• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV FAKTOR-FAKTOR KEBIJAKAN KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA YANG BELUM OPTIMAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV FAKTOR-FAKTOR KEBIJAKAN KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA YANG BELUM OPTIMAL"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB IV

FAKTOR-FAKTOR KEBIJAKAN KONSERVASI SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA YANG BELUM OPTIMAL

A. Kebijakan Konservasi Sumber Air di Indonesia.

1. Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Konservasi Sumber Daya Air di Indosesia.

a. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Berdasarkan Pasal 28H ayat 1(satu) yang berbunyi “setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan” dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Konstitusionalisasi lingkungan hidup dalam konstitusi Indonesia sendiri sudah dilakukan dalam amandemen UUD 1945, namun tidak banyak pihak yang memperhatikan hal ini secara serius. Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 merupakan bukti bahwa konstitusi Indonesia adalah Konstitusi Hijau (Green Constitution).

Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Setiap orang Konstitusionalisasi lingkungan hidup dalam konstitusi Indonesia sendiri sudah dilakukan dalam amandemen UUD 1945, namun tidak banyak pihak yang memperhatikan hal ini secara serius. Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 merupakan bukti bahwa konstitusi Indonesia adalah Konstitusi Hijau (Green Constitution).

Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggaldan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Sedangkan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945

(2)

commit to user

berbunyi:”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.1

Optimalisasi peran pemerintah dan legislative dalam rangka mengahasilkan peraturan berbasis lingkungan (green legislation) merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam rangka percepatan implementasi tata kelola pemerintahan daerah yang baik terlebih dalam membuat kebijakan mengantisipasi dampak pemanasan global (climate change). Esty dan Porter dalam tulisannya di Journal of Environment and Development Economics berpendapat the empirical evidence hence suggests that a country can benefit environmentally not only from economic growth, but equally from developing the rule of law and strengthening its governance structure2.

Penelitian lain Faure and Johnston dengan apa yang disebut

“pollution haven” yaitu menguji to what extent differences in environmental regulation are important to firms to such and extent that they would decide to take cost differences into account when making adecision on where to lacate their firm or to relocate.3

Dari perspektif yuridis baik secara implisit maupun eksplisit landasan hukum untuk membuat green policy semakin menguat. Atas dorongan kesadaran yang semakin luas di seluruh dunia mengenai pentingnya upaya melindungi lingkungan hidup dari ancaman pencemaran dan perusakan, kebijakan lingkungan hidup perundang- undangan secara resmi. Dengan demikian, timbul gelombang di seluruh dunia, yaitu gelombang legalisasi atau legislasi kebijakan lingkungan

1 Jimly Asshiddiqie. 2009. Green Constitution. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

2 Esty, .C. and Porter, M. 2005. National Environmental Performance: An Empirical Analysis of Policy Results and Determinants. Environmental and Development Economics Journal. Vol. 10, p.

391-434.

3 Michael G. Faure and Jason S. Johnston. 2009. The Law and Economics of Environmental Federalism: Europe and the United States Compared, Virginia Environmental Law Journal. Vol 27, p. 244-246.

(3)

commit to user

hidup. Setelah ditetapkannya begitu banyak peraturan-peraturan itu tidak efektif untuk mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Guningham dan Grabosky “there is not just one optimal instruments to reach environmental goals at the lowest cost. The strength and weaknesses of particular institutional features of a particular legal system may play a large role in that respect” 4. Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 dikatakan bahwa hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pelayanan kesehatan yang baik, merupakan hak asasi manusia. Oleh karena itu, UUD 1945 jelas Sangat pro- lingkungan hidup, sehingga dapat disebut sebagai konstitusi hijau (green constitution). Dengan demikian, segala kebijakan dan tindakan pemerintahan dan pembangunan haruslah tunduk kepada ketentuan mengenai hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat itu. Tidak boleh ada lagi kebijakan yang tertuang dalam bentuk undang-undang ataupun peraturan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan ketentuan konstitusional yang pro-lingkungan ini5.

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang menghasilkan kondisi alam yang tinggi nilainya.Di samping itu Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang kedua di dunia dengan jumlah penduduk yang besar.Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang

4 Gunningham, N. and Grabosky, P. 1998. Smart Regulation, Designing Environmental Policy, Oxford, Clarendon Press.

5 I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, “Green Constitution sebagai Penguatan Norma Hukum Lingkungan Dan Pedoman Legal Drafting Peraturan Daerah Dalam Rangka Praktik-Praktik Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik Di Daerah”, YustisiaVol.1 No.1 Januari–April 2012.130-144.

(4)

commit to user

melimpah. Kekayaan itu perlu dilindungi dan dikelola dalam suatu sistem perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terpadu dan terintegrasi antara lingkungan laut, darat, dan udara berdasarkan wawasan Nusantara.Indonesia juga berada pada posisi yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi turunnya produksi pangan, terganggunya ketersediaan air, tersebarnya hama dan penyakit tanaman serta penyakit manusia, naiknya permukaan laut, tenggelamnya pulaupulau kecil, dan punahnya keanekaragaman hayati.

Berdasarkan Pasal 1 (18) Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

Pasal 23 (1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri atas: a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam; b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan; c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya; d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya; e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya; f. introduksi jenis tumbuh- tumbuhan, hewan, dan jasad renik; g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati; h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau i. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.

