UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA SWASTA PARULIAN 1
MEDAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
ROHPINUS SARUMAHA NIM : 8136171046
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
ROHPINUS SARUMAHA. Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa SMA Swaata Parulian 1 Medan Melalui Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.
Akar permasalahan dalam penelitian ini adalah kenyataan bahwa kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa yang rendah. Pembelajaran matematika yang berlangsung selama ini kurang menekankan pada usaha memampukan siswa mengkonstruksi pengetahuan serta kurang mengembangkan pola pikirnya, diduga membuat siswa kesulitan menalarkan dan memandirikan dirinya menyelesaikan permasalahan matematika. Adapun upaya yang dilakukan adalah menerapkan model pembelajaran penemuan terbimbing yang bertujuan untuk: (1) meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa (2) meningkatkan kemandirian belajar siswa (3) mengetahui kadar aktivitas aktif siswa.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan siklus II serta dilaksanakan di SMA Swasta Parulian 1 Medan. Subjek Penelitian kelas XI-MIA-1 Tahun Pelajaran 2014/2015 sebanyak 28 orang. Objek pada penelitian ini adalah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dan peningkatan kemandirian belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terjadi peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dari siklus I ke siklus II yaitu pada siklus I terdapat 3,57% siswa yang mengikuti tes dikategorikan tinggi dengan rata-rata nilai secara klasikal 32,80 dan meningkat pada siklus II menjadi 82,14% siswa yang mengikuti tes dikategorikan tinggi dengan rata-rata nilai secara klasikal 66,15; (2) Terjadi peningkatan kemandirian belajar siswa dari siklus I ke siklus II yaitu terdapat 92,86% siswa memiliki kemandirian belajar yang baik dan meningkat pada siklus II menjadi 100% siswa memiliki kemandirian belajar yang baik; (3) Terjadi peningkatan aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II yaitu pada siklus I terdapat 3 (tiga) kategori pengamatan aktivitas aktif siswa berada pada interval toleransi dan meningkat pada siklus II menjadi 6 (enam) kategori pengamatan aktivitas aktif siswa berada pada interval toleransi. Peneliti menyarankan agar model pembelajaran penemuan terbimbing digunakan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa sekolah menengah atas.
ABSTRACT
ROHPINUS SARUMAHA. Effort to Improve Mathematical Reasoning Ability and Self-Regulated Learning of Senior High School Student of Parulian 1 Medan Through Guided Discovery Learning Model. Thesis. Medan: Mathematics Education Graduate Program, State University of Medan, 2015.
Root of the problem in this research is based on the fact that mathematical reasoning skills and self-regulated learning of students were still low. Less emphasis on effort to enable students to construct knowledge as well as to develop their ways of thinking were considered to cause students faced difficulties to resolve mathematical problems. For an effort, this research implemented guided discovery learning model that aimed to: (1) increase the ability of students mathematical reasoning (2) increase the self-regulated learning of students (3) determine the levels of student activity.
The type of research was classroom action research, which consists of two cycles which conducted in the Private School Parulian 1 Medan. Research subject was class XI-MIA-1 academic year 2014/2015, consisting of 28 students.
The results showed that (1) Students mathematical reasoning abilities increased from the first cycle to the second cycle. The first cycle revealed 3.57% of students who take the test categorized high with an average value of 32.80 and increased in the second cycle into 82.14% of students categorized high with an average value of 66.15; (2) Students self-regulated learning increase from the first cycle to the second cycle. The first cycle revealed 92.86% of students have a good self-regulated learning and increased in the second cycle into 100% of students have a good self-regulated learning; (3) Student activity increase from the first cycle to the second cycle. The first cycle revealed three categories of the student activity is in the interval of tolerance and increased in the second cycle into six categories of the students activity are in the tolerance interval. Researcher recommend used guided discovery learning model to improve of mathematical reasoning ability and self-regulated learning of senior high school student.
iii KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan Karunia-Nya
saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Upaya Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMA Swasta Parulian 1 Medan Melalui Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing”. Tesis ini disusun untuk memperoleh gelar Magister Pendidirkan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Dalam penyusunan tesis ini
banyak hal penulis dapatkan diantaranya semangat, motivasi, bimbingan serta
bantuan berbagai pihak. Hanya doa yang patut penulis panjatkan kiranya kasih
setia Yesus Kristus Tuhan mencurahkan berkat yang melimpah atas kebaikan itu
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka yang telah berjasa,
yaitu kepada:
1. Teristimewa kepada Ayahanda tercinta Abadi Sarumaha dan Lawasadodo
Sarumaha serta Ibunda tersayang Barutilai Sarumaha dan Mutiara Sarumaha,
sebagai motivator terkuat dan terhebat dengan kasih sayang dan doanya
sehingga penulis tetap termotivasi serta kedua kakak tercinta Delikat
Sarumaha, S.Th, Evisiensi Sarumaha, S.Th, dan adik-adikku tersayang
Srigustam Sarumaha, dan Andrianus Sarumaha yang senantiasa memberikan
perhatian, kasih sayang, motivasi, do’a dan dukungan baik moril maupun
materil.
2. Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S selaku pembimbing I dan Bapak Dr.
Martua Manullang, M.Pd selaku pembimbing II yang telah banyak
3. Bapak Prof. Dr. Edy Syaputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, S.E, M.Si, yang
telah memberi kemudahan, arahan, dan nasihat yang berharga bagi penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd., Prof. Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd., dan
Dr. W. Rajagukguk, M.Pd., selaku Narasumber yang telah memberikan saran
dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih baik.
