13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Penanggulangan Kejahatan
Upaya atau kebijakan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk dalam bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal berkaitan dengan kebijakan sosial, yang terdiri dari kebijakan atau upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan atau upaya untuk perlindungan masyarakat.1
Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada dasarnya merupakan bagian integral dari kebijakan sosial (social policy), yang terdiri dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Maka dari itu dapat dikatakan tujuan utama dari politik kriminil adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.2
Upaya penanggulan kejahatan adalah bagian dari politik kriminil. Menurut Prof. Sudarto, S.H. terdapat tiga pengertian tentang politik kriminil, yaitu:
1. Dalam arti sempit politik kriminil adalah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.
1 Barda Nawawi, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, hal. 73
2 Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana: (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Jakarta, Kencana, hal. 4
14
2. Dalam makna yang luas politik kriminil merupakan guna dari aparatur penegak hukum, tercantum didalamnya bagaimana metode kerja pengadilan serta kepolisian.
3. Dalam makna sangat luas politik kriminil merupakan holistik mengenai kebijakan yang dikerjakan lewat perundang-undangan serta badan-badan formal, yang bertujuan buat menegakkan norma-norma sentral dari warga. Penegakkan norma-norma sentral yang diartikan merupakan selaku penanggulangan kejahatan.3
Bagi G. P. Hoefnagels upaya penganggulangan kejahatan bisa dituntaskan dengan menggunakan tiga metode, yaitu:
1. Penerapan hukum pidana 2. Pencegahan tanpa pidana
3. Memengaruhi pandangan masyarakat tentang kejahatan dan pemidanaan melalui media massa.4
Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus menunjang tujuan, dimana dalam kesejahteraan masyarakat (social welfare) dan perlindungan masyarakat (social defense) yang penting adalah kesejahteraan atau perlindungan masyarakat yang bersifat immateriil terutama pada nilai kepercayaan, kebenaraan, kejujuran dan keadilan. Maka dari itu semestinya pencegahan dan penanggulangan dilakukan dengan cara pendekatan integral
3 Sudarto, 1986, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Penerbit Alumni, hal. 113
4 Dalam Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Op.Cit, hal. 41
15
yaitu dengan keseimbangan dari sarana penal (hukum pidana) dan nonpenal (diluar hukum pidana).5
1. Sarana Penal
Upaya penanggulangan melalui sarana penal lebih mengutamakan pada tindakan represif. Tindakan represif yang dimaksud adalah tindakan pemberantasan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum setelah terjadinya tindak pidana. Pada dasarnya tindakan represif dapat dipandang sebagai tindakan preventif dalam arti yang luas.6
Menurut Marc Ancel kebijakan hukum pidana (penal policy) merupakan ilmu yang bertujuan untuk memperoleh peraturan hukum positif yang dirumuskan secara lebih baik. Peraturan hukum positif yang dimaksud adalah peraturan perundangan-undangan hukum pidana. Politik atau kebijakan hukum pidana termasuk dalam bagian politik kriminal. Dengan demikian apabila dari sudut politik kriminal, politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana.7
Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan kebijakan hukum pidana sama halnya dengan usaha untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai
5 Lilik Mulyadi, op.cit, hal. 394
6 Sudarto, Op.Cit, hal. 118
7 Dalam Lilik Mulyadi, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif Teoritis dan Praktik, Bandung, Penerbit PT. Alumi, hal. 390
16
dengan situasi pada saat waktu tertentu dan untuk masa yang akan datang.8
Menurut A. Mulder kebijakan atau politik hukum pidana (strafrechtpolitiek) adalah kebijakan untuk menentukan:
a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku yang harus diubah ataupun diperbarui;
b. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana atau kejahatan;
c. Bagaimana cara penyidikan, penuntutan. peradilan, dan pelaksanaan pidana yang harus dilakukan.9
Pada sarana penal terdapat beberapa tahapan, yaitu:
a. Formulasi (kebijakan legislatif)
Tahap penegakan hukum yang bukan hanya tugas aparatur penegak hukum saja, tetapi juga menjadi tugas aparatur pembuat undang- undang. Tahap ini merupakan tahap yang paling strategis dari upaya penanggulangan melalui sarana penal, maka dari itu apabila terdapat kesalahan atau kelemahan kebijakan legislatif yang menyebabkan kesalahan strategis yang akan mengakibatkan terhambatnya upaya penanggulan pada tahap aplikasi dan eksekusi.
