• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFISIENSI EKSTRAK DAUN MANGGA (Mangifera Indica L.) SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI DARI LOGAM BESI DALAM MEDIUM H2SO4 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EFISIENSI EKSTRAK DAUN MANGGA (Mangifera Indica L.) SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI DARI LOGAM BESI DALAM MEDIUM H2SO4 SKRIPSI"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

EFISIENSI EKSTRAK DAUN MANGGA (Mangifera Indica L.) SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI DARI

LOGAM BESI DALAM MEDIUM H

2

SO

4

SKRIPSI

ANISA KHAIRANI 150801022

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

EFISIENSI EKSTRAK DAUN MANGGA (Mangifera Indica L.) SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI DARI

LOGAM BESI DALAM MEDIUM H

2

SO

4

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ANISA KHAIRANI 150801022

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(3)
(4)

EFISIENSI EKSTRAK DAUN MANGGA (Mangifera Indica L.) SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI DARI

LOGAM BESI DALAM MEDIUM H

2

SO

4

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2019

Anisa Khairani 150801022

(5)

INHIBITOR TERHADAP LAJU KOROSI DARI LOGAM BESI DALAM MEDIUM H2SO4

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian efisiensi ekstrak daun mangga (Mangifera Indica L.) sebagai inhibitor terhadap laju korosi logam besi dalam medium H2SO4 untuk mengetahui pengaruh volume inhibitor ekstrak daun mangga terhadap laju korosi besi dalam medium H2SO4 3% terhadap sifat fisis dan mekanik laju korosi. Adapun variasi komposisi H2SO4 dan ekstrak daun mangga (200:0 ; 180:20 ; 160:40 ; 140:60 ; 120:80) mL dalam waktu 6 hari. Dimensi sampel uji dibuat dalam bentuk balok (5x5x0,02) cm. Pembuatan sampel dilakukan empat tahap. Tahap pertama, daun mangga dihaluskan menjadi serbuk lalu dicampur metanol dan dishaker menggunakan magnetic stirer selama 1 hari. Tahap kedua, ambil hasil dari shaker menggunakan kertas saring sehingga menjadi larutan ekstrak daun mangga. Tahap ketiga, logam besi dan larutan H2SO4 3% dicampurkan dengan larutan ekstrak daun mangga. Tahap keempat, diamkan campuran bahan yang telah homogen selama 6 hari didalam beaker glass 250mL. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi: densitas, uji kekerasan (Hardness Tester Metode Brinell) dan pengujian OM (Optical Microscopy). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai densitas dan kekerasan optimum dihasilkan oleh sampel dengan volume inhibitor 40 ml dengan nilai 46,62 x 103 kg/m3 dan 131,39 N/m2.Volume inhibitor ekstrak daun mangga sebanyak 80 ml menghasilkan laju korosi terkecil dengan nilai 14,476 x 10-3 m/tahun dan efisiensi inhibitor tertinggi dengan nilai 74,79% dalam medium H2SO4 3%.

Kata Kunci : efisiensi inhibitor, ekstrak daun mangga, laju korosi, homogen

(6)

INHIBITORS ON IRON METAL CORROSION RATE IN H2SO4 MEDIUM ABSTRACT

The efficiency of mango leaf (Mangifera Indica L.) extract as an inhibitor has been carried out on the corrosion rate of ferrous metals in H2SO4 medium to determine the effect of volume inhibitors of mango leaf extract on iron corrosion rate in H2SO4 3%

medium on the physical and mechanical properties of corrosion rate. The variations in the composition of H2SO4 and mango leaf extract (200: 0; 180: 20; 160: 40; 140:

60; 120: 80) mL within 6 days. The dimensions of the test sample are made in the form of blocks (5x5x0.02) cm. Sampling was carried out in four stages. The first stage, mango leaves are mashed into powder and then mixed with methanol and dishaker using magnetic stirer for 1 day. The second step, take the results from the shaker using filter paper so that it becomes a mango leaf extract solution. The third stage, ferrous metals and H2SO4 3% solution were mixed with mango leaf extract solution. The fourth stage, let stand a mixture of materials that have been homogeneous for 6 days in a 250mL glass beaker. The test parameters performed include: density, hardness test (Brinell Hardness Tester) and OM (Optical Microscopy) testing. The results showed that the optimum density and hardness values were produced by samples with 40 ml volume inhibitors with a value of 46.62 x 103 kg / m3 and 131.39 N / m2. 80 ml mango leaf extract inhibitor volume produced the smallest corrosion rate with a value of 14.476 x 10-3 m / year and the highest inhibitor efficiency with a value of 74.79% in H2SO4 3% medium.

Keywords: inhibitor efficiency, mango leaf extract, corrosion rate, homogeneous

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Efisiensi Ekstrak Daun Mangga (Mangifera Indica L.) sebagai Inhibitor terhadap Laju Korosi dalam Medium H2SO4” dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tidak lupa kita curahkan kepada junjungan nabi besar kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan dalam menjalankan setiap aktifitas sehari – hari sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini diselesaikan untuk melengkapi dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana. Disadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga dapat diselesaikannya dengan baik.

Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda Muhammad Ali Sulaiman dan Ibunda Awalina Maha yang telah memberi dukungan, semangat dan doa yang tulus. Terima kasih kepada Bapak Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Phd selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS dan Bapak Awan Maghfirah, S.Si. M.Si selaku Ketua Jurusan dan sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU, dan Bapak/Ibu dosen FMIPA USU beserta seluruh staf pegawai Program Studi Fisika USU. Terimakasih kepada teman-teman Fisika 2015, terkhusus SMARTHUMAN dan MERPATI PUTIH yang telah menemani selama 4 tahun dalam suka duka perkuliahan. Terimakasih kepada Ibu Dr. Susilawati, M.S selaku Kepala Laboratorium Fisika Modern yang telah memberikan bimbingan dan motivasinya.

Terima kasih kepada teman-teman Asisten Laboratorium Fisika Modern atas bantuan dan semangat yang diberikan. Terima kasih juga kepada rekan Anwar Syukri Harahap dan Choirul Rizal selaku partner yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Dan terima kasih kepada sahabat yaitu Putri Zarihan, Nur Alfadilla Pane, S.Pd dan Elma Fiana, S.Kom yang telah memberi semangat. Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang diberikan.

Disadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik. Akhir kata diucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Aamiin.

Medan, September 2019

Anisa Khairani

(8)

PENGESAHAN SKRIPSI i

PERNYATAAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

PENGHARGAAN v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Batasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Besi 4

2.2. Preparasi Besi – Tanur Tinggi 5

2.3. Korosi 6

2.3.1. Jenis-jenis Korosi 6

2.3.2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Korosi 8

2.4. Daun Mangga 9

2.5. Inhibitor 10

2.5.1. Jenis Inhibitor 11

2.6. Larutan H2SO4 11

2.7. Karakterisasi Material Logam Besi 12

2.7.1. Sifat Fisis 12

2.7.2. Sifat Mekanik 12

2.7.3. Laju Korosi 13

2.7.4. Mikrostruktur 14

2.7.5. pH 14

BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 16

3.2. Alat dan Bahan Penelitian 16

3.2.1. Alat 16

3.2.2. Bahan 18

3.3. Diagram Alir Penelitian 19

3.4. Variabel Eksperimen 20

(9)

3.4.2. Variabel Penelitian yang diuji 20

3.5. Prosedur Penelitian 21

3.5.1. Pembuatan Larutan Inhibitor 21

3.5.2. Pembuatan Media Korosi 21

3.5.3. Preparasi Sampel Uji 21

3.6. Identifikasi Tanin 22

3.6.1. Analisa Kualitatif Tanin dengan Larutan FeCl3 22 3.6.2. Analisa Kualitatif Tanin dengan Larutan Gelatin 22

3.7. Karakteristik Sampel 22

3.7.1. Densitas 22

3.7.2. Kekerasan 23

3.7.3. Laju Korosi 24

3.7.4. Struktur Morfologi 25

3.7.5. pH 25

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Sifat Fisis 26

4.1.1. Identifikasi Tanin 26

4.1.2. Sifat Fisis (Densitas) 27

4.1.3. Sifat Mekanik (Kekerasan) 29

4.1.4. Sifat Kimia (Laju Korosi) 32

4.1.5. pH 34

4.2. Struktur Morfologi 35

4.2.1. Pengujian Mikroskop Optik 35 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 38

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN

(10)

