• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI FOOT ULCER DI INSTALASI Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Foot Ulcer di Instalasi Rawat Inap RSUP dr. Soeradji Tirto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI FOOT ULCER DI INSTALASI Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Komplikasi Foot Ulcer di Instalasi Rawat Inap RSUP dr. Soeradji Tirto"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIABETES

MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI

FOOT ULCER

DI INSTALASI

RAWAT INAP RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO TAHUN 2014

NASKAH PUBLIKASI

Oleh:

AULIA ARUM FITRIANI

K 100110115

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)
(3)

1 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN KOMPLIKASI FOOT ULCER DI INSTALASI RAWAT INAP

RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO TAHUN 2014

EVALUATION OF ANTIBIOTICS USE IN TYPE 2 DIABETES MELLITUS PATIENTS WITH FOOT ULCER COMPLICATIONS IN INSTALLATION OF

INPATIENT dr. SOERADJI TIRTONEGORO HOSPITAL 2014

Aulia Arum Fitriani*, Nurul Mutmainah

Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl.Ahmad Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102 *Email : auliaarum78@gmail.com

ABSTRAK

Diabetes merupakan suatu penyakit serius yang mempengaruhi semua organ vital dalam tubuh ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Kurang lebih 15% penderita DM akan mengalami komplikasi ulkus selama perjalanan penyakitnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014. Jenis penelitian ini bersifat observasional (non-eksperimental) yang dilakukan secara restropektif dan dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Data yang dianalisis meliputi tepat pasien, obat dan dosis yang disesuaikan dengan standar terapi. Kriteria inklusi sampel meliputi diagnosis utama penyakit diabetes tipe 2 dengan komplikasi foot ulcer dengan atau tanpa penyakit penyerta, dan menggunakan antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan antibiotik yang digunakan pada pasien foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014 yaitu ceftriaxone 76%, cefixime 8%, cefotaxime 4%, dan cefadroxil 4%. Antibiotik kombinasi

ceftriaxone-metronidazole 60%, ceftriaxone-clindamycin 12%, cefotaxime-metronidazole 4%, dan cefixime-metronidazole 2%. Hasil evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik yaitu 100% tepat pasien, 68% tepat obat dan 76% tepat dosis.

Kata kunci : foot ulcer, diabetes melitus tipe 2, antibiotik, RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro

ABSTRACT

Diabetes is a serious disease that affects all of vital organs in the body characterized by high blood sugar levels. Approximately 15% of people with diabetes will develop complications of ulcer during their lifetime of the disease. This study aimed to evaluate the use of antibiotics in type 2 diabetes mellitus patients with foot ulcer complications in dr. Soeradji Tirtonegoro hospital during 2014. This research is an observational (non-experimental) research that was conducted retrospectively and was analyzed descriptively. The analyzed data included appropriate of patient, drug and dose that was adjusted with standard therapy. The inclusion criteria of sample included the primary diagnosis of type 2 diabetes mellitus with foot ulcers complications, with or without comorbidities and used antibiotics. The results of this research showed that antibiotics use in patients with foot ulcers in dr. Soeradji Tirtonegoro hospital during 2014 were ceftriaxone 76%, cefixime 8%, cefotaxime 4%, and cefadroxil 4%. The combinations of antibiotics were ceftriaxone-metronidazole 60%, ceftriaxone-clindamycin 12%, cefotaxime-metronidazole 4%, and cefixime-metronidazole 2%. The appropiate uses of antibiotics according to this research were 100% for appropiate of patient, 68% for drug and 76% for dose.

