BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik
Potensi Indonesia sebagai Negara agraris dan berdasarkan data dari FAO
2007, Indonesia merupakan salah satu penghasil komoditi singkong terbesar no.4
di dunia sehingga sangat memungkinkan untuk mengembangkan industri yang
berbasis singkong. Di Indonesia, ubi kayu tersebar di berbagai kawasan dengan
pusat perkembangan di Jawa dan Lampung. Daerah penghasil ubi kayu di pulau
Jawa meliputi Jawa Timur (Pacitan, Jember, Kediri, Madiun), Jawa Tengah
(Banyumas, Yogyakarta, Wonogiri) dan Jawa Barat (Bogor, Tasikmalaya).
Daerah penghasil lainnya adalah Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat dan
Timur.
Produksi ubi kayu di Indonesia cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai suatu produk Industri olahan berbasis ubi kayu seperti tapioka.
Penggunaan tapioka sebagai bahan baku pembuatan sirup fruktosa merupakan
cara untuk meningkatkan nilai ekonomi dari ubi kayu, selain itu juga sebagai
salah satu bentuk diversifikasi produk olahan berbahan ubi kayu serta memenuhi
kebutuhan gula di Indonesia yang semakin meningkat.
Sehubungan dengan hal tersebut maka sangat tepat jika pemerintah
mengambil kebijaksanaan yang pada hakekatnya bertujuan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap negara lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
yaitu dengan membangun industri-industri yang dapat mengganti peranan bahan
import. Disamping itu dengan didirikannya pabrik ini akan membuat kesempatan
terciptanya lapangan kerja baru dan juga dengan adanya pabrik ini akan
mendorong berdirinya pabrik-pabrik lain yang menggunakan bahan dasar sirup
fruktosa di Indonesia.
Salah satu industri yang berbasis singkong adalah industri tepung tapioka,
dimana Indonesia merupakan penghasil tepung tapioka terbesar no.2 dengan
kapasitas rata-rata 15.000.000-16.000.000 ton/tahun setelah Thailand.
memproduksi high fructose syrup (HFS). Ketersediaan bahan baku
memungkinkan untuk mendirikan dan mengembangkan pabrik high fructose
syrup (HFS) di Indonesia.
Campuran glukosa, fruktosa dikenal secara komersial sebagai high fructose
syrup (HFS), biasanya mengandung 42% dan 55% fruktosa. Sirup fruktosa atau
yang biasa disebut high fructose syrup (HFS) merupakan salah satu jenis gula cair
yang popular di industri makanan. High fructose syrup (HFS) adalah sirup gula
campuran dari glukosa dan fruktosa. Saat ini HFS sangat populer digunakan
dalam industri minuman. Gula ini dapat dihasilkan dari semua bahan yang
mengandung karbohidrat, seperti jagung, singkong, beras, kentang, dan lain-lain
(E.A. Borges da Silva, dkk, 2006).
Permintaan HFS semakin bertambah dari tahun ke tahun. Menurut E.A.
Borges da Silva, dkk, 2006, pada chemical engineering journal, pertumbuhan
pemintaan HFS disebabkan beberapa faktor antara lain karena memeberikan cita
rasa yang lebih segar daripada sukrosa, dapat diproduksi dari pati (substrat pada
komposisi makanan) dengan biaya yang lebih rendah sehingga memberikan
keuntungan yang lebih serta resiko lebih rendah bagi penderita diabetes atau yang
mengalami masalah metabolisme tubuh.
Berdasarkan Parker Kay, dkk, 2010, fruktosa lebih manis daripada sukrosa.
Tingkat kemanisan beberapa pemanis dapat dilihat pada Tabel 1.1,
sebagai berikut :
Tabel 1.1 Tingkat kemanisan pada larutan pemanis 5%
Pemanis Tingkat kemanisan
Sucrose
Invert sugar
Fructose
Glucose
Galactose
Maltose
Lactose
Xylitol
1,0
0,85-1,0
1,3
0,56
0,4-0,6
0,3-0,5
0,2-0,3
Cyclamates
Acesulfame K (Sunnette ®)
Aspartame (Equal ®, Nutrasweet ®)
Saccharine ( The Pink Stuff)
Stevioside
Sucralose (Splenda ®)
Thaumatin (Talin ®)
30-80
200
100-200
200-300
300
600
2000-3000
Dari Tabel 1.1. dapat dilihat bahwa fruktosa mempunyai kemanisan
tertinggi dari jenis pemanis alami lainnya ( sukrosa, maltose, laktosa, xylitol,
galaktosa, gula inversi dan glukosa). Meskipun jenis pemanis sintesis mempunyai
tingkat kemanisan yang tinggi, pemanis sintesis tidak bisa menggantikan sukrosa
karena penggunaanya dibatasi oleh peraturan kesehatan Negara yaitu Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/MENKES/ PER/ IX/ 1988
tentang bahan tambahan makanan.