Nomor

Tabel Judul Halaman

2.1 Beberapa Sifat Unsur-unsur Transisi Golongan 8 4

2.2 Konstanta Laju Korosi 13

3.1 Komposisi Larutan H2SO4 3% dan Larutan Ekstrak Daun Mangga

20 4.1 Pengujian Densitas dengan Voulume Inhibitor pada Sampel

Logam Besi

27 4.2 Hasil Pengukuran Kekerasan dengan menggunakan Beban

500 kg dan Diameter Identor 5 mm pada Logam Besi dengan Komposisi ekstrak Daun Mangga 0 ml, 20 ml, 40 ml, dan 80 ml selama 6 hari

29

4.3 Pengujian Kekerasan dengan Voulume Inhibitor pada Sampel Logam Besi

31 4.4 Pengujian Laju Korosi dengan Voulume Inhibitor pada

Sampel Logam Besi

32 4.5 Pengujian Efisiensi Inhibitor dengan Voulume Inhibitor

pada Sampel Logam Besi

33 4.6 Pengamatan Mikroskop Optik pada Sampel Logam Besi 36

(11)

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Bagan Tanur Tinggi Pengolahan Besi 5

2.2 Daun Mangga 10

3.1 Skema Diagram Alir Pengujian Logam Besi 19

4.1 Hasil Identifikasi Tanin, Sebelum dan Sesudah menggunakan FeCl3

26 4.2 Hasil Identifikasi Tanin, Sebelum dan Sesudah

menggunakan Gelatin 10%

27 4.3 Grafik Hubungan antara Densitas dan Volume Inhibitor 28 4.4 Grafik Hubungan antara Kekerasan dan Volume Inhibitor 31 4.5 Grafik Hubungan antara Laju Korosi dan Volume Inhibitor 32 4.6 Grafik Hubungan antara Efisiensi Inhibitor dan Volume

Inhibitor

34

4.7 pH 35

(12)

Lampiran Judul Halaman

A Alat dan Bahan Penelitian 41

B Perhitungan Data Pengujian 49

C Data Percobaan 56

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Besi adalah unsur kimia dengan simbol Fe (dari bahasa Latin; ferrum) dan nomor atom 26. Merupakan logam dalam deret transisi pertama. Ini adalah unsur paling umum di bumi berdasarkan massa, membentuk sebagian besar bagian inti luar dan dalam bumi. Besi adalah unsur keempat terbesar pada kerak bumi. Kelimpahannya dalam planet berbatu seperti bumi karena melimpahnya produksi akibat reaksi fusi dalam bintang bermassa besar, dimana produksi nikel-56 (yang meluruh menjadi isotop besi paling umum) adalah reaksi fusi nuklir terakhir yang bersifat eksotermal.

Akibatnya, nikel radioaktif adalah unsur terakhir yang diproduksi sebelum keruntuhan hebat supernova. Keruntuhan tersebut prekursor radionuklida besi ke angkasa raya.

Seperti unsur golongan 8 lainnya, besi berada pada rentang tingkat oksidasi yang lebar, -2 hingga +6, meskipun +2 dan +3 adalah yang paling banyak. Unsur besi terdapat dalam meteorit dan lingkungan rendah oksigen lainnya, tetapi reaktif dengan oksigen dan air. Permukaan besi segar tampak berkilau abu-abu keperakan, tetapi teroksidasi dalam udara normal menghasilkann besi oksida hidrat, yang dikenal sebagai karat. Tidak seperti logam lain yang membentuk lapisan oksida pasivasi, oksida besi menempati lebih banyak tempat daripada logamnya sendiri dan kemudian mengelupas, mengekspos permukaan segar untuk korosi.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Besi)

PT. (Persero) Kawasan Industri Medan, adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan bidang usaha jasa pengelolaan Kawasan Industri. Kawasan ini didirikan pada tanggal 7 Oktober 1988, dengan komposisi sahamnya terdiri dari Pemerintahan RI (pusat) 60%, Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara 30% dan Pemerintahan Kota Medan 10%. Industri Kimia seperti alkohol dalam proses pembuatannya membutuhkan air sangat besar, mengakibatkan pula besarnya limbah cair yang dikeluarkan kelingkungan sekitarnya. Air limbahnya bersifat mencemari lingkungan karena didalamnya terkandung mikroorganisme, senyawa organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta senyawa tambahan yang terbentuk selama prosespermentasi berlangsung. Industri ini mempunyai limbah cair selain dari

(14)

proses produksinya juga, air sisa pencucian peralatan, limbah padat berupa onggokan hasil perasan, endapan SO4, gas berupa uap alkohol. Kategori limbah industri ini adalah limbah bahan beracun berbahaya (B3) yang mencemari air dan udara. Limbah

ini membuat besi menjadi korosi.

(http://allaboutmaryda.blogspot.com/2012/11/analisis-limbah-pt-kim.html). Korosi meupakan peristiwa kerusakan permukaan dari suatu logam yang diakibatkan dari pengaruh lingkungan (suhu, kelembapan, dan lainnya). (Trethewey, 1991).

Penggunaan inhibitor adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah korosi karena biaya murah dan prosesnya sederhana. Inhibitor organik dari bahan alami adalah inhibitor yang berasal dari bagian tumbuhan yang mengandung tanin.

Tanin merupakan zat kimia yang terdapat pada akar, daun, kulit, buah dan batang tumbuhan. Senyawa pada ekstrak tumbuhan yang dijadikan inhibitor harus mengandung minimal salah satu atom : N, O, P, S yang memiliki pasangan elektron bebas (PEB). Unsur-unsur yang mengandung PEB berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa kompleks (Sari,2013).

Salah satu penggunaan inhibitor yang digunakan untuk mengatasi masalah korosi yang terjadi pada logam adalah dengan mengekstrak daun mangga sebagai salah satu bahan organik yang berpotensi sebagai inhibitor korosi. Tanaman mangga (Mangifera Indica L.) merupakan tanaman yang berpotensi sebagai obat herbal karena mengandung senyawa metabolit sekunder. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman mangga yaitu daun mangga sebagai antioksidan, antimikroba, dan antitumor. Selain flavonoid tanaman mangga juga mengandung saponin, tanin glatat, tanin katekat, kunoin, dan steroid atau tripenoid (Widijanti dan Bernard, 2007).

Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian laju korosi menggunakan bahan baku logam besi dengan penambahan volume ekstark daun mangga (Mangifera Indica L.) untuk mengetahui pengaruh terhadap sifat fisis (densitas), sifat mekanik (kekerasan), dan morfologi dari logam besi.

(15)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang aakan dibahas dalam laporan ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh volume inhibitor terhadap laju korosi besi dalam medium H2SO4 3%.

2. Bagaimana efisiensi inhibitor ekstrak daun mangga terhadap laju korosi logam besi dalam medium H2SO4 3%.

3. Bagaimana struktur morfologi dari besi yang telah mengalami laju korosi.

1.3. Batasan Masalah

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan, maka perlu ada pembatasan masalah penelitian yaitu:

1. Bahan baku yang digunakan adalah logam besi dengan medium uji korosi yaitu H2SO4 3% dalam waktu perendaman 6 hari.

2. Variasi volume inhibitor ekstrak daun mangga.

3. Parameter yang dianalisa yaitu sifat fisis (densitas), sifat kimia (laju korosi), sifat mekanik (kekerasan) dan struktur morfologi dari besi yang diuji.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui pengaruh volume inhibitor ekstrak daun mangga terhadap laju korosi besi dalam medium H2SO4 3%.

2. untuk mengetahui pengaruh waktu perendaman terhadap laju korosi dan sifat mekanik besi dalam medium H2SO4 3%.

3. Untuk mengetahui efisiensi inhibitor ekstrak daun mangga terhadap laju korosi logam besi.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Menjadi rujukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam merekayasa laju korosi pada logam besi dengan penambahan inhibitor ekstrak daun mangga.

2. Memberikan penambahan pemahaman terhadap karakteristik laju korosi logam besi dengan inhibitor ekstrak daun mangga.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Besi

Besi telah dikenal sejak 4000 BC dan sangat banyak digunakan untuk berbagai macam keperluan industri. Besi murni akan bersifat lunak dan mudah dibentuk. Besi terdapat dialam sebagai sulfidanya, FeS, atau Fe2S3. Tetapi mineral ini tidak dimanfaatkan sebagai bijih karena sisa-sisa kelumit belerang sulit dihilangkan.