5. Bapak Prof. Dr. Abdul Muin Sibuea, M.Pd., selaku Direktur Program
Pascasarjana Unimed serta Asisten I, II dan III beserta staf Program
Pascasarjana Unimed.
6. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Unimed.
7. Bapak Tropinus Tambunan, S.Pd., M.M selaku Kepala Sekolah SMA Swasta
Parulian 1 Medan, Bapak Ronal Simaremare, S.Si dan Ibu R Siahaan, S.Pd
selaku staf pengajar di SMA Swasta Parulian 1 Medan serta siswa-siswi
khususnya kelas XI-MIA-1 SMA Swasta Parulian 1 Medan yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis melakukan penelitian.
8. Andinda Megawati Telaumbanua, S.Pd yang senantiasa memberikan cinta,
motivasi, dan inspirasi kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan
dengan baik
9. Sahabat seperjuangan dan teman-teman angkatan XXII kelas A-2 reguler
yang telah memberi semangat dan bantuan kepada penulis untuk
v
10. Rekan-rekan mahasiswa Program Pascasarjana Unimed program studi
Pendidikan Matematika yang memberikan saran-saran kepada penulis guna
melengkapi tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu penulis
mengharapkan saran kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, dan mahasiswa di lingkungan Program Studi Pendidikan Matematika
Pascasarjana UNIMED.
Medan, September 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
2.1.1 Kemampuan Penalaran Matematis ... 18
2.1.2 Penalaran Induktif dan deduktif ... 21
2.1.3 Indikator Penalaran matematis ... 27
2.1.4 Kemandirian Belajar Matematika... ... 30
2.1.5 Aspek-aspek Kemandirian dan Ketrampilan Belajar ... 33
2.1.6 Aktivitas Siswa... 35
2.1.7 Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 37
2.1.8 Penelitian yang Relefan... 45
2.2 Kerangka Konseptual ... 46
2.3 Hipotesis Tindakan... 49
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 50
3.2 Subjek dan Objek Penelitian ... 50
3.3 Mekanisme dan Rancangan Penelitian... 50
3.4 Defenisi Operasional ... 58
3.5 Instrumen dan Tekhnik Pengumpulan Data ... 59
3.6 Teknik Analisis Data ... 70
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas ... 79
4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I... 79
4.1.1.1 Perencanaan ... 80
4.1.1.2 Tindakan ... 81
4.1.1.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 82
4.1.1.4 Hasil Observasi Pengelolaan Pembelajaran ... 85
4.1.1.5 Hasil Tes Penalaran matematis ... 87
4.1.1.6 Hasil Skala Kemandirian belajar Siswa ... 97
4.1.1.7 Hasil Skala Respon Siswa Terhadap Proses Pembelajaran ... 99
4.1.1.8 Hasil Wawancara ... 101
4.1.1.9 Hasil Catatan Lapangan ... 105
4.1.1.10 Refleksi Siklus I ... 106
4.1.2 Deskripsi Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus II ... 113
4.1.2.1 Perencanaan ... 114
4.1.2.2 Tindakan ... 116
4.1.2.3 Hasil Observasi Aktivitas Siswa ... 117
4.1.2.4 Hasil Observasi Pengelolaan Pembelajaran ... 119
4.1.2.5 Hasil Tes Penalaran matematis ... 121
4.1.2.6 Hasil Skala Kemandirian belajar Siswa ... 133
4.1.2.7 Hasil Skala Respon Siswa Terhadap Proses Pembelajaran ... 135
4.1.2.8 Hasil Wawancara ... 137
4.1.2.9 Hasil Catatan Lapangan ... 140
4.1.2.10 Refleksi Siklus II ... 140
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 146
4.2.1 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa .... 146
4.2.2 Peningkatan Kemandirian Belajar Siswa ... 150
4.2.3 Aktivitas Siswa ... 152
4.2.4 Respon Siswa ... 154
4.2.5 Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian ... 154
4.3 Temuan Penelitian ... 156
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 158
5.2 Saran ... 160
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 2.1 Fase-Fase di dalam menerapkan pelajaran dengan model
temuan terbimbing ... 41
3.1 Indikator Tes Penalaran Matematis ... 61
3.2 Daftar Nama Validator ... 62
3.3 Hasil Validasi Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siklus I ... 62
3.4 Hasil Validasi Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siklus II ... 63
3.5 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siklus I ... 66
3.6 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siklus II ... 66
3.7 Aspek Kategori Siswa dalam Pembelajaran ... 72
3.8 Klasifikasi N-Gain ... 73
3.9 Skor Alternatif Jawaban Angket Kemandirian Belajar Siswa ... 75
3.10 Skor Alternatif Jawaban Angket Resopn Siswa ... 76
4.1 Kadar Aktivitas Siswa Siklus I ... 82
4.2 Kadar Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus I ... 85
4.3 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 1 Siklus I ... 87
4.4 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 2 Siklus I ... 88
4.5 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 3 Siklus I ... 90
4.6 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 4 Siklus I ... 91
4.7 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 5 Siklus I ... 93
4.8 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 6 Siklus I ... 94
4.9 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Siklus I ... 95
4.10 Hasil Skala Kemandirian Belajar Siswa Siklus I ... 97
4.11 Persentase Respon Siswa Siklus I ... 99
4.12 Catatan Lapangan Siklus I ... 105
4.13 Hasil Refleksi Siklus I ... 113
4.14 Revisi Siklus II ... 114
4.15 Kadar Aktivitas Siswa Siklus II ... 117
4.16 Kadar Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus II ... 120
4.17 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 1 Siklus II ... 122
4.18 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 2 Siklus II ... 123
4.19 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 3 Siklus II ... 125
4.20 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 4 Siklus II ... 126
4.21 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 5 Siklus II ... 128
4.22 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Indikator 6 Siklus II ... 129
