• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi orang tua dan guru mengenai perilaku seksual anak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi orang tua dan guru mengenai perilaku seksual anak."

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU MENGENAI

PERILAKU SEKSUAL ANAK

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Arafiani Difka Putri

NIM: 089114102

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

(2)
(3)
(4)

iv

Motto

(5)

v

PERSEMBAHAN

Semua hasil kerja keras ini saya persembahkan untuk:

Tuhan Yang Maha Esa

Marwan Andy Kusumo Wibowo, S.Sos tercinta

Para dosenku

Teman-temanku tersayang

Dan seluruh pihak yang sudah mendorong saya untuk bisa menyelesaikan skripsi

ini

(6)
(7)

vii

PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU MENGENAI PERILAKU

SEKSUAL ANAK

Arafiani Difka Putri

ABSTRAK

Orang tua dan guru sering merasa cemas terhadap perilaku seksual anak mereka, apakah perilaku tertentu adalah normal atau tidak. Sayangnya, informasi ilmiah tentang perilaku seksual anak dalam budaya Asia dirasa masih kurang. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi awal terhadap perilaku seksual anak berdasarkan perspektif orang tua dan guru. Dengan menggunakan pendekatan adat, kuesioner terbuka dipakai untuk melihat perilaku seksual anak dari perspektif orang tua dan guru. Dua ratus tujuh belas orang tua dan guru menjawab kuesioner secara pribadi. Jawaban dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok, yaitu perilaku seksual anak (misalnya bertanya tentang seksualitas, perilaku voyeuristik, minat pada seks lainnya, menyentuh yang lain alat kelamin, dll) (83,1%), pengetahuan tentang seksualitas (misalnya mengerti tentang identitas gender, mengerti tentang orang lain seks secara fisik menarik, dll) (5% ), perilaku yang berkaitan dengan seksualitas (2,9%), emosi yang berkaitan dengan seksualitas (2,4%), perilaku non-seksual (1,4%), konsekuensi dari perilaku seksual (0,4%), respon terhadap perilaku seksual (0,1%), dan lainnya (2,9%). Temuan ini memberikan informasi empiris tentang perilaku seksual anak berdasarkan perspektif orangtu dan guru di Indonesia. Hal ini dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang perilaku seksual anak dan latar belakang budaya, yang pada gilirannya dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana konteks budaya mempengaruhi persepsi tentang perilaku seksual anak.

Kata Kunci: perilaku seksual, anak, orang tua, guru, Indonesia

(8)

viii

INDONESIAN PARENT AND TEACHER PERSPECTIVE ON CHILD

SEXUAL BEHAVIOR

Arafiani Difka Putri

ABSTRACT

Frequently parents are anxious on their child sexual behavior, whether a certain behavior is normal or not. Unfortunately, there is lack of scientific information on child sexual behavior in Asian culture. This study aims at giving early information on child sexual behavior based on the perspective of parent and teacher. Using an indigenous approach, an open ended

questionnaire was employed to tap child sexual behavior from parent and teacher’s

perspective. Two hundred and seventeen parents and teachers answered the questionnaire privately. Answers could be categorized into some groups e.i. child sexual behavior (e.g.

asking about sexuality, voyeuristic behavior, interest in other sex, touching other’s genitalia,

etc) (83.1%), knowledge on sexuality (e.g. understood about gender identity, understood about

others sex’s physical appealing, etc) (5%), behavior related to sexuality (2.9%), emotion related to sexuality (2.4%), non-sexual behavior (1.4%), consequence of sexual behavior (0.4%), response to sexual behavior (0.1%), and others (2.9%). This finding gives an empirical information on child sexual behavior based on Indonesian parent and teacher perspective. It can provide a more complete picture of child sexual behavior and its cultural background, which in turn could give a better understanding on how the cultural context affects perceptions about child sexual behavior.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Atas Nama Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya penulisan skripsi yang

berjudul “

PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU MENGENAI PERILAKU

SEKSUAL ANAK

dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

kesarjanaan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik melalui bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karenanya, izinkanlah penulis untuk mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa memberikan rahmat dan

berkahnya melalui segala kesulitan dan bantuan yang diberikan-Nya.

2.

Ibu Dekan Dr. Ch. Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing akademik.

3.

Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4.

Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan arahan, masukan, nasihat dan dorongan kepada

penulis.

(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.

Latar Belakang... ... 1

B.

Rumusan Masalah... ... 4

C.

Tujuan Penelitian...

4

D.

Manfaat Penelitian...

4

1.

Manfaat Teoritis...

4

(13)

xiii

BAB II LANDASAN TEORI... 6

A.

Persepsi ... 6

1.

Definisi Persepsi... 6

2.

Proses Persepsi... 7

3.

Persepsi dan Budaya... 8

B.

Orang Tua dan Guru... 10

1.

Orang Tua... 10

2.

Guru... 11

C.

Anak... 12

1.

Pengertian Anak... 12

2.

Perkembangan Seksual Anak... 13

D.

Perilaku Seksual Anak...

14

1.

Seksualitas dan Nilai-Nilai... 14

2.

Perilaku Seksual... 15

3.

Perilaku Seksual Anak... 17

4.

Jenis-jenis Perilaku Seksual Anak... 18

E.

Persepsi Masyarakat Indonesia mengenai Seksualitas...

20

1.

Sexual Knowledge

...

21

(14)

xiv

3.

Homosexuality and Bisexuality...

22

F.

Persepsi Orang Tua dan Guru di Indonesia mengenai Perilaku Seksual

Anak...

23

BAB III METODE PENELITIAN... 25

A.

Metode Penelitian... 25

B.

Jenis Penelitian...25

C.

Fokus Penelitian... 25

D.

Desain Penelitian... 26

1.

Karakteristik Subjek... 26

2.

Teknik Sampling... 26

3.

Instrumen Penelitian... 26

4.

Prosedur Pengambilan Data... 27

5.

Analisis Data... 27

6.

Kredibilitas... 28

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 29

A.

Pelaksanaan Penelitian... 29

1.

Persiapan Penelitian...

29

2.

Pelaksanaan Penelitian...

30

B.

Hasil Penelitian ... 32

(15)

xv

BAB V PENUTUP... 60

A.

Kesimpulan... 60

B.

Saran Penelitian... 61

DAFTAR PUSTAKA... 62

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis-jenis Perilaku Seksual Anak... 20

Tabel 2. Tema

Open Coding...

... 32

Tabel 3. Perilaku Seksual Anak Tanpa Pasangan (

Solitary

)... 40

Tabel 4. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Orang Dekat

(Partner

Close People)

...

43

Tabel 5. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Romantis

(Partner

Romantic Partner)

...

45

Tabel 6. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Orang Asing

(Partner

Strange People)

...

47

Tabel 7. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Hewan

(Partner

Animal)... 48

Tabel 8. Perilaku Anak terkait Seksualitas... 48

Tabel 9. Perilaku Non-Seksual... 50

Tabel 10. Pemahaman Anak terkait Seksualitas... 51

Tabel 11. Emosi Anak terkait Seksualitas... 51

Tabel 12. Reaksi terhadap Stimulus Seksual... 53

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Orang tua dan guru merupakan pihak-pihak yang paling sering

bersentuhan dengan anak. Mereka memiliki peran yang penting di dalam

kehidupan anak. Kehangatan, keterbukaan dan penerimaan orang tua

berpengaruh terhadap pembentukan perilaku dan karakteristik anak (Taris

&Semin, 1998). Pada awal kehidupannya, perilaku anak terbentuk dari

penerimaan serta modeling dari orang-orang terdekat (Santrock, 1995).

Keduanya merupakan pihak-pihak yang dapat menghabiskan

waktu dengan anak lebih banyak dari pihak lainnya. Orang tua dapat

menghabiskan waktu lebih dari 12 jam bersama anak, sedangkan guru

dapat menghabiskan waktu hingga 8 jam sehari (Larsson, 2001). Oleh

sebab itu, mereka menjadi pihak-pihak yang paling mudah mengobservasi

perilaku anak (Kaeser, 2000).