Hematit, Fe2O3, adalah yang paling tinggi kelimpahannya setelah magnetit, Fe3O4 atau FeO. Fe2O3, dan sangat berharga sebagai bijih karena kandungan besi yang sangat besar, magnetit bersifat tertarik oleh magnet (Sugiyarto dan Suyanti, 2010).

Besi adalah suatu logam panduan yang terdiri dari campuran unsur karbon dan besi. Bijih besi merupakan senyawa oksida, karbonat, dan sulfida serta tercampur dengan unsur lain misalnya silikon. Bijih besi diolah dalam tanur atau dapur tinggi untuk menghasilkan besi kasar. Besi kasar adalah bahan baku untuk pembuatan mesin cor (cast iron), besi tempa (wrought iron), dan baja (steel). Ketiga bahan ini banyak dipakai dalam bidang teknik (Amanto dan Daryanto, 2017).

Besi memiliki simbol (Fe) dan merupakan logam berwarna putih dan keperakan.

Fe di dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VII dengan berat atom 55,85 g/mol, nomor atom 26, berat jeis 7,86 g/cm3 dan umumnya mempunyai valensi 2 dan 3 (selain 1, 4, 6) (Eaton et al, 2005). Besi lebih reaktif daripada kedua logam (Rutenium dan Osmium) ataupun golongan triad-triad lainnya (Sugiyarto dan Suyanti, 2010).

Tabel 2.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 8

Karakteristik 26Fe 44Ru 76Os

Kelimpahan/ppm (dalam kerak bumi) 62000 0,0001 0,005

Densitas/grcm-3 (20℃) 7,874 12,41 22,57

Titik Leleh/℃ 1535 2282 3045

Titik Didih/℃ 2750 4050 5025

Jari-jari Atomik/pm (bilangan koordinasi 12) 126 134 135

(17)

Unsur panduan besi (Fe) dapat meningkatkan machinability, permukaan akhir, menghaluskan butir, meningkatkan kekerasan dan kuat tarik. Namun unsur ini menurunkan ketahanan korosi pada kuningan. Presepitasi besi saat paduan melebur menjadi penyebab terjadinya grain refinement. Namun grain refinement yang diakibatkan adanya besi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama, yaitu kurang lebih 72 jam holding time atau setelah beberapa kali peleburan. Penambahan besi sebagai grain refainer untuk kuningan jenis aluminium bronze dan manganese bronze (Sadayappan, 2004).

2.2. Preparasi Besi – Tanur Tinggi

Bahan mentah untuk preparasi besi adalah bijih besi yang telah terikatkan, kokas dan batu kapur (CaCO3) yang berperan sebagai fluks. Besi kasar (besi gubal pig iron) diproduksi didalam tanur tinggi, suatu tanur dengan ketinggian 100 kaki dan diameter 25 kaki yang dilapisi dengan batu bata yang tahan panas.

Campuran bijih besi, kokas dan batu kapur dimasukkan dari bagian atas tanur (Gambar 2.1). Hembusan kuat (kecepatan 350 mph) udara panas atau oksigen ditiupkan melalui bagian bawah tanur tempat kokas diubah menjadi gas CO yang kemudian berperan sebagai agen produksi. Campuran menjadi lebih panas secara perlahan dengan semakin menurunnya ke posisi dasar tanur. Uap air pertama-tama akan terdesak keluar, kemudian sebagian bijih mulai tereduksi oleh karbon monoksida.

Pada bagian tanur yang lebih panas, proses reduksi bijih menjadi logam besi menjadi sempurna, batu kapur melepaskan CO2 dan bereaksi dengan pengotor-pengotor bijih terutama silikon dioksida tetapi oksida-oksida mangan dan fosfor dengan menghasilkan lelehan ampas. Lelehan besi dan ampas keduanya tidak bercampur melainkan membentuk dua lapisan pada dasar tanur.

Gambar 2.1 Bagan tanur tinggi pengolahan besi

(18)

Proses reduksi bersifat dapat balik/reversibel, dan reduksi sempurna hanya terjadi jika karbondioksida yang terbentuk dihilangkan. Hal ini dilakukan dengan penambahan kokas belebihan yang akan mereduksi karbondioksida menjadi karbon monoksida (Sugiyarto dan Suyanti, 2010).

2.3. Korosi

Korosi dapat diartikan sebagai perusakan logam oleh keadaan sekitar. Keadaan sekitar ini antara lain udara lembab, bahan kimia, air laut, gas dan sebagiannya (Amanto dan Daryanto, 2017). Terdapat 4 faktor utama terjadinya korosi, antara lain:

a. Anoda adalah bahan logam yang mengalami korosi dengan melepaskan elektron dari atom logam netral untuk membentuk ion. Ion ini kemudian bereaksi membentuk karat. Reaksi oksidasi pada anoda dapat dituliskan dengan persamaan:

M → M2+ + ze- (2.1)

Dengan z yaitu valensi logam (1, 2, atau 3)

b. Kotada adalah bahan logam yang tidak mengalami korosi karena menerima elektron. Reaksi yang terjadi pada katoda bergantung pada pH larutan, pada larutan asam akan terbentuk gas H2, sedangkan pada larutan basa akan terbentuk gas O2. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaksi reduksi.

c. Elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan listrik sebagai media perpindahan elektron dari anoda menuju katoda. Jenis elektrolit bermacam- macam dapat berupa larutan asam, basa dan larutan garam. Selain itu, air juga dapat digunakan sebagai elektrolit karena kebanyakan air bersifat konduktif.

Walaupun sebenarnya air yang murni tidak dapat menghantarkan listrik.

d. Hubungan listrik adalah hubungan antara anoda dan katoda yang terdapat kontak listrik, sehingga arus dalam sel korosi dapat mengalir.

2.3.1 Jenis-Jenis Korosi

Dibawah ini beberapa jenis korosi, antara lain:

1. Korosi Atmosfer

Karat jenis ini terjadi akibat proses elektrokimia antara dua bagian benda padat khusus metal besi yang berbeda potensial dan berlangsung berhubungan dengan

(19)

udara terbuka. Jika udara dingin atau basah, maka akan terbentuk bintik-bintik embun di permukaan metak besi, dan struktur molekuler yang katodi, serta bagian anodis yakni bagian metal besi yang murni. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengkorosian atmosfer, yaitu:

a. Jumlah zat pencemar di udara (debu, gas).

b. Suhu.

c. Kelembaban kritis.

d. Arah dan kecepatan angin.

e. Radiasi matahari.

f. Jumlah curah hujan.

2. Korosi Galvanis

Korosi galvanis merupakan proses pengkorosian elektro kimiawi apabila dua maam metal yang berbeda potensial dihubungkan langsung di dalam elektrolit yang sama. Elektron mengalir dari metal yang kurang mulia (anodik) menuju metal yang lebih mulia (katodik). Akibatnya metal yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan elektron. Ion positif metal bereaksi dengan ion negatif yang berada didalam elektrolit menjadi garam metal. Karena peristiwa tersebut, permukaan anoda kehilangan metal sehingga terbentuklah sumur-sumur karat atau jika merata disebut Surface Attack atau serangan kondisi permukaan.

3. Korosi Regangan

Korosi ini sering terjadi sangat cepat dalam ukuran menit, yakni jika semua persyaratan untuk terjadi regangan ini telah terpenuhi oleh suatu saat tertentu yakni adanya regangan internal dan terciptanya kondisi korosif yang berhubungan dengan konsentrasi zat karat (Corrodent) dan suhu lingkungan.

Sifat retak jenis ini sangat spontan. Regangan biasanya bersifat internal yang disebabkan oleh perlakuan yang diterapkan seperti bentukan dingin (Cold Forming) atau yang berupa sisa hasil pengerjaan (residual) seperti pengelingan, pengeprasan dan lain-lain.

