ABSTRAK
PERAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU
Y. JUNIALIS HASIBUAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru. Jenis penelitian ini meliputi penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP St. Aloisius Turi, TK, SD, SMP Santo Yusup Madiun, pada tanggal 17 Maret – 21 April 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru mulai dari guru TK - SMA yang jumlahnya 123 orang. Sebanyak 108 orang sampel diambil dengan teknik random sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan diinterpretasikan secara kualitatif dengan menggunakan PAP II.
ABSTRACT
THE ROLE OF SCHOOL PRINCIPAL’S
TRANSFORMATIONALLEADERSHIP IN IMPROVING
TEACHER’S PERFORMANCE
Y. Junialis Hasibuan Sanata Dharma University
2016
This study is indented to know the role of school principal’s transformational in improving teacher’s performance. Thisdescriptive study was conducted in SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP St. Aloisius Turi, andTK, SD, SMP St. Yusup Madiun, from March 17th to April 21st, 2016. The population of this study was all teachers from teacher TK-SMA with a total of 123 teachers. 108 research samples were chosen based on random sampling. The data were gathered through questionnaires and interpreted by using PAP II.
The results of the study indicated that the role of the school
i
PERAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA
SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU
(Survei pada Yayasan Tarakanita dan Yayasan Mardiwijana Gonzaga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
DISUSUN OLEH:
Y. JUNIALIS HASIBUAN
121334050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan sepenuh hati skripsi ini saya persembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, serta Santo Yohanes rasul.
Para Bruder Santo Aloisius Gonzaga (CSA) Semarang
Alm. Kedua orangtua saya dan abang serta adik yang telah dipanggil Tuhan
Mama yang telah membesarkan saya, serta semua keluarga besarku, kakak,
abang, dan adik-adikku.
Untuk teman-teman seangkatan Pendidikan Akuntansi 2012. Untuk
almamaterku Universitas Sanata Dharma.
Dan kepada semua pihak yang telah mendukung panggilan saya hingga sampai saat
v
HALAMAN MOTTO
“Ya Tuhan aku datang melakukan kehendak-Mu”
Mazmur 40:9
“We can do not great things, only small things with great love.
(kita tidak dapat melakukan hal besar, hanya hal-hal kecil dengan cinta yang besar” (Mother Teresa)
“Janganlah selalu menyangka supaya kamu jangan disangka orang”
viii ABSTRAK
PERAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU
Y. JUNIALIS HASIBUAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru. Jenis penelitian ini meliputi penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP St. Aloisius Turi, TK, SD, SMP Santo Yusup Madiun, pada tanggal 17 Maret – 21 April 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah semua guru mulai dari guru TK - SMA yang jumlahnya 123 orang. Sebanyak 108 orang sampel diambil dengan teknik random sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner dan diinterpretasikan secara kualitatif dengan menggunakan PAP II.
ix
ABSTRACT
THE ROLE OF SCHOOL PRINCIPAL’S
TRANSFORMATIONALLEADERSHIP IN IMPROVING
TEACHER’S PERFORMANCE
Y. Junialis Hasibuan Sanata Dharma University
2016
This study is indented to know the role of school principal’s transformational in improving teacher’s performance. Thisdescriptive study was conducted in SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, SMP St. Aloisius Turi, andTK, SD, SMP St. Yusup Madiun, from March 17th to April 21st, 2016. The population of this study was all teachers from teacher TK-SMA with a total of 123 teachers. 108 research samples were chosen based on random sampling. The data were gathered through questionnaires and interpreted by using PAP II.
x
KATA PENGANTAR
Caritas et Pax
Dalam lindungan Santo Aloisius Gonzaga dan dalam kebersamaan dengan para
Bruder Santo Aloisius Gonzaga (CSA) Semarang, puji syukur penulis panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penulisan skripsi ini. Skripsi dengan
judul “Peran Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Guru”. Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi.
Selama penyusunan dan penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu
untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,
Universitas Sanata Dharma, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing saya
xi
4. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen
Pembimbing Akademik mulai semester awal sampai akhir, yang selalu setia
mendampingi dan memberi perhatian serta motivasi.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi
yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan membimbing saya selama
proses perkuliahan.
6. Staf Kesekretariatan Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi
yang telah membantu saya dalam urusan administrasi selama proses
perkuliahan.
7. Almarhum kedua orangtuaku Bapak Simeon Hasibuan (alm), mama
Rebecca br. Tampubolon (alm).
8. Ibu sambungku, serta Abang, kakak, dan adik-adikku, yang telah
memberikan doa, dukungan dan kasih sayang dan motivasi dalam
penyusunan skripsi ini, terlebih dalam menjalani panggilan.
9. Br. Martinus Suparmin, CSA selaku Pemimpin Umum para Bruder Santo
Aloisius (CSA) Semarang beserta para anggota Dewan Umum CSA yang
telah memberi kepercayaan kepada saya untuk menjalankan tugas study.
10.Para Bruder Santo Aloisius (CSA) Semarang, terutama komunitas Turi,
yang telah memberi kepercayaan dan dukungan selama proses perutusan
xii
11.Pastor paroki Somohitan Rm. Stefanus Koko Puji Wahyusulistyo, Pr, dan
Rm. Antonius Joned, Pr, yang banyak memberi dukungan dan motivasi
kepada saya.
12.Bapak-Ibu Pengurus dewan Paroki Santo Yohanes Rasul Somohitan, dan
seluruh umat Paroki yang mendukung saya dalam menjalankan perutusan
study dan pelayanan Pastoral.
13.Ketua Yayasan Tarakanita Yogyakarta dan ketua Yayasan Mardiwijana
Gonzaga Madiun.
14.Para kepala sekolah tempat penulis melakukan penelitian yaitu: SMP Stella
Duce 2, SMA Stella Duce 2, SMP St. Aloysius Turi, TK, SD, SMP St.
Yusup Madiun.
15.Para Guru dan Karyawan SMP Santo Aloisius, yang telah memberi
bantuan dan dukungan dan sekaligus menjadi lahan dalam berkarya.
16.Bapak-ibu karyawan Asrama Santo Aloisius, serta anak-anak asramawan/ti
Santo Aloisius, Turi, yang banyak memberi bantuan dan dukungan.
17.Teman-teman satu bimbingan skripsi: Dani, Vina, Mithayani, Fransisca
Pramitha, Grace, dan Wasri, yang telah menjadi teman diskusi yang baik
saat penyusunan skripsi ini.
18.Teman-teman satu angkatan Pendidikan Akuntansi Angkatan 2012 yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas empat tahun yang
luar biasa ini dan dinamika kita yang mendewasakan dimasa perkuliahan.
xiii
19.Semua pihak yang mendukung dan membantu dalam penyusunan skripsi ini
yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
yang ada, maka dari itu penulis mengaharapkan adanya kritik atau saran dari pembaca
dan semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.