(19)

2

“Anak lelaki saya (7) baru masuk SD tahun ini. Yang jadi masalah, saya pernah memergokinya sedang memegang-megang alat kelaminnya dan sepertinya dia menikmati hal itu. Saya kaget dan sempat memarahinya agar dia tidak melakukan hal itu lagi. Tapi saya jadi khawatir, kalau saya marahi, dia akan diam-diam melakukan hal itu lagi tanpa sepengetahuan saya” (Tabloid Nova, 21 November 2009)

Respon tersebut dapat muncul sebagai akibat dari adanya persepsi

tertentu yang dimiliki orang tua dan guru mengenai seksualitas anak-anak.

Orang tua dan guru menganggap bahwa anak-anak tidak seharusnya

memiliki perhatian terhadap seksualitas. Oleh karena itu mereka seringkali

menganggap sentuhan-sentuhan anak pada alat kelamin adalah hal yang

tidak tepat (Kellog, 2004). Respon yang seringkali muncul adalah

memarahi anak, menyuruh mereka untuk tidak melakukannya lagi, malu,

atau melabeli anak sebagai “anak mesum”, atau “bermasalah”.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Postman, Bruner dan

McGinnies, nilai-nilai yang dianut oleh seseorang dapat mempengaruhi

persepi yang terbentuk (Vernon, 1962). Suatu kondisi dapat terlihat dan

direspon berbeda oleh orang dengan nilai estetika, agama, sosial dan

ketertarikan filosofis yang berbeda. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia

dengan budaya, nilai kepercayaan dan nilai sosial tertentu mengenai

seksualitas dapat berpengaruh terhadap persepsi mereka mengeai perilaku

seksual anak.

(20)

orang lain (Rathus, Nevid & Rathus, 2008). Selain itu, masa kanak-kanak

adalah masanya bermain dan mengeksplorasi. Anak menjadi sangat

penasaran kepada segala hal, termasuk tubuhnya dan tubuh orang lain

(Trowell dalam Sandnabba, Mallin Wannos & Krook, 2003). Pada masa

awal anak-anak, seorang anak juga mulai membangun identitas

kelaminnya (Santrock, 1995).

Menurut Thigpen, Pinkston dan Mayefsky dalam Thingpen (2009)

respon masyarakat mengenai perilaku seksual anak yang tidak tepat

seperti pelabelan (

mislabelling

) kepada anak. Pada akhirnya dapat

mengakibatkan kesalahan tritmen atau dalam jangka panjang, membuat

anak mengalami tekanan sosial tertentu akibat label

sex offender

yang

telah menempel pada dirinya. Oleh karena itu mereka tidak akan bereaksi

berlebihan pada perilaku yang sebenarnya normal. Atau sebaliknya,

bertindak permisif pada perilaku yang mengindikasikan adanya

penyimpangan.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu diadakan penelitian

terkait persepsi orang tua dan guru terhadap perilaku seksual anak. Tujuan

penelitian ini adalah mengetahui pandangan orang tua dan guru mengenai

perilaku seksual anak.

(21)

4

membangun identitas kelaminnya sebagai akibat dari perkembangan

fisiologisnya (Kaeser, DiSalvo & Moglia, 2000).

B.

Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah

Bagaimanakah persepsi orang tua dan guru

mengenai perilaku seksual anak Indonesia?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

Mengetahui persepsi orang tua

dan guru mengenai perilaku seksual anak Indonesia.

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

ilmu psikologi perkembangan, klinis, dan sosial khususnya terkait

pandangan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia mengenai perilaku

seksual anak.

(22)

2.

Manfaat Praktis

(23)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

Persepsi

1.

Definisi Persepsi

Dunia dan hal-hal yang terjadi di sekitar manusia tidak memiliki

makna intrinsik sampai seseorang memperhatikan dan memiliki

keterikatan terhadap hal tersebut. Persepsi merupakan proses menyeleksi,

mengorganisasi dan menginterpreasi suatu objek, kejadian, situasi, dan

aktifitas tertentu. Ketiganya merupakan proses yang terjadi dalam persepsi,

dan bersifat saling melengkapi, serta berkelanjutan. Hal ini disebabkan

karena persepsi terjadi secara terus menerus dalam hidup manusia dan

mempengaruhi perilaku manusia (Wood, 2009).

Proses seseorang mempersepsikan orang lain sangat dipengaruhi

oleh pengalaman masa lalu dan ekspektasinya terhadap orang yang dituju.

Seringkali, orang mempersepsikan apa yang ia harapkan untuk

dipersepsikan.

(24)

2.

Proses dalam Persepsi

Persepsi dapat terjadi melalui beberapa tahapan proses. Proses yang

terjadi dalam persepsi adalah seleksi, pengorganisasian, dan terakhir

adalah interpretasi makna. Proses ini dapat berlangsung secara simultan

ataupun

overlap

(Martin & Nakayama, 2007; Kelly dalam Wood, 2009).

2.1.

Seleksi

Pada tahap ini seseorang menaruh atau memfokuskan

perhatiannya terhadap suatu hal. Faktor-faktor yang mempengaruhi

pemilihan fokus ini adalah sifat dari stimuli tersebut, kepekaan kita,

serta variasi kejadian atau hal tersebut sehingga memaksa kita untuk

memperhatikan. Selain itu, proses seleksi juga banyak dipengaruhi

harapan, motivasi, atau kebutuhan dalam diri.

2.2.

Pengorganisasian

(25)

8

2.3.

Interpretasi

Interpretasi merupakan proses pemberian makna dalam persepsi.

Interpretasi bersifat subjektif karena pada prosesnya sangat

dipengaruhi pengetahuan, motivasi, harapan dan karakter personal

seseorang.

3.

Persepsi dan Budaya

Lingkungan sosial budaya memiliki pengaruh yang besar terhadap

pembentukan persepsi seseorang (Martin & Nakayama, 2007). Budaya

mengarahkan bagaimana suatu hal diorganisasi dan diinterpretasi dalam

persepsi kita (West & Turner, 2009). Selain itu, budaya juga mengajarkan

nilai-nilai mengenai hal apa saja yang dianggap berarti dan apa yang tidak.

Pada akhirnya, seseorang akan membentuk pola persepsinya sendiri sesuai

dengan pengalaman dan pengetahuannya tersebut. Contohnya adalah pada

budaya Amerika individualisme, liberalisme, keterbukaan menjadi suatu

nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya, sehingga orang terbiasa

berkomunikasi secara terbuka. Kontak mata secara langsung ketika anak

dan orang tua berkomunikasi adalah salah satu sikap yang penting untuk

ditunjukkan. Hal tersebut menunjukkan kejujuran dan integrasi dalam

komunikasi.

(26)

kontak mata secara langsung ketika anak dan orang tua berkomunikasi

adalah tidak sopan (Martin &Nakayama, 2007).

Budaya terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, pemahaman dan

cara-cara menginterpretasi suatu hal yang dilakukan oleh sejumlah manusia

dalam jumlah besar (Wood, 2009). Hal tersebut kemudian membentuk

pola-pola asumsi pada setiap individu, dan pada akhirnya membentuk

pikiran, perasaan serta perilakunya.

Terkait dengan seksualitas, Wood (2011) menyatakan bahwa

seksualitas memiliki kaitan yang erat dengan budaya dan kepercayaan.

Keduanya memiliki ciri khas masing-masing yang membuat perilaku

seksual yang muncul dapat berbeda dari satu budaya ke budaya lain, dari

satu kepercayaan dengan kepercayaan lain. Budaya mengajarkan nilai-nilai

seksualitas, sikap dan perilaku seksual apa saja yang diterima, serta

pengetahuan seksual apa yang berlaku di budaya tersebut. Budaya dan

kepercayaan juga cenderung konstant dan tidak banyak perubahan dari

waktu ke waktu (Thigpen, 2009; Wellings, 2006; Sandnabba, 2003).

(27)

10

segala hal yang manusia alami. Pada akhirnya pemaknaan tersebut

membentuk pola asumsi di dalam pikiran setiap individu dan

mempengaruhi persepsinya (Samovar, Porter & McDaniel, 2010)

B.

Orang Tua dan Guru

Orang tua dan guru sama-sama memiliki peran penting dalam pendidikan

dan pengajaran anak. Sekolah dan rumah adalah 2 lingkungan yang

berpengaruh banyak bagi anak (Larsson & Svedin, 2002).

