• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Tinjauan Pustaka. 2.1 Jurnalisme Sebagai Paradigma Pola Pikir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II Tinjauan Pustaka. 2.1 Jurnalisme Sebagai Paradigma Pola Pikir"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Jurnalisme Sebagai Paradigma Pola Pikir

Jurnalisme merupakan salah satu cabang ilmu dari komunikasi yang menjadi dasar dalam terjadinya penulisan berita. Aktivitas yang memuat unsur penyiaran berita, dimulai dari pengumpulan fakta dan data, penulisan, hingga penyuntingan berita disebut sebagai jurnalisme (Asti & Nadi, 1:2017). Pesan atau informasi yang diberikan kepada khalayak sangat bergantung pada apa yang dituliskan oleh seorang jurnalis. Dewabrata memaparkan sebuah konsep penulisan jurnalistik yang baik, ia menjelaskan jika kata-kata yang tepat akan mampu menggambarkan suasana serta isi pesannya. Nuansa yang terkandung dalam masing-masing kata pun diperhitungkan.

Jurnalisme merupakan seni dan profesi dengan tanggung jawab profesional (art and craft with professional responsibilities) yang menugaskan seorang jurnalis harus memiliki pandangan yang segar (eyes that see) di peristiwa tertentu, serta menangkap hal-hal unik di sekitar. .

Melanjutkan dalam Luwi (2007) juga memaparkan, Committee of Concerned Journalist sebuah penelitian yang membahas tentang tugas dan pekerjaan para wartawan, menyimpulkan jika ada sembilan inti prinsip jurnalisme yang terus berkembang, yaitu (1) kebenaran menjadi kewajiban bagi jurnalistik. Kebenaran jurnalistik adalah proses dalam pengumpulan dan verifikasi data. (2) Jurnalisme harus loyal kepada masyarakat. (3) Jurnalisme wajib melakukan validasi. (4) Saat liputan, dari sumber yang akan diliput wartawan harus mendapatkan kebebasan. (5) Wartawan mempunyai tugas penting, yaitu sebagai pemantau kekuasaan. (6) Jurnalisme memiliki kewajiban menyediakan sebuah forum untuk wadah kritikan serta komentar publik. (7) Jurnalisme harus berusaha membuat yang terpenting menjadi menarik dan

(2)

relevan. Jurnalisme bercerita dengan tujuan─story telling with purpose (8) Wartawan

harus menjaga agar berita berimbang dan menyeluruh. (9) Seorang wartawan harus berpegang teguh pada etik dan memiliki tanggung jawab yang berdasar pada sebuah kompas moral (moral compass).

Menurut pengamatan Septiawan Santana (2017), jurnalisme kini memiliki banyak bentuk dan kerap menjadi komoditas tertentu untuk kalangan tertentu. Geliat, dinamika, dan perkembangan jurnalisme mengiringi kehidupan manusia. Santana (2007) mengatakan bahwa jurnalisme memiliki sifat, yaitu jurnalisme ada bersama masyarakat, berkembang mengikuti masyarakat, kehidupan dan keilmuan di masyarakat. Tugas pokok jurnalisme adalah menjadi pelopor peristiwa berdasarkan fakta. Bukan seluruh peristiwa yang diungkap, tetapi jurnalisme hanya menyajikan peristiwa dari sudut pandang tertentu. Kehidupan keseharian, seperti gaya hidup, cuaca, makanan, dan pemetaan maupun profesi, seperti bisnis, dan olahraga kerap diadopsi jurnalisme.

2.1.1 Bentuk Jurnalistik

Menurut Juwito menjelaskan jurnalistik terbagi menjadi tiga bagian menurut bentuk serta pengelolaannya di antaranya yaitu, media cetak (newspaper and magazine journalism), media elektronik yang hanya mengeluarkan suara atau auditif (radio broadcast journalism), serta media yang menyajikan pesan dengan suara dan visual atau audio visual (television journalism). Detail bagian dari bentuk jurnalistik di atas antara lain, (1) media cetak meliputi: surat kabar, tabloid dan majalah. (2) Media elektronik auditif:

radio siaran. (3) media audio visual: televisi dan media online (internet).

