PENILAIAN PENGETAHUAN, PERSEPSI DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN
SOSA TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH :
SITI AMINAH HASIBUAN NIM 131501082
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
PENILAIAN PENGETAHUAN, PERSEPSI DAN
KEPERCAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN SOSA TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH :
SITI AMINAH HASIBUAN NIM 131501082
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
PENGESAHAN SKRIPSI
PENILAIAN PENGETAHUAN, PERSEPSI DAN
KEPERCAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN SOSA TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
OLEH :
SITI AMINAH HASIBUAN NIM 131501082
Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : 27 Maret 2019
Disetujui oleh :
Pembimbing, Panitia Penguji,
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt NIP 197802152008122001 NIP 195503121983032001
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt.
Ketua Program Studi Sarjana Farmasi, NIP 197802152008122001
Dr. Sumaiyah, M.Si., Apt. Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt.
NIP 197712262008122002 NIP 197803142005011002
Medan, 27 Maret 2019 Disahkan oleh :
Dekan,
Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.
NIP 195707231986012001
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasullullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Penilaian Pengetahuan, Persepsi dan Kepercayaan Masyarakat di Kecamatan SOSA Terhadap Penggunaan Antibiotik.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., Selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm, Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing penasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku ketua penguji, Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta, Ayahanda H. Sutan Sodoguron Hasibuan dan Ibunda Siti Omas Nasution
dan juga kepada Abang, Kakak yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tak ternilai dengan apapun, motivasi, doa yang tulus serta pengorbanan baik materi maupun non-materi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Sahabat yang tidak dapat di sebutkan satu persatu dan teman-teman mahasiswa/i Farmasi yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, 27 Maret 2019 Penulis
Siti Aminah Hasibuan NIM 131501082
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Siti Aminah Hasibuan
Nomor Induk Mahasiswa : 131501082 Program studi : Sarjana Farmasi
Judul Skripsi : Penilaian Pengetahuan, Persepsi dan Kepercayaan Masyarakat di Kecamatan SOSA Terhadap Penggunaan Antibiotik.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya sendiri dan bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui skripsi saya tersebut terbukti plagiat karna kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikian surat pernyataan saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan, 27 Maret 2019
Siti Aminah Hasibuan NIM 131501082
PENILAIAN PENGETAHUAN, PERSEPSI DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN SOSA
TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ABSTRAK
Latar Belakang: Antibiotik sebagai obat untuk menanggulangi penyakit infeksi, penggunaannya harus rasional, tepat dan aman. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat dapat menyebabkan peningkatan munculnya bakteri patogen yang resisten terhadap berbagai antibiotik.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan, persepsi dan kepercayaan masyarakat di Kecamatan SOSA terhadap penggunaan antibiotik.
Metode: Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross- sectional, waktu pengambilan data pada bulan April 2018 dengan jumlah sampel 395 responden, diambil secara purposive random sampling data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik Chi-square. Instrumen penelitian adalah kuisioner, yang terdiri dari karakteristik masyarakat, pengetahuan, persepsi, dan kepercayaan. Skala pengukuran dikategorikan baik bila responden menjawab >75% jawaban benar, cukup bila responden menjawab 50-75%
jawaban benar dan kurang apabila responden menjawab <50% jawaban benar.
Hasil: Pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan antibiotik mayoritas kurang 53,7% dimana terdapat hubungan yang signifikan p<0,1 antara pengetahuan terhadap penggunaan antibiotik dengan karakteristik pendidikan dan pekerjaan manakala pada kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan antibiotik mayoritas kurang 53% dimana terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan terhadap penggunaan antibiotik dengan karakteristik jenis kelamin dan usia, sedangkan pada persepsi masyarakat tentang antibiotik di Kecamatan SOSA mayoritas cukup 58,7% dimana terdapat hubungan yang signifikan terhadap penggunaan antibiotik dengan karakteristik jenis kelamin.
Kesimpulan: Tingkat pengetahuan, persepsi dan kepercayaan masyarakat di Kecamatan SOSA terhadap antibiotik masih kurang.
Kata kunci: Antibiotik, kepercayaan, pengetahuan, persepsi.
ASSESSMENT OF KNOWLEDGE, PERCEPTION, AND PUBLIC BELIEFS ON THE USE OF ANTIBIOTICS AT SOSA SUB-DISTRICT
ABSTRACT
Background of the Study: Antibiotics as a medication to treat infection, the use must be rational, appropriate, and safe. The use of excessive and inappropriate antibiotics can cause an increase in pathogenic bacteria that are resistant to various antibiotics.
Objective: This study aims to determine how far the knowledge, perception, and public beliefs on the use of antibiotics at SOSA sub-district.
Method: This study used a cross-sectional method. Data collection was taken in April 2018 with a number of samples as many as 395 respondents by using purposive random sampling. The data obtained were analyzed by using the Chi- Square statistic test. The research instrument was questionnaires which consist of public characteristic, knowledge, perception, and beliefs. Measurement scale was categorized well if the respondents answer >75% correct answer, sufficient if the respondents answer 50-75% correct answer, and less if the respondents answer
<50% correct answer.
Results: Public beliefs on the use of antibiotics majority are less as many as 53.7% in which there is significant relationship p<0.1 between knowledge on the use of antibiotics and the characteristic of education and occupation, while public beliefs on the use of antibiotics majority are less as many as 53% where there is significant relationship between the use of antibiotics and the characteristic of sex and age, whereas the public perception on antibiotics at SOSA sub-district are sufficient as many as 58.7% where there is significant relationship on the use of antibiotics with sex characteristics.