Yogyakarta, 30 Agustus 2016
Penulis,
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYAATAAN KEASLIAN KARYA... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xviii
xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Pemimpin, Kepemimpinan, dan Kepemimpinan Transformasional ... 8
1. Ciri-ciri Pemimpin Transformasional ... 12
2. Pendekatan Kepemimpinan ... 20
B. Kepala Sekolah ... 25
C. Kinerja ... 32
1. Model Kinerja ... 34
2. Tujuan dan manfaat Penilaian Kerja ... 37
3. Kinerja Guru ... 39
D. Kerangka Berpikir... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
A. Jenis Penelitian ... 44
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 46
xvi
2. Objek Penelitian ... 46
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 47
1. Populasi Penelitian... 47
2. Sampel Penelitian ... 47
E. Operasionalisasi Variabel ... 48
1. Kepemimpinan Transformasional ... 48
2. Kinerja Guru ... 50
F. Teknik Pengumpulan Data ... 52
G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 52
1. Validitas Instrumen ... 52
2. Reliabilitas Instrumen ... 58
H. Teknik Analisis Data ... 60
BABIV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 62
A. Analisis Data Penelitian ... 62
1. Deskripsi Responden Penelitian ... 62
2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 66
B. Pembahasan Penelitian ... 69
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 79
xvii
C. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 83
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Nama dan alamat lokasi penelitian Yayasan Tarakanita dan Mardiwizana
Gonjaga ... 45
Tabel 3.2 Waktu Penelitian ... 46
Tabel 3.3 Jumlah responden Penelitian... 47
Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Penelitian Kepala Sekolah ... 49
Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Kinerja Guru ... 51
Tabel 3.6 Skor Instrumen ... 52
Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas variabel Kepemimpinan Transformasional ... 53
Tabel 3.8Hasil Uji Ulang Validitas Kepemimpinan Transformasional ... 55
Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Guru ... 56
Tabel 3.10 Hasil Uji ulang Kinerja Guru ... 57
Tabel 3.11 Uji Relibialitas Kepemimpinan transformasional ... 59
Tabel 3.12 Uji Reliabilitas Kinerja Guru ... 60
Tabel 3.13 Tabel PAP II... 61
xix
Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Status Kepegawaian ... 63
Tabel 4.3 Data Responden Berdasarkan Pendidikan ... 64
Tabel 4.4 Data Responden Berdasarkan Asal Sekolah ... 65
Tabel 4.5 Deskripsi data Variabel Kepemimpinan Transformasional ... 66
Tabel 4.6 Nilai Statistik Variabel Kepemimpinan Transformasional... 67
Tabel 4.7 Deskripsi Data Variabel Kinerja Guru ... 68
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran ... 87
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... 88
Lampiran 2 Data Induk Penelitian ... 94
Lampiran 3 Tabel R ... 105
Lampiran 4 Data Uji Validitas ... 113
Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 117
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan modern saat ini, makin terasa betapa pentingnya sebuah
pendidikan terhadap perkembangan kehidupan manusia. Pendidikan pada
hakikatnya adalah membudayakan manusia atau usaha memanusiakan manusia
muda agar menjadi lebih manusiawi (Hartoko, 1987: 10). Artinya pendidikan
merupakan suatu proses pemaknaan terhadap eksistensi atau keberadaan manusia
agar manusia semakin menyadari akan hakikat hidup yang sesungguhnya. Proses
pemaknaan ini ditempuh melalui pembentukan dan pengembangan kepribadian,
intelektual, perilaku, kecerdasan spiritual dan emosional secara seimbang.
Meskipun demikan hal ini tidak direduksi sebagai suatu diskusi pada ranah ideal
saja, melainkan dapat diimplementasikan melalui sistem pengelolaan pendidikan
yang bermutu.
Dalam perspektif lain, pendidikan sebagai usaha untuk membebaskan
manusia dari ketidakberdayaan agar menghantar manusia mampu menyadari
potensi atau kemampuan yang dimiliki, sehingga dapat mewujudkan dirinya secara
bermartabat. Dengan demikian terlaksana apa yang tertulis dalam Undang-Undang
Dasar 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini merupakan sesuatu
(2010: 1) juga berpendapat bahwa mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum
menunjukkan indikasi meningkat untuk mewujudkan cita-cita mulia pendidikan
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar dan UU
Pendidikan Nasional.
Berhadapan dengan masalah-masalah di atas yang begitu aktual dengan
rendahnya mutu pendidikan, baik pada level lokal maupun nasional, siapakah yang
harus bertanggung jawab? Bagaimana harus dilakukan dan peran kita terhadap hal
ini? Masalah mutu pendidikan tidak dapat ditumpukkan pada satu pihak saja,
melainkan menjadi tanggung jawab semua pihak, baik langsung maupun tidak
langsung dalam proses mengajar, seperti guru, siswa, kepala sekolah, orang tua,
pemerintah, organisasi sekolah, fasilitas belajar, budaya dan faktor-faktor lainnya
(Bahri, 2010: 1).
Berangkat dari hal tersebut diatas lembaga pendidikan mempunyai tugas yang
tidak ringan, karena dilembaga pendidikan terjadi proses peningkatan kualitas
manusia. Maka dari itu seorang kepala sekolah mampu mendorong komponen
yang ada dalam lembaga pendidikan itu sendiri, agar berfungsi sebagaimana
mestinya dan memberikan hasil yang diharapkan dalam rangka mewujudkan
pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan tuntutan zaman. Sebagaimana yang
dikemukakan Suhardiman, (2012: 31)
mampu melaksanakan sejumlah peran yaitu, sebagai educator, administrator, manajer, supervisor, leader, innovator, dan motivator sekaligus di lingkungan komunitas sekolah yang dipimpinnya. Sebagai pendidik, karena kepala sekolah pada hakikatnya sebagai guru, guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah.
Tidak hanya sekedar restruksi sekolah, kebijakan pemerintah dan
masyarakat untuk melakukan reformasi pendidikan. Kegiatan yang harus
dilakukan harus mencakup reformasi dibidang manajemen mulai dari
perncanaan, pengorganisasian, penataan staf pengajar sesuai dengan keahlian,
koordinasi, pengawasan, penganggaran dan evaluasi keberhasilan yang jelas.
Pada bidang sumber daya manusia (SDM) harus adanya reformasi mental,
kemauan untuk berubah, kemampuan berdaptasi terhadap perubahan, sikap
profesionalisme dan kerjasama dengan lembaga eksternal. Kepemimpinan
transformasional diyakini mampu menjawab tantangan terberat dalam kerangka
restruksi sekolah secara modern.
Dalam kenyataan, berbagai tuntutan terhadap kinerja kepala sekolah
masih belum dapat dipenuhi, seperti masih banyaknya sekolah yang siswanya
berprestasi rendah, ketidakdisiplinan siswa dan guru, kurangnya kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran, penguasaan sebagian guru terhadap bidang
keilmuan atau mata pelajarannya belum memadai, dan lambannya staff pengajar
dan tata usaha dalam melayani kebutuhan siswa.
Kepala sekolah apabila mampu menjadi pemimpin profesional maka
akan mampu melakukan aneka bentuk transformasi potensi menjadi realitas.
mampu mengaplikasikan gaya kepemimpinan transformasional, di samping
memiliki derajat intelektual dan emosional tertentu
Transformasi esensinya adalah mengubah potensi menjadi energi nyata.