(20)

4. Korosi Pelarutan Selektif

Korosi ini menyangkut larutnya suatu komponen dari zat paduan sehingga korosi ini disebut pelarutan selektif (selective dissolution) atau disebut pula “parting”

atau “de alloying”. Korosi ini bentuk permukaannya tampak tetap tidak berubah termasuk tingkat kehalusan/kekasaran. Namun sebenarnya berat bagian yang terkena jeis karat ini menjadi berkurang, berpori-pori dan yang terpenting adalah kehilangan sifat mekanisnya semula, yakni menjadi getas dan mempunyai kekuatan tarik yang sangat rendah. Pada iron (besi) terjadi proses pengkaratan graphitization/graphitic corrosion (grafitisasi) dari paduan iron carbon (besi tuang abu-abu).

5. Korosi Titik Embun

Titik embun ini sangat korosif terutama di daerah pantai dimana banyak partikel air asin yang terhembus angin dan mendarat dipermukaan metal, atau di dekat kawasan industri yang kaya dengan zat pencemaran udara. Jika suhu metal dingin maka dijamin akan terjadi kondensasi/pengembunan. Titik embun tersebut sangat kecil sehingga hamoir tidak tampak oleh mata secara langsung, namun akibatnya di dalam beberapa jam saja sudah tampak khususnya pada permukaan baru yang belum dilapisi film oksida (bekas ampelas, gerinda, poles, bubut dan lain-lain).

Lapisan produksi korosi disebut rust atau retak (Widharto, 2001).

2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Korosi 1. Pengaruh susunan kimia material

Susunan kimia suatu material sangat mempengaruhi ketahanan material itu terhadap korosi. Pada jenis logam yang sama dengan susunan kimia yang berbeda akan mengakibatkan ketahanan terhadap serangan korosi yang berbeda pula.

2. Pengaruh struktur material

Kurangnya homogenitas struktur dapat menimbulkan efek-efek galvanis mikro pada material yang mengakibatkan terjadinya pengkaratan. Adanya titik-titik yang tidak sama dengan titik-titik disekitarnya dapat mengakibatkan salah satu bertindak sebagai anoda dan sebagai katoda.

(21)

3. Lingkungan air

Air ataupun uap air dalam jumlah banyak ataupun sedikit akan sangat berpengaruh terhadap laju korosi pada logam. Reaksinya bukan hanya antara logam dengan oksigen saja, melainkan juga dengan uap air yang menjadi reaksi elektrokimia.

Korosi pada lingkungan air bergantung pada pH, kadar oksigen dan temperatur.

4. Lingkungan industri

Korosi di lingkungan industri yang menggunakan bahan kimia seperti pada pembuatan H2SO4, HNO3, HCl dan sebagainya maka akan sangat bersifat korosif.

5. Lingkungan lautan

Udara lingkungan laut jauh lebih korosif dibandingkan dengan daerah pedalaman, karena mengandung garam-garam dan zat lain yang dapat berpengaruh pada kororsifitas udara terhadap logam-logam (Pemi J, 2015).

2.4. Daun Mangga

Tanaman mangga (Mangifera indicia L.) merupakan tanaman yang berpotensi sebagai obat herbal karena mengandung senyawa metabolit sekunder. Penelitian- penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman mangga daun yaitu daun mangga sebagai antioksidan, antimikroba, dan antitumor. Selain flavonoid tanaman mangga juga mengandung saponin, tanin galat, tanin katekat, kuinon dan steroid atau tripenoid (Widijanti dan Bernard, 2007). Tanaman daun mangga menghasilkan tanin sebesar 36,35%, tingkat keasaman (pH) sebesar 4,78, diameter zona hambat bakteri Escherichia coli sebesar 16,75 mm dengan jenis pelarut aseton (Shobakh, 2017).

Mangga Gedong Gincu merupakan jenis buah-buahan tropis. Mangga ini merupukan komoditas ekspor yang cukup diunggulkan oleh Indonesia sebagai komoditas buah-buahan. Mangga ini (Mangifera Indica) merupakan tanaman buah- buahan tropika kering yang termasuk ke dalam famili anacordiaceae. Salah satu jenis mangga yang banyak digemari dan terkenal baik di dalam negeri maupun di luar negeri terutama Jepang, Cina, Saudi Arabia adalah mangga gedong gincu.

(https://indoexportportal.wordpress.com/2013/12/12/mangga-gedong-gincu/)

(22)

Tanaman mangga (Mangifera indicia L.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Di Indonesia mangga tumbuh baik di daerah rendah yang berhawa panas, tapi juga masih bisa ditanam sampai daratan tinggi yang berhawa sedang (Pracaya, 2011). Daerah penyebaran tanaman mangga paling luas di dunia adalah Asia Tenggara, yakni meliputi Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia, bahkan diantaranya daerah Bowen di bagian utara Queensland menjadi pusat perkebunan mangga komersial (Rukmana, 1997). Buah mangga selain memiliki sifat rasa yang manis dan menyegarkan, ternyata buah mangga juga mengandung banyak nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Hancuran danging buah mangga kaya akan gizi, mengandung berbagai vitamin dan mineral (Setyadjit. Dkk, 2005). Buah mangga sebagai bahan makanan terdiri dari 80% air dan 15-20% gula serta berbagai macam vitamin, antara lain vitamin A, B1, B2, dan C (Rahmalia, 2013).

Gambar 2.2 Daun Mangga

2.5. Inhibitor

Syarat umum suatu senyawa yang dapat digunakan sebagai inhibitor korosi logam adalah senyawa-senyawa yang mampu membentuk kompleks, baik kompleks terlarut maupun kompleks yang mengendap. Untuk itu perlu gugus fungsi yang mengandung atom-atom yang mampu membentuk ikatan kovalen koordinasi. Ekstrak bahan alam khususnya senyawa yang mengandung atom N, O, P, S, dan atom-atom yang memiliki pasangan elektron bebas. Senyawa organik yang terdiri dari satu atau lebih atom nitrogen, oksigen, sulfur, fosfor, ikatan rangkap, atau cincin aromatik pada molekulnya dapat digunakan sebagai penghambat korosi karena dapat dengan mudah dilapisi pada permukaan logam. Struktur senyawa menunjukkan sepasang elektron bebas yang menghasilkan adsorpsi inhibitor pada permukaan logam. Proses ini

(23)

mengarah pada pembentukan lapisan pelindung yang mencegah kontak langsung logam ke media korosif, yang mengakibatkan penurunan laju korosi. Inhibitor organik dapat bertindak sebagai inhibitor anodik dan katodik karena mereka dapat menghambat reaksi anodik dan katodik. Ini akan menghasilkan laju korosi yang menurun yang ditandai dengan berkurangnya kecepatan reaksi anodik, katodik, atau keduanya (Sulistijono. Dkk, 2017)

2.5.1 Jenis Inhibitor 1. Inhibitor Organik

Inhibitor organik adalah inhibitor yang akan menghambat korosi dengan cara teradsorprsi kimiawi pada permukaan logam yang terbuat dari bahan organik.

Contohnya : gugus amina dan senyawa tanin.

2. Inhibitor Anorganik

Inhibitor anorganik adalah inhibitor yang diperoleh dari mineral-mineral yang tidak mengandung unsur karbon dalam senyawanya. Material dasar dari inhibitor anorganik antara lain kromat, nitrit, silikat dan pospat (Pemi J, 2015)

2.6. Larutan H2SO4

Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Produksi dunia asam sulfat pada tahun 2001 adalah 165 juta ton, dengan nilai perdagangan seharga US$8.

Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintetis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak.

Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami di bumi oleh karena sifatnya yang highroskopis. Walaupun demikian, asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam, yang terjadi karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan keberadaan air (oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah produksi sampingan utama dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak yang mengandung sulfur (belerang). Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang menghasilkan dari oksidasi

(24)

ini sangat asam dan disebut sebagai air asam tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam yang ada dalam bijih sulfida dan tingkat kemurnian dari H2SO4 yaitu 98%.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Asama_sulfat)

2.7. Karakterisasi Material Logam Besi

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa pengujian dan analisa yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas), pengujian mekanik (kekerasan) menggunakan alat uji Hardness tester menggunakan Metode Brinell, analisa laju korosi dengan menggunakan Metode Kehilangan Berat (Weight Loss), dan analisa struktur morfologi logam besi dengan menggunakan alat uji Optical Microspe.