Berdasarkan penjelasan Pasal 57 Ayat (1) Yang dimaksud dengan

“pemeliharaan lingkungan hidup” adalah upaya yang dilakukan untuk

(5)

commit to user

menjaga pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya penurunan atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Huruf a Konservasi sumber daya alam meliputi, antara lain, konservasi sumber daya air, ekosistem hutan, ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem lahan gambut, dan ekosistem karst.

c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1974 tentang Pengairan

Pada masa kolonial Belanda, otoritas yang terkait dengan sumber daya air diatur dalam Algemeen Water Reglement (AWR) pada tahun 1936. Pada saat ini pengembangan sumber daya air lebih didefinisikan sebagai pengembangan irigasi teknis untuk mendukung perkebunan tebu yang dibangun sejak pertengahan -abad ke-19. Prinsip pengelolaan sumber daya air bersifat monopolistik. Sumber Daya Air dimiliki oleh pemerintah dan dimaksudkan untuk mendukung kepentingan bisnis pemerintah kolonial Belanda. Pada periode setelah kemerdekaan Indonesia, pada masa lalu masalah air masih diatur oleh Algemeen Water Reglement (AWR) 1936. Baru dalam tatanan rezim sumber daya air diatur dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Sistem manajemen sumber daya air berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, jika terkait dengan pengelolaan lingkungan dan pengendalian polusi, belum merupakan sistem manajemen yang terintegrasi dan komprehensif.6

Prinsip-prinsip yang berpotensi digunakan sebagai prinsip dasar untuk mengatur dan melindungi sumber daya air tanah yaitu pemanfaatan umum, keseimbangan, kekekalan, hak mengelola air ada pada otoritas pemerintah, peserta aktif sosial anggota dalam upaya membuat air abadi, harus dibebankan biaya untuk mengubah kembali, menggunakan air bawah tanah harus mempertimbangkan kondisi lingkungan yang bersangkutan sehingga pemerintah perlu menyusun

6 Nadia Astriani, “Legal Politics Of Water Resources Management In Indonesia: Environmental Perspective”, Mimbar Hukum Volume 30, Nomor 1, Februari 2018, hlm. 187-201

(6)

commit to user

peraturan tentang tindakan yang mengatur penggunaan air di bawah permukaan air untuk kegiatan industri7. Perlindungan hukum yang dapat digunakan atau melindungi air dan sumber dayanya adalah skema pelestariannya adalah model-model: mengizinkan, membimbing, mengendalikan, mengawasi dan melaksanakan sanksi administratif atau hukuman pidana. Pemerintah perlu membuat peraturan tentang tindakan yang mengatur penggunaan air, terutama air bawah tanah untuk kegiatan industri8.

Berdasarkan Pasal 13 (1) Undang Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 Undang-undang ini, dengan jalan: a. Melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air; b. Melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumbersumbernya dan daerah sekitarnya; c. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air, yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya; d. Melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap bangunan-bangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi sebagaimana mestinya.

Pemanfaatan air beserta sumber-sumbernya haruslah diabdikan kepada kepentingan dan kesejahteraan Rakyat disegala bidang, baik bidang ekonomi, sosial, budaya maupun pertahanan keamanan nasional, yang sekaligus menciptakan pertumbuhan, keadilan sosial dan kemampuan untuk berdiri atas kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu, air beserta sumber-sumbernya tersebut haruslah dilindungi dan dijaga kelestariannya. Agar maksud tersebut dapat dicapai dengan sebaik-

7 Moch Najib Imanullah, “Asas-Asas Hukum Perlindungan Air Bawah Tanah dari Dampak Kegiatan Industri”. Yustisia, Vol 63 (2003).

8 Moch Najib Imanullah, “Identifikasi Pola Perlindungan Hukum Air Bawah Tanah Dari Kerusakan Sebagai Dampak Industrialisasi”. Yustisia, Vol 62 (2003).

(7)

commit to user

baiknya, Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah serta tindakan- tindakan seperlunya.

Berdasarkan pertimbangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang; b. bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras; c . bahwa pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi; d. bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air;

Berdasakan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, memberikan definisi yaitu :

1) Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

2) Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

3) Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.

Pasal 2 , Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Pasal 11,

(8)

commit to user

(4) Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.

Pengaturan Konservasi Sumber Daya Air dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yaitu : Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu berbunyi :

1) Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.

2) Konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.

3) Ketentuan tentang konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi salah satu acuan dalam perencanaan tata ruang.

Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu berbunyi :

1) Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia.

2) Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; b. pengendalian pemanfaatan sumber air; c. pengisian air pada sumber air; d.

pengaturan prasarana dan sarana sanitasi; e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air; f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; g. pengaturan daerah sempadan sumber air; h.

rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau i. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.

3) Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan.

4) Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya.

(9)

commit to user

5) Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu berbunyi :

1) Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.

2) Pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan pada waktu diperlukan; b. menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau c.

mengendalikan penggunaan air tanah.

3) Ketentuan mengenai pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu berbunyi :

1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada pada sumber-sumber air.

2) Pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.

3) Pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber daya air.

4) Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu berbunyi : Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.

(10)

commit to user

Berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu berbunyi :

1) Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai.

2) Pengaturan konservasi sumber daya air yang berada di dalam kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai diatur berdasarkan peraturan perundangundangan.

3) Ketentuan mengenai pelaksanaan konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu berbunyi :

1) Pemerintah wajib melakukan pengawasan mutu pelayanan atas: a.

badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber daya air; dan b. badan usaha lain dan perseorangan sebagai pemegang izin pengusahaan sumber daya air.

2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memfasilitasi pengaduan masyarakat atas pelayanan dari badan usaha dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3) Badan usaha dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumber daya air dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya

4) Rencana pengusahaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik.

5) Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan mendorong keikutsertaan usaha kecil dan menengah.

