• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat pengetahuan dan iklan obat di media cetak terhadap minat beli obat bebas terbatas pengunjung apotek di Kota Yogyakarta : studi kasus Obat Batuk Woods dan Obat Flu Sanaflu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat pengetahuan dan iklan obat di media cetak terhadap minat beli obat bebas terbatas pengunjung apotek di Kota Yogyakarta : studi kasus Obat Batuk Woods dan Obat Flu Sanaflu."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN IKLAN OBAT DI MEDIA CETAK TERHADAP MINAT BELI OBAT BEBAS TERBATAS

PENGUNJUNG APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA (Studi kasus : Obat Batuk Woods® dan Obat Flu Ultraflu®)

Novia Melita NIM : 048114131

INTISARI

Saat ini pengobatan mandiri berkembang di masyarakat. Salah satu penyebab berkembangnya pengobatan mandiri di masyarakat dikarenakan banyaknya iklan obat di berbagai media. Masyarakat seharusnya dibantu dalam pemilihan obat agar penggunaannya efektif, bersifat obyektif dan lebih aman. Tujuan umum penelitian ini mengetahui karakteristik responden, hubungan tingkat pengetahuan iklan dan iklan obat di media cetak terhadap minat beli obat bebas terbatas pengunjung apotek di Kota yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional deskriptif dan cross sectional analitik menggunakan korelasi spearman dengan tingkat ketelitian 95%. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pengunjung apotik di Kota Yogyakarta yang berjumlah 128 orang.

Hasil yang didapat dari karakteristik responden yaitu responden yang paling banyak mengisi kuisioner adalah laki-laki sebesar 55%. Media cetak yang paling banyak dipilih responden yaitu koran sebesar 41%. Responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi paling banyak mengisi kuisioner yaitu 43%. Sebanyak 96% responden menjawab pernah/tidak sering melihat iklan obat di media cetak. Jenis media cetak yang paling banyak dibaca responden ialah koran dengan persentase 41%. Koefisien korelasi pada hubungan pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas terbatas sebesar 0,700. Hubungan iklan obat dengan minat beli obat bebas terbatas mempunyai koefisien korelasinya sebesar 0,692. Hubungan pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas terbatas dan hubungan iklan obat dengan minat beli obat bebas terbatas menunjukkan hubungan yang kuat.

Kata kunci : pengobatan mandiri, pengetahuan, iklan, minat beli.

(2)

ABSTRACT

Nowadays self medication has developed in our society. One of the factors is due to the growth of drugs’ advertising published in mass media. It is so to help people to understand morein selecting the effective, objective, and safer medication. The purpose of this research is to find out the relationship between level of knowledge and drugs' advertising on printed mass media toward non prescription drugs’ of pharmacy visitors' interest in Yogyakarta. In this research, non experiment which focused on decriptive cross sectional and cross sectional analytical by using spearman correlation with accuracy 95%. Furthermore, the data collection employed in this research was by quetionnaire distribution. Meanwhile, the subject of this research was the group of pharmacy's visitor in municipality of Yogyakarta. There were 13 pharmacies with 128 respondents.

This research resulted in the fact that 55% of male respondents. Another fact revealed was that 41 % of respondents prefered newspaper to other printed mass media. There were 43% respondents who in fact had a better comprehension toward the questionnairre given. This research also revealed that drugs’ advertising in printed mass media was often not read by 96 % respondents. The kind of printed mass media which was most read by the respondents was newspaper 45% as the percentage. Furthermore, the correlation coeficient of the knowledge of the drugs advertisement toward the purchasing interest of free drugs was 0,700. Moreover, the relationship between drugs advertising and the purchasing interest of free drugs’ was 0,692 as the correlation coeficient. Both revealed a strong relationship.

Keyword: self medication, knowledge, advertising, pharmacy visitors' interest.

(3)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN IKLAN OBAT DI MEDIA CETAK TERHADAP MINAT BELI OBAT BEBAS TERBATAS

PENGUNJUNG APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA (Studi kasus : Obat Batuk Woods® dan Obat Flu Ultraflu® )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Novia Melita

NIM : 048114131

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2008

(4)
(5)
(6)

PERSEMBAHAN

Untuk Jesus Christ, mama, papa (alm), dosen-dosenku,

teman-temanku, semua orang yang aku cintai

dan almamaterku

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu

percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan

dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara

itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini:

Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut ! hal itu

akan terjadi. Dan apa saja yang kamu minta dalam doa

dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.”

