• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru. Survei pada Yayasan Tarakanita dan Yayasan Mardiwijana Gonzaga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru. Survei pada Yayasan Tarakanita dan Yayasan Mardiwijana Gonzaga."

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU

Y. JUNIALIS HASIBUAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru. Jenis penelitian ini meliputi penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP St. Aloisius Turi, TK, SD, SMP Santo Yusup Madiun, pada tanggal 17 Maret – 21 April 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru mulai dari guru TK - SMA yang jumlahnya 123 orang. Sebanyak 108 orang sampel diambil dengan teknik random sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan diinterpretasikan secara kualitatif dengan menggunakan PAP II.

(2)

ABSTRACT

THE ROLE OF SCHOOL PRINCIPAL’S

TRANSFORMATIONALLEADERSHIP IN IMPROVING

TEACHER’S PERFORMANCE

Y. Junialis Hasibuan Sanata Dharma University

2016

This study is indented to know the role of school principal’s transformational in improving teacher’s performance. Thisdescriptive study was conducted in SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP St. Aloisius Turi, andTK, SD, SMP St. Yusup Madiun, from March 17th to April 21st, 2016. The population of this study was all teachers from teacher TK-SMA with a total of 123 teachers. 108 research samples were chosen based on random sampling. The data were gathered through questionnaires and interpreted by using PAP II.

The results of the study indicated that the role of the school

(3)

i

PERAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA

SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU

(Survei pada Yayasan Tarakanita dan Yayasan Mardiwijana Gonzaga)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

DISUSUN OLEH:

Y. JUNIALIS HASIBUAN

121334050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan sepenuh hati skripsi ini saya persembahkan kepada:

 Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, serta Santo Yohanes rasul.

 Para Bruder Santo Aloisius Gonzaga (CSA) Semarang

 Alm. Kedua orangtua saya dan abang serta adik yang telah dipanggil Tuhan

 Mama yang telah membesarkan saya, serta semua keluarga besarku, kakak,

abang, dan adik-adikku.

 Untuk teman-teman seangkatan Pendidikan Akuntansi 2012. Untuk

almamaterku Universitas Sanata Dharma.

Dan kepada semua pihak yang telah mendukung panggilan saya hingga sampai saat

(7)

v

HALAMAN MOTTO

“Ya Tuhan aku datang melakukan kehendak-Mu”

Mazmur 40:9

“We can do not great things, only small things with great love.

(kita tidak dapat melakukan hal besar, hanya hal-hal kecil dengan cinta yang besar” (Mother Teresa)

“Janganlah selalu menyangka supaya kamu jangan disangka orang”

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

PERAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU

Y. JUNIALIS HASIBUAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru. Jenis penelitian ini meliputi penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP St. Aloisius Turi, TK, SD, SMP Santo Yusup Madiun, pada tanggal 17 Maret – 21 April 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru mulai dari guru TK - SMA yang jumlahnya 123 orang. Sebanyak 108 orang sampel diambil dengan teknik random sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan diinterpretasikan secara kualitatif dengan menggunakan PAP II.

(11)

ix

ABSTRACT

THE ROLE OF SCHOOL PRINCIPAL’S

TRANSFORMATIONALLEADERSHIP IN IMPROVING

TEACHER’S PERFORMANCE

Y. Junialis Hasibuan Sanata Dharma University

2016

This study is indented to know the role of school principal’s transformational in improving teacher’s performance. Thisdescriptive study was conducted in SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP St. Aloisius Turi, andTK, SD, SMP St. Yusup Madiun, from March 17th to April 21st, 2016. The population of this study was all teachers from teacher TK-SMA with a total of 123 teachers. 108 research samples were chosen based on random sampling. The data were gathered through questionnaires and interpreted by using PAP II.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Caritas et Pax

Dalam lindungan Santo Aloisius Gonzaga dan dalam kebersamaan dengan para

Bruder Santo Aloisius Gonzaga (CSA) Semarang, puji syukur penulis panjatkan

kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penulisan skripsi ini. Skripsi dengan

judul “Peran Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Guru”. Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi.

Selama penyusunan dan penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu

untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,

Universitas Sanata Dharma, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing saya

(13)

xi

4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen

Pembimbing Akademik mulai semester awal sampai akhir, yang selalu setia

mendampingi dan memberi perhatian serta motivasi.

5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi

yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan membimbing saya selama

proses perkuliahan.

6. Staf Kesekretariatan Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi

yang telah membantu saya dalam urusan administrasi selama proses

perkuliahan.

7. Almarhum kedua orangtuaku Bapak Simeon Hasibuan (alm), mama

Rebecca br. Tampubolon (alm).

8. Ibu sambungku, serta Abang, kakak, dan adik-adikku, yang telah

memberikan doa, dukungan dan kasih sayang dan motivasi dalam

penyusunan skripsi ini, terlebih dalam menjalani panggilan.

9. Br. Martinus Suparmin, CSA selaku Pemimpin Umum para Bruder Santo

Aloisius (CSA) Semarang beserta para anggota Dewan Umum CSA yang

telah memberi kepercayaan kepada saya untuk menjalankan tugas study.

10.Para Bruder Santo Aloisius (CSA) Semarang, terutama komunitas Turi,

yang telah memberi kepercayaan dan dukungan selama proses perutusan

(14)

xii

11.Pastor paroki Somohitan Rm. Stefanus Koko Puji Wahyusulistyo, Pr, dan

Rm. Antonius Joned, Pr, yang banyak memberi dukungan dan motivasi

kepada saya.

12.Bapak-Ibu Pengurus dewan Paroki Santo Yohanes Rasul Somohitan, dan

seluruh umat Paroki yang mendukung saya dalam menjalankan perutusan

study dan pelayanan Pastoral.

13.Ketua Yayasan Tarakanita Yogyakarta dan ketua Yayasan Mardiwijana

Gonzaga Madiun.

14.Para kepala sekolah tempat penulis melakukan penelitian yaitu: SMP Stella

Duce 2, SMA Stella Duce 2, SMP St. Aloysius Turi, TK, SD, SMP St.

Yusup Madiun.

15.Para Guru dan Karyawan SMP Santo Aloisius, yang telah memberi

bantuan dan dukungan dan sekaligus menjadi lahan dalam berkarya.

16.Bapak-ibu karyawan Asrama Santo Aloisius, serta anak-anak asramawan/ti

Santo Aloisius, Turi, yang banyak memberi bantuan dan dukungan.

17.Teman-teman satu bimbingan skripsi: Dani, Vina, Mithayani, Fransisca

Pramitha, Grace, dan Wasri, yang telah menjadi teman diskusi yang baik

saat penyusunan skripsi ini.

18.Teman-teman satu angkatan Pendidikan Akuntansi Angkatan 2012 yang

tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas empat tahun yang

luar biasa ini dan dinamika kita yang mendewasakan dimasa perkuliahan.

(15)

xiii

19.Semua pihak yang mendukung dan membantu dalam penyusunan skripsi ini

yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan

yang ada, maka dari itu penulis mengaharapkan adanya kritik atau saran dari pembaca

dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.