(4)

2

PENDAHULUAN

Diabetes merupakan penyakit serius yang mempengaruhi semua organ vital dalam

tubuh dan ditandai tingginya kadar gula dalam darah (Singh, 2013). Diabetes melitus ini

akan menyebabkan terjadinya perubahan patofisiologi dalam tubuh seperti mata, ginjal dan

ekstremitas bawah (Decroli, 2008). Dalam waktu lama diabetes yang tidak terkontrol dapat

menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Neuropati diabetik paling sering dialami yaitu

neuropati perifer dan merupakan faktor risiko terjadinya foot ulcer (Perkeni, 2011). Penyebab umum pasien diabetes mendapat perawatan di rumah sakit adalah masalah pada

kaki diabetik seperti infeksi, ulserasi dan gangren (Mathangi, 2013).

Foot ulcer yaitu luka pada kaki penderita diabetes yang berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Kurang lebih 15% penderita

diabetes akan mengalami komplikasi ulcer selama perjalanan penyakitnya (Singh, 2013). Kekambuhan dapat terjadi saat seseorang mempunyai riwayat penyakit foot ulcer

sebelumnya, prevalensi kekambuhan dapat mencapai 70% dalam 5 tahun (Leese, 2009).

Pengobatan foot ulcer terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Uji kultur bakteri perlu dilakukan bila terjadi kegagalan terapi terhadap antibiotik empiris (Leese,

2009). Di Amerika Serikat 38% angka amputasi disebabkan diabetes. Adanya foot ulcer

dapat mengganggu aktivitas, oleh karena itu komplikasi ini merupakan salah satu beban

bagi pasien diabetes dan tenaga kesehatan meskipun penyakit ini dapat dicegah (Singh,

2013).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Hadiki melaporkan pemakaian antibiotik

untuk pasien rawat inap diabetes komplikasi foot ulcer (84%) dan hanya 21% dari peresepan tersebut dinilai tepat dalam hal pemilihan jenis antibiotik, 42% yang sebenarnya

tidak perlu diberikan dan 15% tidak tepat dalam pemberian antibiotik berdasarkan dosis

dan lama pemberian (Hadiki, 2014). Lama pemberian atau durasi antibiotik pada pasien

foot ulcer harus berdasarkan pada tingkat keparahan ulcer. Antibiotik dapat dihentikan apabila gejala infeksi sudah dapat teratasi (Lipsky dkk, 2012).

Berdasarkan hal di atas maka dilakukan penelitian tentang penggunaan antibiotik

pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro untuk mengevaluasi pemilihan obat sesuai dengan standar yang ada. Rumah

sakit ini dipilih sebagai tempat penelitian karena prevalensi pasien diabetes dengan

(5)

3

METODE PENELITIAN

A.Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional

(non-eksperimental) dengan rancangan penelitian secara deskriptif dan pengambilan data

dengan teknik purposive sampling.

B.Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian yang dilakukan diantaranya:

1. Evaluasi pemilihan obat yaitu penilaian pemilihan obat yang berdasarkan ketepatan

pasien, obat dan dosis pada foot ulcer.

2. Tepat pasien adalah pemilihan obat sesuai kondisi patologi dan fisiologi pasien dengan

melihat ada tidaknya kontraindikasi.

3. Tepat obat merupakan kesesuaian pemberian obat yang digunakan sesuai dengan

standar IDSA 2012 dilihat dari pemeriksaan leukosit dan gula darah.

4. Tepat dosis adalah pemilihan dosis yang diberikan sesuai dengan besaran dosis,

frekuensi dan durasi.

C.Alat dan Bahan 1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengumpulan data yang

berisi identitas pasien, nomor rekam medik dan obat yang diberikan pada pasien di RSUP

dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014.

2. Bahan

Bahan penelitian yang digunakan yaitu catatan rekam medik pasien yang berisi

identitas pasien (nama, jenis kelamin dan umur), nomor rekam medik, obat dan diagnosis

penyakit pasien diabetes di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014.

D.Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro.