Kepala sekolah yang mampu melakukan transformasi kepemimpinan berarti
dapat mengubah potensi institusinya menjadi energi untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil belajar siswa. Kepemimpinan transformasional memiliki
penekanan dalam hal pernyataan visi dan misi yang jelas, penggunaan
komunikasi secara efektif, pemberian rangsangan intelektual, serta perhatian
pribadi terhadap permasalahan individu anggota organisasinya. Dengan
penekanan pada hal-hal seperti itu, diharapkan kepala sekolah mampu
meningkatkan kinerja staff pengajarnya dalam rangka mengembangkan
sekolahnya.
Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh dan
menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi,
memiliki komitmen tinggi, dan luwes dalam melaksanakan tugasnya.
Kepemimpinan kepala sekolah yang baik harus mengupayakan peningkatan mutu
dan kinerja guru melalui program pembinaan kemampuan tenaga pendidik.
Kepala sekolah merupakan pihak yang paling berperan dalam menentukan
baik buruknya mutu pendidikan karena merupakan figur sentral yang memiliki
peran paling strategis dalam sekolah. Keberhasilan pendidikan sangat
yang tersedia disekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen
pendidikan yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala sekolah
bertanggung jawab atas penyelengaraan kegiatan pendidikan, administrasi
sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana dimana ia bertugas.
Berkembangnya sebuah pendidikan tidak hanya oleh peran kepala
sekolah semata. Guru sebagai aktor utama yang setiap harinya menghadapi siswa
sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan. Kepala sekolah selain
mengetahui siapa itu guru, tugas-tugas dan tanggungjawabnya, perlu juga
mengenal bagaimana kinerja seorang guru.
Tingkat keberhasilan guru dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut
dengan istilah “level of performance” atau level kinerja. Kinerja bukan
merupakan karakteristik individu seperti, bakat atau kemampuan, tetapi
merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri (Priansa, 2014:
79). Kinerja guru merupakan hasil kerja yang dicapai oleh guru di sekolah dalam
rangka mencapai tujuan sekolah. Kinerja guru terlihat dari tanggung jawabnya
dalam menjalankan amanah, profesi, yang diembannya serta moral yang
dimilikinya.
Hal ini tercermin dari kepatuhan, komitmen, dan loyalitasnya dalam
harus memiliki level kinerja yang tinggi, artinya guru harus memiliki
produktifitas kerjasama dengan/diatas standar yang ditentukan. Begitu pula
sebaliknya kinerja guru yang rendah akan memiliki produktifitas yang rendah
pula.
Disamping yang disebutkan diatas kinerja guru berkaitan dengan
efektifitas pembelajaran yang mencakup banyak aspek, baik yang berkaitan
dengan input proses, maupun ouput-nya (Mulyasa, 2013:102). Dengan demikian
kinerja guru terlihat dari kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan,
dan menilai pembelajaran, baik yang berkaitan dengan proses maupun hasilnya.
Ketiga hal tersebut sangatlah penting, dan berarti bagi guru untuk perkembangan
peserta didik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada diatas, dirumuskan
permasalahan penelitian: Bagaimana peran Kepemimpinan transformasional
kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran
kepemimpinan tranformasional kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja
D . Manfaat Penelitian
1. Bagi Kepala Sekolah
Penellitian ini akan bermanfaat bagi kepala sekolah dalam
mengorganisasikan sekolah secara tepat terlebih dalam meningkatkan mutu
di sekolah yang dipimpinnya.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan, yang
nantinya dapat digunakan oleh pihak-pihak yang ingin menambah wawasan
mengenai peran kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam
meningkatkan kinerja guru.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini bermanfaat bagi penulis, sebagai sarana pengembangan diri
serta untuk menerapkan ilmu yang didapat di bangku kuliah pada situasi
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini, penulis mengkaji hasil landasan teori yang dapat
memperjelas mengenai topik penelitian. Pembahasannya meliputi pengertian dan
makna pemimpin dan kepemimpinan transformasional, ciri-ciri pemimpin
transformasional, pendekatan kepemimpinan, peran kepemimpinan kepala
sekolah. Kinerja, penilaian kinerja, standar kinerja, dan bagaimana kinerja guru
itu sendiri.
A. Pemimpin, Kepemimpinan, dan Kepemimpinan Transformasional
Oleh banyak pakar, pemimpin dipandang sebagai inti dari manajemen dan
perilaku kepemimpinan merupakan inti dari manajemen dan perilaku
kepemimpinan merupakan inti perilaku manajemen. Inti kepemimpinan adalah
pembuatan keputusan, termasuk keputusan untuk tidak memutuskan .
Menurut Denim & Suparno (2009; 3) mengemukakan bahwa pemimpin
adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin dan menjalankan
kepemimpinan. Dia berkemampuan mempengaruhi pendirian atau pendapat
orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Pemimpin
adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi,
melakukan percobaan, dan memimpin pekerjaan utnuk mencapai tujuan
Ada berbagai macam defenisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para
ahli. Taylor (Drafke, 2009: 460) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah “the ability to influence the activities of others through the process of communication toward the attainment of goal.” Pengertian ini mendefinisikan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi aktivitas orang lain
melalui proses komunikasi menuju pencapaian tujuan.
Kepemimpinan menurut Bush dalam Usman, 2010: 281, “I mean
influencing others actions in achieving desirable ends.” (saya mengartikan
kepemimpinan dengan bagaimana mempengaruhi tindakan orang lain untuk
mencapai tujuan akhir yang diinginkan). Definisi ini mengandung tiga hal yang
penting, yaitu 1) mempengaruhi, 2) tindakan orang lain, dan 3) tujuan akhir.
Tatty Rosmiaty & Achmad Kurniadi (2009: 125) mengemukakan
pengertian umum kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki
seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun,
menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh
itu, selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud
atau tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Menurut Bass (Swandari, 2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan
transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk
kepemimpinan transformasional, bawahan akan merasa dipercaya, dihargai,
loyal, dan respek kepada pimpinannya, sehingga pada akhirnya bawahan akan
termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan
Sedangkan menurut Sadler (Wuradji, 2009: 48), kepemimpinan
transformasional adalah proses mengikut sertakan komitmen para karyawan
dalam konteks penghayatan atau berbagai nilai-nilai bersama dan visi bersama
dalam organisasi. Definisi kepemimpinan transformasional ini mengandung tiga
gagasan pokok yaitu:
1. Commitment, adalah kesetiaan untuk taat, patuh, merasa wajib untuk melaksanakan dan merasa turut bertanggung jawab atas kesepakatan yang
diterapkan bersama.
2. Shared values of organization yaitu saling berbagi dalam menghayati dan
mengembangkan nilai-nilai bersama dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut
antara lain: kedisiplinan, kebersamaan, saling percaya, ketaatan, keadilan,
kejujuran, toleransi pada perbedaan, pengabdian, pengorbanan, rasa
memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sesse of
responsibility).