2.7.1. Sifat Fisis

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v). Dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut:

𝜌 = 𝑚

𝑉 (2.1)

Dengan:

𝜌 = Densitas (Kg/m3) m = Massa Sampel (Kg) V = Volume Sampel (m3)

2.7.2. Sifat Mekanik

Uji kekerasan brinell memberikan kuat tekan dengan menggunakan indentor berupa bola baja berdiameter 10 mm yang nantinya akan menghasilkan lekukan pada bagian permukaannya benda uji (specimen). Lekukan tersebut akan diukur diameter jejaknya menggunakan mikroskop yang terintegrasi dengan hardness tester. Terdapat persamaan untuk menghitung kekerasan pada alat brinell:

BHN = 2𝑃

𝜋𝐷 (𝐷− √𝐷2−𝑑2) (2.2)

Dengan

P = Beban uji (kg)

D = Diameter indentor bola (mm)

(25)

d = diameter jejak (mm)

2.7.3. Laju Korosi

Pengukuran laju korosi (corrosion rate) secara eksperimen dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu:

1. Metode khilangan berat 2. Metode elektrokimia

Laju korosi adalah kecepatan penembusan logam atau kehilangan berat persatuan luas tergantung pada teknik penukuran yang digunakan dan dinyatakan dalam satuan mmpy (meter per tahun) sesuai ASTM G31-72 dan besarnya laju dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

CR = 𝑘 . 𝑊

𝜌 . 𝐴 . 𝑡 (2.3)

Dengan

CR = Laju Korosi (m/tahun) 𝜌 = Densitas (kg/m3) A = Luas Permukaan (m2)

K = Konstanta laju korosi = 3,45 x 106 (mpy) t = waktu (jam)

W = Total massa yang hilang (kg)

Tabel 2.2 Konstanta Laju Korosi

Satuan Laju Korosi Konstanta (K)

mils per year (mpy) 3.45 x 106

Inches per year (ipy) 3.45 x 103

Inches per mounth (ipm) 2.87 x 104

Millimeters per year (mm/y) 8.76 x 104

Micrometers per year (𝜇m/y) 8.76 x 107

Picometers per second (pm/s) 2.78 x 106

Gram per square meter per hour (g/m2.h) 1.00 x 104 x DA Miligrams per square decimeter per day (mdd) 2.40 x 106 x DA

(26)

Micrograms per square meter per second (𝜇g/

m2.s) 2.78 x 106 x DA

(perez,2004)

Efisiensi inhibitor mengindikasikan sjauh mana laju korosi diperlambat oleh kehadiran inhibitor. Efisiensi inhibitor dapat ditulis dalam persamaan berikut:

E = 𝑥𝑎−𝑥𝑏

𝑥𝑎 x 100% (2.4)

Dengan

E = efisiensi inhibitor (%)

𝑥𝑎 = rata-rata laju korosi tanpa inhibitor (m/tahun) 𝑥𝑏 = rata-rata laju korosi dengan inhibitor (m/tahun)

2.7.4. Mikrostruktur

Struktur morfologi merupakan butiran suatu benda logam yang sangat kecil dan tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, sehingga perlu mrnggunakan mikroskop optik atau mikroskop elektron untuk pemeriksaan butiran logam tersebut. Struktur material berkaitan dengan komposisi, sifat, sejarah dan kinerja pengolahan, sehingga dengan mempelajari struktur mikro akan memberikan informasi yang menghubungkan komposisi dan pengolahan sifat kinerjanya. (Andi P, 2017)

2.7.5. pH

Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hydrogen dan menunjukan suasana air tersebut apakah dapat bereaksi dengan asam atau basa.

Derajat keasaman (pH) dapat juga diartikan sebagai suatu skala atau ukuran untuk mengukur keasaman atau kebasaan larutan dimana nilainya bervariasi antara 0-14 dengan batas normal ada pada nilai 7. Derajat keasaman (pH) adalah singkatan dari puissance negatif de H, yaitu logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu larutan atau cairan. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuhan dan binatang air (Rifai & Pertagunawan, 1985 cit Herawati, 2008).

(27)

Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan perairan sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kondisi suatu perairan sebagai lingkungan tempat hidup (Odum, 1996).

Raymond Chang (2005:99) menyatakan bahwa pH suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen (dalam mol per liter). Skala pH (pH = potenz Hydrogen) dikenalkan oleh Sorensen ahli kimia Denmark pada tahun 1909. pH menyatakan konsentrasi H+ yang ada di dalam larutan. Harga pH berkisar antara 0 sampai 14. Berdasarkan teori asam basa Arhenius, suatu larutan dapat bersifat asam, basa atau netral tergantung pada konsentrasi ion H+ atau ion OH dalam larutan tersebut. Larutan akan bersifat asam apabila konsentrasi H+ lebih dominan dari konsentrasi ion-ion yang lain, larutan bersifat basa jika konsentrasi ion OH lebih dominan dari konsentrasi ion yang lainnya dan suatu larutan memiliki sifat netral jika konsentrasi H+ dan konsentrasi OH dalam larutan sama banyak.

(28)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium BioProses Politeknik Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan dan Laboratorium Metalurgi Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan April hingga bulan September.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Neraca Digital

Berfungsi untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan dan juga untuk menimbang massa sampel

2. Spatula

Berfungsi untuk mengambil bahan-bahan yang akan digunakan dan juga untuk mengaduk larutan inhibitor dengan larutan H2SO4 3%

3. Gelas Ukur 100 ml

Berfungsi untuk mengukur volume dari ekstrak daun mangga yang akan ditambahkan ke dalam medium H2SO4 3%

4. Gelas Ukur 250 ml

Berfungsi untuk mengukur volume dari larutan H2SO4 3%

5. Penjepit Buaya

Berfungsi untuk meletakkan dan mengambil logam besi dalam larutan H2SO4 3%

6. Penggaris 30 cm

Berfungsi untuk mengukur volume dari logam besi 7. Kertas Saring

Berfungsi untuk menyaring ekstrak daun mangga dari ampasnya

(29)

8. Aluminium Foil

Berfungsi untuk melindungi pengujian laju korosi dari udara luar dan sebagai penutup wadah agar larutan didalamnya todak terkontaminasi 9. Gunting

Berfungsi untuk memotong logam besi dan kertas pasir 10. Blender

Berfungsi untuk menghaluskan daun mangga menjadi serbuk daun mangga 11. Elenmeyer 250 ml

Berfungsi sebagai tempat pembuatan larutan inhibitor.

12. Beaker glass 250ml

Berfungsi sebagai tempat pengujian laju korosi logam besi dengan larutan inhibitor dan larutan H2SO4 3%

13. Cawan petri

Berfungsi sebagai tempat uji tanin 14. Pipet Tetes

Berfungsi untuk mengambil larutan inhibitor dari beaker glass 15. Platform Shaker

Berfungsi untuk memaserasi serbuk daun mangga dengan metanol agar homogen

16. Magnetic Stirer

Berfungsi untuk mengaduk dan menghomogenkan bahan dengan ekstrak pada proses uji tanin

17. Hardness Tester Brinell

Berfungsi sebagai alat untuk pengujian kekerasan sampel 18. Opticak Microscope

Berfungsi untuk melihat struktur morfologi logam besi 19. Gelas Kaca

Berfungsi sebagai tempat untuk menimbang daun mangga 20. Corong

Berfungsi untuk menyangga kertas saring saat melakukan proses penyaringan

(30)

21. Tissue

Berfungsi untuk membersihkan dan mengeringkan besi dan peralatan yang digunakan

22. Kertas pasir

Berfungsi untuk membersihkan karat pada logam besi.

23. Oven

Berfingsi untuk mengeringkan sampel.

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan yang digubakan dalam penelitian ini adalah:

1. Plat besi

Berfungsi sebagai bahan utama dalan penelitian ini.

2. Serbuk daun mangga

Berfungsi sebagai larutan inhibitor 3. Larutan H2SO4 3%

Berfungsi sebagai media korosi pada plat besi 4. Aquades

Berfungsi sebagai media dalam membersihkan korosi pada plat besi 5. Metanol

Berfungsi sebagai pelarut serbuk daun mangga 6. Serbuk FeCl3

Berfungsi untuk uji tanin.