E.Populasi dan Sampel

Populasi sampel dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 dengan

komplikasi foot ulcer di instalasi rawat inap RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014. Sampel pada penelitian yang terpilih memiliki kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Diagnosa utama penyakit diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi foot ulcer

(6)

4 3. Mempunyai data rekam medik dengan kelengkapan identitas pasien (nama, jenis

kelamin, umur, nomor register) jenis obat, dosis, frekuensi dan data laboratorium

(serum kreatinin, white blood cells dan gula darah) F.Teknik Pengambilan Sampel

Pengumpulan data secara retrospektif menggunakan teknik purposive sampling

yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu dengan melakukan

pengambilan data pasien rawat inap diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014.

G.Jalannya Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. Adapun langkah-langkah

penelitian sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini adalah pembuatan proposal dan mengurus surat izin atau pengantar

dari fakultas Farmasi kepada RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro untuk mendapat izin

melakukan penelitian.

2. Tahap Penelusuran Data

Proses penelusuran data dimulai dari observasi catatan rekam medik RSUP dr.

Soeradji Tirtonegoro. Kemudian dilakukan pengelompokkan pasien dilihat dari kriteria

inklusi, sehingga diketahui jumlah total kasus yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian

dengan pasien yang di diagnosis foot ulcer. Pengambilan rekam medik meliputi identitas pasien (nomor rekam medik, umur dan jenis kelamin), diagnosis utama, jenis antibiotik,

obat lain dan data laboratorium (serum kreatinin, white blood cells dan gula darah). 3. Tahap Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul akan dilakukan pengolahan dengan teknik analisis

meliputi ketepatan pasien, obat dan dosis.

Analisis Data

Seluruh hasil yang terkumpul dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui evaluasi

ketepatan penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap foot ulcer dengan prosedur pengobatan yang berdasarkan tepat pasien, obat dan dosis di RSUP dr. Soeradji

(7)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Pasien

Berdasarkan jenis data analisis penelitian ini, jumlah total pasien foot ulcer di instalasi rawat inap RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro sebanyak 59 pasien sebagai subyek

penelitian, 22 pasien dinyatakan gugur karena menjalani rawat jalan, 5 data pasien hilang

dan 7 data pasien dengan data rekam medik yang tidak lengkap.

Tabel 1. Karakteristik Pasien Infeksi Foot Ulcer yang Dirawat di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014 yang Memenuhi Kriteria Inklusi

Karakteristik Jumlah Pasien

Ulkus DM + Hipertensi + Anemia

25 GFR (Glomerular filtration rate) menurut MDRD

(Modification of Diet in Renal Disease) Normal

Hasil penelitian menunjukkan dari 25 pasien foot ulcer 64% pasien perempuan dan 34% pasien laki-laki. Dalam kasus ini jenis kelamin bukan merupakan faktor penyebab

timbulnya foot ulcer namun lebih dikarenakan oleh faktor keturunan, gaya hidup dan usia. Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi prevalensi terjadinya foot ulcer. Kejadian foot ulcer meningkat sesuai dengan bertambahnya usia (Decroli, 2008).

Tindakan medis akan dilakukan dengan melihat diagnosis yang ditegakkan oleh

dokter, diagnosis pasien ditentukan dengan cara melihat gejala, keluhan serta riwayat

penyakit dari pasien. Sering dijumpai diagnosis utama diikuti dengan penyakit penyerta

yang dapat mempengaruhi kondisi dan penyakit pasien. Dalam penelitian ini, penyakit

penyerta pasien foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro yaitu hipertensi dan anemia. Ginjal merupakan organ penting yang ada dalam tubuh, jika fungsi ginjal terganggu

maka sisa metabolisme dalam tubuh tidak dapat dikeluarkan dan akan menjadi racun bagi

(8)

6 MDRD. Metode MDRD dipilih karena metode ini adalah metode terbaik untuk

memperkirakan nilai GFR (Carroll, 2006). Pada penelitian ini dilihat dari nilai GFR derajat

kerusakan ginjal pasien yaitu sedang (48%), ringan (28%), berat (20%) dan normal (4%).