(Matthew 21 : 21 -22)

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan anugerah dan karunia-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Iklan Obat di Media Cetak Terhadap Minat Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta (Studi Kasus : Obat Batuk Woods® dan Obat Flu Ultraflu® )” dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi bukanlah hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, pembimbing utama dan dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan ijin kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

3. Romo Drs.P.Sunu Hardiyanta, S.J., M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, dukungan spiritual, saran dan pengarahan selama persiapan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

(10)

4. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si, Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukannya yang berharga.

5. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan dukungan, masukan yang berharga serta saran-sarannya.

6. BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang berkenan memberikan ijin penelitian kepada penulis.

7. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yang berkenan memberikan data apotek di Kota yogyakarta kepada penulis.

8. Apoteker, karyawan dan pemilik 13 apotek di Kota Yogyakarta, terima kasih atas ijin tempat untuk menyebarkan kuisioner.

9. Seluruh responden, terima kasih atas partisipasi dalam pengisian kuisioner dan semangatnya.

10. Mama dan Papa (alm) terima kasih telah memberikan doa, dorongan cepat lulusnya, cinta, semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Orang tua angkatku, Ibu dan Bapak Widagdo, terimakasih buat doa, dukungan dan semangatnya.

12. Bapak Ngudi, S.Ag, terimakasih atas dukungan dan semangatnya selama ini. 13. Warm Bees Club, Dewi, Uut, Yemi, Lia, terimakasih atas bantuan, dukungan,

keceriaan, semangat doa, kenangan dan kebersamaan yang tidak akan pernah terlupakan.

(11)

14. Teman-teman Kost ”Amakusa ” ( Jeny , Cipi, Decy, DK, Tata, Heny, Cendut, Nike, Nova, Mira, Indri, Dian, Titin, Flori, Reta, Putri, Ineke )

untuk dukungan, doa, keceriaan dan kebersamaan yang diberikan kepada penulis.

15. Teman-teman mantan kelas C angkatan 2004 dan FKK 2004, Novi, Apri, Arip, Selvi, Nike, Chika, Andrew, Duma dan teman lainnya terima kasih untuk doa, semangat, keceriaan dan kebersamaan selama ini.

16. Anak-anak basket, Frengky, Fandy, Tintus, Brian, dan teman lainnya, terimakasih atas keceriaannya dan dukungannya.

17. Sahabat-sahabatku, Jeny, Coyi, Dede, Meli, Memeh, Ferry, Hendro dan Pika untuk dukungan, doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.

18. Tegal Community, Karina, Okta, Ronald, Evina, Ayu, Yunita dan teman-teman lainnya, terimakasih atas keceriaan, dukungan dan semangatnya. 19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari sempurna karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun bagi perkembangan dunia kesehatan.

Penulis

(12)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN IKLAN OBAT DI MEDIA CETAK TERHADAP MINAT BELI OBAT BEBAS TERBATAS

PENGUNJUNG APOTEK DI KOTA YOGYAKARTA (Studi kasus : Obat Batuk Woods® dan Obat Flu Ultraflu®)

Novia Melita NIM : 048114131

INTISARI

Saat ini pengobatan mandiri berkembang di masyarakat. Salah satu penyebab berkembangnya pengobatan mandiri di masyarakat dikarenakan banyaknya iklan obat di berbagai media. Masyarakat seharusnya dibantu dalam pemilihan obat agar penggunaannya efektif, bersifat obyektif dan lebih aman. Tujuan umum penelitian ini mengetahui karakteristik responden, hubungan tingkat pengetahuan iklan dan iklan obat di media cetak terhadap minat beli obat bebas terbatas pengunjung apotek di Kota yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian cross sectional deskriptif dan cross sectional analitik menggunakan korelasi spearman dengan tingkat ketelitian 95%. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pengunjung apotik di Kota Yogyakarta yang berjumlah 128 orang.

Hasil yang didapat dari karakteristik responden yaitu responden yang paling banyak mengisi kuisioner adalah laki-laki sebesar 55%. Media cetak yang paling banyak dipilih responden yaitu koran sebesar 41%. Responden dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi paling banyak mengisi kuisioner yaitu 43%. Sebanyak 96% responden menjawab pernah/tidak sering melihat iklan obat di media cetak. Jenis media cetak yang paling banyak dibaca responden ialah koran dengan persentase 41%. Koefisien korelasi pada hubungan pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas terbatas sebesar 0,700. Hubungan iklan obat dengan minat beli obat bebas terbatas mempunyai koefisien korelasinya sebesar 0,692. Hubungan pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas terbatas dan hubungan iklan obat dengan minat beli obat bebas terbatas menunjukkan hubungan yang kuat.