b. Aplikasi (kebijakan yudikatif)
Tahap penerapan hukum pidana yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum, mulai dari kepolisian hingga pengadilan.
8 Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Op.Cit, hal. 26
9 Ibid. hal. 27
17
c. Eksekusi (kebijakan eksekutif atau adminstratif)
Tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkrit yang dilakukan oleh aparat pelaksanaan pidana.10
Apabila memakai sarana penal, maka ada keterbatasan didalamnya dipandang dari sudut pandang terbentuknya kejahatan serta sudut pandang bagaimana berfungsinya hukum pidana itu sendiri. Sarana penal memiliki keterbatasan dan memuat beberapa kelemahan, antara lain:
a. Dilihat sebagai dogmatis atau idealis. Sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling tajam. Sering disebut sebagai ultimum remedium;
b. Dilihat secara fungsional atau pragmatis. Pengoperasian dan penggunaannya membutuhkan sarana pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut biaya tinggi;
c. Sanksi hukum pidana merupakan remedium yang memuat sifat kontradiktif dan mengadung unsur atau efek samping yang negatif;
d. Penggunaan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan hanya mengurangi atau menyembuhkan gejala (kurieren am symptom), karena sebab-sebab kejahatan yang begitu kompleks berada diluar jangkauan hukum pidana;
10 Barda Nawawi, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Op.Cit, hal. 75
18
e. Hukum pidana hanya menjadi bagian kecil dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemasyarkatan dan kemanusiaan yang begitu kompleks;
f. Sistem pemidanaan bersifat fragmentair yaitu upaya pencegahan yang hanya melihat dari segi individu atau personalnya, dan tidak bersfiat struktural atau fungsional;
g. Efektivitas pidana masih bergantung pada banyak faktor, oleh karena itu masih sering dipermasalahkan.11
Menurut Nigel Walker dalam menggunakan sarana penal terdapat beberapa prinsip-prinsip pembatas, antara lain:
a. Tidak boleh menggunakan hukum pidana hanya untuk tujuan pembalasan;
b. Tidak boleh menggunakan hukum pidana untuk memidana yang tidak merugikan ataupun membahayakan;
c. Tidak boleh menggunakan hukum pidana untuk mencapai suatu tujuan yang dapat dicapai dengan cara yang lebih efektif dengan sarana lainnya yang lebih ringan;
d. Tidak boleh menggunakan hukum pidana apabila kerugian yang timbul dari pidana lebih besar daripada kerugian dari tindak pidana itu sendiri;
11 Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, hal. 139-140
19
e. Larangan hukum pidana tidak boleh memiliki sifat yg lebih berbahaya daripada perbuatan yang akan dicegah;
f. Hukum pidana tidak boleh mempunyai kandungan larangan- larangan yang tidak memproleh dorongan kuat dari publik;
g. Hukum pidana tidak boleh mempunyai kandungan ketentuan- ketentuan yg tidak bisa dilaksanakan.12
2. Sarana NonPenal
Upaya penanggulangan melalui sarana nonpenal lebih mengutamakan pada tindakan preventif. Tindakan preventif yang dimaksud adalah tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya tindak pidana.
Upaya penanggulangan melalui sarana nonpenal sasaran utamanya adalah menangani faktor kondusif penyebab terjadinya tindak pidana.
