• Tidak ada hasil yang ditemukan

Urgensi Pengaturan Pengembangan Pariwisata Pensiunan (Retirement Tourism) di Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Urgensi Pengaturan Pengembangan Pariwisata Pensiunan (Retirement Tourism) di Bali."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

URGENSI PENGATURAN PENGEMBANGAN PARIWISATA

PENSIUNAN

(RETIREMENT TOURISM)

DI BALI

TIM PENGUSUL

Ketua : NI GUSTI AYU DYAH SATYAWATI,SH.,MKn.,LLM. Anggota : 1. IDA BAGUS ERWIN RANAWIJAYA,SH.,MH

2. I MADE BUDI ARSIKA,SH.,LLM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

OKTOBER 2015

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Urgensi Pengaturan Pengembangan Pariwisata Pensiunan (Retirement Tourism) Di Bali.

2. Ketua Peneliti

a. Nama : Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati, S.H.,M.Kn.,LLM.

b. Jenis Kelamin : P

c. NIP/NIDN : 198205162005012020 / 0016058202

a. Jabatan Struktural : -

b. Jabatan Fungsional : Lektor

c. Fakultas/Jurusan : Hukum / Ilmu Hukum

d. Pusat Penelitian : Fakultas Hukum

e. Alamat : Jl. Pulau Bali No.1 Denpasar

f. Telepon/Faks : 0361222666

g. Alamat Rumah : Jl. Tukad Pancoran I / 18 Denpasar

h. Telp/Faks/Email : dyah_satyawati@yahoo.com

3. Jumlah Anggota Peneliti : 3 (tiga) orang 4. Jumlah Mahasiswa : 2 (dua) orang

5. Pembiayaan :

Jumlah biaya yang diajukan ke Fakultas : Rp. 25 .000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah)

Denpasar, 29 Oktober 2015 Mengetahui,

Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Ketua Peneliti

I Ketut Suardita, SH.,MH. Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati,SH.,MKn.,LLM

NIP 196902241997021001 NIP 198205162005012020

Mengetahui

Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNyalah penelitian yang berjudul “Urgensi Pengaturan Pengembangan Pariwisata Pensiunan (Retirement Tourism) Di Bali” dapat terselesaikan laporan akhir penelitian ini . Kami menyadari bahwa dalam penyelesaian penelitian ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kepada :

1. Rektor Universitas Udayana

2. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Udayana beserta seluruh staff Lembaga Penelitian Universitas Udayana

3. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana beserta staff

4. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Kami menyadari dalam laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik bagi penyempurnaan laporan penelitian ini sangat kami harapkan. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, kami berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum terutama terkait dengan bidang hukum kepegawaian.

(4)

DAFTAR ISI

2.1.2 Karakteristik Wisatawan Pensiunan ... 4

2.1.3 Karakteristik Lokasi Pariwisata Pensiunan ... 5

2.2 Potensi Keuntungan Pengembangan Pariwisata Pensiunan ... 6

2.3 Model Pengembangan Pariwisata Pensiunan di Negara Asean ... 7

2.3.1 Thailand ... 7

4.1 Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan ... 11

4.2 Jenis dan Sumber Bahan Hukum ... 12

4.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 13

4.4 Metode Analisis Bahan Hukum ... 14

4.5 Bagan Alir Penelitian ... 15

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

5.1 Dasar Rasionalitas Pengaturan Pariwisata Pensiunan ... 16

5.1.1 Dasar Filosofis ... 16

5.2 Konstruksi Model Pengaturan Pariwisata Pensiunan di Bali ... 23

5.2.1 Model Pengaturan yang Memperhatikan Sifat dan Kebutuhan Khusus Wisatawan Pensiunan ... 23

5.2.2 Model Pengaturan yang Mendukung Konsep Pariwisata Berkelanjutan ... 25

5.2.3 Model Pengaturan yang Bersinergi dengan Model Pengaturan Lain yang Terkait ... 27

5.3 Model Pengaturan Pariwisata Pensiunan di Negara Asean ... 27

5.3.1 Malaysia ... 27

5.3.2 Filipina ... 28

5.3.3 Philipine Retirement Authority dan Model Akreditasi Penyedia Jasa Wisata Usia Lanjut ... 29

BAB VI. PENUTUP ... 34 DAFTAR PUSTAKA

(5)

RINGKASAN

Pola pengembangan pariwisata konvensional yang eksploitatif-komersiil dengan pola musiman yang tidak stabil telah mengancam keberlanjutan pariwisata Bali. Untuk itu, pemerintah harus mulai mengembangkan model pariwisata yang lebih stabil dan berkelanjutan. Pariwisata pensiunan (Retirement Tourism) menjadi salah satu alternatif solusi mengingat sektor ini belumlah tersentuh secara maksimal.

Pada hakekatnya, wisatawan pensiunan dapat mendatangkan dampak positif yang menguntungkan dari sisi ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan hidup. Kendatipun demikian, belum terdapat pengaturan secara khususterkait pengembangan pariwisata pensiunan ini. Rejim peraturan di bidang pariwisata saat ini masih mengkategorikan jasa pariwisata pensiunan sebagai pasokan jasa biasa. Dengan demikian pola pengembangan pariwisata pensiunan saat ini masih bersifat temporer dan sporadis. Dengan sifat, kebutuhan, dan pelayanan yang bersifat khusus serta potensi keuntungan yang dihasilkan, sudah selayaknya pariwisata pensiunan membutuhkan pengaturan yang sui generis.

Penelitian ini akan membahas dua permasalahan pokok yakni: mengapa peraturan terkait pengembangan pariwisata pensiunan sangat dibutuhkan di Bali; dan (2) bagaimanakah model peraturan yang tepat dalam mengatur pengembangan pariwisata pensiunan di Bali.

(6)

BAB I PENDAHULUAN

Sebagai ikon dan figurasi pariwisata Indonesia, Bali telah menjelma menjadi generator penggerak pembangunan perekonomian di Bali. Kendati pun demikian, pariwisata menyimpan sejumlah permasalahan. Pembangunan pariwisata yang melebihi daya dukungnya (carrying capacity) berpotensi menjadikan Bali sebagai destinasi kenangan (the destination of yesterday).1 Tidak hanya itu, pariwisata Bali masih mengenal musim ramai (high season) dengan jumlah kedatangan wisatawan yang tinggi dan musim sepi (low season) dengan jumlah wisatawan yang relatif rendah.2 Tentu realitas ini harus disikapi dengan serius karena manfaat pariwisata Bali seharusnya bagaikan air yang terus mengalir tidak mengenal musim sepi maupun ramai.

Pergeseran model pariwisata konvensional ke arah eksploitatif-komersiil dengan pola musiman yang tidak stabil tentu kurang baik bagi keberlanjutan pariwisata Bali. Kenyataan inilah yang selayaknya mendorong Bali untuk mengembangkan model pariwisata yang lebih stabil, terencana dan berkelanjutan. Pariwisata pensiunan (Retirement Tourism) menjadi salah satu alternatif solusi mengingat sektor ini belumlah tersentuh secara maksimal.3

Pada hakekatnya, pariwisata pensiunan dapat mendatangkan manfaat positif. Dengan keberadaan mereka yang lebih menjanjikan secara finansial, pasar ini akan mendatangkan devisa yang lebih besar ketimbang pasar pariwisata lainnya.Selanjutnya, peluang investasi baik asing maupun dalam negeri akan terbuka lebar di sektor jasa akomodasi pariwisata. Tidak hanya itu, penyerapan tenaga kerja yang tinggi, timbulnya sinergi antara pariwisata dan pertanian serta dapat menjadi wahana bagi pelestarian budaya dan lingkungan hidup, menjadi rangkaian manfaat positif berikutnya.

Kendatipun mendatangkan sejumlah manfaat, belum terdapat pengaturan secara khusus terkait pengembangan pariwisata pensiunan ini. Rejim peraturan di bidang pariwisata saat ini masih mengkategorikan jasa pariwisata pensiunan sebagai pasokan jasa biasa. Dengan demikian pola pengembangan pariwisata pensiunan saat ini masih bersifat temporer dan sporadis. Dengan sifat, kebutuhan, dan pelayanan yang bersifat khusus serta potensi keuntungan yang dihasilkan, sudah selayaknya pariwisata pensiunan membutuhkan

1Diilhami “Retirement Village di Australia dan Phiipina, Bali Tribune, 5 Desember 2013, hlm.15. 2

I Ketut Sukardika,Creating RetirementTourism in Bali; Retire In Paradise (the Way to a Productive & Profitable Future), Makalah pada Diskusi Pariwisata Lansia, Badung, 19 Agustus 2014.

3 Ternyata Wisata Usia Lanjut Itu Menggiurkan,” http://www.weeklyline.net/pariwisata/20130905/

(7)

pengaturan yang sui generis. Karena itu, permasalahan pokok dalam penelitian ini meliputi: (1) mengapa peraturan terkait pengembangan pariwisata pensiunan sangat dibutuhkan di Bali; dan (2) bagaimanakah model peraturan yang tepat dalam mengatur pengembangan pariwisata pensiunan di Bali.