4.23 Hasil Tes Penalaran Matematis Siswa Siklus II ... 131
4.24 Klasifikasi N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 132
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Jawaban Siswa ... 6
3.1 Komponen Pokok Penelitian Tindakan kelas ... 51
3.2 Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 52
4.1 Persentase Aktivitas Siswa Siklus I ... 84
4.2 Rata-Rata Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Pada Siklus I ... 86
4.3 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 1 Pada Siklus I ... 88
4.4 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 2 Pada Siklus I ... 89
4.5 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 3 Pada Siklus I ... 91
4.6 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 4 Pada Siklus I ... 92
4.7 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 5 Pada Siklus I ... 94
4.8 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 6 Pada Siklus I ... 95
4.9 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Pada Siklus I ... 96
4.10 Persentase Kemandirian Belajar Siswa Pada Siklus I ... 98
4.11 Persentase Respon Siswa Terhadap Proses Pembelajaran Pada Siklus I ... 100
4.12 Persentase Aktivitas Siswa Siklus II ... 119
4.13 Rata-Rata Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Pada Siklus II ... 121
4.14 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 1 Pada Siklus II ... 123
4.15 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 2 Pada Siklus II ... 124
4.16 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 3 Pada Siklus II ... 126
4.17 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 4 Pada Siklus II ... 127
4.18 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 5 Pada Siklus II ... 129
4.19 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Indikator 6 Pada Siklus II ... 130
4.20 Persentase Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Pada Siklus II ... 132
4.21 Persentase N-gain Kemampuan Penalaran Matematis Siklus I ke Siklus II ... 133
xi
4.23 Persentase Respon Siswa Terhadap Proses Pembelajaran
1
BAB I PENDAULUAN 1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan,
wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna
mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Dengan pendidikan manusia
berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan
yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal
tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 3 yang menyebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”. Dengan demikian fungsi dan tujuan pendidikan tersebut akan tercapai jika
proses pelaksanaan pendidikan disetiap satuan pendidikan dilakukan dengan
sebaik-baiknya.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) telah disusun sedemikan
rupa agar fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat terwujud. Matematika
suatu mata pelajaran yang termuat di dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Matematika merupakan syarat kelulusan disetiap satuan pendidikan.
Matematika adalah mata pelajaran yang tidak lepas dari kehidupan kita
2
dua arah pengembangan yaitu memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang
akan datang. Visi pertama untuk kebutuhan masa kini, pembelajaran matematika
mengarah pada pemahaman konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah matematik dan ilmu pengetahuan lainnya. Visi kedua untuk kebutuhan
masa yang akan datang atau mengarah ke masa depan, mempunyai arti lebih luas
yaitu pembelajaran matematika memberikan kemampuan nalar yang logis,
sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka yang sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa depan yang
selalu berubah.
Disadari bahwa matematika sangat penting peranannya dalam rutinitas
kehidupan manusia terlebih dalam meningkatkan taraf kehidupannya sehingga
dalam Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 37 mengatakan mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata
pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. National
Council of Teacher Mathematics (NCTM : 2000) menyatakan bahwa mereka yang
memahami dan dapat mengerjakan matematika akan memiliki kesempatan dan
pilihan yang lebih banyak dalam menentukan masa depannya, kemampuan
matematika akan membuka pintu masa depan yang produktif. Berdasarkan
pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika sangat berpengaruh
dalam meningkatkan produktifitas bagi yang memahami dan dapat mengerjakan
matematika.
Seseorang yang telah belajar matematika diharapkan mampu menyelesaikan
masalah kehidupan dengan matematika, mampu berpikir secara logis, mampu
3
kegunaan matematika dalam kehidupan. Hal ini tertuang dalam Permen No 22
Tahun 2006 bahwa pembelajaran matematika memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mempelajari matematika memang tidak segampang membalikkan telapak
tangan. Diperlukan kesiapan psikologi untuk memahami simbol dan pola bilangan
yang digunakan pada matematika. Siswa harus mendapat kebebasan menemukan
sendiri hubungan antar konsep matematika sedangkan guru sebagai mediasi dan
fasilitator selama proses pembelajaran berlangsung. Ebbutt dan Straker dalam
Marsigit (2000: 9) menegaskan pembelajaran matematika merupakan penelusuran
pola dan hubungan untuk itu pembelajaran matematika hendaknya siswa:
1) memperoleh kesempatan untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan matematika, 2) memperoleh kesempatan untuk melakukan percobaan matematika dengan berbagai cara, 3) memperoleh kesempatan untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan dalam matematika, 4) memperoleh kesempatan untuk menarik kesimpulan umum (membuktikan rumus), 5) memahami dan menemukan hubungan antara pengertian matematika yang satu dengan yang lainnya.
