• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Keefektifan berasal dari kata dasar efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Keefektifan berasal dari kata dasar efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Keterlaksanaan Pembelajaran

Keefektifan berasal dari kata dasar efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektif mempunyai arti ada efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan dapat membawa hasil, atau berhasil guna.

Menurut Hani Handoko, efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Keefektifan bisa diartikan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Efektivitas pembelajaran merupakan suatu konsep yang lebih luas untuk mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar diri seseorang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan dalam pembelajaran yaitu kemampuan guru dalam menggunakan metode pembelajaran. Dimana metode pembelajaran dipengaruhi oleh faktor tujuan, siswa, situasi, fasilitas, dan pengajar itu sendiri. Menurut Sadiman dalam Trianto, keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Untuk mengetahui keefektifan mengajar dapat dilakukan dengan memberikan tes, karena dengan hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pengajaran. Menurut Soemosasmito

(2)

dalam Trianto, menyatakan bahwa suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila memenuhi beberapa persyaratan utama keefektifan pembelajaran, yaitu:

a. Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM b. Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa.

c. Ketepatan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan, dan

d. Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif, mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir(b), tanpa mengabaikan butir (d).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keefektifan pembelajaran adalah tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

2. Pengertian Efektvitas

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada pengaruhnya, akibatnya. Efektivitas adalah adanya kesesuaian anatara orang yang melaksanakan tugas dengan sasarn yang dituju dan bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan partisipasi aktif dari anggota.

Efektivitas pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar.

Efektivitas adalah hasil/guna berhasil sesuai dengan tujuan hal ini sejalan dengan pengertian menurut tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, efektivitas berarti: (a) ada efeknya (akibat/pengaruh),

(3)

(b) manjur.mujarab, (c) membawa hasil guna, dan (d) mulai berlaku. Menurut Wojo Wasito S.DKK., mengartikan efektive adalah berhasil, tepat, sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Menurut Suharsimi Arikunto, Efektivitas adalah taraf tercapainya suatu tujuan yang telah ditentukan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dikatakan efektif apabila pekerjaan itu memberikan hasil yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan semula. Efektif merupakan landasan untuk mencapai sukses. Jadi efektivitas berkenaan dengan derajat pencapaian tujuan, baik secara eksplisit maupun implisit, yaitu seberapa jauh tujuan tersebut tercapai. Efektivitas adalah suatu kondisi yang menunjukan tingkat tercapainya suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu tujuan dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Adapun indikator dalam efektivitas dalam penelitian ini adalah:

a. Hasil belajar

Menurut Purwanto, hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan,sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikan.

Sedangkan menurut Sardiman, hasil belajar adalah hasil langsung berupa tingkah laku siswa setelah melalui proses belajar mengaajar yang sesuai dengan materi yang dipelajarinya.

(4)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil langsung berupa tingkah laku siswa untuk mencapai tujuan pendidikan,sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikan.

Hasil belajar siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai akhir yang diperoleh setela melakukan hasil tes belajar yang diberikan setalah mendapat pengajaran materi dengan menerapakan Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Hasil belajar siswa diarahakan pada pencapaian tingkat penguasaan siswa ini diukur dari nilai yang diperoleh siswa berdasarkan tes hasil belajar yang diberikan.

b. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran

Menurut Gie (Nurnawawi:2013) aktivitas belajar siswa adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan oleh siswa yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa pengetahuan atau kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan.

Sedangkan menurut Sardiman (Nurnawawi:2013) aktivitas dalam proses belajar mengajar adalah rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dala mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, berpikir, mendengar, membaca dan segala kegiatan yang dapat dilakukan untuk menunjang prestasi belajar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Aktivitas belajar siswa adalah proses komunikasi antara siswa dan guru dalam lingkungan kelas baik proses akibat dari hasil interaksi siswa dan guru atau siswa dengan siswa

(5)

sehingga menghasilkan perubahan akademik, sikap, tingkah laku, dan keterampilan yang dapat diamati melalui perhatian siswa, kesungguhan siswa, kedisiplinan siswa, keterampilan siswa dalam bertanya/menjawab.