Berdasarkan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yaitu berbunyi : Dalam menggunakan hak guna air, masyarakat pemegang hak guna air berkewajiban memperhatikan kepentingan umum yang diwujudkan melalui perannya dalam konservasi sumber daya air serta perlindungan dan pengamanan prasarana sumber daya air. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal yang memmuat tentang Konservasi Sumber Daya Air adalah berjumlah 6 (enam) Pasal yaitu Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 25.

(11)

commit to user

Rancangan Undang-Undan tentang Sumber Daya Air yang sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI yaitu terdiri dari Asas, Tujuan, Dan Lingkup Pengaturan. Pasal 2 Pengaturan Sumber Daya Air berdasarkan asas: a. kemanfaatan umum; b. keterjangkauan; c.

keadilan; d. keseimbangan; e. kemandirian; f. kearifan lokal; g.

wawasan lingkungan; h. kelestarian; i. keberlanjutan; j. keterpaduan dan keserasian; dan k. transparansi dan akuntabilitas.

Pasal 3 Pengaturan Sumber Daya Air bertujuan: a. memberikan pelindungan dan menjamin pemenuhan hak rakyat atas air; b.

menjamin keberlanjutan ketersedian air dan sumber air agar memberikan manfaat secara adil bagi masyarakat; c. menjamin pelestarian fungsi air dan sumber air untuk menunjang keberlanjutan pembangunan; d. menjamin terciptanya kepastian hukum dan akses bagi pengawasan publik terhadap pemanfaatan air dan sumber air mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pemanfaatan; e. menjamin pelindungan dan pemberdayaan masyarakat termasuk masyarakat adat dalam upaya konservasi air dan sumber air; dan f. mengendalikan daya rusak air secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.

Berdasarkan Pasal 4 Ruang lingkup pengaturan Sumber Daya Air meliputi: a. penguasaan negara dan hak rakyat atas Air; b. wewenang dan tanggung jawab dalam Pengelolaan Sumber Daya Air; c.

Pengelolaan Sumber Daya Air; d. perizinan; e. sistem informasi Sumber Daya Air; f. pemberdayaan dan pengawasan; g. pembiayaan; h.

hak dan kewajiban: i. partisipasi masyarakat; dan j. koordinasi.

Konservasi Sumber Daya Air diatur dalam Pasal 23, Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air yaitu :

1) Konservasi Sumber Daya Air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi Sumber Daya Air, baik Air Permukaan maupun Air Tanah.

2) Konservasi Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai

(12)

commit to user

dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) Konservasi Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air melalui kegiatan: a. pelindungan dan pelestarian sumber air; b. pengawetan air; c. pengelolaan kualitas air; dan d.

pengendalian pencemaran air.

4) Pelindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam dan yang disebabkan oleh tindakan manusia.

5) Pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.

6) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada pada sumber-sumber air.

7) Kegiatan konservasi Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi salah satu acuan dalam perencanaan tata ruang.

Berdasarkan Pasal 24 Setiap Orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan: a. terganggunya kondisi tata air daerah aliran sungai; b. kerusakan sumber air dan/atau prasarananya; c. mengganggu upaya pengawetan air; dan d. pencemaran air.

Berdasarkan Pasal 25 , Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air yaitu :

1) Konservasi Sumber Daya Air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan Air Tanah, jaringan irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, kawasan pantai, dan ekosistem lainnya.

2) Konservasi Sumber Daya Air yang berada di dalam kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, kawasan pantai, dan ekosistem lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Berdasarkan Pasal 26 Ketentuan mengenai konservasi Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 25 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

(13)

commit to user

Berdasarkan Pasal 28 , Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air yaitu :

1) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 meliputi: a. Air Permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber Air Permukaan lainnya; b. Air Tanah pada cekungan Air Tanah; c. air hujan; dan d. air payau dan air laut yang berada di darat.

2) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan: a. penatagunaan Sumber Daya Air;

b. penyediaan Sumber Daya Air; c. penggunaan Sumber Daya Air;

dan d. pengembangan Sumber Daya Air.

3) Kegiatan pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air.

Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air Tahun 2018, Pasal yang memuat tentang Konservasi Sumber Daya Air adalah berjumlah 4 (empat) Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 25 dan Pasal 26.

Usulan peneliti terhadap Pasal 28 , Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air yaitu :

1) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 meliputi: a. Air Permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber Air Permukaan lainnya; b. Air Tanah pada cekungan Air Tanah; c. air hujan; dan d. air payau dan air laut yang berada di darat.

2) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagimana dalam Pasal 28 ayat (1) huruf (c) yaitu air hujan wajib didayagunakan melalui pembuatan sumur resapan sesuai standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang belaku;

3) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan: a. penatagunaan Sumber Daya Air;

b. penyediaan Sumber Daya Air; c. penggunaan Sumber Daya Air;

dan d. pengembangan Sumber Daya Air.

4) Kegiatan pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air.

Penjelasan Pasal 23 Ayat (5) Yang dimaksud dengan “pengawetan air” adalah upaya yang dilakukan untuk:

a. menyimpan air yang berlebih di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan pada waktu diperlukan;

(14)

commit to user

b. penyimpanan air hujan dilakukan melalui pembuatan sumur resapan dan teknologi lainnya yang berfungsi untuk menyimpan air di tanah;

c. menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau d. meningkatkan kapasitas imbuhan Air Tanah.

d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Berdasarkan Pasal 16 (1) Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. (2) Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung. Pasal 21 Persyaratan kesehatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung. Pasal 24 (1) Sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan. (2) Sistem sanitasi pada bangunan gedung dan lingkungannya harus dipasang sehingga mudah dalam pengoperasian dan pemeliharaannya, tidak membahayakan serta tidak mengganggu lingkungan. (3) Ketentuan mengenai sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Penjelasan Pasal 24 Ayat (1) Penyaluran air hujan harus dialirkan ke sumur resapan dan/atau ke saluran jaringan sumur kota sesuai ketentuan yang berlaku.