Namun demikian besarnya tuntutan untuk menguasai dan memahami
4
sekolah. Pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional telah banyak
melakukan upaya dalam meningkatkan kualitas pendidikan salah satunya
pendidikan matematika, baik peningkatan kualitas guru matematika melalui
penataran-penataran, maupun peningkatan prestasi belajar siswa melalui
peningkatan standar minimal Ujian Nasional untuk kelulusan pada mata pelajaran
matematika. Namun demikian prestasi belajar siswa pada bidang matematika
masih rendah. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) tahun 2011
melaporkan hasil survey Trends In Internasional Mathematics And Science Study
(TIMSS) pada tahun 2003 menunjukkan prestasi belajar siswa SMP Indonesia
berada pada peringkat 35 dari 46 negara. Rerata skor yang diperoleh siswa adalah
411. Namun Indonesia masih berada dibawah rata-rata untuk wilayah ASEAN.
Prestasi TIMSS 2007 berada pada peringkat 36 dari 49 negara dengan skor 397,
sangat memprihatinkan karena skor siswa turun dan jauh lebih rendah
dibandingkan rerata skor internasional yaitu 500. Hasil lebih buruk lagi
ditunjukkan oleh TIMSS 2011 yakni peringkat 39 dari 43 negara. Selain TIMSS
pada Program For Internasional Students Of Assesment (PISA) juga
menunjukkan bahwa prestasi belajar anak-anak Indonesia yang berusia sekitar 15
tahun masih rendah. Riset terakhir yang dilakukan oleh PISA yaitu tahun 2012
dengan menyertakan 510.000 orang siswa dari 65 negara, termasuk Indonesia.
Rata-rata nilai siswa-siswi indonesia menempati urutan kedua paling bawah dari
total 65 negara peserta.
Kurang menggembirakanya hasil belajar matematika anak-anak Indonesia
itu menjadi masalah besar dalam tatanan pendidikan Indonesia di era globalisasi
5
berdaya saing tinggi, serta memiliki kompetensi di berbagai bidang kehidupan.
Dengan demikian matematika memegang peranan penting dalam mempersiapkan
dan mengembangkan sumber daya manusia Indonesia seperti yang diamanatkan
dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, tanggal 23
Mei 2006 tentang Standar Isi telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika
perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kreatif, serta kemampuan bekerja sama.
Hal yang sama juga tercermin pada studi pendahuluan yang dilakukan
penulis di SMA Swasta Parulian 1 Medan. Dimana hasil ujian tengah semester
sebelum remedial salah satu kelas XI-MIA terdapat 25% siswa tuntas dan 75%
siswa tidak tuntas pada pelajaran matematika. Selain itu, rendahnya
kemampuan penalaran matematis siswa XI-MIA-1 SMA Swasta Parulian
1 Medan dapat dilihat dari proses jawaban siswa dalam menyelesaikan
masalah berikut ini.
Tiga kelompok data yang sejenis mempunyai ukuran dan rataan yang
berbeda-beda sebagai berikut:
• Kelompok pertama mempunyai ukuran dengan rataan
• Kelompok kedua mempunyai ukuran dengan rataan
• Kelompok ketiga mempunyai ukuran dengan rataan
Dengan , , adalah bilangan ganjil berurutan.
a. Buktikan bahwa rataan ketiga data itu adalah = + ( ).
b. Jika dalam permasalahan lain ditemukan , , adalah sama
6
Gambar 1.1
Salah Satu Jawaban Siswa
Dari proses jawaban yang ditulis siswa pada gambar di atas dapat dilihat
bahwa siswa tidak dapat menentukan apakah soal tersebut merupakan penentuan
rata-rata gabungan dari tiga rata-rata yang diketahui. Siswa tidak memahami
permasalahan tersebut. Siswa tidak dapat menentukan pola yang terdapat pada
permasalahan di atas. Siswa juga masih kurang menggeneralisasikan konsep
dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa tidak dapat menalarkan antara konsep
matematika dengan permasalahan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari
28 orang siswa terdapat 3 orang siswa tidak menjawab soal 25 orang menjawab
soal tetapi salah. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematika
siswa masih rendah.
Kenyataan yang diperoleh dari masalah di atas sangatlah
memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan guru dalam
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran tidak mengundang
dan menumbuhkan penalaran matematis siswa dalam menyelesaikan
permasalahan. Proses pembelajaran seharusnya mengarah pada
7
sistematis. Perkins (Eggen, 2012; 110) menegaskan bahwa pembelajaran
adalah dampak dari berpikir. Retensi, pemahaman, dan penggunaan aktif
pengetahuan bisa tercipta hanya dengan pengalaman pembelajaran dimana
murid berpikir tentang, dan berpikir dengan, apa yang mereka pelajari.
Kemampuan guru menciptakan nuansa pembelajaran siswa untuk berpikir
akan mampu menunjang kemampuan penalaran siswa menyelesaikan
permasalahan dalam dirinya maupun di luar dirinya.
Lemahnya kemampuan penalaran matematis siswa berdampak pada hasil
belajar matematika karena penalaran matematis sebagai kompetensi dasar
matematika di samping pemahaman, komunikasi, dan pemecahan masalah.
Seperti yang dikemukakan dalam laporan penelitian Priatna (Riyanto, 2011)
menemukan kualitas kemampuan penalaran dan pemahaman matematika
siswa belum memuaskan, yaitu masing-masing sekitar 49 % dan 50 % dari skor
ideal. Dengan demikian, untuk memperoleh hasil belajar matematika siswa harus
memiliki kemampuan untuk mengkonstruk pengetahuan matematika dengan cara
membuat analogi dan generalisasi, memberikan penjelasan dengan menggunakan
model, mengunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika,
menyusun pembuktian langsung dan tidak langsung, memberikan contoh
penyangkalan dan mengikuti aturan inferensi (Sumarmo dalam Bani, 2011: 15).
Kehidupan sosial kita sebagai manusia tidak terlepas dari masalah,
pemecahan masalah tesebut merupakan inti dari pembelajaran matematika.