3. Shared vision of organization yaitu nilai dan kesediaan hati setiap anggota
organisasi untuk berbagi dalam membangun visi organisasi berupa harapan
dan semua anggota memiliki cara pandang yang sama dan merasa wajib
meraih tujuan organisasi.
Sumber kepemimpinan transformasional adalah nilai-nilai personal
dan keyakinan terhadap pemimpin. Dengan mengekspresikan standar personal,
pemimpin transformasional bisa menghasilkan performansi yang lebih tinggi
terhadap bawahan. Bass & Riggio (2006: 3) menyatakan:
Transformational leaders are those who stimulate and inspire followers to both achieve extraordinary outcomes, and in the process, develop their own leadership capacity. Transformational leaders help followers grow and develop into leaders by responding to individual followers’ needs by empowering them and by aligning the objectives and goals of the individuals followers, the leader, the group, and the larger organization.
Maksud dari pernyataan Bass & Riggio diatas adalah bahwa para
pemimpin transformasional merupakan pemimpin-pemimpin yang menstimulasi
dan menginspirasi para pengikut untuk mencapai tujuan yang lebih besar, dan
dalam proses kepemimpinannya, pemimpin tipe ini terus mengembangkan
kemampuan kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin-pemimpin yang
transformasional membantu pengikutnya untuk bertumbuh dan berkembang
menjadi pemimpin dengan cara menanggapi kebutuhan pengikut,
memberdayakan pengikut dan mengarahkan pengikut untuk mencapai tujuan
individu, pemimpin, kelompok, dan organisasi.
Melalui kepemimpinan transformasional, anggota organisasi bisa lebih
motivasi yang tinggi. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan transformasional mencakup upaya perubahan terhadap bawahan
(pegawai), untuk berbuat lebih positif atau lebih baik dari apa yang biasa
dikerjakan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja. Untuk itu pemimpin
transformasional tidak hanya memiliki visi, tetapi memiliki kemampuan untuk
membuat bawahan menerima visi dan meningkatkan komitmen untuk merealisasi
visi yang ada. Pimpinan transformasional membentuk perilaku anggota sesuai
dengan keyakinan, prinsip, dan nilai organisasi serta membawa perubahan yang
permanen (Yean & Lim, 2001:4)
1. Ciri-Ciri Pemimpin Transformasional
Pada awalnya, Bass dalam Usman, 2010: 336-337) mengemukakan
tiga komponen yang terkandung dalam konsep kepemimpinan transformasional,
yaitu (1) idealized influence, (2) intellectual stimulation, dan (3) individualized
consideration. Selanjutnya dikembangkan menjadi empat dengan menambahkan satu komponen, yaitu inspirationan motivation. Hasil kajian Bass ini, banyak
diikuti ahli-ahli lain, antara lain Avolio, Waldman dan Tammarindo (Hoy &
Miskel, 2001).
Komponen atau ciri kepemimpinan transformasional diterapkan dalam
langkah atau proses pelaksanaan kepemimpinan transformasional.
transformasional. Berikut ini akan diuraikan empat ciri dan komponen yang
menunjukkan dimensi utama kepemimpinan transformasional.
a. Idealized Influence
Idealized Influence mengacu pada perilaku pimpinan yang dapat diteladani oleh bawahan. Pimpinan diakui sebagai model yang menunjukkan
nilai-nilai pelayanan dan produk ideal, mendemonstrasikan komitmen dengan
standar moral yang tinggi, serta memiliki pengaruh terhadap bawahan. Dengan
kata lain, pimpinan bertindak sesuai dengan harapan bawahan, memiliki
legitimasi yang didasarkan pada integritas dan kompetensi personal, serta
memperoleh kepercayaan dan pengakuan bawahan (Felfe & Schyns, 2002: 4).
Bass & Riggio (2006: 6) menyatakan:
Transformasional leaders behave in ways that allow them to serve as role models for their followers. The leaders are admired, respected, and trusted. Followers identify with the leaders and want to emulate them; leaders are endowed by their followers as having extraordinary capabilities, persistence, and determination. In addition, leaders who have a great deal idealized influence are to take risks and are consistent rather than arbitrary. They can be counted on to do the right thing, demonstrating high standards of ethical and moral conduct.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa para pemimpin transformasional
berkelakuan melalui cara-cara yang membuatnya tampil sebagai model bagi
pengikutnya. Pemimpin-pemimpin dikagumi, dihormati dan dipercaya sehingga
pemimpinnya. Para pemimpin ini dipercaya karena memiliki kemampuan yang
luar biasa, ketekunan, dan kebulatan tekad. Lebih lanjut, memimpin yang
mempunyai idealized influence yang kuat mampu mengambil resiko dan
konsisten dari pada bertindak sewenang-wenang. Mereka diperhitungkan dalam
melakukan hal-hal yang tepat, memperlihatkan kelakuan moral dan etika
berstandar tinggi.
Secara singkat Idealized Influence berkaitan dengan perilaku
kharismatik. Bahkan beberapa ahli secara langsung menyebut dengan istilah
charisma. Kharisma dapat didefinisikan sebagai proses seorang pemimpin mempengaruhi pengikutnya dengan emosi-emosi yang kuat sehingga merasa
kagum dan segan dengan dirinya. Kharisma merupakan komponen yang
menimbulkan pengakuan, penghargaan, dan kepercayaan bawahan. Kharisma
muncul dari interaksi antara atribut, nilai dan perilaku yang ditunjukkan
pimpinan dengan kepercayaan dan persepsi bawahan. Pimpinan menunjukkan
perilaku kharismatik melalui cermin etika yang ditampilkan.
Gibson (2009: 209) menegaskan bahwa kepemimpinan karismatik
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi bawahan berdasarkan pada
supernatural gift (kemampuan yang luar biasa) dan daya tarik untuk membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari orang-orang lain. Para bawahan
merasa terinspirasi, diterima, dihargai, dan diperhatikan. Pemimpin kharismatik
digambarkan dapat memainkan peran penting dalam menciptakan perubahan.
b. Intellectual Stimulation
Intellectual stimulation menunjuk pada perilaku pimpinan dan menstimulasi anggota secara inovatif dan konstruktif. Pimpinan mendorong
anggota agar dapat memecahkan masalah secara kreatif, dan menggunakan
metode atau cara-cara baru dalam mengerjakan sesuatu. Melalui stimulasi
intelektual ini, anggota memiliki metode untuk mencapai misi organisasi secara
lebih efektif. Untuk itu pimpinan mendemontrasikan ide-ide baru. Pemecahan
masalah secara kreatif, dan membangkitkan kreativitas anggota dalam
melaksanakan tugas, dengan menggunakan pendekatan yang rasional dan dapat
diterima anggota.
Bass & Riggio (2006: 7) menyatakan:
Transformasional leaders stimulate their followers’ effort to be innovative and creative by questioning assumptions, reframing problems, and approaching old situations in new ways. Creativity is encouraged. There is no public criticism of individual members’ mistakes. New ideas and creative problem solution are solicited from followers, who are include in the process of addressing problems and finding solutions. Followers are encouraged to try new approaches, and their ideas are not critized because they differ from the leaders’ ideas.