Conclusion: The level of knowledge, perception, and public beliefs on antibiotics at SOSA sub-district are still lacking
Keywords: Antibiotics, beliefs, knowledge, perception.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah ... 4
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
1.6 Kerangka pikir penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Antibiotik ... 7
2.1.1 Defenisi antibitik ... 7
2.1.2 Aktivitas antibiotik ... 7
2.1.3 Golongan antibiotik ... 8
2.1.4 Mekanisme aksi antibiotik ... 11
2.1.5 Efek samping antibiotik ... 12
2.1.6 Resistensi antibiotik ... 13
2.1.7 Penyebab resistensi ... 14
2.2 Pengetahuan ... 15
2.2.1 Defenisi pengetahuan ... 15
2.2.2 Tingkat pengetahuan ... 15
2.3 Persepsi ... 17
2.3.1 Pengertian persepsi... 17
2.3.2 Syarat terjadinya persepsi ... 18
2.3.3 Faktor yang berperan dalam persepsi ... 18
BAB III METODE PENELITIAN... 19
3.1 Jenis penelitian ... 19
3.2 Waktu penelitian ... 19
3.3 Lokasi penelitian ... 19
3.4 Populasi sampel ... 19
3.4.1 Populasi ... 19
3.4.2 Sampel ... 19
3.5 Tehnik pengumpulan data ... 20
3.6 Penilaian pengetahuan, persepsi, kepercayaan... 21
3.6.1 Penilaia pengetahuan ... 21
3.6.2 Penilaian persepsi ... 21
3.6.3 Penilaian kepercayaan ... 22
3.7 Langkah penelitian ... 22
3.8 Tehnik pengolahan data ... 23
3.9 Analisis data ... 23
3.9.1 Analisis univariat ... 23
3.9.2 Analisis bivariat ... 24
3.10 Defenisi operasional ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
4.1 Data demografi responden ... 26
4.2 Tingkat pengetahuan terhadap antibiotik ... 27
4.3 Kepercayaan responden terhadap antibiotik ... 33
4.4 Persepsi responden terhadap antibiotik ... 36
4.5 Hubungan karakteristik responden dengan tingat pengetahuan ... 37
4.6 Hubungan karakteristik responden dengan tingat kepercayaan ... 40
4.7 Hubungan karakteristik responden dengan tingat persepsi ... 41
4.8 Hubungan pengetahuan responden dengan persepsi ... 42
4.9 Hubungan pengetahuan responden dengan kepercayaan ... 43
4.10 Hubungan persepsi responden dengan kepercayaan ... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
5.1 Kesimpulan ... 45
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
DAFTAR TABEL
3.1 Defenisi operasional kuisioner penelitian ... 25
4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden ... 26
4.2 Distribusi jawaban pengetahuan responden mengenai antibiotik ... 27
4.3 Distribusi hasil pengetahuan responden terhadap antibiotik ... 32
4.4 Distribusi jawaban kepercayaan masyarakat terhadap antibiotik ... 33
4.5 Distribusi hasil kepercayaan responden terhadap antibiotik ... 35
4.6 Distribusi jawaban persepsi responden terhadap antibiotik ... 36
4.7 Distribusi hasil persepsi responden terhadap antibiotik ... 37
4.8 Hasil analisis hubungan karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan... 37
4.9 Hasil analisis hubungan karakteristik responden dengan kepercayaan ... 40
4.10 Hasil analisis hubungan karakteristik responden dengan persepsi ... 41
4.11 Hasil analisis hubungan pengetahuan responden dengan persepsi ... 42
4.12 Hasil analisis hubungan pengetahuan responden dengan kepercayaan ... 43
4.13 Hasil analisis hubungan persepsi responden dengan kepercayaan ... 44
DAFTAR GAMBAR
1.1 Kerangka pikir penelitian ... 6
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat izin penelitian... 49
2. Foto pengambilan data penelitian ... 50
3. Lembar penjelasan repada responden ... 51
4. Lembar persetujuan menjadi responden... 53
5. Data demografi responden ... 54
6. Kuisioner penelitian ... 55
7. Data univariat ... 57
8. Data bivariat ... 59
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang di hasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay dan Raharja, 2010).
Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat dapat menyebabkan peningkatan munculnya bakteri patogen yang resisten terhadap berbagai antibiotik (Katzung, 2012).
Antibiotik sebagai obat untuk menanggulangi penyakit infeksi, penggunaannya harus rasional, tepat dan aman. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif, seperti terjadi kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotik, meningkatnya efek samping obat dan bahkan kematian. Penggunaan antibiotik dikatakan tepat bila efek terapi mencapai maksimal sementara efek toksis yang berhubungan dengan obat menjadi minimum, serta perkembangan antibiotik resisten seminimal mungkin (Refdanita, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Syahputra (2018) di Panyabungan kota, Mandailing Natal menyebutkan tidak lebih dari 60% responden mengetahui mengenai pertanyaan yanng benar mengenai antibiotik. Sebanyak 75,2%
responden mengetahui antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk membunuh bakteri, tetapi hanya 37,3% dari mereka mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat digunkan unntuk membunuh virus. Dan Dalam penggunaannya antibiotik hanya sebanyak 31,3% dari mereka mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat mengatasi flu, pilek serta batuk, dan hanya 46,4% mengetahui bahwa
antibiotik tidak harus digunakan sebaik demam. Begitu juga hanya (34,5%) mereka yang mengetahui bahwa antibiotik bukan merupakan obat penghilang rasa sakit dan demam (Syahputra, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Pulungan di kelurahan hutaraja kecamatan muara batang toru terhadap 96 responden menunjukkan bahwa terdapat 46 responden 47,9% memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dan 50 responden 52,1% memiliki tingkat keyakinan kurang. Penggunaan antibiotik pada masyarakat mayoritas menggunakan antibiotik untuk mengobati flu sebanyak 35 responden 36,4 antibiotik yang paling banyak digunakan adalah amoksisilin sebanyak 66 responden 68,7 dan sebanyak 53,1% responden tidak menghabiskan antibiotik dikarenakan sudah merasa sembuh (Pulungan, 2017).
Kesalahpahaman masyarakat dalam penggunaan antibiotik berpotensi dapat menyebabkan pengobatan menjadi tidak tepat, dimana orang-orang percaya antibiotik sebagai “obat yang luar biasa” atau “obat kuat” yang mampu mencegah dan menyembuhkan setiap gejala maupun penyakit. Pengetahuan dan keyakinan merupakan faktor yang berhubungan dapat mempengaruhi perilaku penggunaan antibiotik tiap individu. Pengetahuan dengan sendirinya tidak cukup untuk mengubah perilaku, tetapi berperan penting dalam membentuk keyakinan dan sikap. Konsekuensi dalam menggunakan antibotik dengan pengetahuan yang kurang berpotensi mengarah kepada kesalahpahaman mengenai penggunaan tersebut. Mengingat bahwa penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada masyarakat terus menjadi masalah pada negara - negara maju maka diberlakukan pemberian informasi pengetahuan dan keyakinan tentang antibiotik. Akan tetapi, pemberian informasi serupa masih cukup langka, terutama di Indonesia (Widayati, 2012).
Pengetahuan dan keyakinan adalah faktor kognitif sosial pada tingkat individu yang mempengaruhi perilaku terkait kesehatan, termasuk perilaku penggunaan antibiotik. Pengetahuan dengan sendirinya tidak cukup untuk mengubah perilaku, namun memainkan peran penting dalam membentuk kepercayaan dan sikap mengenai perilaku tertentu (Widayati, 2012).
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif, seperti terjadi kekebalan bakteri terhadap beberapa antibiotik, meningkatnya efek samping obat dan bahkan kematian. Penggunaan antibiotik dikatakan tepat bila efek terapi mencapai maksimal sementara efek toksis yang berhubungan dengan obat menjadi minimum, serta perkembangan antibiotik resisten seminimal mungkin. Pemilihan antibiotik harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat antibiotik yang digunakan oleh pasien. Hal ini juga mengurangi kemungkinan resistensi terhadap lebih dari satu antibiotik (Saepudin, 2007).
