HIDROLISIS ENZIMATIK AMPAS SAGU MENGGUNAKAN RAGI TAPE
Weem, N.D, Degis, A, , Rahman, E. D, Ulfah,M Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri
Universitas Bung Hatta Abstrak
Ampas sagu belum banyak dimanfaatkan sampai saat ini, sehingga banyak yang dibuang begitu saja sebagai limbah. Bahan baku ampas sagu ini merupakan suatu bahan yang bersifat unik, dimana mengandung pati yang cukup tinggi yang berada bersamaan dan terikat cukup kuat dengan lignoselulosa(selulosa, hemiselulosa, dan lignin). Pati, selulosa, hemiselulosa dapat dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ragi tape dapat menghidrolisis pati yang terikat didalam lignoselulosa yang terkandung dalam ampas sagu dan Untuk mengetahui pengaruh variasi berat ragi tape yang ditambahkan pada saat hidrolisis. Tahapan penting dalam pembuatan bioetanol adalah proses hidrolisis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan ragi tape, dengan memvariasikan konsentrasi ampas (3%, 5% dan 7%), konsentrasi ragi (5%,7% dan 9%) dan jumlah ekstrak (3, 5 dan 7). Kadar glukosa tertinggi 359 mg/dL diperoleh dari ekstrak ampas tujuh kali dengan konsentrasi ampas 3% dan ragi 9% pada 30 jam operasi hidrolisis.
Kata kunci : Hidrolisis, Ampas Sagu, Ragi Tape,Pati Sagu, Kadar Glukosa
Abstract
Ampas sago not yet widely used until now, ampas sago are thrown away as waste.
the raw materials of ampas sago is a unique, which its contain starch is high enough where are in same time and strong enough are bounded to the lignocellulose (cellulose, hemicellulose, and lignin). Starch, cellulose, and hemicellulosa can be raw materials to make bioethanol. The research purpose to determine whether yeast (ragi tape) can hydrolyze starch that bound in lignocellulose contained in sago dregs and determine whether influence variation heavy yeast added during the hydrolysis. Important step in the manufacture of bioethanol is the process of hydrolysis. This research to do use yeast tape, with the variation of dregs consentration (3%, 5% dan 7%) consentration yeast (5%,7% dan 9%) and extract total (3,5, dan 7). The high glucose consentration is 359 mg/dL extracts obtained from the dregs seven times the dregs concentration of 3% and yeast 9% at 30 hours of hydrolysis operation.
Keywords : Hydrolysis, Dregs Sago, Yeast Tape, Extract Sago , Glucose concentrat.
PENDAULUAN
Tanaman sagu yang ada diIndosesia merupakan yang terluas didunia, dimana diperkirakan 51.3%
lahan sagu dunia atau sekitar 1.128 juta ha dari 2.201 juta ha areal sagu dunia ada di Indonesia (Abner dan Miftahhorrahman., 2002). Sagu (Metroxylon, s.p) merupakan tanaman asli Indonesia yang diyakini berasal dari daerah sekitar danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua (Ruddle dkk., 1978). Limbah hasil ekstraksi tepung sagu belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah ampas sagu ini apabila tidak dikelola dengan baik akan merusak lingkungan, terutama daerah aliran sungai (tempat pengolahan tepung sagu). Ampas sagu belum banyak dimanfaatkan sampai saat ini, sehingga banyak yang dibuang begitu saja sebagai limbah. Berdasarkan komponen utama yang ada dalam ampas sagu diketahui ampas sagu merupakan limbah hasil pertanian berlignoselulosa dengan kandungan pati yang masih tinggi (51.53%), dengan selulosa dan hemiselulosa 21.53% dan 14.26% masing- masingnya (Asben dkk., 2012).
Bahan baku ampas sagu ini
merupakan suatu bahan yang bersifat unik, dimana mengandung pati yang cukup tinggi yang berada bersamaan dan terikat cukup kuat dengan lignoselulosanya. Pati, Selulosa, Hemiselulosa dapat dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol. Sisa kandungan pati dalam ampas sagu dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya dengan merubahnya menjadi gula.