Perubahan terhadap Pasal 39, Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 12 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Air, yaitu (1). Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya yang berdampak terhadap fungsi lingkungan wajib memiliki izin melakukan usaha dan atau kegiatan. (2). Izin melakukan usaha dan atau kegiatan sebagaimana

(15)

commit to user

dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pejabat yang berwenang.

Terdapat penambahan ayat dalam Pasal 39 dari 3 (tiga) Passal menjadi 4 (empat) Pasal sedangkan pasla yang ditambah 1 (satu) pasal yaitu berbunyi “Setiap orang yang mendirikan bangunan harus menyediakan sumur resapan yang dapat menampung limpahan air hujan sesuai peraturan perundang-undangan” sehingga berubah menjadi Pasal 39, Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 12 Tahun 2007 Tentangkonservasi Sumber Daya Air, yaitu (1). Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya yang berdampak terhadap fungsi lingkungan wajib memiliki izin melakukan usaha dan atau kegiatan. (2). Setiap orang yang mendirikan bangunan harus menyediakan sumur resapan yang dapat menampung limpahan air hujan sesuai peraturan perundang-undangan; (3). Izin melakukan usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pejabat yang berwenang;

e. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Berdasarkan Pasal 1 (31), Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Pasal 29 (1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. (2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. (3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.Penjelasan Ayat (1) Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota,

(16)

commit to user

taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.Ayat (2) Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya.

Ayat (3) Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.

f. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Peruumahan dan Kawsan Permukiman

Berdasarkan Pasal 1 (2) Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.Pasaql 1(6) Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.Pasal 1 (17) Kaveling tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah, rencana rinci tata ruang, serta rencana tata bangunan dan lingkungan.Pasal 1 (18) Konsolidasi

(17)

commit to user

tanah adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan dan permukiman guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat.

Berdasarkan Pasal 2 yaitu : Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan berasaskan: a. kesejahteraan; b. keadilan dan pemerataan; c. kenasionalan; d. keefisienan dan kemanfaatan; e.

keterjangkauan dan kemudahan; f. kemandirian dan kebersamaan; g.

kemitraan; h. keserasian dan keseimbangan; i. keterpaduan; j.

kesehatan; k. kelestarian dan keberlanjutan; dan l. keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan. Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalah memberikan landasan agar penyediaan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan memperhatikan kondisi lingkungan hidup, dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju kenaikan jumlah penduduk dan luas kawasan secara serasi dan seimbang untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Yang dimaksud dengan “asas kesehatan” adalah memberikan landasan agar pembangunan perumahan dan kawasan permukiman memenuhi standar rumah sehat, syarat kesehatan lingkungan, dan perilaku hidup sehat.

Berdasarkan Pasal 3 Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan untuk: c. meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; f. menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Yang dimaksud dengan “daya guna dan hasil guna sumber daya alam” adalah kemampuan untuk meningkatkan segala potensi dan sumber daya alam tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian fungsi lingkungan

(18)

commit to user

dalam rangka menjamin terwujudnya penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang berkualitas di lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan.Yang dimaksud dengan “rumah yang layak huni dan terjangkau” adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya, yang mampu dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Yang dimaksud dengan “lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan” adalah lingkungan yang memenuhi persyaratan tata ruang, kesesuaian hak atas tanah dan rumah, dan tersedianya prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.

Berdasarkan Pasal 26 (1) Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis. (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan syarat bagi diterbitkannya izin mendirikan bangunan. (3) Perencanaan dan perancangan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari perencanaan perumahan dan/atau permukiman. Yang dimaksud dengan “persyaratan teknis” antara lain persyaratan tentang struktur bangunan, keamanan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan.

Yang dimaksud dengan “persyaratan administratif” antara lain perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi, peruntukannya, status hak atas tanah, dan/atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Yang dimaksud dengan “persyaratan ekologis”

adalah persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan, baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan sosial budaya, termasuk nilai- nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan. Yang termasuk persyaratan ekologis antara lain analisis dampak lingkungan dalam pembangunan perumahan.

(19)

commit to user

Berdasarkan Pasal 28 (3) Rencana penyediaan kaveling tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan sebagai landasan perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum.Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan prasarana” paling sedikit meliputi jalan, drainase, sanitasi, dan air minum. Yang dimaksud dengan “rencana kelengkapan sarana” paling sedikit meliputi rumah ibadah dan ruang terbuka hijau (RTH). Yang dimaksud dengan

“rencana kelengkapan utilitas umum” paling sedikit meliputi, jaringan listrik termasuk KWH meter dan jaringan telepon. Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus mempertimbangkan kebutuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan fisik, misalnya penyandang cacat dan lanjut usia.

Berdasarkan Pasal 66 (7) Penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan; a. rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan; b. rencana penyediaan tanah; dan c. analisis mengenai dampak lalu lintas dan lingkungan. Pasal 141 Setiap pejabat dilarang mengeluarkan izin pembangunan rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang tidak sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan ruang.

Pasal 158 Setiap pejabat yang dengan sengaja mengeluarkan izin pembangunan rumah, perumahan, dan/atau permukiman yang tidak sesuai dengan fungsi dan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

g. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Berdasarkan Pasal 1 (2) Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas

(20)

commit to user

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 12 (1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e.

ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f.

sosial. (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; e. lingkungan hidup; f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i.

perhubungan; j. komunikasi dan informatika; k. koperasi, usaha kecil, dan menengah. l. penanaman modal; m. kepemudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r.

kearsipan. (3) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi: a. kelautan dan perikanan; b.

pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan; e. energi dan sumber daya mineral; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h. transmigrasi.

h. Undang-undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air.

Berdasarkan Pasal 1 (1).Tanah dan Air adalah lapisan permukaan bumi yang terdiri atas zat padat berupa mineral dan bahan organik, zat cair berupa air yang berada dalam pori-pori tanah dan yang terikat pada butiran tanah, serta udara sebagai satu kesatuan yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan media pengatur tata air.Pasal 1 (2).

Konservasi Tanah dan Air adalah upaya pelindungan, pemulihan, peningkatan, dan pemeliharaan Fungsi Tanah pada Lahan sesuai

(21)

commit to user

dengan kemampuan dan peruntukan Lahan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan kehidupan yang lestari.

Pasal 2 yaitu Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air berdasarkan pada asas: a. partisipatif; b. keterpaduan; c. keseimbangan;

d. keadilan; e. kemanfaatan; f. kearifan lokal; dan g. kelestarian. Yang dimaksud dengan asas "kelestarian" adalah bahwa Setiap Orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas Tanah dan Air.

Pasal 3 Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air bertujuan: a.

melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan yang jatuh, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah, dan mencegah terjadinya konsentrasi aliran permukaan; b. menjamin Fungsi Tanah pada Lahan agar mendukung kehidupan masyarakat; c. mengoptimalkan Fungsi Tanah pada Lahan untuk mewujudkan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup secara seimbang dan lestari; d. meningkatkan daya dukung DAS; e. meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan memberdayakan keikutsertaan masyarakat secara partisipatif; dan f. menjamin kemanfaatan Konservasi Tanah dan Air secara adil dan merata untuk kepentingan masyarakat.

Peningkatan Fungsi Tanah pada Lahan Pasal 24 (1) Peningkatan Fungsi Tanah pada Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c pada Lahan Kritis dan Lahan Rusak di Kawasan Lindung dan Kawasan Budi Daya yang sudah dipulihkan dilaksanakan dengan metode: a. vegetatif; b. agronomi; dan/atau c. sipil teknis pembuatan bangunan Konservasi Tanah dan Air. Yang dimaksud dengan metode

"sipil teknis pembuatan bangunan Konservasi Tanah dan Air" adalah metode Konservasi Tanah dan Air secara mekanis atau struktur berupa pembuatan bangunan-bangunan Konservasi Tanah dan Air, antara lain:

a. sengkedan; b. teras guludan; c. teras bangku; d. pengendali jurang; e.

(22)

commit to user

sumur resapan; f. kolam retensi g. dam pengendali; h. dam penahan; i.

saluran buntu atau rorak; j. saluran pembuangan air; k. terjunan air;

dan/atau l. beronjong.

i. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Negara Indonesia merupakan salah satu negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berperan aktif dalam penentuan sasaran Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagaimana tertuang dalam dokumen Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development, untuk memenuhi komitmen pemerintah dalam pelaksanaan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals, perlu adanya penyelerasan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Berdasarkan Pasal 7, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam rangka pencapaian TPB, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengoordinasikan:

1) fasilitasi dan pendampingan penyusunan RAD TPB 5 (lima) tahunan;

2) pemantauan, evaluasi dan pelaporan pencapaian TPB tingkat nasional dan daerah; dan

3) sumber pendanaan yang berasal dari pemerintah serta sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.

j. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan;

Pertimbangan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujanyaitu bahwa air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan sebagai imbuhan air tanah dan/atau dimanfaatkan secara langsung untuk mengatasi

(23)

commit to user

kekurangan air pada musim kemarau dan banjir pada musim penghujan; bahwa dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan, yang dimaksud dengan:

1) Pemanfaatan air hujan adalah serangkaian kegiatan mengumpulkan, menggunakan, dan/atau meresapkan air hujan ke dalam tanah.

2) Sumur Resapan adalah lubang yang dibuat untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah dan atau lapisan batuan pembawa air.

3) Kolam pengumpul air hujan adalah kolam atau wadah yang dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atap bangunan (rumah, gedung perkantoran atau industri) yang disalurkan melalui talang.

4) Lubang Resapan Biopori adalah lubang yang dibuat secara tegak lurus (vertikal) ke dalam tanah, dengan diameter 10 – 25 cm dan kedalaman sekitar 100 cm atau tidak melebihi kedalaman muka air tanah.

5) Penanggungjawab bangunan adalah pemilik bangunan atau orang perorangan atau badan hukum yang diberi kuasa untuk menempati atau mengelola bangunan.

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan bertujuan memberikan pedoman bagi penanggungjawab bangunan dan pemerintah kabupaten/kota dalam pemanfaatan air hujan untuk mengurangi genangan air atau banjir serta mempertahankan kualitas dan meningkatkan kuantitas air tanah. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan yaitu :

1) Setiap penanggungjawab bangunan wajib melakukan pemanfaatan air hujan.

2) Pemanfaatan air hujan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara membuat:

a. kolam pengumpul air hujan;

b. sumur resapan; dan/atau c. lubang resapan biopori.

(24)

commit to user

3) Kewajiban pemanfaatan air hujan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) butir b dan c dikecualikan pada kawasan karst, rawa, dan/atau gambut.

4) Tata cara pemanfaatan air hujan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan, Pemerintah kabupaten/kota melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pemanfaatan air hujan.

k. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 11/PRT/M/2014 Tentang Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan Gedung dan Persilnya.

Pertimbangan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 11/PRT/M/2014 Tentang Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan Gedung dan Persilnya yaitu a. bahwa untuk mempertahankan siklus air dan kondisi hidrologi alami, serta pemenuhan kebutuhan air pada bangunan gedung, perlu dilakukan pemanfaatan air hujan dan pengelolaan air hujan pada bangunan gedung dan persilnya; b. bahwa untuk menindaklanjuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan guna mengurangi risiko timbulnya bencana banjir akibat jumlah air yang berlebihan pada saat hujan, perlu dibuat penyaluran air hujan yang jatuh pada bangunan gedung dan persilnya; c. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan penyaluran air hujan sebagai salah satu persyaratan sistem sanitasi.

1) Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan Gedung Dan Persilnya adalah upaya dan kegiatan untuk mempertahankan kondisi hidrologi alami, dengan cara memaksimalkan pemanfaatan air hujan, infiltrasi air hujan, dan menyimpan sementara air hujan

(25)

commit to user

untuk menurunkan debit banjir melalui optimasi pemanfaatan elemen alam dan pemanfaatan elemen buatan.

2) Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

3) Persil Bangunan Gedung adalah sebidang tanah dengan luasan tertentu yang menjadi milik perserorangan, badan hukum, atau negara yang diperuntukan untuk pembangunan bangunan gedung.

4) Air Hujan adalah bagian dari air di alam yang berasal dari partikel air di angkasa dan jatuh ke bumi.

5) Curah Hujan adalah banyaknya air hujan yang tercurah atau turun di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.

6) DrainasePerkotaan adalah drainase di wilayah perkotaan yang berfungsi mengelola atau mengendalikan air permukaan, sehingga tidak mengganggudan/atau merugikan masyarakat.

7) Sarana Pengelolaan Air Hujan adalah bangunan yang dioperasikan untuk pengumpulan dan pemanfaatan, infiltrasi, dan detensi air hujan.

8) Sarana Penampung Air Hujan adalah bagian dari sarana pengelolaan air hujan yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan, untuk kemudian dapat dimanfaatkan.

9) Sarana Retensi adalah adalah bagian dari sarana pengelolaan air hujan yang berfungsi sebagai penampung air hujan untuk kemudian diresapkan ke dalam tanah.

10) Sarana Detensi adalah adalah bagian dari sarana pengelolaan air hujan yang berfungsi sebagai penampung air hujan untuk kemudian didistribusikan sesuai dengan tujuan pemanfaatannya.

11) Detensi Air Hujan adalah upaya pengumpulan air hujan pada sarana pengelolaan air hujan untuk sementara waktu dalam rangka mengurangi volume limpasan air hujan yang berpotensi menimbulkan genangan.

12) Prasarana Pengelolaan Air Hujan adalah bangunan pelengkap sebagai penunjang beroperasinya sarana pengelolaan air hujan.

13) Sumur Resapan adalah sarana drainase yang berfungsi untuk meresapkan air hujan dari atap bangunan gedung ke dalam tanah melalui lubang sumuran.

14) Kolam Tandon adalah sarana drainase yang berfungsi untuk menampung air hujan agar dapat digunakan sebagai sumber air baku.

15) Kolam Retensi adalah sarana drainase yang berfungsi untuk menampung dan meresapkan air hujan di suatu wilayah.

16) Izin Mendirikan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada pemilik bangunan gedung

(26)

commit to user

untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

17) Sertifikat Laik Fungsi yang selanjutnya disingkat SLF adalah sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten/kota, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah untuk menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung baik secara administratif maupun teknis, sebelum pemanfaatannya.

18) Status Wajib Kelola Air Hujan adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu bangunan gedung dan persilnya yang diinformasikan oleh pemerintah kabupaten/kota, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada pemohon IMB dalam rangka penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan air hujan pada bangunan gedung dan persilnya.

19) Curah Hujan Persentil 95 adalah curah hujan harian terendah yang sama atau lebih besar dari 95% curah hujan yang ada.

20) Penyelenggara Bangunan Gedung adalah pemilik bangunan gedung, penyediajasa konstruksi bangunan gedung, dan pengguna bangunan gedung.

21) Instrumen Pelaksanaan Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan Gedung adalah sarana yang digunakan oleh pemerintah kabupaten/kota, khusus untuk Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah ProvinsiDKI Jakarta untuk pelaksanaan penyelenggaraan pengelolaan air hujan pada bangunan gedung dan persilnya.

22) Tahapan Penyelenggaraan Pengelolaan Air Hujan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara berurutan dalam penyelenggaraan pengelolaan air hujan pada bangunan.

23) Volume Wajib Kelola Air Hujan adalah total volume air hujan per hari yang wajib dikelola pada bangunan gedung dan persilnya dengan pemanfaatan elemen alam dan pemanfaatan elemen buatan.

24) Pembinaan Penyelenggaraan Bangunan Gedung adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik sehingga setiap penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya, serta terwujudnya kepastian hukum.

25) Pengaturan adalah penyusunan dan pelembagaan peraturan perundangundangan, pedoman, petunjuk,dan standar teknis bangunan gedung sampai didaerah dan operasionalisasinya di masyarakat.

26) Pemberdayaan adalah kegiatan untuk menumbuh kembangkan kesadaran akan hak,kewajiban, dan peran para penyelenggara bangunan gedung dan aparat pemerintah daerah dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

(27)

commit to user

27) Pengawasan adalah pemantauan terhadap penerapan peraturan perundangundangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum.

28) Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

29) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Berdasarkan Pasal 2 (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 11/PRT/M/2014 Tentang Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan Gedung dan Persilnya dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan Penyelenggara Bangunan Gedung dalam mengelola Air Hujan pada Bangunan Gedung dan persilnya. (2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mewujudkan Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan Gedung Dan Persilnya secara optimal.

Berdasarkan Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 11/PRT/M/2014 Tentang Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan Gedung dan Persilnya ini meliputi:

1) penyelenggaraan Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan Gedung dan Persilnya;

2) penetapan Status Wajib Kelola Air Hujan pada Bangunan Gedung dan persilnya;

3) penyelenggaraan sarana dan prasarana Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan Gedung dan Persilnya;

4) pembinaan; dan 5) peran masyarakat.

Berdasarkan Pasal 17Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 11/PRT/M/2014 Tentang Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan Gedung dan Persilnya, Pembinaan meliputi : 1) Pembinaan penyelenggaraan Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan

Gedung dan Persilnya merupakan bagian dari Pembinaan Penyelenggaraan Bangunan Gedung secara keseluruhan yang

(28)

commit to user

dilakukan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:

a. Pemerintah;

b. pemerintah provinsi; dan c. pemerintah kabupaten/kota.

3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui kegiatan:

a. pengaturan;

b. pemberdayaan; dan c. pengawasan.

Menurut Pasal 18 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 11/PRT/M/2014 Tentang Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan Gedung dan Persilnya, Pembinaan melalui Pengaturan yaitu : 1) Pembinaan melalui kegiatan Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 17 ayat (3) huruf a yang dilakukan Pemerintah kepada pemerintah provinsi dan pemerintah abupaten/kota meliputi:

a. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK);

b. penyebarluasan NSPK; dan c. pemberian bantuan teknis.

2) Pembinaan melalui kegiatan Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a yang dilakukan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota meliputi:

a. penyebarluasan NSPK; dan b. pemberian bantuan teknis.

3) Pembinaan melalui kegiatan Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada penyelenggara bangunan gedung meliputi:

a. penyusunan peraturan perundang-undangan; dan b. penyebarluasan peraturan perundang-undangan.

2. Kebijakan Pemerintahan Daerah dalam Konservasi Sumber Daya Air di Kabupaten Kuningan.

Kebijakan pemerintah daerah dalam konservasi sumber daya air di Kabupaten Kuningan, tercermin dalam peraturan dearah yaitu antara lain:

a. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 12 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Air.

Pemerintahan Kabupaten Kuningan berdasarkan pertimbanhan bahwa Air merupakan anugerah Allah Yang Maha Kuasa dan

(29)

commit to user

mempunyai kedudukan serta peran penting bagi kehidupan manusia, oleh karenanya harus dikelola dan dimanfaatkan secara adil dan berkelanjutan;bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup(ekologi) dan ekonomi secara selaras;bahwa pengelolaan konservasi sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi. Pemerintahan Kabupaten Kuningan membuat Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 12 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Air yang berfungsi sebagai panduan dalam melakukan konservasi sumber daya air di Kabupten Kuningan. Pasal 1 (14) yaitu Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada masa kini dan masa depan. Pasal 1 (25) yaitu Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan termasuk sumber daya air ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Tujuan Dan Sasaran Konservasi Pasal 4 Tujuan Konservasi Sumber Daya Air Adalah Untuk Menjaga Dan Atau Menjamin Kelangsungan Keberadaan Daya Dukung, Daya Tampung Dan Fungsi Sumber Daya Air Secara Berkelanjutan. Sasaran Konservasi Sumber Daya Air Adalah : Tercapainya Keselarasan, Keserasian Dan Keseimbangan Antara Manusia Dan Lingkungan ; Terjamin Dan Terkendalinya Pemanfaatan Sumber Daya Air Bagi Kepentingan Generasi Masa Kini Dan Masa Depan; Terarahnya Kebijakan Dalam Pemanfaatan Konservasi Sumber Daya Air.

(30)

commit to user

Perlindungan dan Pelestarian Pasal 11 yaitu Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia.

Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan melalui : pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; pengendalian pemanfaatan sumber air; pengisian air pada sumber air; pengaturan prasarana dan sasaran sanitasi; pengaturan permukiman pada daerah resapan air;

perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air; pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; pengaturan daerah sempadan sumber air; rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau pelestarian hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi terbatas. Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif dan atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi dan budaya. Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Kawasan Permukiman Pasal 26 Rehabilitasi dan konservasi terhadap kawasan permukiman dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, banjir serta melindungi air tanah dan air permukaan dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Pasal 34 Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi Sumber Daya Air serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan daya rusak air.Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan Konservasi Sumber Daya Air.Pasal 39 Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya yang

(31)

commit to user

berdampak terhadap fungsi lingkungan wajib memiliki izin melakukan usaha dan atau kegiatan. Izin melakukan usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pejabat yang berwenang. Pelimpahan kewenangan, tata cara dan persyaratan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 50 yaitu Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 39 ayat (1) diancam dengan tindak pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.Denda sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan pendapatan daerah dan harus disetor langsung ke kas Pemerintah Daerah.

b. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kebun Raya Kuningan,

Pemerintahan Kabupaten Kuningan sesuai dengan arah kebijakan pembangunan konservasi menitikberatkan pada pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan; bahwa kebijakan pembangunan konservasi perlu didukung penumbuhan budaya konservasi di masyarakat melalui pendidikan lingkungan dan pembangunan area konservasi; bahwa pembangunan area konservasi berupa Kebun Raya Kuningan adalah upaya meningkatkan dan memanfaatkan potensi daerah secara optimal dan berkelanjutan perlu didukung perangkat aturan; bahwa agar penyelenggaraan Kebun Raya Kuningan dapat mencapai dayaguna dan hasilguna yang optimal diperlukan adanya pengaturan dalam penyelenggaraannya. Kebun Raya adalah Kebun Raya Daerah yang dikelola oleh Pemerintah Daerah, terletak di Desa Padabeunghar dan berbatasan sebelah barat dengan Kabupaten Majalengka, Sebelah timur dan selatan dengan

(32)

commit to user

Taman Nasional Gunung Ciremai, sebelah utara berbatasan dengan tanah masyarakat Desa Padabeunghar.

