i
PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU MENGENAI
PERILAKU SEKSUAL ANAK
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Arafiani Difka Putri
NIM: 089114102
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
iv
Motto
v
PERSEMBAHAN
Semua hasil kerja keras ini saya persembahkan untuk:
Tuhan Yang Maha Esa
Marwan Andy Kusumo Wibowo, S.Sos tercinta
Para dosenku
Teman-temanku tersayang
Dan seluruh pihak yang sudah mendorong saya untuk bisa menyelesaikan skripsi
ini
vii
PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU MENGENAI PERILAKU
SEKSUAL ANAK
Arafiani Difka Putri
ABSTRAK
Orang tua dan guru sering merasa cemas terhadap perilaku seksual anak mereka, apakah perilaku tertentu adalah normal atau tidak. Sayangnya, informasi ilmiah tentang perilaku seksual anak dalam budaya Asia dirasa masih kurang. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi awal terhadap perilaku seksual anak berdasarkan perspektif orang tua dan guru. Dengan menggunakan pendekatan adat, kuesioner terbuka dipakai untuk melihat perilaku seksual anak dari perspektif orang tua dan guru. Dua ratus tujuh belas orang tua dan guru menjawab kuesioner secara pribadi. Jawaban dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok, yaitu perilaku seksual anak (misalnya bertanya tentang seksualitas, perilaku voyeuristik, minat pada seks lainnya, menyentuh yang lain alat kelamin, dll) (83,1%), pengetahuan tentang seksualitas (misalnya mengerti tentang identitas gender, mengerti tentang orang lain seks secara fisik menarik, dll) (5% ), perilaku yang berkaitan dengan seksualitas (2,9%), emosi yang berkaitan dengan seksualitas (2,4%), perilaku non-seksual (1,4%), konsekuensi dari perilaku seksual (0,4%), respon terhadap perilaku seksual (0,1%), dan lainnya (2,9%). Temuan ini memberikan informasi empiris tentang perilaku seksual anak berdasarkan perspektif orangtu dan guru di Indonesia. Hal ini dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang perilaku seksual anak dan latar belakang budaya, yang pada gilirannya dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana konteks budaya mempengaruhi persepsi tentang perilaku seksual anak.
Kata Kunci: perilaku seksual, anak, orang tua, guru, Indonesia
viii
INDONESIAN PARENT AND TEACHER PERSPECTIVE ON CHILD
SEXUAL BEHAVIOR
Arafiani Difka Putri
ABSTRACT
Frequently parents are anxious on their child sexual behavior, whether a certain behavior is normal or not. Unfortunately, there is lack of scientific information on child sexual behavior in Asian culture. This study aims at giving early information on child sexual behavior based on the perspective of parent and teacher. Using an indigenous approach, an open ended
questionnaire was employed to tap child sexual behavior from parent and teacher’s
perspective. Two hundred and seventeen parents and teachers answered the questionnaire privately. Answers could be categorized into some groups e.i. child sexual behavior (e.g.
asking about sexuality, voyeuristic behavior, interest in other sex, touching other’s genitalia,
etc) (83.1%), knowledge on sexuality (e.g. understood about gender identity, understood about
others sex’s physical appealing, etc) (5%), behavior related to sexuality (2.9%), emotion related to sexuality (2.4%), non-sexual behavior (1.4%), consequence of sexual behavior (0.4%), response to sexual behavior (0.1%), and others (2.9%). This finding gives an empirical information on child sexual behavior based on Indonesian parent and teacher perspective. It can provide a more complete picture of child sexual behavior and its cultural background, which in turn could give a better understanding on how the cultural context affects perceptions about child sexual behavior.
x
KATA PENGANTAR
Atas Nama Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya penulisan skripsi yang
berjudul “
PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU MENGENAI PERILAKU
SEKSUAL ANAK
”
dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik melalui bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karenanya, izinkanlah penulis untuk mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan rahmat dan
berkahnya melalui segala kesulitan dan bantuan yang diberikan-Nya.
2.
Ibu Dekan Dr. Ch. Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing akademik.
3.
Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
4.
Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan arahan, masukan, nasihat dan dorongan kepada
penulis.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
ABSTRAK... vii
ABSTRACT... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A.
Latar Belakang... ... 1
B.
Rumusan Masalah... ... 4
C.
Tujuan Penelitian...
4
D.
Manfaat Penelitian...
4
1.
Manfaat Teoritis...
4
xiii
BAB II LANDASAN TEORI... 6
A.
Persepsi ... 6
1.
Definisi Persepsi... 6
2.
Proses Persepsi... 7
3.
Persepsi dan Budaya... 8
B.
Orang Tua dan Guru... 10
1.
Orang Tua... 10
2.
Guru... 11
C.
Anak... 12
1.
Pengertian Anak... 12
2.
Perkembangan Seksual Anak... 13
D.
Perilaku Seksual Anak...
14
1.
Seksualitas dan Nilai-Nilai... 14
2.
Perilaku Seksual... 15
3.
Perilaku Seksual Anak... 17
4.
Jenis-jenis Perilaku Seksual Anak... 18
E.
Persepsi Masyarakat Indonesia mengenai Seksualitas...
20
1.
Sexual Knowledge
...
21
xiv
3.
Homosexuality and Bisexuality...
22
F.
Persepsi Orang Tua dan Guru di Indonesia mengenai Perilaku Seksual
Anak...
23
BAB III METODE PENELITIAN... 25
A.
Metode Penelitian... 25
B.
Jenis Penelitian...25
C.
Fokus Penelitian... 25
D.
Desain Penelitian... 26
1.
Karakteristik Subjek... 26
2.
Teknik Sampling... 26
3.
Instrumen Penelitian... 26
4.
Prosedur Pengambilan Data... 27
5.
Analisis Data... 27
6.
Kredibilitas... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 29
A.
Pelaksanaan Penelitian... 29
1.
Persiapan Penelitian...
29
2.
Pelaksanaan Penelitian...
30
B.
Hasil Penelitian ... 32
xv
BAB V PENUTUP... 60
A.
Kesimpulan... 60
B.
Saran Penelitian... 61
DAFTAR PUSTAKA... 62
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jenis-jenis Perilaku Seksual Anak... 20
Tabel 2. Tema
Open Coding...
... 32
Tabel 3. Perilaku Seksual Anak Tanpa Pasangan (
Solitary
)... 40
Tabel 4. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Orang Dekat
(Partner
–
Close People)
...
43
Tabel 5. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Romantis
(Partner
–
Romantic Partner)
...
45
Tabel 6. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Orang Asing
(Partner
–
Strange People)
...
47
Tabel 7. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Hewan
(Partner
–
Animal)... 48
Tabel 8. Perilaku Anak terkait Seksualitas... 48
Tabel 9. Perilaku Non-Seksual... 50
Tabel 10. Pemahaman Anak terkait Seksualitas... 51
Tabel 11. Emosi Anak terkait Seksualitas... 51
Tabel 12. Reaksi terhadap Stimulus Seksual... 53
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Orang tua dan guru merupakan pihak-pihak yang paling sering
bersentuhan dengan anak. Mereka memiliki peran yang penting di dalam
kehidupan anak. Kehangatan, keterbukaan dan penerimaan orang tua
berpengaruh terhadap pembentukan perilaku dan karakteristik anak (Taris
&Semin, 1998). Pada awal kehidupannya, perilaku anak terbentuk dari
penerimaan serta modeling dari orang-orang terdekat (Santrock, 1995).
Keduanya merupakan pihak-pihak yang dapat menghabiskan
waktu dengan anak lebih banyak dari pihak lainnya. Orang tua dapat
menghabiskan waktu lebih dari 12 jam bersama anak, sedangkan guru
dapat menghabiskan waktu hingga 8 jam sehari (Larsson, 2001). Oleh
sebab itu, mereka menjadi pihak-pihak yang paling mudah mengobservasi
perilaku anak (Kaeser, 2000).