Maksud kutipan diatas adalah para pemimpin transformasional
mempertanyakan asumsi, membingkai kembali masalah, dan membuat
pendekatan pada situasi lama dengan cara baru. Dorongan dalam berkreativitas.
Tidak ada kritikan ang dilontarkan di depan umum terkait dengan kekeliruan
pengikut. Ide baru dan pemecahan masalah yang kreatif diminta dari pengikut,
yang tergabung dalam proses menghadapi masalah dan menemukan solusi. Para
pengikut didorong untuk mencoba pendekatan-pendekatan baru, dan ide-ide
mereka tidak dikritisi sebab ide pengikut berbeda dengan ide yang dimiliki
pemimpin.
Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa intellectual stimulation
menunjuk pada kemampuan pimpinan untuk menstimulasi bawahan agar lebih
kreatif dalam berpikir atau memecahkan masalah. Pimpinan memberikan
stimulasi, memberikan kesempatan pada anggota untuk partisipasi, serta
meningkatkan kreatifitas dan inovasi dalam iklim yang suportif (Schyns, 2002:
5). Dapat dikatakan bahwa intellectual stimulation berkaitan dengan masalah
kreativitas. Pimpinan mampu menstimulasi anggota menjadi kreatif dan inovatif.
Pimpinan selalu berusaha untuk mengembangkan program-program baru, serta
mendorong anggota untuk kreatif mengembangkan program, prosedur, atau
cara-cara baru yang lebih baik dalam melaksanakan tugas atau pemecahan masalah.
Pimpinan juga bersikap terbuka terhadap anggota dalam melaksanakan
c. Individualized Consideration
Individualized Consideration mengacu pada perilaku pimpinan untuk memberikan pertimbangan dan perhatian terhadap anggota secara individual.
Pimpinan mengakui perbedaan individual bawahan, baik dari sisi kebutuhan,
potensi maupun karakteristik lainnya. Tiap individu dipertimbangkan, dihargai
dan dinilai secara individual. Bawahan dipertimbangkan sebagai
individu-individu yang unik. (Brown, & Wheeler, 1996: 3). Pimpinan memenuhi
kebutuhan untuk aktualisasi diri, pemenuhan diri dan pengakuan diri terhadap
masing-masing anggota. Pimpinan juga memberikan tugas, kewenangan dan
saran secara individual terhadap bawahan.
Individualized consideration melibatkan hubungan antara pimpinan dan anggota pada dua dimensi, yaitu dimensi pengembangan dan orientasi
individual. Pada orientasi pengembangan, pimpinan merancang tugas yang
memungkinkan peningkatan potensi dan motivasi individu, pimpinan
mengusahakan saling memahami, saling komunikasi dan menciptakan suasana
kekeluargaan antara satu dengan yang lainnya, untuk itu pimpinan merancang
tugas sesuai dengan kebutuhan anggota dan organisasi agar lebih berkembang
secara optimal.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa individualized consideration
kebutuhan setiap individu untuk tumbuh dan berkembang. Pimpinan menerima
perbedaan anggota secara individual, membantu meningkatkan kemampuan
setiap anggota, melakukan komunikasi dua arah, melakukan hubungan secara
akrab, dan memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota untuk
berkembang (Hoy & Miskel, 2001: 416). Beach & Reinharzt (2004: 36)
mengemukakan bahwa individualized consideration dapat ditunjukkan dengan
memberikan dukungan perhatian, dorongan, dan sumber-sumber yang
dibutuhkan sehingga anggota melakukan yang terbaik.
d. Inspirational Motivation
Inspirational Motivation mengacu pada perilaku pimpinan dalam memberikan motivasi yang diilhami oleh nilai-nilai dan cita-cita yang tinggi
kepada anggota. Inspirational motivation menekankan pada penanaman visi ke
depan. Pimpinan mengidentifikasi ide-ide kedepan dan mendorong anggota
untuk mencapai visi dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, inspirational
motivation merupakan dimensi yang direfleksikan dengan perilaku yang memberikan makna dan tantangan kerja bagi anggota serta membangkitkan
semangat dengan antusias dan optimism tinggi mencapai tujuan organisasi.
Bass & Riggio (2006: 7) menyatakan:
communicated expectations that followers want to meet and also demonstrate commitment to goals and the shared vision.
Maksud kutipan diatas adalah para pemimpin transformasional
berkelakuan melalui cara-cara yang memotivasi dan menginspirasi
orang-orang sekitarnya dengan memberikan tantangan pada pekerjaan pengikutnya.
Semangat tim ditingkatkan. Antusiasme dan optimisme diperlihatkan.
Pemimpin ini melibatkan pengikutnya dalam memimpikan kondisi masa
depan yang menarik dan menciptakan ekspektasi yang dikomunikasikan
secara jelas yang ingin dipenuhi oleh pengikutnya dan juga memperlihatkan
komitmen pada tujuan dan visi bersama. Secara lebih sederhana, inspirational
motivation menunjuk pada kemampuan pimpinan untuk menanamkan visi dan
tujuan organisasi dengan cara yang menarik.
Secara lebih jelas, Bass dan Avolio mengemukakan beberapa perilaku
yang menunjukkan faktor inspirational motivation, yaitu melibatkan anggota
dalam menetapkan visi organisasi ke depan, menyampaikan harapan yang
tinggi kepada anggota dalam mencapai tujuan, meningkatkan optimism,
antusiasme, dan komitmen anggota, serta memberikan pengertian dan
tantangan kepada anggota dalam mencapai tujuan (Hoy & Miskel, 2001: 415).
Keempat ciri perilaku tersebut merupakan dimensi pokok
kepemimpinan transformasional. Perilaku kepemimpinan dilakukan dengan
penyampaian visi, misi, dan tujuan organisasi, peningkatan motivasi dan
kemampuan anggota, serta pemberdayaan anggota dalam rangka mencapai
visi, misi, dan tujuan organisasi, dan hal ini dapat diterapkan dalam
lembaga-lembaga pendidikan maupun non pendidikan.
2. Pendekatan Kepemimpinan
Konsep kepemimpinan telah berkembang dari waktu ke waktu,
perkembangan itu tidak hanya mencerminkan adanya ketidakpuasan dengan
teori-teori sebelumnya karena ada persoalan-persoalan yang belum terjawab,
tetapi juga mencerminkan adanya perbedaan perspektif yang dipakai oleh
para teoris (Raihani, 2010: 10). Pendekatan yang digunakan oleh seorang
pemimpin dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya bervariasi,
tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi diri seorang pemimpin.
a. Pendekatan sifat
Dalam pendekatan ini, keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin
banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi si
pemimpin. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena pembawaan atau keturunan.
Jadi menurut pendekatan ini, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya
yang dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Thierauf (Purwanto, 2002: 31) “The hereditary approach states
lead, but inherit it.” (pendekatan keturunan menyatakan bahwa pemimpin adalah
dilahirkan bukan dibuat – bahwa pemimpin tidak memperoleh kemampuan
memimpin, tetapi mewarisinya.