Setiap masalah yang dihadapi akan terselesaikan jika seseorang memiliki
penalaran yang baik. Hendriana (2013; 13) mengatakan siswa tidak
8
mengembangkan penalaran maupun kretivitasnya, siswa tidak memahami
inti dari sebuah permasalahan sehingga siswa tidak dapat merencanakan
strategi penyelesaian yang tepat hal ini disebabkan oleh penalaran
matematis siswa dalam memahami dan merencanakan penyelesaikan
masalah tersebut masih kurang. Strategi yang tepat dalam penyelesaian
suatu masalah sebaiknya siswa mengajukan dugaan, melakukan
manipulasi secara matematis, menyusun bukti, menemukan pola dan
melakukan generalisasi serta menarik kesimpulan sehingga masalah
tersebut dapat dengan mudah diselesaikan. Strategi ini hanya diperoleh
jika siswa mempunyai penalaran matematis yang baik.
Penalaran (reasoning) sering dinamakan dengan proses berpikir.
Tanpa daya nalar yang baik, sulit dipastikan siswa dapat mengikuti
pembelajaran dengan lancar dan mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini
dikarenakan proses berpikir itu sangat erat kaitannya dengan kemampuan
mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan, dan menggunakan
pengetahuan yang telah ada dan dimiliki oleh peserta didik. Ball, Lewis &
Thamel dalam Riyanto (2011; 113) mengatakan bahwa “mathematical
reasoning is the foundation for the construction of mathematical
knowledge” yang artinya penalaran merupakan fondasi untuk
mendapatkan atau mengkonstruk pengetahuan matematika. Selanjutnya
Jhonson dan Rising dalam Riyanto (2011; 113) mengatakan bahwa
mathematical is a cretion of the human mind, concened primarily with idea
processes and reasoning, yang artinya matematika merupakan kreasi
9
dan penalaran. Berdasarkan etimologi, “matematika berarti ilmu pengetahuan
yang diperoleh dari bernalar” (Depdiknas, 2003:8). Shadiq (2004:2) menyatakan
bahwa penalaran adalah suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik
suatu kesimpulan atau proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan
baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah
dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Dari uraian di atas, penalaran dalam
penelitian ini adalah melatih siswa dalam berpikir untuk menemukan atau
mengkontruk pernyataan baru dengan diketahui pernyataan-pernyataan
mendasar yang nilai kebenarannya telah disepakati.
Seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan penalaran yang baik jika
indikator kemampuan penalaran mampu dikuasainya. Indikator kemampuan
penalaran yang dijelaskan dalam teknis Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas
nomor 506/C/Kep/PP/2004, diuraikan bahwa indikator siswa memiliki
kemampuan penalaran adalah mampu: (1) Mengajukan dugaan; (2) Melakukan
manipulasi matematika; (3) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan
alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi; (4) Menarik kesimpulan dari
pernyataan; (5) Memeriksa kesahihan suatu argument; (6) Menemukan pola atau
sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Kemampuan mengajukan
dugaan merupakan kemampuan siswa dalam merumuskan berbagai kemungkinan
pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Kemampuan manipulasi
matematika merupakan kemampuan siswa dalam mengerjakan atau
menyelesaikan suatu permasalahan dengan menggunakan cara sehingga tercapai
tujuan yang dikehendaki. Siswa mampu menarik kesimpulan, menyusun bukti,
10
menunjukkan lewat penyelidikan. Kemampuan menarik kesimpulan dari
pernyataan merupakan proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya
sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran. Kemampuan memeriksa
kesahihan suatu argumen merupakan kemampuan yang menghendaki siswa agar
mampu menyelidiki tentang kebenaran dari suatu pernyataan yang ada.
Kemampuan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi merupakan kemampuan siswa dalam menemukan pola atau cara dari
suatu pernyataan yang ada sehingga dapat mengembangkannya ke dalam kalimat
matematika.
Selain kemampuan penalaran matematis, siswa juga perlu memiliki
kepribadian yang baik. Beranjak dari defenisi belajar dan pembelajaran, Hosnan
(2014:3) mengatakan belajar adalah (1) berusaha memperoleh kepandaian atau
ilmu, (2) berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman,
(3) perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman, dan
pembelajaran sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh
pengalaman. Dari pengertian tersebut belajar maupun pembelajaran mengarah
pada tujuan yang sama yaitu mengarahkan dan membentuk pebelajar menuju pada
kepribadian yang baik. United Nation Educational, Scientific, and Cultural
Organization (UNESCO) dalam Rusman (2013: 131) mengemukakan: “empat
pilar pendidikan yaitu (1) learning to know atau belajar untuk mengetahui, (2)
learning to do atau belajar untuk berkarya, (3) learning to be atau belajar menjadi
diri sendiri dan (4) learning to live together atau belajar untuk hidup bersama.
Dari pilar pendidikan di atas learning to be atau belajar menjadi diri sendiri
11
jawab dan kepribadian yang baik berefek posif pada pilar ke empat learning to
live together atau belajar untuk hidup bersama seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, tanggal 23 Mei
2006 tentang Standar Isi.
Salah satu kepribadian yang mesti dimiliki oleh siswa sebagai wujud
belajar membentuk jati diri adalah kemandirian. Selama ini proses pembelajaran
satu arah yang terjadi di dalam kelas membuat siswa tidak mandiri dalam belajar.