Berdasarkan latar belakang tersebut, Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui Pengetahuan, Keyakinan dan Penggunaan Antibiotik pada Masyarakat di Kecamatan SOSA.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadiperumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan antibiotik di Kecamatan SOSA?
b. Bagaimana tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan antibiotik di Kecamatan SOSA?
c. Bagaimana tingkat persepsi masyarakat terhadap penggunaan antibiotik di Kecamatan SOSA?
d. Apakah karakteristik masyarakatmempengaruhi pengetahuan penggunaan antibotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA?
e. Apakah karakteristik masyarakatmempengaruhi kepercayaan penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA?
f. Apakah karakteristik masyarakatmempengaruhi persepsi penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah :
a. Tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA tergolong baik.
b. Tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSAtergolong baik.
c. Tingkat persepsi penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSAtergolong tepat.
d. Karakteristik masyarakat mempengaruhi pengetahuan penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA
e. Karakteristik masyarakatmempengaruhi kepercayaan penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA
f. Karakteristik masyarakat mempengaruhi persepsi penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian in adalah:
a. Memperoleh gambaran pengetahuan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA
b. Memperoleh gambaran kepercayaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA.
c. Memperoleh gambaran persepsi antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA
d. Mengetahui pengaruhkarateristik masyarakatterhadap pengetahuan penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA
e. Mengetahui pengaruhkarateristik masyarakatterhadap persepsi penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA
f. Mengetahui pengaruh karateristik masyarakatterhadap kepercayaan penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA
Karakteristik responden :
Jenis kelamin
Usia
Pendidikanterakhir
Pekerjaan
Pengetahuan responden
terhadap penggunaan antibiotik
Kepercayaan responden
terhadap penggunaan antibiotik
Persepsi responden
terhadappenggunaan antibiotik 1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, di harapkan hasil dari penelitia ini dapat menjadi informasi dan solusi bagi tenaga kesehatan agar terus meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam memberikan informasi terkait penggunaan antibiotik yang rasional dalam kegiatan pelayanan kesehatan dan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat.
1.6 Kerangka PikirPenelitian
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari 2 variable yaitu variabel bebas dan variabel terikat.Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011).
Variabelbebas Variabel terikat
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANTIBIOTIK
2.1.1 Definisi antibiotik
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2009).
Antibiotik ditujukan untuk mengobati penyakit-penyakit infeksi.
Pemberian antibiotik pada kondisi yang bukan disebabkan oleh bakteri banyak ditemukan dari peraktek sehari-hari, baik dipuskesmas, rumah sakit, maupun praktek swasta. Ketidaktepatan pemilihan antibiotika hingga indikasi dosis, cara pemberian, frekuensi dan lama pemberian menjadi penyebab tidak kuatnya pengaruh infeksi dengan antibiotika (Depkes RI, 2011).
2.1.2 Aktivitas antibiotik
a. Antibiotik kerja luas (broad spectrum), yaitu agen yang dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.
Golongan ini diharapkan dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan sebagian besar bakteri. Yang termasuk golongan ini adalah tetrasiklin dan derivatnya, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin, carbapenemdan lain-lain.
b. Antibiotik kerja sempit (narrow spectrum) golongan ini hanya aktif terhadap beberapa bakteri saja. Yang termasuk golongan ini adalah penisilina, streptomisin, neomisin, basitrasin (Tan dan Rahardja, 2010).
2.1.3 Golongan antibiotik
Ada beberapa golongan – golongan besar antibiotik, yaitu:
1.Golongan Penisilin
Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktamkarena cincin laktam mereka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin, monobactam, carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga merupakan senyawa β-laktam.
Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan:
-Penisilin natural (misalnya, penisilin G) Golongan ini sangat poten terhadap organisme gram-positif, coccus gram negatif, dan bakteri anaerob penghasil non- β-laktamase.
-Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafcillin)
Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase. golongan ini aktif terhadap Stafilokokus dan Streptokokus tetapi tidak aktif terhadap Enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram negatif.
-Penisilin dengan spektrum yang diperluas (Ampisilin dan Penisilin antipseudomonas) Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan mengalami peningkatan aktivitas terhadap bakteri gram negative.
2. Golongan Sefalosporin dan Sefamisin
Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas.
Hanya saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase bakteri sehingga memiliki spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin tidak aktif terhadap bakteri enterokokus dan L.monocytogenes. Sefalosporin terbagi dalam beberapa generasi, yaitu:
a. Sefalosporin generasi pertama
Termasuk di dalamnya sefadroxil, sefazolin, sefalexin, sefalotin, sefafiin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif seperti Pneumokokus, Streptokokus, dan Stafilokokus.
b. Sefalosporin generasi kedua
Antara lain: sefaklor, sefamandol, sefanisid, sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum, obat – obat generasi kedua memiliki spektrum antibiotik yang sama dengan generasi pertama. Hanya saja obat generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif.
c. Sefalosporin generasi ketiga
Generasi ketiga adalah sefeperazone, sefotaxime, seftazidime, seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten, moxalactam, dll. Obat generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat menembus sawar darah otak.
d. Sefalosporin generasi keempat
Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan memiliki spektrum yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilus dan Neisseria dan dapat dengan mudah menembus CSS.
3. Golongan Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein mikroba.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun anaerob.
4. Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati infeksi dari M.pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari Spirokaeta.Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang disebabkan oleh H.pylori.
Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi melalui ASI dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium.Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan empedu.
5. Golongan Makrolida
Eritromisin merupakan bentuk prototipe dari golongan makrolida yang disintesis S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif terutama Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, dan Korinebakterium. Aktifitas antibakterial eritromisin bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH basa.
6. Golongan Aminoglikosida
Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain–lain. Golongan aminoglikosida umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin untuk mengobati endokarditis, dan pengobatan tuberculosis.
7. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim
Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim dan sulfametoxazole merupakan pengobatan yang sangat efektif terhadap pneumonia akibat P.jiroveci, Sigellosis, infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non tuberculosis.
8. Golongan Fluorokuinolon
Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat, siprofloxasin, norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lain–lain. Golongan fluorokuinolon aktif terhadap bakteri gram negatif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh Pseudomonas. Golongan ini juga aktif mengobati diare yang disebabkan oleh Shigella, Salmonella, E.coli, dan Campilobacter (Katzung, 2012).