HIDROLISIS ENZIMATIK
Salah satu tahapan penting dalam pembuatan bioetanol adalah hidrolisis. Metode-metode hidrolisis yang biasa digunakan yaitu : hidrolisis enzimatis dan hidrolisis secara kimia (asam). Untuk saat ini metode enzim tergolong mahal, tetapi dalam waktu yang akan datang metode ini sangat menjanjikan.
Menurut Azmi dkk., 2010 Ragi tape dipilih berdasarkan kemampuannya untuk menghasilkan glukosa dan etanol dari pati secara langsung seperti dipenelitian yang telah mereka lakukan, mendapatkan hasil yang rendah. Dan di penelitian D. S. Awg Adeni dkk dibuat ampas sagu berkonsentrasi, (b/v 5%, 7%, 9%, 12%, dan 15%) pada hidrolisis
enzimatik menggunakan dextrozyme dengan cara menggelatinisasikan ampas tersebut sebelum dihidrolisis hasil yang didapat tinggi tetapi harga enzim tersebut saat mahal. Oleh karena kelemahan dari kedua penelitian tersebut kami akan mencoba menghidrolisis ampas sagu secara langsung menggunakan ragi tape dengan menggelatinisasikannya sebelum dihidrolisis.
METODE PENELITIAN
Hidrolisis ampas sagu ini menggunakan pemanasan dengan autoklaf untuk melepaskan glukosa yang masih terikat pada lignoselulosa yang terdapat pada ampas sagu.
Proses hidrolisis ampas sagu meliputi tahap tahap sebagai berikut : Variabel yang digunakan 3,5 dan 7 kali ekstrak ampas sagu. Parameter inputnya adalah : Konsentrasi ampas sagu 3%, 5% dan 7% dalam 100 ml aquadest dan Konsentrasi penambahan ragi tape 5%, 7% dan 9% setiap konsentrasi ampas sagu. Sedangkan parameter outputnya adalah kadar glukosa. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan : Persiapan sampel, pembuatan ampas sagu dan hidrolisis.
Persiapan Sampel
Sagu yang dibeli dalam bentuk batangan dibelah menjadi dua bagian kemudian diambil ampasnya dipotong kecil kecil lalu diblender setelah itu dicuci ampas yang telah halus tersebut sampai air pencuciannya menjadi jernih kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari.
Pembuatan ampas sagu (3%, 5%
dan 7%) b/v
Ditimbang ampas sagu yang telah kering sebanyak 3 gr, 5 gr dan 7gr kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
Hidrolisis
Ampas sagu yang telah dibuat konsentrasinya 3%, 5% dan 7% tadi dipanaskan dalam autoklaf selama 15 menit. Pemanasan dilakukan dengan melalui tahapan 3 kali ekstrak, 5 kali ekstrak dan 7 kali ekstrak. Setelah pemanasan terakhir, dipisahkan ampas dengan larutan. Larutan didinginkan sampai temperatur kamar. Lalu ditambahkan ragi tape dengan konsentrasi 5%, 7%, dan 9%
dari larutan yang telah disaring keluaran dari autoklaf lalu diukur
kadar glukosa setiap 1 jam dengan menggunakan glukometer.
Cara Pemakaian Glucometer
Dicuplik larutan setiap 1 jam yang telah ditambahkan ragi sebanyak 1 ml. Kemudian diambil larutan infus sebanyak 1 ml.
Kemudian dicampurkan dalam pipet mikro, kemudian campurannya diambil 1 tetes. Dimasukkan strip ke alat glukometer kemudian diteteskan larutan campuran tersebut ke strip tersebut. Baca hasil yang terdapat dimonitor sebagai kadar glukosa.