Kriteria keberhasilan aktivitas siswa dalam penelitian ini dikatakan baik apabila minimal 75% siswa yang terlibat aktif dalam aktivitas positif selama pembelajaran

c. Respons siswa yang positif terhadap pembelajaran

Respons berasal dari kata response yang berarti balasan atau tanggapan.

Menurut Susanto, bahwa respons merupakan reaksi, artinya penerimaan atau penolakan, serta sikap acuh tak acuh terhadap apa yang disampaikan oleh komunikator dalam pesannya. Sedangkan, menurut Abidin, respons adalah reaksi yang dilakukan seseorang terhadap rangsangan, atau perilaku yang dihadirkan rangsangan.

Respon Siswa digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai pembelajaran yang digunakan. Respons Siswa adalah tanggapan Siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Pendekatan yang baik dapat memberi respons yang positif bagi Siswa setelah mereka mengikuti kegiatan pembelajaran. Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sekurang-kurangnya 70% Siswa yang memberikan respons positif terhadap jumlah aspek yang ditanyakan.

(6)

3. Pengertian Belajar

Sebagian para ahli berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan, dimana perubahan tersebut merupakan hasil dari pengamatan, pembelajaran dan pengalaman. Adapun beberapa pendapat ahli mengenai belajar adalah sebagai berikut.

Menurut Umar Hamalik belajar adalah : “modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Sedangkan menurut Dimyati, belajar merupakan “keadaan interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa” ; dengan stimulus dari lingkungan”.

Usman, menambahkan bahwa belajar diartikan: “sebagai proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan”. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Jadi, hakekat belajar adalah perubahan.

Menurut Sunaryo, belajar merupakan suatu kegiatan dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan yang terjadi melalui belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga keterampilan untuk hidup (life skills) bermasyarakat meliputi keterampilan berpikir dan keterampilan sosial, juga yang tidak kalah pentingnya adalah nilai dan sikap.

Belajar merupakan aktivitas manusia yang sangat vital dan secara terus- menerus akan dilakukan selama manusia tersebut masih hidup. Manusia tidak

(7)

mampu hidup sebagai manusia jika manusia tidak dididik atau diajar oleh manusia lainnya. Bayi yang baru dilahirkan telah membawa beberapa naluri atau insting dan potensi-potensi yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya.

Akan tetapi, naluri dan potensi-potensi tersebut tidak akan berkembang baik tanpa pengaruh dari luar, yaitu campur tangan manusia lain.

Ciri-ciri belajar senada juga diungkapkan oleh Burhanuddin dan Wahyuni, yaitu sebagai berikut:

a. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior).

b. Perubahan perilaku relatif permanen.

c. Perubahan perilaku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.

d. Perubahan perilaku merupakan hasil latihan atau pengalaman.

e. Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.

Pada akhirya, Gagne, berpendapat bahwa belajar merupakan : kegiatan yang kompeleks ; Hasil belajar berupa “kapabilitas setelah mengajar”. Orang memiliki keterampilan, pengetahauan, sikap, dan nilai timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari; (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh peserta didik. Dengan demikian belajar adalah : “seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru”.

(8)

4. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction” yang berarti seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh kemudahan.

Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal jika peserta didik melakukan “self instruction” dan mungkin juga bersifat eksternal (external instruction) dari sumber lain seperti guru.

Menurut Amin Suyitno, bahwa “Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara peserta didik dengan peserta didik”.

Konsep pembelajaran menurut Corey adalah : ”suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disenggaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus untuk menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”.

Gagne dan Griggs mengartikan instruction (pembelajaran) adalah :

“suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal”.

(9)

5. Pengertian Belajar Matematika

Matematika adalah suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit. Dengan demikian pelajaran matematika tersusun sedemikian rupa sehingga pengertian terdahulu lebih mendasari pengertian berikutnya.

Mempelajari matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan- bilangan serta operasi-operasinya, melainkan matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi, matematika berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak sehingga perlu dipelajari secara terus menerus dan berkesinambungan karena materi yang satu merupakan dasar atau landasan untuk mempelajari materi selanjutnya.

Menurut Muhammad Soffa, belajar matematika merupakan proses yang sengaja dilakukan untuk mendapatkan hasil baru dengan menggunakan simbol- simbol dalam struktur matematika sehingga terjadi perubahan tingkah laku.

