BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Dari jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus ini adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun (Sensus Penduduk, 2010).
Berdasarkan jumlah tersebut, maka setiap harinya penduduk Indonesia bertambah sebesar 9.027 jiwa. Dan setiap jam terjadi pertambahan penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap detik jumlah pertambahan penduduk masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04 (1-2 jiwa). Pertambahan penduduk di Indonesia umumnya bisa dikatakan 99,9% disebabkan oleh kelahiran, sisanya berupa migrasi masuk. Dengan demikina dapat di simpulkan bahwa dalam 1 detik di Indonesia terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa (BPS, 2010).
Untuk mewujudkan penduduk Indonesia yang berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah tersebut yaitu mewujudkan
“Keluarga yang berkualitas tahun 2015“. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, mempunyai jumlah anak ideal,
1
berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME). Dalam paradigma baru program keluarga berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak hak reproduksi, sebagai integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (Saifudin, 2002)
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategi
“Empat Pilar Safe Motherhood”. Dewasa ini, di antaranya program Keluarga Berencana (KB) sebagai pilar pertama, telah dianggap berhasil (saifudin, 2002)
Program KB nasional yang selama ini berupa kelembagaan dan
pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS),
berkembang menjadi Keluarga Berkualitas 2015”. Kemudian visi tersebut
dijabarkan kedalam 6 misi program, yaitu : (1) Pemberdayaan dan pergerakan
masyrakat untuk membangun keluarga berkualitas. (2) Menggalang kemitraan
dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian, ketahanan keluarga serta
meningkatkan kualitas pelayanan. (3) Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan
kesejahteraan reproduksi. (4) Meningkatkan upaya-upaya promosi, perlindungan,
dan upaya pemberdayaan perempuan dalam mewujudkan hak-hak reproduksi. (5)
Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan dalam mewujudkan kesejahteraan
dan keadilan gender dalam pelaksanaan program KB nasional. (6)
Mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia potensial sejak pembuahan
dalam kandungan sampai dengan usia lanjut (BKKBN, 2011).
Upaya dalam rangka mensukseskan visi dan misi diatas salah satu masalah yang menonjol adalah rendahnya partisipasi pria/suami dalam pelaksanaan program KB baik mendukung istri dalam penggunaan kontrasepsi, sebagai motivator atau promoter, merencanakan jumlah anak pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk pencegahan kematian maternal hingga saat ini belum memuaskan. Hal ini masih tercermin dari rendahnya kesertaan KB pada pria.
Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kesertaan KB pria antara lain: (1) Kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga yang masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan. (2) Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarga dalam ber KB rendah. (3) keterbatasan peneriamaan dan keterjangkuan pelayanan kontrasepsi pria. (4) adanya anggapan, kebiasaan serta persepsi dan pemikiran yang salah yang masih cenderung menyerahkan tanggung jawab KB sepenuhnya kepada para istri atau perempuan (BKKBN, 2011).
Rendahnya keikutsertaan suami dalam praktek penggunaan kontrasepsi
tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari persepsi atau anggapan yang masih
cenderung menyerahkan tanggung jawab KB sepenuhnya kepada para istri atau
perempuan hal ini terbukti dengan adanya prevelensi KB menurut alat atau cara
ber-KB berdasarkan pengambilan data peserta aktif pada bulan januari tahun
2010 menunjukan bahwa prevelensi KB di Indonesia adalah 75.8 % . Diantaranya
akseptor wanita sebanyak (75.4%) dan akseptor pria sebanyak (1.6%)(BKKBN,
2011).
Upaya meningkatkan persepsi melalui promosi KB pria dengan berbagai media dan bentuk diharapkan akan menumbuhkan persepsi yang benar pada masyarakat terutama pria, sehingga mereka sadar dan dengan ikhlas ikutserta menjadi peserta KB. Promosi tentang KB pria yang berkelanjutan memang harus dilakukan, mengingat persepsi dan pemikiran yang salah tentang KB (BKKBN, 2011).
Kontrasepsi pria yang berhasil dibina menjadi peserta KB aktif sebanyak 153,914 akseptor diantaranya memilih kondom 94.318 akseptor, memilih medis operatif pria (MOP) 59.596 akseptor. Dari data di atas dapat dilihat bahwa alat kontrasepsi MOP yang paling rendah diminati oleh pria. Dari angka keikutsertaan KB pria tersebut maka perlu ditinjau ulang metode KB pria agar lebih efektif untuk meningkatkan partisipasi pria dalam ber-KB (BKKBN, 2011).
Sedangkan untuk tingkat Kabupaten Demak 2010, partisipasi pria dalam ber-KB masih rendah dari (71.2%) akseptor diantaranya kondom sebanyak (65.2%). MOP sebanyak (6.3%) akseptor bila dibandingkan dengan Kabupaten Jepara dan Pati Kabupaten Demak yang paling rendah (DKK Demak, 2010).