Faktor kondusif tersebut ialah, berpusat di kondisi sosial yang secara langsung ataupun tidak langsung yang bisa mengakibatkan tindak pidana.13
Beberapa masalah dan keadaan sosial yang menjadi faktor kondusif penyebab timbulnya tindak pidana merupakan masalah yang tidak dapat diatasi hanya dengan sarana penal. Salah satu kegunaan sarana nonpenal adalah untuk mengatasi masalah sosial dengan
12 Ibid., hal. 141
13 Barda Nawawi Arief, Bunga Ranpai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Op.Cit, hal. 42
20
melalui kebijakan sosial. Kebijakan sosial adalah kebijakan atau upaya rasional untuk memperoleh kesejahteraan masyarakat.14
B. Tinjauan Umum Tentang Surat Izin Mengemudi
1. Pengertian Surat Izin Mengemudi
Surat Izin Mengemudi adalah bukti registrasi yang diberikan oleh Kepolisian Republik Indonesia kepada seseorang yang telah memenuhui persyaratan adminstrasi, sudah memiliki keterampilan dalam mengemudikan kendaraan bermotor, dan juga telah memahami peraturan yang ada.15
Pada pasal 1 ayat (4) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi, pengertian Surat Izin Mengemudi atau yang biasa disebut dengan SIM yaitu tanda bukti yang sah bahwa mampu menguasai, alat kontrol, dan juga data forensik kepolisian bagi seseorang yang telah lulus dari tes pengetahuan, kemampuan untuk mengendarai kendaraan bermotor, dan keterampilan untuk mengemudikan kendaraan bermotor yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan berdasarkan Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.16
Surat Izin Mengemudi yang di terbitkan oleh kepolisian berlaku selama lima tahun terhitung sejak tanggal diterbitkannya SIM tersebut
14 Ibid., hal. 46
15 Surat Ijin Mengemudi (SIM), https://www.polri.go.id/layanan-sim, diakses pada 26 November 2020
16 Perkap nomor 9 tahun 2012 tentang SIM
21
dan dapat diperpanjang. Surat Izin Mengemudi yang diterbitkan dalam bentuk kartu yang dilengkapi chip yang berfungsi sebagai penyimpanan data elektronik.
2. Fungsi Surat Izin Mengemudi
Fungsi SIM yang terdapat pada pasal 86 Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu:
(1) SIM sebagai bukti komptensi mengemudi;
(2) SIM sebagai registrasi pengemudi kendaraan bermotor yang berisi keterangan identitas pengemudi;
(3) Data yang terdapat pada registrasi pengemudi dapat digunakan sebagai pendukung pada kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan indentifikasi pada forensik kepolisian.17
Pada pasal 4 Perkap nomor 9 tahun 2012 tentang SIM menjelaskan mengenai fungsi SIM yaitu:
1) SIM menjadi legitimasi kompetensi pengemudi
Legitimasi kompetensi pengemudi adalah bentuk bukti pengakuan kemampuan dan keterampilan pengemudi kendaraan bermotor dari Negara Republik Indonesia yang telah lulus dari uji teori, tes keterampilan melalui simulator, dan ujian praktik.
2) SIM sebagai identitas pengemudi
17 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
22
Identitas pengemudi berisi keterangan lengkap identitas pengemudi.
3) SIM sebagai kontrol kompetensi pengemudi
Yang artikan dengan kontrol kompetensi pengemudi ialah perlengkapan penegakan hukum serta wujud akuntabilitas untuk pengemudi.
4) SIM sebagai data pendukung forensik kepolisian
Bukti diri pengemudi yang ada pada forensik kepolisian bisa digunakan menjadi pendukung aktivitas penyelidikan, penyidikan pelanggaran serta kecelakaan lalu lintas serta tindak pidana lainnya.18
3. Penggolongan SIM
SIM digolongkan menjadi 2, yaitu SIM perseorangan serta SIM umum.
a. SIM Perseorangan
Pada pasal 7 Perkap nomor 9 tahun 2012 tentang SIM, menyatakan bahwa SIM untuk kendaraan bermotor perseorang terdiri dari:
1) SIM A
Berlaku buat mengemudikan kendaraan beroda empat penumpang perseorangan serta kendaraan beroda empat barang perseorangan dengan jumlah berat maksimal 3.500 Kilo Gram.