Urgensi dan keutamaan penelitian ini dapat dilihat secara internal dan eksternal. Secara internal, sifat dan karakter pengaturan pariwisata dapat diibaratkan sebagai mukjizat pariwisata sebagai suatu industri. Para pengambil kebijakan tidak ubahnya seperti melempar batu ke dalam suatu kolam. Pengaruhnya tidak hanya terjadi dimana batu dilemparkan tetapi pengaruhnya juga terjadi di sepanjang riak gelombang yang ditimbulkannya.4 Dalam konteks ini, pengaturan pariwisata pensiunan akan memberikan pengaruh positif bagi pengembangan sektor-sektor lainnya. Meningkatnya jumlah wisatawan dan devisa akan menunjang sektor ekonomi. Kemudian, karakter wisatawan pensiunan yang lebih tertarik pada atraksi budaya akan menunjang program pariwisata budaya. Tidak hanya itu, sektor lingkungan hidup pun juga merasakan pengaruh positif karena pasar wisatawan pensiunan ini tentu meginginkan lingkungan tempat tinggal dan aktivitasnya yang nyaman dan asri. Bahkan, sektor pertanian pun juga akan bangkit kembali mengingat kebutuhan para wisatawan pensiunan yang harus mengkonsumsi makanan-makanan yang bersifat organik dan sehat.

Urgensi keutamaan penelitian yang bersifat internal lainnya adalah bagaimana melalui pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan, penelitian ini memberikan alternatif pola pengembangan pariwisata dan mempengaruhi konstruksi berpikir dan bertindak para pengambil kebijakan saat ini. Sudah saatnya bahwa pengembangan pariwisata yang eksploitatif-komersiil dihentikan. Pariwisata yang berkelanjutan secara ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan hidup harus menjadi visi utama pengembangan pariwisata di Bali. Keberadaan pariwisata pensiunan tentu menjadi sebuah misi konkrit yang dapat merealisasikan visi utama tersebut.

Secara eksternal, pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan akan menjadi sarana antisipatif dalam memasuki persaingan pasar pariwisata regional dan internasional. Secara regional, keberadaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 harus disikapi dengan serius. Pengaturan ini akan menghindarkan ketertinggalan Indonesia dalam mengembangkan pariwisata pensiunan. Hal ini mengingat negara-negara ASEAN lainnya ternyata telah lebih dulu memiliki pengaturan yang integral dan komprehensif. Secara internasional, pengaturan

(8)

pengembangan pariwisata pensiunan akan menjadi sarana persiapan diri yang efektif dalam mengantisipasi era pasar bebas pariwisata dunia di 2020.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pariwisata Pensiunan 2.1.1 Definisi dan Ruang Lingkup

Dalam beberapa literatur, istilah pariwisata pensiunan memiliki korelasi yang erat dengan pariwisata usia lanjut. Dasar asumsi sederhananya adalah bahwa wisatawan pensiunan umumnya berusia lanjut dan tidak lagi produktif. Kendatipun demikian, harus diakui bahwa tidak semua pensiunan adalah orang-orang yang berusia lanjut dan tidak semua orang berusia lanjut adalah pensiunan. Dengan demikian istilah yang lebih tepat adalah pariwisata pensiunan walaupun istilah usia lanjut bukan sepenuhnya salah. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan;5

1. Pariwisata pensiunan lebih menggambarkan keselarasan dengan padanan istilah dalam bahasa Inggris yang lebih umum digunakan, yakniretirement tourism;

2. Kumpulan manusia yang tergabung kedalam kelompok wisatawan ini umumnya adalah mereka yang sudah tidak lagi aktif menjalankan profesi mereka alias pensiun.

3. Istilah usia lanjut memiliki kedekatan makna dengan usur atau renta yang secara psikologis berpengaruh kurang baik terhadap sikap mental seseorang yang berada pada usia itu

Pariwisata pensiunan merujuk pada wisatawan yang tidak lagi aktif bekerja dan yang telah berusia di atas 60 (enam puluh) tahun yang melakukan perjalanan dengan memanfaatkan layanan jasa yang diberikan oleh penyedia/pemasok jasa di bidang pariwisata.6

2.1.2 Karakteristik Wisatawan Pensiunan

Dalam menikmati pelayanan jasa pariwsata, terdapat beberapa karakteristik dari wisatawan pensiunan yang dalam beberapa hal berpotensi mendatangkan keuntungan. Dari sisi ekonomi, wisatawan pensiunan adalah segmen pariwisata terkaya. Mereka pada dasarnya telah melakukan perencanaan finansial secara matang di waktu mereka produktif bekerja.7Selanjutnya, wisatawan pensiunan tidak mengenal musim, mereka umunya akan

5

I Ketut Sukardika, op.cit., hlm.3

6 Bali Ready to Develop Retirement Tourism

http://www.thebalitimes.com/2014/01/25/bali-ready-to-develop-retirement-tourism/, diakses pada 13 Februari 2015.

(10)

tinggal di tempat tujuan dalam tempo waktu yang lama dengan melakukan pembelian atau penyewaan property.8

Apabila telah memiliki kecocokan, wisatawan pensiunan akan sering berkunjung ke tempat yang sama dan berulang. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki kedekatan psikologis dan emosional dengan tempat tujuan.9 Dari sisi kesehatan, wisatawan pensiunan tentunya memerlukan pelayanan medis berkesinambungan sehingga akan berpeluang untuk pengembangan pelayanan rumah sakit, sumber daya manusia di bidang kesehatan dan teknologi kesehatan.10

Tidak kalah penting, pantai, danau, pegunungan dan daerah pedesaan merupakan lokasi ideal untuk pengembangan kawasan pensiunan yang menawarkan kedamaian, hijau, bersih dan sehat. Karena itu, pola pengembangan pariwisata pensiunan bersinergi erat dengan program pelestarian lingkungan hidup.

2.1.3 Karakteristik Lokasi Pariwisata Pensiunan

Pada prinsipnya, pariwisata pensiunan mensyaratkan adanya tempat menginap berbentuk cottage yang disewakan kepada wisatawan usia lanjut, dengan lokasi yang strategis, lingkungan asri dan nyaman serta memiliki fasilitas rumah sakit yang memiliki petugas paramedis yang berkompeten.11Mereka yang menetap di cottage itu diharapkan akan menghabiskan masa tua dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, seperti berkebun, berkesenian ataupun sekadar bersosialisasi dengan sesamanya.12

Terdapat dua jenis konsumen utama dari pasar pariwisata ini. Pertama, mereka yang melakukan kunjungan singkat alias tur biasa, berdurasi sekitar seminggu seperti paket tur umumnya. Kedua, warga pensiunan yang ingin tinggal dalam jangka waktu yang panjang yang menghabiskan hari tua di destinasi wisata di luar negara mereka (long stay living).13Terkait dengan rencana lokasi pengembangan pariwisata pensiunan, terdapat tujuh desa wisata yang disiapkan antara lain: Pinge di Tabanan, Blimbingsari di Jembrana,

8

Plots Alloted Senior Tourist Residences http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/16/plots-alloted-senior-tourist-residences.html, diakses pada 13 Februari 2015

9 Ibid

10 Bali Siap Kembangkan Retirement Tourism

http://www.baliprov.go.id/id/BALI-SIAP-Kembangkan-Retirement-Tourism-, diakses pada 14 Februari 2015

11

Bali Tawarkan Investasi Lanjut Usia ke Hawai, http://bali.bisnis.com/m/read/20141029/14/47608/ bali-tawarkan-investasi-lanjut-usia-ke-hawaidiakses pada 12 Februari 2015

12 Ibid

(11)

Bedahulu di Gianyar, Penglipuran di Bangli, Pancasari di Buleleng, dan Budakeling dan Jasri di Karangasem.14

2.2 Potensi Keuntungan Pengembangan Pariwisata Pensiunan

Keberadaan wisatawan pensiunan yang berusia lanjut sangatlah potensialmengingat di dunia saat ini didominasi oleh kaum usia lanjut. Data PBB menyebutkan bahwa pada 2025 jumlah penduduk berusia di atas 60 tahun mencapai sepertiga dari populasi dunia.Penduduk berusia lanjut terbanyak berada di Jepang, Belanda, Prancis, Jerman, dan Italia. Dari populasi masyarakat Jepang yang mencapai 124.100.000 orang, sekitar 27,8 persen atau 34.499.800 orang berusia 65 tahun ke atas.15

Dari sisi pendapatan, Pembelajaan wisatawan pensiunan dapat berkisar 75 -100 dolar AS per hari. Pembelanjaan mungkin lebih rendah dari wisatawan pada umumnya. Namun, apabila dihitung dengan lama tinggalnya yangpanjang, tentu keuntungan yang didapat justru jauh lebih besar.16