Kata kunci : pengobatan mandiri, pengetahuan, iklan, minat beli.

(13)

ABSTRACT

Nowadays self medication has developed in our society. One of the factors is due to the growth of drugs’ advertising published in mass media. It is so to help people to understand morein selecting the effective, objective, and safer medication. The purpose of this research is to find out the relationship between level of knowledge and drugs' advertising on printed mass media toward non prescription drugs’ of pharmacy visitors' interest in Yogyakarta. In this research, non experiment which focused on decriptive cross sectional and cross sectional analytical by using spearman correlation with accuracy 95%. Furthermore, the data collection employed in this research was by quetionnaire distribution. Meanwhile, the subject of this research was the group of pharmacy's visitor in municipality of Yogyakarta. There were 13 pharmacies with 128 respondents.

This research resulted in the fact that 55% of male respondents. Another fact revealed was that 41 % of respondents prefered newspaper to other printed mass media. There were 43% respondents who in fact had a better comprehension toward the questionnairre given. This research also revealed that drugs’ advertising in printed mass media was often not read by 96 % respondents. The kind of printed mass media which was most read by the respondents was newspaper 45% as the percentage. Furthermore, the correlation coeficient of the knowledge of the drugs advertisement toward the purchasing interest of free drugs was 0,700. Moreover, the relationship between drugs advertising and the purchasing interest of free drugs’ was 0,692 as the correlation coeficient. Both revealed a strong relationship.

Keyword: self medication, knowledge, advertising, pharmacy visitors' interest.

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PRAKATA... vi

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan... 2

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 3

B. Tujuan Penelitian... 4

(15)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A. Pengetahuan... 5

B. Teori Sikap (Kognitif, Afektif dan Perilaku)... 5

C. Proses Keputusan Pembelian………. 7

D. Praktik atau Tindakan………...………. 9

E. Kelompok Usia ……….………..…….. 9

F. Penyakit Ringan……….… 10

G. H. Obat Woods®……….……… Obat Ultraflu®………..……….. 12 13 I. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas ... 13

J. Peraturan Periklanan Bidang Obat …………... 15

1. Kriteria etik promosi obat ... 15

2. Keputusan Menteri Kesehatan tentang informasi periklanan obat bebas ... 16

3. Kriteria periklanan obat bebas... 17

4. Surat Keputusan Kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang promosi obat... 18

5. Pedoman periklanan obat bebas yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.386/MENKES/SK/IV/1994... 19

K. Media Cetak... 20

1. Pengertian media cetak... 20

(16)

2. Karakteristik iklan media cetak………... 21

3. Jenis media cetak………...…. 21

L. Tujuan dan Fungsi Iklan………... 23

M. Model Iklan………...…... 23

N. Minat Beli……….. 24

1. Pengertian minat beli ……….………..….... 24

O. 2. Aspek minat beli……….... Landasan Teori... 25 25 M Hipotesis………....………... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 27

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian ... 28

C. Definisi Operasional ... 29

D. Subyek Penelitian ... 31

E. Tempat Penelitian... 32

F. Instrumen Penelitian…... 32

G. Tata Cara Penelitian... 33

1. Penelitian pendahuluan……….…. 33

2. Pembuatan kuisioner……….. 34

3. Uji validitas………..….. 36

4. Uji realibilitas………. 36

(17)

5. Penyebaran kuisioner………. 37

6. Uji normalitas………..…... 37

7. Pengolahan hasil……….... 37

H. Tata Cara Analisis Hasil... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Karakteristik Responden... 40

1. Jenis kelamin... 40

2. Umur ... 41

3. Tingkat pendidikan... 42

4. Pekerjaan ………… ... 43

5. Frekuensi melihat iklan... 44

6. Jenis media cetak ... 45

7. Gambaran jawaban kuisioner responden... 46

B. Hubungan Iklan Obat di Media Cetak terhadap Minat Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta... 53

C. Hubungan Tingkat Pengetahuan Iklan di Media Cetak terhadap Minat Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta... 54

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran... 57

(18)

DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN ... 63 BIOGRAFI PENULIS ... 97

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Profil Pelanggan OTC di Indonesia……… 13

Tabel II. Peringatan Obat Bebas Terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6355/Dir.Jen/SK/1969……… 14

Tabel III Kriteria Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas pada Peraturan Menkes No.919/MENKES/PER/X/1993... 15

Tabel IV. Informasi yang dicantumkan pada Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.386/MENKES/SK/IV/1994... 16

Tabel V. Kriteria Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994... 17

Tabel VI. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Promosi Obat………... 18

Tabel VII. Batasan – Batasan Khusus……...……… 19

Tabel VIII. Jenis Media Cetak... 22

Tabel IX. Jenis Pertanyaan dalam Kuisioner... 35

Tabel X. Intepretasi terhadap Koefisien Korelasi... 39

Tabel XI Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel Pengetahuan Iklan di Media Cetak... 47

(20)

Tabel XII Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel Iklan Obat di

Media Cetak... 49 Tabel XIII. Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel Minat Beli Obat

Bebas Terbatas di Media Cetak... 51 Tabel XIV. Hubungan Iklan Obat di Media Cetak terhadap Minat Beli Obat

Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota Yogyakarta... 53 Tabel XV. Hubungan Pengetahuan Iklan di Media Cetak terhadap Minat

Beli Obat Bebas Terbatas Pengunjung Apotek di Kota

Yogyakarta……….……… 54

(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Proses Keputusan Pembelian... 8 Gambar 2. Tanda Obat... 15 Gambar 3. Hubungan Antar Variabel... 28 Gambar 4. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta

Berdasarkan Jenis Kelamin... 40 Gambar 5. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta

Berdasarkan Umur... 41 Gambar 6. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta

Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 42 Gambar 7. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta

Berdasarkan Pekerjaan... 44 Gambar 8. Frekuensi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta melihat

Iklan Obat... 45 Gambar 9. Jenis Media Cetak yang Sering dibaca Responden 13 Apotek

di Yogyakarta... 46

(22)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

BAB I PENGANTAR

A . Latar Belakang

Pengobatan mandiri didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh seseorang untuk penyakit atau gejala yang sudah dikenali. Pengobatan mandiri meliputi penggunaan obat-obatan tanpa resep atau over-the-counter (OTC) dan pengobatan altenatif seperti produk herbal, suplemen makanan, dan produk tradisional. Salah satu faktor yang mendukung perkembangan pengobatan sendiri adalah semakin banyaknya informasi yang didapatkan oleh masyarakat melalui iklan obat tanpa resep di berbagai media, salah satunya adalah media cetak. Obat yang boleh diiklankan di masyarakat secara luas ialah kategori dalam obat bebas dan obat bebas terbatas. Kriteria suatu obat dapat dimasukkan dalam kategori ini adalah bahwa obat yang bersangkutan telah terbukti secara ilmiah menunjukkan manfaat klinis sangat diperlukan untuk menanggulangi penyakit ringan yang banyak dijumpai di masyarakat (Suryawati, 1997).

Masyarakat perlu dibantu dengan informasi obat bebas yang obyektif, lengkap dan tidak menyesatkan untuk melakukan pengobatan sendiri secara aman dan efektif. Iklan merupakan bentuk informasi bersifat komersial dari industri farmasi, yang paling banyak dijumpai oleh masyarakat. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengendalikan informasi komersial, agar informasi yang disediakan benar atau dapat

(24)

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tidak menyembunyikan risiko pengobatan, serta tidak menyesatkan atau mengarahkan pengguna kepada persepsi keliru yang mengakibatkan penggunaan obat secara keliru (Suryawati,1997).

Obat Woods® merupakan obat tanpa resep yang membantu penyembuhan penyakit batuk, sedangkan obat Ultraflu® merupakan obat yang dijual bebas dan membantu penyembuhan penyakit flu, demam atau sakit kepala. Pengambilan dua obat ini berdasarkan hasil survei pendahuluan yang didapatkan peneliti, yaitu penelitian iklan obat yang sering muncul pada 6 koran yang beredar selama 3 bulan di Yogyakarta dan survei iklan obat di media cetak yang banyak diketahui orang. Penulis memilih iklan obat yang ada di media cetak karena penelitian sejenis ini belum pernah dilakukan. Penulis juga ingin mengetahui seberapa besar hubungan iklan dan tingkat pengetahuan iklan yang ada di media cetak terhadap minat beli, karena sepengetahuan penulis iklan obat di media cetak tidak sebanyak di televisi. 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Seperti apakah karakteristik responden apotek di Kota Yogyakarta?

(25)

c. Seperti apakah hubungan iklan obat di media cetak terhadap minat beli obat bebas terbatas pengunjung apotek di Kota Yogyakarta?

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang iklan obat sudah pernah diteliti oleh Papilaya (2003) dan Primantana (2001). Namun peneliti-peneliti tersebut meneliti iklan obat di televisi. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan akan iklan obat dan hubungan iklan obat bebas terbatas di media cetak. Peneliti memilih iklan di media cetak karena sepengetahuan peneliti, selama ini belum ada yang meneliti iklan di media cetak. Peneliti sebelumnya menganalisis datanya dengan rancangan penelitian deskriptif, sedangkan dalam penelitian ini peneliti menganalisis dengan rancangan penelitian deskriptif dan analitik. Selain itu dalam penggunaan kuisioner, peneliti sebelumnya tidak menggunakan uji validitas dan realibilitas.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Menambah kepustakaan bagi perkembangan ilmu farmasi, khususnya mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat bebas terbatas di media cetak.

b. Manfaat praktis

(26)

membantu pihak-pihak yang terkait (produsen atau perusahaan farmasi) untuk meningkatkan kerasionalan iklan obat di media cetak.

Dalam masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk membantu masyarakat dalam mencermati iklan obat di media cetak sehingga masyarakat tidak terjebak oleh iklan obat yang tidak rasional dan membantu masyarakat dalam hal pemilihan/penggunaan obat bebas terbatas dalam rangka pengobatan sendiri.

B. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini yaitu :

1. untuk mengetahui karakteristik responden .

2. untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan iklan pada responden terhadap minat beli obat bebas terbatas.

(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari sesuatu yang dipahami atau tahu akan sesuatu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan bagian yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmojo, 2007).

B. Teori Sikap (Kognitif, Afektif dan Perilaku)

Menurut Alport (cit, Amirullah, 2002) sikap didefinisikan sebagai suatu status mental dan syaraf yang berhubungan dengan kesiapan untuk menanggapi, yang diorganisasi melalui pengalaman, memiliki pengaruh yang mengarah dan atau dinamis terhadap perilaku. Menurut Mar’at (1982), sikap merupakan kumpulan dari berpikir, keyakinan dan pengetahuan.

Menurut Mar’at (1982) dan Peter & Olson (1999), sikap mengandung tiga komponen terkait seperti di bawah ini:

(28)

1. Kognitif

Komponen kognitif adalah komponen dari sikap tertentu yang berisikan informasi yang dimiliki seseorang tentang subyek atau benda. Informasi ini bersifat deskriptif dan tidak termasuk derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap obyek tersebut. Juga tidak termasuk cara yang direncanakan untuk bertindak atau berperilaku terhadap obyek tersebut. Komponen ini berhubungan dengan kesadaran (awareness) akan keberadaan obyek, kepercayaan (beliefs) terhadap obyek, dan menilai kepentingan (importance) atau arti obyek tersebut. Kesadaran (awareness) juga meliputi pengetahuan tentang obyek.

2. Afektif

Komponen afektif merupakan komponen dari sikap tertentu yang berisikan perasaan-perasaan seseorang terhadap obyeknya. Komponen ini melibatkan evaluasi positif maupun negatif yang bersifat emosional, perasaan suka atau tidak suka terhadap obyek. Komponen afektif dari sikap dapat diperlakukan sebagai reaksi seseorang terhadap komponen kognitif. Tetapi karena manusia menggunakan proses evaluasi yang berbeda jika mereka bereaksi terhadap sesuatu yang dipercayai, maka dua orang dapat memiliki komponen afektif yang sangat berbeda meskipun memiliki komponen kognitif yang sama.

3. Perilaku terhadap suatu obyek.

(29)

sebelumnya yaitu kognitif dan afektif. Kecenderungan berperilaku yang berbeda pada setiap individu tergantung pada kepercayaan dan perasaan masing-masing.

C. Proses Keputusan Pembelian

Ketiga komponen tersebut (kognitif, afektif dan perilaku) akan mempengaruhi keputusan dan perilaku konsumen dalam pembelian suatu produk. Menurut Kotler (2000), ada lima tahap dalam proses keputusan pembelian di bawah ini:

1. Pengenalan kebutuhan

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenal suatu kebutuhan individu. Kebutuhan tersebut dapat dipicu oleh faktor internal atau eksternal yang akan menimbulkan suatu dorongan dan motivasi untuk memenuhinya.

2. Pencarian informasi

Konsumen yang tergerak untuk memenuhi kebutuhan tersebut akan berusaha mencari dan mendapatkan lebih banyak informasi. Sumber-sumber informasi konsumen terdiri dari 4 kelompok yaitu sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan), sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang perantara), sumber pengalaman (pemeriksaan, penggunaan produk), dan sumber publik (media massa). 3. Evaluasi alternatif

(30)

tingkat pengetahuan, kepercayaan dan keyakinan terhadap produk. Evaluasi komponen afektif menentukan tingkat perasaan konsumen terhadap produk.

4. Keputusan pembelian

Keputusan pembelian merupakan perilaku yang dihasilkan dari proses evaluasi. Konsumen akan cenderung membeli produk yang memberikan evaluasi positif.

5. Perilaku setelah pembelian

Setelah pembelian produk, konsumen akan mengalami suatu tingkat kepuasan dan ketidakpuasan tertentu. Konsumen juga akan melakukan tindakan setelah pembelian untuk menggunakan produk yang sama atau pindah ke produk lain.

Pengenalan Kebutuhan

Sumbpegalaman dan publik er pribadi, komersial,

ĺ

Pencarian Informasi

Kognitif

ĺ

Afektif

Evaluasi Alternatif

ĺ

Gambar 1. Model Proses Keputusan Pembelian D. Praktik atau Tindakan

Perilaku Keputusan

Pembelian

(31)

Setelah seseorang mengetahui rangsangan atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan atau dikenal dengan istilah overt behaviour

(Notoatmojo, 2007).

Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan di atas, yakni melalui proses perubahan: pengetahuan (knowledge) - sikap (attitude) – praktik (practice) atau dapat disingkat dengan ”PSP”(KAP). Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas (KAP), bahkan di dalam praktik sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya malah negatif (Notoatmojo, 2007).

E. Kelompok Usia

(32)

Langeveld (1971), usia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu usia muda, usia dewasa, dan usia tua. Setiap orang mengalami perkembangan hingga mencapai kematangan pribadi. Pada kelompok usia muda mempunyai karakteristik atau sifat yang punya inisiatif, kritis tidak fanatik dan condong bersifat demokratis. Usia dewasa dimulai pada usia 17 tahun, pada usia ini seseorang sudah mantap untuk memberikan penilaian maupun sikap terhadap suatu objek yang ia lihat dan dengar dari pengalaman.

F. Penyakit Ringan

Secara umum, penyakit ringan (minor ailments) mencakup kondisi yang mensyaratkan intervensi medis yang kecil atau tidak sekali. Kebanyakan penyakit ringan dapat diatasi secara sukses dengan obat tanpa resep. Beberapa contoh penyakit ringan adalah konstipasi, batuk, diare, dispepsia, sakit telingan, demam, sakit kepala, sariawan, sakit gigi, dan infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh virus (Anonim, 2004). Berikut ini adalah beberapa penyakit ringan:

1. Sakit kepala

(33)

ke penyebab vaskuler dan psikogenik, sedangkan yang akut dan berat mungkin mempunyai latar belakang yang lebih serius (Wibowo dan Gofir, 2001). Penyembuhan bisa dengan istirahat atau tidur. Obat-obatan yang digunakan seperti asetaminofen, diazepam dan lainnya (Walsh, 1997).

2. Flu

Salah satu infeksi saluran pernapasan atas adalah flu. Orang dengan daya tahan tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri tanpa obat. Pada anak-anak, lanjut usia dan orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah lebih cenderung menderita komplikasi seperti infeksi bakteri sekunder. Flu ditularkan melalui percikan udara pada saat batuk, bersin, dan tangan yang tidak dicuci setelah kontak dengan cairan hidung/mulut (Anonim, 2006b). Pasien yang terkena flu dapat melakukan penyembuhan dengan istirahat di tempat tidur dan mengurangi kelelahan serta diet dengan makanan yang mengandung banyak cairan, maka mekanisme pertahanan tubuh secara alami akan mengembalikan badan ke kondisi normal, kecuali jika terdapat komplikasi atau infeksi sekunder. Obat flu biasanya mengandung dekongestan, antihistamin, dan analgetika antipiretika (Tjay dan Raharja, 2002) 3. Batuk