(3)

Online menurut Romli (2014) memiliki arti bahasa internet yang dimaksud adalah “informasi yang dapat diakses di mana saja dan kapan saja”

selama terdapat jaringan internet atau konektivitas. Sedangkan jurnalistik online didefinisikan sebagai sebuah rangkaian penyampaian pesan melalui media internet, terutama website.

2.1.2 Produk Jurnalistik

Terdapat tiga kelompok besar yang menggolongkan produk jurnalistik yang diproduksi oleh seorang jurnalis, yaitu berita, non berita, dan foto jurnalistik. Kelompok besar ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis. Pada berita mencakup straight news, berita bertafsir, deep news, dan lainnya. Non Berita terdiri atas artikel, feature, tajuk rencana, pojok, karikatur dan surat kabar pembaca.

Perbedaan antara berita dan nonberita terletak pada bagaimana cara mengungkapkan fakta. Menurut Wahjuwibowo (2015) menjelaskan bahwa berita harus diungkapkan apa adanya atau bersifat fakta. Menurutnya, fakta itu suci dan murni sehingga harus benar-benar dijaga. Apabila jurnalis harus menyertakan opini, maka yang perlu dilakukan harus ada pembeda yang jelas antara fakta dan opini dalam berita tersebut. Sedangkan bedanya pada non berita (artikel), fakta disampaikan setelah diolah oleh jurnalis atau penulis.

Berita yang dimuat dalam produk non berita sebenarnya opini si penulis atas fakta.

2.2 Feature

Dalam teori jurnalistik yang dikemukakan oleh Tjahjono Widarmanto dalam bukunya yang berjudul Pengantar Jurnalistik, bahwa terdapat produk media massa.

(4)

Produk tersebut terbagi atas tiga bagian utama, yaitu berita (news), opini (views), dan iklan (advertising). Berita (news) yaitu situasi atau peristiwa yang ditulis apa adanya berdasarkan fakta. Setiap fakta berarti harus objektif, sedangkan opini (views) berarti pandangan penulis. Oleh karena itu, apapun yang ada dalam views berarti subjektif, begitu halnya dengan feature (Tjahjono, 2017:97).

Feature juga disebut sebagai karangan khas yang ditulis dari sudut pandang penulis. Qorib, dkk (2019) menjelaskan, meskipun berita ini (feature) termasuk berita ringan (soft news), feature harus tetap ditulis berdasarkan fakta yang ada. Feature News yaitu tulisan dengan gaya penulisan yang merupakan gabungan antara bahasa di artikel dengan bahasa sastra, sehingga cenderung nyaman dibaca. Secara keseluruhan berita jenis apapun harus tetap ditulis berdasarkan fakta peristiwa aktual, namun materinya lebih diseleksi yang menekankan segi human interest.

Penulisan feature pada media massa sangatlah dibutuhkan. Informasi yang disajikan menjadi memiliki alternatif lain sehingga pembaca dapat melihat gaya penulisan dari masing-masing media. Varian berita feature juga kini makin bermacam- macam. Bahkan, banyak pula yang menyajikan pendidikan alih-alih pengetahuan, seperti hasil riset dan penyelidikan atau interpretative reporting. Jenis berita yang sifatnya opini ini, sangat diperbolehkan dan merupakan keharusan sumbernya berasal dari pakar atau pihak narasumber yang kompeten. Dari perspektif media massa, setidaknya ada tiga pihak yang “berwenang” untuk memberikan opini, yaitu seorang ilmuwan, seorang pejabat, seorang yang berpengalaman (Mahi, 2018:177).