1.

Orang Tua

Orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan

anak. Eccles dalam Turner (2005) menyatakan bahwa pandangan orang

tua terhadap anak mempengaruhi perilaku anak, dan pada akhirnya turut

membangun pola persepsi pada anak. Hal ini terjadi karena persepsi orang

tua akan mengarahkan perilakunya kepada anak, baik disadari maupun

tidak. Contohnya adalah orang tua yang memiliki persepsi bahwa anak

laki-laki lebih kuat secara fisik daripada anak perempuan, akan

memperlakukan anak laki-laki lebih keras dan toleran terhadap sakit. Pada

akhirnya, sang anak laki-laki akan berperilaku dan membangun persepsi

bahwa dirinya lebih kuat dan tahan sakit dibanding anak perempuan.

(28)

hidup, pengetahuan yang dimiliki, serta penanaman nilai-nilai budaya

tempat orang tua teresebut tumbuh.

Keluarga adalah unit terkecil tempat anak belajar mengenai segala

hal, termasuk seksualitas. Orang tua memiliki tanggung jawab terbesar

untuk mengarahkan kesehatan seksual anak (Carlson & Tanner, 2006).

Menurut beberapa penelitian, pengetahuan seksualitas anak pertama

adalah mengenai identitas gendernya, dan hal tersebut dilakukan melalui

pembelajaran modeling atau identifikasi diri terhadap orang tua sejenis

kelamin (Santrock, 1995).

Menurut Golden (dalam Carlson & Tanner, 2006), orang tua juga

merupakan pihak pertama yang menyediakan pengetahuan dan sikap akan

seksualitas. Hal tersebut mempengaruhi bagaimana anak akan

menyalurkan rasa ingin tahunya tentang seksualitas. Anak prasekolah

belajar membentuk kelekatan dengan orang tua lawan jenis kelamin

sambil mengidentifikasi diri dengan orang tua sejenis kelamin (Wong,

Hockenberry-Eato, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2001).

2.

Guru

(29)

12

untuk proses belajar anak. Seorang guru harus mampu menghadapi

banyak anak sekaligus. Ia juga memiliki peran untuk membantu anak

belajar berdinamika dalam kelompok, memecahkan masalah, serta

berprestasi akademis (Bireda, 2011).

Di lingkungan sekolah, prestasi, motivasi, serta perkembangan

karakter anak banyak dipengaruhi oleh sikap guru. Menurut Holliday

(dalam Bireda, 2011), sebagaimana orang tua, persepsi guru berpengaruh

sangat besar terhadap anak. Persepsi positif terhadap anak mempengaruhi

bagaimana seorang guru akan bertutur kata, bersikap dan berpeilaku

terhadap anak. Penghargaan, rasa ketertarikan, serta dukungan positif

guru terhadap anak meningkatkan rasa percaya diri, rasa mampu,

membangun karakterpositif anak, dan pada akhirnya adalah mencapai

prestasi akademis (Berns, 2010).

C.

Anak

1.

Pengertian Anak

Anak adalah suatu periode yang terbentang setelah masa bayi

berakhir dan sebelum masa remaja. Menurut Gunarsa dan Yulia (2008),

masa anak-anak terbagi dalam 2 tahap, masa anak pra sekolah yaitu

antara usia 4 hingga 6 tahun, dan masa anak sekolah yaitu antara usia 6

hingga 12 tahun. Pada masa anak-anak, individu bertumbuh dengan

mempelajari dan mencoba untuk diterima oleh lingkungan.

(30)

2.

Perkembangan Seksual Anak

Pada anak-anak usia awal, seksualitas mereka terbagi dalam 2 tujuan

besar,

self-stimulation dan self-curiosity/exploration.

Sedangkan pada

anak pra remaja (10-12 tahun), aktifitas seksual mereka lebih terarah dan

bertujuan untuk bereksperimen dengan partner. Hal ini disebabkan

karena siring dengan peribahan kognitif, sosial, fisik, dan psikologis.

Pada usia tersebut terjadi perubahan hormonal yang cukup signifikan.

Perubahan tersebut membuat mereka menjadi lebih menyadari posisi

mereka sebagai

sexual being

. Pada masa pra remaja, laporan orang tua

cenderung berkurang karena anak menjadi lebih tertutup akan

seksualitasnya (McAnulty & Burnette, 2006).

2.1.

Masa Anak Pra Sekolah

(31)

14

Seiring dengan semakin matangnya indera pendengaran, bicara,

serta fungsi berpikir, kemampuan berkomunikasi anak secara lisan

juga semakin berkembang. Perkembangan fisik, kognitif, serta

derasnya arus informasi yang masuk, membuat anak-anak menjadi

sangat komunikatif, penasaran dan sering bertanya banyak hal, salah

satunya mengenai seksualitas (Gunarsa dan Yulia, 2008).

2.2.

Masa Anak Sekolah

Pada masa ini mulai terjadi stereotip gender. Stereotip

maskulinitas dan feminitas semakin meningkat di usia ini sehingga

anak merasa lebih nyaman berteman dengan sesama jenis kelamin

(Santrock, 1995). Selain itu anak mulai belajar membangun pola

persepsi berbasis gender, seperti anak perempuan lebih kalem

daripada anak laki-laki. Anak laki-laki lebih pintar olah raga

daripada anak perempuan.

D.

Perilaku Seksual Anak

1.

Seksualitas dan Nilai-nilai

(32)

budaya, sosial, dan kepercayaan tertentu. Perilaku, sikap, serta

pengalaman seksual seseorang sangat dipengaruhi tidak hanya oleh

perubahan fisik dan hormon, tetapi juga tradisi budaya dan kepercayaan

mereka.

Nilai-nilai masyarakat mempengaruhi sikap dan perilaku seksual

mana saja yang legal dan sah dilakukan oleh masyarakatnya. Nilai-nilai

juga mempengaruhi pandangan seseorang mengenaui seksualitas itu

sendiri.

2.

Perilaku Seksual

Secara umum, perilaku seksual adalah segala aktifitas seksual yang

bertujuan untuk membangkitkan gairah, atau dilakukan atas dasar

keinginan seksual. Perilakunya dapat sangat beragam, tetapi pada

dasarnya adalah adanya stimulasi ke area seksual. Akan tetapi, definisi

tersebut tidak seutuhnya berlaku pada perilaku seksual anak. Perilaku

seksual secara umum terbagi ke dalam 2 dimensi dilihat dari aspek

keterlibatan pasangan (Rathus, Nevid, & Rathus, 2008).

2.1.

Perilaku Seksual Soliter (

Solitary Sexual Behavior

)

(33)

16

terjangkitnya pernyakit menular seksual, ataupun sekedar melepas

bosan. Jenis aktifitasnya dapat sangat bergam. Masturbasi merupakan

salah satu bentuk dari perilaku seksual soliter yang paling umum.

2.2.

Perilaku Seksual dengan Pasangan (

Partner Sexual Behavior

)

Perilaku seksual yang melibatkan pasangan terdiri dari berbagai

macam perilaku. Secara beruntut, perilaku seksual dengan pasangan

terdiri dari beberapa episode :

a.

Foreplay

Foreplay

merupakan perilaku seksual non-koitus, seperti

berciuman,

cuddling, petting,

sentuhan ke bagian tubuh

atau

kontak oral-alat kelamin. Pola serta durasi

foreplay

dapat

beragam antara budaya tertentu.

b.

Koitus (

Sexual Intercourse

)

Koitus merupakan perilaku seksual yang dilakukan antara

laki-laki dan perempuan dengan cara memasukkan penis ke dalam

vagina. Koitus dilakukan dapat dengan melalui tahap

foreplay

ataupun tidak.

(34)

3.

Perilaku Seksual Anak

Menurut Kambouropoulos, Mitchell, Staiger, dan Tucci (2005),

perilaku seksual anak merupakan proses pengumpulan informasi

mengenai seksualitasnya. Anak mengeksplorasi tubuhnya dengan

menyentuh dan melihat, serta membicarakan topik seksual. Selain itu,

anak juga mempelajari peran jenis kelain dan perilaku berdasarkan

jenis kelamin.