2) SIM B I
18 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 tentang SIM
23
Berlaku buat mengemudikan mobil bus perseorangan dan mobil barang perseorangan dengan jumlah berat yg diizinkan lebih dari 3.500 Kilo Gram.
3) SIM B II
Berlaku buat mengemudikan kendaraan bermotor berupa kendaraan alat berta, kendaraan penarik, kendaraan dengan menarik kerata tempelan atau gandengan perseorangan dengan jumlah berat yang diizinkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 Kilo Gram.
4) SIM C
Berlaku buat mengemudikan kendaraan sepeda motor.
5) SIM D
Berlaku buat mengemudikan kendaraan bermotor khusus bagi penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus.19
b. SIM Umum
Pada pasal 8 Perkap nomor 9 tahun 2012 tentang SIM, menyatakan bahwa SIM umum terdiri dari:
1) SIM A Umum
Berlaku buat mengemudikan mobil penumpang umum dan mobil barang umum yang jumlah beratnya tidak boleh lebih dari 3.500 Kilo Gram.
2) SIM B I Umum
19 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang SIM
24
Berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang umum dan mobil barang umum yang jumlah beratnya boleh lebih dari 3.500 Kilo Gram.
3) SIM B II Umum
Berlaku untuk mengemudikan kendaraan penarik umum dan kendaraan dengan menarik kereta tenpelan atau gandengan umum yang jumlah beratnya untuk kereta tempelan atau gandengan diperbolehkan lebih dari 1.000 Kilo Gram.20
4. Prosedur Pembuatan Surat Izin Mengemudi
Terdapat beberapa prosedur untuk mendapatkan SIM dengan memenuhi beberapa persyaratan, yaitu:
a. Persyaratan Usia
1) Usia minimal 17 thn untuk SIM A, SIM C, dan SIM D;
2) Usia minimal 20 thn untuk SIM B I dan SIM A Umum;
3) Usia minimal 21 thn untuk SIM B II;
4) Usia minimal 22 thn untuk SIM B I Umum;
5) Usia minimal 23 thn untuk SIM B II Umum.21 b. Persyaratan Administrasi
1) Identitas diri berupa kartu tanda penduduk (KTP);
2) Mengisi formulir peermohonan pembuatan SIM;
3) Rumusan sidik jari.22
20 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang SIM
21 Pasal 24 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang SIM
25 c. Persyaratan Kesehatan
1) Kesehatan Jasmani
Memiliki surat keterangan dari dokter yang menyatakan sehat jasmani. Yang dimaksud dengan sehat jasmani yaitu meliputi:
a) Kesehatan penglihatan;
b) Kesehatan indera pendengaran;
c) Kesehatan fisik.
2) Kesehatan Rohani
Memiliki surat lulus tes psikologi dari hasil tes psikologi.
