• Tidak ada hasil yang ditemukan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

. . . sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari rnereka, tiadalah rnereka dapat rnerebutnya kembali dari lalat itu.

Arnat lemahlah yang rnenyernbah dan arnat lernah pulalah yang disembah.

(Qur'an, AI-Hajj: 73)

(2)

PERANAN LAlAT PUNUK (D1PTERA : SIMULIIDAE) SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT PADA TERNAK

SKRIPSI

Oleh

YAZID FATHONI B. 19.0617

FAKUL TAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERT ANIAN BOGOR

1987

7

(3)

RINGKASAN

YAZID FATHONI. Peranan Lalat Punuk (Diptera : Simuliidae) Sebagai Vektor Penyakit Pada Ternak (diba~ah bimbingan DR.

F.X. Koesharto).

Lalat Punuk (black-flies, bufallo-gnat, turkey-gnat) adalah lalat keeil dari ordo Diptera yang mempunyai ukuran

1.5 4 mm, berwarna hitam, thorax kelihatan seperti berpunuk, menghisap darah mamalia dan unggas, menyerang seeara bergerombol, aktif pada pagi dan sore hari, beristi- rahat pada saat hari panas di didaunan dekat tanah, umumnya menyerang induk semang di luar kandang, mempunyai jangkauan terbang 225 km baik dengan bantuan angin maupun tidak.

Pada bag ian kepala terdapat sepasang antena, terdiri dari beberapa segmen, berbentuk bulat keeil yang membentuk untaian seperti manik-manik,

mata diehoptie, lalat jantan pada bag ian mulut terdapat

lalat betina mempunyai tipe bertipe holoptie, sedangkan labrum dengan gigi keeil pada ujungnya untuk merobek jaringan induk semang, pada spesies yang tidak menggigit, gigi ini mengalami atropi.

Thorax kelihatan seperti berpunuk, tertutup oleh rambut yang berwarna gelap, kaki relatif pendek tetapi eukup kuat. Sayap umumnya lebar tetapi pendek, vena sayap bag ian anterior berkembang baik, sedang bag ian lainnya seperti membran dengan vena-vena yang tidak jelas.

Abdomen pendek dan gemuk, serta tertutup oleh rambut,

(4)

bagian yang tidak tertutup oleh rambut terlihat jernih sebab mempunyai kemampuan mengembang untuk menampung darah, alat kelamin sangat jelas,sehingga kedua jenis kelamin dapat dibedakan dengan jelas.

Lalat ini mempunyai metamorfose lengkap mulai dari telur, larva, pupa, sampai dewasa. Larva hidup di air yang mengalir, sungai-sungai besar atau kecil, melekat pada batu- batu, tumbuh-tumbuhan, atau benda-benda yang terdapat di air khususnya di daerah pegunungan.

Sebagai ektoparasit, lalat ini menghisap darah induk semang, gigitannya dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat, sehingga menimbulkan ketidak tenangan, terkadang disertai pembengkakan lokal, peradangan, dermatitis, iritasi, dan bahkan menghasilkan toksin dari kelenjar ludahnya. Bagian tUbuh sapi yang sering diserang adalah mata, telinga, lobang hidung, serta bagian ventral tubuh seperti umbilicus, ambing, dan puting.

Akibat dari kebiasaan menghisap darah ini, maka lalat ini bertindak sebagai

patogen, diantaranya

pemindah organisme yang sifatnya adalah cacing filaria Onchocerca spp pada mamalia, filaria unggas, Mansonella ozzardi pada manusia, beberapa protozoa darah pada unggas seperti Leucocytozoon dan Trypanosoma, serta beberapa dari arbo virus misalnya pada penyakit Venezuelan Equine Encephalitis, Eastern Equine Encephalitis,

Myxomatosis pada kelinci.

Vesicular Stomatitis, dan

(5)

Kerugian yang ditimbulkan akibat meliputi kematian ternak, pada sapi penggantian sapi-sapi jantan yang lemah, yang diperpanjang, menurunnya produksi menurunnya produksi susu pada sapi perah.

Simuliidae ini po tong berupa jarak kelahiran daging, dan Sedangkan pada unggas menyebabkan penurunnya produksi telur serta daging.

Pengendalian yang paling efektif adalah pengendalian secara terpadu, dan ditujukan pada stadium larva, sebab pada stadium ini merupakan stadium yang paling rentan.

(6)

PERANAN LALAT PUNUK (DIPTERA : SIMULIIDAE) SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT PADA TERNAK

SKRIPSI

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

Oleh

YAZID FATHONI B.19.0617

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1987

(7)
(8)

Judul skripsi Peranan Lalat Punul< (Dipters : Simuliidae) Sebagai Vektor Penyakit Pads Ternak

Penulis Yazid Fsthoni

Pembimbing DR. F.X. Koesharto

Menyetujui:

DR. F.X. Koesharto Pembimbing

Tanggal

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 April 1963 di Gresik, Jawa Timur. Penulis merupakan anak ke tujuh dari tujuh bersaudara, dengan ayah bernama Maskoen Asj'arie dan ibu bernama Moezajanah.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Muhammadiyah I tahun 1975, Sekolah Menengah Tingkat Pertama di SMP Negeri II tahun 1979, dan Sekolah Menengah Tingkat Atas di SMA Negeri I tahun 1982, ketiganya di kota Gresik.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 1982 melalui jalur Proyek Perintis II, dan memasuki Fakul tas Kedokteran Hewan pada tahun 1983. Lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tanggal 30 Oktober 1986.

(10)

KAT A PENGANTAR

Bismillaahirrakhmaanirrahim

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat serta karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak DR. F.X. Koesharto yang telah memberikan bimbingan serta saran-saran sejak penulisan sampai penyelesaian skripsi ini. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Perpustakaan Lembaga Biologi Nasional, Perpustakaan Museum Zoology Bogor, Perpustakaan Pusat Institut Pertanian Bogar, Perpustakaan BIOTROP, Perpustakaan Entomology Kesehatan IPB, Perpustakaan Balai Penelitian Veteriner ,

Perikanan Darat Bogor, serta

Perpustakaan Balai Penelitian berbagai pihak yang ikut membantu, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terlampau jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat dinantikan demi kesempurnaan skripsi ini.

Bogar, Oktober 1987 Penulis

(11)

DAFTAR lSI

halaman

KATA PENGANTAR . . . vi

DAFTAR lSI . . . vi i DAFTAR GAMBAR . . . ix

DAFTAR LAMPIRAN . . . x

PENDAHULUAN . . . • . . . • . . . 1

MORFOLOGI . . . • . . . • . . . 4

S IKLUS HIDUP . . . • . . . 11

1. Telur 2. Larva 11 13 3. Pupa . . . 15

TINGKAH LAKU DI ALAM " . . . 18

PERANAN LALAT PUNUK DALAM KEHIDUPAN HEWAN . . . 22

1. Akibat gigitan langsung 2. Sebagai vektor penyakit a. Onchocerciasis

...

22

24 24 b. Ornithofilaria fallisensis . . . 26

c. Leucocytozoonosis . . . . . . . 26

d. Avian Trypanosomiasis . . . . . . 27

e. Venezuelan Equine Encephalitis . . . 28

f. Eastern Equine Encephalitis . . . 29

g. Infectious Myxomatosis .. . . . . . 30

h. Vesicular S t o m a t i t i s . . . 31

(12)

KERUGIAN EKONOMI . . . • . . . • . . • . 33 PENANGGULANGAN . . . • . . . • . . • . . . • • . . . • • . • . 35 1. Kontrol seeara fisik dan mekanis . . • . • . • . • . . . 35 2. Kontrol melalui praktek ta ta laksana • . . • • • . . 36 3. Kontrol seeara alami •.••. . . • . . . • • . . • • • • . • • 37 4. Kontrol dengan senyawa kimia ••••••••.•.. .••. 39 PEMBAHASAN . • • . • • . . . • • . • . . • • • • • . • • • • . • . . • • • . . . • • . . . 42 DAFTAR PUS TAKA . . . • . . • • • • . . • • • • • . . • . • . . • . • • . • . . • . 48

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

Teks

1. Pandangan lateral dan dorsal dari Simuliidae

betina dewasa . . . 5 2. Pandangan depan kepala Simuliidae dewasa

jantan dan bet ina . . . • . . . 5 3. Pola sayap Simuliidae dewasa betina 8 4. Pandangan lateral thorax Simuliidae 8

5. Kaki belakang Simulium 9

6. Alat kelamin Simulium. 9

7. Telur dan larva Simulium ornatum . . . 12 8. Kumpulan larva Simuliidae pada sehelai rumput.. 17 9. Pupa dan kepompong Simuliidae .... ... . . 17

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor halaman

Teks

1. Simuliidae sebagai vektor organisme patogen . . . 55 2. Klasifikasi Simuliidae . . . • . . . 59 3. Spesies Simuliidae di Indonesia . . . 60 4. Spsies Simuliidae di Wilayah Oriental (Asia) 61

(15)

PENDAHULUAN

nisbi

Indonesia sebagai negara tropis dengan kelembaban yang tinggi merupakan sorga dari berbagai jenis ektoparasit. Diantara ektoparasit tersebut terdapat beberapa jenis yang menghisap darah hewan untuk kelangsungan hidupnya. Pada waktu menghisap darah, ektoparasit ini dapat memindahkan agen penyakit dari hewan ke hewan lainnya, parasit demikian disebut sebagai vektor.