Banyak ahli yang telah meneliti dan mengemukakan pendapatnya
tentang sifat-sifat yang secar konsisten dapat dihubungkan dengan masalah
kepemimpinan terbukti lebih berhasil. Wexley & Yukl (Usman, 2010: 289)
menyatakan sifat-sifat kepemimpinan yang efektif yaitu a) memiliki kecerdasan
yang cukup; b) memiliki kemapuan berbicara; c) memiliki kepercayaan diri; d)
memiliki insiatif; e) memiliki motivasi berprestasi; dan f) memilki ambisi.
Sedangkan Husaini Usman (2010: 289) menyebutkan sifat kepemimpinan yang
efektif antara lain: ketakwaan, kejujuran, kecerdasan, keikhlasan, keterbukaan,
kesederhanaan, keluasan pandangan, komitmen, keahlian, keluasan hubungan
social, kedewasaan dan keadilan.
Sifat-sifat sendiri masih belum cukup untuk menjelaskan soal
kepemimpinan. Kelemahan utamanya sifat-sifat tersebut adalah mengabaikan
faktor keadaan. Memiliki sifat yang sesuai hanya mampu menjadikan seseorang
menjadi sedikit mendekati sosok seorang pemimpin yang efektif. Lebih jauh
mereka harus melakukan tindakan-tindakan yang benar. Keberhasilan
kepemimpinan pada umumnya selalu didukung oleh kepercayaan anak buahnya,
yaitu percaya bahwa pemimpin bersama-sama dengan anggota berjuang untuk
b. Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku (behavioral approach) merupakan pendekatan
yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin
ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin
yang bersangkutan. Sikapa dan gaya kepemimpinan itu tampak dalam kegiatan
sehari-harinya, dalam hal bagaimana pemimpin itu memberikan perintah,
membagi tugas dan wewenang, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat
kerja bawahan, cara memimpin rapat anggota, cara mengambil keputusan, dan
sebagainya (Purwanto, 2002: 32)
George & Jonnes (Sagala, 2009: 51-52) mengatakan untuk pendekatan
kepemimpinan yang berorientasi perilaku, pemberian penghargaan terjadi ketika
seseorang pemimpin memberikan penguatan secara positif kepada bawahan agar
terjadi perilaku-perilaku yang dikehendaki. Jika bawahan dapat melakukan
pekerjaan yang baik, maka pemimpin memberikan pengakuan melalui pujian,
hadiah atau keuntungan-keuntungan yang kasat mata seperti peningkatan upah
dan promosi. Pemimpin memberikan penghargaan untuk memastikan pegawai
memiliki kinerja pada tingkat yang tertinggi.
Selanjutnya, untuk pemimpin yang berorientasi menghukum, terjadi
ketika seorang pemimpin mencerca atau menanggapi secara negatif terhadap
bawahan yang melakukan perilaku-perilaku yang tidak efektif, namun juga
efektif menggunakan penguatan untuk menghentikan perilaku-perilaku yang
tidak dikehendaki jika dibandingkan dengan menggunakan hukuman, karena
dengan hukuman dapat menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan seperti
kemarahan.
Perbedaan antara pendekatan sifat dan pendekatan perilaku terletak
pada asumsi teori dasarnya. Bila teori sifat memang bisa diakui, hal ini berarti
untuk menjadi pemimpin memang bakat sejak lahir. Dengan kata lain, jika ada
perilaku khas yang dapat mengidentifikasi para pemimpin, maka kita dapat
mengajarkan tentang kepemimpinan yang dapat mendesain program dengan
menanamkan pola perilaku pada individu-individu yang diharapkan untuk
menjadi pemimpin yang efektif.
c. Pendekatan Lingkungan
Menurut Sudjana (2000: 31), teori lingkungan berasumsi bahwa
kemunculan pemimpin merupakan hasil dari waktu, tempat, situasi, dan kondisi
tertentu. Suatu peristiwa yang dianggap sangat penting dan luar biasa akan
menampilkan seseorang untuk menjadi pemimpin. Situasi dan kondisi tertentu
akan melahirkan permasalahan atau tantangan tertentu dan pada gilirannya
memerlukan pemimpin yang berhasil. Seorang pemimpin yang berhasil dalam
suatu lingkungan belum tentu kepemimpinannya akan menjadi jaminan
semula. Dengan kata lain, suatu lingkungan tertentu akan memerlukan dan
membentuk pemimpin-pemimpin tertentu pula.
d. Pendekatan Kontingensi
Tikno Lensufiie (2010: 81) menjelaskan bahwa teori situsional
dicetuskan oleh Hersey & Blanchard (1969) teori ini kemudian dikembangkan
oleh Fiedler dan dikatakan bahwa kinerja kelompok ditentukan oleh interaksi
antara gaya kepemimpinan dan situasi yang mendukung supaya menciptakan
keefektifan kepemimpinan. Dari hasil penelitiannya, Fiedler percaya bahwa
pemimpin setidaknya menerapkan satu atau lebih gaya kepemimpinan, yakni
task-oriented leadership (berorientasi pada penyelesaian tugas dan pencapaian tujuan) dan relationship-oriented leadership (berorientasi pada relasi,
keramahan dengan anggota organisasi).
Fiedler mengemukakan tiga faktor situasi yang menentukan gaya
kepemimpinan mana yang lebih efektif, task-or-relationship-oriented
leadership: (1) faktor relasi antara pemimpin dan anggota (leader-member relations) berkenaan dengan tingkat kepercayaan dan kepatuhan yang diperoleh pemimpin dari pengikutnya; (2) susunan tugas (task structure) secara spesifik
mengenai karakteristik pekerjaan yang diselesaikan termasuk persyaratan,
posisi kekuasaan (position power) tentang kekuasaan yang terdapat dalam
kepemimpinan. Variabel yang paling penting dalam suatu situasi adalah relasi
antara pemimpin dan anggota.
Seorang pemimpin yang baik akan mampu menempatkan dirinya pada
posisi yang tepat dalam menyikapi situasi yang dimiliki oleh para pengikutnya.
Husaini Usman (2010: 32) menambahkan bahwa kepemimpinan situasional
menurut Hersey & Blanchard didasarkan selain pengaruh antara perilaku
kepemimpinan yang diterapkan, sejumlah pendukungan emosional yang ia
berikan, dan tingkat kematangan bawahannya.
B. Kepala Sekolah
Pendidikan nasional di Indonesia memperoleh perhatian utama dari
bangsa Indonesia, pendidikan dipandang sebagai alat utama pengembangan
social, kultural, ekonomi, dan politik. Kepala sekolah merupakan salah satu
komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas
pendidikan. Seperti diungkapkan Supriadi (Mulyasa: 25) bahwa: “Erat
hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan
sekolah seperti disiplin, iklim budaya sekolah, dan menurun perilaku nakal anak
didik”. Dalam pada itu, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen
pembelajaran di sekolah. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP
28 tahun 1990 bahwa: “ Kepala sekolah bertanggung jawab atas
penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga
kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan
prasarana.
Apa yang diungkapkan di atas menjadi lebih penting, sejalan dengan
semakin kompleks tuntutan tugas kepala sekolah, yang menghendaki dukungan
kinerja yang semakin efektif dan efisien. Wahjosumidjo (1995: 81)
mengungkapkan bahwa kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami
keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu
melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung
jawab untuk memimpin sekolah. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan
bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama
suatu sekolah.
Mulyasa (2009: 98-122) mengacu pada ketetapan Mendiknas tentang
peran seorang kepala sekolah, ia pun mengembangkan sebuah paradigma baru
tentang peran kepala sekolah, yang disingkatnya dengan EMASLIM. Kepala
sekolah harus berfungsi sebagai educator, manager, administrator, supervisor,
1. Kepala Sekolah Sebagai Edukator
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah
harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga
kependudukan di sekolahnya, menciptakan iklim sekolah yag kondusif,
memberikan nasihat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada
seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang
menarik. Kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan,
meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan, mental, moral,
fisik, dan artistik.
2. Kepala Sekolah Sebagai Manager
Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta
pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan. Wahjosumidjo (2002: 94) tiga hal yang perlu diperhatikan
kepala sekolah sebagai manajer sebagaimana dengan maksud tersebut, yaitu
proses, pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.
a. Proses adalah suatu cara yang sistematik dalam mengerjakan sesuatu.
b. Sumber daya suatu sekolah, meliputi dana, perlengkapan, informasi,
maupun sumber daya manusia, yang masing-masing berfungsi sebagai
c. Mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Berarti
bahwa kepala sekolah berusaha untuk mencapai tujuan akhir yang
bersifat khusus (specific ends). Tujuan akhir yang spesifik ini berbeda
dengan organisasi yang lain tujuan ini bersifat khusus dan unik.
Dalam rangka melaksanakan peran dan fungsinya sebagai manajer,
kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga
kependidikan melalui kerjasama yang kooperatif, memberikan kesempatan
kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan
mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan
yang menunjang program sekolah.
3. Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang erat
dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan,
penyusunan, dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik kepala
sekolah, kepala sekolah harus memiliki kemampuan mengelola kurikulum,
mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia,
administrasi sarana dan prasarana, administrasi kearsipan, mengelola
4. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang oleh kepala sekolah
untuk membantu para guru dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah agar
dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan
layanan yang lebih baik pada orang tua murid, peserta didik dan sekolah.
Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan kepala sekolah terhadap tenaga
kependidikannya khususnya guru, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran
yang efektif.
5. Kepala Sekolah Sebagai Leader
Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk
dan pengawasan, meningkatkan kemampuan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumidjo (2002: 110)
mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter
khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan
pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat
dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi, dan
misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan
6. Kepala Sekolah sebagai Innovator
Dalam rangka melakukan peran dan fugsinya sebagai innovator,
kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang
harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap
kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah,
dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Kepala sekolah
sebagai innovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya
secara konstruktif, kreatif, delegatif, rasional, dan objektif, pragmatis,
keteladanan, serta adaptable dan fleksibel.
7. Kepala Sekolah Sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat
untuk memberikan motivasi kepada para tenaga pendidikan dalam melakukan
berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui
pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan,
penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui
pengembangan pusat sumber belajar. Wahjosumidjo menambahkan fungsi-fungsi
seorang pemimpin adalah:
a. Dalam menghadapi warga sekolah yang beragam, kepala sekolah
harus bertindak arif, bijaksana dan adil. Dengan kata lain, kepala
sehingga dapat menciptakan semangat kebersamaan di antara guru,
staf, dan para siswa (arbitrating);
b. Kepala sekolah memberi saran atau sugesti, anjuran sehingga dengan
saran tersebut selalu dapat memelihara dan meningkatkan semangat,
rela berkorban, rasa kebersamaan, dalam melaksanakan tugas
masing-masing (suggesting);
c. Kepala sekolah memenuhi atau menyediakan dukungan yang
diperlukan oleh para guru, staf, dan siswa, baik berupa dana,
peralatan, waktu, maupun suasana yang mendukung (supplying
objectives);
d. Kepala sekolah harus mampu menimbulkan dan menggerakkan
semangat guru, staf, dan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan (catalyzing);
e. Kepala sekolah harus dapat menciptakan rasa aman di dalam
lingkungan sekolah sehingga para guru, staf, dan siswa dalam
melaksanakan tugasnya merasa aman, bebas dari perasaan gelisah,
kekhawatiran, serta memperoleh jaminan keamanan dari kepala
sekolah (providing security)
f. Kepala sekolah harus menjaga integritasnya sebagai orang yang
kehidupan sekolah dimana dan dalam kesempatan apapun
(representating)
g. Kepala sekolah adalah sumber semangat bagi para guru, staf, dan
siswa sehingga mereka memahami dan menerima tujuan sekolah
secara antusias, bekerja secarabertanggung jawab kearah tercapainya
tujuan sekolah (inspiring).
h. Kepala sekolah harus dapat menghargai apapun yang dihasilkan oleh
bawahannya (praising).
Menyadari akan fungsi dan perannya dalam mengembangkan kinerja,
setiap kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan
pengembangan pendidikan secara terarah, berencana dan berkesinambungan
untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pendidikan. Kepala sekolah bukan
penguasa tunggal di sekolah, juga bukan penguasa tunggal. Jika menjadi
penguasa tunggal, tidak mungkin kepala sekolah mampu mengoptimasi
tugas-tugas institusionalnya. Untuk mengoptimasi tugas-tugas pokok dan fungsinya, kepala
sekolah harus mengangkat wakil-wakil yang dapat bekerja sesuai bidang dan
pembagian kerja yang ada.
C. Kinerja
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001: 570) mengartikan
kemampuan kerja; sedangkan kata kinerja dalam bahasa Inggris disebut
performance. Kata ini berasal dari bahasa latin formare artinya membentuk, menyusun, memproses. Secara kontekstual, performance adalah hasil dari suatu
proses pembentukan actus (aktivitas). Performance merupakan proses bentukan
atau produk dari kompetensi dan keinginan untuk mencapai tujuan.
Rue & Byars (Bahri, 2010: 8) mengartikan kinerja sebagai tingkat
pencapaian hasil atau “the degree of accomplishment,” atau dengan kata lain
kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Selanjurnya, Saiful
Bahri, mendefinisikan kinerja atau performance sebagai hasil interaksi atau
berfungsinya unsur-unsur motivasi (m), kemampuan (k), dan persepsi (p) pada
diri seseorang dan juga sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari
seseorang yang dianggap representative dan tergambarnya tanggung jawab yang
besar dari pekerjaan seseorang. Sedangkan Jones & Lord (2006: 3) mengatakan
bahwa kinerja tidak dapat didefinisikan, maka kinerja itu tidak dapat diukur atau
dikelola.