Penilaian atas kesehatan rohani dilakukan melalui materi tes psikologi. Yang dimaksud dengan sehat rohani yaitu meliputi:
a) Kemampuan konsentrasi saat mengemudikan kendaraan bermotor di jalan;
b) Kecermatan buat melihat situasi serta keadaan sebagai akibatnya tak terjadi kesalahan;
c) Kemampuan mengendalikan diri dalam mengemudikan kendaraan bermotor;
d) Kemampuan beradaptasi menggunakan situasi serta kondisi apapun yg terjadi disaat mengemudi kendaraan bermotor di jalan;
22 Pasal 81 ayat (3) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
26
e) Kemampuan mengontrol emosi pada waktu mengahadapi situasi yg tidak terduga selama berkendara;
f) Ketahanan kerja individu dalam situasi yang menekan.23
d. Persyaratan Lulus Ujian Surat Izin Mengemudi
Untuk mengikuti ujian SIM, pemohon SIM harus menunjukkan formulir uji SIM sebagai tanda keikutsertaan dalam mengikuti ujian SIM. Ujian SIM terdiri dari 3 ujian, yaitu:
1) Ujian Teori
Materi tes teori, mencakup:
a) Pengetahuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan;
b) Keterampilan pengemudi;
c) Etika berlalu lintas;
d) Pengetahuan metode mengendarai kendaraan bermotor;
e) Pertolongan pertama pada kecelakaan lau lintas.24 2) Tes Keterampilan Melalui Simulator
Petugas memberitahukan tata cara penggunaan simulator kepada peserta ujian sebelum melaksanakan ujian
23 Pasal 81 ayat (4) Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
24 Pasal 57 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang SIM
27
keterampilan mengemudi melalui simulator. Materi ujian keterampilan melalui simulator, meliputi:
a) Reaksi;
b) Pertimbangan perkiraan;
c) Antisipasi;
d) Sikap mengemudi;
e) Konsentrasi.25 3) Ujian Praktik
Ujian praktik dilakukan di arena yang telah ditentukan oleh petugas. Pada ujian praktik peserta wajib mengikuti 2 ujian, yaitu:
a) Ujian Praktik I
Ujian praktik I dilaksanakan di areana ujian yang sudah ditentukan oleh petugas. Materi yang diujikan pada ujian praktik I untuk kendaraan sepeda motor, meliputi:
(1) Tes keseimbangan;
(2) Tes slalom (zig zag);
(3) Tes membentuk angka 8;
(4) Tes respon rem menghindar;
(5) Tes berputar arah membuat huruf U.26
25 Pasal 58 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang SIM
26 Pasal 62 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang SIM
28
Sedangkan materi yang diujikan untuk kendaraan beroda empat atau mobil, meliputi:
(1) Tes menjalankan kendaraan bermotor maju dan mundur pada lintasan yang sempit;
(2) Tes parkir paralel dan parkir seri;
(3) Tes mengendarai kendaraan bermotor berhenti di bagian yang menanjak dan bagian yang menurun.27 b) Ujian Praktik II
Ujian praktik II terlaksana di jalan umum. Tes praktik II untuk peserta ujian kendaraan roda empat atau lebih.
Materi yang diujikan meliputi:
(1) Mengendarai kendaraan bermotor di jalan yg banyak kendaraan berlalu-lalang dengan melakukan berbelok ke kanan dan ke kiri dan melewati persimpangan;
(2) Tetap mengemudikan kendaraan bermotor di belakang kendaraan lain yang sedang berjalan pelan;
(3) Melewati kendaraan lain dengan aturan yang benar;
(4) Berakhir di tempat yang sudah ditetapkan;
27 Pasal 63 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang SIM
29
(5) Menghentikan kendaraan bermotor dengan segera dan benar dibagian jalan yg ramai dan parkir sejajar dengan trotoar tanpa mengenai tepi tortoar;
(6) Membelokkan kendaran bermotor di jalan yang sepi tanpa keluar lintasan;
(7) Kepatuhan pengemudi saat mengemudikan kendaraan bermotor terhadap peraturan, rambu lalu lintas, dan tanda jalan;
(8) Menjaga jarak terhadap kendaraan lain;
(9) Menggunakan jalur yang benar pada saat ingin mendahului atau memberi kesempatan kendaraan lain.28
5. Penerbitan Surat Izin Mengemudi
Setelah dinyatakan lulus ujian SIM, pemohon SIM melakukan verifikasi data identitas yang tercantum dalam format SIM, dengan mencantumkan:
a. Nomor urut penerbitan SIM;
b. Jangka waktu berlakunya SIM yang disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran pemohon SIM;
c. Tanggal, bulan, dan thn penerbitan SIM yang ditetapkan sebagai mulai berlakunya SIM;
28 Pasal 64 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012
30
d. Nama kepala kepolisian dan mencantumkan tanda tangan elektronik pejabat yang berhak serta stempel elektronik instansi penerbit SIM berfungsi sebagai pengesahan SIM.29
Setelah melakukan verifikasi data identitas, aparat melayani penerbitan SIM yang sesuai dengan data dan menyerahkan SIM kepada Pemohon SIM.