Sedangkan menurut Kellog (2004) perilaku seksual terdiri dari

beragam aktivitas, termasuk di dalamnya menyentuh dan melihat alat

kelamin, serta berbicara mengenai topik seksual. Perilaku seksual

dapat melibatkan lebih dari satu anak, serta memiliki tipe dan

frekuensi yang berbeda tergantung pada usia anak (Johnson, 1998).

(35)

18

4.

Jenis-Jenis Perilaku Seksual Anak

[image:35.595.103.536.239.746.2]

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Friedrich (1998), Larsson

(2000), serta Lepage (2010), maka dapat diketahui jenis perilaku seksual

anak yang terjadi adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Jenis-jenis Perilaku Seksual Anak

No

Perilaku Seksual

1

ingin kontak tubuh setiap hari

2

menolak kontak tubuh

3

ingin terus dekat secara fisik (clinging)

4

malu ketika telanjang

5

berinisiatif memeluk orang dewasa yang bukan keluarga

6

mencoba menggunakan lidah ketika ciuman

7

berbicara tentang seks

8

menggunakan kata-kata berbau seksual

9

bereaksi kepada orang lain dengan kata-kata berbau seksual

10

melihat alat kelamin anak lainnya

11

mencoba melihat orang dewasa ketika tidak berpakaian

12

menunjukkan alat kelaminnya ke anak lain

13

mencoba mencopot baju anak lain

14

melihat gambar telanjang

15

malu ketika dilepas pakaiannya

16

bermain di luar rumah tanpa pakaian

17

menunjukkan alat kelaminnya ke orang dewasa

18

bermain dokter-dokteran

19

meniru hubungan seksual ketika bermain dengan boneka

20

meniru permainan seksual dengan anak lainnya

(36)

21

tertarik bermain seks dengan anak-anak

22

menggesekkan badan ke orang lain atau benda-benda

23

masturbasi dengan tangan

24

masturbasi dengan objek

25

mencoba menyentuh payudara ibu

26

mencoba menyentuh payudara perempuan dewasa lain

27

mencoba menyentuh alat kelamin ibu

28

mencoba menyentuh alat kelamin ayah

29

mencoba menyentuh alat kelamin perempuan dewasa lain

30

mencoba menyentuh alat kelamin laki-laki dewasa lain

31

mencoba menyentuh alat kelamin anak lainnya

32

berusaha membuat orang dewasa menyentuh alat kelamin si

anak

33

menyentuh alat kelaminnya di rumah

34

menyentuh alat kelaminnya di tempat umum

35

berdandan seperti lawan jenisnya

36

menggambar alat kelamin

37

ingin menjadi lawan jenisnya

38

berperan sebagai lawan jenis ketika bermain

39

bermain dengan alat main lawan jenisnya

40

meniru hubungan seksual

41

telanjang di depan orang lain

42

duduk dengan celana dalam terlihat

43

jika perempuan terlalu agresif, jika laki-laki sangat pasif

44

berdiri sangat dekat

45

malu dengan orang dewasa lawan jenis yang belum dikenal

46

mencoba melakukan hubungan seksual

47

menaruh mulut pada alat kelamin

48

mencoba menyentuh alat kelamin hewan

49

membuat suara-suara seksual

(37)

20

51

menaruh benda ke dalam vagina atau anus

52

mencium orang dewasa yang tidak dikenal

53

malu ketika melihat orang berciuman

54

sangat senang dengan laki-laki dewasa

55

berbicara dengan centil / menggoda

56

mencium anak lain

57

ingin menonton acara yang seronok

58

sangat tertarik dengan lawan jenis

59

menaruh mulut di payudara

E.

Persepsi Masyarakat Indonesia Mengenai Seksualitas

Indonesia merupakan negara dengan pengaruh agama serta kesukuan

yang kental. Agama Islam dan Kristen merupakan 2 agama yang mayoritas

dianut oleh masyarakat Indonesia. Indonesia juga terdiri dari beragam suku

yang memiliki nilai-nilai yang diyakini dan ditaati oleh masyarakatnya

(Pangkahila dalam Francoeur, 2004).

(38)

pembahasan yang tertutup, tabu untuk dibicarakan secara terbuka, dan

seseorang mempelajarinya berdasarkan pengalaman saja.

1.

Sexual Knowledge

Pada generasi lalu, masyarakat Indonesia memiliki pandangan

bahwa seksualitas merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan secara

terbuka (Francoeur & Noonan, 2004). Akan tetapi, sekitar tahun 80-an

hingga awal 90-an, pemerintah mulai menggalakkan pendidikan seksual

bagi kaum muda serta melakukan sosialisasi penggunaan alat kontrasepsi

(kondom). Hal tersebut menjadi titik tolak awal keterbukaan mengenai

seksualias. Kebijakan tersebut diambil sebagai respon atas meningkatnya

angka Penyakit Menular Seksual pada kaum muda.

(39)

22

2.

Autoerotic Behavior and Pattern

Dari sudut pandang moral dan budaya di Indonesia, autoerotis

sering dianggap dosa walaupada kenyataannya orang dewasa etap

melakukannya. Nilai-nilai agama yang masih sangat dijunjung tinggi oleh

masyarakat mengajarkan bahwa masturbasi merupakan perilaku seksual

yang salah dan berdosa (Francoeur & Noonan, 2004). Oleh karena itu,

masyarakat Indonesia memiliki persepsi bahwa perilaku autoerotis

merupakan perilaku seksual yang menyimpang.

Pada anak-anak, autoerotis juga dianggap abnormal oleh orang tua,

sekalipun mereka sering mendapati anak mereka berbuat demikian. Hal ini

disebabkan karena adanya kekhawatiran orang tua bahwa kelak anak

mereka akan berperilaku seksual abnormal. Auto erotis juga ditemukan

pada orang dewasa. Akan tetapi masih terjadi

misunderstanding

dan

misinformation

tentang autoerotis (Francoeur & Noonan, 2004).

3.

Homosexuality and Bisexuality

Secara umum, masyarakat Indonesia menganggap homoseksualitas

dan biseksualitas sebagai hal yang berdosa, dilarang, baik secara moral

dan agama. Hal ini didukung dengan nilai agama yang mensahkan

hubungan laki-laki dan perempuan, dan hanya pada pasangan yang terikat

perkawinan (Francoeur & Noonan, 2004).

(40)

F.

Persepsi Orang Tua dan Guru di Indonesia mengenai Perilaku Seksual

Anak

Budaya memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi. Pemaknaan

hal-hal di sekitar manusia merupakan proses pembelajaran dan pembuatan pola

sepanjang hidupnya (Wood, 2009). Proses tersebut yang pada akhirnya

membentuk pola persepsi seseorang, dan sifatnya subjektif. Persepsi

mempengaruhi pikiran, emosi dan perilaku seseorang terhadap orang lain atau

objek dan situasi di sekelilingnya (Wood, 2009; Martin & Nakayama, 2007).

Orang tua dan guru merupakan pihak-pihak yang berpengaruh besar

terhadap anak. Pada masa awal kanak-kanak, sebagian besar tindakan anak

sangat bergantung pada penerimaan pihak otoriternya, dalam hal ini orang tua

dan guru (Santrock, 1995). Keduanya menjadi pihak otoriter dalam

lingkungan rumah serta sekolah. Persepsi mereka terhadap anak merupakan

investasi dari harapan mereka akan bagaimana seharusnya anak berperilaku

(Turner, 2005; Johnston, 1996). Pada akhirnya persepsi mereka akan akan

mempengaruhi sikap, perasaan dan perilakunya terhadap anak.

(41)

24

Pada selanjutnya menyebabkan adanya tindakan-tindakan hukuman yang

diambil oleh keduanya untuk memperingatkan anak.

Hal ini menjadi kurang tepat, mengingat pada dasarnya anak terlahir

sebagai makhluk seksual (

sexual being

) (Rathus, Nevid & Rathus, 2008).