2.2.1 Ciri-ciri Feature

Pada media massa feature adalah salah satu penulisan yang yang mengandalkan kreativitas penulisnya. Umar Nur Zain, dikutip dalam buku

(5)

Pengantar Jurnalistik oleh Tjahjono Widarmanto (2017) feature terbagi menjadi dua arti secara luas dan sempit. Pada arti luas feature ialah tulisan di media massa yang berbentuk tulisan ringan, berat, tajuk rencana, opini, sketsa dan sebagainya. Sedangkan arti sempit feature adalah penulisan khas bersifat hiburan, mendidik, informatif serta mengandung unsur kehidupan dengan teknik penulisan yang bervariasi. Tulisan feature memiliki ciri tulisan yang dapat membedakannya dengan tulisan-tulisan lain di media massa. Tulisan feature memiliki ciri-ciri, yaitu kreatif, subjektif, mendidik, informatif, menghibur, dan awet (Tjahjono, 2017:94).

Penulisan feature lahir dari ide kreatif. Kreativitas seorang penulis feature dapat timbul dari sudut pandang berita keras (hard news). Tidak jarang ide penulisan feature juga didapat dari wawancara agar tulisan yang dibuat lebih kredibel.

Sudut pandang dalam penulisan feature ditulis secara subjektif.

Subjektivitas dalam penulisan feature dapat diartikan sebagai pengungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang dipercaya oleh penulis. Semua yang diungkapkan oleh penulis merupakan subjektivitas yang dipengaruhi oleh insting, impulsi, emosi, pikiran, budaya serta lingkungan interaksi atau pergaulan hidupnya yang kemudian melahirkan pola tingkah laku subjektivitas yang berbeda.

Karya tulis pada dasarnya dapat memberikan pengetahuan baru kepada pembacanya. Hal ini berarti bahwa sebuah tulisan feature bersifat mendidik.

Sehingga, pembaca dapat mendapat cara pandangan baru, sikap baru sesuai dengan ilmu yang ditawarkan oleh penulis.

(6)

Selain mendidik, feature juga memiliki ciri informatif. Penulisan feature dapat memberikan informasi lebih lengkap kepada masyarakat.

Informasi tersebut terutama mengenai suatu situasi, peristiwa atau aspek kehidupan yang biasanya ditinggalkan dalam sebuah artikel feature.

Penulisan feature memiliki bentuk penulisan yang lebih ringan, sehingga tak jarang jika apa yang dituliskan memiliki unsur sastra dan pembaca cenderung menggunakan emosi daripada pikirannya. Dengan demikian, feature juga memiliki ciri menghibur pembaca.

Tulisan dalam bentuk feature tidak lekas basi dan dapat disimpan untuk berhari-hari, berminggu, bahkan berbulan-bulan lamanya. Keawetan feature amat ditentukan oleh identitas penulisnya dalam mengerjakan tulisannya dan biasanya pada saat ia menulis dipoles dengan unsur sastra.

2.3 Food Journalism

Pauliina Siniauer, seorang jurnalis makanan Eropa, membahas serta menuliskan definisi food journalism. Secara istilah, “jurnalisme makanan” dapat dikatakan masih sangat muda. dalam jurnalnya yang ia tulis di Freie Universität Berlin yang berjudul Writing About Food (A Guide to Good Food Journalism), Siniauer mengatakan:

When I tell people that I’m working on a study about food journalism, mostly people think about restaurant reviews. And yes, a review can be a great journalistic piece of work. Besides giving information about a restaurant and the food they serve, it can tell about a certain food trend, or about a certain time or society, it can explain a certain feature of food culture or cover an ethnological or a historical story. It can explain a certain cooking method or tell about the people behind the food.