Dari beberapa ektoparasit yang sering ditemukan sebagai vektor panyakit di Indonesia antara lain: Tabanus, Chrysops,

Stomoxys,

Haematopota, Haematobia,

Culicoides, Simulium, Hippobosca, Nyamuk,

Haematopinus. Dari kesebelas

Boophilus vektor di

microplus, dan atas ternyata Simulium masih kurang mendapat perhatian, baik mengenai keberadaannya di Indonesia maupun peranannya sebagai vektor penyakit pada ternak.

Di Indonesia lalat ini dikenal sebagai lalat punuk, adapun nama lain yang sering dipakai adalah black-flies, bufallo-gna t, dan turkey-gnat, di Australia lalat ini disebut sand flies. Lalat punuk berukuran kecil, umumnya berwarna hitam dan termasuk dalam famili Simuliidae.

Simuliidae merupakan famili sub-ordo Nematocera lainnya.

Nenurut Kettle (1981)

yang paling homogen dian tara

diseluruh terdapat 1.270 spesies dari 19 genera yng

dunia diperkirakan telah ditemukan,

(16)

tetapi hanya 4 genera yang mempunyai kepentingan ekonomi, yaitu Simulium, Austrosimulium, Prosimulium, dan Cnephia.

Genus terbesar dan terpenting adalah Simulium dengan 1.000 spesies yang terdapat dalam 38

berikutnya adalah Prosimulium

sub-genera. Genus dengan kira-kira

terbesar 12% dari semua spesies Simuliidae, kemudian Austrosimulium sebanyak 2%, dan sisanya sebanyak 6% tersebar dalam 16 genera lainnya. Dari 43 spesies yang bertindak sebagai ektoparasit atau vektor terdapat 37 spesies dari Simulium, 4 dari Austrosimulium, dan I masing-masing dari Prosimulium dan Cnephia. Sepuluh spesies diantaranya bertindak sebagai vektor penyakit pada manusia, 2 sebagai vektor penyakit pada ternak sapi,

unggas.

dan 6 sebagai vektor penyakit pad a bangsa

Penyebaran Simuliidae bersifat kosmopolitan, terutama pada tempat yang banyak sungai-sungai atau anak sungai yang cocok sebagaitempat berkembangbiaknya, dan bahkan ada beberapa spesies yang mendiami pulau-pulau yang sangat terpencil di tengah lautan. Penyebaran Austrosimulium terbatas hanya di Australia dan New Zaeland,

Prosimulium dan Cnephia meliputi daerah Holoartic.

sedangkan Spesies Simulium terdapat diseluruh daerah zoogeographical dengan jumlah terbesar 300 ditemukan di daerah Palaeartic, 60 di daerah Neotropical, 110 di Ethiopian, 80 di Oriental dan paling sedikit sebanyak 60 di Australia (Crosskey,1973).

Dari banyak spesies yang telah diketahui, beberapa

(17)

spesies yang penting, yaitu: Simulium ornatum, S. venus tum, S. rugglesi, S. damnosum, S. neBvei I S. ochreanum, S.

callidum, S. occidentale, S. nigroparvum, S. slossonase, S.

metal1icum, S. amazonicum, S. mexicanum, S. col umbaczense, S.

S.

croxtoni, S. parnassum, S. euryadminiculum, S. latipes, aureum, S.

Austrosimulium

quebecense, pestilens,

S. mellatum, S.

A. bancrofti, pecuarum. Kesemua spesies diatas banyak

johannseni, dan Cnephia menimbulkan masalah, baik akibat gigitannya secara langsung maupun perannya sebagai vektor penyakit.

Beberapa spesies dari Simuliidae ini, ditemukan tidak menggigit, tetapi sebagian besar menggigit dan menghisap darah verteberata berdarah panas, yang secara luas menyukai hewan terutama mamalia dan bangsa unggas, sedangkan menghisap darah manusia hanya sekali-sekali bila tidak ditemukan hewan. Akibat dari sifatnya yang menghisap darah ini, maka lalat punuk mampu memindahkan beberapa organisme yang sifatnya patogen, seperti beberapa cacing filaria, protozoa darah, dan beberapa virus.

Disamping Simuliidae dikenal sebagai vektor beberapa penyakit pada manusia, ternak sapi dan unggas, lalat ini juga menyebabkan gangguan yang serius akibat gigitannya khususnya pada waktu ledakan populasi. Akibat gigitan dan penyakit yang dipindahkan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar seperti penurunan produksi daging dan susu pada ternak serta produksi telur pada unggas.

(18)

MORFOLOGI

Famili Simuliidae bersifat sangat homogen, sehingga dapat dengan cepat dan mudah untuk dikenali terhadap lalat dari famili lainnya. Lalat dewasa berukuran cukup kecil, dengan panjang tubuh 1.5 - 4 mm serta mempunyai bentuk tubuh bulat dan berpunuk pada bagian thorax (gambar 1).

Sesuai dengan namanya, pada umumnya lalat ini berwarna hitam, tetapi ada beberapa spesies mempunyai warna kontras dengan putih, perak, atau kuning terutama pada bagian tubuh yang mempunyai rambut serta bag ian kaki, dan ada juga yang didominasi dengan warna oranye atau kuning terang (Service, 1980) .

Pada bagian kepala terdapat sepasang mata yang besar yang menempati hampir sebagian besar daerah kepala. Pada lalat jantan mempunyai tipe mata "holoptic" yaitu kedua mata saling bertemu diatas antena sehingga bagian "frons" tidak ada. Sedangkan pada lalat betina kedua mata dipisahkan oleh

"frons" diatas antena, bent uk seperti ini disebut tipe

"dichoptic" (gambar 2).

Bentuk antena pad a lalat jantan dan betina kurang lebih sarna,

membentuk

yaitu terdiri dari beberapa segmen bulat kecil untaian rapi yang mirip dengan manik-manik.

Famili Simuliidae pada umumnya mempunyai segmen berjumlah 9 - 12 dengan masing-masing segmen berbentuk uniform, tetapi

(19)

Gambar 1. Pandangan lateral (kiri) dan dorsal (kanan) dari Simuliidae betina dewasa

a

b

c

d

Gambar 2. Pandangan depan kepala Simuliidae jantan (kiri) dan betina (kanan) a. mata majemuk; b. antena c. proboscis; d. palpus

(20)

yang paling banyak berjumlah 11, hanya kadang-kadang pada Austrosimulium berjumlah 10, tetapi jarang yang mempunyai jumlah 9 atau 12 (Kettle, 1981).

Mulut cukup kecil, "maxilla palp" mempunyai 5 segmen yang timbul dari bag ian dasar mulut serta menggantung kebawah sehingga mudah terlihat. Mulut lalat betina disesuaikan untuk menghisap darah, yaitu dengan adanya

"labrum" dengan gigi yang dapat digunakan untuk merobek, dan beberapa lalat bet ina yang tidak menggigit, gigi ini mengalami atropi (Crosskey, 1973).

Thorax berbentuk konvek pada bag ian dorsalnya sehingga mirip dengan punuk terutama pada lalat jantan. Pada bag ian

"scutum" lalat bet ina terdapat pola warna rambut yang menciri untuk masing-masing spesies, sedang pada lalat jantan pola seperti ini jarang ditemukan (Datta, 1973) . Adapun menurut Service (1980), rambut pada bag ian "scutum"

ini dapat berwarna hitam, putih, keperakan, kuning, oranye, atau tersusun dalam pola yang beraneka ragam.

Sayap umumnya pendek tetapi lebar dengan "anal lobe"

yang besar (gambar 3), bagian radial sepanjang garis tepi anterior berkembang sangat baik, sedangkan pada bagian medial dan cubital posterior mempunyai struktur yang lemah.

Pola sayap seperti ini meskipun kelihatannya lemah, tetapi sangat efisien. Lipatan sayap bag ian sub-median terdapat diantara percabangan yang khas yakni median 2 (M,) dan cubital 1 (Cu,), percabangan ini disebut "sub-median

(21)

fold", sedangkan vena cubital 2 (Cu,) mempunyai lekukan yang berbetuk sigmoid, kecuali di Amerika Selatan terdapat genus Gigantodax yang mempunyai (Cu,) langsung (Kettle, 1981).