2.1.4 Mekanisme aksi antibiotik
Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:
a. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri. Contohnya betalaktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor betalaktamase), basitrasin, dan vankomisin.
b. Merusak membran sel. Contohnya polimiksin, ketokonazol.
c. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein. Contohnya aminoglikosid, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
d. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat. Contohnya trimetoprim dan sulfonamid.
e. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat. Contohnya kuinolon, nitrofurantoin, rifampin (Setiabudy, 2009)
2.1.5 Efek samping antibiotik
Menurut Setiabudy (2009) efek samping antibiotik dapat terjadi sebagai berikut :
a. Reaksi alergi
Dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan sistem imun tubuh hospes; terjadinya tidak bergantung pada besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat bervariasi. Orang yang pernah mengalami reaksi alergi, umpamanya oleh penisilin, tidak selalu mengalami reaksi itu kembali ketika diberikan obat yang sama. Sebaliknya orang tanpa riwayat alergi dapat mengalami reaksi alergi pada penggunaan ulang penisilin.
b. Reaksi idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik terhadap pemberian antibiotik tertentu. Sebagai contoh, 10% pria berkulit hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat primakuin. Ini di sebabkan mereka kekurangan enzim G6PD.
c. Reaksi toksik
Antibiotik umumnya bersifat toksik-selektif, tetapi sifat ini relatif. Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antibiotik. Yang mungkin dapat dianggap relatif tidak toksik sampai kini ialah golongan penisilin. Contohnya
golongan aminoglikosida pada umumnya bersifat toksik terutama terhadap N.VIII, golongan tetrasiklin cukup terkenal dalam mengganggu pertumbuhan jaringan tulang, termasuk gigi, akibat deposisi kompleks tetrasiklin kalsium ortofosfat. Di samping faktor jenis obat, berbagai faktor dalam tubuh dapat turut menentukan terjadinya reaksi toksik ; antara lain fungsi organ/ sistem tertentu sehubungan dengan biotransformasi dan ekskresi obat.
d. Perubahan biologik dan metabolik pada hospes
Pada tubuh hospes baik yang sehat maupun yang menderita infeksi, terdapat populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik, populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukkan sifat pathogen. Misalnya pada penggunaan antibiotik, terutama yang berspektrum luas, dapat mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi pathogen.
2.1.6 Resistensi antibiotik
Resistensi antibiotik adalah kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu antibiotik melalui tiga mekanisme yaitu obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba, inaktivasi obat dan mikroba mengubah tempat ikatan antibiotik (Setiabudy, 2009).
Resistensi antibiotik dapat terjadi karena beberapa faktor dibawah ini:
a. Penggunaan antibiotik yang sering.
Terlepas dari penggunaanya rasional atau tidak, antibiotik yang sering digunakan biasanya akan berkurang efektivitasnya. Karena itu, penggunaan antibiotik yang irasional harus dikurangi sedapat mungkin.
b. Penggunaan antibiotik yang irasional.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik yang irasional terutama di rumah sakit merupakan faktor penting yang memudahkan berkembangnya resistensi kuman.
c. Penggunaan antibiotik baru yang berlebihan.
Beberapa contoh antibiotik yang relatif cepat kehilangan efektivitasnya setelah dipasarkan karena masalah reistensi ialah siprofloksasin dan kotrimoksazol.
d. Penggunaan antibiotik untuk jangka waktu lama.
Pemberian antibiotik dalam waktu yang lama akan memberikan kesempatan bertumbuhnya kuman yang lebih resisten (Setiabudy, 2009).
2.1.7 Penyebab resistensi antibiotik
Menurut WHO (2012), ketidaktepatan serta ketidakrasionalan penggunaan antibiotik merupakan penyebab paling utama menyebarnya mikroorganisme resisten. Contohnya, pada pasien yang tidak mengkonsumsi antibiotik yang telah diresepkan oleh dokternya, atau ketika kualitas antibiotik yang diberikan buruk.
Adapun faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan adanya resistensi antibiotik adalah:
a. Kelemahan atau ketiadaan system monitoring dan surveilans b. Ketidak mampuan system untuk mengontrol kualitas suplai obat c. Ketidak tepatan serta ketidakrasionalan penggunaan obat
d. Buruknya pengontrolan pencegahan infeksi penyakti e. Kesalahan diagnosis dan pengobatan yang diberikan
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Definisi pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif yang merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan fisik dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun dengan dorongan sikap perilaku setiap orang sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
2.2.2 Tingkatan pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), tingkat pengetahuan terdiri dari 6 (enam) tingkatan, yakni :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk mengingat kembali tahap suatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan. Jadi tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai sutau kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan suatu materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisa (Analysis)
Analisa adalah kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
3. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian
4. Fasilitas
Sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengethuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku-buku.
5. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
6. Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang (Notoatmodjo, 2003).
2.3 Persepsi
2.3.1 Pengertian persepsi
Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang di awali dari proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu di teruskan ke otak, kemudian individu menyadari tentang suatu yang di namakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan (Sunaryo, 2004).
Persepsi dapat disimpulkan sebagai suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memberikan pandangan, memahami dan dapat mengartikan tentang stimulus yang diterimanya. Proses menginterpretasikan ini biasanya dipengaruhi oleh pengalaman dan proses belajar individu (Heriyanto,
2.3.2 Syarat terjadinya persepsi
Menurut Sudarsono (2016) syarat terjadinya persepsi adalah:
a. Adanya objek yang dipersepsi
b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi .
c. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus
d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.
2.3.3 Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi
Menurut Walgito (dalam Sudarsono, 2016) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:
a. Objek yang dipersepsi menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.
b. Alat indera, syaraf dan susunan syaraf merupakan alat untuk menerima stimulus, di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang.
c. Perhatian untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian deskriptif dengan metode cross sectional yang didukung oleh data primer (pengisian jawaban kusioner langsung oleh responden) adalah jenis penelitian yang di pilih untuk penelitian ini.
3.2 Waktu Penelitian
Waktu Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan April 2018.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi pengambilan data penelitian bertempat di Kecamatan SOSA Kabupaten Padang Lawas melalui pengisian kuisioner oleh responden secara langsung. Kecamatan SOSA terdiri dari 39 Desa degan jumlah penduduk yakni 47.057 jiwa.
3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau yang diteliti (Notoatmojo, 2007). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Kecamatan SOSA.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010).
Sampel yang digunakan harus memenuhi kriteria inklusi.
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Masyarakat yang pernah menggunakan antibiotik . b. Masyarakat yang berusia 18 tahun keatas.
c. Masyarakat yang dapat berkomunikasi dengan baik.
Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun kriteria ekslusi yang dimaksud adalah:
a. Masyarakat yang tidak bersedia mengikuti penelitian ini.
b. Masyarakat yang tidak menjawab kuesioner secara lengkap.
c. Tenaga Kesehatan (Dokter, Perawat, Bidan).
Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik slovin
Keterangan:n = Ukuran sampel/jumlah responden N = Ukuran populasi
E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir
( ) 395 responden
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada responden yang pernah melakukan pengobatan dengan antibiotik di Kecamatan SOSA. Kuesioner diadabtasi dari penelitian terdahulu yang di lakukan oleh (widayati, 2012) dan penelitian lain oleh (Syahputra, 2018) yang terdiri dari 4 bagian yaitu:
a. Data demografi berupa biodata responden yang terdiri dari 4 poin, yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan.
b. Pengetahuan responden terdiri dari 14 poin pertanyaan yang meliputi pengetahuan umum mengenai pengertian antibiotik, indikasi, aturan minum, batas penggunaan obat, efek samping.
c. Persepsi responden terhadap penggunaan antibiotik terdiri dari 5 poin pertanyaan meliputi persepsi responden terhadap penggunaan antibiotik
d. Kepercayaan responden terdiri dari 4 poin pernyataan meliputi persepsi responden terhadap penggunaanantibiotik.
3.6 Penilaian Pengetahuan, Persepsi, danKepercayaan 3.6.1 Penilaian pengetahuan
Pada penilaian pengetahuan terdapat terdapat 14 (empat belas) soal pertanyaan, setiap jawaban yang benar pada kuesioner diberi nilai 2, jawaban yang salah dan tidak tahu diberi nilai 0. Skala pengukuran untuk pengetahuan dapat dikategorikan:
a. Baik, bila responden menjawab 75% jawaban benar dengan nilai 22-28 b. Cukup, bila responden menjawab 50 -75% jawaban benar dengan nilai15-21 c. Kurang, bila responden menjawab <50% jawaban benar dengan nilai 0 – 15
3.6.2 Penilaian persepsi
Pada penilaian persepsi terdiri dari 5 pernyataan, setiap pernyataan sangat tidak setuju diberi nilai 5, tidak setuju diberi nilai 4, tidak yakin diberi nilai 3, setuju diberi nilai 2 dan sangat setuju akan diberi nilai 1. Skala pengukuran untuk persepsi dapat dikategorikan :
a. Baik, bila responden menjawab >75% jawaban benar dengan nilai 20 – 25 b. Cukup, bila responden menjawab 50-75% jawaban benar dengan nilai 12-19
3.6.3 Penilaian kepercayaan
Pada penilaian kepercayaan terdiri dari 4 pernyataan, setiap pernyataan sangat tidak setuju diberi nilai 5, tidak setuju diberi nilai 4, tidak yakin diberi nilai 3, setuju diberi nilai 2 dan sangat setuju diberi nilai 1, Skala pengukuran untuk kepercayaan dapat dikategorikan:
a. Baik, bila responden menjawab >75% jawaban benar dengan nilai 16 – 20 b. Cukup, bila responden menjawab 50-75% jawaban benar dengan nilai 10 – 15 c. Kurang, bila responden menjawab <50% jawaban benar dengan nilai 0 – 9
3.7 Langkah Penelitian
a. Meminta rekomendasi Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitiai di Kecamatan SOSA.
b. Menghubungi Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas untuk mendapat izin melakukan penelitian, dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas.
c. Memberikan surat pengantar dari Dinas Kesehatan Padang Lawas kepada Kecamatan SOSA Kota untuk mendapatkan izin melakukan penelitian.
d. Menjumpai masyarakat dan meminta kesediaannya menjadi responden, mengambil data demografi lalu meminta responden mengisi kuesioner.
e. Mengumpulkan data hasil pengisian kuesioner dari seluruh responden.
f. Menganalisis data dan informasi yang diperoleh, hingga diperoleh suatu kesimpulan.
3.8 Teknik pengolahandata
a. Editing, yaitu data yang sudah terkumpul di periksa kembali untuk memastikan kelengkapan, kesesuaian, dankejelasan.
b. Coding (pengkodean data), setelah dilakukan pengeditan, kemudian dilakukan pengkodean. Data yang diedit kemudian diubah dalam bentuk angka yaitu dengan cara memberikan kode pada setiapvariabel.
c. Input data, kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam IBM SPSS Statistic 24.
d. Cleaning data, setelah data dimasukkan kemudian diperiksa kembali untuk memastikan apakah data bersih dari kesalahan dan siap dianalisis. Proses pembersihan data dilakukan dengan pengecekan kembali data yang sudah di entry.
3.9 AnalisisData
Data yang di peroleh di olah dan di analisis secara komputerisasi dengan menggunakan alat bantu program statistical package for social sciences ( SPSS ).
Data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif akan disajikan dalam bentuk uraian. Awalnya data dilakukan uji normalitas kemudian dilakukan uji statistik dengan metode chi- square.
3.9.1 Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoadmodjo,2007). Dimana analisis univariat dengan statistik deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi karakteristik sosiodemografi, pengetahuan, perspsi dan
3.9.2 Analisis bivariate
Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.Dalam penelitian ini analisa bivariate dilakukan dengan uji Chi-square, dimana syarat uji tersebut telah terpenuhi didalam data penelitian. Jika p value < 0,1 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang diteliti. Sedangkan jikap value >0,1 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti.
3.10 Definisi Operasional
Defenisi operasional, mendefenisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan obseravsi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek (Fithriya, 2014). Defenisi operasional hubungan antara karakteristik masyarakat dengan pengetahuan dalam penggunaan antibiotik pada masyarakat di Kecamatan SOSA. Dapat dilihat Tabel 3.1
Tabel 3.1 Definisi operasional kuisioner penelitian Variabel Defenisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur Parameter Jenis
Kelamin
Jenis kelamin
Responden Observasi Lembar kuisioner
a. Laki –Laki b. Perempuan Usia (tahun) Totallamawaktuh
idup responden Observasi Lembar kuisioer
a. 19 –29 b. 30 –40 c. 41–51 d. 52 –62 Pendidikan
Terakhir
Jenjangpend idikanterakh irresponden
Observasi Lembar kuisioer
a. SD b. SMP c. SMA d. Sarjana
Jenis Pekerjaan
Jenis
kegiatanyang dilakukan oleh responden
Observasi Lembar kuisioer
a. PNS b. Wiraswasta c. Iburumah
tangga (IRT) d. Petani e. Mahasiswa
Pengetahuan
Wawasan, pemahaman responden terhadap penggunaan Antibiotik
Observasi Lembar kuisioer
a. Baik b. Cukup c. Kurang
Persepsi
Tanggapan (penerimaan langsung) oleh responden terhadap penggunaan Antibiotik
Observasi Lembar kuisioer
a. Baik b. Cukup c. Kurang
Kepercayaan
Peryataan tentang penggunaan antibiotik yang dianggap benar oleh responden.