C. Tinjauan tentang Kepolisian Republik Indonesia
1. Pengertian Kepolisian
Polisi berasal dari kata yunani kuno yaitu politeia yang berarti pemerintahan suatu kota. Polisi merupakan badan pemerintahan yang memiliki tugas untuk memellihara keamanan dan ketertiban umum. Polisi memiliki dua arti, pertama polisi dalam arti formal, yaitu mencakup organisasi dan kedudukan suatu instansi kepolisian. Kedua polisi dalam arti material, yaitu memberikan jawaban terhadap tugas dan wewenang dalam menghadapi gangguan ketertiban dan keamanan berdarkan peraturan perundang-undangan.30
Pada pasal 5 ayat (1) Undang-undang nomor 2 Tahun 200c2 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyatakan bahwa kepolisian merupakan alat negara penegak hukum yang bertindak dalam
29 Pasal 41 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2012 Tentang SIM
30 Kasman Tasaripa, 2013, Tugas dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai Penegak Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Vol. 1, Ed. 2, hal.3
31
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat.31
2. Fungsi Kepolisian
Sebagaimana dalam ketentuan pasal 2 Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyatakahan bahwa fungsi kepolisian ialah sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara pada bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum, perlindugan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat32. Polisi memiliki tiga fungsi utama, yaitu:33
a. Fungsi Pre-emptif
Usaha dan pembinaan masyarakat dalam rangka usaha untuk ikut serta secara aktif agar terciptanya situasi dan kondisi yang dapat mencegah terjadinya ganggungan keamanan dan ketertiban mayarakat.
b. Fungsi Preventif
Upaya pencegahan pada bidang kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menjaga keselamatan orang maupun benda termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan, mencegah terjadinya pelanggaran hukum.
31 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
32 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang kepolisian Negara Republik Indonesia.
33 Yosua Prima Arihta Sitepu, Skrpsi: “Upaya Kepolisian Resor (Polres) Sleman Dalam Proses Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika di Kabupaten Sleman”, (Yogyakarta:
UAJY, 2018), hal. 27
32 c. Fungsi Represif
Melaksanakan penindakan terhadap pelanggaran hukum untuk diproses sampai ke pengadilan, yang terdiri dari:
1) Penyelidikan
Serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa untuk menetukan bisa atau tidaknya dilakukan penyidikan berdasarkan cara yang diatur dalam undang- undang.34
2) Penyidikan
Serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti berdasarkan cara yang diatur dalam undang-undang, dengan bukti tersebut dapat terlihat dengan jelas tentang tindak pidana yang sedang terjadi dan menemukan tersangkanya.35
3. Tugas Kepolisian
Tugas pokok kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk melaksanakan tugak pokok, kepolisian bertugas:
34 Pasal 1 ayat (5) KUHAP
35 Pasal 1 ayat (2) KUHAP
33
a. Melakukan pengaturan, penjagaan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. Mengadakan aktivitas dalam mengurus ketertiban, keamanan, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membimbing masyarakat untuk menaikkan keikutsertaan, kesadaran hukum dan ketaatan kepada hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Ikut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Mengayomi ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. Melakukan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban maupun bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
34
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi maupun pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian;
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan.36
Bersumber pada tugas-tugas pokok yg sudah disebutkan, pada dasarnya terdapat 2 tugas kepolisian dalam bidang penegakan hukum yaitu, penegakan hukum dengan sarana penal dalam bidang peradilan pidana serta penegakan hukum dengan sarana non penal diluar bidang peradilan pidana.