Yogyakarta, 30 Agustus 2016

Penulis,

(16)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYAATAAN KEASLIAN KARYA... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

(17)

xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Pemimpin, Kepemimpinan, dan Kepemimpinan Transformasional ... 8

1. Ciri-ciri Pemimpin Transformasional ... 12

2. Pendekatan Kepemimpinan ... 20

B. Kepala Sekolah ... 25

C. Kinerja ... 32

1. Model Kinerja ... 34

2. Tujuan dan manfaat Penilaian Kerja ... 37

3. Kinerja Guru ... 39

D. Kerangka Berpikir... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

A. Jenis Penelitian ... 44

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 46

(18)

xvi

2. Objek Penelitian ... 46

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 47

1. Populasi Penelitian... 47

2. Sampel Penelitian ... 47

E. Operasionalisasi Variabel ... 48

1. Kepemimpinan Transformasional ... 48

2. Kinerja Guru ... 50

F. Teknik Pengumpulan Data ... 52

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 52

1. Validitas Instrumen ... 52

2. Reliabilitas Instrumen ... 58

H. Teknik Analisis Data ... 60

BABIV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Analisis Data Penelitian ... 62

1. Deskripsi Responden Penelitian ... 62

2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 66

B. Pembahasan Penelitian ... 69

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

(19)

xvii

C. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nama dan alamat lokasi penelitian Yayasan Tarakanita dan Mardiwizana

Gonjaga ... 45

Tabel 3.2 Waktu Penelitian ... 46

Tabel 3.3 Jumlah responden Penelitian... 47

Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Penelitian Kepala Sekolah ... 49

Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Kinerja Guru ... 51

Tabel 3.6 Skor Instrumen ... 52

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas variabel Kepemimpinan Transformasional ... 53

Tabel 3.8Hasil Uji Ulang Validitas Kepemimpinan Transformasional ... 55

Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Guru ... 56

Tabel 3.10 Hasil Uji ulang Kinerja Guru ... 57

Tabel 3.11 Uji Relibialitas Kepemimpinan transformasional ... 59

Tabel 3.12 Uji Reliabilitas Kinerja Guru ... 60

Tabel 3.13 Tabel PAP II... 61

(21)

xix

Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Status Kepegawaian ... 63

Tabel 4.3 Data Responden Berdasarkan Pendidikan ... 64

Tabel 4.4 Data Responden Berdasarkan Asal Sekolah ... 65

Tabel 4.5 Deskripsi data Variabel Kepemimpinan Transformasional ... 66

Tabel 4.6 Nilai Statistik Variabel Kepemimpinan Transformasional... 67

Tabel 4.7 Deskripsi Data Variabel Kinerja Guru ... 68

(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran ... 87

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 88

Lampiran 2 Data Induk Penelitian ... 94

Lampiran 3 Tabel R ... 105

Lampiran 4 Data Uji Validitas ... 113

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 117

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan modern saat ini, makin terasa betapa pentingnya sebuah

pendidikan terhadap perkembangan kehidupan manusia. Pendidikan pada

hakikatnya adalah membudayakan manusia atau usaha memanusiakan manusia

muda agar menjadi lebih manusiawi (Hartoko, 1987: 10). Artinya pendidikan

merupakan suatu proses pemaknaan terhadap eksistensi atau keberadaan manusia

agar manusia semakin menyadari akan hakikat hidup yang sesungguhnya. Proses

pemaknaan ini ditempuh melalui pembentukan dan pengembangan kepribadian,

intelektual, perilaku, kecerdasan spiritual dan emosional secara seimbang.

Meskipun demikan hal ini tidak direduksi sebagai suatu diskusi pada ranah ideal

saja, melainkan dapat diimplementasikan melalui sistem pengelolaan pendidikan

yang bermutu.

Dalam perspektif lain, pendidikan sebagai usaha untuk membebaskan

manusia dari ketidakberdayaan agar menghantar manusia mampu menyadari

potensi atau kemampuan yang dimiliki, sehingga dapat mewujudkan dirinya secara

bermartabat. Dengan demikian terlaksana apa yang tertulis dalam Undang-Undang

Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini merupakan sesuatu

(24)

(2010: 1) juga berpendapat bahwa mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum

menunjukkan indikasi meningkat untuk mewujudkan cita-cita mulia pendidikan

sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar dan UU

Pendidikan Nasional.

Berhadapan dengan masalah-masalah di atas yang begitu aktual dengan

rendahnya mutu pendidikan, baik pada level lokal maupun nasional, siapakah yang

harus bertanggung jawab? Bagaimana harus dilakukan dan peran kita terhadap hal

ini? Masalah mutu pendidikan tidak dapat ditumpukkan pada satu pihak saja,

melainkan menjadi tanggung jawab semua pihak, baik langsung maupun tidak

langsung dalam proses mengajar, seperti guru, siswa, kepala sekolah, orang tua,

pemerintah, organisasi sekolah, fasilitas belajar, budaya dan faktor-faktor lainnya

(Bahri, 2010: 1).

Berangkat dari hal tersebut diatas lembaga pendidikan mempunyai tugas yang

tidak ringan, karena dilembaga pendidikan terjadi proses peningkatan kualitas

manusia. Maka dari itu seorang kepala sekolah mampu mendorong komponen

yang ada dalam lembaga pendidikan itu sendiri, agar berfungsi sebagaimana

mestinya dan memberikan hasil yang diharapkan dalam rangka mewujudkan

pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan tuntutan zaman. Sebagaimana yang

dikemukakan Suhardiman, (2012: 31)

(25)

mampu melaksanakan sejumlah peran yaitu, sebagai educator, administrator, manajer, supervisor, leader, innovator, dan motivator sekaligus di lingkungan komunitas sekolah yang dipimpinnya. Sebagai pendidik, karena kepala sekolah pada hakikatnya sebagai guru, guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah.

Tidak hanya sekedar restruksi sekolah, kebijakan pemerintah dan

masyarakat untuk melakukan reformasi pendidikan. Kegiatan yang harus

dilakukan harus mencakup reformasi dibidang manajemen mulai dari

perncanaan, pengorganisasian, penataan staf pengajar sesuai dengan keahlian,

koordinasi, pengawasan, penganggaran dan evaluasi keberhasilan yang jelas.

Pada bidang sumber daya manusia (SDM) harus adanya reformasi mental,

kemauan untuk berubah, kemampuan berdaptasi terhadap perubahan, sikap

profesionalisme dan kerjasama dengan lembaga eksternal. Kepemimpinan

transformasional diyakini mampu menjawab tantangan terberat dalam kerangka

restruksi sekolah secara modern.

Dalam kenyataan, berbagai tuntutan terhadap kinerja kepala sekolah

masih belum dapat dipenuhi, seperti masih banyaknya sekolah yang siswanya

berprestasi rendah, ketidakdisiplinan siswa dan guru, kurangnya kemampuan

guru dalam mengelola pembelajaran, penguasaan sebagian guru terhadap bidang

keilmuan atau mata pelajarannya belum memadai, dan lambannya staff pengajar

dan tata usaha dalam melayani kebutuhan siswa.

Kepala sekolah apabila mampu menjadi pemimpin profesional maka

akan mampu melakukan aneka bentuk transformasi potensi menjadi realitas.

(26)

mampu mengaplikasikan gaya kepemimpinan transformasional, di samping

memiliki derajat intelektual dan emosional tertentu

Transformasi esensinya adalah mengubah potensi menjadi energi nyata.

