• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiografi Sefalometri. 22,23

Sejak tahun 1922 radiografi sefalometri telah diperkenalkan oleh Pacini dan Carrera dan kemudian dikembangkan oleh Hofrath (Jerman) dan Broadbent (USA) pada tahun 1931 dengan menggunakan sefalostat. Akan tetapi metode ini baru diterima praktisi 20 tahun belakangan ini.

2.1.1 Jenis Radiografi Sefalometri.

Radiografi sefalometri terbagi atas 2 jenis yaitu:

• Sefalometri lateral, analisa dalam bidang sagital dan vertikal,

• Sefalometri anteroposterior, analisa dalam arah transversal.

2.1.2 Kegunaan Radiografi Sefalometri

Kegunaan radiografi sefalometri secara umum adalah :

a. Sebagai sarana penunjang diagnosa, ada tiga penilaian yang dilihat dalam menegakkan diagnosa yaitu:

o Hubungan skeletal, dengan sefalometri dapat dilihat bagaimana hubungan rahang terhadap kranium, apakah normal, di depan, atau di belakang. Hubungan dimaksud adalah hubungan kedua rahang bersama-sama terhadap kranium, hubungan rahang atas terhadap kranium, hubungan rahang bawah terhadap kranium dan hubungan antara kedua rahang itu sendiri.

(2)

o Hubungan dental, menggambarkan bagaimana hubungan gigi geligi terhadap rahang apakah kemiringan gigi normal, terlalu miring atau tegak, dan hubungan antara gigi geligi rahang atas dan rahang bawah.

o Jaringan lunak, walau dikatakan jaringan lunak dipengaruhi oleh jaringan keras pendukungnya namun adakalanya ketebalan jaringan lunak sangat mempengaruhi profil seseorang.

b. Untuk menentukan klasifikasi Klasifikasi kelainan kraniofasial:

o Kelainan skeletal o Kelainan dental

o Gabungan antara skeletal dan dental.

c. Untuk menentukan rencana perawatan ortodonti.

Dalam perawatan ortodonti koreksi dilakukan pada bagian yang mengalami kelainan. Misalnya pada kelainan dengan konveksitas wajah yang cekung, bila hasil analisa sefalometri menunjukan bahwa kelainan disebabkan karena rahang atas kurang berkembang maka dalam rencana perawatan akan dilakukan koreksi dengan memajukan rahang atas ke depan tapi bila kelainan terletak pada rahang bawah yang terlalu menonjol maka dalam rencana perawatan koreksi dilakukan memundurkan rahang bawah ke belakang.

d. Evaluasi hasil perawatan

Evaluasi dilakukan selama dan setelah selesai perawatan. Dari evaluasi dapat terlihat apakah hasil perawatan yang telah dilakukan sesuai dengan

(3)

yang diinginkan atau menyimpang. Bila sesuai perawatan diteruskan sampai selesai tapi bila menyimpang maka dilakukan perbaikan-perbaikan sesuai dengan tujuan perawatan.

e. Evaluasi pertumbuhan-perkembangan

Dari analisa sefalometri dapat dilihat arah pertumbuhan-perkembangan kraniodentofasial, bila terlihat arah pertumbuhan-perkembangan yang tidak normal maka dalam perwatan pertumbuhan-perkembangan dituntun ke arah yang normal.

2.2 Protrusi Bimaksila

Protrusi bimaksila atau bimaxilarry dentoalveolar protrusion adalah suatu keadaan dimana gigi-gigi pada kedua rahang dalam keadaan protrusi, yang menyebabkan bibir jadi cembung, serta dalam keadaan istirahat terdapat celah antara bibir atas dan bawah lebih dari 4 mm atau lebih dikenal dengan istilah lip incompetence. Etiologi protrusi bimaksila adalah multifaktor, termasuk genetik,

pernapasan mulut, lidah yang besar. Divergensi atau kecembungan wajah serta bibir yang lebih maju ke depan merupakan bentuk profil wajah yang dipengaruhi oleh faktor ras dan genetik, bibir serta gigi-gigi insisivus yang protrusi merupakan karakteristik profil wajah kelompok ras berkulit hitam dan Asia pada umumnya9,13.