Pabrik high fructose syrup (HFS) dari tepung tapioka dengan proses
enzimatik didirikan dengan alasan agar dapat menurunkan impor sukrosa dan gula
rafinasi yang pada akhirnya akan membantu pemenuhan kebutuhan pemanis
untuk konsumsi masyarakat dan industri dengan memanfaatkan potensi Indonesia
dalam pemenuhan bahan baku. Selain itu dapat memberikan peluang yang bagus
karena pabrik-pabrik high fructose syrup (HFS) di Indonesia masih mempunyai
kapasitas produksi yang kecil serta pengembangan produksi dengan inovasi bahan
baku, yaitu menggunakan tepung tapioka.
Jika ditinjau dari harga, high fructose syrup (HFS) lebih murah karena
dalam proses pembuatannya tidak perlu dilakukan pengkristalan dan pengeringan
seperti pada proses pembuatan sukrosa, biaya proses lebih murah sehingga harga
produk juga lebih murah. Selain industri minuman ringan, industri-industri yang
menggunakan high fructose syrup (HFS) antara lain adalah industri yogurt,
industri cokelat dan industri ice cream yang dapat meningkatkan cita rasa
produk-produk tersebut, dapat mempercepat proses fermentasi dalam pembuatan
cream. Penggunaan high fructose syrup (HFS) pada industri-industri tersebut akan
memberikan keuntungan ekonomi yang lebih untuk industri-industri tersebut.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendirian
pabrik high fructose syrup (HFS) dari tepung tapioka mempunyai prospek yang
baik. Pendirian pabrik ini diestimasi dapat menurunkan impor gula tebu (sukrosa)
yang dapat menguntungkan produksi gula nasional karena kebutuhan gula industri
sebagian besar dipenuhi dengan high fructose syrup (HFS) sehingga kebutuhan
sukrosa dapat ditekan. Selain itu, permintaan high fructose syrup (HFS) diestimasi
akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya industri makanan, minuman
dan industri-industri lain yang menggunakan high fructose syrup (HFS) di
Indonesia.
1.2 Penentuan Kapasitas Perancangan Pabrik
Kapasitas produk dapat diartikan sebagai jumlah maksimum output yang
dapat diproduksi dalam satuan massa tertentu. Kapasitas rancangan suatu pabrik
ditentukan oleh:
a. Kebutuhan Fruktosa di Indonesia
Penentuan kapasitas produksi didasarkan pada kebutuhan fruktosa yang
masih impor dan kapasitas ini harus diatas atau paling tidak sama dengan
kapasitas minimum pabrik yang sudah beroperasi dengan baik dan
menguntungkan. Apabila dibandingkan dengan besarnya kebutuhan maka
kapasitas pabrik harus lebih besar untuk mengantisipasi kenaikannya. Data
kebutuhan fruktosa di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.2
Tabel 1.2.Data kebutuhan Impor Fruktosa
Tahun Impor (kg/tahun)
2010 102.088.800
2011 167.232.012
2012 368.139.192
2013 610.326.312
2014 853.337.112
b. Pabrik yang Sudah Berdiri
Tabel 1.3. Data pabrik yang sudah beroperasi
Nama Kapasitas (ton/tahun)
PT. Puncak Gunung Agung 400.000
PT. Associated British Budi 72.000
(http://industri.kontan.co.id)
Perhitungan Kapasitas pabrik,
Dari grafik diatas dapat diambil persamaan yang menghubungkan jumlah
impor fruktosa dan tahun impor fruktosa :
y = 1,95.108 x - 4,2.108
= 1,95.108 x 2019 – 4,2.108
= 2.560.374,702 ton/tahun
Untuk memenuhi 5 % dari kebutuhan impor ditahun 2019
Kapasitas 2019 = 5% x y
=
= 128.018,735 ton/tahun
Dengan melihat pertimbangan pabrik fruktosa yang sudah didirikan dengan
kapasitas 72.000–400.000 ton/tahun, maka kapasitas produksi yang direncanakan
pada pabrik ini sebesar 100.000 ton/tahun dengan pertimbangan peningkatan
1.3 Lokasi Pabrik
Ada beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
lokasi pabrik agar pabrik yang kita rancang dapat mendatangkan keuntungan yang
besar, antara lain : penyediaan bahan baku, pemasaran produk, fasilitas
transportasi dan tenaga kerja.