Hikman (1990: 7) menyatakan kinerja merupakan tanda keberhasilan
organisasi dan orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Berdasrkan
pendapat ini, maka kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar
organisasi secara keseluruhan dapat berhasil. Dengan demikian, kinerja dapat
diartikan sebagai catatan pencapaian hasil prestasi seseorang dan pola perilaku
Kinerja selalu merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi tersebut.
Oleh karena itu, kinerja sebagai kualitas dan kuantitas usaha yang diperoleh dari
proses manajemen. Artinya, kinerja pada dasarnya adalah hasil kerja selama
periode tertentu melalui cara membandingka dengan target yang telah disepakati
bersama. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan hasil karya
nyata dari seseorang atau perusahaan yang dapat dilihat, dihitung jumlahnya dan
dapat dicatat perolehannya. Kinerja adalah hasil atau taraf kesuksesan yang
dicapai seseorang dalam bidang pekerjaannya menurut kriteria tertentu dan
dievaluasi oleh orang-orang tertentu terutama atasan pegawai yang
bersangkutan.
1. Model Kinerja
Proses kinerja organisasional dipengaruhi oleh banyak faktor. Hersey,
Blanchard & Johnson (Wibowo, 2011: 98-99), menggambarkan hubungan antara
kinerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bentuk satellite model,
kinerja organisasi yang diperoleh dari terjadinya integrasi dari faktor-faktor
pengetahuan, sumber daya bukan manusia, dan struktur. Kinerja dilihat sebagai
pencapaian tujuan dan tanggung jawab bisnis dan sosial dari perspektif pihak
Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara
lain dikemukakan oleh Armstrong & Baron (Wibowo, 2011: 100) sebagai
berikut:
a. Personal Factors, ditunjukkan oleh tingkat ketrampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.
b. Leadership factors, yang ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team kerja
leader.
c. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.
d. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.
e. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Notoatmodjo (Depdiknas, 2008: 20) mengatakan bahwa kinerja
seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ability, capacity, incentive,
environment dan validity. Berpijak pada pendapat-pendapat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa ada beberapa komponen yang membentuk kinerja, yaitu (1)
komponen kompetensi atau kemampuan (ability). Kompotensi tidak hanya
menyangkut ketrampilan (skill); (2) tujuan (goal) yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menjadi sasaran organisasi; (3) tingkat (level), jenjang tanggung
jawab sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam organisasi (job script or job
analysis); (4) interaksi, kemampuan untuk berkomunikasi dengan pimpinana dan teman kerja; (5) Attitude (sikap); (6) motivasi; (insentif) atau kompensasi; (8)
promosi; (9) kualifikasi; (10) iklim kerja (atmosphere); (11) gaya kepemimpinan
; dan (12) unsur-unsur demografis seperti jenis kelamin, masa kerja, jarak
tempuh dari rumah ke kantor, jumlah anak dan keluarga.
Menurut Locke dan Latham, (Supardi, 2014: 48), secara individual,
kinerja seseorang ditentukan oleh beberapa bidang sebagai berikut:
a. kemampuan (ability),
b. Komitmen (commitment)
c. Umpan balik (feedback)
d. Kompleksitas tugas (task complexity)
e. Kondisi yang menghambat (situational)
f. Tantangan (challenge)
g. Tujuan (goal)
h. Fasilitas, keakuratan dirinya (self-afficacy)
i. Arah (direction), usaha (effort)
j. Daya tahan/ketekunan (persistence),
Kinerja pegawai dapat dilihat dari seberapa baik kualitas pekerjaan
yang dihasilkan, tingkat kejujuran dalam berbagai situasi, inisiatif dan prakarsa
memunculkan ide-ide baru dalam pelaksanaan tugas, sikap pegawai terhadap
pekerjaan dalam (suka atau tidak suka, menerima atau menolak), kerjasama dan
keandalan, pengetahuan dan ketrampilan tentang pekerjaan, pelaksanaan
tanggung jawab, pemanfaatan waktu secara eektif. Sedangkan yang dapat
dijadikan indikator standar kinerja guru adalah: Standar 1: Knowledge, Skills,
and Dispositions, standar 2: Assesment system and unit evaluation, standar 3: Field experience and clinical practice, standar 4: diversity, standar 5: Faculty qualification, performance, and development dan standar 6: unit governance and resources (The National Council For Acreditation Of Teacher Educstion, 2002: 10, Supardi, 2014: 49)
Indikator diatas menunjukkan bahwa standar kinerja guru merupakan
suatu bentuk kualitas atau patokan yang menunjukkan adanya jumlah dan mutu
kerja yang harus dihasilkan guru meliputi: pengetahuan, ketrampilan, sistem
penempatan dan unit variasi pengalaman , kemampuan praktis, kualifikasi, hasil
pekerjaan dan pengembangan.
2. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kerja
Penilaian kinerja sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan
bagaimana kondisi riil pegawai dilihat dari kinerja. Dengan demikian, data-data
itu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
dan mengetahui keadaan ketrampilan dan kemampuan setiap karyawan secara
rutin.
Menurut Syafri Mangkuprawiro (2003: 224), penilaian kinerja
memiliki manfaat ditinjau dari beragam perspektif pengembangan usaha,
khususnya manajemen sumber daya manusia, yakni: perbaikan kinerja,
penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan, kebutuhsn pelatihan dan
pengembangan, perencanaan dan pengembangan karir, defisiensi proses
penempatan staf, ketidakakuratan informasi, kesalahan rancangan pekerjaan,
kesempatan kerja yang sama, dan tantangan eksternal.
Sondang P. Siagian (2009: 168), memberi pendapat bahwa penilaian
kinerja bermanfaat untuk:
a. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
b. Perbaikan kinerja
c. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan
d. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi,
pemecatan, pemberhentian dan perencanaan pegawai
e. Untuk kepentingan penelitian pegawai
3. Kinerja guru
Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru untuk melaksanakan
tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam perencanaan program pengajaran,
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Kinerja
guru yang dimaksudkan adalah kerja guru yang terefleksi secara sadar dan
sistematis dalam cara merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses belajar
mengajar yang intensitasnya dilandasi oleh motivasi kerja, kompetensi,
manajemen sekolah dan pendidikan/pelatihan guru dalam proses mencapai
prestasi kerja yang tinggi
Jones & Lord (Mikael Sene: 30-31) mengartikan konsep kinerja guru
sebagai suatu proses perkembangan kerja guru. Ia mengatakan perkembangan
kinerja guru merupakan bagian ideal dari suatu proses manajemen kinerja, yang
ditandaskan sebagai berikut.
The development of teacher’s performance, ideally as part of continuous process of performance management, needs to be tackled at both the school and individual level. To avoid having to take action to deal with teachers and who are not up to standard through capability procedures, the aim should be positive about minimizing under performance. It would be nice to think that all teachers are sufficiently professional and reflective about practice. The majorities are, and have strived to become outstanding practitioners because of their willingness and ability to reflect critically on their practice and make the necessary improvements.
Pandangan ini dapat diartikan bahwa perkembangan kinerja guru,
secara ideal adalah suatu proses berkelanjutan dalam manajemen agar dapat