2
“Anak lelaki saya (7) baru masuk SD tahun ini. Yang jadi masalah, saya pernah memergokinya sedang memegang-megang alat kelaminnya dan sepertinya dia menikmati hal itu. Saya kaget dan sempat memarahinya agar dia tidak melakukan hal itu lagi. Tapi saya jadi khawatir, kalau saya marahi, dia akan diam-diam melakukan hal itu lagi tanpa sepengetahuan saya” (Tabloid Nova, 21 November 2009)
Respon tersebut dapat muncul sebagai akibat dari adanya persepsi
tertentu yang dimiliki orang tua dan guru mengenai seksualitas anak-anak.
Orang tua dan guru menganggap bahwa anak-anak tidak seharusnya
memiliki perhatian terhadap seksualitas. Oleh karena itu mereka seringkali
menganggap sentuhan-sentuhan anak pada alat kelamin adalah hal yang
tidak tepat (Kellog, 2004). Respon yang seringkali muncul adalah
memarahi anak, menyuruh mereka untuk tidak melakukannya lagi, malu,
atau melabeli anak sebagai “anak mesum”, atau “bermasalah”.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Postman, Bruner dan
McGinnies, nilai-nilai yang dianut oleh seseorang dapat mempengaruhi
persepi yang terbentuk (Vernon, 1962). Suatu kondisi dapat terlihat dan
direspon berbeda oleh orang dengan nilai estetika, agama, sosial dan
ketertarikan filosofis yang berbeda. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia
dengan budaya, nilai kepercayaan dan nilai sosial tertentu mengenai
seksualitas dapat berpengaruh terhadap persepsi mereka mengeai perilaku
seksual anak.
orang lain (Rathus, Nevid & Rathus, 2008). Selain itu, masa kanak-kanak
adalah masanya bermain dan mengeksplorasi. Anak menjadi sangat
penasaran kepada segala hal, termasuk tubuhnya dan tubuh orang lain
(Trowell dalam Sandnabba, Mallin Wannos & Krook, 2003). Pada masa
awal anak-anak, seorang anak juga mulai membangun identitas
kelaminnya (Santrock, 1995).
Menurut Thigpen, Pinkston dan Mayefsky dalam Thingpen (2009)
respon masyarakat mengenai perilaku seksual anak yang tidak tepat
seperti pelabelan (
mislabelling
) kepada anak. Pada akhirnya dapat
mengakibatkan kesalahan tritmen atau dalam jangka panjang, membuat
anak mengalami tekanan sosial tertentu akibat label
sex offender
yang
telah menempel pada dirinya. Oleh karena itu mereka tidak akan bereaksi
berlebihan pada perilaku yang sebenarnya normal. Atau sebaliknya,
bertindak permisif pada perilaku yang mengindikasikan adanya
penyimpangan.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu diadakan penelitian
terkait persepsi orang tua dan guru terhadap perilaku seksual anak. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui pandangan orang tua dan guru mengenai
perilaku seksual anak.
4
membangun identitas kelaminnya sebagai akibat dari perkembangan
fisiologisnya (Kaeser, DiSalvo & Moglia, 2000).
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah
“
Bagaimanakah persepsi orang tua dan guru
mengenai perilaku seksual anak Indonesia?
”
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
“
Mengetahui persepsi orang tua
dan guru mengenai perilaku seksual anak Indonesia.
”
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
ilmu psikologi perkembangan, klinis, dan sosial khususnya terkait
pandangan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia mengenai perilaku
seksual anak.
2.
Manfaat Praktis
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Persepsi
1.
Definisi Persepsi
Dunia dan hal-hal yang terjadi di sekitar manusia tidak memiliki
makna intrinsik sampai seseorang memperhatikan dan memiliki
keterikatan terhadap hal tersebut. Persepsi merupakan proses menyeleksi,
mengorganisasi dan menginterpreasi suatu objek, kejadian, situasi, dan
aktifitas tertentu. Ketiganya merupakan proses yang terjadi dalam persepsi,
dan bersifat saling melengkapi, serta berkelanjutan. Hal ini disebabkan
karena persepsi terjadi secara terus menerus dalam hidup manusia dan
mempengaruhi perilaku manusia (Wood, 2009).
Proses seseorang mempersepsikan orang lain sangat dipengaruhi
oleh pengalaman masa lalu dan ekspektasinya terhadap orang yang dituju.
Seringkali, orang mempersepsikan apa yang ia harapkan untuk
dipersepsikan.
2.
Proses dalam Persepsi
Persepsi dapat terjadi melalui beberapa tahapan proses. Proses yang
terjadi dalam persepsi adalah seleksi, pengorganisasian, dan terakhir
adalah interpretasi makna. Proses ini dapat berlangsung secara simultan
ataupun
overlap
(Martin & Nakayama, 2007; Kelly dalam Wood, 2009).
2.1.
Seleksi
Pada tahap ini seseorang menaruh atau memfokuskan
perhatiannya terhadap suatu hal. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan fokus ini adalah sifat dari stimuli tersebut, kepekaan kita,
serta variasi kejadian atau hal tersebut sehingga memaksa kita untuk
memperhatikan. Selain itu, proses seleksi juga banyak dipengaruhi
harapan, motivasi, atau kebutuhan dalam diri.
2.2.
Pengorganisasian
8
2.3.
Interpretasi
Interpretasi merupakan proses pemberian makna dalam persepsi.
Interpretasi bersifat subjektif karena pada prosesnya sangat
dipengaruhi pengetahuan, motivasi, harapan dan karakter personal
seseorang.
3.
Persepsi dan Budaya
Lingkungan sosial budaya memiliki pengaruh yang besar terhadap
pembentukan persepsi seseorang (Martin & Nakayama, 2007). Budaya
mengarahkan bagaimana suatu hal diorganisasi dan diinterpretasi dalam
persepsi kita (West & Turner, 2009). Selain itu, budaya juga mengajarkan
nilai-nilai mengenai hal apa saja yang dianggap berarti dan apa yang tidak.
Pada akhirnya, seseorang akan membentuk pola persepsinya sendiri sesuai
dengan pengalaman dan pengetahuannya tersebut. Contohnya adalah pada
budaya Amerika individualisme, liberalisme, keterbukaan menjadi suatu
nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya, sehingga orang terbiasa
berkomunikasi secara terbuka. Kontak mata secara langsung ketika anak
dan orang tua berkomunikasi adalah salah satu sikap yang penting untuk
ditunjukkan. Hal tersebut menunjukkan kejujuran dan integrasi dalam
komunikasi.
kontak mata secara langsung ketika anak dan orang tua berkomunikasi
adalah tidak sopan (Martin &Nakayama, 2007).
Budaya terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, pemahaman dan
cara-cara menginterpretasi suatu hal yang dilakukan oleh sejumlah manusia
dalam jumlah besar (Wood, 2009). Hal tersebut kemudian membentuk
pola-pola asumsi pada setiap individu, dan pada akhirnya membentuk
pikiran, perasaan serta perilakunya.
Terkait dengan seksualitas, Wood (2011) menyatakan bahwa
seksualitas memiliki kaitan yang erat dengan budaya dan kepercayaan.
Keduanya memiliki ciri khas masing-masing yang membuat perilaku
seksual yang muncul dapat berbeda dari satu budaya ke budaya lain, dari
satu kepercayaan dengan kepercayaan lain. Budaya mengajarkan nilai-nilai
seksualitas, sikap dan perilaku seksual apa saja yang diterima, serta
pengetahuan seksual apa yang berlaku di budaya tersebut. Budaya dan
kepercayaan juga cenderung konstant dan tidak banyak perubahan dari
waktu ke waktu (Thigpen, 2009; Wellings, 2006; Sandnabba, 2003).
10
segala hal yang manusia alami. Pada akhirnya pemaknaan tersebut
membentuk pola asumsi di dalam pikiran setiap individu dan
mempengaruhi persepsinya (Samovar, Porter & McDaniel, 2010)
B.
Orang Tua dan Guru
Orang tua dan guru sama-sama memiliki peran penting dalam pendidikan
dan pengajaran anak. Sekolah dan rumah adalah 2 lingkungan yang
berpengaruh banyak bagi anak (Larsson & Svedin, 2002).