Belajar matematika tidak hanya dilihat dan diukur dari segi hasil yang dicapai, tetapi juga dilihat dan diukur dari segi proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Dengan demikian siswa mempunyai kemampuan berpikir secara logika, kritis, cermat dan objektif dalam proses belajar.

Herman Hudojo, mengemukakan bahwa pada hakekatnya belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi sebab matematika berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol tersusun secara hirarki dengan penalaran deduktif. Selanjutnya Dienes, mengemukakan bahwa

(10)

belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebh tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Di dalam pembelajaran matematika, siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang diiliki dari sekumpulan abstraksi.

Berdasarkan uraian diatas, maka belajar matematika pada hakekatnya adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dari struktur, hubungan, simbol, kemudian merupakan suatu konsep yang dihasilkan kesituasi nyata sehingga menyebabkan suatu perubahan tingkah laku.

6. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) a. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Menurut Van Reeuwijk, Pendidikan Matematika Realistik adalah pembelajaran yang menggunakan situasi realistis untuk memulai pengembangan konsep-konsep matematika.

Dalam proses belajar mengajar dapat mempromosikan penjelasan dari peserta didik, sedangkan guru hanya berperan sebagai pemandu pelajaran. Dalam PMR bentuk pengajaran dijauhkan dari hal-hal yang sifatnya didaktik yang hanya menekankan menulis dan berbicara.

Dibutuhkan alat-alat peraga untuk mendukung PMR ini sehingga dapat menjembantani antara yang abstrak dan konkret.

Dengan PMR, peserta didik dapat mempresentasikan masalah- masalah dalam konteks alami yang memungkinkan peserta didik

(11)

menggunakan strategi belajar bagi mereka yang mungkin tidak belajar di sekolah. Sehingga masalah dapat dipecahkan oleh peserta didik dalam sebuah cara yang masuk akal bagi peserta didik.

b. Prinsip Utama Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

Prinsip utama pembelajaran PMR (Fathurrrohman, 2015) meliputi:

1. Penemuan terbimbing dan proses matematisasi yang makin meningkat

Melalui topik-topik yang disajikan, perlu diupayakan agar peserta didik mempunyai pengalaman dan kesempatan untuk mengalami sendiri proses penemuan beberapa konsep, prinsip matematika, dan lain-lain dengan bimbingan orang dewasa.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan “contextual problems” yang mempunyai berbagi macam solusi dilajutkan dengan mathematizing prosedur solusi yang sama, serta perencanaan rute belajar sedemikian rupa sehingga peserta didik menemukan sendiri konsep atau hasil. Situasi yang berisikan fenomena dan dijadikan bahan serta area aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah berangkat dari keadaan yang nyata.

2. Fenomena yang mengandung muatan didaktik

Masalah kontekstual yang akan diangkat atau disajikan dalam pembelajaran harus mempertimbangkan aplikasi serta kontribusi untuk pengembangan konsep- konsep matematika selanjutnya.

(12)

3. Pembentukan model oleh peserta didik sendiri

Dalam mempelajari konsep dan materi matematika melalui masalah- masalah kontekstual, peserta didik perlu mengembangkan sendiri model atau cara- cara menyelesaikan masalah tersebut. Model ini dapat dijadikan wahana untuk mengembangkan proses berpikir peserta didik. Dari proses berpikir yang paling dikenal peserta didik yang mungkin masih intuitif akan mengarah ke proses berpikir yang lebih formal.

Berdasarkan prinsip utama PMR tersebut, PMR dapat dikategorikan sebagai belajar dengan penemuan terbimbing sekaligus belajar dengan temuan sendiri. Dalam hal ini peserta didik dan guru sama-sama aktif dengan peran berbeda, guru sebagai fasilitator sedangkan peserta didik sebagai subjek aktif dalam proses menemukan kembali.

c. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik (PMR)

PMR mempunyai lima karakteristik penting yang merupakan ciri dari pembelajaran PMR yaitu (Fathurrohman, 2015):

1. Menggunakan Konteks

Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah konstekstual (dunia nyata) tidak dimulai dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai awal pembelajaran harus merupakan masalah sederhana yang dikenali peserta didik.

(13)

2. Menggunakan Model

Model berkaitan dengan model situasi dan model sendiri yang dikembangkan sendiri oleh peserta didik. Sewaktu mengerjakan masalah kontekstual peserta didik mengembangkan model mereka sendiri.

3. Menggunakan Konstribusi Murid

Proses belajar mengajar diharapkan datang dari kontruksi dan produksi peserta didik sendiri yang mengarahkan mereka dari model informal ke arah yang lebih formal.

4. Interaktifitas

Peserta didik dan guru merupakan hal penting dalam PMR. Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka sendiri melalui proses belajar yang interaktif.

5. Terintegrasi dengan Topik Pembelajaran Lainnya

Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, biasanya pembahasan suatu topik tercakup dalam beberapa konsep yang berkaitan. Oleh karena itu keterkaitan dan keintregasian antar topik (unit pelajaran) harus dieksploitasi untuk mendukung terjadinya proses belajar yang lebih bermakna.

Dari representasi karakteristik PMR dapat didesain suatu model pembelajaran baik pada tujuan, materi, metode dan evaluasi.

a) Tujuan

Tujuan pembelajaran haruslah mencakup ketiga level tujuan dalam

(14)

RME yaitu lower level, middle level, and higher order level.

b) Materi

Desain suatu open material yang berangkat dari situasi realitas berawal dari konteks yang berarti dalam kehidupan.

c) Aktivitas

Aktivitas peserta didik diatur sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya, diskusi, negoisasi dan kolaborasi. Pada kesempatan ini peserta didik mempunyai kesempatan untuk bekerja, berpikir dan berkomunikasi dengan menggunakan matematika.

d) Evaluasi

Materi evaluasi dibuat dalam bentuk open question yang memancing peserta didik untuk menjawab secara bebas dengan menggunakan beragam strategi dan jawaban.

d. Langkah-Langkah Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Berdasarkan dari karakteristik dan aspek-aspek PMR, maka dapat disusun langkah-langkah pembelajaran PMR sebagai berikut:

a) Guru memberikan soal kontekstual yang berhubungan dengan materi sebagai titik awal kepada peserta didik.

b) Guru memberikan suatu petunjuk atau bimbingan (perorangan maupun kelompok kecil) kepada peserta didik selama aktivitas peserta didik berinteraksi.

c) Guru memberikan motivasi kepada peserta didik untuk

(15)

membandingkan penyelesaian dai peserta didik dalam diskusi kelas.

d) Guru memberi kesempatan kepada peserta didik menemukan sendiri penyelesaian soal dan peserta didik bebas membuat penemuan sendiri pada tahap mereka sendiri untuk membangun pengetahuan dan pengalamannya sendiri.

e) Guru memberikan soal lain dalam konteks yang sama kepada peserta didik.

B. Penelitian yang Relevan

1. Ahmad Faisol melalui penelitian Pengembangan yang berjudul

“Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Realistik untuk Pokok Bahasan Perbandingan Di Kelas VII SMP”

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Faisol, Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah perangkat pembelajaran matematika, perangkat pembelajaran matematika yang telah dikembangkan sesuai dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR yang berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),Buku guru, Buku siswa, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan alat evaluasi (Pre-test dan Post-test) sudah layak digunakan pada pokok bahasan perbandingan dan dapat dijadikan masukan dan contoh bagi guru matematika di SMP untuk menerapkan pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR pada pokok bahasan perbandingan kelas VII SMP.

(16)

2. Indah Isdiantimelalui penelitian Eksperimen yang berjudul

“Keefektifan Pendekatan Realistic Mathematics Education Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Materi Sudut pada Siswa Kelas III (Penelitian Di Sekolah Dasar Negeri Debong Tengah Kota Tegal)”

Berdasarkan penelitian eksperimen yang dilaksanakan oleh Indah Isdianti, maka dengan menerapkan pendekatan Realistic Mathematics Education pada siswa kelas III di SD Negeri Debong Tengah 3, dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor motivasi belajar siswa kelas III yang pembelajarannya menerapkan pendekatan Realistic Mathematics Education lebih baik daripada yang menerapkan model konvensional.

Serta rata-rata nilai hasil belajar siswa kelas III yang pembelajarannya menerapkan pendekatan Realistic Mathematics Education lebih baik daripada yang menerapkan model konvensional.