Dari sisi investasi, keberadaan kawasan wisata pensiunan yang akan dikembangkan secara terstruktur dan berkelanjutan tentu membuka peluang investasi baik asing maupun dalam negeri yang meliputi sektor-sektor property, operator retirement villages, hotel dan resorts, fasilitas kesehatan, dan pertanian.17Kemudian dari sisi tenaga kerja, wisatawan pensiunan tentu membuka peluang kerja yang besar mengingat pada umumnya mereka membutuhkan pelayanan yang khusus.18 Seorang wisatawan pensiunan sekurangnya membutuhkan minimal dua tenaga medis dan satu pembantu selama tinggal di suatu kawasan pariwisata.19

Bertolak belakang dengan pengembangan pariwisata konvensional yang cenderung mengabaikan keberadaan sektor pertanian, pariwisata pensiunan akan bersinergi dengan sektor pertanian. Hal ini mengingat kebutuhan khusus dari para wisatawan usia lanjut yang mengharuskan mereka untuk mengkonsumsi makanan yang lebih segar dan sehat. Petani lokal

14 Wisata Lansia Perlu Digarap Serius, Harian Nusa Bali, 11 Oktober 2012,hlm.9

15 Mayumi Ono, Long-Stay Tourism and International Retirement Migration: Japanese Retirees in

Malaysia,http://ir.minpaku.ac.jp/dspace/bitstream/10502/2043/1/SER77_013.pdfdiakses pada 15 Februari 2015

16

Wisata Lansia di Bali Belum Tergarap, http://www.antaranews.com/berita/337046/wisata-lansia-di-bali-belum-tergarapdiakses pada 12 Februari 2015.

17 Bali Segera Miliki Kampung Lansia Wisatawan

http://beritadewata.com/Pemprov-Bali/Pemprov/Bali-Segera-Miliki-Kampung-Lansia-Wisatawan.html, diakses pada 15 Februari 2015

18

Bali Siap Kembangkan Wisata Usia Lanjut, Metro Bali, 14 Januari 2014,

http://metrobali.com/2014/01/14/bali-siap-kembangkan-wisata-usia-lanjut/diakses pada 11 Februari 2015.

19 Didukung Konsul Jepang, Diminati Investor Abu Dhabi, Harian Bali Tribune, 8 November 2012,

(12)

akan didorong untuk bertani secara organic, sayur-sayuran, buah-buahan, telur, ikan dan lainnya tentu sangat diperlukan untuk menunjang kebutuhan penghuni retirement village.20

2.3 Model Pengembangan Pariwisata Pensiunan di Negara Asean 2.3.1 Thailand

Thailand baru saja dinobatkan sebagai salah satu negara terbaik dalam pengembangan pariwisata pensiunan. The Huffington Post, media online di Amerika Serikat menempatkan Thailand di posisi 7 dunia. Hal ini dikarenakan Thailand memberikan kemudahan pemberian Visa dan persyaratan keuangan atau finansial yang rendah.21Thailand memberikan retirement visa bagi mereka yang masih berusia 50 tahun dan tidak mensyaratkan keuangan tambahan bagi pendamping mereka.Visa pensiun dikeluarkan ketika pelamar memberikan bukti pendapatan sekitar 65.000 Baht Thailand (sekitar US $ 2.100) per bulan.22Selain itu, wisatawan internasional yang mengunjungi Thailand dapat memanfaatkan skema asuransi online khusus yang dikenal sebagai "Thailand Travel Shield”yang memudahkan pelayanan asuransi bagi wisatawan asing, termasuk usia lanjut di Thailand.23

Di samping pariwisata pensiunan, Thailand telah mempromosikan diri sebagai pusat pariwisata medis di Asia Tenggara. Thailand telah membangun 185 rumah sakit dengan pelayanan medis berstandar internasional, dengan fasilitas dan teknologi mutakhir.24 Hal ini dilakukan untuk mendukung program pengembangan pariwisata pensiunan. Komite Kesehatan menjadi lembaga yang memiliki otoritas dalam standarisasi dan akreditasi pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan wisatawan usia lanjut.25

Di Thailand, dalam menangani wisatawan usia lanjut yang berasal dari Jepang, mereka mendirikan sebuah organisasi yang bernama Jepang & Thailand International Relations Organization (JTIRO). Organisasi ini mengorganisasi pelayanan jasa pariwisata pensiunan yang meliputi penyewaan dan pembelian akomodasi wisata, pelayanan Visa, dan asuransi kesehatan.26 Organisasi ini juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Jepang, dengan

20

Ibid.

21 Thailland Named Top International Nation for Retireses,

http://www.tatnews.org/happy-golden-years-%E2%80%93-thailand-named-top-international-nation-for-retirees/, diakses pada 10 Februari 2015

22 Ibid. 23

Ibid.

24 Ibid

25 Ayan Ismail Ali, Understanding The Drivers of Long Stay Retirement in Hua Hin http://www.

graduate.au.edu/gsbejournal/Journals/Dec2013/Ayan%20Ali.pdf Diakses Pada 11 Februari 2015.

26

(13)

jumlah populasi usia lanjut terbesar di dunia, untuk menempatkan warga usia lanjutnya ke negara lain.27

2.3.2 Malaysia

Malaysia secara konsisten melakukan program promosi “Malaysia My Second Home.” Untuk mensukseskan program ini, Malaysia mencantumkan Pariwisata Pensiunan dan Kesehatan dalam Rencana Induk Pembangunan Malaysia.28 Hal ini lantas dibarengi dengan pembangunan fasilitas kesehatan dengan berbagai keunggulan seperti: biaya rawat inap yang bersaing, dokter dan prawat yang terlatih, jaringan rumah sakit dan klinik internasional.29

Di samping itu, Malaysia juga memberikan visa khusus (social visit pass) yang berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang sepanjang wisatawan tersebut tetap tinggal di Malaysia.30 Kemudian, izin kepemilikan property bagi orang asing yang ingin menikmati masa pensiun di Malaysia. Harga minimum property yang bisa dibeli oleh wisatawan asing ialah RM 500,000.31

2.3.3 Filipina

Filipina menempatkan pariwisata pensiunan sebagai sektor unggulan pengembangan pariwisata. Strategi ini dilakukan karena Filipina telah kalah bersaing dengan negara ASEAN lainnya seperti: Thailand, Singapura, Malaysia, dan Indonesia dalam mengembangkan pariwisata.32 Karena itu, Filipina mendirikan Philipine Leisure and Retirement Authority (PLRA) yang memiliki otoritas membangun dan memasarkan Filipina sebagai pariwisata pensiunan. Badan ini langsung berada di bawah presiden dan mempunyai tugas utama dalam investasi dan pemasaran terintegrasi dalam pariwisata pensiunan di Filipina.33

27 Ibid.

28 Kee Mun Wong, Ghazali Musa,Retirement motivation among „Malaysia My Second

Home‟Participants. http://repository.um.edu.my/21785/1/Retirement%20motivation.pdfdiakses pada 14 Februari 2015.

29 Ibid. 30

Visa Retirement in Malaysia, http://pra.gov.ph/dl_form/file_name/303/Malaysia.pdf diakses pada 15 Februari 2015.

31

Malaysia My Second Home Centre, http://www.mm2h.gov.my/index.php/en/home/programme/about-mm2h-programme diakses pada 15 Februari 2015

32 Tourism, Medical Travel, and Retirement,

http://www.investphilippines.info/arangkada/wp-content/uploads/2011/06/17.-Part-3-Seven-Big-Winner-Sectors-Tourism-Medical-Travel-Retirement.pdf diakses pada 14 Februari 2015.

33 Marc Daubenbuechel, Establishment of a retirement village in the Philippines as a response to

(14)

Dalam mengembangkan pariwisata pensiunan, Filipina telah melatih dokter dan perawat mereka sesuai dengan standar internasional. Hal ini dibarengi dengan proses akreditasi fasilitas kesehatan yang dilakukan oleh PLRA.Filipina juga menawarkan biaya terjangkau dalam pelayanan kesehatan untuk mengimbangi pelayanan kesehatan di Singapura dan Thailand.34 Filipina juga menawarkan Special Resident Retirement Visa (SRRV) bagi waisatawan asing yang berencana pensiun di Filipina dengan menawarkan sejumlah manfaat seperti: hak istimewa berupa pembebasan dari pajak penghasilan atas pensiun.35

34

Tourism, Medical Travel, and Retirement, http://www.investphilippines.info/arangkada/wp-content/uploads/2011/06/17.-Part-3-Seven-Big-Winner-Sectors-Tourism-Medical-Travel-Retirement.pdf diakses pada 14 Februari 2015.