(Ketika saya mengatakan, bahwa saya bekerja pada bidang jurnalis kuliner, kebanyakan orang akan berpikir kalau saya bekerja sebagai pengulas restoran. Dan memang, ulasan dapat menjadi sebuah pekerjaan jurnalistik yang baik. Selain memberikan informasi soal restoran dan makanan yang mereka sajikan, hal itu juga dapat menceritakan tentang tren makanan

(7)

tertentu, atau tentang masa tertentu atau juga keadaan sosial, atau menjelaskan mengenai kultur kuliner yang mencakup kajian etnologis atau peristiwa sejarah. Hal itu juga dapat menjelaskan tentang metode memasakan makanan atau menceritakan orang-orang di balik sajian makanan.)

Jurnalisme makanan merupakan salah satu bidang yang akan terus berkembang. Masuk dalam kategori berita feature, food journalism menjadi salah satu sub berita yang cukup populer saat ini. Sebuah artikel yang ditulis oleh The Barilla Center for Food & Nutrition Foundation (BCFN), mengutip kalimat Siniauer yang mengatakan,

“Food journalism is revelling in a golden era,” writes Ms Siniauer, “but in the future it’s more about the bigger themes, the bigger picture—everything that food is attached with will be on the plate.”

(“Jurnalisme makanan bersenang-senang pada era keemasan" tulis Ms Siniauer, "namun pada masa yang akan datang, jurnalisme makanan akan meliputi tema yang lebih besar juga gambaran yang luas—semua yang berkaitan dengan makanan akan tercakup di dalamnya.”)

Tahun 2019, media Kumparan membuat sebuah artikel berjudul “Beda Pandang Food Blogger dan Jurnalis Kuliner” yang menjelaskan secara singkat perbedaan tugas dari keduanya. Food reviewer ialah seseorang yang memberikan informasi mengenai tempat makan lengkap dengan penjelasan mengenai hidangannya dan food blogger masuk dalam kategori tersebut. Perbedaannya, jurnalis kuliner akan tunduk dan patuh pada kaidah kaidah dalam ilmu jurnalisme, sehingga apapun yang dituliskan dapat dipertanggungjawabkan. Proses hasil penulisan dari seorang jurnalis kuliner harus melewati tahap editorial yang telah ditentukan oleh media yang menaungi.

2.4 Prinsip dalam Jurnalisme Makanan

Prinsip yang diterapkan dalam jurnalisme makanan tentu tidak akan lepas dari ilmu pengetahuan mengenai makanan. Menurut Crose (dalam Tjahjono Widarmanto, 2017), ilmu pengetahuan umumnya terbagi menjadi dua jenis, yaitu logis dan intuitif.

(8)

Pengetahuan logis yaitu pengetahuan yang berhubungan dengan sesuatu hal yang secara logis dapat diulang (scientific object), sedangkan pengetahuan intuitif yaitu pengetahuan berkaitan dengan sesuatu hal yang unik dan bersifat individual (aesthetic object).

Prinsip jurnalisme makanan menjadi dasar terciptanya artikel makanan yang baik. Sebuah berita makanan yang baik tergantung pada bagaimana jurnalis menuliskannya, yakni kedalaman jurnalis menulis artikel, kepekaan jurnalis dalam mencicipi sajian, dan mengeksplorasi rasa yang dituangkan dalam sebuah tulisan.

Meskipun tidak bisa memasak makanan, seorang jurnalis makanan wajib mengetahui teknik dalam dunia kuliner sehingga mampu membagikannya kepada pembaca.

2.4.1 Food Writing

Teknik penulisan makanan merupakan inti dari jurnalisme makanan, Dianne Jacob dalam buku Will Write for Food, mengatakan jika penulisan makanan seringkali bercerita tentang indra manusia: sentuhan, aroma, suara, penampilan, dan rasa. Banyak pendatang baru (dalam bidang penulisan makanan) yang hanya berfokus tentang bagaimana rasa suatu makanan dan sedikit menuliskan tentang indra yang lain (Jacob, 2015:8).

Pada dasar penulisan makanan penggunaan komponen dasar 5W+1H menjadi bagian yang sangat dibutuhkan. Menurut Kevindra (2020) komponen 5W+1H ini yang akan semakin mempertajam ulasan dan menyasar banyak topik. Komponen ini membuat tulisan lebih terstruktur dan sesuai dengan topik. Sehingga apa yang dituliskan dapat tersampaikan secara efektif.