Pada sisi thorax terdapat membran yang menciri, dan membran ini disebut sebagai "pleural membran " yang terletak tepat didepan pangkal sayap (gambar 4).

Bentuk kaki pada umumnya pendek tetapi kuat bila dibandingkan dengan sub-ordo Nematocera lainnya. leaki terbagi atas coxa, trochanter, femur, tibia~ dan tarsus.

Pada bagian tarsus terdapat 5 segmen tarsomer, dimana pada segmen terakhir berhubungan dengan kuku yang sering didapatkan gerigi terutama pada lalat bet ina (gambar 5).

Menurut Sasaki et. al., (1985), kuku ini dibedakan menjadi tiga tipe , yaitu tipe S, tipe P, dan tipe T. Adapun spesies yang menyerang mamalia mempunnyai tipe S, sedang yang menyerang bangsa burung mempunyai tipe T, dan tipe P menyerang kedua duanya baik mamalia maupun bangsa burung.

Crosskey (1973), membagi bentuk kuku ini menjadi dua, yaitu tipe kuku yang bergigi dan tipe kuku yang sederhana

(gambar 5).

Segmen abdomen bagian dorsal pertama berubah menjadi suatu tonjolan yang dikenal sebagai 'Ibasal scale'! yang mempunyai rambut pada bagian pinggirnya (gambar 4), sedang bagian abdomen lainnya sangat jernih khususnya pada lalat bet ina karena mempunyai kemampuan untuk menggembung sebagai penampung darah.

(22)

s, R' Rs

M.

Cu.

anal lobe

lipatan sub-median (sub-median fold)

An. An,

Gambar 3. Pola sayap Simuliidae betina dewasa

so

st pm

Gambar 4. Pandangan letaral thorax Simuliidae (se) scutum; (st) scutellum;

(ht) halter; (bs) basal scale;

(e,) coxa 1; (C2) coxa 2;

(c,) coxa 3; (pm) pleural mem- bran.

(23)

."",~- ex tr

B

~--t

c

Gambar 5. Kaki Simulium

A. Kaki Simulium Keseluruhan

(ex) coxa (tr) trochanter;

(f) femur; (tb) tibia;

(t) tarsus; (cp) calpicala;

(pd) pediculus; (cw) kuku.

B. Kuku bergigi (tipe unggas) C. Kuku sederhana (tipe mamalia)

sperrnateca

be ti n a j a ntan

Gambar 6. Alat kelamin Simulium

(24)

Bentuk alat kelamin jantan berupa hypopygium kecil dan kompak yang penting artinya untuk taksonomi. Sedang ujung alat kelamin bet ina berbentuk batang mirip huruf "y" dan tunggal, disampimg itu mempunyai spermateca yang berbentuk sub-spherical (gambar 6).

(25)

SIKLUS HIDUP

Pada stadium awal dari siklus hidupnya, Simuliidae berhubungan erat dengan air dan hampir selalu membutuhkan air mengalir dalam perkembangbiakannya, terutama sungai- sungai yang jernih dan berbatu-batu mulai dari sungai yang kecil sampai sungai yang besar. Lama siklus hidup mulai dari telur hingga mencapai dewasa membutuhkan waktu antara 60 hari sampai 15 minggu atau lebih, hal ini tergantung dari spesies serta keadaan iklim (Harwood dan James, 1979).

1. Telur

Pada waktu pertama kali telur diletakkan mula-mula berwarna putih pucat, kemudian berubah menjadi putih agak gelap dan akhirnya menjadi coklat atau hitam. Telur Simuliidae umumnya mempunyai ukuran panjang 0,1 0,4 mm, berbentuk segi tiga dengan ujung tumpul, mempunyai pelindung yang lembut serta diselaputi oleh bahan yang lengket

(gambar 7).

Umumnya telur-telur tersebut diletakkan secara bergerombol dengan jumlah kira-kira 150

pada permukaan batu-batu, masih hidup atau yang sudah

lainnya yang terdapat di

600 atau lebih, diletakkan pada tumbuh-tumbuhan baik yang mati, atau pada benda-benda air, bahkan ada beberapa jenis lalat yang bertelur pada saat terbang , kemudian melepaskan telurnya satu persatu diatas permukaan air dan tenggelam.

(26)

0

1 .

,

A

d e

r

go h .... + - - 1

n m n

0

p

q

r

B

Gambar 7. Telur dan larva Simulium A.1. Bentuk telur Simulium

2. Kumpulan telur Simulium pada permukaan daun B.Pandangan lateral larva Simulium ornatum

(a) mouth brush; (b) antena; (c) eye spot;

(d) mandibula; (e) maxilla; (f) hypopharynx;

(g) labial plate; (h) proleg; (i) bakal kaki;

(j) bakal alat pernafasan; (k) bakal kaki;

( 1) bakal sayap; (m) bakal kaki; (n) bakal halter; (0) syaraf sentral; (p) alat pencer- naan; (q) kelenjar saliva; (r) posterior circlet; (s) anal gill.

(27)

Pada awal perkembangan embrionalnya, telur-telur Simulidae tidak dapat bertahan kalau tidak ada air, kemudian akan menjadi tahan pada stadium "eye spot" dan ketahanannya akan berkurang lagi pada saat akhir perkembangannya (Ruhm, 1983) .

Waktu penetasan berkisar an tara 3 - 7 hari, hal ini tergantung pada keadaan suhu, seperti telur S.venus tum akan menetas dalam waktu 4 hari pada suhu 24oC, 5 hari pada 18oC, sedang pada suhu 70 C akan menetas dalam waktu 27 hari

(Harwood dan James, 1979) Disamping itu ada beberapa spesies Simuliidae yang menghasilkan telur-telur "dormant"

bila terdapat kondisi yang merugikan (Wotton, 1981).

2. Larva

Larva biasanya ditemukan melekat pada batu-batu, ranting pohon, rumput-rumput atau reruntuhan benda-benda lain yang terdapat dalam air (William, 1985). Datta (1983), mendapatkan 6 stadium larva dengan lama stadium berkisar antara 20 - 25 hari, tetapi hal ini tergantung dari suhu air, spesies, dan makanan ;y-ang tersedia.

Larva yang telah tumbuh sempurna berukuran 3 - 8 mm , berbentuk seperti alat

tidak jelas, warna sampai sangat hitam.

pemukul, licin, silindris, segmen mulai dari lwning suram, putih kotor Bagian kepala kelihatan menonjol dan agak memanjang. Antena terdiri dari 3 segmen yang tidak jelas batasnya, mempunyai bintik mata "eye spot", mandibula

(28)

berbentuk oval dan dijumpai gigi pada ujungnya. Mempunyai sekelompok "setae", pada maxilla terdapat "labial plate"

yang bergerigi. Struktur yang paling jelas yang terdapat pada bag ian kepala adalah adanya sepasang benda yang mirip dengan kipas yang disebut "mouth brush" seperti tampak pada gambar 7, yang berfungsi untuk menyaring makanan. Di bagian pro-thorax terdapat suatu tonjolan yang disebut "proleg"

yang dilengkapi dengan sederetan kait kecil. Abdomen terdiri dari tiga segmen yang tidak jelas, pada segmen terakhir bag ian dorsal terdapat "anal gill" serta terdapat

"posterior circlet" pada bagian ujung abdomen. Menurut Snyder dan Linton (1983), jumlah "mouth brush" serta panjang

"anal gill" penting artinya untuk identifikasi (gambar 7).

Larva pada umumnya tidak berenang tetapi tinggal untuk beberapa waktu pada tempatnya dengan bantuan "posterior circlet", tetapi sewaktu-waktu larva dapat berpindah tempat atau merubah posisinya dengan cara melompat menggunakan

"prolegl1 dan "posterior circlet" secara bergantian. Bila larva ini mendapat gangguan dari mahluk lain, rnereka dapat melekatkan saliva pada benda

melepaskan pegangannya agar dapat

yang ditempati kernudian menuju ke hilir sungai sejauh panjang benang sutera yang dihasilkan, bila keadaan sudah arnan, benang-benang tersebut ditelan kernbali untuk menuju ke tempat semula.