(15)

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan

Penelitian ini bertujuan dalam memberikan dasar rasionalitas perlunya pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan di Bali. Dasar rasionalitas ini akan mencakup dasar filosofis, sosiologis, dan yuridis. Dasar filosofis terkait dengan potensi pengembangan pariwisata pensiunan sebagai sumber pendapatan baru yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerintah. Dasar sosiologis terkait dengan potensi perubahan sosial yang positif bagi seluruh pemangku kepentingan di sector pariwisata yang dihasilkan oleh pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan di Bali. Terkait dasar yuridis, pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan telah mendapatkan justifikasi dalam peraturan-peraturan Internasional, khususnya berkaitan dengan Hak Asasi Manusia dan United Nations Principles for Older Persons. Sementara justifikasi secara nasional terlihat dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia dan Undang-undang Kepariwisataan.

Tujuan penelitian berikutnya adalah merumuskan konsep pengaturan yang tepat dalam pengembangan pariwisata pensiunan di Bali. Daya jangkau pengaturan ini tentu harus mencakup setiap pemangku kepentingan yang berinteraksi dalam transaksi jasa pariwisata pensiunan yakni; pemerintah, penyedia/pemasok jasa, dan wisatawan pensiunan itu sendiri. Sementara terkait substansi pengaturan itu sendiri, proses perumusan standarisasi dan akreditasi menjadi elemen kunci bagi pengembangan pariwisata pensiunan. Proses ini tentu harus mencakup aspek industri, destinasi, pemasaran, dan kelembagaan pariwisata pensiunan.

3.2 Manfaat

(16)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan

Secara umum penelitian yang diambil disini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan-perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Soerjono Soekanto mengidentikkan penelitian hukum normatif tersebut sebagai penelitian hukum kepustakaan, yang mencakup penelitian terhadap asas- asas hukum, sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, serta sejarah hukum.36 Sementara itu, Peter Mahmud Marzuki merumuskan penelitian hukum sebagai suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.37

Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis tata hukum positif untuk memahami ius constitutum yang dalam konteks ini adalah pengaturan yang terkait dengan pengembangan pariwisata pensiunan di Bali. Tidak hanya itu, penelitian ini juga merupakan penelitian dalam asas-asas hukum untuk menemukan ius constituendum yang dalam penelitian ini akan merekomendasikan pengaturan yang bersifat sui generis dalam pengembangan pariwisata pensiunan di Bali.

Terkait dengan metode pendekatan, Peter Mahmud Marzuki menguraikan pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum meliputi:38

a. Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

b. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap.

c. Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi.

36

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.12.

(17)

d. Pendekatan komparatif pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan undang-undang suatu negara dengan undang-undang-undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama.

e. Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.

Penelitian ini akan menggunakan beberapa metode pendekatan. Pertama pendekatan undang-undang dimana penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis pengaturan yang terkait dengan pengembangan pariwisata pensiunan di Bali serta akan merumuskan pengaturan yang bersifat spesifik dalam pengembangan pariwisata pensiunan.

Kemudian, penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif karena dalam memformulasikan pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan, membandingkan dengan pengaturan yang telah diterapkan di beberapa Negara ASEAN seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina.

4.2. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah jenis data sekunder yang dalam penelitian ini dijadikan bahan utama.39 Data ini diperoleh dari sumber kepustakaan. Macam data hukum dalam penelitian ini antara lain:

a. Bahan Hukum Primer : yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengembangan pariwisata pensiunan meliputi:

1. Universal Declaration of Human Rights

2. International Covenant on Civil and Political Rights, 1966.

3. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights,1966. 4. United Nations Principles for Older Persons

5. Undang-undang Dasar 1945

6. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 7. Undang-undang

8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Otonomi daerah 9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

(18)

b. Bahan hukum sekunder: yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang ada sehingga dapat dilakukan analisis dan pemahaman yang lebih mendalam, yang terdiri atas:40

1. Penjelasan dari konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai bahan hukum primer;

2. Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan tentang pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan.

3. Hasil-hasil penelitian khususnya terkait pengembangan pariwisata pensiunan. 4. Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian penulis;

5. Artikel atau tulisan dari para ahli;

6. Sarana elektronika (westlaw, bloomberg law dan lexisnexis) yang sangat membantu proses pencarian bahan hukum primer dan sekunder.

c. Bahan hukum tersier: bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdapat dalam penelitian yaitu:41

1. Kamus Bahasa Indonesia 2. Kamus Hukum

3. Kamus Ilmiah Populer

4.3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah dengan cara menggali kerangka normatif menggunakan buku-buku yang membahas tentang pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan.

a. Bahan Hukum Primer didapat dengan cara:

Mempelajari ketentuan-ketentuan hukum terkait pengaturan pengembangan pariwisata pensiunan.

b. Bahan Hukum Sekunder didapat dengan cara:

1. Mengutip penjelasan dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan

2. Menelusuri pendapat para ahli hukum dan para ahli yang berkompeten dalam penelitian penulis yang ada di buku-buku pustaka.

3. Melakukan akses di internet atau tulisan artikel yang berkaitan.

40 S. Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta :Raja

Grafindo Persada,2003) hlm.23

(19)

4.4. Metode Analisis Bahan Hukum

Berbagai informasi dan bahan yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis).42 Metode ini menguraikan materi peristiwa hukum atau produk hukum secara rinci guna memudahkan interpretasi dalam pembahasan. Terdapat dua content analysis method, yaitu:43

1. Tinjauan Yuridis, yaitu suatu bentuk analisis dari berbagai aspek dan mengungkapkan segi positif dan negatif suatu produk hukum dengan menitiberatkan pada penggunaan data sekunder yakni produk hukum.

2. Analisis Yuridis, yaitu suatu bentuk analisis dari berbagai aspek dan mengungkapkan segi positif dan negatif suatu produk hukum dengan menitiberatkan pada penggunaan data primer yang bersumber dari para intelektual dan lapisan masyarakat bawah serta data sekunder.

Penelitian ini lebih menitikberatkan pada tinjauan yuridis dengan mengungkapkan sisi negatif dalam suatu peraturan. Dalam konteks ini, potensi kekosongan norma terlihat dengan belum adanya pengaturan sui generis terkait pengembangan pariwisata pensiunan.

42

Valerina JL Kriekhoff, Analisis Kontent Dalam Penelitian Hukum : Suatu Telaah Awal, Era Hukum No.6 Tahun 2002.hlm. 27

43 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum,Cet.1 (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,

(20)
(21)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Dasar Rasionalitas Pengaturan Pariwisata Pensiunan 5.1.1 Dasar Filosofis

Adanya pengaturan tentang pariwisata usia lanjut atau pensiunan sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari konsep Negara kesejahteraan (welfare state). Welfare State merupakan fenomena penting di akhir abad ke-19 dengan gagasan bahwa Negara didorong untuk semakin meningkatkan perannya dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, termasuk masalah-masalah perekonomian yang dalam tradisi liberalisme sebelumnya cenderung dianggap sebagai urusan masyarakat sendiri.44 Ketika bangsa memasuki konsep Welfare State, tuntutan terhadap intervensi pemerintah melalui pembentukan hukum yang melindungi pihak yang lemah sangatlah kuat.45 Pada periode ini, negara mulai memperhatikan antara lain kepentingan tenaga kerja, konsumen, usaha kecil dan lingkungan hidup.46

Pengaturan pariwisata pensiunan merupakan manifestasi konsep welfare state. Peran Negara dalam hal ini terlihat melalui aplikasi norma yang dikeluarkan dan kebijakan hukum yang harus mampu mengakomodiir dan melindungi kepentingan masyarakatnya khususnya masyarakat usia lanjut sebagai upaya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyatnya.

5.1.2 Dasar Sosiologis

Urgensi adanya perubahan dan penciptaan norma hukum dan kebijakan yang mengakomodiir kebutuhan dan kepentingan masyarakat usia lanjut merupakan wujud pemerintah dalam menciptakan social engineering dalam masyarakat. Roscoe Pound dengan teori law is a tool of sosial engineering menyatakan bahwa hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan social masyarakatnya.47Ini berarti hukum harus dipandang bukan

44 Jimly Asshiddiqie,Pergeseran-pergeseran Kekuasaan Legislatif & Eksekutif, (Jakarta:Universitas

Indonesia, 2000),hlm.97.

45

Erman Rajagukguk,Peranan hokum di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, (Jakarta:Universitas Indonesia, 2000), hlm.14.

46 Karen S. Fishman, An Overview of Consumer Law dalam Donald P. Rothschild & David W Carroll:

Consumer Protection Reporting Service, (US:Maryland,1986),hlm.7

(22)

sebagai keadaan tetapi suatu proses. Selanjutnya, bahwa hukum itu hendaknya dihubungkan dengan fakta-fakta sosial dimana hukum itu dibuat dan ditujukan.48

Konstruksi inilah yang sering dikatakan sebagai sosial engineering dimana orientasi hukum dimaksudkan untuk menimbulkan perubahan-perubahan sosial dalam tingkah laku anggota masyarakat. Terkait pariwisata pensiunan, adanya pengaturan yang bersifat sui generis dan komprehensif akan menimbulkan perubahan-perubahan dan keadaan-keadaan baru dalam pengembangan pariwisata pensiunan dengan menjangkau seluruh pemangku kepentingan yang terlibat antara lain: pemerintah, operator, dan wisatawan pensiunan itu sendiri.