Tugas pokok yang telah dicantumkan dalam Pasal 14 Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian mencakup berbagai segi pandangan, yaitu:
a. Aspek ketertiban dan keamanan umum;
b. Aspek perlindungan keamanan masyarakat dari perbuatan melanggar hukum;
c. Aspek pendidikan sosial terhadap kepatuhan hukum masyarakat;
d. Aspek penegakan hukum di bidang peradilan, khususnya pada penyelidikan dan penyidikan.37
36 Pasal 14 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
37 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Op.Cit, hal. 3
35 4. Wewenang Kepolisian
Kepolisian memiliki wewenang yang diatur dalam pasal 15 Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu:
a. Kewenangan kepolisian secara umum tercantum dalam pasal 15 ayat (1) adalah sebagai berikut:
1) Menerima laporan maupun pengaduan;
2) Membantu menyelesaikan perselisihan masyarakat yang bisa mengganggu ketertiban umum;
3) Mencegah dan menanggulangi timbulnya penyakit masyarakat;
4) Memperhatikan aliran yang dapat menimbulakan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
5) Menerbitkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;
6) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
7) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
8) Mengambil sidik jari dan identitas serta memotret seseorang;
9) Mencari keterangan dan barang bukti;
10) Melaksanakan pusat informasi kriminal nasional;
36
11) Menerbitkan surat izin maupun surat keterangan yang dibutuhkan dalam rangka pelayanan masyarakat;
12) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
13) Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
b. Kewenangan kepolisian yang sesuai dengan peraturan perundang-undang yang tercantum dalam pasal 15 ayat (2) adalah sebagai berikut:
1) Memberi izin dan memperhatikan kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
2) Melaksanakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor:
3) Menerima pemberitahuan mengenai kegiatan politik;
4) Memberi izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
5) Memberi izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
6) Memberi petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
37
7) Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
8) Melakasanakan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan berkoordinasi dengan instansi yang terkait;
9) Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
10) Melakukan kewenangan lain yang termasuk dalan lingkup tugas kepolisian.38
D. Tinjauan tentang Penegakkan Hukum
1. Pengertian Penegakan Hukum
Arti penengakan hukum terdapat pada kegiatan menyelaraskan hubungan nilai-nilai yang diuraikan dalam kaidah-kaidah dan sikap tindak sebagai rangkaian penguraian tahap akhir unruk menciptakan ,memelihara, dan mempertahankan kedamaian kehidupan masyarakat.
Penegakan hukum pada dasarnya merupakan penerapan diskresi yang berkaitan dengan membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum. 39
Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan hukum yang dimaksud
38 Pasal 15 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
39 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukun, Jakarta, PT.
RajaGrafindo Persada, hal.5
38
adalah pikiran dari badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum. Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan menentukan bagaimana penegakan hukum itu dilakukan.40
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk menegakkan norma-norma hukum secara nyata. Penegakan hukum dapat dilihat dari dua sudut, yaitu:
a. Subjeknya
Pada makna yang luas metode penegakan hukum mengaitkan banyak subjek hukum pada setiap korelasi hukum. Bagi siapa saja yg melakukan aturan normatif atau melakukan sesuatu juga tidak melakukan sesuatu sesuai pada norma hukum yang berjalan, maka dia menjalankan atau menegakan hukum. Dalam makna yang sempit penegakan hukum adalah usaha aparatur penegakan hukum buat menjamin serta memastikan bahwa aturan hukum berjalan sebagaimana selayaknya.
b. Objeknya
Pada makna yang luas penegakan hukum meliputi nilai-nilai keadilan yg didalamnya terdapat aturan formal juga nilai-nilai keadilan yang terdapat dalam masyarakat. Pada makna yang
40 Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, hal. 24
39
sempit penegakan hukum hanya berkaitan penegakan peraturan yang formal dan tertulis.41
2. Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum
Penegakan hukum memiliki beberapa faktor agar dapat berjalannya tujuan dari penegakan hukum. Beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:
a. Faktor hukumnya sendiri atau Undang-undang
Undang-undang dalam arti materiil adalah peraturan tertulis yang berlaku untuk umum yang dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah.