Keating (2005) melaporkan gambaran morfologi dari protrusi bimaksila pada populasi Kaukasia ditandai dengan basis kranial posterior yang lebih pendek, maksila yang prognasi, Klas II skeletal ringan, dengan profil jaringan lunak

(4)

prokumbensi dengan bibir yang pendek14. Moyers (1988) mengatakan bahwa protrusi bimaksila atau bimaxillary dental protrusion adalah suatu maloklusi yang cenderung terjadi dalam satu keluarga dimana gigi-gigi insisivus atas dan bawah protrusif, keadaan ini timbul akibat gigi - gigi pada kedua rahang bergerak ke mesial, hal ini terjadi akibat ukuran materi gigi yang lebih besar dari normal sementara ukuran lengkung basal normal atau lebih kecil.

Beberapa ahli menyatakan bahwa pada kasus protrusi bimaksila ditandai dengan dentoalveolar anterior atas dan bawah flaring yang menyebabkan bibir maju dan incompeten serta konveksitas wajah menjadi cembung 9-14. Secara sefalometri terlihat sudut interinsisal <1240 dan sudut insisivus atas terhadap garis S-N >1160 serta sudut insisivus bawah terhadap mandibula plane M-P > 1060 17

2.3 Konveksitas wajah. (Gambar 1)

Konveksitas wajah dibagi menjadi sebagai berikut : 8,21,22

• Konveksitas profil jaringan keras, diukur dari N-A-Pog, dimana besar sudut NAPog akan mengecil seiring bertambahnya usia.

• Konveksitas profil jaringan lunak dari glabella – subnasale – pogonion kulit (G-Sn-Pog’).

• Konveksitas profil jaringan lunak penuh diukur dari glabela - pronasal pogonion kulit (G-Pr-Pog’). Sudut ini akan berubah seiring bertambahnya usia dan pertumbuhan hidung ke arah anterior.

(5)

Gambar 1. Konveksitas wajah: a.Konveksitas jaringan keras b. Konveksitas jaringan lunak c. Konveksitas jaringan lunak penuh.8

2.3.1 Konveksitas Wajah Menurut Down17

Downs mengatakan bahwa posisi mandibula berperan dalam menentukan profile "ideal" wajah seseorang. Bentuk wajah yang paling harmonis atau bentuk yang dikatakan "cantik " kebanyakan orang, posisi mandibula tersebut adalah posisi ortognatik dan bukan dalam posisi retrusi ataupun protrusi. Dari hasil observasi kemudian Downs membagi profile wajah manusia atas empat tipe yaitu:

1. Retrognatik yaitu profil dengan posisi rahang bawah yang lebih mundur atau retrusif .

2. Mesognatik, posisi rahang bawah yang ideal atau rata-rata.

3. Prognatik, posisi rahang bawah yang protrusi dan

4. True prognathism protrusi wajah bagian bawah. (gambar 2)

a. b. c.

(6)

Gambar 2. Empat tipe wajah menurut Down's

(Jacobson : A Radiographic cephalometry, From basics toVidioimaging,1995)17

Untuk mengukur keadaan retrusi ataupun protrusi rahang bawah, hubungan kedua rahang serta bentuk konveksitas skeletal wajah, Down memperkenalkan sudut konveksitas atau Angle of Confexity. Sudut konveksitas dibentuk oleh titik potong garis N ke titik A dan titik A-Pogonion (Gambar 3).

Sudut ini mengukur kedudukan tepi anterior basis lengkung maksila (titik A) dengan total profil wajah (nasion-pogonion).

Sudut ini dibaca dalam derajat positif atau negatif, jika garis pogonion ke titik A diperpanjang dan terletak anterior pada garis N – A, sudut tersebut dibaca sebagai positif, sudut yang positif menyatakan maksila yang lebih maju dibanding mandibula. Sudut negatif menunjukkan mandibula yang protusi.

Rentang nilai sudut ini adalah - 8,5 ke +10 derajat, dengan nilai rata-rata 0º.

(7)

A B

Gambar 3: Angle of convexity17 A. Nilai positif B. Nilai negatif

2.3.2 Konveksitas Wajah Menurut Ricketts17

Menurut Ricketts konveksitas wajah dapat diukur dengan menggunakan parameter Convexity of poin A yaitu diukur dari bagian tengah wajah dari titik A ke dataran wajah N-Pog (milimeter) (Gambar 4). Normal klinis pada usia 9 tahun adalah 2 mm ± 2 mm dan berkurang 1 mm setiap bertambahnya usia 5 tahun.