Kepala sekolah yang mampu melakukan transformasi kepemimpinan berarti

dapat mengubah potensi institusinya menjadi energi untuk meningkatkan mutu

proses dan hasil belajar siswa. Kepemimpinan transformasional memiliki

penekanan dalam hal pernyataan visi dan misi yang jelas, penggunaan

komunikasi secara efektif, pemberian rangsangan intelektual, serta perhatian

pribadi terhadap permasalahan individu anggota organisasinya. Dengan

penekanan pada hal-hal seperti itu, diharapkan kepala sekolah mampu

meningkatkan kinerja staff pengajarnya dalam rangka mengembangkan

sekolahnya.

Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh dan

menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi,

memiliki komitmen tinggi, dan luwes dalam melaksanakan tugasnya.

Kepemimpinan kepala sekolah yang baik harus mengupayakan peningkatan mutu

dan kinerja guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga pendidik.

Kepala sekolah merupakan pihak yang paling berperan dalam menentukan

baik buruknya mutu pendidikan karena merupakan figur sentral yang memiliki

peran paling strategis dalam sekolah. Keberhasilan pendidikan sangat

(27)

yang tersedia disekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen

pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala sekolah

bertanggung jawab atas penyelengaraan kegiatan pendidikan, administrasi

sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta

pemeliharaan sarana dan prasarana dimana ia bertugas.

Berkembangnya sebuah pendidikan tidak hanya oleh peran kepala

sekolah semata. Guru sebagai aktor utama yang setiap harinya menghadapi siswa

sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan. Kepala sekolah selain

mengetahui siapa itu guru, tugas-tugas dan tanggungjawabnya, perlu juga

mengenal bagaimana kinerja seorang guru.

Tingkat keberhasilan guru dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut

dengan istilah “level of performance” atau level kinerja. Kinerja bukan

merupakan karakteristik individu seperti, bakat atau kemampuan, tetapi

merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri (Priansa, 2014:

79). Kinerja guru merupakan hasil kerja yang dicapai oleh guru di sekolah dalam

rangka mencapai tujuan sekolah. Kinerja guru terlihat dari tanggung jawabnya

dalam menjalankan amanah, profesi, yang diembannya serta moral yang

dimilikinya.

Hal ini tercermin dari kepatuhan, komitmen, dan loyalitasnya dalam

(28)

harus memiliki level kinerja yang tinggi, artinya guru harus memiliki

produktifitas kerjasama dengan/diatas standar yang ditentukan. Begitu pula

sebaliknya kinerja guru yang rendah akan memiliki produktifitas yang rendah

pula.

Disamping yang disebutkan diatas kinerja guru berkaitan dengan

efektifitas pembelajaran yang mencakup banyak aspek, baik yang berkaitan

dengan input proses, maupun ouput-nya (Mulyasa, 2013:102). Dengan demikian

kinerja guru terlihat dari kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan,

dan menilai pembelajaran, baik yang berkaitan dengan proses maupun hasilnya.

Ketiga hal tersebut sangatlah penting, dan berarti bagi guru untuk perkembangan

peserta didik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada diatas, dirumuskan

permasalahan penelitian: Bagaimana peran Kepemimpinan transformasional

kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran

kepemimpinan tranformasional kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja

(29)

D . Manfaat Penelitian

1. Bagi Kepala Sekolah

Penellitian ini akan bermanfaat bagi kepala sekolah dalam

mengorganisasikan sekolah secara tepat terlebih dalam meningkatkan mutu

di sekolah yang dipimpinnya.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan, yang

nantinya dapat digunakan oleh pihak-pihak yang ingin menambah wawasan

mengenai peran kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam

meningkatkan kinerja guru.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini bermanfaat bagi penulis, sebagai sarana pengembangan diri

serta untuk menerapkan ilmu yang didapat di bangku kuliah pada situasi

(30)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam bab ini, penulis mengkaji hasil landasan teori yang dapat

memperjelas mengenai topik penelitian. Pembahasannya meliputi pengertian dan

makna pemimpin dan kepemimpinan transformasional, ciri-ciri pemimpin

transformasional, pendekatan kepemimpinan, peran kepemimpinan kepala

sekolah. Kinerja, penilaian kinerja, standar kinerja, dan bagaimana kinerja guru

itu sendiri.

A. Pemimpin, Kepemimpinan, dan Kepemimpinan Transformasional

Oleh banyak pakar, pemimpin dipandang sebagai inti dari manajemen dan

perilaku kepemimpinan merupakan inti dari manajemen dan perilaku

kepemimpinan merupakan inti perilaku manajemen. Inti kepemimpinan adalah

pembuatan keputusan, termasuk keputusan untuk tidak memutuskan .

Menurut Denim & Suparno (2009; 3) mengemukakan bahwa pemimpin

adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin dan menjalankan

kepemimpinan. Dia berkemampuan mempengaruhi pendirian atau pendapat

orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Pemimpin

adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi,

melakukan percobaan, dan memimpin pekerjaan utnuk mencapai tujuan

(31)

Ada berbagai macam defenisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para

ahli. Taylor (Drafke, 2009: 460) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah “the ability to influence the activities of others through the process of communication toward the attainment of goal.” Pengertian ini mendefinisikan bahwa

kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi aktivitas orang lain

melalui proses komunikasi menuju pencapaian tujuan.

Kepemimpinan menurut Bush dalam Usman, 2010: 281, “I mean

influencing others actions in achieving desirable ends.” (saya mengartikan

kepemimpinan dengan bagaimana mempengaruhi tindakan orang lain untuk

mencapai tujuan akhir yang diinginkan). Definisi ini mengandung tiga hal yang

penting, yaitu 1) mempengaruhi, 2) tindakan orang lain, dan 3) tujuan akhir.

Tatty Rosmiaty & Achmad Kurniadi (2009: 125) mengemukakan

pengertian umum kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki

seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun,

menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh

itu, selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud

atau tujuan tertentu yang telah ditetapkan.

Menurut Bass (Swandari, 2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan

transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk

(32)

kepemimpinan transformasional, bawahan akan merasa dipercaya, dihargai,

loyal, dan respek kepada pimpinannya, sehingga pada akhirnya bawahan akan

termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan

Sedangkan menurut Sadler (Wuradji, 2009: 48), kepemimpinan

transformasional adalah proses mengikut sertakan komitmen para karyawan

dalam konteks penghayatan atau berbagai nilai-nilai bersama dan visi bersama

dalam organisasi. Definisi kepemimpinan transformasional ini mengandung tiga

gagasan pokok yaitu:

1. Commitment, adalah kesetiaan untuk taat, patuh, merasa wajib untuk melaksanakan dan merasa turut bertanggung jawab atas kesepakatan yang

diterapkan bersama.

2. Shared values of organization yaitu saling berbagi dalam menghayati dan

mengembangkan nilai-nilai bersama dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut

antara lain: kedisiplinan, kebersamaan, saling percaya, ketaatan, keadilan,

kejujuran, toleransi pada perbedaan, pengabdian, pengorbanan, rasa

memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sesse of

responsibility).

3. Shared vision of organization yaitu nilai dan kesediaan hati setiap anggota

organisasi untuk berbagi dalam membangun visi organisasi berupa harapan

(33)

dan semua anggota memiliki cara pandang yang sama dan merasa wajib

meraih tujuan organisasi.