Sumarmo (2004) mengatakan bahwa kemandirian belajar merupakan proses
perancangan dan pemantauan diri yang seksama terhadap proses kognitif dan
afektif dalam menyelesaikan suatu tugas akademik. Kemandirian itu memerlukan
kesiapan mental dan psikologi seseorang dalam merancang dan memantau diri
secara seksama malalui proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan
permasalahan. Untuk itu diperlukan kemampuan mendidik kemandirian siswa
sejak dini, karena kemandirian mendukung siswa dalam belajar memahami
perilaku beserta resiko yang harus dipertanggung jawabkan oleh siswa, sehingga
dikemudian hari siswa tersebut mampu merancang dan memantau sendiri
kemampuan dan kepribadiannya dalam menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi.
Tahar dalam Lestari (2014; 365) mengatakan bahwa kemandirian
merupakan sikap yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu atas
dorongan sendiri, kemampuan mengatur diri sendiri untuk menyelesaikan masalah
dan dapat bertanggungjawab terhadap keputusan yang akan diambil. Dengan
12
dapat memiliki kemandirian dalam belajar siswa harus mempunyai pengetahuan
tentang dirinya, tentang subjek yang akan dipelajari, tentang tugas, tentang
strategi belajar dan tentang aplikasi dari subjek yang dipelajari Qohar dalam
Lestari (2014; 365). Ini berarti kemandirian belajar harus dimiliki oleh siswa agar
dia mampu mengaktualkan dirinya dan mendorong semua kemampuan yang
dimilikinya.
Havighurst (Maulana, 2013: 3) menegaskan kemandirian terdiri dari
empat aspek, yaitu : (a) Aspek intelektual, aspek ini mencakup pada kemampuan
berfikir, menalar, memahami beragam kondisi, situasi dan gejala-gejala masalah
sebagai dasar usaha mengatasi masalah. (b) Aspek sosial, berkenaan dengan
kemampuan untuk berani secara aktif membina relasi sosial, namun tidak
tergantung pada kehadiran orang lain disekitarnya. (c) Aspek emosi, mencakup
kemampuan individu untuk mengelola serta mengendalikan emosi dan reaksinya
dengan tidak bergantung secara emosi pada orang tua. (d) Aspek ekonomi,
mencakup kemandirian dalam hal mengatur ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan
ekonomi tidak lagi bergantung pada orang tua. Sementara Schunk (dalam
Sumarmo, 2014:10) menegaskan bahwa pelajar mandiri (self-regulated learning)
adalah pelajar yang dapat melakukan hal penting dan memiliki karakteristik,
antara lain: (1) Mendiagnosis secara tepat suatu situasi pembelajaran tertantu; (2)
Memiliki pengetahuan strategi-strategi belajar efektif, bagaimana serta kapan
menggunakannya; (3) dapat memotivasi diri sendiri tidak hanya karena nilai atau
motivator eksternal; (4) mampu tetap tekun dalam tugas sehingga tugas tersebut
terselesaikan; dan (5) Belajar secara efektif dan memiliki motovasi abadi untuk
13
karena keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya terletak pada guru tetapi
juga pada siswa. Scott G dan Alison H. P., (2001 : 98-99) dalam penelitiannya
classroom applications of research on self-regulated learning, menyatakan bahwa
kemandirian belajar dalam kelas dapat ditingkatkan dengan tiga cara yaitu: 1)
menggugah pengalaman belajar secara berulang-ulang di kelas, 2) melalui
instruksi-instruksi guru dan 3) melalui praktek. Hal senada juga diungkapkan
Pintrich, Paul R (1999) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kemandirian
belajar sangat dipengaruhi oleh motivasi belajar siswa.
Untuk meningkatkan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa
di sekolah diperlukan model pembelajaran yang menunjang kedua hal tersebut.
Sejalan dengan itu proses pembelajaran sepenuhnya terletak pada guru sebagai
perencana, pengelola dan pelaksana pembelajaran di sekolah. Guru adalah tenaga
kependidikan yang langsung menjalankan kegiatan kependidikan tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terlaksananya tujuan pendidikan nasional
dalam sekolah terletak di tangan guru. Namun pada kenyataanya guru sering
membelajarkan bahan pelajaran dalam bentuk pembelajaran konvensional
sehingga kemampuan penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa tidak
meningkat. Dimyanti (2006:9) menyatakan bahwa, “Guru yang kompeten akan
lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu
mengembangkan profesinya melalui penggunaan multi model, metode, strategi,
kiat, cara dan teknik dalam membelajarkan bahan pelajaran, sehingga siswa
memperoleh hasil yang gemilang, baik dalam bentuk ranah kognitif, afektif dan
14
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa adalah model pembelajaran
penemuan terbimbing. Eggen (2012: 177) temuan terbimbing adalah satu
pendekatan mengajar di mana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik
dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut. Selain itu, menurut
Kuhlthau (2007: 3) dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan
masalah secara mandiri dan keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka
harus menganalisis dan memanipulasi informasi. Dari defenisi tersebut siswa
diharapkan untuk aktif dalam pembelajaran untuk menemukan konsep diri dalam
memahami suatu topik yang nantinya digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan, dengan demikian proses pembelajaran tidak lagi teacher-centered
tetapi student-centered.
Pembelajaran penemuan terbimbing adalah suatu pembelajaran tempat
guru berperan menyatakan persoalan, kemudian membimbing siswa untuk
menemukan penyelesaian persoalan itu dengan perintah-perintah atau lembar
kerja siswa dan siswa mengikuti petunjuk dan menemukan sendiri
penyelesaiannya Krismanto (dalam Arsefa, 2014:270). Model penemuan
terbimbing menekankan bahwa guru memberikan contoh topik spesifik dan
mengarahkan siswa untuk memahami topik tersebut dengan jelas. Model
penemuan terbimbing memiliki empat fase penerapan yaitu: pendahuluan,
terbuka, konvegen, penutup dan penerapan.