Visi Kabupaten Kuningan Tahun 2009 – 2013 adalah ” Kuningan Lebih Sejahtera Berbasis Pertanian dan Pariwisata yang Maju dalam lingkungan yang lestari dan Agamis Tahun 2013 ”. Untuk mewujudkan Visi daerah dimaksud terutama untuk menciptakan kelestarian lingkungan didukung dengan Misi yaitu ” Meningkatkan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam kerangka Kabupaten Konservasi dengan berorientasi pada perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari ”. Program prioritas yang terkait dengan misi tersebut adalah : Peningkatan pencegahan/penanggulangan pencemaran dan perusakan lingkungan; Penataan ruang terbuka hijau dalam menjaga kelestarian lingkungan; Peningkatan upaya rehabilitasi lahan kristis, reklamasi lahan dan konservasi sumber daya hutan;

Peningkatan optimalisasi pendayagunaan sumber daya hutan;

Peningkatan pengendalian usaha pertambangan. Kebun Raya Kuningan secara konseptual merupakan salah satu alternatif sekaligus terobosan dalam rangka pelasanaan program prioritas dimaksud terutama disekitar kawasan gunung ciremai. Penyelenggaraan Kebun Raya Kuningan dimaksud disamping akan memiliki fungsi dan manfaat untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup juga akan memberi residu atau nilai tambah dalam menunjang pembangunan pariwisata serta peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Berdasarkan Pasal 2 Tujuan pendirian Kebun Raya adalah:menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan;

menata dan mengembangkan fungsi ruang terbuka hijau;melaksanakan fungsi konservasi; meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.Pasal 3Fungsi Kebun Raya adalah:tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati melalui konservasi tanaman endemik, nasional dan internasional secara ex- situ;konservasi fungsi ekosistem, penjaga iklim mikro;sarana

(33)

commit to user

pendidikan lingkungan; pengendali tata air; dansarana estetika dan rekreasi.Pasal 4 Manfaat Kebun Raya adalah:sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;sarana untuk mencerminkan identitas daerah;sarana rekreasi dan interaksi sosial;meningkatkan potensi ekonomi daerah;menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula; memperbaiki iklim mikro;meningkatkan cadangan oksigen dan reduksi karbon.

c. Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 11 Tahun 2013 tentang Hutan Kota,

Hutan kota merupakan sumber daya alam yang mempunyai berbagai fungsi, baik ekologi, ekonomi, sosial, pendidikan maupun budaya yang diperlukan guna menunjang kehidupan manusia dan mahluk hidup; bahwa dalam upaya menciptakan wilayah perkotaan yang berwawasan lingkungan yang berkualitas dan dalam rangka meminimalkan wilayah pencemaran lingkungan sebagai akibat sumber daya alam yang dimanfaatkan secara bebas serta untuk mengkondisikan lingkungan perkotaan yang selaras antara luas wilayah, jumlah penduduk beserta pemukimannya dan aktivitasnya, maka perlu diatur mengenai pembangunan dan pengelolaan hutan kota.

Berdasarkan Pasal 1 (6). Hutan Kota adalah hamparan lahan yang bertumbuhan pohonpohon yang kompak dan rapat serta diatur sedemikian rupa di Kota Kecamatan atau sekitar wilayah penunjang Kota Kecamatan baik pada tanah Negara maupun tanah hak, yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Berdasarkan Pasal 2 Tujuan Penyelenggaraan dan pengelolaan hutan kota adalah untuk penghijauan guna mencegah pencemaran udara dalam Daerah, kelestarian lingkungan hidup atas sumber daya alam dan keseimbangan ekosistem lingkungan, sosial dan budaya masyarakat di daerah. Pasal 3 Penyelenggaraan hutan kota

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sangat relevan dengan pemikiran Iwan Triyuwono tentang teori Shariah Enterprise Theory (SET) teori ini dapat memurnikan kembali tujuan sebuah institusi

Etika bisnis adalah suatu ilmu berdasarkan pada moral yang benar dan salah. yang berkaitan pada tindakan moral yang dilaksanakan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku

Apabila gipsum tipe III daur ulang akan digunakan sebagai bahan model kerja maka fungsi optimalnya kurang dapat dicapai karena kekuatan kompresi yang sangat rendah. Nilai

Keteraturan penerimaan raskin dapat meningkatkan status ketahanan pangan rumah tangga di mana semakin teratur menerima raskin maka cenderung rumah tangga tersebut berada

Untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, keminatan, motivasi siswa dalam belajar dan juga menggunakan sebuah sistem pembelajaran berbasis online atau e-learning

Hasil yang positif dari CAR terhadap ROA ini menunjukkan bahwa fungsi modal dapat dikelola dengan baik oleh 21 bank go public di Indonesia sehingga modal yang dimiliki

Dalam contoh ini akan ditunjukan contoh penerapan cara perhitungan hidrograf satuan sintetis dengan cara ITB utuk suatu DAS kecil memiliki Luas DAS = 1.2 km 2 , L=1575 m,

Penelitian ini sesuai dengan hasil dari Nardi (2012) dengan judul Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Net Profit Margin dan Return On Investment terhadap Harga