Selain itu, seiring pertumbuhan fisiknya serta perkembangan kognitifnya,

secara

alamiah

anak

akan

mengalami

perkembangan

seksual

(Kambouropoulos, Mitchell, Staiger & Tucci, 2005). Anak bertanya dan

mengeksplorasi

tubuhnya

sebagai

bentuk

keingintahuannya

terkait

seksualitas. Respon yang tidak tepat dari pihak-pihak signifikan anak

(

significant others

) dapat menyebabkan pelabelan yang berbahaya,

pemaksaan standar perkembangan yang tidak tepat bagi anak, hingga

kesalahan perlakuan (

maltreatment

) (Thingpen, 2009).

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat persepsi orang tua

dan guru mengenai perilaku seksual yang terjadi pada anak-anak mereka.

Tujuan dari penelitian ini agar dapat mengetahui pemahaman orang tua dan

guru mengenai perilaku seksual anak dan melakukan pembandingan dengan

acuan literatur mengenai perilaku seksual anak. Sehingga apabila terdapat

celah (

gap

) pemahaman terkait perilaku seksual anak, para akademisi dan

praktisi dapat memberikan sosialisasi lebih lanjut mengenai perilaku seksual

anak secara tepat.

(42)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Creswell

(2008), penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan yang digunakan

untuk penelusuran, serta mengeksplorasi dan memahami suatu gejala

sentral. Dalam penelitian ini peneliti akan melihat persepsi orang tua dan

guru di Indonesia mengenai perilaku seksual anak.

B.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksploratif. Penelitian

eksploratif biasa digunakan untuk meneliti sebuah fenomena yang masih

sedikit diketahui. Oleh karena itu, penelitian eksploratif biasanya tidak

banyak garis pedoman yan gharus diikuti serta tidak terlalu terstruktur.

Penelitian eksploratif biasa menggunakan metode kualitatif (Richey &

Klein, 2007).

C.

Fokus Penelitian

(43)

26

penelitian ini adalah persepsi orang tua dan guru mengenai perilaku

seksual anak. Fokus pada penelitian ini adalah melihat gambaran persepsi

orang tua dan guru mengenai perilaku seksual anak.

D.

Desain Penelitian

1.

Karakteristik Subjek

Karakteristik subjek pada penelitian ini adalah orang tua yang

memiliki anak usia 4 hingga 12 tahun, serta para pengajar Taman

Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar.

2.

Teknik Sampling

Teknik

sampling

yang digunakan adalah dengan

purposive

sampling

, yaitu penentuan sampel dengan mempertimbangkan

kriteria-kriteria tertentu yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai

dengan tujuan penelitian (Creswell, 2010), dalam hal ini adalah orang

tua yang memiliki anak usia 4 hingga 12 tahun serta pengajar TK dan

SD.

3.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah dengan kuesioner

terbuka. Pada kuesioner ini hanya terdapat 1 perintah pengerjaan.

Subjek diminta untuk menuliskan sebanyak-banyaknya perilaku

seksual anak di lingkungan mereka, yang mereka ketahui.

(44)

4.

Prosedur Pengambilan Data

Subjek diminta untuk menuliskan perilaku seksual pada anak yang

mereka ketahui atau pernah temui sebanyak-banyaknya. Daftar

perilaku kemudian dianalisis untuk dikelompokkan berdasarkan

kemiripan jenis perilaku.. Pengambilan data dihentikan hingga daftar

perilaku seksual anak yang muncul telah jenuh.

5.

Analisa Data

Data dianalisa dengan menggunakan analisis tematik, yaitu dengan

melakukan kategorisasi dan kontekstualisasi pada data yang sangat

bervariasi (Teddlie & Tashakkori, 2009). Daftar perilaku yang muncul

dikelompokkan berdasarkan kemiripan. Data akan dikelompokkan

melakui tahap

open coding

serta

axial coding.

(45)

28

6.

Kredibilitas

Kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan

peer debriefing,

yaitu peneliti meminta pendapat,

koreksi, klarifikasi, serta pengecekan ulang dari rekan peneliti lainnya

(Brink, Van der Walt, & Van Rensburg, 2006).

(46)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persepsi orang tua maupun guru mengenai perilaku seksual anak memiliki

pengaruh yang besar bagi anak itu sendiri. Persepsi orang tua maupun guru yang

tidak tepat mengenai perilaku seksual anak itu sendiri dapat menimbulkan dampak

negatif bagi anak. Hal ini disebabkan karena persepsi mereka akan mempengaruhi

respon perilaku dan emosi mereka terhadap anak. Oleh karena itu, diperlukan

suatu langkah untuk melihat bagaimana persepsi orang tua dan guru tentang

perilaku seksual anak. Tujuannya adalah agar dapat disusun sebuah langkah

preventif strategis yang berfokus pada pemberian pengetahuan yang tepat terkait

perilaku seksual anak.

A.

Pelaksanaan Penelitian

1.

Persiapan Penelitian

(47)

30

out

dilakukan kepada 4 orang tua, 2 guru SD dan 2 guru TK. Hal ini

dilakukan untuk mengecek ulang kesiapan angket sebelum akhirnya

disebar kepada subjek penelitian. Hasil

try out

menunjukkan bahwa

para subjek mampu memahami

informed consent

serta petunjuk

pengerjaan dengan baik.

Selain persiapan angket terbuka, peneliti juga mempersiapkan SOP

(

Standard Operating Procedure

). SOP tersebut digunakan oleh para

rekan peneliti yang membantu pengambilan data agar terdapat

keseragaman prosedur pengambilan data. SOP berisi penjelasan

singkat mengenai penelitian,

informed consent

, serta petunjuk

pengerjaan dan pengembalian angket dalam kondisi amplop tertutup

rapat. Hal ini dirasa perlu dilakukan untuk menjaga kerahasiaan data.

2.

Pelaksanaan Penelitian

Setelah persiapan dirasa cukup, peneliti mulai menyebar angket

kepada subjek. Peneliti melakukan penyebaran angket di

sekolah-sekolah tingkat dasar (SD), taman kanak-kanak (TK) serta di

tempat-tempat para orang tua berkumpul seperti sekolah minggu,

homeschooling

, serta tempat les. Hal tersebut dilakukan sebagai

efisiensi waktu dalam penyebaran angket.

Penyebaran angket dilakukan dalam 2 cara, yang pertama dengan

menitipkan ke beberapa rekan peneliti yang memiliki akses langsung

ke subjek penelitian. Cara kedua adalah peneliti langsung

menyebarkan angket ke subjek penelitian.

(48)

Angket diberikan kepada subjek dalam keadaan tertutup di dalam

amplop. Baik amplop maupun angket tidak diberi kode apapun.

Kemudian subjek diminta untuk mengisi angket di rumah, dan angket

dikembalikan kepada peneliti atau rekan peneliti keesokan harinya.

Hal tersebut dilakukan agar subjek tidak terburu-buru dalam mengisi

angket, sehingga diharapkan mampu menggali data perilaku seksual

sebanyak mungkin. Selain itu, dengan mengisi angket di rumah, maka

subjek diharapkan dapat lebih rileks dan privasinya terjaga. Hal ini

juga mampu meminimalisir

social desirability

. Jumlah total angket

yang tersebar adalah sebanyak 601 angket.

Angket dikembalikan kepada peneliti atau rekan peneliti harus

dalam kondisi tertutup rapat (amplop dalam kondisi terekat lem).

Tujuan dari hal tersebut adalah untuk menjaga privasi subjek serta

kerahasiaan data. Jumlah total angket yang kembali adalah sebanyak

217 angket.

(49)

32

ditemukan. Proses pengkodean dilakukan dengan bersama beberapa

teman peneliti, maupun dilakukan oleh peneliti sendiri.

B.

Hasil Penelitian

[image:49.595.100.541.266.753.2]

Pengkodean dilakukan sebanyak 11 kali pertemuan. Berdasarkan

proses

open coding

, ditemukan 183 tema perilaku.