7. Serbuk Gelatin

Berfungsi untuk uji tanin

(31)

3.3. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Skema Diagram Alir Pengujian Logam Besi Serbuk daun

mangga (1000 gr)

H2SO4 96% (25 ml) + Aquades (hingga

volume larutan mencapai 800 ml)

Pengujian Sifat Kimia - Laju Korosi - Uji Tanin - pH

Pengujian Sifat Mekanik - Uji Kekerasan

(Hardness Tester Metode Brinell) Pengujian Sifat

Fisis - Densitas

Pengujian Morfologi - OM

(Optical Microscopy) Methanol

(4000 ml)

Logam besi (1x2m x 0,02cm)

Dimaserasi dengan menggunakan platform shaker selama 1x24 jam

Dipanaskan pada suhu 70℃

selama 30 menit, didinginkan, kemudian disaring

Identifikasi Tanin

Medium Korosif H2SO4 3%

Dipotong dengan ukuran 5x5 cm, dicuci kemudian dikeringkan dalam

oven pada suhu 40℃ selama ±15

menit

Perendaman logam besi dalam inhibitor ekstrak daun manga sebesar 0 ml, 20ml, 40 ml, 60 ml, 80

ml dengan larutan H2SO4 3% sebesar 200 ml, 180 ml, 160 ml, 140 ml, 120 ml dalam waktu 144 jam

Uji Laju Korosi dengan metode Kehilangan Berat

(32)

3.4. Variabel Eksperimen 3.4.1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah logam besi yang direndam dengan komposisi larutan H2SO4 3% dan larutan ekstrak daun mangga dalam waktu perendamanan 6 hari, sebesar:

Tabel 3.1 Komposisi Larutan H2SO4 3% dan Larutan Ekstrak Daun Mangga Sampel Larutan H2SO4 (ml) Larutan Inhibitor (ml)

A01

200 0

A02 A03 B01

180 20

B02 B03 C01

160 40

C02 C03 D01

140 60

D02 D03 E01

120 80

E02 E03

3.4.2. Variabel Penelitian yang di Uji Variabel penelitian yang diuji adalah:

a. Sifat Kimia

 Laju Korosi (Metode Kehilangan Berat)

 Uji Tanin b. Sifat Fisis

 Densitas

(33)

c. Sifat Mekanik

 Kekerasan

d. Pengamatan Morfologi Sampel

 OM

3.5. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam pengujian logam besi dengan variasi volume inhibitor ekstrak daun mangga dimulai dengan pembuatan inhibitor, pembuatan media korosi, preparasi sampel uji, analisa densitas pada logam besi, analisa laju korosi pada logam besi, analisa kekerasan logam besi, dan analisa struktur morfologi sampel.

3.5.1. Pembuatan Larutan Inhibitor

Daun mangga segar dicuci dengan air mengalir samoai bersih kemudian diritiskan dan dikeringkan selama 2 minggu. Lalu, daun mangga dipotong kecil-kecil Dan dimasukkan kedalam blender lalu digiling menjadi serbuk. Daun mangga yang telah menjadi bubuk diekstraksi dengan proses maserasi dimana 1000gr daun mangga dicampur dengan 4 liter Metanol. Setelah itu, campuran diaduk dan dibiarkan didalam wadah selama 24 jam. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Ekstrak daun mangga kemudian akan diuji komposisinya dilaboratorium BioProses PTKI.

3.5.2. Pembuatan Media Korosi

Larutan H2SO4 3% digunakan sebagai media korosi. Larutan inj divariasikan dengan konsentrasi ekstrak daun mangga 0 ml, 20 ml, 40 ml, 60 ml, 80 ml yang dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 ml dan ditambahkan larutan H2SO4 3%

sebanyak 200 ml, 180 ml, 160 ml, 140 ml dan 120 ml.

3.5.3. Preparasi Sampel Uji

Sampel uji yang digunakan adalah logam besi berbentuk sheet dengan ketebalan 0,02 cm dipotong dengan ukuran 5x5 cm. Permukaan plat besi dikertas pasirkan dan disiram dengan aquadest untuk mengholangkan oksida yang ada pada permukaan plat besi. Kemudian dikeringkan menggunakan tisu dan dalam oven pada suhu 40℃ ±15 menit. Plat besi kemudian ditimbang dan hasilnya dinyatakan sebagai massa awal.

(34)

3.6. Identifikasi Tanin

3.6.1. Analisa Kualitatif Tanin dengan Larutan FeCl3

Ambil 10 tetes esktrak daun mangga dan letakkan ke dalam cawan petri. Lalu tambahkan 5 tetes larutan FeCl3 sedikit demi sedikit ke dalam cawan petri. Perhatikan warna yang terbentuk, jika berwarna hitam kehijauan berarti ekstrak daun mangga mengandung zat tanin.

3.6.2. Analisa Kualitatif Tanin dengan Larutan Gelatin

Ambil 10 tetes ekstrak daun mangga dan letakkan ke dalam cawan petri. Lalu tambahkan 5 tetes gelatin ke dalam cawan petri sedikit demi sedikit. Perhatikan warna yang terbentuk, jika berwarna putih, maka ekstrak daun mangga mengandung zat tanin.

3.7. Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel yang dilakukan pada penelitian ini antara lain karakterisasi fisis (densitas), sifat mekanik (kekerasan), sifat kimia (laju korosi dan uji tanin), dan karakterisasi struktur morfologi sampel.

3.7.1. Densitas

Nilai densitas merupakan suatu ukuran kepadatan dari suatu material. Dalam menentukan densitas suatu sampel, dapat dilakukan dengan metode yang sederhana yaitu dengan metode pengurangan dimensi. Pada metode ini, sampel diukur dengan dimensi volume (diameter dan ketebalan) menggunakan jangka sorong dana massa sampel ditimbang menggunakan neraca digital.

Densitas suatu sampel dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝜌 = 𝑚

𝑉 (3.1)

Dengan:

𝜌 = Densitas (Kg/m3) m = Massa Sampel (Kg)

(35)

V = Volume Sampel (m3)

3.7.2. Kekerasan

Pengujian kekerasan dengan metode Brinell dilakukan dengan menggunakan Hardness tester. Proses pengujian yang dilakukan sebagai berikut:

1. Sampel uji kekerasan menggunakan mesin uji Hardness Tester Metode Brinell.

2. Persiapkan permukaan benda uji (spesimen) dengan menggosoknya memakai kertas ampelas. Permukaan spesimen ini harus bersih dari cat, kerak minyak dan kotoran lainnya. Apabila permukaan spesimen belum rata maka perlu proses penggerindaan.

3. Pilih dan pasang indentor pada mesin Brinell dengan diameter bola yang sesuai, misalnya digunakan indentor dengan diameter standar 5 mm.

4. Pasang spesimen di atas meja uji (anvil) pada mesin Brinell. Kemudian putar roda tangan untuk menaikkan meja uji sehingga spesimen mendekati indetor.

5. Buka keran untuk menyalurkan udara kempaan (udara kompresi) dari kompresor ke mesin Brinell.

6. Atur besar beban, misalnya memakai beban standar untuk logam ferro sebesar 3000 kgf, dengan cara memutar knop pengatur beban sehingga jarum penunjuk piringan skala (dial gage) berada tepat pada posisi beban 500 kgf.

7. Terapkan beban dengan cara menarik tuas pembebanan, sehingga indentor mulai menekan permukaan spesimen.

8. Hitung lamanya waktu penerapan beban, misalnya 10 atau 15 detik, dengan menggunakan stop watch.

9. Setelah waktu penerapan beban tercapai, tekan kembali tuas pembebanan untuk melepaskan beban.

10. Putar kembali roda tangan untuk menurunkan meja uji.

11. Ambil spesimen dari meja uji.

12. Ukur dua diameter yang saling tegak lurus dari jejak atau lekukan hasil penekan indentor dengan menggunakan mikroskop.

(36)

3.7.3. Laju korosi

Pengukuran laju korosi dapat dilakukan dengan metode penghitungan kehilangan berat. Pada metode ini sampel logam besi yang sudah diketahui massa awalnya direndam dalam larutan H2SO4 3% yang telah ditambahkan inhibitor sebanyak 0 ml, 20 ml, 40 ml, 60 ml, dan 80 ml selama 144 jam dalam beaker glass 250 ml. Setelah waktu perendaman tercapai, logam besi diangkat lalu dicuci dan dibilang dengan aquades kemudian dikeringkan. Setelah ini sampel besi ditimbang kembali dengan neraca digital sebagai massa akhir sampel.

Kamudian pengukuran laju korosi (ASTM G31-72) dapat digunakan persamaan sebagai berikut:

CR = 𝑘 . 𝑊

𝜌 . 𝐴 . 𝑡 (3.2)

Dengan

CR = Laju Korosi (m/tahun) 𝜌 = Densitas (kg/m3) A = Luas Permukaan (m2)

K = Konstanta laju korosi = 3,45 x 106 (mpy) t = waktu (jam)

W = Total massa yang hilang (kg)

Pengujian korosi dengan metode kehilangan berat dan parameter yang digunakan adalah konsentrasi inhibitor ekstrak daun mangga dan waktu perendaman 144 jam.

Efisiensi inhibitor menunjukkan persentase penurunan laju korosi akibat penambahan inhibitor. Efisiensi inhibitor dapat ditulis dalam persamaan berikut:

E = 𝑥𝑎−𝑥𝑏

𝑥𝑎 x 100% (3.3)

Dengan

E = efisiensi inhibitor (%)

𝑥𝑎 = rata-rata laju korosi tanpa inhibitor (m/tahun) 𝑥𝑏 = rata-rata laju korosi dengan inhibitor (m/tahun)

3.7.4. Struktur Morfologi

(37)

Menganalisi struktur morfologi dapat dilakukan pengujian dengan Optical Microscope (OM). Pengamatan permukaan sampel dilakukan dengan mengamati gambar yang ditangkap oleh mikroskop optik. Mekanisme alat ukur OM yaitu sebagai berikut:

1. Sampel diletakkan diatas cawan.

2. Mikroskop diatur dengan pembesaran 500x, kemudian dilakukan pergesaran pada bagian tertentu dari objek lalu difokuskan dan dilakukan pemotretan pada morfologi sampel.

3. Gambar yang diperoleh kemudian diamati.

4. Diambil gambar struktur morfologi sampel dengan menggunakan kamera.

3.7.5. pH

Indikator asam-basa (disebut juga Indikator pH) adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna sesuai dengan kondisi pH larutan tersebut. Pada temperatur 25° Celsius, nilai pH untuk larutan netral adalah 7,0. Di bawah nilai tersebut larutan dikatakan asam, dan di atas nilai tersebut larutan dikatakan basa. Cara menggunakan indikator pH adalah sebagai berikut : 1. Celupkan kertas indikator pH pada larutan yang akan diselidiki nilai pH-nya atau

meneteskan indikator pH pada larutan yang diselidiki.

2. Amati perubahan warna yang terjadi

3. Bandingkan perubahan warna dengan warna standar.

(38)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Sifat Fisis, Sifat Mekanik dan Sifat Kimia 4.1.1. Identifikasi Tanin

Tanin dapat diekstrak dengan menggunakan campuran pelarut. Untuk menggunakan tanin dengan kualitas yang tinggi, maka umumnya digunakan metanol, etanol atau aseton sebagai pelarutnya. Identifikasi tanin yang terdapat dalam daun mangga yang berfungsi sebagai inhibitor yang dapat melindungi permukaan besi dapat dilakukan dengan proses ekstrasi. Proses ekstrasi dilakukan dengan melakukan pemanasan serbuk daun mangga yang telah dimaserasi dengan metanol, pemanasan bertujuan untuk mempercepat ekstraksi. Hasil pemanasan serbuk daun mangga dengan metanol yaitu ekstrak daun mangga yang akan diguanakan sebagai inhibitor laju korosi.

Ekstrak daun mangga dapat digunakan sebagai inhibitor jika esktrak daun mangga memiliki zat tanin. Zat tanin dapat diidentifikasi dengan melakukan salah satu senyawa kimia yaitu FeCl3 dan gelatin 10%. Identifikasi tanin dengan menggunakan FeCl3 dapat dilakukan dengan penambahan FeCl3 kedalam cawan petri yang berisi ekstrak daun mangga, jika tanin positif maka akan manimbulkan warna hitam kehijauan. Sedangkan identifikasi dengan menggunakan gelatin 10% maka akan memberi wana putih.

a. b.

Gambar 4.1 Hasil identifikasi tanin, sebelum dan sesudah menggunakan FeCl3

(39)

a. b.

Gambar 4.2 Hasil identifikasi tanin, sebelum dan sesudah menggunakan Gelatin 10%

Ananda, Nasimatus Shobakh pada tahun 2017 melakukan penelitian ekstrak daun mangga manalagi dengan pelarut aseton menghasilkan tingkat keasaman (pH) sebesar 4,78 dan kadar tannin sebesar 36,35.

Ananda, Juli Eka Pratiwi pada tahun 2018 melakukan penelitian ekstrak daun papaya dengan M0 bernilai 0,06744, M1 bernilai 0,0972, M2 bernilai 0,09858 dan W bernilai 1,7. Dipenelitian ekstrak daun papaya menghasilkan kadar tannin sebesar 19,43% dengan metode gravimetric dengan serbuk kerupuk kulit.

4.1.2. Sifat Fisis (Densitas)

Pengujian densitas dilakukan pengukuran massa setiap satuan volume, semakin tinggi densitas suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya, maka diperoleh hasil pengukuran densitas seperti pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Pengujian Densitas dengan Volume Inhibitor pada Sampel Logam Besi

Sampel Massa Awal (x10-3 kg)

Volume (x10-6 m3)

Densitas (x103 kg/m3)

Volume Inhibitor

(x10-3 L)

A 22,97 0,5 45,94 0

B 22,96 0,5 45,91 20

C 23,31 0,5 46,62 40

D 23,21 0,5 46,42 60

(40)

E 23,15 0,5 46,30 80

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara Densitas dan Volume Inhibitor

Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa nilai densitas diawal mengalami penurunan sedikit, lalu terjadi peningkatan densitas secara drastis pada volume inhibitor 20 ml hingga 40 ml, tetapi pada volume 40 ml hingga 80 ml mengalami penurunan kembali. Hal ini kemungkinan disebabkan pada saat volume 20 ml hingga 40 ml inhibitor ekstrak daun mangga menempel secara sempurna ke permukaan logam besi hingga membentuk lapisan tipis dimana lapisan tipis tersebut merupakan inhibitor laju korosi. Dan pada saat volume inhibitor ekstrak daun mangga 40 ml hingga 80 ml tersebut kemungkinan sudah tidak menempel secara sempurna sehingga mempengaruhi nilai densitas. Nilai densitas maksimum diperoleh dari perendaman inhibitor sebanyak 40 ml dengan nilai 46,62 x 103 kg/m3. Dan nilai densitas minimum diperoleh pada volume inhibitor 20 ml dengan nilai 45,91 x 103 kg/m3.

4.1.3. Sifat Mekanik (Kekerasan)

45.94 45.91

46.62

46.42

46.3

45.4 45.6 45.8 46 46.2 46.4 46.6 46.8

0 20 40 60 80

Densitas (x103kg/m3)

Volume Inhibitor (x10-3L) 6 hari

(41)

Hasil pengukuran kekerasan dengan alat Hardness Tester ASTM E10 Brinell dengan beban uji sebesar 500kg dan diameter identor sebesar 5 mm, dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 dibawah ini:

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kekerasan dengan menggunakan Beban (P) 500 kg dan Diameter Identor (D) 5 mm pada Logam Besi dengan komposisi ekstrak daun mangga 0 ml, 20 ml, 40 ml, 60 ml, dan 80 ml selama 6 hari

Kondisi Sampel

Diameter Identor Bola (d)

Nilai Uji Kekerasan

(BHN)

Rata-rata Nilai Uji Kekerasan

(∆BHN)

Kekerasan

200 ml H2SO4

+ 0 ml inhibitor

A01

2,2 124,88

137,93

126,31 2,25 119,08

1,9 169,82

A02

2,2 124,88

111,82 2,4 103,79

2,4 103,79

A03

2,1 137,75

129,17 2,2 124,88

2,2 124,88

180 ml H2SO4

+ 20 ml inhibitor

B01

2,1 137,75

113,46

116,82 2,2 124,88

2,1 137,75

B02

2,1 137,75

122,14 2,2 124,88

2,4 103,79

B03

2,2 124,88

117,85 2,4 103,79

2,2 124,88

C01 2,3 113,65 141,11 131,39

(42)

160 ml H2SO4

+ 40 ml inhibitor

2,2 124,88 2,4 103,79

C02

2,1 137,75

118,39 2,3 113,65

2,4 103,79

C03

2,0 152,58

134,66 2,1 137,75

2,3 113,65

140 ml H2SO4

+ 60 ml inhibitor

D01

2,3 113,65

110,36

107,64 2,3 113,65

2,4 103,79

D02

2,4 103,79

105,38 2,35 108,57

2,4 103,79

D03

2,3 113,65

107,18 2,35 108,57

2,45 99,31

120 ml H2SO4

+ 80 ml inhibitor

E01

2,2 124,88

117,39

117,05 2,3 113,65

2,3 113,65

E02

2,2 124,88

112,61 2,3 113,65

2,45 99,31

E03

2,2 124,88

121,14 2,3 113,65

2,2 124,88

Tabel 4.3 Pengujian Kekerasan dengan Volume Inhibitor pada Sampel Logam Besi

(43)

Sampel Massa Awal (x10-3 kg)

Volume (x10-6 m3)

Kekerasan (N/m2)

Volume Inhibitor (x10-3 L)

A 22,97 0,5 126,31 0

B 22,96 0,5 116,82 20

C 23,31 0,5 131,39 40

D 23,21 0,5 107,64 60

E 23,15 0,5 117,05 80

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara Kekerasan dan Volume Inhibitor

Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat bahwa nilai kekerasan diawal mengalami penurunan dan setelah itu mengalami kenaikan secara bergantian. Ketika kekerasan naik, maka inhibitornya akan bekerja dengan baik dalam melindungi laju korosinya dan kekerasan pada logam besi tersebut akan meningkat. Tetapi ketika kekerasan turun, maka inhibitornya sudah tidak stabil. Nilai kekerasan maksimum diperoleh dari perendaman inhibitor sebanyak 40 ml dengan nilai 131,39 N/m2. Dan nilai kekerasan minimum diperoleh pada volume inhibitor 60 ml dengan nilai 107,64 N/m2.

4.1.4. Sifat Kimia (Laju Korosi)

Penentuan laju korosi pada penelitian ini menggunakan metode pengukuran kehilangan massa. Data perhitungan laju korosi dapat dilihat pada 4.4 dibawah ini:

126.31

116.82

131.39

107.64 117.05

0 20 40 60 80 100 120 140

0 20 40 60 80

Kekerasan(N/m2)

Volume Inhibitor (x10-3L)

6 hari

(44)

Tabel 4.4 Pengujian Laju Korosi dengan Volume Inhibitor pada Sampel Logam Besi

Sampel Laju Korosi (m/tahun) Volume Inhibitor (x10-3 L)

A 57,428 0

B 55,602 20

C 37,115 40

D 52,226 60

E 14,476 80

Gambar 4.5 Grafik hubungan antara Laju Korosi dan Volume Inhibitor

Dari Gambar 4.5 dapat terlihat bahwa laju korosi menurun pada volume inhibitor 0 ml hingga 40 ml. Penurunan ini disebabkan oleh ekstrak daun manga yang menempel pada permukaan logam besi sehingga dapat memperlambat proses korosi.

Tetapi pada volume inhibitor 60 ml, laju korosi mengalami kenaikan dikarenakan ekstrak daun mangga tidak menempel dengan sempurna dan ketika dilakukan penimbangan, terjadi kesalahan didalam neraca digital yaitu udara masuk kedalam neraca digital, sehingga terjadi penambahan massa sebelum dilakukan penimbangan logam besinya. Dan pada volume 80 ml, laju korosi mengalami penurunan kembali

57.428 55.602

37.115

52.226

14.476

0 10 20 30 40 50 60 70

0 20 40 60 80

Laju Korosi (m/tahun)

Volume Inhibitor (x10-3L)

6 hari

(45)

ekstrak daun manga menempel pada permukaan logam besi. Nilai laju korosi maksimum terletak pada volume inhibitor 0 ml sebesar 57,428 m/tahun. Dan nilai laju korosi minimum terletak pada volume inhibitor 80 ml sebesar 14,476 m/tahun.

Efisiensi inhibitor menunjukkan persentase penurunan laju korosi akibat penambahan inhibitor. Semakin kecil laju korosi maka efisiensi inhibitor tersebut semakin besar dan nilai efisiensi inhibitor ini bergantung pada volume inhibitor yang diberikan. Dalam penelitian ini, maka efisiensi inhibitor ekstrak daun mangga terhadap laju korosi logam besi dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini:

Tabel 4.5 Pengujian Efisiensi Inhibitor dengan Volume Inhibitor pada Sampel Logam Besi

Sampel Efisiensi Inhibitor (%) Volume Inhibitor (x10-3 L)

A 0 0

B 3,17 20

C 35,37 40

D 9,05 60

E 74,79 80

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara Efisiensi Inhibitor dan Volume Inhibitor

0 3.17

35.37

9.05

74.79

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 20 40 60 80

Efisiensi Inhibitor (%)

Volume Inhibitor (x10-3L)

6 hari

(46)

Dari Gambar 4.6 dapat terlihat bahwa terjadi kenaikan pada volume inhibitor 0 ml hingga 40 ml. kenaikan ini disebabkan oleh senyawa tannin pada ekstrak daun mangga terbentuk dengan sempurna dan dapat menutupi seluruh permukaan logam besi. Dan pada volume inhibitor 60 ml terjadi penurunan yang disebabkan oleh proses melekatnya ekstrak daun mangga pada permukaan logam besi sudah tidak dapat ditanggulangi karena lapisan pelindungnya sudah tidak stabil dan ketika dilakukan penimbangan, terjadi kesalahan didalam neraca digital yaitu udara masuk kedalam neraca digital, sehingga terjadi penambahan massa sebelum dilakukan penimbangan logam besinya.. Dan pada volume 80 ml, efisiensi mengalami kenaikan kembali yang disebabkan oleh inhibitornya menempel pada permukaan logam besi. Nilai efisiensi inhibitor maksimum diperoleh dari volume inhibitor 80 ml sebesar 74,79%. Dan nilai minimum efisiensi inhibitor minimum diperoleh dari 0 ml sebesar 0%.

4.1.5. pH

Pada temperatur 25° Celsius, nilai pH untuk larutan netral adalah 7,0. Di bawah nilai tersebut larutan dikatakan asam, dan di atas nilai tersebut larutan dikatakan basa.

Gambar 4.7 Indikator pH dari Larutan Inhibitor Ekstrak Daun Mangga Gedong Gincu

Dari hasil penelitian saya, tingkat keasaman (pH) yang dihasilkan dari inhibitor ekstrak daun mangga gedong gincu dengan pelarut metanol adalah 6.

Ananda, Nasimatus Shobakh pada tahun 2017 melakukan penelitian ekstrak daun mangga manalagi dengan pelarut aseton menghasilkan tingkat keasaman (pH) sebesar 4,78.

Gambar

Tabel 2.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 8
Gambar 2.1 Bagan tanur tinggi pengolahan besi
Gambar 2.2 Daun Mangga
Tabel 2.2 Konstanta Laju Korosi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari Hasil Survei Kehutanan 2014 (SKH2014) , banyaknya rumah tangga yang sumber pendapatan utamanya dari memungut hasil hutan/menangkap satwa liar sebesar

Hasil penelitian berdasarkan hasil wawancara mendalam dan observasi profil posyandu, kompetensi kader dapat disimpulkan bahwa pada pelaksanaan kegiatan posyandu

Pengaruh Daya Microwave Terhadap Volum Minyak Atsiri Kulit Jeruk Bali Variasi daya microwave dipelajari dengan menggunakan data percobaan yang dilakukan pada

Dengan demikian, perkembangan proporsi alokasi belanja modal yang diiringi dengan alokasi belanja barang dan jasa yang semakin baik dan transparan pada anggaran

Pelaku UMKM Margamulya Cileles Lebak Banten belum melakukan peramalan kebutuhan penambahan modal, dari 13 ( tiga belas ) pertanyaan yang diajukan kepada para pelaku

Mempunyai tugas melakukan pelayanan, bimbingan teknis, pembinaan serta pengelolaan data dan informasi di bidang pendidikan agama Islam pada PAUD, SD/SDLB,

Software dalam hal ini adalah aplikasi hasil pengkodean yang merupakan sebuah sistem yang baru yaitu Sistem Informasi Pengolahan Data Siswa yang akan di instalasi pada komputer

Pada penelitian identifikasi serbuk isolator busi panas dan busi dingin ini, penulis menggunakan metoda Difraksi Sinar-X untuk mengidentifikasi fasa kristalin yang tidak