Menurut Sen dan Fletcher (1962) , larva-larva ini membutuhkan oksigen yang cukup untuk kelangsungan hidupnya,

(29)

sehingga banyak dijumpai larva-larva yang tinggal dekat dengan permukaan air, tetapi ada juga yang ditemukan agak kedalam. Larva yang tinggal dekat dengan permukaan air ditemukan dalam kedalaman tidak melebihi 300 mm (Kettle, 1981). Perbedaan kedalaman ini selain dipengaruhi oleh kebutuhan oksigen, juga dipengaruhi oleh keadaan geografi, keadaan tumbuh-tumbuhan yang hidup dalam air, serta kecepatan aliran air,

itu sendiri.

dan faktor terpenting adalah suhu air

Chance (1970), mengatakan bahwa larva Simuliidae pada umumnya memakan partikel-partikel yang terdapat di dalam air yang berukuran 10 - 100 pm dan maksimal 350 pm. Makanan larva ini meliputi crustacea kecil, protozoa, algae, bakteria, zat-zat organik yang membusuk baik dari tumbuh- tumbuhan maupun dari hewan, bahkan ada beberapa yang memakan sesamanya. Algae dapat melewati saluran pencernaannya tanpa mengalami perubahan. Dari hasil penelitian dalam saluran penc

7

rnaannya ternyata sebanyak 50% yang dimakan yakni diatom (Wotton, 1976). Larva yang telah dewasa dapat dikenali dengan adanya

spot" pada thoraxnya,

tanda hitam yang dinamakan "gill dimana nantinya akan menjadi alat pernafasan pada saat menjadi pupa.

3. Pupa

Pada saat mencapai stadium akhir, larva akan memintal kepompong' untuk kemudian menjadi pupa dengan kepala

(30)

menghadap ke arah aliran air. Stadium pupa berlangsung selama 4 - 5 hari dan dapat lebih lama bila suhu air rendah (Datta, 1983). Pupa bersifat tidak aktif dan sebagian besar tubuhnya tertutup oleh kepompong (gambar 9). Pada bag ian kepala terdapat sepasang mata yang besar, sedang pad a bag ian anterior thorax dijumpai alat pernafasan yang dinamakan

"pupal gill" berbentuk cabang dan berfilamen. Pada bag ian abdomen ditemukan kait-kait kecil yang berguna untuk menyangkutkan dirinya pada kepompong.

Panjang, bentuk, dan jumlah "pupal gill" bersifat menciri untuk masing-masing spesies sehingga sangat membantu untuk identifikasi, disamping itu juga kait yang terdapat pada abdomen, karena kait ini tidak selalu ada untuk spesies-spesies tertentu. Dalam keadaan darurat, pupa-pupa ini dapat segera menjadi lalat dewasa dan muncul ke permukaan air dengan dilindungi gelembung udara yang dapat mencegah dari kebasahan a tau dengan cara merangltak pada batu-batu atau tumbuh-tumbuhan yang terdapat di air

(Service, 1981).

Umumnya larva-larva yang telah tiba saatnya untuk menjadi dewasa, akan muncul seCara serentak dalam jumlah besar ke permukaan air, kemudian segera terbang. Adapun kepompong yang telah kosong biasanya masih dijumpai sisa- sisa alat pernafasan setelah lalat keluar. Kepompong yang

telah kosong ini nilai taksonomi.

(31)

Gambar 8.

A

Gambar 9.

Kumpulan larva Simuliidae pada sehelai rumput

B

Pupa dan kepompong Simulium A. Pupa dalam kepompong B. Pupa tanpa kepompong

(32)

TINGKAH LAKU DI ALAM

Kedua jenis kelamin lalat jantan dan betina menghisap sari tumbuh-tumbuhan, tetapi hanya lalat bet ina saja yang menghisap darah. Pada umumnya lalat Simuliidae mempunyai lama hidup 2 - 3 minggu (Harwood dan James, 1979). Sebagian besar lalat ini menghisap darah mamalia termasuk manusia, dan bangsa burung.

sapi dan keledai,

Hewan-hewan besar yang disukai yakni sedang manusia baru dimangsa kalau tidak ditemukan hewan sebagai mangsanya (Service, 1980).

Pada umumnya lalat ini lebih menyukai menggigit daerah kepala terutama daerah sekitar mata, lobang hidung, dan daerah telinga (Sutcliffs, 1986). ~1enurut Eichler (1971), Simulium ornatum jarang menggigit daerah bagian atas tubuh atau kepala ternak sapi, tetapi menggigit daerah ventral tubuh sepanjang kaki depan sampai umbilicus, umbilicusnya sendiri, ambing, dan puting. Umbilicus merupakan daerah yang paling banyak digigit karena disamping kulitnya tipis, rambutnya jarang, disekitar umbilicus sering dijumpai pusar sehingga memudahkan lalat mencapai kulit.

Mekanisme menggigit dari lalat betina yang menghisap darah mempunyai arti yang penting da1am kecepatan pemindahan beberapa mikrofi1aria pada tubuh hewan. La1at ini menyerang secara bergerombo1, menghisap darah yang ke1uar dari genangan darah yang dihasi1kan oleh lacerasi-

(33)

lacerasi kulit akibat gigitan lalat tersebut. Pada waktu menggigit, mula-mula kulit dilonggarkan dengan menggunakan labrum yang mempunyai gigi pada bagian ujungnya, kemudian dirobek dengan gigi yang mirip seperti gergaji pada ujung mandibula serta ditembus dengan gigi-gigi yang terdapat pada maxilla dan hypopharynx, dan pada akhirnya labrum digunakan untuk membantu membuka luka. Mandibula, maxilla, dan hypopharynx masuk ke jaringan host dan menembusnya hingga mencapai kedalaman 120 - 150 mikron.

Darah dihisap lewat suatu kanal yang tertutup oleh labrum pada bag ian depannya, sedangkan pada bag ian belakang ditutup oleh sepasang mandibula. Lewat saluran yang berhu- bung an langsung dengan pharynx dan alat pencernaan ini, memungkinkan lalat

banyak. Penghisapan

dapat menghisap darah darah ini terjadi

dalam jumlah secara lambat, sehingga untuk dapat sampai kenyang membutuhkan waktu 4 - 6 menit, bahkan ada yang sampai seperempat atau satu jam.

Bila menghisap darah bangsa unggas lama meggigit berkisar 2 - 3 menit (Crosskey, 1973; Noble dan Noble, 1982).

Proses penghisapan darah yang lambat ini berhubungan erat dengan penularan mikrofilaria dari kulit yang dihisap dari kulit yang luka. Disamping itu, Simuliidae dapat menusuk kulit dan bahkan langsung menembus ke dalam kapiler seperti halnya pada nyamuk dan lalat tse-tse, dan apabila sudah menggigi t lalat ini suli t untuk dicabut (Crosskey, 1973) .

(34)

Lalat ini menggigit induk semangnya di luar kandang (exophagic) dan beristirahat diluar kandang (exophilic).

Famili Simuliidae umumnya tinggal pada pohon-pohon disepanjang pinggiran sungai dan mengikuti gerombolan ternak yang berpindah tempat. Lalat ini aktif pada pagi hari dan sore hari, dan beristirahat pada siang hari di pepohonan yang tumbuh di dekat permukaan tanah. Eichler (1971), menemukan bahwa lalat akan aktif jika terdapat angin yang tidak terlalu kencang, dan bila terdapat angin yang kecepatannya melebihi 5 m.p.h tidak ada kegiatan sarna sekali, disamping itu juga aktifitas lalat akan berhenti bila ada hujan dan jika ada cahaya yang terlalu terang seperti pada siang hari yang panas. Menurut Bradbury dan Bennet (1974), Simuliidae dapat membedakan berbagai macam Harna, seperti pada Simul i um venus tum lebih tertarik pada warna biru, Prosimulium mixtum, dan S. vittatum menyukai warna hitam, merah, dan biru, tetapi warna kuning tidak.

Simuliidae mampu menempuh perjalanan yang cukup jauh, dan dapat terbang hingga mencapai 225 km dari tempat perkembangbiakannya

(Gaffar, 1985).

baik dengan bantuan angin maupun tidak

Perkawinan terjadi disekitar tempat perkembangbiakan- nya, beberapa spesies melakukan di permukaan tanah, tetapi sebagian besar berlangsung pada saat terbang. Lalat jantan dapat mengenali lalat betina sampai jarak 50 em dan mengikuti lalat betina untuk mengadakan perkawinan.

(35)

Lalat bet ina meletakkan telur-telurnya pada permukaan batu-batuan, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda yang terendam di dalam air. Menurut Sen dan Fletcher (1962), Simulium maculatum mampu menyelam hingga mencapai kedalaman 1 kaki untuk bertelur, sedangkan S. equinum meletakkan telur-telurnya sambil merangkak pada ranting-ranting yang terdapat dibawah permukaan air. Ladle at. al., (1985) melaporkan adanya telur-telur lalat yang ditemukan dicelah- celah serpihan tanah.

Sebagian besar lalat bet ina membutuhkan darah untuk mematangkan telur-telurnya, keadaan ini disebut flanautogeneus", sedangkan lalat yang mampu mematangkan telur-telurnya tanpa membutuhkan darah, disebut "autogeneus"

seperti pada Simulium noelleri ('votton, 1982).