Jurnalis makanan memiliki tugas diantaranya ialah menyampaikan pesan kepada khalayak yang bertujuan untuk membuat khalayak mengerti serta

(9)

merasa ikut serta mengalami pengalaman yang dirasakan oleh penulis.

Menceritakan pengalamannya saat menyantap makanan tidak sesederhana menuliskan apa yang kita lihat dan rasa, namun penulis dituntut untuk menjelaskan serta menggambarkan. Pada penulisan makanan, Prinsip show not tell (tunjukkan bukan sebutkan) merupakan salah satu teknik yang membawa pembaca ‘seakan’ merasakan apa yang penulis rasakan. William Nobel (2013) mendeskripsikan teknik ini,

It offers techniques in scene development and character portrayal so readers can become part of the story that unfolds before them. They want to be caught up in the drama, to feel what the characters feel and to settle into the place the story puts them in. Bringing this about is where our creativity comes in, because “showing” must come from our imaginations, not from a series of lecture notes that explain what is actually happening.

(Teknik ini digunakan dalam pengembangan adegan dan penggambaran karakter sehingga pembaca bisa menjadi bagian dari cerita yang ada di hadapan mereka. Mereka ingin menjadi bagian dalam drama, ikut merasakan apa yang karakter rasakan, dan berada di dalam tempat di mana cerita itu berada.

Membahas tentang ini berarti membahas di mana kreativitas kita muncul karena “memperlihatkan” harus berasal dari imajinasi, bukan dari sebuah rangkaian tulisan yang menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.)

Teknik penulisan show not tell tidak hanya digunakan dalam ilmu jurnalistik saja, namun umumnya digunakan dalam dasar penulisan. Dikutip dalam buku The Art of Restaurant Review (2020), berikut contoh kalimat yang menggunakan teknik show not tell dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel I - 1. Contoh kalimat show not tell

Contoh kalimat tell: Contoh kalimat show:

1. Rumah makan padang ini memiliki rendang yang lezat.

1. Saat rendang di rumah makan Padang ini masuk ke mulut saya,

(10)

Rasanya gurih dan porsinya banyak, bisa untuk empat orang.

2. Ruang makan restoran sangatlah wangi. Pramusaji juga

berpakaian rapi.

rasa bumbu yang sudah

terkaramelisasi meletup di dalam mulut. Perlahan, aroma asap muncul, disusul dengan rasa cabai, jahe dan serai yang bergilir. Kami berempat tersenyum menikmati rendang gurih yang dengan lahap kami santap.

2. Aroma bebungaan yang halus semerbak di ruang makan, mengingatkan saya pada hari pertama di musim semi. Para pramusaji juga berjalan dengan elok, berbalut busana rapi yang memberikan kesan elegan layaknya pesta istana.

2.4.2 Trifecta of Dining Experience

Kevindra P. Soemantri dalam bukunya The Art of Restaurant Review menyebutkan ada poin penting yang harus diperhatikan atau pedoman dalam penulisan makanan, yaitu Trifecta of Dining Experience yang meliputi makanan (food), pelayanan (service), dan nuansa (ambience).

Makanan menjadi hal yang tidak akan terpisahkan oleh peradaban serta

budaya manusia, karena perjalanan makanan manusia adalah hasil yang kompleks dari interaksi manusia dengan kebutuhan nutrisi, ekologi, logika manusia, serta peristiwa sejarah. Sebagaimana Karl Marx berkata “manusia membuatnya (makanan) tidak sekadar karena suka”. Perjalanan makanan hadir dari konstruksi batasan mereka (manusia): biologi, ekonomi dan psikologi (Anderson, 2005: 2).