1.
Orang Tua
Orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan
anak. Eccles dalam Turner (2005) menyatakan bahwa pandangan orang
tua terhadap anak mempengaruhi perilaku anak, dan pada akhirnya turut
membangun pola persepsi pada anak. Hal ini terjadi karena persepsi orang
tua akan mengarahkan perilakunya kepada anak, baik disadari maupun
tidak. Contohnya adalah orang tua yang memiliki persepsi bahwa anak
laki-laki lebih kuat secara fisik daripada anak perempuan, akan
memperlakukan anak laki-laki lebih keras dan toleran terhadap sakit. Pada
akhirnya, sang anak laki-laki akan berperilaku dan membangun persepsi
bahwa dirinya lebih kuat dan tahan sakit dibanding anak perempuan.
hidup, pengetahuan yang dimiliki, serta penanaman nilai-nilai budaya
tempat orang tua teresebut tumbuh.
Keluarga adalah unit terkecil tempat anak belajar mengenai segala
hal, termasuk seksualitas. Orang tua memiliki tanggung jawab terbesar
untuk mengarahkan kesehatan seksual anak (Carlson & Tanner, 2006).
Menurut beberapa penelitian, pengetahuan seksualitas anak pertama
adalah mengenai identitas gendernya, dan hal tersebut dilakukan melalui
pembelajaran modeling atau identifikasi diri terhadap orang tua sejenis
kelamin (Santrock, 1995).
Menurut Golden (dalam Carlson & Tanner, 2006), orang tua juga
merupakan pihak pertama yang menyediakan pengetahuan dan sikap akan
seksualitas. Hal tersebut mempengaruhi bagaimana anak akan
menyalurkan rasa ingin tahunya tentang seksualitas. Anak prasekolah
belajar membentuk kelekatan dengan orang tua lawan jenis kelamin
sambil mengidentifikasi diri dengan orang tua sejenis kelamin (Wong,
Hockenberry-Eato, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2001).
2.
Guru
12
untuk proses belajar anak. Seorang guru harus mampu menghadapi
banyak anak sekaligus. Ia juga memiliki peran untuk membantu anak
belajar berdinamika dalam kelompok, memecahkan masalah, serta
berprestasi akademis (Bireda, 2011).
Di lingkungan sekolah, prestasi, motivasi, serta perkembangan
karakter anak banyak dipengaruhi oleh sikap guru. Menurut Holliday
(dalam Bireda, 2011), sebagaimana orang tua, persepsi guru berpengaruh
sangat besar terhadap anak. Persepsi positif terhadap anak mempengaruhi
bagaimana seorang guru akan bertutur kata, bersikap dan berpeilaku
terhadap anak. Penghargaan, rasa ketertarikan, serta dukungan positif
guru terhadap anak meningkatkan rasa percaya diri, rasa mampu,
membangun karakterpositif anak, dan pada akhirnya adalah mencapai
prestasi akademis (Berns, 2010).
C.
Anak
1.
Pengertian Anak
Anak adalah suatu periode yang terbentang setelah masa bayi
berakhir dan sebelum masa remaja. Menurut Gunarsa dan Yulia (2008),
masa anak-anak terbagi dalam 2 tahap, masa anak pra sekolah yaitu
antara usia 4 hingga 6 tahun, dan masa anak sekolah yaitu antara usia 6
hingga 12 tahun. Pada masa anak-anak, individu bertumbuh dengan
mempelajari dan mencoba untuk diterima oleh lingkungan.
2.
Perkembangan Seksual Anak
Pada anak-anak usia awal, seksualitas mereka terbagi dalam 2 tujuan
besar,
self-stimulation dan self-curiosity/exploration.
Sedangkan pada
anak pra remaja (10-12 tahun), aktifitas seksual mereka lebih terarah dan
bertujuan untuk bereksperimen dengan partner. Hal ini disebabkan
karena siring dengan peribahan kognitif, sosial, fisik, dan psikologis.
Pada usia tersebut terjadi perubahan hormonal yang cukup signifikan.
Perubahan tersebut membuat mereka menjadi lebih menyadari posisi
mereka sebagai
sexual being
. Pada masa pra remaja, laporan orang tua
cenderung berkurang karena anak menjadi lebih tertutup akan
seksualitasnya (McAnulty & Burnette, 2006).
2.1.
Masa Anak Pra Sekolah
14
Seiring dengan semakin matangnya indera pendengaran, bicara,
serta fungsi berpikir, kemampuan berkomunikasi anak secara lisan
juga semakin berkembang. Perkembangan fisik, kognitif, serta
derasnya arus informasi yang masuk, membuat anak-anak menjadi
sangat komunikatif, penasaran dan sering bertanya banyak hal, salah
satunya mengenai seksualitas (Gunarsa dan Yulia, 2008).
2.2.
Masa Anak Sekolah
Pada masa ini mulai terjadi stereotip gender. Stereotip
maskulinitas dan feminitas semakin meningkat di usia ini sehingga
anak merasa lebih nyaman berteman dengan sesama jenis kelamin
(Santrock, 1995). Selain itu anak mulai belajar membangun pola
persepsi berbasis gender, seperti anak perempuan lebih kalem
daripada anak laki-laki. Anak laki-laki lebih pintar olah raga
daripada anak perempuan.
D.
Perilaku Seksual Anak
1.
Seksualitas dan Nilai-nilai
budaya, sosial, dan kepercayaan tertentu. Perilaku, sikap, serta
pengalaman seksual seseorang sangat dipengaruhi tidak hanya oleh
perubahan fisik dan hormon, tetapi juga tradisi budaya dan kepercayaan
mereka.
Nilai-nilai masyarakat mempengaruhi sikap dan perilaku seksual
mana saja yang legal dan sah dilakukan oleh masyarakatnya. Nilai-nilai
juga mempengaruhi pandangan seseorang mengenaui seksualitas itu
sendiri.
2.
Perilaku Seksual
Secara umum, perilaku seksual adalah segala aktifitas seksual yang
bertujuan untuk membangkitkan gairah, atau dilakukan atas dasar
keinginan seksual. Perilakunya dapat sangat beragam, tetapi pada
dasarnya adalah adanya stimulasi ke area seksual. Akan tetapi, definisi
tersebut tidak seutuhnya berlaku pada perilaku seksual anak. Perilaku
seksual secara umum terbagi ke dalam 2 dimensi dilihat dari aspek
keterlibatan pasangan (Rathus, Nevid, & Rathus, 2008).
2.1.
Perilaku Seksual Soliter (
Solitary Sexual Behavior
)
16
terjangkitnya pernyakit menular seksual, ataupun sekedar melepas
bosan. Jenis aktifitasnya dapat sangat bergam. Masturbasi merupakan
salah satu bentuk dari perilaku seksual soliter yang paling umum.
2.2.
Perilaku Seksual dengan Pasangan (
Partner Sexual Behavior
)
Perilaku seksual yang melibatkan pasangan terdiri dari berbagai
macam perilaku. Secara beruntut, perilaku seksual dengan pasangan
terdiri dari beberapa episode :
a.
Foreplay
Foreplay
merupakan perilaku seksual non-koitus, seperti
berciuman,
cuddling, petting,
sentuhan ke bagian tubuh
atau
kontak oral-alat kelamin. Pola serta durasi
foreplay
dapat
beragam antara budaya tertentu.
b.
Koitus (
Sexual Intercourse
)
Koitus merupakan perilaku seksual yang dilakukan antara
laki-laki dan perempuan dengan cara memasukkan penis ke dalam
vagina. Koitus dilakukan dapat dengan melalui tahap
foreplay
ataupun tidak.
3.
Perilaku Seksual Anak
Menurut Kambouropoulos, Mitchell, Staiger, dan Tucci (2005),
perilaku seksual anak merupakan proses pengumpulan informasi
mengenai seksualitasnya. Anak mengeksplorasi tubuhnya dengan
menyentuh dan melihat, serta membicarakan topik seksual. Selain itu,
anak juga mempelajari peran jenis kelain dan perilaku berdasarkan
jenis kelamin.