Tabel 2. Tema

Open Coding

No

Tema

1

Memperlihatkan alat kelamin ke orang lain (dikenal)

2

Memperlihatkan alat kelamin ke orang lain

3

Memperlihatkan alat kelamin ke lawan jenis

4

Anak senang alat kelaminnya membesar

5

Menggambar alat kelamin

6

Menggunakan istilah pengganti untuk menyebut alat kelamin

7

Penasaran dengan alat kelamin lawan jenis

8

Penasaran dengan aktifitas lawan jenis di ruang ganti

9

Berusaha menarik perhatian lawan jenis

10

Merasa tidak nyaman digoda lawan jenis

11

Menggoda lawan jenis

12

Jahil pada lawan jenis

13

Membicarakan tubuh lawan jenis

14

Memiliki idola

15

Memiliki idola lawan jenis

16

Takut bicara tentang mens/mimpi basah

17

Bertanya tentang menstruasi

18

Berkelakar terkait menstruasi

19

Bisa menilai ganteng/cantik

20

Senang jika diperlakukan oleh lawan jenis yang menarik

21

Membandingkan kecantikan/ganteng lawan jenis

22

Berciuman dengan lawan jenis

23

Mencium teman

24

Mencium lawan jenis

25

Mencium karena gemas

26

Cipokan/ciuman

27

Mencium sesama jenis

(50)

28

Malu dicium lawan jenis

29

Malu dicium di depan umum/orang lain

30

Meraba alat kelamin sendiri

31

Memegang alat kelamin sendiri

32

Memegang/menyentuh alat kelamin orang lain

33

Memegang organ seksual teman (alat kelamin/payudara)

34

Menyentuh payudara ibu

35

Menempelkan alat kelamin ke orang lain (dikenal)

36

Berkata kotor (ngumpat/misuh)

37

Memplesetkan syair lagu menjadi kata2 kotor

38

Berkata kotor terkait seksualitas (alat kelamin,dll)

39

Menuliskan kata-kata kotor dan porno

40

Lebih suka bermain dengan lawan jenis

41

Berkomunikasi dengan lawan jenis

42

Berimajinasi tentang seksual

43

Beradegan intim dengan pacar

44

Hamil sebelum menikah

45

Merokok,dugem,minum-minuman keras

46

Ereksi ketika melihat / berkhayal tentang seksualitas

47

Pacok-pacokan

48

Menonton film porno

49

Melihat gambar porno

50

Membaca majalah porno

51

Membuat film porno

52

Bercanda dengan topik organ seksual

53

Belum berhati-hati saat bersikap (duduk, jongkok)

54

Berpelukan

55

Meminta berpelukan setelah mandi

56

Berhubungan seks

57

Merangkul orang yang disenangi

58

Meminta mandi bersama

59

Bermain peran

60

Bermain dokter-dokteran

61

Bermain manten-mantenan

62

Merasa cemburu

63

Menyentuh pantat orang dengan sengaja

64

Bercerita atau curhat ke ortu tentang lawan jenis

65

Mengerti istilah porno

66

Berdiskusi seksualitas

(51)

34

68

Merasa malu habis mandi tidak pakai baju

69

Merasa malu dengan lawan jenis yang menarik

70

Merasa malu bermain dengan lawan jenis

71

Bertanya mengenai penampilannya

72

Bertanya tentang kehamilan

73

Mengikuti teman yang disukai

74

Cepat mengingat materi pubertas

75

Bertanya anak belum cukup umur belum boleh pacaran

76

Paham tentang alat kontrasepsi (kondom)

77

Menyimpan alat kontrasepsi (kondom)

78

Membuat kriteria pasangan

79

Menginginkan alat kelamin lawan jenis

80

Mengaku pacar pada lawan jenis yang dianggap menarik

81

Membelai rambut teman

82

Merasa malu/tidak mau bersalaman dengan lawan jenis

83

Menulis surat cinta ke teman yang disukai

84

Ingin dekat terus dengan lawan jenis dewasa

85

Mencari perhatian lawan jenis

86

Berdandan untuk menarik perhatian lawan jenis

87

Mengatakan tidak sopan pada adegan seronok

88

Menyukai lawan jenis (naksir)

89

Menyatakan suka pada lawan jenis

90

Menjadi korban pelecehan seksual

91

Mengintip pakaian dalam perempuan

92

Mengintip lawan jenis di WC/ kamar ganti

93

Mengintip orang ML

94

Mencolek lawan jenis

95

Bertanya mengenai alat kelamin

96

Bertanya tentang payudara

97

Menendang alat kelamin

98

Berfoto tanpa memakai baju

99

Menonton tayangan yang menampilkan alat kelamin

100

Pura-pura memasukkan benda ke vagina

101

Minder dengan bentuk tubuhnya

102

Mengejek maho, banci, dll

103

Menggoda perempuan cantik

104

Menyatakan status pacaran dalam sosmed (FB)

105

Malu mengenakan baju minim/seksi

106

Bermain video game cabul

107

Bertanya tentang diperkosa

(52)

108

Tertarik dengan pakaian dalam

109

Memuji lawan jenis yang dianggap menarik

110

Mencium orang tua dengan mesra (deep kissing)

111

French kiss

112

Mencium orang dewasa

113

Melihat gambar porno dengan orang lain

114

Berperilaku sesuai peran jenisnya (laki-laki dan perempuan)

115

Bermain dengan sejenis kelamin

116

Bertanya tentana pernikahan

117

Boncengan sambil meluk

118

Berpakaian seksi

119

Berbicara dengan bahasa dewasa

120

Belum merasa malu kalau tidak berpakaian/berganti pakaian

121

Bertanya mengenai proses kelahiran/melahirkan

122

Bermain dengan alat kelamin sendiri

123

Menggesek-gesek kelamin dengan benda lain

124

Memeluk orang lain (yang dikenal)

125

Menggandeng/bergandengan tangan lawan jenis

126

Berdandan dan menggunakan aksesoris seprti orang dewasa

127

Mengkoleksi barang porno

128

Berbicara tentang alat kelamin

129

Bertanya tentang seksualitas(sperma,cium,dll)

130

Berdiskusi tentang lawan jenis

131

Menceritakan adegan porno

132

Mengomentari bentuk tubuh orang lain

133

Mengatakan tidak sopan pada gambar perpempuan yang

berpakaian minim

134

Menonton tayangan yang tidak seronok

135

Telanjang di depan orang

136

Bertanya tentang hubungan suami istri

137

Tertarik dengan alat kelamin hewan

138

Merasa malu belajar kelompok dengan lawan jenis

139

Bertanya tentang alat kelamin hewan

140

Mencolek payudara

141

Menerima pelukan/ciuman dari orang lain tanpa ijin

142

Ingin melindungi lawan jenis yang ditaksir

143

Senyum-senyum melihat cewe cantik

144

Paham tentang hubungan badan

145

Bertanya tentang asal-usul bayi

146

Memainkan alat kelamin depan teman

(53)

36

148

Masih sering tidak pakai pakaian dalam

149

Berbicara cinta-cintaan

150

Onani

151

Membandingkan alat kelamin dengan teman

152

Terangsang

153

Paham tentang perbedaan alat kelamin cowok dan cewek

154

Saling meraba tubuh

155

Memperlihatkan alat kelamin ke teman

156

Bermain alat kelamin engan teman (lomba

kencing-kencingan)

157

Membahas teman yang menarik secara fisik (cantik/ganteng)

158

Anak perempuan takut belum dapat haid

159

Saling mengejek antar lawan jenis

160

Membandingkan teman lawan jenis

161

Berpakaian sesuai jenis kelaminnya

162

Merasa malu ganti pakaian di depan orang

163

Penasaran dengan sunat

164

Merasa malu/tidak nyaman duduk berdampingan dengan

lawan jenis

165

Merasa malu jika ke belakang dilihat orang lain

166

Mengetahui/bisa menilai seksi

167

Menirukan adegan porno

168

Meminjam vcd porno

169

Mendownload konten porno

170

Browsing/mengakses konten porno via internet

171

Berpacaran

172

Bicara istilah pacaran

173

Berpacaran sejenis kelamin

174

Paham tentang perbedaan jenis kelamin

175

Bermain sesuai peran jenis kelamin

176

Menyibak rok

177

Melorotin celana teman

178

Bergaya dan berperilaku seperti lawan jenis

179

Merasa malu jika bertemu/berhadapan dengan lawan jenis

180

Merasa malu ketika melihat orang pacaran/ciuman

181

Merasa malu ketika melihat pakaian dalam lawan jenis

182

Membuat simbol sex

(54)

Setelah proses

open coding

selesai, dilanjutkan dengan proses

axial

coding

yang bertujuan untuk mencari tema umum. Berdasarkan proses

a

xial coding

akhir , ditemukan

5 kategori besar, yaitu kategori “Perilaku”,

kategori “Non Perilaku”, “

Reaksi

terhadap

stimulus

seksual

”,

konsekuensi

dari Perilaku Seksual”, serta kategori “Lain

-

lain”.