Memakan makanan merupakan aktivitas umum yang terjadi, tetapi mencicipi makanan bisa menjadi hal yang berbeda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘cicip’ dimaknai sebagai mengecap makanan untuk

(11)

mengetahui rasanya. Artinya, pada tiap hasil pencicipan makanan, seorang jurnalis makanan berkewajiban menggambarkan rasa dari makanan yang disantap sehingga pembaca mampu membayangkan rasa makanan tersebut.

Mengutip Barb Stuckey (2012) dalam buku Taste: What You’re Missing yang mendeskripsikan secara singkat tentang rasa.

Taste happens in your mouth, but that’s only 20 percent of the story.

Food that taste good also look good, smell good, feels good, and sounds good. That means a lot of what we think of as taste comes through the four nontaste sense.

(Rasa terjadi di dalam mulut, tetapi hal itu hanyalah 20% dari keseluruhan penggambaran rasa. Makanan yang memiliki rasa enak juga terlihat indah, berbau wangi, suasananya menyenangkan, dan terdengar merdu. Maksudnya, apa yang kita pikirkan tentang rasa akan terealisasi dalam keempat indra nonpengecap.)

Tidak hanya berhenti pada unsur makanan saja, menurut Kevindra Soemantri, penting bagi seorang penulis untuk mampu membaca gestur dari seorang pramusaji. Bagaimana pelayanan yang diberikan juga bisa berpengaruh dalam penulisan makanan. Food Service (pelayanan makanan) adalah bidang yang terbagi atas beraneka ragam aspek dan sebuah industri yang bertumbuh yang membutuhkan manajemen berkualitas. Terlihat dari pada kolom pekerjaan di majalah atau surat kabar yang berisi berbagai variasi posisi pekerjaan. Merekrut orang terbaik pada layanan makanan adalah sesuatu yang penting. Hal itu sudah menjadi hal yang wajib dan siapa yang memberikan jasa terbaik ialah mereka yang akan bertahan (Wentz, 2017:23).

Pada prinsip Trifecta of Dining Experience, suasana merupakan aspek yang harus diperhatikan. Berbagai hal yang ada pada restoran makanan menjadi bagian penting selain makanan itu sendiri. Pada bagian ini aspek suasana meliputi penyempurnaan indra manusia selain lidah, seperti kerapian atau penataan meja, aroma ruangan, suara musik serta kebersihan meja.

(12)

Restoran menyatukan semua karakteristik kehidupan ekonomi yang dipelajari oleh antropolog budaya — di bawah satu atap (Sutton, 2007:1).

Gambar

Tabel I - 1. Contoh kalimat show not tell

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Bagaimanakah Hubungan Tingkat Kepatuhan mengkonsumsi

Penelitian ini berkenaan dengan studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X di SMA Negeri 2 Kota Cirebon tentang pengaruh media video tutorial pada kegiatan praktikum

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) juga mengamanatkan.. 9 bahwa programa penyuluhan pertanian terdiri

Elemen tersebut sangat erat kaitannya dengan risiko finansial, karena proyeksi aliran kas dalam perhitungan dengan metoda capital budgeting menggambarkan bahwa investasi

Untuk meningkatkan kinerja serta mempercepat dan memermudah kegiatan pengolahan data dan informasi produk UMKM maka perlu di buat suatu sistem informasi penjualan Produk

Calon dikehendaki membuat penyampaian lisan berdasarkan salah 1 topik daripada 2 modul elektif yang diberikan dalam jangka masa tidak lebih daripada 2 minit.. Bahagian B:

Salah satu cara untuk  mendapat ketebalan yang tepat adalah dengan membuat garis – garis plesteran/patok pada dinding dengan arah vertikal dari atas ke bawah dengan jarak 1 -

Landak Kasir 137 Pelik Wahyu Saputra Gumantar Dsn.Aur Sampuk RT 04 RW 01 Ds.Aur Sampuk Kec.Sengah Temila Kab.Landak Kasir 138 Oktavianus Bernardus A.Md,Kesling Dsn.Empiyang