Alasan pemilihan lokasi untuk lokasi pendirian pabrik HFS yang sesuai
dengan studi kelayakan antara lain :
a. dekat dengan bahan baku
b. ketersediaan sumber air
c. dekat dengan konsumen
d. dekat dengan pelabuhan
Pemilihan lokasi suatu pabrik merupakan salahsatu hal yang harus
diperhatikan. Oleh karena itu, pabrik HFS ini direncanakan dibangun di Provinsi
Lampung. Berikut di bawah ini adalah peta pulau Sumatera dimana provinsi
Lampung sendiri terletak di paling selatan dari pulau Sumatera.
Pemilihan lokasi pabrik HFS ini sendiri melalui pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut :
1. Ketersediaan bahan baku
Di provinsi Lampung terdapat perusahaan agrobisnis yaitu Sungai Budi
Group. Perusahaan ini mendirikan anak usaha yang bernama PT Budi Acid Jaya
Tbk (BUDI) dan difokuskan sebagai perusahaan penghasil produk berbasis tepung
tapioka. BUDI sendiri adalah produsen tepung tapioka terbesar di Indonesia
dengan menguasai sekitar 20 persen pasaran. Kapasitas dari Pabrik 645.000
ton/tahun.
2. Sarana transportasi
Sarana dan prasarana transportasi sangat diperlukan untuk proses proses
penyaluran bahan baku dan pendistribusian produk. Dengan adanya fasilitas jalan
raya dan pelabuhan Bakauheni di Lampung, maka pemilihan lokasi untuk pabrik
HFS ini sudah tepat.
Gambar 1.2 Pelabuhan Bakauheni
3. Tenaga kerja
Tersedianya tenaga kerja yang terampil juga diperlukan untuk menjalankan
mesin-mesin produksi. Tenaga kerja dapat direkrut dari daerah Lampung dan
sekitarnya di pulau Sumatera atau juga dapat dari pulau Jawa.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 Profinsi
Lampung tercatat 220.619 jiwa pengangguran dengan jenjang pendidikan SD
sampai Sarjana.
4. Penyediaan utilitas
Sarana-sarana pendukung seperti tersedianya air, listrik, dan sarana lainnya
juga harus diperhatikan agar proses produksi dapat berjalan dengan baik. Di
Sekampung yang bisa digunakan sebagai sumber air dan untuk penyediaan listrik
dapat dilakukan dengan sistem turbin dengan steam boiler atau dengan mensuplai
dari PLN setempat.