Karakteristik Terapi 1. Antibiotik

Infeksi kaki merupakan bentuk komplikasi paling sering dijumpai pada pasien

diabetes. Tanda-tanda dari infeksi umumnya meliputi rasa nyeri, kemerahan, peningkatan

suhu dan bengkak. Pemilihan antibiotik empiris direkomendasikan berdasarkan keparahan

infeksi. Penggunaan antibiotik pada kasus infeksi sangatlah disarankan, terutama pada

infeksi berat. Pada infeksi parah disarankan menggunakan antibiotik spektrum luas dan

menunggu hasil kultur bakteri (Lipsky dkk, 2012).

Berdasarkan data rekam medik di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014

pasien diabetes dengan komplikasi foot ulcer mendapatkan 4 golongan antibiotik yaitu

cephalosporin (cefotaxime, cefadroxil, cefixime, ceftriaxone), quinolone (ciprofloxacin),

clindamycin dan metronidazole.

Tabel 2. Karakteristik Terapi Antibiotik Foot Ulcer yang Dirawat di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014 yang Memenuhi Kriteria Inklusi

No Pola Pemberian Antibiotik

Nama Obat Jumlah Persentase N= 25 4. Ceftriaxone

Ciprofloxacin

Ceftriaxone + Metronidazole Ceftriaxone + Clindamycin Cefotaxime + Metronidazole Cefixime + Metronidazole

1

Lama pemberian

Keparahan

Tabel 2 menunjukkan gambaran penggunaan antibiotik pada pasien rawat inap di

RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014. Hasil analisis penelitian ini antibiotik yang

(9)

7 Dalam keadaan tertentu diperlukan kombinasi antibiotik. Kombinasi obat dipilih

dengan melihat keparahan dari ulcer yang diderita oleh pasien. Diketahui antibiotik kombinasi yang banyak digunakan adalah kombinasi antara ceftriaxone dan metronidazole

dengan persentase sebesar 60%. Ceftriaxone dipilih karena merupakan antibiotik yang digunakan pada derajat keparahan sedang, yang mana sebagian besar pasien dalam

penelitian ini didiagnosis infeksi sedang (68%). Menurut Frykberg dkk, (2002), kombinasi

ceftriaxone dan metronidazole digunakan untuk terapi ulcer dengan derajat keparahan sedang. Kombinasi dengan metronidazole dapat ditambahkan apabila dalam kasus tertentu terdapat bakteri anaerob (Permenkes, 2011).

2. Obat lain

Penggunaan obat lain diberikan kepada pasien untuk mengatasi keluhan pasien.

Banyaknya macam obat non-antibiotik yang diberikan pada pasien menyebabkan obat

tersebut perlu dikelompokkan berdasarkan kelas terapinya. Pada tabel di bawah ini

menunjukkan obat lain yang diberikan pada pasien diabetes dengan komplikasi foot ulcer. Tabel 3. Penggunaan Obat Lain pada Pasien Foot Ulcer di RSUP dr. Soeradji

Tirtonegoro Tahun 2014

No Kelas Terapi Nama Obat Jumlah Persentase

1 Antihipertensi Captropil

Valsartan

2 Antidiabetik Metformin (OHO)

Glimepirid (OHO)

3 Analgetik, antipiretik dan NSAID

7 Antiemetik Ondansentron

Metroklopramid

2 8%

8 Mukolitik Ambroxol 1 4%

9 Neurotonik / Neurotopik Citicolin Piracetam

1 1

4% 4%

10 Kortikosteroid Dexametason 1 4%

11 Hemostatik Asam Traneksamat 4 16%

(10)

8 Data dari tabel 3 dapat dilihat penggunaan obat non-antibiotik pada pasien foot ulcer yang sering diresepkan yaitu antidiabetik dan antihipertensi. Dapat disimpulkan sebagian besar penyakit penyerta pada pasien diabetes dengan komplikasi foot ulcer yaitu hipertensi (52%). Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit diabetes.

Target penurunan tekanan darah bagi penderita diabetes yaitu < 130/80 mmHg.

Pengobatan hipertensi dapat digunakan baik dengan tunggal maupun kombinasi, selain

pengobatan secara farmakologis pengobatan non-farmakologis seperti: mengurangi

konsumsi garam, meningkatkan aktifitas fisik, menurunkan berat badan dan menghentikan

merokok dapat juga membantu mengontrol tekanan darah. Antidiabetik dan antihipertensi

yang sering digunakan yaitu novorapid (40%) dan valsartan (32%).

Analgesik antipiretik diperlukan karena tanda dari infeksi pada kaki diabetik adalah

adanya inflamasi berupa nyeri, kemerahan, adanya peningkatan suhu dan bengkak (Lipsky

dkk, 2012). Nutrisi dan vitamin diperlukan untuk menjaga kestabilan daya tahan tubuh,

semakin bertambahnya usia maka metabolisme dalam tubuh semakin menurun. Pada

pasien geriatri sangat berisiko mengalami defisiensi nutrisi terlebih lagi mereka sangat

memerlukan asupan vitamin dan nutrisi yang tinggi untuk meningkatkan energi

(Schwarzpaul dkk, 2006). Nutrisi dan metabolisme pasien harus diperhatikan dengan baik

karena dapat mempengaruhi penyembuhan luka dan infeksi (Frykberg dkk, 2006).

Ketepatan Penggunaan Obat 1. Tepat Pasien

Suatu obat dinyatakan tepat pasien jika penggunaan obat sesuai dengan kondisi

fisiologis dan patofisiologis atau tidak adanya kontraindikasi dengan pasien.

Tabel 3. Ketepatan Pasien Foot Ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014

No Ketepatan Pasien Jumlah Persentase

1 Tepat pasien 25 100%

2 Tidak tepat pasien - -

Dari analisis ketepatan pasien diperoleh persentase sebesar 100% dibuktikan

dengan tidak adanya catatan kontraindikasi berupa alergi pada suatu antibiotik. Untuk

golongan antibiotik yang patut diwaspadai yaitu golongan aminoglikosida dan dalam

penelitian ini tidak ditemukannya peresepan antibiotik golongan aminoglikosida.

Ketepatan pemilihan antibiotik pada penanganan infeksi sangatlah penting dalam

penentuan keberhasilan terapi, ketidaktepatan pemilihan antibiotik dapat meningkatkan

risiko terhadap keamanan pasien, meluasnya resistensi dan tingginya biaya pengobatan

(11)

9 2. Tepat Obat

Ketepatan obat adalah ketepatan pemberian antibiotik dengan standar IDSA 2012

berdasarkan pengobatan foot ulcer yang dipantau berdasarkan gula darah sewaktu atau gula darah puasa, serum kreatinin dan white blood cells.

Ketepatan obat dinilai dari melihat kadar WBC pasien, pasien dikatakan foot ulcer

berat apabila kadar WBC > 12000 sel/mikroliter (x103/µL) menurut IDSA 2012. Pada

ketidaktepatan obat untuk metronidazole menurut IDSA 2012 tidak dicantumkan

metronidazole sebagai antibiotik foot ulcer, sedangkan pada IDSA 2002 dicantumkan

metronidazole sebagai antibiotik alternatif untuk foot ulcer. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (2011), kombinasi dengan metronidazole dapat ditambahkan apabila dalam kasus tertentu terdapat bakteri anaerob. Dari 25 kasus diperoleh tepat obat 68% dan tidak

tepat obat 32%.

Tabel 4. Ketidaktepatan Antibiotik Menurut IDSA 2012

No Jenis Obat No.

Kasus Alasan Ketidaktepatan Jumlah Persentase

1 Ceftriaxone 10,13, 17,18, 20

Dengan nilai WBC : 17,4 x103/µL; 13,6 x103/µL; 23,2 x103/µL;

18,0 x103/µL; 16,5 x103/µL seharusnya termasuk infeksi berat dengan pemberian vancomycin + ceftazidime (Lipsky dkk, 2012).

5 20%

2 Ciprofloxacin 21 Dengan nilai WBC : 18,1 x103/µL seharusnya termasuk infeksi berat dengan pemberian vancomycin + ceftazidime (Lipsky dkk, 2012).

1 4%

3 Cefixime 24,25 Tidak tercantum dalam IDSA Guidelines 2012 2 8%

Total 8 32%

3. Tepat Dosis

Ketepatan dosis antibiotik dapat dilihat dari dosis, frekuensi dan lama pemberian

antibiotik menurut IDSA 2012. Faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan dosis dalam

penelitian ini yaitu lamanya pemberian atau durasi pemberian antibiotik yang tidak sesuai

dengan standar. Menurut Lipsky dkk (2012), lama durasi pemberian antibiotik yang

diperlukan pasien foot ulcer ringan 1-2 minggu dan ulcer berat 2-3 minggu.

Penyesuaian dosis pada pasien geriatri ditentukan berdasarkan kondisi organ vital

pasien seperti ginjal, penentuan dosis menurut BNF (British National Formulary, 2009) dapat ditentukan dengan melihat nilai klirens kreatinin. Dalam penelitian ini berdasarkan

nilai klirens kreatinin derajat kegagalan ginjal pasien yaitu ringan (57-79 ml/menit) dan

moderat (10-49 ml/menit), oleh karena itu tidak perlu adanya penyesuaian dosis. Hal ini

dapat dilihat berdasarkan BNF (British National Formulary, 2009), untuk cefadroxil

(12)

10 dan berdasarkan Antibiotic Dosing In Renal Impairment (2012) untuk metronidazole dan

clindamycin tidak perlu adanya penyesuaian dosis.

Tabel 4. Evaluasi Ketepatan Dosis Pemberian Antibiotik Pasien Foot Ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014 Menurut IDSA 2012

Nama obat Dosis Frekuensi Durasi Jumlah Dosis Frekuensi Standar

∑ tepat dosis dan tidak tepat dosis %

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Gambaran pengobatan antibiotik pada pasien diabetes dengan komplikasi foot ulcer

di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014 adalah antibiotik yang banyak digunakan

yaitu golongan chepalosporin dengan presentase (92%), yaitu ceftriaxone (76%), cefixime

(8%), cefotaxime (4%), cefadroxil (4%) dan antibiotik kombinasi ceftriaxone-metronidazole (60%), ceftriaxone-clindamycin (12%), cefotaxime-metronidazole (4%),

cefixime-metronidazole (2%). Hasil evaluasi ketepatan penggunaan antibiotika yaitu 100% tepat pasien, 68% tepat obat dan 76% tepat dosis.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan juga permasalahan yang

didapat, peneliti memberikan saran dan masukan:

1. Diharapkan dalam terapi pengobatan foot ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro tahun 2014, diperhatikan lama pemberian dan kombinasi antibiotik.

2. Perlu dilakukan penelitian secara prospektif tentang kerasionalan pengobatan foot ulcer

(13)

11

DAFTAR ACUAN

BMJ Group and RPS Publishing Royal Pharmaceutical Society, 2009, British National Formulary 57March 2009, Germany: GGP Media, 801-817

Carroll L.E., 2006, The Stages of Chronic Kidney Disease and the Estimated Glomerular Filtration Rate, The Journal of Lancaster General Hospital, 1(2), 64-68

Decroli E., Karimi J., Manaf A., dan Syahbuddin S., 2008, Profil Ulkus Diabetik pada Pende Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr M. Djamil Padang, Majalah Kedokteran Indonesia, 58(1), 3-7

Frykberg, R.G., Zgonis T., Amstrong, D.G, Driver, V.R., Giurini, J.M., Kravitz S.R., 2006, Diabetic Foot Disorders: A Clinical Practice Guideline 2006 revision, J Foot Ankle Surgery

Hadiki Habib, 2014, Audit Kualitatif Pemberian Antibiotik untuk Pasien Gangren Diabetik Disertai Insufisiensi Adrenal Sekunder: Laporan Kasus, 41(1), 43-44

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES), 2011, Pedoman Interprestasi Data Klinik, Jakarta, 52-54

Leese, G., Nathwani, D., Young, M., Seaton, A., Kennon, B., Hopkinson, H., Stang, D., Lipsky, B., Jeffcoate, W., Berendt, T., 2009, Use of antibiotics in people with diabetic foot disease: A consensus statement, The Diabetic Foot Journal, 12(2), 1-10

Lipsky, B.A., Berendt, A.R., Cornia, P.B., Pile, J.C., Peters, E.J.G., Armstrong, D.G., Deery, H.G., Embil, J.M., Joseph, W.S., Karchmer, A.W., Pinzur, M.S., Senneville, E., 2012, 2012 Infectious Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections, IDSA Guidelines, 132-147

Mathangi T, Prabhakaran P, 2013, Prevalence of Bacteria Isolated from Type 2 Diabetic Foot ulcers and the Antibiotic Susceptibility Pattern, International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences, 2(10), 329-337

Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKES), 2011, Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, no. 2406, Jakarta

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PERKENI, Jakarta

Scharwarzpaul, S., Strassburg, A., Luhrmann, Neuhauser-Berthold, M., 2006, Intake of Vitamin and Mineral Supplements in an Elderly German Population, Annal of Nutrions & Metabolism, German, 50: 155-162

Singh S, Pai DR, dan Yuhhui C, 2013, Diabetic Foot Ulcer – Diagnosis and Management,

Clinical Research on Foot & Ankle,1(3), 1-9

Sydney Children’s Hospital Network (SCHN) Policy, 2012, Antibiotic Dosing in Renal Impairment - CHW Practice Guideline, The Children’s Hospital at Westmead,

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Pasien Infeksi Foot Ulcer yang Dirawat di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014 yang Memenuhi Kriteria Inklusi
Tabel 2. Karakteristik Terapi Antibiotik Foot Ulcer yang Dirawat di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014 yang Memenuhi Kriteria Inklusi
Tabel 3. Penggunaan Obat Lain pada Pasien Foot Ulcer di RSUP dr. Soeradji  Tirtonegoro Tahun 2014
Tabel 3. Ketepatan Pasien Foot Ulcer di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014
+3

Referensi

Dokumen terkait

Nilai-nilai hidup yang menyangkut tujuan perkawinan tersebut serta menyangkut pula kehormatan keluarga dan kerabat bersangkutan dalam pergaulan masyarakat, maka proses

POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN PEMILIHAN OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT.. UMUM DAERAH R.A KARTINI JEPARA

(6) Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara gaya belajar tipe visual, auditorial, dengan kinestetik, pada kelas yang

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang hubungan kemampuan siswa dalam membuat model matematika dan komputasinya terhadap

(Motivasi Karier, Motivasi Mencari Ilmu, Motivasi Ekonomi, dan Motivasi Mengikuti Ujian Sertifikat Akuntan Publik (USAP)) Terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi yang meliputi motivasi karier, motivasi mencari ilmu, motivasi ekonomi, dan motivasi mengikuti ujian

Berdasarkan hasil observasi melalui wawancara dengan guru kelas IV, diketahui bahwa selama ini siswa masih kurang aktif dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Mereka

sebagai Pembimbing yang telah memberikan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,. anggota Combinatorial Research Group yang saling memberikan kritik, saran,