Sumber kepemimpinan transformasional adalah nilai-nilai personal

dan keyakinan terhadap pemimpin. Dengan mengekspresikan standar personal,

pemimpin transformasional bisa menghasilkan performansi yang lebih tinggi

terhadap bawahan. Bass & Riggio (2006: 3) menyatakan:

Transformational leaders are those who stimulate and inspire followers to both achieve extraordinary outcomes, and in the process, develop their own leadership capacity. Transformational leaders help followers grow and develop into leaders by responding to individual followers’ needs by empowering them and by aligning the objectives and goals of the individuals followers, the leader, the group, and the larger organization.

Maksud dari pernyataan Bass & Riggio diatas adalah bahwa para

pemimpin transformasional merupakan pemimpin-pemimpin yang menstimulasi

dan menginspirasi para pengikut untuk mencapai tujuan yang lebih besar, dan

dalam proses kepemimpinannya, pemimpin tipe ini terus mengembangkan

kemampuan kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin-pemimpin yang

transformasional membantu pengikutnya untuk bertumbuh dan berkembang

menjadi pemimpin dengan cara menanggapi kebutuhan pengikut,

memberdayakan pengikut dan mengarahkan pengikut untuk mencapai tujuan

individu, pemimpin, kelompok, dan organisasi.

Melalui kepemimpinan transformasional, anggota organisasi bisa lebih

(34)

motivasi yang tinggi. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan transformasional mencakup upaya perubahan terhadap bawahan

(pegawai), untuk berbuat lebih positif atau lebih baik dari apa yang biasa

dikerjakan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Untuk itu pemimpin

transformasional tidak hanya memiliki visi, tetapi memiliki kemampuan untuk

membuat bawahan menerima visi dan meningkatkan komitmen untuk merealisasi

visi yang ada. Pimpinan transformasional membentuk perilaku anggota sesuai

dengan keyakinan, prinsip, dan nilai organisasi serta membawa perubahan yang

permanen (Yean & Lim, 2001:4)

1. Ciri-Ciri Pemimpin Transformasional

Pada awalnya, Bass dalam Usman, 2010: 336-337) mengemukakan

tiga komponen yang terkandung dalam konsep kepemimpinan transformasional,

yaitu (1) idealized influence, (2) intellectual stimulation, dan (3) individualized

consideration. Selanjutnya dikembangkan menjadi empat dengan menambahkan satu komponen, yaitu inspirationan motivation. Hasil kajian Bass ini, banyak

diikuti ahli-ahli lain, antara lain Avolio, Waldman dan Tammarindo (Hoy &

Miskel, 2001).

Komponen atau ciri kepemimpinan transformasional diterapkan dalam

langkah atau proses pelaksanaan kepemimpinan transformasional.

(35)

transformasional. Berikut ini akan diuraikan empat ciri dan komponen yang

menunjukkan dimensi utama kepemimpinan transformasional.

a. Idealized Influence

Idealized Influence mengacu pada perilaku pimpinan yang dapat diteladani oleh bawahan. Pimpinan diakui sebagai model yang menunjukkan

nilai-nilai pelayanan dan produk ideal, mendemonstrasikan komitmen dengan

standar moral yang tinggi, serta memiliki pengaruh terhadap bawahan. Dengan

kata lain, pimpinan bertindak sesuai dengan harapan bawahan, memiliki

legitimasi yang didasarkan pada integritas dan kompetensi personal, serta

memperoleh kepercayaan dan pengakuan bawahan (Felfe & Schyns, 2002: 4).

Bass & Riggio (2006: 6) menyatakan:

Transformasional leaders behave in ways that allow them to serve as role models for their followers. The leaders are admired, respected, and trusted. Followers identify with the leaders and want to emulate them; leaders are endowed by their followers as having extraordinary capabilities, persistence, and determination. In addition, leaders who have a great deal idealized influence are to take risks and are consistent rather than arbitrary. They can be counted on to do the right thing, demonstrating high standards of ethical and moral conduct.

Kutipan di atas menjelaskan bahwa para pemimpin transformasional

berkelakuan melalui cara-cara yang membuatnya tampil sebagai model bagi

pengikutnya. Pemimpin-pemimpin dikagumi, dihormati dan dipercaya sehingga

(36)

pemimpinnya. Para pemimpin ini dipercaya karena memiliki kemampuan yang

luar biasa, ketekunan, dan kebulatan tekad. Lebih lanjut, memimpin yang

mempunyai idealized influence yang kuat mampu mengambil resiko dan

konsisten dari pada bertindak sewenang-wenang. Mereka diperhitungkan dalam

melakukan hal-hal yang tepat, memperlihatkan kelakuan moral dan etika

berstandar tinggi.

Secara singkat Idealized Influence berkaitan dengan perilaku

kharismatik. Bahkan beberapa ahli secara langsung menyebut dengan istilah

charisma. Kharisma dapat didefinisikan sebagai proses seorang pemimpin mempengaruhi pengikutnya dengan emosi-emosi yang kuat sehingga merasa

kagum dan segan dengan dirinya. Kharisma merupakan komponen yang

menimbulkan pengakuan, penghargaan, dan kepercayaan bawahan. Kharisma

muncul dari interaksi antara atribut, nilai dan perilaku yang ditunjukkan

pimpinan dengan kepercayaan dan persepsi bawahan. Pimpinan menunjukkan

perilaku kharismatik melalui cermin etika yang ditampilkan.

Gibson (2009: 209) menegaskan bahwa kepemimpinan karismatik

memiliki kemampuan untuk mempengaruhi bawahan berdasarkan pada

supernatural gift (kemampuan yang luar biasa) dan daya tarik untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari orang-orang lain. Para bawahan

(37)

merasa terinspirasi, diterima, dihargai, dan diperhatikan. Pemimpin kharismatik

digambarkan dapat memainkan peran penting dalam menciptakan perubahan.

b. Intellectual Stimulation

Intellectual stimulation menunjuk pada perilaku pimpinan dan menstimulasi anggota secara inovatif dan konstruktif. Pimpinan mendorong

anggota agar dapat memecahkan masalah secara kreatif, dan menggunakan

metode atau cara-cara baru dalam mengerjakan sesuatu. Melalui stimulasi

intelektual ini, anggota memiliki metode untuk mencapai misi organisasi secara

lebih efektif. Untuk itu pimpinan mendemontrasikan ide-ide baru. Pemecahan

masalah secara kreatif, dan membangkitkan kreativitas anggota dalam

melaksanakan tugas, dengan menggunakan pendekatan yang rasional dan dapat

diterima anggota.

Bass & Riggio (2006: 7) menyatakan:

Transformasional leaders stimulate their followers’ effort to be innovative and creative by questioning assumptions, reframing problems, and approaching old situations in new ways. Creativity is encouraged. There is no public criticism of individual members’ mistakes. New ideas and creative problem solution are solicited from followers, who are include in the process of addressing problems and finding solutions. Followers are encouraged to try new approaches, and their ideas are not critized because they differ from the leaders’ ideas.

Maksud kutipan diatas adalah para pemimpin transformasional

(38)

mempertanyakan asumsi, membingkai kembali masalah, dan membuat

pendekatan pada situasi lama dengan cara baru. Dorongan dalam berkreativitas.

Tidak ada kritikan ang dilontarkan di depan umum terkait dengan kekeliruan

pengikut. Ide baru dan pemecahan masalah yang kreatif diminta dari pengikut,

yang tergabung dalam proses menghadapi masalah dan menemukan solusi. Para

pengikut didorong untuk mencoba pendekatan-pendekatan baru, dan ide-ide

mereka tidak dikritisi sebab ide pengikut berbeda dengan ide yang dimiliki

pemimpin.

Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa intellectual stimulation

menunjuk pada kemampuan pimpinan untuk menstimulasi bawahan agar lebih

kreatif dalam berpikir atau memecahkan masalah. Pimpinan memberikan

stimulasi, memberikan kesempatan pada anggota untuk partisipasi, serta

meningkatkan kreatifitas dan inovasi dalam iklim yang suportif (Schyns, 2002:

5). Dapat dikatakan bahwa intellectual stimulation berkaitan dengan masalah

kreativitas. Pimpinan mampu menstimulasi anggota menjadi kreatif dan inovatif.

Pimpinan selalu berusaha untuk mengembangkan program-program baru, serta

mendorong anggota untuk kreatif mengembangkan program, prosedur, atau

cara-cara baru yang lebih baik dalam melaksanakan tugas atau pemecahan masalah.

Pimpinan juga bersikap terbuka terhadap anggota dalam melaksanakan

(39)

c. Individualized Consideration

Individualized Consideration mengacu pada perilaku pimpinan untuk memberikan pertimbangan dan perhatian terhadap anggota secara individual.

Pimpinan mengakui perbedaan individual bawahan, baik dari sisi kebutuhan,

potensi maupun karakteristik lainnya. Tiap individu dipertimbangkan, dihargai

dan dinilai secara individual. Bawahan dipertimbangkan sebagai

individu-individu yang unik. (Brown, & Wheeler, 1996: 3). Pimpinan memenuhi

kebutuhan untuk aktualisasi diri, pemenuhan diri dan pengakuan diri terhadap

masing-masing anggota. Pimpinan juga memberikan tugas, kewenangan dan

saran secara individual terhadap bawahan.

Individualized consideration melibatkan hubungan antara pimpinan dan anggota pada dua dimensi, yaitu dimensi pengembangan dan orientasi

individual. Pada orientasi pengembangan, pimpinan merancang tugas yang

memungkinkan peningkatan potensi dan motivasi individu, pimpinan

mengusahakan saling memahami, saling komunikasi dan menciptakan suasana

kekeluargaan antara satu dengan yang lainnya, untuk itu pimpinan merancang

tugas sesuai dengan kebutuhan anggota dan organisasi agar lebih berkembang

secara optimal.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa individualized consideration

(40)

kebutuhan setiap individu untuk tumbuh dan berkembang. Pimpinan menerima

perbedaan anggota secara individual, membantu meningkatkan kemampuan

setiap anggota, melakukan komunikasi dua arah, melakukan hubungan secara

akrab, dan memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota untuk

berkembang (Hoy & Miskel, 2001: 416). Beach & Reinharzt (2004: 36)

mengemukakan bahwa individualized consideration dapat ditunjukkan dengan

memberikan dukungan perhatian, dorongan, dan sumber-sumber yang

dibutuhkan sehingga anggota melakukan yang terbaik.

d. Inspirational Motivation

Inspirational Motivation mengacu pada perilaku pimpinan dalam memberikan motivasi yang diilhami oleh nilai-nilai dan cita-cita yang tinggi

kepada anggota. Inspirational motivation menekankan pada penanaman visi ke

depan. Pimpinan mengidentifikasi ide-ide kedepan dan mendorong anggota

untuk mencapai visi dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, inspirational

motivation merupakan dimensi yang direfleksikan dengan perilaku yang memberikan makna dan tantangan kerja bagi anggota serta membangkitkan

semangat dengan antusias dan optimism tinggi mencapai tujuan organisasi.

Bass & Riggio (2006: 7) menyatakan:

(41)

communicated expectations that followers want to meet and also demonstrate commitment to goals and the shared vision.

Maksud kutipan diatas adalah para pemimpin transformasional

berkelakuan melalui cara-cara yang memotivasi dan menginspirasi

orang-orang sekitarnya dengan memberikan tantangan pada pekerjaan pengikutnya.

Semangat tim ditingkatkan. Antusiasme dan optimisme diperlihatkan.

Pemimpin ini melibatkan pengikutnya dalam memimpikan kondisi masa

depan yang menarik dan menciptakan ekspektasi yang dikomunikasikan

secara jelas yang ingin dipenuhi oleh pengikutnya dan juga memperlihatkan

komitmen pada tujuan dan visi bersama. Secara lebih sederhana, inspirational

motivation menunjuk pada kemampuan pimpinan untuk menanamkan visi dan

tujuan organisasi dengan cara yang menarik.

Secara lebih jelas, Bass dan Avolio mengemukakan beberapa perilaku

yang menunjukkan faktor inspirational motivation, yaitu melibatkan anggota

dalam menetapkan visi organisasi ke depan, menyampaikan harapan yang

tinggi kepada anggota dalam mencapai tujuan, meningkatkan optimism,

antusiasme, dan komitmen anggota, serta memberikan pengertian dan

tantangan kepada anggota dalam mencapai tujuan (Hoy & Miskel, 2001: 415).

Keempat ciri perilaku tersebut merupakan dimensi pokok

kepemimpinan transformasional. Perilaku kepemimpinan dilakukan dengan

(42)

penyampaian visi, misi, dan tujuan organisasi, peningkatan motivasi dan

kemampuan anggota, serta pemberdayaan anggota dalam rangka mencapai

visi, misi, dan tujuan organisasi, dan hal ini dapat diterapkan dalam

lembaga-lembaga pendidikan maupun non pendidikan.

2. Pendekatan Kepemimpinan

Konsep kepemimpinan telah berkembang dari waktu ke waktu,

perkembangan itu tidak hanya mencerminkan adanya ketidakpuasan dengan

teori-teori sebelumnya karena ada persoalan-persoalan yang belum terjawab,

tetapi juga mencerminkan adanya perbedaan perspektif yang dipakai oleh

para teoris (Raihani, 2010: 10). Pendekatan yang digunakan oleh seorang

pemimpin dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya bervariasi,

tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi diri seorang pemimpin.

a. Pendekatan sifat

Dalam pendekatan ini, keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin

banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi si

pemimpin. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena pembawaan atau keturunan.

Jadi menurut pendekatan ini, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya

yang dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Thierauf (Purwanto, 2002: 31) “The hereditary approach states

(43)

lead, but inherit it.” (pendekatan keturunan menyatakan bahwa pemimpin adalah

dilahirkan bukan dibuat – bahwa pemimpin tidak memperoleh kemampuan

memimpin, tetapi mewarisinya.

Banyak ahli yang telah meneliti dan mengemukakan pendapatnya

tentang sifat-sifat yang secar konsisten dapat dihubungkan dengan masalah

kepemimpinan terbukti lebih berhasil. Wexley & Yukl (Usman, 2010: 289)

menyatakan sifat-sifat kepemimpinan yang efektif yaitu a) memiliki kecerdasan

yang cukup; b) memiliki kemapuan berbicara; c) memiliki kepercayaan diri; d)

memiliki insiatif; e) memiliki motivasi berprestasi; dan f) memilki ambisi.

Sedangkan Husaini Usman (2010: 289) menyebutkan sifat kepemimpinan yang

efektif antara lain: ketakwaan, kejujuran, kecerdasan, keikhlasan, keterbukaan,

kesederhanaan, keluasan pandangan, komitmen, keahlian, keluasan hubungan

social, kedewasaan dan keadilan.