Hasil penelitian terbagi ke dalam 4 kategori besar serta 1 kategori

“Lain

-

lain”.

Kategori besar yang pertama adalah

kategori “Perilaku”

(87,4%) yang terdiri

dari kategori “perilaku seksual anak” (83,1%),

kategori “perilaku terkait seksualitas” (2,9%), serta kategori “perilaku non

seksual” (1,4%).

Kategori besar kedua adalah kategori “Non Perilaku”

(7,4%) yang terdiri dari kategori “Pemahaman Anak terkait Seksualitas”

(55)

38

Persepsi Orang Tua dan Guru mengenai Perilaku Seksual Anak

(56)

Secara umum, peneliti menemukan bahwa orang tua dan guru memiliki

persepsi bahwa perilaku seksual anak tidak hanya perilaku seksual yang

senyatanya (sesuai dengan literatur yang ada), tetapi juga perilaki-perilaku non

seksual, perilaku yang terkait dengan seksualitas, serta pemahaman dan emosi

anak terkait seksualitas. Selain itu, orang tua dan guru juga mempersepsikan

reaksi seksual seperti ereksi, ataupun akibat dari perilaku seksual seperti hamil

juga merupakan perilaku seksual anak.

1.

Kategori “Perilaku”

Kategori ini memiliki persentase sebesar 87,4%. Kategori ini

terdiri dari kategori Perilaku Seksual Anak (83,1%), Perilaku Anak terkait

Seksualitas (5%), serta kategori Perilaku Non-Seksual (1,4%).

Secara umum, orang tua mempersepsikan perilaku seksual tidak

hanya perilaku yang benar-benar perilaku seksual anak, tetapi juga

perilaku anak yang ada kaitannya dengan seksualitas hingga perilaku yang

sama sekali tidak ada kaitannya dengan seksualitas.

a.

Perilaku Seksual Anak

Kategori “Perilaku Seksual Anak” menjadi kategori dengan

(57)
[image:57.595.107.579.153.639.2]

40

Tabel 3. Perilaku Seksual Anak Tanpa Pasangan (

Solitary

)

Solitary

Arousal

Persentase

Non Arousal

Persentase

melihat pornografi

6,4%

bergaya seperti orang

dewasa

5,0%

melihat tayangan

seronok

3,8%

berpakaian seksi

3,1%

membaca majalah porno 1,3%

berdandan dan menggunakan

aksesoris seperti orang

dewasa

1,9%

browsing dan download

konten porno

1,3%

memperhatikan

penampilan diri

0,4%

bermain game porno

0,1%

mengkoleksi barang porno

0,6%

masturbasi

1,1%

menyimpan alat

kontrasepsi

0,1%

onani

0,1%

menyentuh alat kelamin

3,2%

menggesekkan alat

kelamin ke benda

1,0%

menyentuh alat kelamin

sendiri

3,2%

berimajinasi seksual

0,7%

penis envy

0,3%

menggambar alat

kelamin

0,5%

mengenali identitas gender

4,1%

memperlihatkan

organ seksual

0,2%

berperilaku sesuai jenis

kelaminnya

1,8%

berfoto tanpa memakai

baju

0,2%

berperilaku seperti lawan

jenis

2,3%

menyukai lawan jenis

1,3%

berbahasa seksual

5,6%

menulis surat cinta ke

lawan jenis yang

disukai

1,3%

menggunakan istilah

pengganti untuk menyebut

alat kelamin

0,4%

mencoba memasukkan

benda ke vagina

0,1%

berkata kotor terkait

seksualitas

5,3%

tertarik dengan pakaian

dalam

0,4%

Total

10,4%

Total

19,8

%

(58)

Perilaku seksual soliter berisi perilaku-perilaku seksual anak yang

dilakukan sendiri,atau tanpa partner. Perilaku tersebut dapat bersifat

menimbulkan hasrat seksual (

arousal

) ataupun tidak (

non arousal

).

Menurut para orang tua dan guru, perilaku seksual soliter yang bersifat

arousal

merupakan perilaku anak yang dilakukan atas dasar adanya

dorongan seksual atau ketika dilakukan menimbulkan dorongan

seksual. Contoh perilaku yang masuk dalam kategori ini adalah

menonton film porno, masturbasi, atau menulis surat cinta ke teman

yang disukai.

“Anak orang lain (ibunya cerita pada saya), anaknya 3 (11tahun, 9 th dan 5 th). Sering ditinggal ortu kerja, mereka main ke rumah tetangganya (tetangga sudah remaja, baru nonton film porno). Kakak beradik 3 orang tersebut tidak sengaja ikut nonton dan akhirnya malah dipinjami CD oleh tetangganya terus mereka menonton lagi film porno di rumah mereka sendiri secara sembunyi-sembunyi.” (124.d)

“Anak laki-laki onani diam-diam sambil liat gambar TTS porno.” (146.n)

“Surat menyurat antar kelas dengan lawan jenisnya isinya masalah cinta.” (175.d)

Sedangkan perilaku seksual anak

non-arousal

dipersepsikan oleh

para orang tua dan guru sebagai perilaku seksual anak yang dilakukan

tanpa partner, dan tanpa tendensi dorongan seksual ketika perilaku

tersebut dilakukan. Contoh perilaku pada kategori ini adalah perilaku

bergaya seperti orang dewasa, berperilaku seperti lawan jenis, atau

menggunakan istilah pengganti untuk menyebut alat kelamin.

“Wanita, usia 9,5 tahun senang memakai baju agak seksi biar seperti kakaknya.” (216.b)

(59)

42

“Masih menggunakan istilah-istilah pengganti seperti "titit, nenen, dsb".” (052.c)

Perilaku seksual anak dengan partner atau pasangan merupakan

kategori dengan persentase tertinggi sebesar 52,9%. Pasangan yang

dimaksud pada kategori terbagi 4 jenis yaitu orang dekat (orang tua,

guru, teman, keluarga), pasangan romantis (pacar), orang asing, serta

hewan. Pada kategori perilaku dengan pasangn orang dekat, perilaku

anak terbagi ke dalam 2 sifat, yaitu

arousal

dan

non arousal

. Akan

tetapi pada kategori perilaku seksual dengan pasangan romantis, orang

asing maupun hewan, perilaku yang muncul bersifat

arousal.

Pada kategori perilaku seksual dengan pasangan orang dekat,

subjek menyebutkan perilaku-perilaku yang bersifat

arousal

seperti

mencium teman atau keluarga, menyentuh alat kelamin orang lain,

melihat alat kelamin orang lain, berdiskusi seksualitas, dan sebagai

macamnya. Subjek menyebutkan perilaku-perilaku seksual anak yang

dilakukan dengan orang-orang dekat anak dan dirasa memiliki tendensi

dorongan seksual.

“Mencium teman putrinya di depan anak-anak putra.” (198.a)

“Menempel-nempelkan alat kelamin ke anak jenis kelamin lain.” (020.h)

(60)

seksualitas, bermain peran, atau bermain dengan teman sejenis

kelamin.