Observasi Lembar kuisioer
a. Baik b. Cukup c. Kurang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Demografi Responden
Data demografi responden pada penelitian yang di lakukan di Kecamatan SOSA, terdiri dari Jenis kelamin, Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan. Berikut gambaran distribusi frekuensi dari karakteristik responden pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden
Variabel Jumlah
(N = 395) Persen (%)
Jenis kelamin
Laki-laki 160 40,5
Wanita 235 59,5
Usia
19-29 131 33,2
30-40 134 33,9
41-51 84 21,3
52-62 46 11,6
Tingkat pendidikan
SD 56 14,2
SMP 103 26,1
SMA 175 44,3
Sarjana 61 15,4
Pekerjaan
PNS 30 7,6
Wiraswasta/bekerja sendiri 131 33,2
Ibu rumah tangga 41 10,4
Petani 134 33,9
Mahasiswa 35 8,9
Honorer 24 6,1
Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebanyak 395 orang.
Pada karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, yang terbanyak adalah perempuan sebanyak 235 responden (59,5%) sedangkan pada laki – laki sebanyak 160 responden (40,5%). Berdasarkan pendidikan terakhir yang terbanyak adalah
(44,3%).Sedangkan berdasarkan usia, yang terbayak adalah responden dengan usia antara 30 sampai 40 tahun sebanyak 134 responden (33,9%).
Data lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.1
4.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Antibiotik
Beberapa pertanyaan pengetahuan yang terdiri dari pengetahuan umum tentang antibiotik di buat untuk pengujian tingkat pengetahuan. Hasil ini berguna sebagai informasi untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan responden mengenai sejauh mana pengetahuan responden mengenai antibiotik.
Tabel 4.2 Distribusi jawaban pengetahuan responden
No. Pertanyaan Ya Tidak Tidak
Tahu
Jawaban
1. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk membunuh bakteri
299 75,7%
50 12,6%
45 11,6%
Ya
2.
Antibiotik dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus
167 42,3%
167 42,3%
61 15,4%
Tidak
3. Antibiotik dapat digunakan untuk mengatasi penyakit flu pilek dan batuk
191 48,3%
173 43.8%
31 7,8%
Tidak
4. Antibiotik harus digunakan sebaik menderita demam
145 36,7%
184 46,6%
66 16,7%
Tidak
5.
Antibiotik dapat membunuh bakteri normal yang hidup dalam saluran pencernaan
190 48,1%
96 24%
109 27,6%
Ya
6.
Bakteri yang normal hidup dalam saluran pencernaan baik untuk kesehatan
151 38,2%
96 24%
148 37,5%
Ya
7.
Antibiotik adalah obat yang digunakan sebagai penghilang rasa sakit dan demam
219 55,4%
107 27,1%
69 17,5%
Tidak
8. Penisilin merupakan antibiotik 273 69,1%
27 6,8%
95 24%
Ya
9. Antibiotik dapat menyebabkan reaksi alergi
149 104 142
Ya
No. Pertanyaan Ya Tidak Tidak Tahu
Jawaban
10. Antibiotik mempunyai efek samping
123 31.1%
143 36,2%
129 32,6%
Ya
11.
Penggunaan antibiotik secara berlebihan atau tidak sesuai dapat menyebabkan antibiotik menjadi tidak aktif atau resisten
246 62,3%
49 12,4%
100 25,3%
Ya
12.
Tidak masalah jika antibiotik dihentikan ketika keluhan penyakit telah hilang
232 58,7%
129 32,6%
34 8,6%
Tidak
13.
Penggunaan antibiotik kurang dari yang diresepkan adalah lebih baik daripada jumlah keseluruhan yang diresepkan
94 23,8%
221 55,9%
80 20,2%
Tidak
14. Antibiotik yang baru atau yang mahal lebih baik digunakan
168 42,5%
158 40%
69 17,5%
Tidak Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 395 responden yang mengetahui antibiotik diperoleh bahwa pengetahuan responden sangatlah rendah. hal ini dapat dilihat bahwa dari 14 pertanyaan, hanya 4 pertanyaan yang mendapatkan >50%
jawaban benar. Sebanyak75,7% responden mengetahui antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk membunuh bakteri, hal ini sejalan dengan penelitian lain yang mana >50% responden mengetahui antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk membunuh bakteri. 75,2% pada penelitian yang di lakukan oleh (Syahputra, 2018), 77% pada penelitian yang di lakukan oleh (Murtafia, 2016), 67,7% pada penelitian yang di lakukan oleh (Pulungan, 2017), sedangkan pada penelitian yang di lakukan oleh (Rahmawati, 2017) menunjukkan sebanyak 58%
responden mengetahui antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk membunuh bakteri (Syahputra, 2018; Murtafia, 2016; Pulungan, 2017; dan Rahmawati, 2017).
Pada pertanyaan bahwa Antibiotik dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus sebanyak 42,3% responden menjawab benar,
bahwa antibiotik tidak dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus. penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Pulungan di kelurahan hutaraja kecamatan batang toru sebanyak 55% dan lebih baik dari hasil penelitian yang d lakukan oleh syahputra dimana hanya sebanyak 37,3% responden saja yang menjawab pertanyaan yang benar. Pengetahuan yang buruk mengenai hal tersebut dapat terjadi karena masyarakat kurang memiliki pengetahuan tentang perbedaan virus dan bakteri karena petugas kesehatan lebih sering memberikan penjelasan atau konseling dengan menggunakan kata kuman sehingga masyarakat lebih mengenal istilah kuman (Rahmawati, 2017).
Dalam penggunaannya antibiotik sebanyak 43,8% responden mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat mengatasi flu, pilek serta batuk. Yang mana hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Pulungan, 2017) di kelurahan hutaraja kecamatan batang toru, dimana di dapat sebanyak 46,9% responden mengetahui bahwa antibotik tidak dapat di gunakan untuk mengatasi penyakit flu pilek dan batuk. Hal ini dikarenakan setiap kali berobat baik di sarana pemerintahan maupun di sarana praktek tenaga kesehatan lainnya sering diresepkan antibiotik sehingga timbul asumsi baru dikalangan masyarakat awam bahwa antibiotik bisa menyembuhkan penyakit seperti demam, flu serta pilek.
Padahal itu merupakan anggapan yang tidak benar dan harus dihilangkan di masyarakat, oleh sebabitu peran kita sebagai tenaga kesehatan umumnya dan tenaga farmasi khususnya harus bisa menghilangkan persepsi yang terlanjur melekat pada masyarakat bahwa antibiotik bisa menyembuhkan penyakit demam, flu dan pilek. Masyarakat harus bisa membedakan penyakit apa saja yang
membutuhkan antibiotik dan penyakit apa saja yang tidak membutuhkan antibiotik (Rahmawati, 2017).
Sebanyak 46,6% responden pada penelitian ini mengetahui bahwa antibiotik tidak harus digunakan sebaik demam, hal ini sejalan dengan penelitian dilaporkan oleh Widiyati di Yogyakarta dimana hampir 50% masyarakat salah paham dan berpendapat bahwa antibiotik harus diberikan sebaik demam, dan penelitian lain yang di lakukan oleh Syahputra dimana sebanyak 46,4% responen mengetahui bahwa antibiotik tidak harus digunakan sebaik demam (Syahputra, 2018).
Mengenai bahwa antibiotik dapat membunuh bakteri normal yang hidup dalam saluran cerna hanya sebanyak 48,1% atau hampir setengah responden mengetahui bahwa antibiotik dapat membunuh bakteri normal yang hidup dalam saluran pencernaan, hasil yang di dapat ini juga sejalan dengan penelitian yang d lakukan oleh syahputra di kecamatan panyabungan kota (41,9%). Sedangkan dalam pertanyaan bahwa bakteri yang normal hidup dalam saluran pencernaan baik untuk kesehatan memiliki sedikit perbedaan dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Syahputra, di mana bahwa pada penelitian yang di lakukan ini di dapat sebanyak 38,2% responden menjawab benar mengenai penrtanyaan bakteri yang normal hidup dalam saluran pencernaan baik untuk kesehatan. Sedangkan pada penelitian yang di lakukan oleh Syahputra 52% responden menjawab benar (Syahputra, 2018).
Penelitian ini mendapati bahwa hanya 27,1% responden aja yang mengetahui bahwa antibiotik bukanlah obat sebagai penghilang rasa sakit dan demam, hasil ini lebih baik dari penelitian yang di lakuan oleh (Rahmawati, 2017)
dimana hanya 23% responden saja yang mengetahui bahwa antibiotik bukanlah obat sebagai penghilang rasa sakit dan demam (Rahmawati, 2017). Hal ini dapat meyebabkan tingginya penggunaan antibiotik secara tidak tepat di kalangan masyarakat saat ini, sehingga meyebabkan terjadinya resistensi antibiotika (Cirtaningtyas dkk., 2013).
Pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang penggunaan antibiotik sangat di perlukan mengingat banyak masyarakat yang menggunakan antibiotik tidak sesuai dengan penyakitnya, sehingga dapaat menimbulkan resistensi. Salah satu hal yang meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang penggunaan antibiotik yaitu tenaga kefarmasian di Apotek harusnya memberikan informasi tentang penggunaan antibiotik (Ardhany, 2016).
Pada pertanyaan bahwa penisilin merupakan antibiotik hasil penelitian di kelurahan hutaraja kecamatan muara batang toru memiliki hasil yang bagus yaitu sebanayak 72,9% responden mempunyai pengetahuan yang baik, dimana sejalan dengan penelitian ini bahwa 69,1% responden mengetahui bahwan penisilin merupakan antibiotik (Pulungan, 2017). sedangkan pada pertanyaan antibiotik dapat menyebabkan alergi responden yang menjawab benar ada sekitar 37,7%
responden, 27,1 % responden yang menjawab benar pada penelitian sebelumnya oleh (Pulungan, 2017).
Berdasarkan pada pertanyaan bahwa antibiotik mempunyai efek samping, penelitian ini memperoleh jawaban benar sebanyak 31,1%, dimana hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Pulungan, 2017 dan Syahputra 2018 (38,5% dan 43,9%). Dan hasil yang di dapat ini lebih baik dari hasil penelitian yang di lakukan Murtafia, 2016yang mana hanya 26% responden saja
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 62,3% responden mengetahui bahwa Penggunaan antibiotik secara berlebihan atau tidak sesuai dapat menyebabkan antibiotik menjadi tidak aktif atau resisten, sedangkan pada pertanyaan bahwa tidak masalah jika antibiotik dihentikan ketika keluhan penyakit telah hilang hanya 32,6% responden saja yang mempunyai jawaban benar. Hasil ini sejalan dengan penelitian lain oleh Syahputra, 2018 yaitu 51,5%
dan 36,3%. Penggunaan antibiotik akan menguntungkan dan memberikan efek bila di resep dan di konsumsi sesuai dengan aturan (Ardhany, 2016).
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang di lakukan di kecamatan panyabungan kota, dimana 46,4% responden mengetahui bahwa penggunaan antibiotik kurang dari yang diresepkan adalah tidak lebih baik daripada jumlah keseluruhan yang diresepkan, dan 52,5% responden mengetahui antibiotik yang baru atau yang mahal tidak lebih baik digunakan. Dimana pada penelitian ini di dapat hasil 55,9% dan 40% yang memiliki pengetahuan benar.
Tabel 4.3 Distribusi hasil pengetahuan responden
No. Kategori Jumlah Persentase (%)
1. Baik 32 8,1%
2. Cukup 151 38,2%
3. Kurang 212 53,7%
Total 395 100%
Berdasarkan data uji pengetahuan masyarakat yang telah dilakukan kepada 395 responden menunjukkan bahwa responden mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 212 responden 53,7%, berpengetahuan cukup 151 responden 38,2%
danbaik sebanyak 32 responden 8,1%. Hasil dari data tersebut menggambarkan pengetahuan masyarakat di Kecamatan SOSA mayoritas tergolong kurang.
Padahal apabila masyarakat memiliki pengetahuan yang benar tentang antibiotik dan penggunaanya, maka akan meminimalkan terjadinya kasus resistensi terhadap antibiotik, efek terapi dapat tercapai, dan efek samping minimal (Ardhany, 2016).
4.3 Kepercayaan Responden terhadap Antibiotik
Tabel 4.4 Distribusi jawaban kepercayaan masyarakat
No. Pernyataan Sangat
setuju setuju Tidak yakin
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
1.
Saya percaya bahwa antibiotik dapat
menyembuhkan penyakit apapun
52 13,2%
141 35,7%
90 22,8%
82 20,7%
30 7,6%
2.
Saya percaya antibiotik dapat mencegah penyakit agar tidak menjadi lebih buruk
48 12,1%
233 59%
55 14%
34 8,6%
25 6,3%
3.
Saya percaya luka yang terdapat dikulit lebih cepat sembuh dengan menaburkan antibiotik serbuk ke luka
52 13,2 %
266 67,3%
24 6%
39 9,9%
14 3,5%
4.
Saya percaya antibiotik tidak mempunyai efek samping
33 8,3%
168 42,5%
108 27,3%
32 8,1%
54 13,7%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan mengenai pernyataan yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat mengenai antibiotik.hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 28,3% responden yang menyatakan bahwa antbiotik bukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit apapun, dan sebanyak 48,9%
responden memiliki kepercayaan keliru bahwa antibiotik dapat menyembuhkan penyakit apapun. Hasil ini sejalan denga penelitian yang di lakukan di kecamatan panyabungan kota, dimana sebanyak 29,2% responden menyatakan bahwa
antbiotik bukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit apapun, dan penelitian lain di Yogyakarta yang menunjukkan bahwa 40% percaya bahwa antibiotik dapat menyembuhkan penyakit apapun (Syahputra, 2018; Widayati,2012).
Bukti tersebut menunjukkan bahwa kesalahpahaman seperti mengenai efek terapi antibiotik memang ada dikalangan masyarakat umum, informasi yang tidak konsisten ada dalam pengetahuan masyarakat tentang efek terapi antibiotik sehingga dapat menimbulkan berbagai asumsi baru (Widayati, 2012).
Lebih dari 50% responden percaya bahwa antibiotik dapat digunakan sebagai obat mencegah penyakit menjadi lebih buruk, dan 14,9% responden tidak setujuantibiotik dapat digunakan sebagai obat mencegah penyakit menjadi lebih buruk. Hasil ini sejalan denga penelitian yang di lakukan di kecamatan panyabungan kota, dimana sebanyak 53,5% responden percaya bahwa antibiotik dapat digunakan sebagai obat mencegah penyakit menjadi lebih buruk dan 14,1 % responden tidak setujuantibiotik dapat digunakan sebagai obat mencegah penyakit menjadi lebih buruk (Syahputra, 2018).
Berdasarkan pertanyaan bahwa di mana luka yang terdapat pada kulit lebih cepat sembuhdengan menaburkan antibiotik serbuk ke luka di dapat hasil sebanyak 80,5% responden percayaluka yang terdapat dikulit lebih cepat sembuhdengan menaburkan antibiotik serbuk ke luka, dimana hasil ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Pulungan 2017 sebanyak > 50% yaitu 60,4% responden responden percayaluka yang terdapat dikulit lebih cepat sembuhdengan menaburkan antibiotik serbuk ke luka (Pulungan 2017). Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar masyarakat belum tau dan belum paham mengenai antibiotik. Dimana seharusnya Jika luka dikulit disebabkan infeksi
harus diobati dengan antibiotik, maka antibiotik yang tepat digunakan adalah antibiotik dalam bentuk salep (Syahputra, 2018).
Pada pertanyaan bahwa saya percaya bahwa antibiotik tidak mempunyai efek samping di dapat hasil sebanyak 58% responden percaya dan 21,8 % tidak percaya bahwa antibiotik tidak mempunyai efek samping. Dimana hasil yang di dapat ini lebih baik dari penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Pulungan 2017, dan Syahputra, 2018 di mana di dapat hasil sebanyak 26,6% dan 36,4%
responden percaya antibiotik tidak mempunyai efek samping (Pulungan 2017;
Syahputra, 2018).
Hal ini menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap antibiotik ini lah yang dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotik. sehingga sangat di perlukan tananga kesehatan (Dokter, bidan, perawat) yang ada di desa untuk memberikan informasi yang lengkap dan akurat tentang antibiotik.
Tabel 4.5 Distribusi hasil kepercayaan responden
No. Kategori Jumlah Persentase (%)
1. Baik 29 7%
2. Cukup 157 40%
3. Kurang 209 53%
Total 395 100%
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, mayoritas sikap responden terdapat pada kategori kurang 209 responden 53%, Sedangkan pada kategori cukup 157 responden 40%, dan kategori baik sebanyak 29 responden 7%. Hasil tersebut menggambarkan kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan antibiotik di kecamatan SOSA termasuk dalam kategori kurang.
4.4 Persepsi Responden terhadap Antibiotik
Tabel 4.6 Distribusi jawaban persepsi responden
No. Pernyataan Sangat
setuju Setuju Tidak Yakin
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju 1.
Ketika flu atau pilek saya akan segera menggunakan antibiotik
72 18,2%
187 47,3%
41 10,4%
67 17%
28 7%
2.
Saya biasa menghentikan antibiotik jika sudah merasa sembuh
51 13 %
261 66%
39 9,9%
27 6,8%
17 4,3%
3.
Jika mempunyai gejala flu saya akan minta dokter meresepkan antibiotik
45 11,4%
163 41,2%
138 35%
26 6,6%
23 5,8%
4.
Jika ada anggota keluarga saya yang sakit, biasanya saya akan memberikan antibiotik
16 4%
162 41%
131 33,2%
66 16,7%
20 5,1%
5.
Saya biasa menyimpan antibiotik untuk
persedian
84 21,3%
145 36,7%
90 22,8%
58 14,7%
18 4,5%
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan mengenai pernyataan yang berkaitan denganpersepsi masyarakat terhadap antibiotik. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa persepsi masyarakat terhadap antibiotik masih rendah, hal ini karena sebanyak kurang dari 30% responden yang mempunyai persepsi yang benar mengenai penggunaan antibiotik seperti tidak segera menggunakan antibiotik jika flu, tidak segara menghentikan antibiotik ketika sembuh, tidak meminta dokter meresepkan jika ada gejala flu dan tidak menyimpan antibiotik sebagai persediaan.
Hasil ini menunjukkan kondisi yang sama dengan persepsi masyarakat di Putra jaya dan di kecamatan panyabungan kota, Pada kedua penelitian ini juga
mengenai penggunaan antibiotik ketika flu atau pilek, antibiotik dapat dihentikan jika merasa sembuh dan meminta dokter meresepkan antibiotik jika mengalami gejala flu (Lim. dkk., 2012; Syahputa, 2018).
Tabel 4.7 Distribusi hasil persepsi responden
No. Kategori Jumlah Persentase (%)
1. Baik 20 5,1%
2. Cukup 232 58,7%
3. Kurang 143 36,2%
Total 395 100%
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, mayoritas sikap responden terdapat pada kategori kurang 143 responden 36,2%, Sedangkan pada kategori cukup 232 responden 58,7%, dan kategori baik sebanyak 20 responden 5,1%.Hasil tersebut menggambarkan persepsi masyarakat terhadap penggunaan antibiotik di kecamatan SOSA termasuk dalam kategori cukup.
4.5 Hubungan karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan
Hasil analisis ini menunjukkan ada tidaknya hubungan antara setiap karakteristik reponden dengan tingkat pengetahuan. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.8
Tabel 4.8 Hasil analisis hubungan karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan
NO. Karakteristik Tingkat Pengetahuan P
Value
Kurang Cukup Baik
1.
Jenis Kelamin - Laki-Laki - Perempuan
91 120
60 91
9
24 0,219
2.
Usia
- 19 – 29 - 30 – 40 - 41– 51 - 52 – 62
69 69 48 5
49 53 29 20
13 12 7 1
0,809