Sifat-sifat sendiri masih belum cukup untuk menjelaskan soal

kepemimpinan. Kelemahan utamanya sifat-sifat tersebut adalah mengabaikan

faktor keadaan. Memiliki sifat yang sesuai hanya mampu menjadikan seseorang

menjadi sedikit mendekati sosok seorang pemimpin yang efektif. Lebih jauh

mereka harus melakukan tindakan-tindakan yang benar. Keberhasilan

kepemimpinan pada umumnya selalu didukung oleh kepercayaan anak buahnya,

yaitu percaya bahwa pemimpin bersama-sama dengan anggota berjuang untuk

(44)

b. Pendekatan Perilaku

Pendekatan perilaku (behavioral approach) merupakan pendekatan

yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin

ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin

yang bersangkutan. Sikapa dan gaya kepemimpinan itu tampak dalam kegiatan

sehari-harinya, dalam hal bagaimana pemimpin itu memberikan perintah,

membagi tugas dan wewenang, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat

kerja bawahan, cara memimpin rapat anggota, cara mengambil keputusan, dan

sebagainya (Purwanto, 2002: 32)

George & Jonnes (Sagala, 2009: 51-52) mengatakan untuk pendekatan

kepemimpinan yang berorientasi perilaku, pemberian penghargaan terjadi ketika

seseorang pemimpin memberikan penguatan secara positif kepada bawahan agar

terjadi perilaku-perilaku yang dikehendaki. Jika bawahan dapat melakukan

pekerjaan yang baik, maka pemimpin memberikan pengakuan melalui pujian,

hadiah atau keuntungan-keuntungan yang kasat mata seperti peningkatan upah

dan promosi. Pemimpin memberikan penghargaan untuk memastikan pegawai

memiliki kinerja pada tingkat yang tertinggi.

Selanjutnya, untuk pemimpin yang berorientasi menghukum, terjadi

ketika seorang pemimpin mencerca atau menanggapi secara negatif terhadap

bawahan yang melakukan perilaku-perilaku yang tidak efektif, namun juga

(45)

efektif menggunakan penguatan untuk menghentikan perilaku-perilaku yang

tidak dikehendaki jika dibandingkan dengan menggunakan hukuman, karena

dengan hukuman dapat menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan seperti

kemarahan.

Perbedaan antara pendekatan sifat dan pendekatan perilaku terletak

pada asumsi teori dasarnya. Bila teori sifat memang bisa diakui, hal ini berarti

untuk menjadi pemimpin memang bakat sejak lahir. Dengan kata lain, jika ada

perilaku khas yang dapat mengidentifikasi para pemimpin, maka kita dapat

mengajarkan tentang kepemimpinan yang dapat mendesain program dengan

menanamkan pola perilaku pada individu-individu yang diharapkan untuk

menjadi pemimpin yang efektif.

c. Pendekatan Lingkungan

Menurut Sudjana (2000: 31), teori lingkungan berasumsi bahwa

kemunculan pemimpin merupakan hasil dari waktu, tempat, situasi, dan kondisi

tertentu. Suatu peristiwa yang dianggap sangat penting dan luar biasa akan

menampilkan seseorang untuk menjadi pemimpin. Situasi dan kondisi tertentu

akan melahirkan permasalahan atau tantangan tertentu dan pada gilirannya

memerlukan pemimpin yang berhasil. Seorang pemimpin yang berhasil dalam

suatu lingkungan belum tentu kepemimpinannya akan menjadi jaminan

(46)

semula. Dengan kata lain, suatu lingkungan tertentu akan memerlukan dan

membentuk pemimpin-pemimpin tertentu pula.

d. Pendekatan Kontingensi

Tikno Lensufiie (2010: 81) menjelaskan bahwa teori situsional

dicetuskan oleh Hersey & Blanchard (1969) teori ini kemudian dikembangkan

oleh Fiedler dan dikatakan bahwa kinerja kelompok ditentukan oleh interaksi

antara gaya kepemimpinan dan situasi yang mendukung supaya menciptakan

keefektifan kepemimpinan. Dari hasil penelitiannya, Fiedler percaya bahwa

pemimpin setidaknya menerapkan satu atau lebih gaya kepemimpinan, yakni

task-oriented leadership (berorientasi pada penyelesaian tugas dan pencapaian tujuan) dan relationship-oriented leadership (berorientasi pada relasi,

keramahan dengan anggota organisasi).

Fiedler mengemukakan tiga faktor situasi yang menentukan gaya

kepemimpinan mana yang lebih efektif, task-or-relationship-oriented

leadership: (1) faktor relasi antara pemimpin dan anggota (leader-member relations) berkenaan dengan tingkat kepercayaan dan kepatuhan yang diperoleh pemimpin dari pengikutnya; (2) susunan tugas (task structure) secara spesifik

mengenai karakteristik pekerjaan yang diselesaikan termasuk persyaratan,

(47)

posisi kekuasaan (position power) tentang kekuasaan yang terdapat dalam

kepemimpinan. Variabel yang paling penting dalam suatu situasi adalah relasi

antara pemimpin dan anggota.

Seorang pemimpin yang baik akan mampu menempatkan dirinya pada

posisi yang tepat dalam menyikapi situasi yang dimiliki oleh para pengikutnya.

Husaini Usman (2010: 32) menambahkan bahwa kepemimpinan situasional

menurut Hersey & Blanchard didasarkan selain pengaruh antara perilaku

kepemimpinan yang diterapkan, sejumlah pendukungan emosional yang ia

berikan, dan tingkat kematangan bawahannya.

B. Kepala Sekolah

Pendidikan nasional di Indonesia memperoleh perhatian utama dari

bangsa Indonesia, pendidikan dipandang sebagai alat utama pengembangan

social, kultural, ekonomi, dan politik. Kepala sekolah merupakan salah satu

komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas

pendidikan. Seperti diungkapkan Supriadi (Mulyasa: 25) bahwa: “Erat

hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan

sekolah seperti disiplin, iklim budaya sekolah, dan menurun perilaku nakal anak

didik”. Dalam pada itu, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen

(48)

pembelajaran di sekolah. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP

28 tahun 1990 bahwa: “ Kepala sekolah bertanggung jawab atas

penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga

kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan

prasarana.

Apa yang diungkapkan di atas menjadi lebih penting, sejalan dengan

semakin kompleks tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan

kinerja yang semakin efektif dan efisien. Wahjosumidjo (1995: 81)

mengungkapkan bahwa kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami

keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu

melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung

jawab untuk memimpin sekolah. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan

bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama

suatu sekolah.

Mulyasa (2009: 98-122) mengacu pada ketetapan Mendiknas tentang

peran seorang kepala sekolah, ia pun mengembangkan sebuah paradigma baru

tentang peran kepala sekolah, yang disingkatnya dengan EMASLIM. Kepala

sekolah harus berfungsi sebagai educator, manager, administrator, supervisor,

(49)

1. Kepala Sekolah Sebagai Edukator

Dalam melaksanakan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah

harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga

kependudukan di sekolahnya, menciptakan iklim sekolah yag kondusif,

memberikan nasihat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada

seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang

menarik. Kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan,

meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan, mental, moral,

fisik, dan artistik.