Gambar 1.3 Sungai Way Sekampung
1.4 Tinjauan Pustaka
1.4.1 Macam-macam proses
Prinsip umum hidrolisis pati ada tiga macam, yaitu :
1. Hidrolisis dengan menggunakan asam
2. Hidrolisis dengan menggunakan asam dan enzim
3. Hidrolisis dengan menggunakan enzim-enzim
1.4.1.1 Hidrolisis dengan menggunakan asam
Asam yang biasa digunakan untuk proses ini antara lain adalah asam sulfat,
asam klorida dan asam fosfat. Dalam proses ini asam berfungsi sebagai katalis
yang dapat mempercepat terbentuknya produk. Reaksi yang terjadi pada hidrolisis
pati dengan asam adalah sebagai berikut :
(C6H10O5)n+ n H2O n(C6H12O6) Karbohidrat Air Glukosa
1.4.1.2 Hidrolisis dengan menggunakan asam dan enzim
Hidrolisis dengan menggunakan asam (preliminary) dan enzim (secondary)
menyebabkan range nilai DE (Dextrose equivalent) naik turun. Setelah hidrolisis
dengan asam (preliminary) temperature diturunkan dan pH dinaikkan. DE
(Dextrose equivalent) yang lebih tinggi menurunkan yield glukosa selama
hidrolisis dengan enzim (keberadaan asam menghambat konversi enzimatik),
sementara dengan DE (Dextrose equivalent) lebih rendah dari 10 dapat
menyebabkan starch retrogradation yang dapat menyebabkan permasalahan
Reaksi yang terjadi pada hidrolisis pati dengan asam enzim adalah sebagai
berikut :
Reaksi dengan asam (primary) :
(C6H10O5)n + n H2O nC6H12O6
2(C6H10O5)n + n H2O nC12H22O11
3(C6H10O5)n + n H2O nC18H32O16
Reaksi dengan enzim (secondary):
C12H22O11 + H2O C6H12O6
C18H32O16 + H2O C6H12O6
1.4.1.3 Hidrolisis dengan menggunakan enzim-enzim
Hidrolisis pati dengan menggunakan enzim-enzim dilakukan dengan 2 jenis
enzim yaitu enzim α-amilase dan gluokoamilase (amilglukosidase). Enzim α
-amilase digunakan pada proses likuifikasi sedangkan enzim gluko-amilase
digunakan pada proses sakarifikasi. Reaksi yang terjadi pada hidrolisis pati
dengan enzim - enzim adalah sebagai berikut :
(C6H10O5)n n(C6H10O5)x
n(C6H10O5)x x n C6H12O6
Dalam pemilihan ini digunakan beberapa kriteria, antara lain:
1. Merupakan proses yang komersial dalam arti telah banyak digunakan.
2. Proses menggunakan alat yang telah umum digunakan, telah dikenal serta
mudah dioperasikan dan diperbaiki.
3. Tidak banyak menggunakan peralatan karena akan memperbesar biaya
investasi.
4. Proses dirancang untuk menghasilkan komposisi fruktosa yang relatif tinggi.
5. Proses beroperasi pada tekanan rendah, hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi biaya yang tinggi. asam
asam
asam
enzim
enzim
α-amilase
Berdasarkan beberapa macam proses hidrolisis pati yang telah diuraikan
diatas, masing-masing proses hidrolisis mempunyai kelebihan dan kekurangan,
berikut merupakan perbandingan dari beberapa macam proses hidrolisis
berdasarkan Tjokroadikoesoemo, 1993, antara lain adalah :
Tabel 1.4 Perbandingan beberapa proses hidrolisis pati
No. Uraian Metode Hidrolisis
Asam Asam-Enzim Enzim-Enzim
1. Kondisi Operasi :
• Tekanan(kg/cm2) 3 1-3 1
• Suhu(oC) 140-160 60-140 60-105
• pH 2,3 1,8-2 4,5-6
2. Proses :
• DE (%) 30-55 63-80 95-98
• Daya Korosi Tinggi Tinggi Rendah
3. Aspek Ekonomi
• Kebutuhan Massa Banyak Banyak Sedikit
• Biyaya Peralatan Mahal Mahal Murah
• Energi Besar Besar Kecil
• Investasi Tinggi Tinggi Rendah
Setelah mencermati kelebihan dan kekurangan proses hidrolisis pati diatas,
maka dipilih proses hidrolisis dengan menggunakan enzim-enzim dengan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
Nilai DE (dextrose equivalent) tinggi, yaitu antara 95 – 98%.
Kondisi operasi pada suhu dan tekanan yang rendah sehingga membutuhkan
energi yang lebih sedikit.
Kemungkinan korosi kecil.
Dapat mempertahankan rasa dan aroma bahan dasar.
1.4.2 Kegunaan produk
High fructose syrup (HFS) dapat digunakan secara parsial ataupun
menyeluruh sebagai pengganti gula tebu (sucrose) atau gula inverse pada
makanan yang dapat menghasilkan rasa manis dan dapat meningkatan cita rasa.
Selain itu high fructose syrup (HFS) digunakan pada industry minuman ( soft
drink ), industri kue, manisan, industry makanan, produk susu dan lain-lain.
Freezing Point
Fruktosa mempunyai freezing point yang tinggi.ini menjadi alasan
penggunaan fruktosa sebagai pemanis pada makanan-makanan beku seperti
yogurt beku dan ice cream. Freezing point yang tinggi pada fruktosa membuat
produk mempunyai tekstur yang halus.