Diukur setiap 1 jam sampai hasil glukosa yang didapat menurun.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian hidrolisis enzimatis ampas sagu menggunakan ragi tape ini bertujuan untuk menentukan apakah ragi tape bisa menghidrolisis ampas sagu dan mencari konsentrasi ragi tape yang bisa merubah pati menjadi glukosa serta menentukan waktu hidrolisisnya, dari penelitian tersebut didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel berikut 4.1 sampai4.3 :
Tabel 4.1 Kadar Glukosa dengan 3 Kali Ekstrak
Waktu (Jam)
Konsentrasi Ampas
Kadar Glukosa (mg/dL) Ragi
5%
Ragi 7%
Ragi 9%
9
3%
L0 13 L0
10 L0 15 14
11 L0 10 14
9
5%
32 47 44
10 33 45 50
11 18 42 46
9
7%
17 19 26
10 23 21 26
11 20 15 24
Keterangan : L0 = kadar glukosa dari 10 mg/dl.
Tabel 4.2 Kadar Glukosa dengan 5 Kali Ekstrak
Waktu (Jam)
Konsentrasi Ampas
Kadar Glukosa (mg/dL) Ragi
5%
Ragi 7 %
Ragi 9%
10 14 18
22 3%
145 152 181 163
147 161 202 199
191 261 250 209
10 14 18 22
5%
91 146 167 127
135 177 199 159
132 203 199 149
10 14 18 22 26
7%
63 146 164 171 165
143 213 185 - -
189 217 161 - -
Tabel 4.3 Kadar Glukosa dengan 7 Kali Ekstrak
Waktu (Jam)
Konsentrasi Ampas
Kadar Glukosa (mg/dL) Ragi
5%
Ragi 7%
Ragi 9%
18 24 30
36 3%
199 202 267 173
277 289 284 -
310 330 359 335
18 24 30 36
5%
225 230 158 -
245 262 210 -
254 288 300 247
18 24
30 7%
234 253 147
249 255 219
324 331 305
Pengaruh Jumlah Ekstrak terhadap Kadar Glukosa
Dari tabel 4.1 sampai 4.3 dapat dilihat bahwa kadar glukosa akan meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi ragi kecuali pada 3 kali ekstrak, konsentrasi ampas 3% (b/v) kadar glukosa yang tertinggi terdapat pada penambahan ragi 7%. Hal ini disebabkan oleh pada 3 kali ekstrak pati yang terlepas dari lignoselulosa pada ampas sagu masih sedikit sehingga ragi yang dibutuhkan untuk merubah pati menjadi glukosa juga sedikit dibandingkan dengan lima kali ekstrak dan tujuh kali ekstrak. Pada lima kali ekstrak dan tujuh kali ekstrak kadar glukosa yang
tertinggi terdapat pada konsentrasi ampas 3% penambahan ragi 9%, hal ini disebabkan oleh aktifitas ragi untuk merubah pati menjadi glukosa optimum pada kondisi tersebut. Dari Tabel 4.1 sampai 4.3 dapat dijelaskan secara umum kadar glukosa pada masing masing rentang variasi variabel selalu meningkat. Hal ini dapat dilihat pada 3 kali ekstrak kadar glukosa yang tertinggi hanya 50 mg/dl pada ampas 5% penambahan ragi 9% sedangkan pada 5 kali ekstrak kadar glukosa yang tertinggi meningkat menjadi 250 mg/dl pada ampas 3% penambahan ragi 9% dan pada ekstrak 7 kali kadar glukosa yang didapat meningkat lagi menjadi 359 mg/dl pada ampas 3% penambahan ragi 9%. Dari hasil pengamatan ini dapat dijelaskan bahwa dengan menambahkan jumlah ekstrak dapat menaikkan kadar glukosa. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah ekstrak semakin banyak pula pati yang terlepas dari lignoselulosa yang terdapat pada ampas sagu.