Sedangkan menurut Kellog (2004) perilaku seksual terdiri dari
beragam aktivitas, termasuk di dalamnya menyentuh dan melihat alat
kelamin, serta berbicara mengenai topik seksual. Perilaku seksual
dapat melibatkan lebih dari satu anak, serta memiliki tipe dan
frekuensi yang berbeda tergantung pada usia anak (Johnson, 1998).
18
4.
Jenis-Jenis Perilaku Seksual Anak
[image:35.595.103.536.239.746.2]Menurut penelitian yang dilakukan oleh Friedrich (1998), Larsson
(2000), serta Lepage (2010), maka dapat diketahui jenis perilaku seksual
anak yang terjadi adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Jenis-jenis Perilaku Seksual Anak
No
Perilaku Seksual
1
ingin kontak tubuh setiap hari
2
menolak kontak tubuh
3
ingin terus dekat secara fisik (clinging)
4
malu ketika telanjang
5
berinisiatif memeluk orang dewasa yang bukan keluarga
6
mencoba menggunakan lidah ketika ciuman
7
berbicara tentang seks
8
menggunakan kata-kata berbau seksual
9
bereaksi kepada orang lain dengan kata-kata berbau seksual
10
melihat alat kelamin anak lainnya
11
mencoba melihat orang dewasa ketika tidak berpakaian
12
menunjukkan alat kelaminnya ke anak lain
13
mencoba mencopot baju anak lain
14
melihat gambar telanjang
15
malu ketika dilepas pakaiannya
16
bermain di luar rumah tanpa pakaian
17
menunjukkan alat kelaminnya ke orang dewasa
18
bermain dokter-dokteran
19
meniru hubungan seksual ketika bermain dengan boneka
20
meniru permainan seksual dengan anak lainnya
21
tertarik bermain seks dengan anak-anak
22
menggesekkan badan ke orang lain atau benda-benda
23
masturbasi dengan tangan
24
masturbasi dengan objek
25
mencoba menyentuh payudara ibu
26
mencoba menyentuh payudara perempuan dewasa lain
27
mencoba menyentuh alat kelamin ibu
28
mencoba menyentuh alat kelamin ayah
29
mencoba menyentuh alat kelamin perempuan dewasa lain
30
mencoba menyentuh alat kelamin laki-laki dewasa lain
31
mencoba menyentuh alat kelamin anak lainnya
32
berusaha membuat orang dewasa menyentuh alat kelamin si
anak
33
menyentuh alat kelaminnya di rumah
34
menyentuh alat kelaminnya di tempat umum
35
berdandan seperti lawan jenisnya
36
menggambar alat kelamin
37
ingin menjadi lawan jenisnya
38
berperan sebagai lawan jenis ketika bermain
39
bermain dengan alat main lawan jenisnya
40
meniru hubungan seksual
41
telanjang di depan orang lain
42
duduk dengan celana dalam terlihat
43
jika perempuan terlalu agresif, jika laki-laki sangat pasif
44
berdiri sangat dekat
45
malu dengan orang dewasa lawan jenis yang belum dikenal
46
mencoba melakukan hubungan seksual
47
menaruh mulut pada alat kelamin
48
mencoba menyentuh alat kelamin hewan
49
membuat suara-suara seksual
20
51
menaruh benda ke dalam vagina atau anus
52
mencium orang dewasa yang tidak dikenal
53
malu ketika melihat orang berciuman
54
sangat senang dengan laki-laki dewasa
55
berbicara dengan centil / menggoda
56
mencium anak lain
57
ingin menonton acara yang seronok
58
sangat tertarik dengan lawan jenis
59
menaruh mulut di payudara
E.
Persepsi Masyarakat Indonesia Mengenai Seksualitas
Indonesia merupakan negara dengan pengaruh agama serta kesukuan
yang kental. Agama Islam dan Kristen merupakan 2 agama yang mayoritas
dianut oleh masyarakat Indonesia. Indonesia juga terdiri dari beragam suku
yang memiliki nilai-nilai yang diyakini dan ditaati oleh masyarakatnya
(Pangkahila dalam Francoeur, 2004).
pembahasan yang tertutup, tabu untuk dibicarakan secara terbuka, dan
seseorang mempelajarinya berdasarkan pengalaman saja.
1.
Sexual Knowledge
Pada generasi lalu, masyarakat Indonesia memiliki pandangan
bahwa seksualitas merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan secara
terbuka (Francoeur & Noonan, 2004). Akan tetapi, sekitar tahun 80-an
hingga awal 90-an, pemerintah mulai menggalakkan pendidikan seksual
bagi kaum muda serta melakukan sosialisasi penggunaan alat kontrasepsi
(kondom). Hal tersebut menjadi titik tolak awal keterbukaan mengenai
seksualias. Kebijakan tersebut diambil sebagai respon atas meningkatnya
angka Penyakit Menular Seksual pada kaum muda.
22
2.
Autoerotic Behavior and Pattern
Dari sudut pandang moral dan budaya di Indonesia, autoerotis
sering dianggap dosa walaupada kenyataannya orang dewasa etap
melakukannya. Nilai-nilai agama yang masih sangat dijunjung tinggi oleh
masyarakat mengajarkan bahwa masturbasi merupakan perilaku seksual
yang salah dan berdosa (Francoeur & Noonan, 2004). Oleh karena itu,
masyarakat Indonesia memiliki persepsi bahwa perilaku autoerotis
merupakan perilaku seksual yang menyimpang.
Pada anak-anak, autoerotis juga dianggap abnormal oleh orang tua,
sekalipun mereka sering mendapati anak mereka berbuat demikian. Hal ini
disebabkan karena adanya kekhawatiran orang tua bahwa kelak anak
mereka akan berperilaku seksual abnormal. Auto erotis juga ditemukan
pada orang dewasa. Akan tetapi masih terjadi
misunderstanding
dan
misinformation
tentang autoerotis (Francoeur & Noonan, 2004).
3.
Homosexuality and Bisexuality
Secara umum, masyarakat Indonesia menganggap homoseksualitas
dan biseksualitas sebagai hal yang berdosa, dilarang, baik secara moral
dan agama. Hal ini didukung dengan nilai agama yang mensahkan
hubungan laki-laki dan perempuan, dan hanya pada pasangan yang terikat
perkawinan (Francoeur & Noonan, 2004).
F.
Persepsi Orang Tua dan Guru di Indonesia mengenai Perilaku Seksual
Anak
Budaya memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi. Pemaknaan
hal-hal di sekitar manusia merupakan proses pembelajaran dan pembuatan pola
sepanjang hidupnya (Wood, 2009). Proses tersebut yang pada akhirnya
membentuk pola persepsi seseorang, dan sifatnya subjektif. Persepsi
mempengaruhi pikiran, emosi dan perilaku seseorang terhadap orang lain atau
objek dan situasi di sekelilingnya (Wood, 2009; Martin & Nakayama, 2007).
Orang tua dan guru merupakan pihak-pihak yang berpengaruh besar
terhadap anak. Pada masa awal kanak-kanak, sebagian besar tindakan anak
sangat bergantung pada penerimaan pihak otoriternya, dalam hal ini orang tua
dan guru (Santrock, 1995). Keduanya menjadi pihak otoriter dalam
lingkungan rumah serta sekolah. Persepsi mereka terhadap anak merupakan
investasi dari harapan mereka akan bagaimana seharusnya anak berperilaku
(Turner, 2005; Johnston, 1996). Pada akhirnya persepsi mereka akan akan
mempengaruhi sikap, perasaan dan perilakunya terhadap anak.
24
Pada selanjutnya menyebabkan adanya tindakan-tindakan hukuman yang
diambil oleh keduanya untuk memperingatkan anak.
Hal ini menjadi kurang tepat, mengingat pada dasarnya anak terlahir
sebagai makhluk seksual (
sexual being
) (Rathus, Nevid & Rathus, 2008).
Selain itu, seiring pertumbuhan fisiknya serta perkembangan kognitifnya,
secara
alamiah
anak
akan
mengalami
perkembangan
seksual
(Kambouropoulos, Mitchell, Staiger & Tucci, 2005). Anak bertanya dan
mengeksplorasi
tubuhnya
sebagai
bentuk
keingintahuannya
terkait
seksualitas. Respon yang tidak tepat dari pihak-pihak signifikan anak
(
significant others
) dapat menyebabkan pelabelan yang berbahaya,
pemaksaan standar perkembangan yang tidak tepat bagi anak, hingga
kesalahan perlakuan (
maltreatment
) (Thingpen, 2009).
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat persepsi orang tua
dan guru mengenai perilaku seksual yang terjadi pada anak-anak mereka.
Tujuan dari penelitian ini agar dapat mengetahui pemahaman orang tua dan
guru mengenai perilaku seksual anak dan melakukan pembandingan dengan
acuan literatur mengenai perilaku seksual anak. Sehingga apabila terdapat
celah (
gap
) pemahaman terkait perilaku seksual anak, para akademisi dan
praktisi dapat memberikan sosialisasi lebih lanjut mengenai perilaku seksual
anak secara tepat.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell
(2008), penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan yang digunakan
untuk penelusuran, serta mengeksplorasi dan memahami suatu gejala
sentral. Dalam penelitian ini peneliti akan melihat persepsi orang tua dan
guru di Indonesia mengenai perilaku seksual anak.
B.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif. Penelitian
eksploratif biasa digunakan untuk meneliti sebuah fenomena yang masih
sedikit diketahui. Oleh karena itu, penelitian eksploratif biasanya tidak
banyak garis pedoman yan gharus diikuti serta tidak terlalu terstruktur.
Penelitian eksploratif biasa menggunakan metode kualitatif (Richey &
Klein, 2007).
C.
Fokus Penelitian
26
penelitian ini adalah persepsi orang tua dan guru mengenai perilaku
seksual anak. Fokus pada penelitian ini adalah melihat gambaran persepsi
orang tua dan guru mengenai perilaku seksual anak.
D.
Desain Penelitian
1.
Karakteristik Subjek
Karakteristik subjek pada penelitian ini adalah orang tua yang
memiliki anak usia 4 hingga 12 tahun, serta para pengajar Taman
Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar.
2.
Teknik Sampling
Teknik
sampling
yang digunakan adalah dengan
purposive
sampling
, yaitu penentuan sampel dengan mempertimbangkan
kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai
dengan tujuan penelitian (Creswell, 2010), dalam hal ini adalah orang
tua yang memiliki anak usia 4 hingga 12 tahun serta pengajar TK dan
SD.
3.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah dengan kuesioner
terbuka. Pada kuesioner ini hanya terdapat 1 perintah pengerjaan.
Subjek diminta untuk menuliskan sebanyak-banyaknya perilaku
seksual anak di lingkungan mereka, yang mereka ketahui.
4.
Prosedur Pengambilan Data
Subjek diminta untuk menuliskan perilaku seksual pada anak yang
mereka ketahui atau pernah temui sebanyak-banyaknya. Daftar
perilaku kemudian dianalisis untuk dikelompokkan berdasarkan
kemiripan jenis perilaku.. Pengambilan data dihentikan hingga daftar
perilaku seksual anak yang muncul telah jenuh.
5.
Analisa Data
Data dianalisa dengan menggunakan analisis tematik, yaitu dengan
melakukan kategorisasi dan kontekstualisasi pada data yang sangat
bervariasi (Teddlie & Tashakkori, 2009). Daftar perilaku yang muncul
dikelompokkan berdasarkan kemiripan. Data akan dikelompokkan
melakui tahap
open coding
serta
axial coding.
28
6.
Kredibilitas
Kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan
peer debriefing,
yaitu peneliti meminta pendapat,
koreksi, klarifikasi, serta pengecekan ulang dari rekan peneliti lainnya
(Brink, Van der Walt, & Van Rensburg, 2006).
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persepsi orang tua maupun guru mengenai perilaku seksual anak memiliki
pengaruh yang besar bagi anak itu sendiri. Persepsi orang tua maupun guru yang
tidak tepat mengenai perilaku seksual anak itu sendiri dapat menimbulkan dampak
negatif bagi anak. Hal ini disebabkan karena persepsi mereka akan mempengaruhi
respon perilaku dan emosi mereka terhadap anak. Oleh karena itu, diperlukan
suatu langkah untuk melihat bagaimana persepsi orang tua dan guru tentang
perilaku seksual anak. Tujuannya adalah agar dapat disusun sebuah langkah
preventif strategis yang berfokus pada pemberian pengetahuan yang tepat terkait
perilaku seksual anak.
A.
Pelaksanaan Penelitian
1.
Persiapan Penelitian
30
out
dilakukan kepada 4 orang tua, 2 guru SD dan 2 guru TK. Hal ini
dilakukan untuk mengecek ulang kesiapan angket sebelum akhirnya
disebar kepada subjek penelitian. Hasil
try out
menunjukkan bahwa
para subjek mampu memahami
informed consent
serta petunjuk
pengerjaan dengan baik.
Selain persiapan angket terbuka, peneliti juga mempersiapkan SOP
(
Standard Operating Procedure
). SOP tersebut digunakan oleh para
rekan peneliti yang membantu pengambilan data agar terdapat
keseragaman prosedur pengambilan data. SOP berisi penjelasan
singkat mengenai penelitian,
informed consent
, serta petunjuk
pengerjaan dan pengembalian angket dalam kondisi amplop tertutup
rapat. Hal ini dirasa perlu dilakukan untuk menjaga kerahasiaan data.
2.
Pelaksanaan Penelitian
Setelah persiapan dirasa cukup, peneliti mulai menyebar angket
kepada subjek. Peneliti melakukan penyebaran angket di
sekolah-sekolah tingkat dasar (SD), taman kanak-kanak (TK) serta di
tempat-tempat para orang tua berkumpul seperti sekolah minggu,
homeschooling
, serta tempat les. Hal tersebut dilakukan sebagai
efisiensi waktu dalam penyebaran angket.
Penyebaran angket dilakukan dalam 2 cara, yang pertama dengan
menitipkan ke beberapa rekan peneliti yang memiliki akses langsung
ke subjek penelitian. Cara kedua adalah peneliti langsung
menyebarkan angket ke subjek penelitian.
Angket diberikan kepada subjek dalam keadaan tertutup di dalam
amplop. Baik amplop maupun angket tidak diberi kode apapun.
Kemudian subjek diminta untuk mengisi angket di rumah, dan angket
dikembalikan kepada peneliti atau rekan peneliti keesokan harinya.
Hal tersebut dilakukan agar subjek tidak terburu-buru dalam mengisi
angket, sehingga diharapkan mampu menggali data perilaku seksual
sebanyak mungkin. Selain itu, dengan mengisi angket di rumah, maka
subjek diharapkan dapat lebih rileks dan privasinya terjaga. Hal ini
juga mampu meminimalisir
social desirability
. Jumlah total angket
yang tersebar adalah sebanyak 601 angket.
Angket dikembalikan kepada peneliti atau rekan peneliti harus
dalam kondisi tertutup rapat (amplop dalam kondisi terekat lem).
Tujuan dari hal tersebut adalah untuk menjaga privasi subjek serta
kerahasiaan data. Jumlah total angket yang kembali adalah sebanyak
217 angket.
32
ditemukan. Proses pengkodean dilakukan dengan bersama beberapa
teman peneliti, maupun dilakukan oleh peneliti sendiri.
B.
Hasil Penelitian
[image:49.595.100.541.266.753.2]Pengkodean dilakukan sebanyak 11 kali pertemuan. Berdasarkan
proses
open coding
, ditemukan 183 tema perilaku.
Tabel 2. Tema
Open Coding
No
Tema
1
Memperlihatkan alat kelamin ke orang lain (dikenal)
2
Memperlihatkan alat kelamin ke orang lain
3
Memperlihatkan alat kelamin ke lawan jenis
4
Anak senang alat kelaminnya membesar
5
Menggambar alat kelamin
6
Menggunakan istilah pengganti untuk menyebut alat kelamin
7
Penasaran dengan alat kelamin lawan jenis
8
Penasaran dengan aktifitas lawan jenis di ruang ganti
9
Berusaha menarik perhatian lawan jenis
10
Merasa tidak nyaman digoda lawan jenis
11
Menggoda lawan jenis
12
Jahil pada lawan jenis
13
Membicarakan tubuh lawan jenis
14
Memiliki idola
15
Memiliki idola lawan jenis
16
Takut bicara tentang mens/mimpi basah
17
Bertanya tentang menstruasi
18
Berkelakar terkait menstruasi
19
Bisa menilai ganteng/cantik
20
Senang jika diperlakukan oleh lawan jenis yang menarik
21
Membandingkan kecantikan/ganteng lawan jenis
22
Berciuman dengan lawan jenis
23
Mencium teman
24
Mencium lawan jenis
25
Mencium karena gemas
26
Cipokan/ciuman
27
Mencium sesama jenis
28
Malu dicium lawan jenis
29
Malu dicium di depan umum/orang lain
30
Meraba alat kelamin sendiri
31
Memegang alat kelamin sendiri
32
Memegang/menyentuh alat kelamin orang lain
33
Memegang organ seksual teman (alat kelamin/payudara)
34
Menyentuh payudara ibu
35
Menempelkan alat kelamin ke orang lain (dikenal)
36
Berkata kotor (ngumpat/misuh)
37
Memplesetkan syair lagu menjadi kata2 kotor
38
Berkata kotor terkait seksualitas (alat kelamin,dll)
39
Menuliskan kata-kata kotor dan porno
40
Lebih suka bermain dengan lawan jenis
41
Berkomunikasi dengan lawan jenis
42
Berimajinasi tentang seksual
43
Beradegan intim dengan pacar
44
Hamil sebelum menikah
45
Merokok,dugem,minum-minuman keras
46
Ereksi ketika melihat / berkhayal tentang seksualitas
47
Pacok-pacokan
48
Menonton film porno
49
Melihat gambar porno
50
Membaca majalah porno
51
Membuat film porno
52
Bercanda dengan topik organ seksual
53
Belum berhati-hati saat bersikap (duduk, jongkok)
54
Berpelukan
55
Meminta berpelukan setelah mandi
56
Berhubungan seks
57
Merangkul orang yang disenangi
58
Meminta mandi bersama
59
Bermain peran
60
Bermain dokter-dokteran
61
Bermain manten-mantenan
62
Merasa cemburu
63
Menyentuh pantat orang dengan sengaja
64
Bercerita atau curhat ke ortu tentang lawan jenis
65
Mengerti istilah porno
66
Berdiskusi seksualitas
34
68
Merasa malu habis mandi tidak pakai baju
69
Merasa malu dengan lawan jenis yang menarik
70
Merasa malu bermain dengan lawan jenis
71
Bertanya mengenai penampilannya
72
Bertanya tentang kehamilan
73
Mengikuti teman yang disukai
74
Cepat mengingat materi pubertas
75
Bertanya anak belum cukup umur belum boleh pacaran
76
Paham tentang alat kontrasepsi (kondom)
77
Menyimpan alat kontrasepsi (kondom)
78
Membuat kriteria pasangan
79
Menginginkan alat kelamin lawan jenis
80
Mengaku pacar pada lawan jenis yang dianggap menarik
81
Membelai rambut teman
82
Merasa malu/tidak mau bersalaman dengan lawan jenis
83
Menulis surat cinta ke teman yang disukai
84
Ingin dekat terus dengan lawan jenis dewasa
85
Mencari perhatian lawan jenis
86
Berdandan untuk menarik perhatian lawan jenis
87
Mengatakan tidak sopan pada adegan seronok
88
Menyukai lawan jenis (naksir)
89
Menyatakan suka pada lawan jenis
90
Menjadi korban pelecehan seksual
91
Mengintip pakaian dalam perempuan
92
Mengintip lawan jenis di WC/ kamar ganti
93
Mengintip orang ML
94
Mencolek lawan jenis
95
Bertanya mengenai alat kelamin
96
Bertanya tentang payudara
97
Menendang alat kelamin
98
Berfoto tanpa memakai baju
99
Menonton tayangan yang menampilkan alat kelamin
100
Pura-pura memasukkan benda ke vagina
101
Minder dengan bentuk tubuhnya
102
Mengejek maho, banci, dll
103
Menggoda perempuan cantik
104
Menyatakan status pacaran dalam sosmed (FB)
105
Malu mengenakan baju minim/seksi
106
Bermain video game cabul
107
Bertanya tentang diperkosa
108
Tertarik dengan pakaian dalam
109
Memuji lawan jenis yang dianggap menarik
110
Mencium orang tua dengan mesra (deep kissing)
111
French kiss
112
Mencium orang dewasa
113
Melihat gambar porno dengan orang lain
114
Berperilaku sesuai peran jenisnya (laki-laki dan perempuan)
115
Bermain dengan sejenis kelamin
116
Bertanya tentana pernikahan
117
Boncengan sambil meluk
118
Berpakaian seksi
119
Berbicara dengan bahasa dewasa
120
Belum merasa malu kalau tidak berpakaian/berganti pakaian
121
Bertanya mengenai proses kelahiran/melahirkan
122
Bermain dengan alat kelamin sendiri
123
Menggesek-gesek kelamin dengan benda lain
124
Memeluk orang lain (yang dikenal)
125
Menggandeng/bergandengan tangan lawan jenis
126
Berdandan dan menggunakan aksesoris seprti orang dewasa
127
Mengkoleksi barang porno
128
Berbicara tentang alat kelamin
129
Bertanya tentang seksualitas(sperma,cium,dll)
130
Berdiskusi tentang lawan jenis
131
Menceritakan adegan porno
132
Mengomentari bentuk tubuh orang lain
133
Mengatakan tidak sopan pada gambar perpempuan yang
berpakaian minim
134
Menonton tayangan yang tidak seronok
135
Telanjang di depan orang
136
Bertanya tentang hubungan suami istri
137
Tertarik dengan alat kelamin hewan
138
Merasa malu belajar kelompok dengan lawan jenis
139
Bertanya tentang alat kelamin hewan
140
Mencolek payudara
141
Menerima pelukan/ciuman dari orang lain tanpa ijin
142
Ingin melindungi lawan jenis yang ditaksir
143
Senyum-senyum melihat cewe cantik
144
Paham tentang hubungan badan
145
Bertanya tentang asal-usul bayi
146
Memainkan alat kelamin depan teman
36
148
Masih sering tidak pakai pakaian dalam
149
Berbicara cinta-cintaan
150
Onani
151
Membandingkan alat kelamin dengan teman
152
Terangsang
153
Paham tentang perbedaan alat kelamin cowok dan cewek
154
Saling meraba tubuh
155
Memperlihatkan alat kelamin ke teman
156
Bermain alat kelamin engan teman (lomba
kencing-kencingan)
157
Membahas teman yang menarik secara fisik (cantik/ganteng)
158
Anak perempuan takut belum dapat haid
159
Saling mengejek antar lawan jenis
160
Membandingkan teman lawan jenis
161
Berpakaian sesuai jenis kelaminnya
162
Merasa malu ganti pakaian di depan orang
163
Penasaran dengan sunat
164
Merasa malu/tidak nyaman duduk berdampingan dengan
lawan jenis
165
Merasa malu jika ke belakang dilihat orang lain
166
Mengetahui/bisa menilai seksi
167
Menirukan adegan porno
168
Meminjam vcd porno
169
Mendownload konten porno
170
Browsing/mengakses konten porno via internet
171
Berpacaran
172
Bicara istilah pacaran
173
Berpacaran sejenis kelamin
174
Paham tentang perbedaan jenis kelamin
175
Bermain sesuai peran jenis kelamin
176
Menyibak rok
177
Melorotin celana teman
178
Bergaya dan berperilaku seperti lawan jenis
179
Merasa malu jika bertemu/berhadapan dengan lawan jenis
180
Merasa malu ketika melihat orang pacaran/ciuman
181
Merasa malu ketika melihat pakaian dalam lawan jenis
182
Membuat simbol sex
Setelah proses
open coding
selesai, dilanjutkan dengan proses
axial
coding
yang bertujuan untuk mencari tema umum. Berdasarkan proses
a
xial coding
akhir , ditemukan
5 kategori besar, yaitu kategori “Perilaku”,
kategori “Non Perilaku”, “
Reaksi
terhadap
stimulus
seksual
”,
“
konsekuensi
dari Perilaku Seksual”, serta kategori “Lain
-
lain”.
Hasil penelitian terbagi ke dalam 4 kategori besar serta 1 kategori
“Lain
-
lain”.
Kategori besar yang pertama adalah
kategori “Perilaku”
(87,4%) yang terdiri
dari kategori “perilaku seksual anak” (83,1%),
kategori “perilaku terkait seksualitas” (2,9%), serta kategori “perilaku non
seksual” (1,4%).
Kategori besar kedua adalah kategori “Non Perilaku”
(7,4%) yang terdiri dari kategori “Pemahaman Anak terkait Seksualitas”
38
Persepsi Orang Tua dan Guru mengenai Perilaku Seksual Anak
Secara umum, peneliti menemukan bahwa orang tua dan guru memiliki
persepsi bahwa perilaku seksual anak tidak hanya perilaku seksual yang
senyatanya (sesuai dengan literatur yang ada), tetapi juga perilaki-perilaku non
seksual, perilaku yang terkait dengan seksualitas, serta pemahaman dan emosi
anak terkait seksualitas. Selain itu, orang tua dan guru juga mempersepsikan
reaksi seksual seperti ereksi, ataupun akibat dari perilaku seksual seperti hamil
juga merupakan perilaku seksual anak.
1.
Kategori “Perilaku”
Kategori ini memiliki persentase sebesar 87,4%. Kategori ini
terdiri dari kategori Perilaku Seksual Anak (83,1%), Perilaku Anak terkait
Seksualitas (5%), serta kategori Perilaku Non-Seksual (1,4%).
Secara umum, orang tua mempersepsikan perilaku seksual tidak
hanya perilaku yang benar-benar perilaku seksual anak, tetapi juga
perilaku anak yang ada kaitannya dengan seksualitas hingga perilaku yang
sama sekali tidak ada kaitannya dengan seksualitas.
a.
Perilaku Seksual Anak
Kategori “Perilaku Seksual Anak” menjadi kategori dengan
40
Tabel 3. Perilaku Seksual Anak Tanpa Pasangan (
Solitary
)
Solitary
Arousal
Persentase
Non Arousal
Persentase
melihat pornografi
6,4%
bergaya seperti orang
dewasa
5,0%
melihat tayangan
seronok
3,8%
berpakaian seksi
3,1%
membaca majalah porno 1,3%
berdandan dan menggunakan
aksesoris seperti orang
dewasa
1,9%
browsing dan download
konten porno
1,3%
memperhatikan
penampilan diri
0,4%
bermain game porno
0,1%
mengkoleksi barang porno
0,6%
masturbasi
1,1%
menyimpan alat
kontrasepsi
0,1%
onani
0,1%
menyentuh alat kelamin
3,2%
menggesekkan alat
kelamin ke benda
1,0%
menyentuh alat kelamin
sendiri
3,2%
berimajinasi seksual
0,7%
penis envy
0,3%
menggambar alat
kelamin
0,5%
mengenali identitas gender
4,1%
memperlihatkan
organ seksual
0,2%
berperilaku sesuai jenis
kelaminnya
1,8%
berfoto tanpa memakai
baju
0,2%
berperilaku seperti lawan
jenis
2,3%
menyukai lawan jenis
1,3%
berbahasa seksual
5,6%
menulis surat cinta ke
lawan jenis yang
disukai
1,3%
menggunakan istilah
pengganti untuk menyebut
alat kelamin
0,4%
mencoba memasukkan
benda ke vagina
0,1%
berkata kotor terkait
seksualitas
5,3%
tertarik dengan pakaian
dalam
0,4%
Total
10,4%
Total
19,8
%
Perilaku seksual soliter berisi perilaku-perilaku seksual anak yang
dilakukan sendiri,atau tanpa partner. Perilaku tersebut dapat bersifat
menimbulkan hasrat seksual (
arousal
) ataupun tidak (
non arousal
).
Menurut para orang tua dan guru, perilaku seksual soliter yang bersifat
arousal
merupakan perilaku anak yang dilakukan atas dasar adanya
dorongan seksual atau ketika dilakukan menimbulkan dorongan
seksual. Contoh perilaku yang masuk dalam kategori ini adalah
menonton film porno, masturbasi, atau menulis surat cinta ke teman
yang disukai.
“Anak orang lain (ibunya cerita pada saya), anaknya 3 (11tahun, 9 th dan 5 th). Sering ditinggal ortu kerja, mereka main ke rumah tetangganya (tetangga sudah remaja, baru nonton film porno). Kakak beradik 3 orang tersebut tidak sengaja ikut nonton dan akhirnya malah dipinjami CD oleh tetangganya terus mereka menonton lagi film porno di rumah mereka sendiri secara sembunyi-sembunyi.” (124.d)
“Anak laki-laki onani diam-diam sambil liat gambar TTS porno.” (146.n)
“Surat menyurat antar kelas dengan lawan jenisnya isinya masalah cinta.” (175.d)
Sedangkan perilaku seksual anak
non-arousal
dipersepsikan oleh
para orang tua dan guru sebagai perilaku seksual anak yang dilakukan
tanpa partner, dan tanpa tendensi dorongan seksual ketika perilaku
tersebut dilakukan. Contoh perilaku pada kategori ini adalah perilaku
bergaya seperti orang dewasa, berperilaku seperti lawan jenis, atau
menggunakan istilah pengganti untuk menyebut alat kelamin.
“Wanita, usia 9,5 tahun senang memakai baju agak seksi biar seperti kakaknya.” (216.b)
42
“Masih menggunakan istilah-istilah pengganti seperti "titit, nenen, dsb".” (052.c)
Perilaku seksual anak dengan partner atau pasangan merupakan
kategori dengan persentase tertinggi sebesar 52,9%. Pasangan yang
dimaksud pada kategori terbagi 4 jenis yaitu orang dekat (orang tua,
guru, teman, keluarga), pasangan romantis (pacar), orang asing, serta
hewan. Pada kategori perilaku dengan pasangn orang dekat, perilaku
anak terbagi ke dalam 2 sifat, yaitu
arousal
dan
non arousal
. Akan
tetapi pada kategori perilaku seksual dengan pasangan romantis, orang
asing maupun hewan, perilaku yang muncul bersifat
arousal.
Pada kategori perilaku seksual dengan pasangan orang dekat,
subjek menyebutkan perilaku-perilaku yang bersifat
arousal
seperti
mencium teman atau keluarga, menyentuh alat kelamin orang lain,
melihat alat kelamin orang lain, berdiskusi seksualitas, dan sebagai
macamnya. Subjek menyebutkan perilaku-perilaku seksual anak yang
dilakukan dengan orang-orang dekat anak dan dirasa memiliki tendensi
dorongan seksual.
“Mencium teman putrinya di depan anak-anak putra.” (198.a)
“Menempel-nempelkan alat kelamin ke anak jenis kelamin lain.” (020.h)
seksualitas, bermain peran, atau bermain dengan teman sejenis
kelamin.