(36)
(37)

PERANAN LALAT PUNUK DALAM KEHIDUPAN HEWAN

1. Akibat gigitan lang sung

Baik di negara tropis maupun tidak, menyebabkan masalah gigitan yang cukup

lalat punuk dapat serius. Selain menghisap darah, gigitan lalat ini menimbul kan rasa sakit, perdarahan, pembengkakan lokal, serta peradangan, dan juga sering disertai dengan iritasi yang hebat selama beberapa hari sampai beberapa minggu,

tenangan pada hewan ternak.

sehingga menimbulkan ketidak

Lalat ini menyerang sapi secara bergerombol terutama pada daerah mata, lobang hidung, lobang telinga, umbilicus, ambing, puting, dan scrotum. Biasanya pada saat terjadi serangan mendadak, kawanan ternak sapi akan begerak beramai- ramai secara bergerombol, akibatnya sapi-sapi muda atau anak-anak sapi akan terpisah dari induknya dan terinjak

injak sehingga mengakibatkan hal yang fatal. Kadang-kadang ada sekumpulan ternak sapi yang berkubang di tanah yang becek untuk melindungi dirinya dari gigitan lalat. Farkas (1984) mengelompokkan bentuk kelainan kulit akibat gigitan lalat ini menjadi 6 bentuk, yaitu : oedematous, erythematous oedematous (bentuk erysipeloid), inflamatory-indurative (bentuk plegmonoid), haemorrhagic plaque, haemorrhagic nodules, dan haemorrhagic vesicels.

Menurut Eichler (1971), sebagian besar Simulium ornatum menggigit bagian ventral tubuh, yaitu : umbilicus,

(38)

ambing, dan puting, jarang menggigit daerah kepala.

Sedangkan S. erythrocephalum umumnya menyerang sapi pada daerah kepala, leher, lengan, dan abdomen, gigitannya dapat menirnbulkan vesicula dan

(Hart) (Soulsby, 1971) .

papula yang mirip dengan kutil Di India kuda-kuda yang digigit lalat punuk dapat menyebabkan oedema pada kepala, abdomen, lengan, serta penis (Sen dan Fletcher, 1962). Seddon (1967) melaporkan adanya anak-anak

Aus trosimuli um pestilen s dan A.

dan lobang hidung sehingga

domba yang diserang bancrofti pada bagian mat a menyebabkan kebutaan dan kesulitan bernafas, disarnping itu kedua spesies lalat ini juga menyerang kanguru dan wallabis. Di Canada dilaporkan bahwa S. luggeri yang rnernpunyai penyebaran sangat luas telah menyerang sebagian besar ternak mamalia, lalat ini mengerubung di daerah kepala dan dapat mengakibatkan stress

serta hiperaktif pada hewan (Fredeen, 1985).

Di Amerika utara, Prosimulium mixtum menirnbulkan banyak gangguan

Amerika selatan

pada ternak, dan Cnephia pecuarum dari dapat rnembinasakan sekawanan ternak khususnya pada kerbau. Sedangkan Simulium ,-i ttatum menyebar seCara luas di Amerika Serikat dan menyebabkan iritasi pada ternak, begitu juga dengan S. meridionale menyebabkan angka kesakitan yang tinggi pada ternak kalkun (Schmidt dan Roberts, 1981).

(39)

2. Sebagai vektor penyakit

Akibat dari sifat lalat ini yang menghisap darah, maka Simuliidae mampu untuk memindahkan beberapa organisme yang sifatnya patogen,

beberapa cacing

beberapa spesies terlibat sebagai vektor filaria genus Onchocerca pada mamalia (termasuk manusia), Nansonella ozzardi pada manusia yang dipindahkan oleh Simulium amazonicum (Shelley et. ~

1982), dan beberapa protozoa darah pada unggas seperti Leucocytozoon dan Trypanosoma, serta beberapa dari arbo virus, yaitu Penyakit Venezuelan Equine Encephalitis, Eastern Equine Encephalitis,

Myxomatosis pada kelinci.

Vesicular Stomatitis, dan

a. Onchocerciasis

Adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria Onchocerca spp yang terrnasuk Nematoda.

dapat rnenyerang hewan ternak antara lain:

Penyakit ini sapi, kuda, kambing, dan domba. Bahkan penyakit ini dapat rnenyerang pada rnanusia. Sebagai vektornya adalah lalat dari farnili Simuliidae dan Ceratopogonidae. Penyakit ini ditandai dengan gejaia-gejaia : rasa gatal yang hebat, fissura pads kuIit, nodul-nodul pads subcutsn.

ini dikenal sebagai "river menyebabksn kebutaan.

Pada manusia, penyakit blindness" karena dapat

Onchocerciasis pad a ternak sapi di Inggris disebabkan oleh Onchocerca gut turosa yang di tularksn oleh Simul i wn

(40)

ornatum dengan morbiditas mencapai 50%, sedang di India disebabkan oleh O. armillata, dan bahkan bisa mencapai morbiditas 100%. Sedangkan di Australia, lalat dari famili Ceratopogonidae bertindak sebagai vektor O. gibsoni (Seddon, 1967) .

Cacing dewasa Onchocerca spp sering ditemukan pada ligamentun nuchae dan ligamentum gastro-splenic yang hanya terlihat pada waktu pemeriksaan post-mortum atau terkadang terlihat sebagai nodul-nodul pada subcutan, serta ditemukan juga pada ligamentum cervical is sebelah atas hingga vertebrae thoracalis (Beesly, 1973). Suatu survey pernah dilakukan di rumah po tong hewan pad a sapi di Inggris ditemukan sebanyak 746 dari 1591 kasus karena O. gutturosa

pada ligamentum cervical is yang diperiksa (Nelson, 1973).

Menurut Eichler (1973), umumnya mikrofilaria terpusat di daerah umbilical. Mwai.ko (1979), melaporkan adanya mikrofilaria O. gutturosa ditemukan pada umbilicus, scrotum, dan ambing. Dan bahkan ada juga yang ditemukan di stroma cornea mata (Cello, 1971) . Di India O. armillata dapat menimbulkan lesi-lesi serta nodul-nodul pada lapisan intima aorta dan aneurysma pa.da sapi dan domba (Kaul dan Prasad, 1983; Nasseri et. ~ 1986).

~likrofilaria O. gutturosa yang telah terhisap Simulium ornatum dapat berkembang menjadi stadium larva yang infektif dalam Haktu sekitar 3 minggu (Ei.chler, 1971). Jumlah mikrofilaria yang terhisap lalat bervariasi. Dalam

(41)

penelitian terhadap lalat yang menggigit seekor hewan yang terinfeksi berat, dari 80 sampel yang diambil ternyata didapatkan rata-rata seekor lalat mengandung 80 mikrofilaria

(Eichler, 1971).

b. Ornithofilaria fallisensis

Adalah jenis filaria yang menginfeksi anak itik.

Filaria ini pertama kali dilaporkan menyerang anak itik jenis "White Pekin" yang dipelihara di luar rumah di Algonquin Park Ontario. Mikrofilaria dari O. fallisensis berkembang hingga menjadi stadium infektif di tubuh Simulium venus tum, S. parnassum, dan S. rugglesi serta beberapa dari subgenus Eusimulium seperti S. euryadminiculum, S. croxtoni, dan S. latipes. Perkembangan mikrofilaria untuk mencapai stadium infektif membutuhkan waktu 7 - 14 hari tergantung dari suhu (Anderson, 1956 Dalam Crosskey, 1973).

c. Leucocytozoonosis

Adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa darah yang digolongkan dalam penyebab-penyebab malaria unggas.

Thailand, Malaysia, dikenal

Protozoa ini telah dilaporkan menimbulkan wabah di India,

Korea, dengan

Birma, Ceylon, dan Indonesia.

nama "Bangkok

Philipina, Singapura, Di Thailand penyakit ini haemorrhagic Disease".

Sedangkan di Indonesia penyakit ini telah dikenal pada ayam sejak tahun 1912 di Sumatera (Ditkeswan, 1982). Selain

(42)

menyerang ayam parasit ini juga menyerang itik, angsa, kalkun, burung puyuh, burung belibis,

burung gagak (Soulsby, 1971).

burung merpati dan

Beberapa spesis Simuliidae sebagai

Leococytozoon dipindahkan intermediate host, yaitu

oleh dibawa

oleh dengan aliran dimasukkannya sporozoid yang kemudian

darah menuju berbagai sel dalam tubuh. Pada ayam disebabkan oleh Leucocytozoon caul 1 eryi yang dipindahkan oleh Culicoides spp, pada itik dan angsa oleh L. simondi dipindahkan oleh Simulium venustum, S. euryadminiculum, dan S. rugglesi, sedangkan pada kalkun disebabkan oleh L. smithi dengan vektor S. occidentale, S. nigroparvum, dan S.

slossonase (Fallis et. ~ 1974).

Penyakit ini dapat menimbulkan gejala klinik atau adakalanya tanpa gejala klinik. Gejala klinik yang dapat diamati diantaranya adalah : tinja berwarna hijau, depresi, hilang nafsu makan, muntah darah, paralisa, dan diikuti kematian akibat adanya kollaps. Sedang pada penyakit yang tidak menimbulkan gejala klinik ditandai dengan penurunan produksi telur, daya tetas, serta penurunan berat badan.

d. Avian Trypanosomiasis

Parasit inl berkembang dan menjadi stadium infektif dalam ornithophilic Simuliidae selain itu juga pada Aedes aegypti. Bennet (1961), melaporkan bahwa kemungkinan yang menjadi vektornya di Algonquin Park Canada adalah Simulium

(43)

aureUlll, S. latipes, S. quebecense, S. croxtoni, S. rugl1esi dan Prosimulium decemarticulatum.

e. Venezuelan Equine Enchepalitis (VEE)

Penyakit ini biasanya disebut juga Venezuelan Equine Encephalomyelitis atau Pesta Loca, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh virus (arbo-virus). Penyakit ini untuk pertama kali diisolasi di Venezuela. Sejak itu epidemik dengan kematian yang tinggi dilaporkan juga di Colombia, Equador, Brazilia, Peru, Panama, Nicaragua, Mexico, dan Caribia. Penyakit ini bahkan telah dilaporkan menyebar sampai ke Florida dan Texas (Ditkeswan,

~ 1978).

1982; Andrewes et.

Selain menyerang kuda, virus ini juga menyerang manusia, rodensia, dan bangsa burung (Service, 1980) . Kerugian yang ditimbulkannya berupa kematian pada kuda, dan yang lebih penting lagi karena penyakit ini bersifat zoonosis. Homan et. ~ (1985) melaporkan bahwa Simulium mexicanum dan S. metallicum dari Colombia mempunyai kemampuan sebagai vektor mekanik yang bersifat enzootik maupun epizootik dari strain VEE.

alphavirus dari famili Togaviridae.

Virus VEE termasuk Virus ini tergolong

virus RNA dengan ukuran 60 70 nanometer dan mempunyai pembungkus yang mengandung lipida.

Gejala klinis pada kuda ditandai dengan demam, anorexia, depresi, mencret, encephalitis, dan kematian,

(44)

tetapi gejala encephalitis tidak selalu ada. Sedangkan pada manusia ditandai dengan demam, sakit kepala, dan juga gejala pada susunan syaraf pusat an tara lain: tremor, diplopia, dan lethargi. Pada waktu terjadi wabah di Venezuela pada tahun 1962 sampai tahun 1964 terdapat lebih dari 30.000 manusia yang terinfeksi dengan 1199 kasus ditemukan gejala pada susunan syaraf pusat dan 300 meninggal (Andrewes, et.

~ 1978). Di Indonesia belum ada laporan tentang adanya penyakit VEE ini.

f. Eastern Equine Encephalomyelitis (EEE)

Adalah suatu penyakit yang ditularkan nyamuk maupun lalat pada kuda, dan kadang-kadang menyerang manusia. Lalat yang menjadi vektor penyakit ini adalah Simulium.

meridionale dan S. johannseni (Anderson et. ~ 1961 dalam Crosskey, 1973). Penyakit ini ditandai dengan gejala encephalitis dan kematian. EEE tersebar di Amerika Serikat bagian timur tidak termasuk Michigan dan Wisconsin, juga Canada, Caribia, sebagian Amerika tengah, Amerika selatan sampai Argentina (Andrewes, et. ~ 1978). Penyakit ini menimbulkan kerugian yang cukup besar pada peternakan kuda, yaitu berupa kematian dan hilangnya tenaga kerja karena kelumpuhan, dan lebih penting lagi karena penyakit ini bersifat zoonosis.

EEE disebabkan oleh alphavirus RNA, virus ini mempunyai ikatan antigenik yang sama dengan virus Western

29

(45)

Equine Encephalomyelitis dan Venezuean Equine Encephalitis dan termasuk dalam Togaviridae, disamping itu virus ini dapat mengaglutinasi sel darah merah angsa atau unggas (Ditkeswan, 1982). Kuda tertular melalui gigitan nyamuk atau lalat yang membawa virus, serta kontak antara kuda sakit dengan kuda sehat. Manusia dapat tertular melalui gigitan vektor atau kontak langsung dengan jaringan kuda pada waktu memo tong atau melalukan pemeriksaan pasca mati.

Sedangkan pada burung penularan dapat terjadi secara kontak atau melalui udara.

g. Infectious Myxomatosis

Merupakan penyakit yang fatal pada kelinci jenis Anggora, Belgia, Flemish Giant, dan kelinci liar di Eropa.

Penyebabnya adalah beberapa strain dari poxvirus. Virus ini dipindahkan oleh beberapa jenis nyamuk, tungau, dan lalat Simuliidae yang menggigit kelinci. Menurut Mykytowycs

(1957), di Australia yang menjadi vektor penyakit ini adalah Simulium melatum.

Tanda-tanda klinis meliputi cunjunctivitis, dari suhu mata keluar leleran putih (milky discharge), lesu,

dapat mencapai

pembengkakan scrotum

pembengkakan pada daerah kepala, pada hewan jantan. Pada bentuk yang akut, kelinci biasanya mati dalam waktu 48 jam sejak awal gejala, dan apabila hewan tidak mati akan terlihat gejala : depresi, kulit kasar, oedematous pada kelopak mata, bibir,

30

(46)

dan telinga. Pada bedah bangkai biasanya terlihat pembengkakan limpa dan limpa berwarna hitam.

h. Vesicular Stomatitis

Penyakit ini dikenal juga dengan nama Radang Mulut Berlepuh (RML), Sore Mouth, dan Sore Nose. Penyakit ini mula-mula secara alami dikenal paling banyak menyerang kuda,

tetapi kemudian terjadi terutama pada sapi dan babi. RML ditandai dengan timbulnya bercak-bercak (macula) atau lepuh

(vesicula) di mulut, dekat teracak, dan pada puting susu.

Rl'lL timbul secara sporadis di Amerika Serikat dan Canada, sedang wabah RML pernah berjangkit di Argentina dan Brazil. Penyakit ini pernah juga diketemukan di Mexico, Panama, Costa Rica, Peru, dan Equador.

Penyebab penyakit RML adalah virus RNA yang berbentuk batang atau peluru dengan ujung yang satu bulat sedang ujung yang lain pipih. Berdasarkan bentuk morfologinya, virus ini termasuk rhabdovirus.

Schnitzlein dan Reichmann (1985), malaporkan bahwa virus RML telah diisolasi dari kuda-kuda yang telah terinfeksi dari lalat Simuliidae pada waktu terjadi ledakan populasi di Colorado. Disamping itu, penyakit ini juga dipindahkan oleh lalat kandang, Tabanus, Chrysops, serta beberapa jenis nyamuk (Ditkeswan, 1982).

Di negara yang pernah berjangkit penyakit ini kerugian ekonomis umumnya tidak besar. Kerugian ekonomi terdiri dari

31

(47)

penurunan berat badan, hewan lama menjadi gemuk, serta perpindahan hewan dibatasi.

pernah dilaporkan.

Kejadian RML di Indonesia belum

(48)

KERUGIAN EKONOMI

Beberapa kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat gigitan serta penyakit yang dipindahkan lalat ini antara lain pada sapi menyebabkan penurunan be rat badan dan turunnya poroduksi susu, hal ini akibat dari kegiatan merumput dan perkembangbiakan yang terhenti atau terganggu, serta laktasi yang berkurang. Pada unggas menyebabkan penurunan produksi telur, daya tetas, serta penurunan berat badan. Disamping itu menyebabkan kematian berbagai ternak serta hewan liar.

Contoh klasik yang sering dikemukakan para penulis dalam menggambarkan keganasan serangan lalat ini adalah peristiwa yang terjadi pada abad ke 18 di tepi sungai Danube di Eropa tengah, dimana Simulium columbaczense dilaporkan telah membunuh sebanyak 20.000 ekor hewan meliputi kuda, sapi, domba, kambing, babi, menjangan, kelinci, serta hewan- hewan lainnya (Service, 1980; Crosskey, 1973 dan Soulsby, 1971).

Fredeen (1985) melaporkan bahwa akibat ledakan populasi yang terjadi pada tahun 1978 di Saskatchewan, pada sapi po tong menimbulkan kerugian sebesar $ 2,9 juta akibat kelahiran yang diperpanjang, kematian, penggantian sapi-sapi

jantan yang lemah, pelayanan veteriner, mskanan. Sedangkan

bertambahnya biaya untuk pekerja, perbaikan pagar, dan penambahan jatah

pada sapi perah, kerugian ditaksir

33

(49)

sebesar $ 57.000 akibat turunnya produksi susu, dimana produksi susu sapi-sapi yang terkena tidak kembali seperti pada keadaan semula.

Di Australia, kematian anak-anak domba yang berumur delapan minggu dapat mencapai 20% akibat lalat-lalat yang menyerang pada bagian mata dan hidung, sehingga menimbulkan kebutaan serta gangguan sesak nafas (Seddon,

juga selama banjir di Quensland pada

1967) . tahun

Dan 1974, Austrosimulium pestilens menyebabkan penurunan produksi susu hingga 15%.

Menurut Harwood dan James (1979), di Canada antara tahun 1944 - 1948 lebih dari 1000 ternak mati pertahunnya akibat gigitan lalat ini. Sedangkan di kawasan Balkan pada tahun 1923 dan 1948 berturut-turut terjadi kematian ternak sebanyak 16.000 dan 13.000 ekor akibat gigitan Simulium 001 umbaozense, kematian ini diduga akibat toxin yang dihasilkan kelenjar ludah lalat pada saat menggigit.

Pada tahun 1897, di sepanjang sungai dataran rendah Missisippi, Cnephia peouarum menyebabkan kematian sejumlah besar ternak sapi, kemudian berkurang setelah adanya banjir besar, tetapi pada tahun 1931 timbul lagi serangan

c.

peouarum yang menyebabkan kematian keledai sebanyak 1000 ekor. Kemudian di Yugoslavia dan Rumania, serangan Simulium oolumbaczense pada tahun 1930 menyebabkan kematian ternak sebanyak 1.000 ekor.

(50)

Ada beberapa dalikan lalat punuk fisik dan mekanis,

PENANGGULANGAN

cara yang dapat digunakan untuk mengen- ini, antara lain: (1) Kontrol secara (2) Kontrol melalui praktek tata laksana, (3) Kontrol secara alami, (4) Kontrol dengan senyawa kimia.

1.Kontrol secara fisik dan mekanis

Pemberantasan secara fisik dan mekanis yaitu dengan cara menangkap dan membunuhnya, tetapi cara ini sangat tidak efektif karena lalat ini sangat kecil sehingga sulit untuk melakukannya. Alternatif lain yaitu dengan cara memasang kelambu disekeliling kandang, misalnya pada kandang ayam, tindakan ini cukup baik untuk mencegah masuknya lalat ke dalam kandang.

Pada manusia dapat dilakukan dengan melindungi diri menggunakan jala kepala yang halus, lengan baju dan celana yang diikat ujungnya, hal ini dilakukan terutama untuk orang-orang yang bepergian di daerah lalat simuliidae

(Brown, 1969).

Cara lain yaitu dengan merubah lingkungan pradewasa lalat ini, seperti membersihkan·rumput-rumput di sungai yang diduga menjadi tempat berkembangbiaknya, atau dengan cara mengeringkan sungai-sungai yang ban yak ditemukan larva di dalamnya. Adapun pada lalat dewasanya dapat dilakukan pembakaran semak-semak atau hutan-hutan non-produktif yang

35

(51)

diduga sebagai tempat peristirahatan lalat ini. Tujuan dari pemberantasan secara fisik dan mekanis ini adalah untuk memutuskan siklus hidup lalat tersebut sehingga populasinya terhambat dan lalat dewasa dapat terusir jauh dari kelompok ternak.

2.Kontrol melalui praktek tata laksana

Salah satu cara ini adalah dengan memodifikasi kecepatan ali ran sungai yang diduga sebagai tempat berkembangbiaknya, sebab Simuliidae umumnya meletakkan telurnya pada sungai yang mempunyai kecepatan tertentu, yaitu 0.2 - 0.5 m/s. Sebagai contoh adalah pada tempat perkembangbiakan Simulium damnosum di Uganda dengan mengalirkan air secara cepat pada suatu bendungan yang berjarak dekat dengan suatu anak sungai, ternyata cara ini dapat mengurangi tempat perkembangbiakannya hingga mencapai beberapa mil di hulu sungai (Nelson, 1973). Sedang pada air yang menggenang, larva dan pupa dapat mati dalam waktu 24 jam, dan selama 30 - 35 hari berturut-turut telah dibuktikan bahwa bentult pra-dewasa dapat mati jika di bag ian kanal tidak diberi air selama 3 hari, larva dan pupa tidak muncul lagi selama 25 - 30 hari, disamping itu larva dan pupa Simuliidae dapat mati oleh sinar matahari langsung dalam waktu 2 - 3 hari. (Kotel'nikov dan Kivako, 1986).

(52)

3. Kontrol secara alami

Simuliidae mempunyai sejumlah parasit dan predator yang dapat digunakan untuk mengendalikan populasinya secara alami, antara lain jenis predator inverteberata yang memangsa stadium pra-dewasa seperti hydra, crustacea

(Ri vulogumarus ) , planaria, dan beberapa serangga air lainnya. Dari jenis verteberata termasuk beberapa jenis ikan dan beberapa spesies burung dari genus Cinclus.

Sedangkan predator yang memangsa lalat dewasa diantaranya suatu jenis tanaman yang memakan insekta yai tu Pinguicula

vulgaris.

Parasit lainnya yang memangsa larva atau lalat dewasa adalah fungi, Trypanosoma, Infusoria, Sporozoa, Spirochaeta, dan Mermitid yaitu sejenis cacing Nematoda. Beberapa pengarang lain menyebut laba-laba, Coleoptera, dan mungkin juga lintah sebagai musuh alami. Disamping musuh alami yang disebutkan dia tas, terdapa t juga Bacillus thuringi ensis, B.

spaericus, dan Phytobacteriomycin (Colbo, 1984; Ganushkina et. ~ 1982).

Penggunaan Bacillus thuringiensis untuk mengendalikan Simuliidae telah dilakukan oleh Lacey dan Undeen (1984), yaitu dengan membandingkan formulasi B. thuringiensis (H-14) de Barjac dalam waktu yang berbeda-beda dalam aliran sungai terhadap Simul i um d tta tum. Teknar® liquid (wdc), Vectobac@

(WP), dan Bactimos® (I-IP) menghasilkan rata-rata angka kematian sebesar 85%, 80%, dan 61% berturut-turut dengan

37

(53)

dosis 10 mg/lt per menit (10 ppm), adapun pemberian Teknar 10 mg/lt per menit menunjukkan angka mortalitas lebih tinggi dan lebih efisien dari pada 0.5 mg/lt per 20 menit. Menurut Horosko dan Noblet (1986), semua anak sungai dalam radius 7.2 km dari peternakan ayam kalkun diberi B. thuringiensis dalam bentuk wettable powder (serbuk) dapat efektif menurunkan penularan parasit darah Leuoooytozoon smithi.

Adapun penggunaan B. thuringiensis di Canada menurunkan populasi lalat dewasa hingga mencapai 77%

pada tahun 1984 (Colbo, 1984)

dapat 79%

Penggunaan Nematoda DD-136 strain dari Neoapleotana carpooapsae telah dicoba pada sungai di New York terhadap larva Simuliidae dengan dosis 34.5 nematoda/ml selama jangka waktu 15 menit dan didapatkan rata-rata angka kematian sebesar 50% terhadap larva, disamping itu kematian larva terjadi secara cepat umumnya dalam waktu 2 - 4 jam, dan 64%

larva mati dalam waktu 24 jam setelah pemberian (Gaugler dan Molloy, 1981).

Preparat mikrobiologi yang telah dicoba yaitu Phytobacteriomycin dalam bentuk murni atau serbuk dengan dosis 0.8 200 mg/lt, yang digunakan terhadap larva Simuliidae di Uni Sovyet, terutama ditujukan pada larva Simulium rostratum, S. vulgare, S. pussilum, S. morsitan, S.

gel era tum, Metacnephia pallipes, (Ganushkina et. ~ 1982).

dan Prosimulium spp

(54)

4.Kontrol dengan senyawa kimia

Pengendalian lalat punuk umumnya masih tergantung pada insektisida, telur dan pupa lalat lalat punuk relatif tahan terhadap insektisida, sehingga pengendalian ditujukan langsung terhadap larva atau lalat dewasanya. Penyemprotan terhadap lalat dewasa biasanya hanya memberikan efek yang sifatnya sementara, sehingga pengendalian yang utama ditujukan pada stadium larvanya. Larva lalat punuk sangat rentan terhadap insektisida yang diberikan pada sungai- sungai atau anak-anak sungai dimana terdapat tempat perkembangbiakannya, aliran sungai akan memungkinkan insektisida menjadi efektif dalam jangkauan yang panjang meskipun hanya diberikan pada beberapa tempat saja.