5.1.3 Dasar Yuridis

5.1.3.1 Dimensi Internasional

Adanya urgensi pengaturan terhadap manusia yang telah pensiun dan berusia lanjut tidak dapat dilepaskan dari sejarah pengakuan hak asasi manusia. Dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau yang lazim disebut Universal Declaration of Human Rights (UDHR) disebutkan bahwa „All human beings are born free and equal in dignityand rights‟.49 Sifat universal hak asasi manusia mengindikasikan bahwa ia harus diberikan kepada seluruh manusia tanpa memandang jenis kelamin, umur, agama, orientasi seksual, ketidakmampuan ataupun jenis pembedaan lainnya. Terkait dengan keberadaan manusia usia lanjut, pasal 25 UDHR menyebutkan “everyone has the right to security and a „standard of livingadequate for the health and well-being of himself and his family‟.50

Dalam Konvensi Internasional Hak-hak sipil dan politik atau yang lazim disebut International Convention Civil and Political Rights (ICCPR), terdapat pasal yang memiliki keterpihakan terhadap masyarakat usia lanjut. Sebagai contoh, pasal 26 yang menyatakan setiap orang harus diperlakukan sama di depan hukum dan berhak atas perlakuan yang non-diskriminatif. Pasal ini menyebutkan beberapa model diskriminasi berbasis kepada ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, dan bentuk pembedaan lainnya.51

Sementara itu dalam Konvensi Internasional Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya atau yang lazim dikenal sebagai International Convention Economic, Social, Culture Rights

48 Kusumah, Mulyana W., Beberapa Perkembangan& Masalah Dalam Sosiologi Hukum,

(Bandung:Alumni, 1981), hlm.3

49

Universal Declaration of Human Rights Article 1

50

Universal Declaration of Human Rights Article 25

51

(23)

(ICESCR), terdapat pula beberapa pasal yang mengindikasikan keterpihakan terhadap masyarakat usia lanjut. Pasal-pasal ini antara lain: pasal 9 yang mengatur hak atas keamanan social;52 pasal 11 tentang hak atas standar hidup yang layak;53 dan pasal 12 yang mengatur tentang hak atas pencapaian maksimal atas kesehatan fisik dan mental.54

Pengakuan hak-hak asasi manusia kepada masyarakat usia lanjut secara eksplisit terdapat dalam United Nations Principles for Older Persons. Disebutkan beberapa prinsip penting diantaranya:55

1. Older persons should have access to adequate food, water, shelter, clothing and health care through the provision of income, family and community support and self-help. 2. Older persons should have the opportunity to work or to have access to other

income-generating opportunities.

3. Older persons should have access to appropriate educational and training programmes. 4. Older persons should be able to live in environments that are safe and adaptable to

personal preferences and changing capacities.

5. Older persons should remain integrated in society, participate a ctively in the formulation and implementation of policies that directly affect their well-being and share their knowledge and skills with younger generations.

6. Older persons should have access to health care to help them to maintain or regain the optimum level of physical, mental and emotional well-being and to prevent or delay the onset of illness.

7. Older persons should have access to social and legal services to enhance their autonomy, protection and care.

8. Older persons should have access to the educational, cultural, spiritual and recreational resources of society.

9. Older persons should be treated fairly regardless of age, gender, racial or ethnic background, disability or other status, and be valued independently of their economic contribution.

5.1.3.2 Dimensi Nasional

Dalam dimensi nasional, cikal bakal pengakuan hak asasi manusia terhadap masyarakat usia lanjut terdapat dalam Pasal 28 F Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasidenggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.56 Di samping itu Pasal 28 H (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,

52

International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, G.A. Res. 2200 (XXI) A, U.N.Doc.A/RES/220(XXI) (Dec. 16, 1966), Article 9

53

Ibid, article 11.

54 Ibid article 12.

(24)

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.57

Dalam tingkatan Undang-undang, Pasal 42 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atau biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 58

Selanjutnya dalam Undang-undang No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia disebutkan hak dan Kewajiban Lansia. Pasal 5 menyebutkan bahwa lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selanjutnya, sebagai penghonnatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi : a. pelayanan keagamaan dan mental spiritual; b. pelayanan kesehatan; c. pelayanan kesempatan kerja; d. pelayanan pendidikan dan pelatihan; e. kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum; f. kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum; g. perlindungan sosial; dan h. bantuan sosial.59

Terkait dengan pariwisata pensiunan, memang harus diakui belum terdapat aturan yang secara eksplisit mengatur sektor potensial ini. Dalam Pasal 21 Undang-undang No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya. Perumusan pasal ini setidaknya mengindikasikan bahwa terhadap mereka yang lanjut usia, membutuhkan perlakuan, pelayanan, dan fasilitas yang berbeda sejalan dengan kebutuhan khusus mereka.

Dalam level peraturan dibawah undang-undang, Keputusan Presiden No. 52 Tahun 2004 tentang pembentukan Komisi Nasional Lanjut Usia menyebutkan bahwa komisi inimempunyai tugas antara lain: a. membantu Presiden dalam mengkoordinasikan pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraansosial lanjut usia;b. memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden dalam penyusunan kebijakan upayapeningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.

Selanjutnya, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1998 tentang Kemudahan Bagi Wisatawan Lanjut Usia Mancanegaramenyebutkan bahwa wisatawan lanjut

57 Ibid, pasal 28 H (1)

58 Undang-Undang 39 Tahun 1999 Pasal 42

(25)

usia mancanegara adalah wisatawan warga negara asing yangmempunyai usia sekurang-kurangnya 55 tahun. Pasal 2 lalu menyatakan bahwawisatawan lanjut usia mancanegara dapat diberikan Izin Tinggal Terbatasselama satu tahun, dan diberikan jaminan perpanjangan untuk paling banyaklima kali berturut-turut dengan persyaratan-persyaratan seperti:

a. Memiliki pernyataan dari Lembaga Dana Pensiun atau Bank di negara asalnyaataupu di Indonesia, tentang tersedianya dana untuk memenuhi kebutuhanhidupnya selama di Indonesia;

b. Memiliki asuransi kesehatan, kematian dan asuransi tanggung jawab hukumkepada pihak ketiga di bidang perdata, baik di negara asalnya ataupun diIndonesia; dan

c. Menyampaikan pernyataan untuk tinggal di sarana akomodasi yang tersediaselama di Indonesia, baik yang diperoleh dengan cara sewa, sewa beli ataupembelian.

Pasal 3 lalu menyebutkan bahwa Wisatawan lanjut usia mancanegara harus mempekerjakan pramuwisma Warga Negara Indonesia selama berada di Indonesia. Kemudian, Hal-hal yang berkaitan dengan administrasi kemudahan Izin Tinggal Terbatas wisatawan lanjut usia mancanegara sejak kedatangan ke, perpanjangan tinggal di dan kepulangannya dari Indonesia diurus oleh Biro Perjalanan Wisata Indonesia yang memenuhi persyaratan.

Sebagai aturan pelaksana dari keputusan presiden di atas, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.04.IZ.01.02 tahun 1998 tentang pemberian visa dan izin keimigrasian bagi wisatawan lanjut usia mancanegara menyebutkan bahwa Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri dapat memberikan Visa Kunjungan atas kuasa sendiri kepada Wisatawan Lanjut Usia Mancanegara. Kemudian, Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri hanya dapat memberikan Visa Tinggal Terbatas kepada Wisatawan Lanjut Usia Mancanegara setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Imigrasi.

Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Permohonan Visa diajukan oleh yang bersangkutan melalui Biro Perjalanan yang ditunjuk kepada Kepala Perwakilan RI di Luar Negeri dengan mengisi formulir permohonan Visa yang telah ditetapkan. Selanjutnya, Izin Tinggal Kunjungan yang diberikan kepada wisatawan lanjut usia mancanegara dapat dialihstatuskan menjadi Izin Tinggal Terbatas.

(26)

Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Austria, Bahrain, Belgia, Belanda, Brasilia, Brunai Darussalam, Bulgaria, Cyprus, Denmark, Emirat Arab, Estonia, Finlandia, Hongaria, India, Inggris, Irlandia, Iran, Islandia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Kuwait, Liechtenstein, Luxemburg, Maladewa, Malaysia, Malta, Mesir, Monaco, Norwegia, Oman, Perancis, Philipina, Polandia, Portugal, Qatar, Rusia, Saudi Arabia, Selandia Baru (New Zealand), Singapura, Spanyol, Suriname, Swedia, Swiss, Taiwan, Thailand dan Yunani.

Dalam Pasal 5 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04.IZ.01.02 tahun 1998 tentang pemberian visa dan izin keimigrasian bagi wisatawan lanjut usia mancanegara disebutkan bahwa Permintaan alih status keimigrasian dari Izin Kunjungan menjadi Izin Tinggal Terbatas diajukan oleh orang asing yang bersangkutan melalui Biro Perjalanan Wisata Indonesia yang ditentukan kepada Kepala Kantor Imigrasi dengan cara mengisi daftar isian yang telah ditentukan, dan selanjutnya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi.

Sesuai dengan bunyi pasal 5, Wisatawan Mananegara Lanjut Usia dapat diberikan Izin Tinggal Terbatas selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 5 (lima) kali dengan jangka waktu setiap kali perpanjangan selama 1 (satu) tahun. Lalu, istri yang sah dari wisatawan lanjut usia pemegang Izin Tinggal Terbatas dapat diberikan status keimigrasian yang sama dengan suaminya. Pasal 8 lalu meyebutkan bahwa wisatawan lanjut usia tidak diperbolehkan bekerja melakukan kegiatan untuk mencari nafkah dan melakukan usaha.

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor : F.492-UM.01.10 tahun 2002 tanggal : 18 april 2002 tentang petunjuk pelaksanaan pemberian visa dan izin keimigrasian bagi wisatawan lanjut usia mancanegara. Dimana kebijakan yang bersifat umum meliputi: 1. Wisatawan Lanjut Usia Mancanegara adalah wisatawan warganegara asing yang berusia

sekurang-kurangnya 55 tahun selanjutnya disebut Lansia;

2. Biro Perjalanan Wisata Lansia adalah badan usaha yang melakukan kegiatan membantu pengurusan kemudahan bagi kepentingan wisatawan lanjut usia mancanegara yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata ; 3. Permohonan visa dan izin keimigrasian diajukan oleh orang asing yang bersangkutan

melalui Biro Perjalanan Wisata Lansia Indonesia atau korespondennya di luar negeri ; 4. Pemberian Visa Kunjungan Lansia dapat diberikan atas kuasa sendiri Kepala Perwakilan

Republik Indonesia di luar negeri ;

(27)

2. Izin Kunjungan Lansia dapat dialihstatuskan menjadi Izin Tinggal Terbatas Lansia dengan keputusan Direktur Jenderal Imigrasi atau pejabat yang ditunjuk ;

3. Izin Tinggal Terbatas Lansia dapat dialihstatuskan menjadi Izin Tinggal Tetap Lansia dengan Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi atau pejabat yang ditunjuk.

5.1.3.3 Dimensi lokal

Peraturan Gubernur Bali No.20 Tahun 2012 tentang Lembaga Otoritas Wisata Usia Lanjut Bali (Bali Retirement Tourism Authority/BRTA) memberikan pengaturan yang komprehensif terkait pengelolaan wisata usia lanjut yang harus ditangani oleh lembaga khusus. Lembaga Otoritas Wisata Usia Lanjut yang selanjutnya disebut Lembaga adalah lembaga otoritas wisata usia lanjut (Bali Retirement Tourism Authorty/BRTA) yang melaksanakan regulasi, akreditasi dan promosi wisata usia lanjut.

Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Pembentukan Lembaga Otoritas Wisata Usia Lanjut Bali (Bali Retirement Tourism Authority) dimaksudkan sebagai katalisator menjembatani seluruh kepentingan pemerintah, pelaku usaha, masyarakat sekitar dan wisatawan usia lanjut.

Pasal 3 menyebutkan tujuan pembentukan Lembaga ini meliputi:

a. menjamin kenyamanan dan keamanan para wisatawan Usia Lanjut melalui regulasi hukum yang terpadu dengan kebijakan instansi terkait dengan instansi yang membidangi kepariwisataan, kesehatan, penanaman modal, keimigrasian dan moneter;

b. mendukung keseimbangan pembangunan pariwisata di daerah bali; b. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

c. menciptakan industri pariwisata yang berkelanjutan dan membuka luas lapangan kerja diberbagai sektor.

Pasal 4 lalu memberikan ruang lingkup lembaga ini yang meliputi:

a. menyusun, mengusulkan dan mengkoordinasikan regulasi terkait dengan kebijakan pemerintah tentang wisata Usia Lanjut.

b. melaksanakan akreditasi kawasan baik yang masih direncanakan maupun yang sedang dalam tahap pembangunan;

c. melaksanakan akreditasi fasilitas yang telah ada meliputi 9 (sembilan) komponen yaitu: kesehatan, gedung, keamanan, keselamatan, transportasi, hiburan, pengembangan SDM, managemen, keuangan, dan asuransi; dan

(28)

Perangkat Lembaga BRTA sendiri terdiri dari: a. Pelindung;

b. Kepala Lembaga; c. Wakil Kepala Lembaga; d. Kepala Bidang terdiri dari:

1. Kepala Bidang Manajemen; 2. Kepala Bidang Hukum;

3. Kepala Bidang Akreditasi Pelayanan Wisatawan Usia Lanjut/Pensiunan; 4. Kepala Bidang Akreditasi Kawasan dan Fasilitas; dan

5. Kepala Bidang Promosi dan Pemasaran.

5.2 Konstruksi Model Pengaturan Pariwisata Pensiunan di Bali

5.2.1 Model Pengaturan yang memperhatikan sifat dan kebutuhan khusus wisatawan pensiunan

Penyelenggaraan pariwisata pensiunan yang masih bersifat sporadis dan belum terorganisir membuat industri ini belum mampu memanfaatkan potensi pasar secara maksimal dan belum mampu bersaing dengan negara-negara lainnya. Posisi Bali sebagai ikon dan figurasi pariwisata Indonesia yang masih tertinggal dengan negara-negara lainnya, membuat Bali belum mampu memanfaatkan potensi dan kebutuhan pasar pariwisata pensiunan global untuk meningkatkan arus investasi asing dalam rangka memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan akhirnya kesejahteraan masyarakat Bali. Mengantisiasi keberadaan wisatawan pensiunan, dibutuhkan model kebijakan yang memuat standarisasi dan persyaratan dalam menyediakan jasa pariwisata untuk golongan wisatawan ini meliputi:60

a. Standar kelembagaan Usaha Jasa Pariwisata b. Standar Sumber daya Manusia

c. Standar transferring sistem dari tempat asal ke tempat tujuan, dari bandara ke lokasi tujuan, dari lokasi tempat tinggal ke sekeliling tempat tinggal, dari tempat tinggal ke tempat-tempat tujuan wisata, dari tempat tinggal ke tempat perawatan kesehatan, dari tempat tinggal ke lokasi tempat tinggal wisatawan lainnya.

(29)

d. Standar lokasi tempat tinggal selama berwisata; standar jarak dari pusat pelayanan kesehatan, standar jarak dengan bandara dan angkutan umum lainnya, standar bentang ruang, standar kesehatan udara, standar kesehatan lingkungan.

e. Standar infrastruktur

f. Standar sistem tempat; standar landscape, standar gedung dan bangunan, standar kamar tempat tinggal, standar ruang bersama, standar fasilitas komunikasi, elektronik, standar pelayanan kesehatan, standar fasilitas gawat darurat, standar tempat aktivitas pemeliharaan kesehatan, dll.

g. Standar makanan dan minuman, serta standar penyediaan makanan. h. Standar perawatan kesehatan

i. Standar atraksi pariwisata.

Sementara itu, beberapa persyaratan yang dibutuhkan meliputi persyaratan berkaitan dengan sistem eksternal, calon wisatawan dan penyedia jasa pariwisata. Persyaratan yang berkaitan dengan sistem eksternal antara lain:61

a. Persyaratan zonasi: kesehatan lingkungan, kesehatan udara, rasionalitas jarak dengan pusat pelayanan kesehatan, transportasi, dan bandara.

b. Standar keamanan lingkungan usaha

c. Standar kesehatan lingkungan tempat usaha

d. Standar fasilitas pelayanan umum pada lingkungan usaha e. Standar fasilitas umum pada lingkungan usaha.

Persyaratan bagi calon wisatawan meliputi: a. Persyaratan administrasi perjalanan

b. Persyaratan status kesehatan

c. Persyaratan pembebasan dari tanggungjawab hukum d. Persyaratan asuransi kesehatan

Persyaratan bagi penyedia jasa meliputi: a. Penyelenggara jasa angkutan

b. Penyelenggara jasa perjalanan wisata c. Penyelenggara jasa akomodasi d. Penyelenggara jasa boga e. Penyelenggara jasa atraksi f. Penyelenggara jasa kesehatan

(30)

5.2.2 Model Pengaturan yang mendukung konsep pariwisata berkelanjutan

Untuk memperkuat pengembangan pariwisata pensiunan, dibutuhkan suatu jalinan sinergi yang kuat dengan konsep pembangunan berkelanjutan mengingat adanya kedekatan persepsi, tujuan, dan harapan dalam pengelolaan pariwisata di Bali. Sejak sepuluh tahun terakhir, proses diskursif akan urgensi pembangunan berkelanjutan semakin kuat dipromosikan berbagai kalangan. Pembangunan berkelanjutan sejatinya merupakan sebuah proses pembangunan yang memperhatikan daya dukung (carrying capacity) dari sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia. Berkelanjutan dapat berarti pemberian lingkaran konsentrasi pada sinergisitas pelestarian yang meliputi dimensi ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup. Secara singkat, alur konstruksi pengembangan pariwisata berkelanjutan merupakan perpaduan kelayakan secara ekonomi, keadilan secara sosial budaya, dan berkewajaran dari sisi lingkungan.

Sejatinya, pembangunan berkelanjutan merupakan konsep alternatifyang bersifat kontradiktif bagi konsep pembangunan konservatif. Terdapat sederet persyaratan di dalamnya seperti pemberian skala prioritas dari sisi ekologis, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, prinsip keadilan bagi generasi mendatang, dan penentuan nasib sendiri bagi masyarakat setempat. Menelusuri jejak sejarahnya, konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali tercetus dalam konferensi di Stockholm pada tahun 1972 tentang “Stockholm Conference on

Human and Environment”. Secara singkat definisi pembangunan berkelanjutan adalah: Sustainable development is defined as a process of meeting the present needs without

compromising the ability of the future generations to meet their own needs.

Dalam perkembangan selanjutnya, Pacific Ministers Conference on Tourism and Environment di Maldivest tahun 1997 lantas menyebutkan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang meliputi kesejahteraan lokal, penciptaan lapangan kerja, konservasi sumber daya alam, pemeliharaan dan peningkatan kualitas hidup, serta keseimbangan inter dan antar generasi dalam distribusi kesejahteraan. Sebagai proses tindak lanjut, Konferensi Dunia tentang Pariwisata Berkelanjutan pada tahun 1995 merumuskan secara elaboratif Piagam Pariwisata Berkelanjutan yang isinya sebagai berikut:

1. Pembangunan pariwisata harus berdasarkan kriteria keberlanjutan yang antara lain dapat didukung secara ekologis dalam waktu yang lama, layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial bagi masyarakat setempat.

(31)

3. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat setempat harus mengambil tindakan reaktif untuk mengintegrasikan perencanaan pariwisata kedalam pembangunan berkelanjutan.

4. Pemerintah dan organisasi multilateral harus memprioritaskan dan memperkuat bantuan terhadap proyek-proyek pariwisata yang berkontribusi bagi perbaikan kualitas lingkungan.

5. Ruang-ruang dengan lingkungan dan budaya yang rentan saat ini maupun di masa depan harus diberi prioritas khusus dalam hal kerjasama teknis dan bantuan keuangan untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan.

2. Promosi atau dukungan terhadap berbagai bentuk alternatif kegiatan pariwisata yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan

3. Pemerintah harus mendukung dan berpartisipasi dalam penciptaan jaringan untuk penelitian, diseminasi informasi, dan transfer pengetahuan tentang pariwisata dan teknologi pariwisata berkelanjutan.

4. Penetapan kebijakan pariwisata berkelanjutan memerlukan dukungan dan sistem pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan, studi kelayakan untuk transformasi sektor, dan pelaksanaan berbagai proyek percontohan dan pengembangan program kerjasama internasional.

Di tataran lokal, Pemerintah Daerah Bali telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 1974 tentang Pariwisata Budaya sebagai acuan pengembangan kepariwisataan secara komprehensif. Perda tersebut dalam perjalanannya kemudian diperbaharui menjadi Perda No 3 Tahun 1991 yang pada prinsipnya menyatakan bahwa kepariwisataan yang dikembangkan di daerah Bali adalah pariwisata budaya yang dijiwai oleh agama Hindu. Dengan demikian, kegiatan pariwisata diharapkan dapat berjalan secara selaras, serasi, dan harmonis dengan kebudayaan setempat dan berakar pada nilai-nilai luhur agama Hindu.

Sederet kebijakan yang menyangkut konsep pengelolaan pariwisata berkelanjutan di Bali antara lain:

a. Perda Tk.I Bali Nomor 3 Tahun 1974 juncto Perda Tk.I Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya.

b. Perda Prov. Bali Nomor 3 Tahun 2005 tentang RTRW Provinsi Bali yang di dalamnya diatur tentang penetapan 15 kawasan pariwisata.

c. Perda Prov. Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.

(32)

e. Perda Prov. Bali Nomor 7 Tahun 2007 tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta. f. Perda Prov. Bali Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pramuwisata.

Beranjak dari serangkaian konstruksi di atas, pengembangan pariwisata berkelanjutan merupakan suatu serangkaian proses secara terukur dan terencana yang berikhtiar untuk memenuhi kebutuhan di masa sekarang untuk selanjutnya diwariskan kepada generasi mendatang. Selanjutnya, visi dan orientasi ini memiliki kedekatan makna dan tujuan yang erat dengan tata kelola pengembangan pariwisata pensiunan.

5.2.3 Model Pengaturan yang bersinergi dengan model pengaturan lain yang terkait Demi meningkatkan efektivitas perannya sebagai lembaga sertifikasi dan akreditasi penyelenggaraan pariwisata pensiunan, Bali Retirement Tourism Authority (BRTA) perlu bersinergi dengan instansi-instansi terkait seperti:

a. Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia. Sinergi ini dilakukan dengan memberikan peran bagi BRTA dalam memberikan pengaturan terkait surat rekomendasi bagi wisatawan asing yang ingin memperoleh visa retirement.

b. Bank Indonesia. Sinergi ini dilakukan melalui kerjasama BRTA dan Bank Indonesia dalam membuat aturan agar para pensiunan asing sebelum memperoleh surat rekomendasi untuk memperoleh visa retirement terlebih dahulu menempatkan uang jaminan di bank yang ditunjuk, dimana uang jaminan tersebut tidak dapat dicairkan tanpa persetujuan dari BRTA dan Bank Indonesia. Selain itu, para pensiunan asing harus memiliki asuransi di negaranya sebelum memperoleh rekomendasi VISA dari BRTA. c. Pemerintah Daerah Tk I dan TK II. Sinergi ini dilakukan ketika BRTA membuat regulasi

bersama pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota agar sebelum ijin pembangunan kawasan retirement village dengan segala fasilitasnya,para developer/operator terlebih dahulu harus mengajukan permohonan akreditasi kepada BRTA.

d. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sinergi ini dilakukan dalam menjaring investor-investor asing yang berkeinginan membangun fasilitas-fasilitas pendukung dalam pengembangan pariwisata usia lanjut yang lokasi-lokasinya telah direkomendasikan oleh BRTA.

5.3 Model Pengaturan Pariwisata Pensiunan di Negara ASEAN 5.3.1 Malaysia

(33)

Malaysia Ke Delapan. Setiap program kesehatan yang meliputi perawatan medis, kesehatan dan kebugaran termasuk dalam wisata kesehatan. Malaysia memiliki keunggulan pelayanan kesehatan seperti: biaya rawat inap yang terjangkau, dokter spesialis yang sangat terlatih, staf medis berbahasa inggris, serta jaringan rumah sakit dan klinik yang kompetitif.

Malaysia sejak tahun 1998 sangat gencar mempromosikan wisata pensiunan dan wisata kesehatan dibawah program “Malaysia My Second Home”, dengan memberikan fasilitas visa khusus yang berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang, serta memperbolehkan kepemilikan property (free hold) bagi warga asing yang ingin menikmati masa pension di Malaysia.62 Jepang dan Eropa adalah target utama pariwisata pensiunan ini, dimana sampai saat ini telah berhasil menarik wisatawan pensiunan sekitar 57.000 orang.63

5.3.2 Filipina

Filipina memiliki lembaga khusus bernama Philipine Retirement Authority (PRA) yang memiliki otoritas untuk mengembangkan dan mempromosikan Filipina sebagai surge pensiunan.64 Lembaga otoritas ini berdiri berdasarkan Surat Keputusan Presiden (EO 1037) pada tahun 1985 yang ketika itu masih dipimpin oleh Presiden Marcos. PRA langsung berada di bawah Presiden dengan tujuan utama sebagai katalisator investasi dan promosi terpadu program wisata pensiunan di Philipina.

Model Jaminan Visa di Filipina dan Malaysia 1. Age and Visa Deposit 35-49 years old – U$S 50,000.00

50 years old and above

- Without pension- U$S 20,000.00 - With Pension- U$S 10.000,00

Note: Additional Visa Deposit – U$S 15,000.oo per dependent in excess of two (2)

Show proof of monthly pension remitted (USD 800,00 for single applicant and USD 1,000.00 for merried couples.

62

Kee Mun Wong, Ghazali Musa,Retirement motivation among „Malaysia My Second

Home‟Participants. http://repository.um.edu.my/21785/1/Retirement%20motivation.pdfdiakses pada 14 Februari 2015.