Untuk Kecamatan Karanganyar partisipasi pria yang ber-KB sejumlah 472
akseptor diantaranya kondom sebanyak 354 akseptor dan kontrasepsi MOP 118
akseptor. Setelah dilakukan survey di desa Wonorejo diperoleh data jumlah
sebanyak 305 Pasangan Usia Subur (PUS) dan jumlah akseptor KB pria/suami
sampai dengan tahun 2010 yaitu kondom 19 akseptor, MOP 7 akseptor. Dari
banyak metode KB pria kontrasepsi MOP yang paling rendah. Dengan begitu
tingkat partisipasi pria/suami ber-KB di Desa Wonorejo Kecamatan Karanganyar Demak sangat kurang.
Selama ini sudah dilakukan upaya yang ditempuh oleh Bidan, Tokoh Masyarakat (TOMA) dan keder-kader untuk meningkatkan partisipasi pria dalam berKB dengan penyuluhan, pelatihan petugas untuk melakukan Metode Operasi Pria (MOP), tersedia tenaga penyuluh lapangan keluarga berencana ditiap-tiap RT namun partisipasi pria masih tetap rendah. Rendahnya partisipasi pria dalam mengikuti perkumpulan disebabkan oleh Tokoh Masyarakat (TOMA) dan kader- kadernya yang kurang efektif dalam penyuluhan baik karena kendala waktu yang tidak terjadwal dan juga materi yang diberikan pada saat penyuluhan lebih bersifat umum sehingga para suami PUS enggan untuk mengikuti kegiatan tersebut.
Berdasarkan data di atas penulis ingin meneliti Study Deskriptif tentang persepsi suami PUS terhadap kontrasepsi MOP di Desa Wonorejo Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Study Deskriptif tentang persepsi suami PUS terhadap kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kelurahan Desa Wonorejo Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui persepsi dari suami PUS tentang kontrasepsi MOP di Kelurahan Desa Wonorejo Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui persepsi suami PUS terhadap kontrasepsi MOP.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menjadikan pengalaman yang nyata dalam melakukan penelitian secara baik dan benar.
2. Bagi Akseptor ( Responden )
Hasil penelitian ini dapat memberikan motivasi bagi keluarga khususnya suami untuk meningkatkan partisipasi pria dalam ber-KB di Kelurahan Desa Wonorejo Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak.
3. Bagi Institusi PRODI DIII UNIMUS
Untuk dijadikan acuan (referensi) bagi penelitian lebih lanjut yang
berhubungan dengan persepsi suami PUS terhadap kontrasepsi MOP.
E. Keaslian Penelitian
Ada beberapa penelitian yang terkait tentang pria dalam KB yang pernah diteliti sebelumnya. Untuk membandingkan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya sebagai berikut :
Tabel 1.1
Nama Peneliti dan Judul Penelitian
Sasaran Penelitian
Variable Penelitian
Rancangan Penelitian
Hasil
1. Purwanti (2004) Pengambilan keputusan penggunaan alat kontrasepsi pria di indonesia
Pria, Pasangan Usia subur
Tingkat pendidikan, agama, tempat tinggal, aspek wilayah, pengambilan keputusan bersama dalam penggunaan kontrasepsi pria
Jenis penelitian deskriptif dengan
rancangan Case control
Pengambilan keputusan bersama antara suami istri dapat meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi pria.
Tingkat pendidikan, agama, tempat tinggal, aspek wilayah memberiakan pengaruh cukup bermakna pada penggunaan alat kontrasepsi pria dan vasektomi 2. Saptono (2008)
Faktor-faktor yang
berhubungan dengan partisipasi pria dalam KB di kecamatan Jetis
Pria pasangan usia subur (PUS)
Umur, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sikap, persepsi, nilai-nilai social budaya, akses pelayanan, sikap
Jenis penelitian deskriptif – analitik dengan rancangan Cros sectional
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap, persepsi, sikap istri, praktik istri sikap teman, praktik teman
kabupaten Bantul istri, praktik istri, sikap teman, praktik teman terhadap partisipasi pria dalam KB
terhadap partisipasi pria dalam KB.
3. Miftakhul khoiroh (2011) Study deskriptif persepsi suami PUS terhadap kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) di Kelurahan desa Wonorejo Kecamatan Karanganyar Kabupaten Demak
Suami Pasangan Usia Subur
Persepsi suami PUS tentang kontrasepsi MOP
Jenis penelitian deskriptif dengan rancangan survey Reasearch Metodh
Sebagian besar persepsi responden berkaitan dengan kontrasepsi pria MOP dalam kategori tidak setuju yaitu sebanyak 54,4%.
Hal ini menunjukan bahwa responden penelitian kurang setuju atau mempunyai persepsi kurang baik terhadap kontrasepsi pria MOP.