Pengaruh Waktu terhadap Hidrolisis Ampas Sagu
a. Tiga Kali Ekstrak
b. Lima Kali Ekstrak
0 5 10 15 20 25 30
9 10 11
kadar glukosa (mg/dl)
waktu (jam)
ampas 7 %
0 10 20 30 40 50 60
9 10 11
kadar glukosa (mg/dl)
waktu (jam)
ampas 5 %
0 50 100 150 200 250 300
10 14 18 22
kadar glukosa ( mg/dl )
waktu ( jam )
ampas 3 %
0 50 100 150 200 250
10 14 18 22
kadar glukosa ( mg/dl )
waktu ( jam )
ampas 5 %
0 50 100 150 200 250
10 14 18 22 26
kadar glukosa ( mg/dl )
waktu ( jam )
ampas 7 %
c. Tujuh Kali Ekstrak
Dari Gambar 4.1 sampai 4.8 tersebut dapat dilihat bahwa pada tiga kali ekstrak membutuhkan waktu optimum untuk merubah pati menjadi glukosa selama 10 jam dan pada lima kali ekstrak membutuhkan waktu 18 jam dan pada tujuh kali ekstrak membutuhkan waktu 30 jam.Semakin banyak jumlah ekstrak maka waktu hidrolisis yang dibutuhkan oleh ragi tape untuk merubah pati menjadi glukosa semakin lama. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah ekstrak maka semakin banyak pati yang akan terlepas dari lignoselulosa pada ampas sagu sehingga kerja ragi untuk merubah pati menjadi glukosa semakin berat, sehingga ragi tape membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merubah pati menjadi glukosa.
0 50 100 150 200 250 300 350 400
18 24 30 36
kadar glukosa ( mg/dl )
waktu ( jam )
ampas 3 %
0 50 100 150 200 250 300 350
18 24 30 36
kadar glukosa ( mg/dl )
waktu ( jam )
ampas 5 %
0 50 100 150 200 250 300 350
18 24 30
kadar glukosa ( mg/dl )
waktu ( jam )
ampas 7 %
Kesimpulan
a. Limbah ampas sagu dapat dikonversikan menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis yaitu bioetanol.
Dengan cara dihidrolisis terlebih dahulu.
b. Variasi yang terbaik dalam penelitian adalah pada pemanasan 7 kali dengan konsentrasi ampas sagu 3%
penambahan ragi 9% yaitu 359 mg/dl pada 30 jam.
c. Kadar glukosa yang dihasilkan masih rendah sehingga harus mencari lagi perlakuan yang lebih baik untuk menghasilkan kadar glukosa yang lebih tinggi.
d. Semakin tinggi penambahan ragi pada setiap konsentrasi ampas sagu, maka kadar glukosa yang di dapat meningkat.
e. Penelitian ini telah menunjukkan kemampuan ragi tapai untuk konversi pati menjadi glukosa dan pemanfaatanampas pati sagu sebagai bahan baku, namun hasil kadar gula yang didapat belum seperti yang diharapkan sebanyak 350 gram/Liter.
Daftar pustaka
Abner, L. dan Miftahorrahman. 2002.
Keragaman Industri Sagu Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Vol 8 No 1 Juni 2002.
Agra, I. B., Warnijati, S., Pujianto, B.
(1973). Hidrolisat Pati Ketela Rambat pada Suhu Lebih dari 100oC, Forum Teknik,3.
Asben A, Irawadi TT, Syamsu K, Haska N. 2012. Kajian
Potensi dan Pemanfaatan Limbah Ampas
Sagu setelah Pretreatment. J.
Lumbung. Politani
Payakumbuh Vol. 11 No 1.
Januari-Juni 2012.
Anonim. 2008. Metroxylon sago.
Azmi, A.S., G.C. Ngoh, M.
Maizirwan and H. Masitah, 2010. Ragi tapai and Saccharomyces cerevisiae as potential coculture in viscous fermentation medium for ethanol Production. Afr. J.
Biotech., 9: 7122- 7127.
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. 2007.
Tanaman Sagu Sumber Energi Alternatif.
Campbell, I. 1999. Systematic of Yeast. Di dalam Priest, F. G.
dan Campbell, L.(eds). 1999.
Brewing Microbiology Second Edition. Aspen Publishers.Gaithersburg.
Chaplin, M.F. dan Buckle. 1990.
Enzym Technology.
Cambridge University Press, New York.