63Malaysia My Second Home Centre,

http://www.mm2h.gov.my/index.php/en/home/programme/about-mm2h-programme diakses pada 15 Februari 2015

64 Philippine Retirement Authority, http://www.pra.gov.ph/main/partners2/4?page=1#functional,

(34)

2. Convertibility of Deposits 1. May be converted into investments

2. Total Amount of investments must be at least U$S 50,000.00 for conversion to be allowed

3. Application fee 1. U$S 400.00 for principal 2. U$S 300.00 for each spouse Note: One-time payment only

4. Monetary obligations 1. U$S 360.00 annual fee for principal, spouse, and (1) Child upon enrollment and every year therafter

2. U$S 100.00 for each dependent in excess of two (2)

5.3.3 Philipine Retirement Authority dan Model Akreditasi Penyedia Jasa Wisata Usia Lanjut

5.3.3.1 Pengantar

“Smile at Life in the Filipina” merupakan slogan yang dibuat oleh pemerintah Filipina untuk menarik warga negara asing agar memilih Filipina layaknya rumah kedua mereka. Philipine Retirement Authority yang dalam penulisan selanjutnya disebut sebagai PRA, menargetkan pencapaian nilai investasi sebesar US$ 44 miliar; membuka peluang kerja yang dapat menyerap 4-6 juta pekerja; dan memberikan dukungan kepada tiga juta pengusaha melalui masuknya 859.250 para pensiunan.65

Sejalan dengan target kebutuhan pasar pensiunan, PRA telah memilih untuk memfokuskan usaha pada tiga sektor, yaitu perumahan, layanan gaya hidup, dan kesehatan. PRA telah menetapkan accreditation standard yang mengadopsi model dari Amerika Serikat, Australia, dan Kanada dalam mengevaluasi, menilai dan terus memantau fasilitas yang melayani wisatawan usia lanjut. Pengesahan persetujuan akreditasi dilakukan oleh PRA bekerjasama dengan the Foreign Chambers of Commerce. Terdapat dua jenis akreditasi yang diwajibkan meliputi:66

1. Akreditasi terkait Approved Project 2. Accredited Facilty

5.3.3.2 Tugas dan Kewenangan PRA

Sudah menjadi kebijakan dari PRA bahwa semua fasilitas dan layanan yang akan ditawarkan kepada wisatawan usia lanjut harus memenuhi standar yang diterima secara

65Philipine Retirement Authority, http://www.pra.gov.ph/main/partners2/4?page=1#procedures, diakses

pada 28 Juli 2015

(35)

internasional meliputi kualitas kenyamanan, teknis perawatan medis, sanitasi, keselamatan, keamanan, dan gaya hidup. Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam proses akreditasi ini meliputi: PRA, Philipine Retirement Incorporated (PRI), Department of Tourism (DOT), dan Departement of Health (DOH).

Berikut merupakan beberapa tugas dan kewenangan PRA meliputi:67

1. PRA adalah otoritas tunggal yang menyetujui semua aplikasi baik untuk akreditasi fasilitas yang sudah ada dan/atau fasilitas yang baru didirikan. Di sisi lain, PRI dapat merekomendasikan tindakan yang tepat pada aplikasi yang baru pada proyek yang akan dibangun untuk diakreditasi dimana PRA bisa mempertimbangkan komentar dan saran dari PRI. Komentar PRI harus diserahkan ke PRA tidak lebih dari 10 hari kerja untuk Approved Project dan tidak lebih dari 15 hari kerja untuk Accredited Project sejak diterimanya rencana projek.

2. Untuk menjadikan fasilitas tersebut terakreditasi dibutuhkan fasilitas wisata usia lanjut yang memenuhi standar dari PRA yang berkoordinasi dengan PRI.

3. Harus ada dua (2) jenis akreditasi yang disetujui yakni akreditasi proyek dan akreditasi fasilitas. Proyek yang disetujui adalah mereka yang masih dalam taraf master plan, masih dalam pembangunan atau dalam proses yang sesuai dengan standar akreditasi dan didasarkan pada studi proyek formal. Fasilitas terakreditasi adalah proyek yang sudah ada dan telah memenuhi standar akreditasi meliputi: kesehatan, perumahan, keamanan, keselamatan, transportasi, gaya hidup/rekreasi, pengembangan SDM, manajemen, keuangan, dan asuransi.

4. Menjadi anggota PRI bukan sebuah prasyarat bagi setiap pengembang atau pemilik fasilitas sebelum proyek-proyek mereka dapat disetujui untuk diakreditasi oleh PRA. 5. Biaya untuk akreditasi sebesar U$S 250.00 (atau setara peso) dibebankan pada pemilik

fasilitas. Sementara proyek yang disetujui tidak diharuskan untuk membayar biaya akreditasi. Biaya akan dibebankan sekali jika fasilitas tersebut sudah diklasifikasikan sebagai terakreditasi. Pemilik fasilitas akan memiliki pilihan untuk mengajukan permohonan pembaruan terhadap subjek akreditasi sesuai dengan persyaratan dari PRA. 6. Untuk hotel, condotel, kondominium untuk pengoperasian hotel kelas satu bagi para

wisatawan usia lanjut berorientasi pada standar minimum DOT di Filipina dan untuk standar akreditasi fasilitas wisata usia lanjut harus mengacu pada PRA.

(36)

7. PRA memiliki hak untuk mengunjungi dan memeriksa sesering mungkin fasilitas pensiunan yang telah terakreditasi untuk menentukan apakah masih sesuai dengan standar akreditasi dan persyaratan lainnya.

8. PRA berhak untuk mengeluarkan, menolak, menunda, menarik atau menolak setiap akreditasi setelah melakukan evaluasi dari kemampuan dan integritas fasilitas pensiunan. 9. PRA berhak untuk merevisi/mengubah standar akreditasi dan sistem akreditasi yang

disetujui oleh Dewan Pengawas. Pedoman direvisi mulai berlaku setelah lewat waktu 60 hari.

10. Alasan untuk penarikan / pencabutan akreditasi antara lain: tidak dipenuhinya salah satu atau semua persyaratan dan kondisi akreditasi; pencabutan, tidak ada perpanjangan atau non-penerbitan lisensi fasilitas oleh instansi berwenang; penipuan; dan alasan lain yang ditentukan oleh PRA.

11. Fasilitas pension harus menerima dan/atau semua tindakan korektif oleh PRA demi memastikan kualitas layanan.

5.3.3.3 Kriteria Akreditasi bagi Penyedia Jasa Wisata Usia Lanjut68

1. Fasilitas ini harus sesuai dengan standar akreditasi yang disetujui oleh PRA 2. Hal yang dapat dipertimbangkan untuk akreditasi adalah:

a. Keselamatan yang mencakup kebijakan/ tindakan keselamatan terhadap kebakaran, keamanan warga (kebijakan tentang penduduk hilang, kematian tak terduga), keselamatan pembangunan, keamanan pangan, kesehatan, keselamatan kerja, penanganan pada pertolongan pertama.

b. Pengendalian infeksi yang harus mencakup kebijakan tentang imunisasi, rencana kontigensi wabah, isolasi, pengendalian infeksi, tempat cuci tangan, laporan inspeksi kesehatan public.

c. Pelayanan resident yang mencakup pedoman tentang pembatasan penerimaan, lisensi staf yang terdaftar, keuangan warga, perlindungan, kesehatan personal, penjabaran posisi dan kegiatan rutin pekerjaan untuk staf, cek referensi, makanan, laundry, dan jasa rumah tangga.

d. Pelatihan staf yang mencakup kebijakan tentang orientasi dan penataran program tahunan staf, pencegahan terhadap hal yang membahayakan lansia.

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten/kota dengan kondisi usaha pariwisata yang memiliki kesamaan karakteristik tinggi (homogen) dapat menerapkan kebijakan yang sama dalam usaha pengembangan

menggunakan subyek penelitian. Subyeknya adalah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kasie Daya TarikWisata, Kabid Pengembangan Pariwisata, Kasie Penyuluhan dan Pelayanan

Penelitian ini diharapkan dapat membantu para pelaku pariwisata dan pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat dalam mengambil kebijakan yang dianggap

Adapun sampel penelitiannya adalah pembuat kebijakan (Asdep Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Kementerian Pariwisata, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Judul Skripsi : Model Komunikasi Pembangunan Dalam Pengembangan Pariwisata Halal (Halal Tourism) (Studi Deskriptif Pada Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kota

Salah satu upaya pengembangan pariwisata Kabupaten Cilacap yang dilakukan oleh bidang pengembangan objek wisata adalah program destinasi pengembangan sebagai kebijakan

Variabel implementasi kebijakan pengembangan pariwisata dimaksudkan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tolitoli dalam upaya pengembangan

Kesimpulan Dan Saran Faktor yang paling mempengaruhi implementasi Pengembangan pariwisata dapat dilihat Berdasrakan kebijakan Regulasi yang mengatur pariwisata Kepulauan Anambas