2. Kepala Sekolah Sebagai Manager

Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan,

memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta

pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka pencapaian tujuan

yang telah ditetapkan. Wahjosumidjo (2002: 94) tiga hal yang perlu diperhatikan

kepala sekolah sebagai manajer sebagaimana dengan maksud tersebut, yaitu

proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian tujuan

organisasi yang telah ditetapkan.

a. Proses adalah suatu cara yang sistematik dalam mengerjakan sesuatu.

b. Sumber daya suatu sekolah, meliputi dana, perlengkapan, informasi,

maupun sumber daya manusia, yang masing-masing berfungsi sebagai

(50)

c. Mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Berarti

bahwa kepala sekolah berusaha untuk mencapai tujuan akhir yang

bersifat khusus (specific ends). Tujuan akhir yang spesifik ini berbeda

dengan organisasi yang lain tujuan ini bersifat khusus dan unik.

Dalam rangka melaksanakan peran dan fungsinya sebagai manajer,

kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga

kependidikan melalui kerjasama yang kooperatif, memberikan kesempatan

kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan

mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan

yang menunjang program sekolah.

3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang erat

dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan,

penyusunan, dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik kepala

sekolah, kepala sekolah harus memiliki kemampuan mengelola kurikulum,

mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia,

administrasi sarana dan prasarana, administrasi kearsipan, mengelola

(51)

4. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor

Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang oleh kepala sekolah

untuk membantu para guru dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah agar

dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan

layanan yang lebih baik pada orang tua murid, peserta didik dan sekolah.

Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan kepala sekolah terhadap tenaga

kependidikannya khususnya guru, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran

yang efektif.

5. Kepala Sekolah Sebagai Leader

Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk

dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan, membuka

komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumidjo (2002: 110)

mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter

khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan

pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.

Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat

dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi, dan

misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan

(52)

6. Kepala Sekolah sebagai Innovator

Dalam rangka melakukan peran dan fugsinya sebagai innovator,

kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang

harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap

kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah,

dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Kepala sekolah

sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya

secara konstruktif, kreatif, delegatif, rasional, dan objektif, pragmatis,

keteladanan, serta adaptable dan fleksibel.

7. Kepala Sekolah Sebagai Motivator

Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat

untuk memberikan motivasi kepada para tenaga pendidikan dalam melakukan

berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui

pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan,

penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui

pengembangan pusat sumber belajar. Wahjosumidjo menambahkan fungsi-fungsi

seorang pemimpin adalah:

a. Dalam menghadapi warga sekolah yang beragam, kepala sekolah

harus bertindak arif, bijaksana dan adil. Dengan kata lain, kepala

(53)

sehingga dapat menciptakan semangat kebersamaan di antara guru,

staf, dan para siswa (arbitrating);

b. Kepala sekolah memberi saran atau sugesti, anjuran sehingga dengan

saran tersebut selalu dapat memelihara dan meningkatkan semangat,

rela berkorban, rasa kebersamaan, dalam melaksanakan tugas

masing-masing (suggesting);

c. Kepala sekolah memenuhi atau menyediakan dukungan yang

diperlukan oleh para guru, staf, dan siswa, baik berupa dana,

peralatan, waktu, maupun suasana yang mendukung (supplying

objectives);

d. Kepala sekolah harus mampu menimbulkan dan menggerakkan

semangat guru, staf, dan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan (catalyzing);

e. Kepala sekolah harus dapat menciptakan rasa aman di dalam

lingkungan sekolah sehingga para guru, staf, dan siswa dalam

melaksanakan tugasnya merasa aman, bebas dari perasaan gelisah,

kekhawatiran, serta memperoleh jaminan keamanan dari kepala

sekolah (providing security)

f. Kepala sekolah harus menjaga integritasnya sebagai orang yang

(54)

kehidupan sekolah dimana dan dalam kesempatan apapun

(representating)

g. Kepala sekolah adalah sumber semangat bagi para guru, staf, dan

siswa sehingga mereka memahami dan menerima tujuan sekolah

secara antusias, bekerja secarabertanggung jawab kearah tercapainya

tujuan sekolah (inspiring).

h. Kepala sekolah harus dapat menghargai apapun yang dihasilkan oleh

bawahannya (praising).

Menyadari akan fungsi dan perannya dalam mengembangkan kinerja,

setiap kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan

pengembangan pendidikan secara terarah, berencana dan berkesinambungan

untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pendidikan. Kepala sekolah bukan

penguasa tunggal di sekolah, juga bukan penguasa tunggal. Jika menjadi

penguasa tunggal, tidak mungkin kepala sekolah mampu mengoptimasi

tugas-tugas institusionalnya. Untuk mengoptimasi tugas-tugas pokok dan fungsinya, kepala

sekolah harus mengangkat wakil-wakil yang dapat bekerja sesuai bidang dan

pembagian kerja yang ada.

C. Kinerja

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001: 570) mengartikan

(55)

kemampuan kerja; sedangkan kata kinerja dalam bahasa Inggris disebut

performance. Kata ini berasal dari bahasa latin formare artinya membentuk, menyusun, memproses. Secara kontekstual, performance adalah hasil dari suatu

proses pembentukan actus (aktivitas). Performance merupakan proses bentukan

atau produk dari kompetensi dan keinginan untuk mencapai tujuan.

Rue & Byars (Bahri, 2010: 8) mengartikan kinerja sebagai tingkat

pencapaian hasil atau “the degree of accomplishment,” atau dengan kata lain

kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Selanjurnya, Saiful

Bahri, mendefinisikan kinerja atau performance sebagai hasil interaksi atau

berfungsinya unsur-unsur motivasi (m), kemampuan (k), dan persepsi (p) pada

diri seseorang dan juga sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari

seseorang yang dianggap representative dan tergambarnya tanggung jawab yang

besar dari pekerjaan seseorang. Sedangkan Jones & Lord (2006: 3) mengatakan

bahwa kinerja tidak dapat didefinisikan, maka kinerja itu tidak dapat diukur atau

dikelola.

Hikman (1990: 7) menyatakan kinerja merupakan tanda keberhasilan

organisasi dan orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Berdasrkan

pendapat ini, maka kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar

organisasi secara keseluruhan dapat berhasil. Dengan demikian, kinerja dapat

diartikan sebagai catatan pencapaian hasil prestasi seseorang dan pola perilaku

(56)

Kinerja selalu merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi tersebut.

Oleh karena itu, kinerja sebagai kualitas dan kuantitas usaha yang diperoleh dari

proses manajemen. Artinya, kinerja pada dasarnya adalah hasil kerja selama

periode tertentu melalui cara membandingka dengan target yang telah disepakati

bersama. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan hasil karya

nyata dari seseorang atau perusahaan yang dapat dilihat, dihitung jumlahnya dan

dapat dicatat perolehannya. Kinerja adalah hasil atau taraf kesuksesan yang

dicapai seseorang dalam bidang pekerjaannya menurut kriteria tertentu dan

dievaluasi oleh orang-orang tertentu terutama atasan pegawai yang

bersangkutan.