Undang-undang dalam materiil mencakup peraturan pusat yang berlaku untuk semua warga negara maupun disebagian wilayah negara dan peraturan setempat hanya berlaku di suatu daerah saja.
Berlakunya undang-undang terdapat beberapa asas yang tujuannya agar undang-undang tersebut mencapai tujuannya. Asas-asas tersebut yaitu:
1) Undang-undang tidak berlaku surut. Undang-undang hanya dapat diterapkan pada peristiwa yang disebut dalam undang- undang dan terjadi setelah undang-undang tersebut dinyatakan berlaku;
41 Hasaziduhu Moho, 2019, Penegekan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan, Jurnal Warta, Ed. 59, hal. 4
40
2) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, maka undang-undang tersebut memiliki posisi yang makins tinggi pula;
3) Undang-undang yang bersifat spesifik menyampingkan undang-undang yg bersifat umum jika pembentuk undang- undangnya sama;
4) Undang-undang yang resmi belum lama membatalkan undang- undang yg resmi terdahulu;
5) Undang-undang tidak bisa diganggu gugat;
6) Undang-undang mewujudkan sarana untuk memperoleh kesejahteraan bagi masyarakat maupun pribadi.42
b. Faktor Penegak Hukum
Ruang lingkup penegak hukum sangat luas karena mencakup yang secara langsung dan tidak langsung yang bergerak dalam bidang penegakan hukum. Penegak hukum yang secara langsung bergerak dalam bidang penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, kehakiman, kepengacaraan, dan masyarakat. Setiap penegak hukum memiliki peranan yang berbeda-beda tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu menegakkan hukum sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan dan peranan.
Kedudukan merupakan merupakan suatu wadah yang berisi hak dan
42 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Op.Cit., hal. 12
41
kewajiban tertentu. Suatu hak merupakan wewenang untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu, sedangkan kewajiban adalah tugas.
Penegak hukum mempunyai peran yang penting dalam bidang penegakan hukum. Penegak hukum seharusnya mempunyai kepribadian yang dapat menjadi aspirasi bagi masyarakat.43
c. Faktor Sarana
Sarana penegakan hukum mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi, keadaan uang yang memadai, peralatan yang memadai, dan lain-lain. Apabila hal tersebut tidak dapat dipenuhi maka penegakan hukum tidak akan mencapai tujuannya.44
d. Faktor Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat yang memiliki tujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Masyarakat memiliki pendapat tertentu mengenai hukum. Terdapat kecenderungan yang besar pada masyarakat untuk mengartikan hukum dan mengidentikasikannya dengan petugas. Akibatnya baik buruknya hukum selalu dikaitkan dengan pola perilaku penegak hukum yang menurut pendapatnya merupakan pencerminan dari hukum sebagai struktur maupun proses.45
e. Faktor Kebudayaan
43 Ibid., hal. 19
44 Ibid., hal. 37
45 Ibid, hal. 45
42
Menjadi suatu sistem maka hukum meliputi struktur, sunbstansi, serta kebudayaan. Struktur meliputi wadah yang berasal dari tatanan lembaga-lembaga hukum formal, korelasi antara lembaga-lembaga tadi, hak-hak serta kewajibannya. Substansi meliputi norma-norma hukum bersama perumusannya juga acara buat menegakkannya yg berlaku bagi pelaksana hukum juga pencari keadilan. Kebudayaan hukum meliputi nilai-nilai yg mendasari hukum yg berlaku. Nilai-nilai yang ialah konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang diklaim baik serta apa yang diklaim buruk.46
46 Ibid., hal. 59