Pada fase pendahuluan, guru berusaha menarik perhatian dan memotifasi
siswa. Pada fase ini peran guru benar-benar diperlukan dalam hal menarik
15
melakukannya dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
mengundang penuh perhatian siswa dan guru juga dapat meyakinkan bahwa
mereka dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik. fase terbuka, guru
memberikan contoh sederhana agar siswa dapat memahami contoh dan bukan
contoh serta meminta mereka untuk memahami pola dari masalah tersebut serta
menggambarkannya atau membandingkannya sendiri secara langsung. Fase
konvergen, guru memberikan pertanyaan yang spesifik agar siswa memahami
konsep dan menggeneralisasikannya. Pada fase terbuka dan konvergen lebih
dituntut untuk mandiri untuk melakukan invertigasi dan berargumen, sehingga
pada kedua fase ini sepenuhnya student-centered yang diharapkan lebih dominan.
Fase penutup dan penerapan, guru membimbing siswa memahami konsep yang
telah mereka temukan dan mencoba menerapkannya pada konteks yang baru. Dari
deskripsi latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengadakan kajian ilmiah
yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Dan
Kemandirian Belajar Siswa SMA Swasta Parulian 1 Medan Melalui Model
Pembelajaran Penemuan Terbimbing”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Kemapuan penalaran matematis siswa SMA Swasta Parulian 1 Medan
masih rendah.
2. Proses pembelajaran yang berlangsung di SMA Swasta Parulian 1
16
3. Kemandirian belajar siswa dalam proses pembelajaran khususnya pada
pelajaran matematika masih kurang.
4. Model pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan
matapelajaran kepada siswa cenderung ke pembelajaran konvensional.
5. Kondisi pembelajaran kurang menyenangkan dan menantang.
6. Siswa kurang kreatif pada setiap proses pembelajaran.
7. Guru tidak menggunakan media dalam proses pembelajaran.
1.3 Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, penulis merasa masalah-maslah tersebut
sangat luas dan kompleks, maka penulis membatasi masalah agar penelitian ini
lebih fokus. Fokus penelitian ini adalah pada poin (1) dan (3) yaitu
mengupayakan peningkatan kemampuan penalaran matematis dan kemandirian
belajar siswa SMA Swasta Parulian 1 Medan dengan menggunakan model
pembelajaran penemuan terbimbing.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah yang penulis ingin kaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa
SMA Swasta Parulian 1 Medan melalui penerapan model
pembelajaran penemuan terbimbing?
2. Bagaimana peningkatan kemandirian belajar siswa SMA Swasta
Parulian 1 Medan melalui penerapan model pembelajaran
17
3. Bagaimana aktifitas siswa SMA Swasta Parulian 1 Medan melalui
penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi
tentang keefektifan pembelajaran matematika melalui model pembelajaran
penemuan terbimbing. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah:
1. Untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa
melalui penerapan model penemuan terbimbing.
2. Untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa melalui penerapan
model penemuan terbimbing.
3. Untuk meningkatkan aktifitas siswa melalui penerapan model
penemuan terbimbing.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi tentang alternatif
model pembelajaran matematika bagi usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran.
Bagi siswa, diharapkan peranan model pembelajaran penemuan terbimbing dapat
mengembangkan kreatifitas siswa, aktif membangun pengetahuannya dan mampu
mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa dalam menghadapi
permasalahan sehari-hari, serta memperoleh pengalaman baru dan pembelajaran
menjadi lebih bermakna di bawah bimbingan guru sebagai fasilitator yang
158
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan temuan dan hasil analisis data serta pembahasan penelitan,
dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil tes penalaran matematis siswa siklus I kemampuan
memeriksa kesahihan suatu argumen, menarik kesimpulan dengan
memberdayakan pengetahuannya, melakukan manipulasi matematika,
menyusun bukti, memberikan alasan terhadap kebenaran solusi melalui
penyelidikan, menemukan pola dalam membuat generalisasi sangat
rendah, sehingga siklus I terdapat 3,57% siswa secara klasikal
dikategorikan tinggi dengan rata-rata nilai 32,80. Pada siklus II diadakan
upaya meningkatkan kemampuan penalaran matematis melalui model
pembelajaran penemuan terbimbing sehingga terdapat 82,14% siswa
secara klasikal dikategorikan tinggi dengan rata-rata nilai 66,15 yang
mampu mengajukan dugaan, memeriksa kesahihan suatu argumen,
menarik kesimpulan dengan memberdayakan pengetahuannya, melakukan
manipulasi matematika, menyusun bukti, memberikan alasan terhadap
kebenaran solusi melalui penyelidikan, menemukan pola atau sifat
matematis dalam membuat generalisasi. Maka disimpulkan melalui
penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing kemampuan
penalaran matematis siswa meningkat
.
2. Berdasarkan hasil skala kemadirian belajar siswa siklus I, siswa tidak
dapat memanfaatkan waktu seefisien mungkin untuk menyelesaikan
159
permasalahan matematika, tidak berinisiatif untuk menyelesaikan masalah
sehingga terdapat 92,86% siswa memiliki kemandirian belajar yang baik.