1. Model Kinerja

Proses kinerja organisasional dipengaruhi oleh banyak faktor. Hersey,

Blanchard & Johnson (Wibowo, 2011: 98-99), menggambarkan hubungan antara

kinerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bentuk satellite model,

kinerja organisasi yang diperoleh dari terjadinya integrasi dari faktor-faktor

pengetahuan, sumber daya bukan manusia, dan struktur. Kinerja dilihat sebagai

pencapaian tujuan dan tanggung jawab bisnis dan sosial dari perspektif pihak

(57)

Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara

lain dikemukakan oleh Armstrong & Baron (Wibowo, 2011: 100) sebagai

berikut:

a. Personal Factors, ditunjukkan oleh tingkat ketrampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

b. Leadership factors, yang ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team kerja

leader.

c. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

d. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

e. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Notoatmodjo (Depdiknas, 2008: 20) mengatakan bahwa kinerja

seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ability, capacity, incentive,

environment dan validity. Berpijak pada pendapat-pendapat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa ada beberapa komponen yang membentuk kinerja, yaitu (1)

komponen kompetensi atau kemampuan (ability). Kompotensi tidak hanya

(58)

menyangkut ketrampilan (skill); (2) tujuan (goal) yang telah ditetapkan

sebelumnya dan menjadi sasaran organisasi; (3) tingkat (level), jenjang tanggung

jawab sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam organisasi (job script or job

analysis); (4) interaksi, kemampuan untuk berkomunikasi dengan pimpinana dan teman kerja; (5) Attitude (sikap); (6) motivasi; (insentif) atau kompensasi; (8)

promosi; (9) kualifikasi; (10) iklim kerja (atmosphere); (11) gaya kepemimpinan

; dan (12) unsur-unsur demografis seperti jenis kelamin, masa kerja, jarak

tempuh dari rumah ke kantor, jumlah anak dan keluarga.

Menurut Locke dan Latham, (Supardi, 2014: 48), secara individual,

kinerja seseorang ditentukan oleh beberapa bidang sebagai berikut:

a. kemampuan (ability),

b. Komitmen (commitment)

c. Umpan balik (feedback)

d. Kompleksitas tugas (task complexity)

e. Kondisi yang menghambat (situational)

f. Tantangan (challenge)

g. Tujuan (goal)

h. Fasilitas, keakuratan dirinya (self-afficacy)

i. Arah (direction), usaha (effort)

j. Daya tahan/ketekunan (persistence),

(59)

Kinerja pegawai dapat dilihat dari seberapa baik kualitas pekerjaan

yang dihasilkan, tingkat kejujuran dalam berbagai situasi, inisiatif dan prakarsa

memunculkan ide-ide baru dalam pelaksanaan tugas, sikap pegawai terhadap

pekerjaan dalam (suka atau tidak suka, menerima atau menolak), kerjasama dan

keandalan, pengetahuan dan ketrampilan tentang pekerjaan, pelaksanaan

tanggung jawab, pemanfaatan waktu secara eektif. Sedangkan yang dapat

dijadikan indikator standar kinerja guru adalah: Standar 1: Knowledge, Skills,

and Dispositions, standar 2: Assesment system and unit evaluation, standar 3: Field experience and clinical practice, standar 4: diversity, standar 5: Faculty qualification, performance, and development dan standar 6: unit governance and resources (The National Council For Acreditation Of Teacher Educstion, 2002: 10, Supardi, 2014: 49)

Indikator diatas menunjukkan bahwa standar kinerja guru merupakan

suatu bentuk kualitas atau patokan yang menunjukkan adanya jumlah dan mutu

kerja yang harus dihasilkan guru meliputi: pengetahuan, ketrampilan, sistem

penempatan dan unit variasi pengalaman , kemampuan praktis, kualifikasi, hasil

pekerjaan dan pengembangan.

2. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kerja

Penilaian kinerja sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan

(60)

bagaimana kondisi riil pegawai dilihat dari kinerja. Dengan demikian, data-data

itu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan

dan mengetahui keadaan ketrampilan dan kemampuan setiap karyawan secara

rutin.

Menurut Syafri Mangkuprawiro (2003: 224), penilaian kinerja

memiliki manfaat ditinjau dari beragam perspektif pengembangan usaha,

khususnya manajemen sumber daya manusia, yakni: perbaikan kinerja,

penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan, kebutuhsn pelatihan dan

pengembangan, perencanaan dan pengembangan karir, defisiensi proses

penempatan staf, ketidakakuratan informasi, kesalahan rancangan pekerjaan,

kesempatan kerja yang sama, dan tantangan eksternal.

Sondang P. Siagian (2009: 168), memberi pendapat bahwa penilaian

kinerja bermanfaat untuk:

a. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi

b. Perbaikan kinerja

c. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan

d. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi,

pemecatan, pemberhentian dan perencanaan pegawai

e. Untuk kepentingan penelitian pegawai

(61)

3. Kinerja guru

Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru untuk melaksanakan

tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam perencanaan program pengajaran,

pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Kinerja

guru yang dimaksudkan adalah kerja guru yang terefleksi secara sadar dan

sistematis dalam cara merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses belajar

mengajar yang intensitasnya dilandasi oleh motivasi kerja, kompetensi,

manajemen sekolah dan pendidikan/pelatihan guru dalam proses mencapai

prestasi kerja yang tinggi

Jones & Lord (Mikael Sene: 30-31) mengartikan konsep kinerja guru

sebagai suatu proses perkembangan kerja guru. Ia mengatakan perkembangan

kinerja guru merupakan bagian ideal dari suatu proses manajemen kinerja, yang

ditandaskan sebagai berikut.

The development of teacher’s performance, ideally as part of continuous process of performance management, needs to be tackled at both the school and individual level. To avoid having to take action to deal with teachers and who are not up to standard through capability procedures, the aim should be positive about minimizing under performance. It would be nice to think that all teachers are sufficiently professional and reflective about practice. The majorities are, and have strived to become outstanding practitioners because of their willingness and ability to reflect critically on their practice and make the necessary improvements.

Pandangan ini dapat diartikan bahwa perkembangan kinerja guru,

secara ideal adalah suatu proses berkelanjutan dalam manajemen agar dapat

Gambar

Tabel 4.3  Data Responden Berdasarkan Pendidikan .......................................
Tabel 3.1 Nama dan alamat Lokasi Penelitian di Yayasan Tarakanita Yogyakarta
Tabel 3.2 Waktu Penelitian
Tabel 3.3 Jumlah Responden Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

U hrvatskom su školstvu potrebne promjene, a one su predstavljene u Cjelovitoj kurikularnoj reformi. Svaki je predmet u osnovnoj i srednjoj školi zahvaćen

In Boztepe (2012) which has proven the influence of environmental awareness, green products, green prices, and green promotion of significant purchasing decisions

Bagi bagian administrasi yang bertanggung jawab dalam pengolahan data simpan pinjam pada Koperasi Dana Mitra Ungaran, kelemahan sistem lama juga dirasakan pada transaksi

Analisis kelayakan finansial yang dilakukan dalam penelitian adalah nilai kini manfaat bersih ( Net Present Value – NPV), rasio manfaat dan biaya ( Benefit Cost

Menurut pegawai yang ditemubual, terdapat beberapa masalah dalam perlaksanaan program dakwah kepada pelatih-pelatih polis tersebut iaitu keadaan di Masjid PULAPOL

Luas lahan tambak di Kecamatan Karang Tengah mengalami Perubahan luas dari tahun 1999 sampai tahun 2009 yaitu mengalami peningkatan sebesar 554,70 Ha.. Wedung merupakan Kecamatan

Respon Varietas dan Konsentrasi IAA Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah.. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setiap varietas mempunyai

Penelitian ini terbagi dalam tiga tahap yang meliputi: 1) Persiapan berupa penghitungan curah hujan wilayah dan penghitungan inflow Danau Towuti; 2) Mengiden- tifikasi karakteristik