Menurut Seifert (1983), senyawa-senyawa kimia yang umumnya digunakan untuk mengendalikan lalat pun uk meliputi organochlorine, organophosphate,

cyclic amidines.

carbamat, pyretroid, dan

Organophosphate dan organochlorine dapat diberikan dalam beberapa tempat yang telah dipilih pada sungai yang mengalir dengan dosis rendah 0.1 - 10 ppm selama 15 - 30 menit, ternyata dapat membunuh larva Simuliidae di sepanjang aliran sungai tersebut, kecepatan aliran dan kedalaman sungai perlu diperhatikan untuk menghitung jumlah insektisida yang diberikan, ada pun untuk wilayah yang tidak terjangkau dapat dilakukan pengulangan dalam beberapa waktu (Crosskey, 1973; Service, 1980).

39

(55)

Menurut Brown (1969), lalat dewasa dapat dikurangi jumlahnya dengan dengan menyemprot tempat istirahatnya di semak-semak dengan menggunakan 20 mg DDT atau 4 mg gamma isomer BHC per meter persegi,

baik bila menggunakan DDT sebagai

tetapi hasilnya akan lebih larvisida dalam bentuk serbuk atau larutan dengan cara meneteskan pada aliran air.

Sedangkan pemberian DDT sejumlah 0.066 ppm per 30 menit dengan cara "ground application" baik untuk membunuh larva, adapun cara

larva maupun dewasa 4.150 km persegi,

penyemprotan udara baik untuk membunuh dan dapat melindungi wilayah seluas akan tetapi cara "ground application"

memberikan hasil yang lebih baik terhadap larva dan biayanya relatif lebih murah (Beesley, 1973).

Takaoka et. ~ (1981), menggunakan temephos dalam bentuk balok yang diberikan sebanyak 0.1 ppm per menit pada suatu anak sungai Barretal di Guatemala dari bulan Mei 1979 sampai Januari 1980 untuk mengendalikan Simulium ochreanum sebagai vektor Onchocerciasis di Amerika Tengah, dan hasilnya dapat

dapat mengurangi

membunuh larva dalam waktu 3 bulan serta kepadatan lalat dewasa sampai 83.8%.

Sedangkan temophos 10% dalam bentuk padat diberikan secara pelan-pelan sebanyak 1 ppm selama 60 menit pad a beberapa tempat di suatu sungai ,dapat mengurangi kepadatan larva secara cepat (Nakamura et. ~ 1981). Keampuhan temephos ini juga telah dibuktikan oleh Yasuno et. ~ (1981) yang mengadakan uji kepekaan organisme di suatu anak sungai

(56)

dengan menggunakan temephos sebanyak 1 - 10 ppm, ternyata organisme yang paling peka adalah larva Simuliidae. Menurut Abban dan Samman (1982), pemberian temephos pada suatu sungai tidak membahayakan bagi organisme lain yang hidup dalam sungai.

Di Canada telah dicoba permethrin, cypermethrin, dan resmethrin untuk melindungi ternak dari serangan Simulium articum yang diberikan secara topical pada seluruh permukaan tubuh ternak dengan dosis 1, 2, 4, dan 6 mg a.i/kg berat badan ternyata efektif untuk menghadapi serangan lalat dan dapat mencegah sedikitnya 70% selama 8 hari, dan paling sedikit 11 hari dengan dosis 12 mg a.i/kg be rat badan (Shemanchuk, 1981). Menurut Carle (1985), penyemprotan deltamethrin dengan dosis 0.5 1 g/jam secara tidak langsung terhadap lalat dewasa tampak 700 kali lebih efektif dari DDT dan 100 kali lebih efektif dari pada dieldrin.

41

(57)

PEMBAHASAN

Hingga saat ini telah banyak pesies Simuliidae yang telah ditemukan, dan kesemuanya tersebar hampir di seluruh bagian dunia, baik di tempat-tempat yang beriklim tropis maupun tidak. Kepadatan populasi Simuliidae di suatu tempat dipengaruhi oleh adanya aliran sungai yang cocok, keadaan geologi, topografi, serta hidrologi sungai tersebut.

Karena sifatnya yang homogen (Datta, 1983), maka Simuliidae mudah dibedakan terhadap famili lainnya baik pada stadium pra-dewasa maupun lalat dewasanya, tetapi kita justru sering mengalami kesulitan dalam membedakan antara spesies yang satu dengan yang lain. Dalam membedakan antara spesies Simuliidae ini, ciri-ciri morfologi yang sering digunakan adalah ( 1) imago : pada lalat betina dilihat dari jumlah horisontal dan jumlah vertikal dari mata facet- nya, sedangkan pada lalat jantan yakni perbandingan luas daerah frontal, perbandingan luas frons, dan besar kepalanya, disamping itu juga dari bentuk kakinya, pola scutum, dan alat kelamin. (2) larva: dilihat dari jumlah

"mouth brush", jumlah jajaran kait di "posterior circlet", jumlah cabang "anal gill",

bagian kepalanya,

"pupal gill",

(3) pupa:

dan tanda yang terdapat pada panjang, bentuk, dan jumlah

Dari ban yak spesies yang telah ditemukan, diantaranya terdapat beberapa spesies yang menimbulkan masalah dalam

(58)

bidang kedokteran hewan. Akibat gigitannya seeara langsung disamping menimbulkan ketidaktenangan pada ternak, juga dapat menyebabkan kematian oleh karena adanya toxin pada salivanya. Efek dari toksin ini menyebabkan bertambahnya permeabilitas pembuluh darah kapiler, sehingga menyebabkan cairan dari pembuluh darah masuk ke dalam rongga tubuh dan jaringan yang longgar. Sebenarnya hal ini dapat ditanggulangi dengan cepat, jika jauh-jauh sebelumnya telah dilakukan perlindungan terhadap ternak.

Bila dilihat dari kemampuan famili Simuliidae bertindak sebagai vektor penyakit, maka lalat ini dapat dikatakan sangat potensial, sebab didukung oleh ban yak faktor antara lain ( 1 ) lalat ini menyerang secara bergerombol, apalagi kalau di dalam tubuh hewan yang digigit banyak mengandung parasit, maka parasit tersebut akan terbawa oleh lalat pad a saat menghisap darah; (2) waktu yang diperlukan untuk menghisap darah sampai kenyang membutuhkan waktu yang eukup lama, sehingga akan mempertinggi parasit yang masuk dalam tubuh vei{tor; (3) bila dilihat dari eara makannyaJ lalat ini menghisap darah dari ber maeam-maeam host dan menghisap darah seeara terus menerus tanpa diselang; (4) lalat ini butuh menghisap darah beberapa hari sekali sebelum menghasilkan telur; dan (5) umur lalat dewasa relatif eukup eukup lama, sehingga parasit yang masuk ke dalam tubuh vektor mempunyai eukup waktu untuk mencapai stadium infektif. Disamping itu juga dari faktor reaksi

43

Gambar

Gambar  1.  Pandangan  lateral  (kiri)  dan  dorsal  (kanan)  dari  Simuliidae  betina  dewasa
Gambar  3.  Pola  sayap  Simuliidae  betina  dewasa
Gambar  5.  Kaki  Simulium
Gambar  7.  Telur  dan  larva  Simulium  A.1.  Bentuk  telur  Simulium

Referensi

Dokumen terkait

Handal yang dimaksud adalah Firebase real-time database sudah dilengkapi dengan event handler, dimana setiap perubahan yang terjadi dalam database bisa segera dideteksi

Berdasarkan permasalahan pada latar belakang, penulis ingin mengetahui seberapa besar Korelasi antara kesejahteraan ini terhadap tanggung jawab guru PAI di Madrasah Aliyah Negeri

1. Daya/kapasitas mesin injeksi kurang. Desain barang plastic injection yang tidak tepat. Ada kesalahan pada desain dan profil dies. Pemilihan material yang tidak tepat. Setting

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Pembangunan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat yang ber­ watak sosial harus semakin dikembangkan dan diperkuat khususnya dalam bidang organisasi dan manajemen dalam

Mengingat laju pertumbuhan 6,06 persen (c to c) belum mencapai target pemda sebesar 7,1 – 7,4 persen, serta memperhatikan kontribusi belanja pemerintah terhadap PDRB yang

Yang mungkin unik--- atau paling tidak sangat khas-- dari buku teks ini adalah pembagian bahasannya sesuai dengan hadis Jibril: Islam, Iman dan Ihsan. iii

DER dapat menunjukkan tingkat risiko suatu perusahaan dimana semakin tinggi rasio DER, maka perusahaan semakin tinggi risikonya karena pendanaan dari unsure hutang lebih