Fruit Flavor
Fruktosa disebut juga dengan gula buah karena ketika digunakan pada
produk akan memberikan rasa buah seperti pada fruit-flavoredyogurt.
Glycemic Index rendah
Fruktosa mempunyai glycemic index yang rendah yang menyebabkan
makanan atau produk mempunyai glycemicload yang rendah. Glycemicload
adalah jumlah yang menunjukkan bagaimana makanan atau produk tertentu akan
mempengaruhi kadar gula darah.
Stability
Fruktosa mempunyai kestabilan yang tinggi dan digunakan untuk
meningkatkan cita rasa produk yang mempunyai stabilitas yang tinggi.
1.4.3 Sifat fisika kimia bahan baku dan produk I.4.3.1 Bahan Baku Utama
Sifat fisika Pati:
Formula : C6H10O5
Berat Molekul : 162,14 g/mol
Specific gravity : 1,50 (Perry)
I.4.3.2 Bahan Baku Pendukung
1. Enzim ά-amilase
• Fase : Padat
• Rumus Molekul : CH3COOH
• Densitas : 1,25 kg/L
• Titik Didih : 118ºC pada 1 atm
• Titik Leleh : 1,67ºC pada 1 atm
• Viskositas : 1,22 cp
• Lama operasi : 2-3 jam
• pH operasi : 6,3-6,5
• Dosis : 0,5-0,8 L/ton pati
(Uhlig, 1998)
2. Enzim Glukoamilase
• Fase : Padat
• Dosis : 1,5-5 mL/kg
• Densitas : 1,25 kg/L
• Suhu optimal : 60°C
• Lama operasi : 24-48 jam
• pH operasi : 4,0-4,5
(Uhlig, 1998)
3. Enzim Glukoisomerase
• Suhu optimal : 60-62°C
• Lama operasi : 15 menit
• pH operasi : 7,4-7,6
• Dosis : 0,3 L/kg glukosa
• Densitas : 0,33 kg/L
(Uhlig, 1998)
4. Hydrogen chloride (HCl)
Sifat – sifat fisika HCl
Berat molekul : 36,47 g/mol
• Densitas : 1,268 kg/L
• Titik didih : -85°C
• Titik lebur : -111°C
(Perry)
Sifat kimia • Bersifat volatil
• Merupakan asam kuat
• Larut dalam air
• Dapat teroksidasi oleh oksidator kuat
(Greenwood, et.al.,1997)
5. Calcium Chloride (CaCl2)
Sifat – sifat fisika :
• Berat molekul : 110,99 g/mol
• Densitas : 2,152 kg/L
• Titik didih : >1600°C
• Titik lebur : 772°C
(Perry)
Sifat – sifat kimia :
• Bersifat higroskopis.
• Larut dalam asam asetat, etanol, dan aseton.
• larutan, tidak seperti senyawa kalsium lainnya yang tidak dapat larut, kalsium klorida dapat berdisosiasi.
• Mempunyai rasa seperti garam sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk makanan.
(Patnaik, 2003)
6. Sodium Hydroxide (NaOH)
Sifat fisika :
Berat molekul : 40.00 g/mol
Densitas : 2,130 kg/L
Titik didih : 139°C
Titik beku : 318,4°C
(Perry)
Sifat kimia:
• Sebagai agen titrasi asam-basa
• Higroskopis
• sangat korosif
• cepat menyerap CO2 dan air dari udara
7. Magnesium Sulfat (MgSO4)
Sifat Fisika
• Berat molekul : 120,38 g/mol
• Densitas : 2,66 kg/L
• Titik beku : 1185°C
(Perry)
Sifat kimia:
• larut dalam air, aceton dans edikit larut dalam eter
• merupakan garam anhidrat
(Patnaik,2003)
I.4.3.3 Pruduk Utama
Fruktosa
• Rumus Molekul : CH2OH(CHOH)3COCH2OH
•Berat Molekul : 180,16 g/mol
•Specific Gravity : 1,669
•Melting point : 95-105°C
(Perry)
1.4.4 Tinjauan proses secara umum 1. Proses Pencampuran (Mixing)
Proses pencampuran Tepung tapioka yang datang dari proses pengolahan
sebelumnya (pabrik tepung tapioka), mula-mula diencerkan di dalam sebuah
tangki khusus yang dilengkapi dengan alat pengaduk sampai pekat. Setelah semua
persiapan yang lain selesai dikerjakan, kedalam suspensi dibutuhkan enzim
α-amilase (dapat diisolasi dari bakteri) secukupnya.