“Menanyakan apa itu menstruasi/haid?” (060.b)
[image:60.595.102.562.247.758.2]“Memainkan peran pacaran (pasangan laki-laki dan perempuan) dengan temannya / menggunakan Barbie.” (075.e)
Tabel 4. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Orang Dekat (
Partner
–
Close People
)
Partner
Close People (parent and friend)
Arousal Persentase Non Arousal Persentase
mencium 2,9% menyukai lawan jenis 6,0%
mencium teman lawan jenis 2,5% menyukai lawan jenis 2,9%
mencium orang tua dengan
mesra (deep kissing) 0,4% mencari perhatian lawan jenis 1,3%
melihat pornografi 0,4% menggoda lawan jenis 0,9%
melihat gambar porno dengan
orang lain 0,4% Menjahili lawan jenis 0,9%
memperlihatkan organ
seksual 1,4%
bertanya mengenai
seksualitas 7,7%
memperlihatkan alat kelamin
ke orang lain yang dikenal 1,2%
bertanya mengenai
istilah-istilah seksual 1,3%
telanjang di depan orang lain 0,3%
bertanya mengenai kehamilan, kelahiran, dan proses adanya bayi
2,7%
melihat organ seksual orang
lain 6,7%
bertanya mengenai organ
seksual 2,1%
berusaha melihat alat kelamin
orang tua 0,4% bertanya mengenai pacaran 0,1%
berusaha melihat aktifitas seksual lawan jenis di WC/ruang ganti
1,4%
bertanya mengenai perbedaan cara buang air kecil laki-laki dan perempuan
0,6%
berusaha melihat pakaian
44
berusaha melihat aktifitas
seksual orang dewasa 0,1%
bertanya mengenai hubungan
suami istri 0,4%
menyentuh organ seksual
orang lain 4,9% bertanya mengenai sunat 0,3%
menyentuh alat kelamin teman 1,2% bertanya mengenai alat kelamin
hewan 0,1%
menyentuh alat kelamin orang
tua 3,7% bermain dengan alat kelamin 0,6%
saling meraba tubuh 0,1% membandingkan alat kelamin
dengan teman 0,4%
memeluk 0,1%
menggunakan alat kelamin sebagai permainan (lomba kencing)
0,2%
meminta berpelukan dalam
kondisi telanjang 0,1% bermain peran 0,6%
menirukan adegan porno 1,9% bermain manten-mantenan 0,5%
berbahasa seksual 2,9% bermain dokter-dokteran 0,1%
berbincang terkait seksualitas 2,9% memeluk 1,5%
clinging dengan lawan jenis
dewasa 0,2%
memeluk orang lain yang
dikenal 1,5%
berusaha kontak fisik dengan
teman lawan jenis 4,2%
berusaha kontak fisik dengan
teman lawan jenis 0,8%
duduk berdesakan dengan
lawan jenis 1,7%
bermain dengan teman lawan
jenis 0,8%
bermain dengan teman lawan
jenis 1,8%
bermain dengan teman
sejenis kelamin 0,5%
bergandengan tangan dengan
teman lawan jenis 0,7% Total 17,8%
menyentuh bagian tubuh
teman lawan jenis 1,6%
mencolek teman lawan jenis 0,9%
menyentuh bagian tubuh teman
perempuan 0,5%
membelai rambut teman 0,2%
menempelkan alat kelamin
ke orang lain 0,2%
pacok-pacokan 4,2%
Total 31,5%
Selain dengan pasangan orang dekat, subjek juga menyebutkan
perilaku seksual anak dengan pasangan romantis. Pasangan romantis
yang dimaksud disini adalah kekasih. Perilaku seksual anak yang
disebutkan di sini merupakan perilaku yang cenderung dilakukan oleh
anak usia akhir (10 hingga 12 tahun).
Tabel 5. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Romantis (
Partner
–
Romantic Partner
)
Partner
Romantic Partner
Arousal Persentase
beradegan intim dengan pacar (pacaran seperti orang
dewasa) 0,8%
mencium 0,3%
cipokan/ciuman di leher 0,2%
french kiss 0,1%
memperlihatkan organ seksual 0,1%
membuat film porno 0,1%
memeluk 0,4%
merangkul orang yang disayang / pacar 0,2%
berboncengan sambil memeluk 0,2%
berpacaran 0,8%
berhubungan badan / intercourse 0,7%
[image:62.595.100.514.269.736.2]46
Contoh perilaku pada kategori tersebut adalah memeluk, mencium,
berpacaran dan sebagainya. Subjek cenderung menyebutkan perilaku
seksual yang biasa dilakukan oleh pasangan kekasih. Kategori perilaku
seksual anak yang dilakukan dengan pasangan romantis memperoleh
persentase sebesar 3%.
“Saat pulang sering terlihat ada noda cipok-cipokan.” (155.f) “Membuat film porno.” (041.n)
“Dari apa yang dilihatnya (hubungan intim orang tuanya) dia mulai coba-coba (punya pacar, pacaran di dekat rumahnya tapi gelap-gelapan). Kadang jalan-jalan dengan pacarnya sampai malam hari ddan tidak dilarang orang tuanya, ada yang pernah melihatnya berciuman dengan pacarnya dalam tingkah/pergaulan seperti orang dewasa. meski baru 5 SD, tapi payudaranya sudah kelihatan dan sudah menstruasi. badannya gemuk jadi mudah / dikira sudah remaja/dewasa.” (214.b)
Subjek juga menyebutkan beberapa perilaku yang termasuk ke
dalam kategori perilaku seksual anak dengan pasangan orang asing.
Pada kategori ini, subjek menyebutkan beberapa perilaku seksual anak
kepada orang asing. Kategori ini memperoleh persentase sebesar 0,5%.
Contoh perilaku pada kategori ini adalah memperlihatkan alat kelamin
ke orang yang tidak dikenal, menyentuh alat kelamin orang yang tidak
dikenal serta menerima pelukan dari orang asing.
Tabel 6. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Orang Asing
(
Partner
–
Strange People
)
Partner
Strange People
Arousal Persentase
memperlihatkan organ seksual 0,2%
memperlihatkan alat kelamin ke orang lain yang tidak dikenal 0,2%
menyentuh organ seksual orang lain 0,2%
menyentuh organ seksual orang lain tidak dikenal dengan
sengaja 0,2%
menerima pelukan/ciuman dari orang asing 0,1%
Total 0,5%
[image:64.595.102.527.209.623.2]48
Tabel 7. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Hewan (
Partner
–
Animal
)
Partner
Animal
Arousal Persentase
menyentuh alat kelamin 0,2%
menyentuh alat kelamin hewan 0,2%
Total 0,2%
b.
Perilaku Anak terkait Seksualitas
[image:65.595.99.505.206.702.2]Kategori “Perilaku Anak
terkait Seksualitas
”
berisi
perilaku-perilaku anak pada umumnya, tetapi ada kaitannya dengan seksualitas.
Kategori ini memiliki persentase sebesar 2,9%.
Tabel 8. Perilaku Anak terkait Seksualitas
Kategori Persentase
menendang alat kelamin 0,3%
bercanda dengan topik seksualitas 0,6%
memiliki idola 0,7%
berusaha melindungi lawan jenis yang ditaksir 0,2%
bicara istilah pacaran 0,3%
pakaian dalam terlihat ketika duduk 0,2%
bercerita ke orang tua mengenai lawan jenis 0,3%
membuat kriteria pasangan 0,2%
mengikuti teman yang disukai 0,2%
Total 2,9%
Gambar
Dokumen terkait
a) Memperbaiki kinerja. Diharapkan setelah mengikuti pelatihan kinerja dan produktivitas dari karyawan akan semakin meningkat dikarenakan peningkatan keterampilan dan pengetahuan.
Mikrofilaria hidup di dalam aliran darah dan saluran pembuluh limfe, dan sampai saat ini belum jelas sumber nutrisi cacing mikrofilaria, apakah cacing mikrofilria
Tabel 2 menunjukkan bahwa masih ada beberapa kabupaten di Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi daerah bidang komunikasi dan informatika yang rendah, ditunjukkan
Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat usia 17-30 tahun Desa Tigawasa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng terhadap perokok pasif termasuk kategori baik
Ekstensifikasi merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh UPPD Provinsi Wilayah XXII Bandung Timur untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah dengan melakukan
Spektrum IR dalam pellet KBR Penentuan struktur senyawa 1 dilanjutkan dengan menggunakan data spektrum 1 H-NMR seperti yang terlihat pada Tabel 3.1, yang menunjukkan
Aturan tenang pengadaan ini harus difahami oleh semua pihak yang tekait dengan proses pengadaan tersebut, tidak terkecuali pihak penyedia jasa. Penyedia jasa semestinya
Peraturan KPPU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan