• Tidak ada hasil yang ditemukan

pernah terasa sama lagi setelah kau mengalami hal yang fantastis. Bagiku, pengalaman selama di Vazard adalah hal yang fantastis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "pernah terasa sama lagi setelah kau mengalami hal yang fantastis. Bagiku, pengalaman selama di Vazard adalah hal yang fantastis."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PROLOG

lex memacu kudanya secepat yang dia bisa.

Matanya bergerak cepat menyisir pemandangan di hadapannya. Dia kenal betul kawasan ini, kawasan terlarang. Tangannya berusaha menarik tali kekang kudanya untuk berhenti. Tapi, tepat saat tangannya menggenggam kuat, sesuatu dalam tubuhnya kembali berulah. Ada sengatan menyakitkan yang membuatnya patuh pada apa pun yang sedang mengendalikan jiwanya sekarang. Ada sebuah perintah di dalam pikirannya yang tidak bisa dilanggar.

Kudanya sampai di pesisir pantai, suara derap kakinya teredam hamparan pasir putih. Alex berhenti.

Tangannya terulur ke arah lautan dan entah bagaimana pancaran cahaya hitam muncul dari telapak tangannya. Cahaya itu membekukan lautan di hadapannya. Tanpa ragu, Alex kembali memacu kudanya, melewati hamparan lautan yang mendadak beku. Setelah kaki kudanya menyentuh hamparan pasir di seberang, lautan itu kembali mencair. Alex sudah sampai ke tempat tujuannya: Pulau Bayangan.

A

(2)

SERPIHAN KEKUATAN

ungkin, sudah hampir lima kali aku mengunjungi bangunan kosong tempat portal itu berada sejak aku kembali ke rumah. Bangunan itu terlihat sama saja, kosong dan berantakan. Aku tidak tahu bagaimana cara memunculkan portal di ambang pintu bangunan kosong itu. Alex tidak memberitahuku. Dia hanya mengatakan aku akan tahu caranya. Bagaimana aku bisa tahu jika dia tidak pernah mengajariku caranya?

Akhir-akhir ini, aku menggenggam kalung pemberian Alex jauh lebih sering. Satu minggu.

Tepatnya, satu minggu kurang lima jam sejak aku kembali dari Vazard. Jika tidak ada kalung pemberian Alex yang menggantung nyaman di leherku, aku pasti akan mengira semua yang aku alami itu hanya mimpi.

Entah kenapa, hari-hariku jadi terasa lebih membosankan. Tiga kali lipat lebih membosankan dari sebelumnya. Sesekali, aku menggunakan kemampuan sihirku untuk menggoda Helena. Hanya sekadar melempar bukunya jauh-jauh untuk melihat ekspresi ketakutan di wajahnya. Selain itu, kemampuanku sama sekali tidak ada gunanya di sini.

Mungkin benar kata orang, kehidupanmu tidak akan

M

(3)

pernah terasa sama lagi setelah kau mengalami hal yang fantastis. Bagiku, pengalaman selama di Vazard adalah hal yang fantastis. Aku butuh momen Eurika!

untuk menandingi pengalaman mengagumkan yang aku dapatkan selama berada di Vazard. Jika tidak, kehidupanku akan jadi segersang gurun pasir.

Membosankan.

Kepalaku hampir membentur meja saat Helena menyenggol lenganku dengan sangat keras. Matanya berbinar-binar aneh saat aku menatapnya. Dia hanya menelengkan kepalanya ke arah pintu, berusaha menunjukkan sesuatu: Evan.

“Aku pikir kau menyarankan untuk tidak memikirkannya lagi?” tanyaku sinis.

Sejak kejadian di pesta Adriana, aku tidak pernah memikirkan Evan lagi. Bukannya Evan mendadak kehilangan ketampanannya. Senyumnya masih semanis madu murni. Hanya saja, pikiranku sudah dipenuhi hal-hal lain yang jauh lebih menarik saat ini: Vazard dan Alex.

Helena memutar bola matanya dengan tidak sabaran, “Kau mudah sekali menyerah.”

Aku hanya mendengus, tidak tertarik. Setelah aku memerhatikannya dengan pandangan yang berbeda, Evan sebenarnya tidak semenarik itu. Apa sih yang membuatku menyukainya dulu? Hanya karena dia sangat tampan. Yah, memang tidak ada

(4)

yang setampan dia di sekolahku. Jadi, mungkin itu satu-satunya alasan kenapa aku menyukainya. Tapi sungguh, dia tidak semenarik itu.

Aku langsung menggeram saat Helena menyenggol lenganku lagi. Dia masih menelengkan kepalanya ke arah pintu. Mau tidak mau, aku menatap ke arah pintu. Evan masih di sana. Dia bersandar pada ambang pintu, sedang tertawa lepas saat mendengar lelucon Randy. Cahaya matahari di luar menjadi latar yang sempurna untuk sosoknya yang tinggi tegap. Aku langsung menoleh ke arah lain saat Evan mengarahkan pandangannya padaku.

Aku sangat yakin Evan baru saja menatapku. Tidak salah lagi. Saat aku memberanikan diri untuk melihat ke arah pintu lagi, Evan sudah tidak ada.

“Sekarang kau mencarinya.” sindir Helena saat menyadari aku mengedarkan pandanganku untuk mencari sosok Evan.

Aku hanya menggeleng pelan.

***

Aku mendatangi bangunan kosong itu lagi, dengan harapan kali ini portal itu akan muncul secara ajaib. Aku berdiri cukup lama di depan ambang pintu yang sudah bolong. Tanganku terulur untuk memastikan memang tidak ada apa-apa di sana. Aku hanya bisa menghela napas saat tanganku membelah udara kosong di hadapanku. Tidak ada apa-apa.

(5)

Tubuhku mendadak kaku saat berbalik dan mendapati Evan berdiri di depanku. Mata cokelatnya dipenuhi rasa penasaran. Bagus sekali! Mungkin sekarang dia menganggapku gadis gila.

“Sedang apa kau di sini?” tanya Evan.

Aku menghitungnya. Ini kali ketiga dia mengajakku bicara sejak aku mengenalnya di kelas ekstrakurikuler kAlastair ilmiah remaja.

Aku menelan ludah sebelum menjawab, “Aku rasa aku bisa menanyakan hal yang sama padamu.”

kataku pelan, berusaha memberikan efek angkuh pada suaraku.

Evan membenarkan posisi ranselnya yang hanya disampirkan pada satu bahu, kemudian tersenyum.

“Aku melihatmu masuk ke sini dan berdiam diri seperti patung. Aku pikir kau kesurupan.”

Aku mengangguk pelan, “Baiklah. Sekarang kau tahu aku tidak kesurupan. Jadi, kau bisa melanjutkan perjalananmu.” kataku sambil melambaikan tangan seadanya.

Evan menatap ke balik bahuku, sepertinya dia masih penasaran dengan apa yang aku lakukan di tempat seperti ini. Evan tersenyum sekilas, kemudian kembali menatapku.

“Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa besok, Julia.” katanya ringan, kemudian pergi.

(6)

Aku masih memandangi punggung Evan yang semakin menjauh. Setelah yakin Evan tidak lagi terlihat, aku berbalik dan menatap ambang pintu itu untuk terakhir kalinya. Mungkin, aku tidak akan bisa kembali lagi ke Vazard. Mungkin, gelar Sang Penyelamat itu sudah dimiliki orang lain sekarang.

***

Dua ratus langkah lagi dan aku akan sampai ke rumah. Belakangan, aku lebih sering menghitung langkah daripada memikirkan hal lain. Aku menghitung langkah dari rumah ke supermarket, rumah ke kantor Ibu, dan kadang-kadang dari sekolah ke kantor Ayah. Aku jarang ke kantor Ayah karena tempatnya terlalu jauh. Tapi, seperti yang aku bilang tadi, hidupku sekarang terasa sangat membosankan.

Jadi, dua hari yang lalu aku memutuskan untuk mendatangi kantor konstruksi milik Ayah yang berada cukup jauh dari rumah. Perjalanan terjauh yang pernah aku tempuh dengan berjalan kaki.

Totalnya hampir 20000 langkah. Bayangkan betapa sehatnya aku sekarang. Jadi, aku harus menempuh 40000 langkah karena aku pulang ke rumah sebelum jam kerja Ayah selesai. Malamnya, kakiku sakit.

Aku berhenti melangkah saat mendengar keributan dari dalam. Setelah yakin itu suara Ibu, aku langsung berlari masuk ke dalam. Mataku melebar saat melihat orang yang sedang berdebat dengan Ibu.

(7)

Aku ingin sekali berlari dan memeluknya, aku rindu sekali. Setelah seminggu penuh penyangkalan, akhirnya sebuah bukti yang begitu nyata muncul di hadapanku. Tapi, di satu sisi aku merasa takut pada reaksi Ibu. Oke, sudah sangat jelas, tatapan Ibu sepanas api unggun. Jadi, aku hanya diam di tempatku. Aku mematung di ambang pintu. Ibu langsung bersedekap marah saat melihat kehadiranku.

“Kau bisa jelaskan ini, Julia?” tanya Ibu jengkel sambil mengarahkan pandangannya pada Alastair.

“Hai, Julia!” sapa Alastair ramah seperti biasa.

Entah Alastair sangat tidak peka dengan keadaan atau dia memang selalu ceria seperti itu. Dia terlihat sama sekali tidak terganggu dengan kemarahan Ibu.

“Apa yang kau lakukan di sini?” bisikku panik saat sudah berdiri di dekat Alastair.

Aku baru menyadari penampilan Alastair yang sangat siaga. Dia memakai baju zirah seperti biasa.

“Menjemputmu.” jawabnya singkat. Kali ini ekspresi cerianya lenyap ditelan kata-katanya sendiri.

“Sudah aku bilang, Julia tidak akan pergi ke mana-mana.” Aku belum pernah melihat Ibu semarah itu. Untuk beberapa saat, aku khawatir Alastair akan ketakutan dan pergi begitu saja.

(8)

“Kami membutuhkannya.” Terlepas dari sifatnya yang selalu ceria, kali ini Alastair terdengar lebih tegas dan mantap dengan tujuannya.

“Lorean bukan urusanku lagi. Juga anakku.

Sebaiknya kalian berusaha mencari jalan keluar lain untuk menyingkirkannya selain mengganggu hidup keluargaku.” Aku hanya membelalak saat mendengar Ibu mengucapkan kata-kata menyakitkan itu. Ibu terdengar sangat dingin dan apatis.

“Ini bukan masalah Lorean, Julia sudah menyingkirkannya.” Kali ini aku sangat yakin Alastair bukan orang yang peka. Meskipun aku memelototinya agar dia tidak membicarakan masalah itu, dia tetap mengatakannya.

“Kau berhutang penjelasan padaku, Julia.” Ibu terlihat super kesal.

“Aku bisa jelaskan semuanya.” kataku. Cepat atau lambat Ibu memang harus tahu. Setidaknya, Ibu akan tahu di mana aku berada jika tiba-tiba aku menghilang selama beberapa waktu. Atau mungkin selamanya.

Referensi

Dokumen terkait

‘Tata bahasa’ ini kemudian banyak dianggap sebagai dasar penting kerangka analisa multimodality , dan bersandar pada kerangka ini banyak kajian telah dilakukan

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen yaitu berupa antologi cerpen Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta yang diterbitkan oleh penerbit

Puneswaran merupakan murid yang dikategorikan sebagai kanak - kanak disleksia. Puneswaran juga mempunyai kemahiran bertutur yang lambat dan sukar memahami arahan

hasil dari penelitian ini akan terfokus pada 10 prinsip pelayanan publik menurut Keputusan MENPAN No 63 Taun 2003yang meliputi meliputi kesederhaan, kejelasan,

Prinsip utama dalam aplikasi/penaburan pupuk di perkebunan kelapa sawit adalah setiap pokok harus menerima tiap jenis pupuk sesuai dosis yang telah direkomendasikan oleh MRC

Panduan resusitasi neonatus dengan konsep pemberian VTP umumnya digunakan pada bayi yang mengalami apnea atau megap-megap Untuk bayi baru lahir dengan tonus otot baik,

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk

Setelah paket data dari tiap node sensor dapat dikirim dari perangkat mikro kemudian dikirim melalui xbee perangkat akhir dan dikirim ke koordinator, maka yang