Konveksitas yang positif menunjukkan pola Klas II skeletal, konveksitas yang negatif menunjukkan Klas III skeletal.

N

Gambar 4. Convexity of point A17.

Pog Gambar 4. Convexity of poin A

(8)

2.4. Perubahan Konveksitas Setelah Retraksi Anterior

Profil jaringan lunak wajah seseorang berhubungan erat dengan bentuk konfigurasi jaringan skletal yang ada di bawahnya. Subtelny dan Burstone berpendapat bahwa ada hubungan antara jaringan lunak dengan jaringan skeletal yang ada di bawahnya, Farrow dkk, berpendapat bahwa perawatan pada kasus protrusi bimaksila cenderung dilakukan dengan pencabutan empat gigi premolar pertama, kemudian dilakukan retraksi gigi-gigi anterior dengan harapan kecembungan wajah akan berkurang9-14. Menurut Harris (1999) perubahan konveksitas (NAPog) setelah retraksi anterior rata-rata 0,990 ± 1,88 (p< 0,001) bermakna. Menurut Muslim (2003) perubahan konveksitas (NAPog) setelah retraksi anterior rata-rata 0,340 ± 1,91(p>0,05) tidak bermakna, perubahan jarak titik A-NPog rata-rata – 2,34mm ± 7,15 (p>0,05) tidak bermakna. Kasai (1998) melaporkan bahwa terjadi perubahan sudut konveksitas setelah perawatan rata- rata 0,20 ± 1,2 tetapi tidak bermakna. Menurut Basciftci (2004) melaporkan bahwa konveksitas skeletal yang dilihat dari jarak titik A-NPog berubah dari sebelum perawatan sebesar 3,13 mm ± 2,42 menjadi 2,71 mm ± 2,47 (p< 0.001) bermakna.

(9)

2.5. Kerangka Konsep

Kerangka konsep disusun berdasarkan pemeriksaan dan pengukuran pada sefalometri lateral sebelum dan sesudah retraksi gigi-gigi anterior mengenai perubahan atau perbedaan besar sudut NAPog (Down) serta jarak linier (mm) titik A ke bidang fasial N-Pog (Rickketts).

-Perawatan ortodonti dengan pencabutan 4 premolar pertama -Malrelasi rahang Klas I (ANB = 1º - 4º) 1 : SN>1160

1 : MP>1060

Retraksi gigi anterior Sefalometri

lateral akhir Konveksitas wajah setelah perawatan

Sudut NAPog

Jarak A-NPog Sefalometri lateral awal Konveksitas wajah sebelum perawatan

Sudut NAPog

Jarak A-NPog

Gambar

Gambar  1.  Konveksitas  wajah:  a.Konveksitas jaringan keras b.  Konveksitas  jaringan lunak  c
Gambar 2.   Empat tipe wajah menurut Down's
Gambar 4. Convexity of point A 17 .

Referensi

Dokumen terkait

k adet eleman içeren bir y fonksiyonuna Hızlı fourier dönüşümü komutu uygulandığında ancak k/2 kadar harmonik ve bunların genlikleri hakkında bilgi sahibi

Penelitian ini telah menghasilkan suatu desain pembelajaran dalam bentuk lintasan belajar ( learning trajectory ) dari bentuk informal ke bentuk formal pada

Inner Beauty adalah kecantikan dari dalam diri manusia yang lahir dari kekuatan pribadi, sehingga akan memancarkan pribadi yang menawan dengan kehidupan yang positif dan

I Wayan Gede Suacana, M.Si Koordinator FI Gedung I KU LAB.FE R.113.. 22 Luh Putu Suryani, SH., MH

- Saat memasukkan KA S1 dari arah Rejosari, PPKA Labuanratu telah melaksanakan prosedur pemasukan KA sebagaimana mestinya dengan memberi ijin kepada Rumah Sinyal RSA untuk

Rata- rata rasa nori pada penyaringan rumput laut 90% adalah 5,9 dengan rasa hampir sama dengan penyaringan 100% yaitu rasa yang tidak terasa asin dan agak

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan Motivasi Belajar terhadap prestasi Belajar Bahasa Indonesia pada siswa

Stringer (2002) berpendapat bahwa, ada indikator yang digunakan untuk menilai iklim organisasi tersebut yaitu, struktur adalah perasaan karyawan secara baik dan mempunyai