D. S. Awg-Adeni, S. Abd-Aziz, K.
Bujang, and M. A. Hassan, Bioconversion of sago residue into value added products, African Journal of Biotechnology, vol. 9, no.
14, pp. 2016–2021, 2010.
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti. Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Flach, M. 1997. Sago Palm.
International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI) Promoting the Concervation and Use of Underutilized and Neglected Crops.13 IPGRI. Italy and IPK Germany.
Flach, M. 1983. Sago Palm. Di dalam Haryanto dan Pangloli, 1992 .Potensi Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta.
Flach, M. 1977. Yield Potential of Sago Palm and it’s Realization. Papers of the first International Sago Symposium. Kuching 5-7 July 1976. Malaysia.
Frazier, W.C dan D.C Westhoff.
1978. Food Microbiology 4th ed. Mc. Graw-Hill
Book.Publishing.Co.Ltd, NewYork.
Grisham, Charles M.; Reginald H.
Garrett (1999).
Biochemistry. Philadelphia:
Saunders Collge Pub. Hlm.
426-7.
Haryanto, B dan P. Pangloli. 1992.
Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta.
Jumadi, A., 1989. Sistem Pertanian Sagu di Daerah Luwu Sulsel. Thesis Pasca Sarjana IPB. Bogor
Istalaksana dan Maturbongs. 2007.
Studi teknik dan social budaya terhentinya operasi PT. Sasari di Distrik Arandari. Kab. Bintuni.
Papua. Laporan Akhir Penelitian Rusnas Diversifikasi Pangan Pokok.
KMNRT. Seafast Center IPB.
Kearsley, M.W dan S.Z. Dzeidzic, 1995. Handbook of Starch Hydrolisis Product and Their Derivates. Blackie Academic and Profesional, London
Kulp, K. 1975. Carbohydrates. Di dalam G reed. Enzyme in food Processing. Academic Press, New York.
Nikolov, Z.L. dan P.J Reilly. 1991.
Enzymatic Depolimerization of Starch. Di dalam Dordick,J.S.(eds)
Biocatalysts for Industry.
Plenum Press., New York.
Oura, E. 1983. Reaction Products of Yeast Fermentation. Di dalam H. Dellweg (ed.) Biotechnology Volume III.
Academic Press, New York.
R . Lowe Christopher, dkk., 1990.
Entrepreneur of physic.
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan.
1986. Dasar-dasar
MikrobiologiI. Terjemahan.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Prescot, S.C. dan C.G. Dunn. 1981.
Industrial Microbiology. Mc.
Graw-Hill Book Co. Ltd, New York.
Ruddle, K. Dennis., Patricia K.T dan J. D. Rees. 1978. Palm Sago A Tropical Starch From Marginal Lands. East-West Center, Honolulu.
Rumalu. 1981. Di dalam Haryanto dan Pangloli, 1992 . Potensi pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta.
Satrapradja, S., J. Palar M., H. Murni dan J. A. Johar 1980. Palem Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Smith AL (Ed) et al. (1997). Oxford dictionary of biochemistry and molecular biology.
Oxford [Oxfordshire]:
Oxford University Press.
ISBN 0-19-854768-4.
Soerjono. 1980. Potensi Pemanfaatan Sagu. Kanisius, Yogyakarta.
Stanburry, P. F. dan A. Whittaker.
1984. Principles of Fermentation Technology.
Sumber : Perrys, (1997)
Stout, Rydberg Jr (1939) Tropical Forest and Their Crops, Cornell Univ, Ithaca.Pergamon Press, London.
Tjokroadikoesomo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia, Jakarta.
Winarno , F. G. 1997. Kimia
Pangandan Gizi .Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wirakartakusumah, M.A., A.
Apriantono, M.S.Maarif, Suliantri, D. Muchtadi dan K. Otaka.1986. Isolation and Charasterization of Sago Starch and its Utilization for Production of Liquid Sugar. Di dalam
FAO (eds) The
Development of The Sago Palm and Its Product.
Report of The FAO/BPPT Consultation, Jakarta, Januari 16-21.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
http://erizco.wordpress.com