2. Proses Likuifikasi.
Likuifikasi adalah proses hidrolisis larutan tepung atau pati pada konsentrasi
serta pH dan suhu tertentu oleh enzim (alpha-amylase). Syarat utama enzim untuk
proses ini harus tahan panas dan aktif suhu antara 110-120°C. Melalui proses ini
pati (karbohidrat) akan diubah menjadi dekstrin yang di dalamnya terdiri dari
campuran oligosakarida, disakarida, dan monosakarida. Hidrolisis pati dapat
perlakuan pendahuluan di dalam tangki pengaduk (static mixer) dipompa
melewati jet cooker menuju ke holding tank dan selanjutnya diteruskan ke tangki
reaktor liquifaction.
3. Proses Sakarifikasi.
Sakarifikasi merupakan proses lanjutan dari larutan liqufikasi. Derajat
keasaman (pH) diatur pada kisaran 4-5 dengan suhu 55-60°C melalui penambahan
enzim gluco-amylase selama 60-70 jam. Dengan demikian larutan akan berubah
menjadi monosakarida-glukosa sehingga diperoleh 47 glukosa yang berkadar
94%. Proses sakarifikasi dilakukan di dalam suatu tangki reaktor atau tangki
tunggal (sistem terputus) atau dalam sejumlah tangki yang disusun secara seri
(sistem kontinyu). Reaktor-reaktor tersebut dilengkapi dengan alat pengaduk,
sistem pendingin atau pemanas, dan isolator yang digunakan untuk membungkus
dan melindungi tangki dari kehilangan panas, sehingga suhu di dalam reaktor
dapat dijaga tetap sekitar (60-61)°C. Proses sakarifikasi berlangsung antara
(24-72) jam, tergantung dosis enzim yang digunakan dan derajat inversi yang
diinginkan. Campuran hasil liquifikasi didinginkan sampai 60°C, suhu yang
optimal untuk proses sakarifikasi. Karena reaksinya endotherm maka ada
kecenderungan proses menyebabkan penurunan suhu, karena itu harus
ditambahkan dan dikendalikan. Pengendalian suhu, sangat penting pada tahap
sakarifikasi.
4. Proses Evaporasi.
Sirup murni kemudian dipekatkan di dalam alat penguap vakum (vacum
evaporator). Untuk keperluan penguapan sirup glukosa, sirup maltosa, atau sirup
dekstrosa yang akan diolah lebih lanjut sebagai HFS dan lain-lain, digunakan
sistem penguapan bertingkat (multiple effect evaporator) yang dilengkapi pula
dengan pemanas pendahuluan, separator sentrifugal di dalamnya dan kondensor.
Sedangkan untuk pengolahan sirup dekstrosa 50 atau sirup maltosa tinggi menjadi
kristal dekstrosa atau kristal maltosa, cukup digunakan alat penguap vakum
tunggal (single effect evaporator). Penguapan atau evaporasi adalah proses
perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi
penguapan dapat dilihat dari hilangnya cairan secara berangsur-angsur ketika
terpapar pada gas dengan volume signifikan.
5. Proses Isomerisasi
Isomerisasi adalah lanjutan dari sakarifikasi. Dalam proses ini glukosa
diubah lagi menjadi fruktosa dengan jalan melewatkannya ke dalam kolom yang
berisi immobilized enzim isomerase. Dengan kondisi pH 8 serta suhu 60°C dan
waktu selama 3 jam akan diperoleh hasil berupa HFS generasi I atau HFS-42.
Adanya oksigen terlarut dapat memblokir reaksi isomerisasi. Enzim dalam kolom
secara cepat berubah secara isomerisasi, glukosa menjadi fruktosa. Kadar sirup
glukosa harus diatur selalu tetap yaitu antara 42,5–43% agar ”flowrate”nya
konstan. Bahan baku untuk pengolahan High Fructose Syrup (HFS) adalah sirup
dektrosa yang dihasilkan melalui cara pengenceran, dekstrinasi, dan sakarifikasi
pati memakai katalisator sistem enzim. Kandungan dekstrosa di dalam sirup yang