(17)

C. Kerangka Pikir

Matematika yang memiliki ciri-ciri khusus yang diantaranya menekankan proses deduktif yang memerlukan penalaran logis sehingga pendidikan dan pengajaran matematika perlu ditangani dengan khusus pula.

Seringkali ditemukan beberapa kelemahan dalam pembelajaran matematika, diantaranya adalah hasil belajar matematika yang dicapai siswa belum optimal, terutama mengenai penyelesaian soal yang berbentuk cerita yang mempunyai karakteristik abstrak sehingga dibutuhkan pendekatan yang mampu mengembangkan penalaran, komunikasi matematika, dan juga menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) merupakan pendekatan matematika realistis melalui hal-hal bersifat nyata dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistic digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal yang dapat mendorong aktivitas penyelesaian masalah, mencari masalah, dan mengorganisasi pokok persoalan. Selain itu, pendekatan RME mencerminkan suatu pandangan senagai sebuah subject matter, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika seharusnya diajarkan.

Berdasarkan uraian di atas diasumsikan bahwa penggunaan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) efektif diterapkan dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Bajeng.

(18)

Berikut disajikan bagan kerangka pikir di atas:

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Pembelajaran Matematika dengan pendekatan Pendidikan Matematika

Realistik

Pembelajaran Efektif Indikator Keefektifan

Hasil Belajar

Aktivitas Siswa

Respon Siswa

Analisis Analisis

Tuntas Dan terjadi peningkatan

Analisis

Baik Positif

Keterlaksanaan Pembelajaran

Aktivitas Guru

Analisis

Baik

(19)

D. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Mayor

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir yang telah dikemukakan, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.

“Pembelajaran matematika efektif melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) pada siswa kelas VIIISMP Negeri 3 Bajeng”.

2. Hipotesis Minor

a) Rata-rata skor keterlaksanan pembelajaran matematika di kelas VIII SMP Negeri 3 Bajeng dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) berada pada kategori baik dan sangat baik.

b) Hasil Belajar Siswa

1) Rata-rata skor hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Bajeng setelah diterapkan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) ≥ 67,9 (KKM 68). Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut

H0 : µ ≤ 67,9 melawan H1 : µ > 67,9

Keterangan : µ = rata-rata skor hasil belajar matematika siswa 2) Ketuntasan belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Bajeng

setelah diterapkan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) secara klasikal lebih besar dari 84,9%. Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut:

H0 : π ≤ 84,9, melawan H1 : π > 84,9

(20)

3) Rata-rata gain (peningkatan) ternormalisasi matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Bajeng setelah diterapkan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) lebih besar dari 0,29. Untuk keperluan pengujian secara statistik, maka dirumuskan hipotesis kerja sebagai berikut

H0 : µg ≤ 0,29, melawan H1 : µg > 0,29

Keterangan: µg = parameter skor rata-rata gain ternormalisasi

c) Aktivitas siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Bajeng selama mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) berada pada kategori baik, yaitu persentase jumlah siswa yang terlibat aktif ≥ 75%.

d) Respon siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Bajeng terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan- pendekatan positif, yaitu persentase siswa yang menjawab “ya” ≥ 70%.

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir  Pembelajaran Matematika dengan  pendekatan Pendidikan Matematika

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat pelbagai jenis bidang undang-undang, peraturan dan piawaian yang memberi kesan terhadap bagaimana kerajaan menguruskan sumber maklumat dan rekod, termasuk rekod

Sesungguhnya keluhan pasien dan keluarga pasien (masyarakat) seperti yang dikemukan diatas memberikan gambaran ketidakpuasan terhadap kegiatan pelayanan Rumah Sakit

Sedangkan untuk mengetahui tingkat akuntabilitas tersebut, perlu adanya Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) yang merupakan bahan utama untuk monitoring dan evaluasi

Berdasarkan hasil dari matriks house of quality, didapatkan spesifikasi teknis pengembangan mesin yang harus dicapai dandapat memenuhi kebutuhan teknis pelanggan

format 2.11.1 disusun dengan.. BAB III RENCANA STRATEGIS LIMA TAHUN*) 3.1. Kegiatan Eksplorasi 3.2. Penambangan dan Produksi Mineral Batuan 3.3. Keselamatan Pertambangan

Pasal 36 huruf c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disebutkan mengenai wewenang