Pada siklus II upaya membimbing dan memotivasi siswa melakukan
kegiatan mengajukan dugaan, mencari solusi pemecahan masalah secara
pribadi maupun kelompok, melakukan penyelidikan sendiri, mencari cara
penyelesaian masalah dari sumber lain, menganalisis dan memanipulasi
informasi, menyelesaikan masalah atas inisiatifnya sendiri, bersikap jujur
dan objektif serta siswa berani mengajukan pendapat dan bertanya kepada
teman sejawat juga kepada guru melalui model pembelajaran penemuan
terbimbing guru, sehingga terdapat 100% siswa memiliki kemandirian
belajar yang baik. Maka disimpulkan melalui penerapan model
pembelajaran penemuan terbimbing kemandirian belajar siswa meningkat.
3. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I terdapat 3 (tiga)
kategori dari 6 (enam) kategori pengamatan aktivitas aktif siswa berada
pada interval toleransi yang telah ditentukan. Sedangkan hasil observasi
yang dilakukan oleh kedua observer pada siklus II terdapat 6 (enam)
kategori dari 6 (enam) kategori pengamatan aktivitas aktif siswa berada
pada interval toleransi yang telah ditentukan. Sehingga disimpulkan
penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing meningkatkan
160
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas maka peneliti
mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Temuan dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di
kelas dominan konvensional. Hal ini menyebabkan kurangnya kemampuan
penalaran matematis dan kemandirian belajar siswa. Peneliti menyarankan
agar model pembelajaran penemuan terbimbing dijadikan sebagai solusi
untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan kemandirian
belajar siswa.
2. Disarankan kepada guru untuk menciptakan nuansa pembelajaran yang
mampu memberikan respon positif siswa terhadap pembelajaran
matematika.
3. Disarankan kepada guru mata pelajaran matematika hendaknya
memberikan permasalahan atau soal-soal yang meningkatkan kreativitas
siswa dan kemampuan matematis siswa.
4. Bagi guru yang berminat menerapkan model pembelajaran penemuan
terbimbing pada mata pelajaran lain disarankan agar menyesuaikannya
dengan komponen-komponen dan karakteristik model pembelajaran
penemuan terbimbing.
5.
Bagi peneliti lanjutan disarankan agar alokasi waktu palaksanaanpenelitian dilakukan setidaknya satu semester sehingga hasil yang
161
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
---. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
---. 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Arsefa, D. 2014. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Dalam Pembelajaran Penemuan Terbimbing. Prosiding Seminar nasionalPendidikan Matematika Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi bandung, Volume 1, Tahun 2014. ISSN 2355-0473
Bani, A. 2011. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing, Sps Upi, Bandung. Jurnal Edisi Khusus No. 1, Agustus 2011, ISSN 1412-565X
Dahar, R. W., 1989. Teori-Teori Belajar. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta
Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi Pada Sekolah Pasca Sarjana UPI. Tidak Dipublikasikan
Dimyati dan Mudjiono, 2006, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta
Eggen, P. Don Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran Mengajar Konten dan Keterampilan Berpikir, Edisi 6. Jakarta: PT Indeks
Fauzi, A. 2011. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Disertasi UPI bandung. Tidak Dipublikasikan
Hendriana, H. 2013. Membangun Kepercayaan Diri Siswa Melalui Pembelajaran Matematis Humanis. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Volume 1, Tahun 2013, ISSN 977-2338831
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dam Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, Bogor: Ghalia Indonedia
Lestari, D. 2014. Peranan Pendekatan Kontekstual dalam Meningkatkan Komuniasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Progam Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung, Volume 1, Taahun 2014, ISSN 2355-0473
162
Kunandar. 2013. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Rajawali Pers
Kusumah, W. 2012. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks
Marsigit. 2000. Revitalization of Mathematics Education. Journal of Media Pendidikan Surabaya,Tahun 2000
Matthew, B, dkk. 2013. A Study on The Effects of Guided Inquiry Teaching Method on Students Achievement in Logic, International Researcer Volume No. 2 Issue No.1 March
NCTM. 2000. Principles and Standards for school Mathematics. Reston, VA: NCTM
Nurcholis, 2013. Implementasi Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Penarikan Kesimpulan Logika Matematika. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako, Volume 01 Nomor 01 September 2013
Riyanto, B., Siroj, R. A. 2011. Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Prestasi Matematika dengan Pendekatan Konstruktivisme pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 5. No. 2 Juli 2011 (hal 111-127)
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers
Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses endidikan. Jakarta: Prenada Media Group
Sardiman, A. M. 2007. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Shadiq, F. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika, Diajukan pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMP Jenjang Dasar, Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika, Yogyakarta
Sinaga, B. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak (PBMB3). Disertasi. Tidak dipublikasikan. Surabaya: PPs. Unesa
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
163
--- 1997. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sugandi, A.I. 2013. Pendekatan Kontektual Sebagai Pendekatan Dalam Pembelajaran Matematik Yang Humanis Dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional
Matematika dan Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY pada
tanggal 9 November 2013,ISBN : 978–979–16353–9–4
Sumarmo, U. 2004. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa Dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Makalah disajikan pada seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidkan Matematika FMIPA Universitas Yogyakarta tanggal 8 Juli 2004: tidak diterbitkan
Susanto, A. 2014. Memahami Perilaku Kemandirian Anak Usia Dini. Http://Fipumj.Ac.Id/Memahami-Perilaku-Kemandirian-Anak-Usia-Dini, diakses 21 Agustus 2015)
Tandilling, E. 2012. Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Kemampuan Komunikasi Matematik, Pemahaman Matematika, dan Self- Regulated Learning Siswa Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Atas. Jurnal Penelitian Pendidikan, volume 13 Nomor 1April 2012
Tim Pascasarjana UNIMED. 2013. Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis dan Disertasi.Medan: PPs Unimed