“Menanyakan apa itu menstruasi/haid?” (060.b)

[image:60.595.102.562.247.758.2]

“Memainkan peran pacaran (pasangan laki-laki dan perempuan) dengan temannya / menggunakan Barbie.” (075.e)

Tabel 4. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Orang Dekat (

Partner

Close People

)

Partner

Close People (parent and friend)

Arousal Persentase Non Arousal Persentase

mencium 2,9% menyukai lawan jenis 6,0%

mencium teman lawan jenis 2,5% menyukai lawan jenis 2,9%

mencium orang tua dengan

mesra (deep kissing) 0,4% mencari perhatian lawan jenis 1,3%

melihat pornografi 0,4% menggoda lawan jenis 0,9%

melihat gambar porno dengan

orang lain 0,4% Menjahili lawan jenis 0,9%

memperlihatkan organ

seksual 1,4%

bertanya mengenai

seksualitas 7,7%

memperlihatkan alat kelamin

ke orang lain yang dikenal 1,2%

bertanya mengenai

istilah-istilah seksual 1,3%

telanjang di depan orang lain 0,3%

bertanya mengenai kehamilan, kelahiran, dan proses adanya bayi

2,7%

melihat organ seksual orang

lain 6,7%

bertanya mengenai organ

seksual 2,1%

berusaha melihat alat kelamin

orang tua 0,4% bertanya mengenai pacaran 0,1%

berusaha melihat aktifitas seksual lawan jenis di WC/ruang ganti

1,4%

bertanya mengenai perbedaan cara buang air kecil laki-laki dan perempuan

0,6%

berusaha melihat pakaian

(61)

44

berusaha melihat aktifitas

seksual orang dewasa 0,1%

bertanya mengenai hubungan

suami istri 0,4%

menyentuh organ seksual

orang lain 4,9% bertanya mengenai sunat 0,3%

menyentuh alat kelamin teman 1,2% bertanya mengenai alat kelamin

hewan 0,1%

menyentuh alat kelamin orang

tua 3,7% bermain dengan alat kelamin 0,6%

saling meraba tubuh 0,1% membandingkan alat kelamin

dengan teman 0,4%

memeluk 0,1%

menggunakan alat kelamin sebagai permainan (lomba kencing)

0,2%

meminta berpelukan dalam

kondisi telanjang 0,1% bermain peran 0,6%

menirukan adegan porno 1,9% bermain manten-mantenan 0,5%

berbahasa seksual 2,9% bermain dokter-dokteran 0,1%

berbincang terkait seksualitas 2,9% memeluk 1,5%

clinging dengan lawan jenis

dewasa 0,2%

memeluk orang lain yang

dikenal 1,5%

berusaha kontak fisik dengan

teman lawan jenis 4,2%

berusaha kontak fisik dengan

teman lawan jenis 0,8%

duduk berdesakan dengan

lawan jenis 1,7%

bermain dengan teman lawan

jenis 0,8%

bermain dengan teman lawan

jenis 1,8%

bermain dengan teman

sejenis kelamin 0,5%

bergandengan tangan dengan

teman lawan jenis 0,7% Total 17,8%

menyentuh bagian tubuh

teman lawan jenis 1,6%

mencolek teman lawan jenis 0,9%

menyentuh bagian tubuh teman

perempuan 0,5%

membelai rambut teman 0,2%

menempelkan alat kelamin

ke orang lain 0,2%

pacok-pacokan 4,2%

Total 31,5%

(62)

Selain dengan pasangan orang dekat, subjek juga menyebutkan

perilaku seksual anak dengan pasangan romantis. Pasangan romantis

yang dimaksud disini adalah kekasih. Perilaku seksual anak yang

disebutkan di sini merupakan perilaku yang cenderung dilakukan oleh

anak usia akhir (10 hingga 12 tahun).

Tabel 5. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Romantis (

Partner

Romantic Partner

)

Partner

Romantic Partner

Arousal Persentase

beradegan intim dengan pacar (pacaran seperti orang

dewasa) 0,8%

mencium 0,3%

cipokan/ciuman di leher 0,2%

french kiss 0,1%

memperlihatkan organ seksual 0,1%

membuat film porno 0,1%

memeluk 0,4%

merangkul orang yang disayang / pacar 0,2%

berboncengan sambil memeluk 0,2%

berpacaran 0,8%

berhubungan badan / intercourse 0,7%

[image:62.595.100.514.269.736.2]
(63)

46

Contoh perilaku pada kategori tersebut adalah memeluk, mencium,

berpacaran dan sebagainya. Subjek cenderung menyebutkan perilaku

seksual yang biasa dilakukan oleh pasangan kekasih. Kategori perilaku

seksual anak yang dilakukan dengan pasangan romantis memperoleh

persentase sebesar 3%.

“Saat pulang sering terlihat ada noda cipok-cipokan.” (155.f) “Membuat film porno.” (041.n)

“Dari apa yang dilihatnya (hubungan intim orang tuanya) dia mulai coba-coba (punya pacar, pacaran di dekat rumahnya tapi gelap-gelapan). Kadang jalan-jalan dengan pacarnya sampai malam hari ddan tidak dilarang orang tuanya, ada yang pernah melihatnya berciuman dengan pacarnya dalam tingkah/pergaulan seperti orang dewasa. meski baru 5 SD, tapi payudaranya sudah kelihatan dan sudah menstruasi. badannya gemuk jadi mudah / dikira sudah remaja/dewasa.” (214.b)

Subjek juga menyebutkan beberapa perilaku yang termasuk ke

dalam kategori perilaku seksual anak dengan pasangan orang asing.

Pada kategori ini, subjek menyebutkan beberapa perilaku seksual anak

kepada orang asing. Kategori ini memperoleh persentase sebesar 0,5%.

Contoh perilaku pada kategori ini adalah memperlihatkan alat kelamin

ke orang yang tidak dikenal, menyentuh alat kelamin orang yang tidak

dikenal serta menerima pelukan dari orang asing.

(64)

Tabel 6. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Orang Asing

(

Partner

Strange People

)

Partner

Strange People

Arousal Persentase

memperlihatkan organ seksual 0,2%

memperlihatkan alat kelamin ke orang lain yang tidak dikenal 0,2%

menyentuh organ seksual orang lain 0,2%

menyentuh organ seksual orang lain tidak dikenal dengan

sengaja 0,2%

menerima pelukan/ciuman dari orang asing 0,1%

Total 0,5%

[image:64.595.102.527.209.623.2]
(65)

48

Tabel 7. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Hewan (

Partner

Animal

)

Partner

Animal

Arousal Persentase

menyentuh alat kelamin 0,2%

menyentuh alat kelamin hewan 0,2%

Total 0,2%

b.

Perilaku Anak terkait Seksualitas

[image:65.595.99.505.206.702.2]

Kategori “Perilaku Anak

terkait Seksualitas

berisi

perilaku-perilaku anak pada umumnya, tetapi ada kaitannya dengan seksualitas.

Kategori ini memiliki persentase sebesar 2,9%.

Tabel 8. Perilaku Anak terkait Seksualitas

Kategori Persentase

menendang alat kelamin 0,3%

bercanda dengan topik seksualitas 0,6%

memiliki idola 0,7%

berusaha melindungi lawan jenis yang ditaksir 0,2%

bicara istilah pacaran 0,3%

pakaian dalam terlihat ketika duduk 0,2%

bercerita ke orang tua mengenai lawan jenis 0,3%

membuat kriteria pasangan 0,2%

mengikuti teman yang disukai 0,2%

Total 2,9%

(66)

Gambar

Tabel 1. Jenis-jenis Perilaku Seksual Anak
Tabel 2. Tema Open Coding
Tabel 3. Perilaku Seksual Anak Tanpa Pasangan (Solitary)
Tabel 4. Perilaku Seksual Anak dengan Pasangan Orang Dekat ( Partner –
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Memperbaiki kinerja. Diharapkan setelah mengikuti pelatihan kinerja dan produktivitas dari karyawan akan semakin meningkat dikarenakan peningkatan keterampilan dan pengetahuan.

Mikrofilaria hidup di dalam aliran darah dan saluran pembuluh limfe, dan sampai saat ini belum jelas sumber nutrisi cacing mikrofilaria, apakah cacing mikrofilria

Tabel 2 menunjukkan bahwa masih ada beberapa kabupaten di Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi daerah bidang komunikasi dan informatika yang rendah, ditunjukkan

Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat usia 17-30 tahun Desa Tigawasa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng terhadap perokok pasif termasuk kategori baik

Ekstensifikasi merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh UPPD Provinsi Wilayah XXII Bandung Timur untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah dengan melakukan

Spektrum IR dalam pellet KBR Penentuan struktur senyawa 1 dilanjutkan dengan menggunakan data spektrum 1 H-NMR seperti yang terlihat pada Tabel 3.1, yang menunjukkan

Aturan tenang pengadaan ini harus difahami oleh semua pihak yang tekait dengan proses pengadaan tersebut, tidak terkecuali pihak penyedia jasa. Penyedia jasa semestinya

Peraturan KPPU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan