kelas VII SMP Negeri 2 Gorontalo

Dalam proses pembelajaran terdapat pula siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Kelompok ini pada umumnya malas atau kurang melakukan

(19)

aktivitas kegiatan belajar secara fokus untuk melakukan pengkajian lebih mendalam dalam setiap masalah pembelajaran, cenderung bergantung kepada temannya dan melakukan kegiatan belajar secara berkelompok dan malas dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah atau rumah yang diberikan oleh guru kepada siswa.

Bentuk tes yang berbeda akan mempengaruhi siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dalam perolehan perbedaan hasil belajar siswa.

Penggunaan bentuk tes uraian pada kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah ini memberikan suatu tantangan dalam mencapai hasil yang diharapkan dalam pemaksimalannya, karena siswa dituntut untuk mengungkapkan ide secara mengglobal dan menyelesaikan setiap butir soal pertanyaan secara lengkap dan merata. Berbeda halnya jika siswa yang memiliki motivasi rendah ini diberikan bentuk tes pilihan ganda, siswa hanya menetapkan pilihan pada salah satu jawaban yang paling benar yang telah disediakan dan terdapat soal yang distractors sebagai pengecoh, sehingga terkadang siswa dapat melakukan tebakan dalam menentukan jawaban, oleh karena itu terbuka kemungkinan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah akan tinggi hasil belajarnya jika dengan menggunakan bentuk tes pilihan ganda.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar rendah akan memperoleh hasil yang baik pada bentuk tes pilihan ganda dibandingkan pada hasil belajar siswa dengan menggunakan tes bentuk uraian.

(20)

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berfikir diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Siswa yang mengikuti tes bentuk uraian memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mengikuti tes bentuk pilihan ganda pada mata pelajaran IPS di kelas VII SMP Negeri 2 Gorontalo.

2. Terdapat pengaruh interaksi antara bentuk tes dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajarn IPS di kelas VII SMP Negeri 2 Gorontalo.

3. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dalam bentuk tes uraian dibandingkan dengan hasil belajar yang dicapai dalam bentuk tes pilihan ganda pada mata pelajaran IPS di kelas VII SMP Negeri 2 Gorontalo.

4. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dalam bentuk tes pilihan ganda dibandingkan dengan hasil belajar yang dicapai dalam bentuk tes uraian pada mata pelajaran IPS di kelas VII SMP Negeri 2 Gorontalo.

Gambar

Tabel 1: Perbandingan Bentuk Tes Uraian dan Pilihan Ganda
Tabel 2: Perbedaan Tes Bentuk  Pilihan Ganda dan Bentuk Uraian  Ditinjau Dari  Bentuk Tes Pilihan Ganda  Bentuk Tes Uraian  Taksonomi hasil yang

Referensi

Dokumen terkait

Surveyor yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus menyampaikan laporan secara tertulis tentang pelaksanaan survey atas impor barang modal bukan baru

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara iklim sekolah, komitmen organisasi, dan kepuasan kerja dengan kinerja guru SMAN Kota Malang..

darah yang kritis pada wanita hamil (160/105-110 mmHg) adalah dengan IV labetolol atau hydralazine.  Bila belum tersedia jalur IV maka

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, hidayah, serta kenikmatan kepada penulis berupa kenikmatan jasmani maupun rohani, sehingga

Variabel gaya kepemimpinan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa manajer mau bekerjasama dengan teman sekerjanya yang ia tidak bisa bekerja sama dengan baik atau

Petani dengan luas lahan yang besar sangat dibantu oleh pendapatan dari usahatani kakao maupun non kakao, sedangkan petani dengan lahan sempit sangat dibantu oleh pendapatan

PERANAN DAN PEMANFAATAN MODAL SOSIA DALAM PENGEMBANGAN KLASTER STUDI PADA KLASTER COR LOGAM CEPER-KLATEN JAWA TENGAH..

Pengawasan Ketenagakerjaan perlu berpartisipasi aktif dalam ketentuan nasional menurut Pasal 4 Konvensi ILO Nomor : 182 tentang Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, tahun