(34)

perubahan suhu yang mendadak, dan rangsangan kimiawi seperti gas, bau, dan lain-lain

(Tjay dan Rahardja, 2002). Penyembuhan batuk bisa dengan berhenti merokok, menghirup uap air yang mendidih, memperlunakkan rangsangan batuk dengan menggunakan emollient seperti gula-gula dan permen. Zat-zat yang boleh terkandung pada obat batuk yaitu kodein, dekstrometrofan, ipeca guaikol, ambroksol, dipenhidramin, bromheksin, guafenisin (Walsh, 1997).

4. Demam

Keadaan dimana suhu tubuh mejadi meningkat, namun masih bisa dikontrol disebut demam. Suhu normal adalah 35,8o – 37,3oC (96,5o – 99,2oF). Suhu rektal lebih tinggi sekitar 0,3o – 0,5oC (0,5o – 1o

F). penyembuhan bisa dengan kompres es pada penderita. Obat-obat untuk demam antara lain aspirin, flurbiprofen, naproksen, prednison, parasetamol (Walsh, 1997).

G. Obat Woods ®

(35)

yang terbilang sukses di pasaran. Menurut Sarnianto, obat batuk yang diproduksi oleh Kalbe Farma, seperti Woods®, Komix®, Mixadin® dan Mextril® menguasai 50% pasar obat batuk (Sarnianto, 2006).

H. Obat Ultraflu

Obat ultraflu merupakan obat bebas terbatas yang berkhasiat meredakan flu, demam, dan sakit kepala. Ultraflu mengandung asetaminofen (600mg), fenilpropanolamin HCl (15mg) dan klorfeniramin maleat (2mg). Menurut Jonathan (2005), dalam risetnya tentang pengukuran market share obat-obat bebas (OTC) pada perusahaan riset B, mengatakan bahwa Obat Flu adalah market leader OTC. Berikut adalah hasil yang memperkuat riset yang menyatakan ultraflu sebagai obat bebas yang paling laris di pasaran:

Tabel I. Profil Pelanggan OTC di Indonesia

2006 2007 No Merek Total

%

No Merek Total %

1 Ultraflu® 17.7 1 Ultraflu® 23.0

2 Mixagrip® 14.5 2 Sanaflu® 14.6

3 Sanaflu® 13.7 3 Mixagrip® 13.8

4 Decolgen® 10.9 4 Neozep Forte® 10.8 5 Neozep Forte® 8.5 5 Decolgen® 8.7

(36)

I. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas, pasal 3 ayat (1) dan (2), menyatakan bahwa tanda khusus untuk obat bebas adalah lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam dan obat bebas terbatas lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam (Anonim, 2006a).

Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan golongan obat tanpa resep, yang dapat dibeli secara bebas (tanpa resep) di apotek dan toko obat berijin. Obat bebas terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6355/Dir.Jen/SK/1969, harus dicantumkan tanda peringatan berwarna hitam pada wadah atau kemasannya, dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm atau disesuaikan kemasannya, dan memuat pemberitahuan dengan huruf berwarna putih.

Tabel II. Peringatan Obat Bebas Terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6355/Dir.Jen/SK/1969

Peringatan Isi dan Contoh

P. no.1 Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam. Contoh: Procold®, Inza®

P. no. 2. Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine® kumur

P. no. 3 Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh: Betadine® untuk antiseptik lokal

P. no. 4 Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh: Rokok anti asma

P. no. 5 Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Supositoria Dulcolax®

P. no. 6 Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol®

(37)

Obat Bebas Obat Bebas Terbatas

Gambar 2. Tanda Obat

Obat bebas atau obat bebas terbatas secara keseluruhan dikenal sebagai obat bebas (Over The Counter) atau OTR. Menurut Peraturan Menkes No.919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2, obat yang dapat diserahkan tanpa resep, harus memenuhi kriteria:

Tabel III. Kriteria Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas pada Peraturan Menkes No.919/MENKES/PER/X/1993 (cit, Hartini dan Sulasmono, 2007)

No Kriteria 1. Tidak dikontraindikasikan untuk wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun

dan orang tua di atas usia 65 tahun.

2. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.

3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

J. Peraturan Periklanan Bidang Obat 1. Kriteria etik promosi obat

(38)

yang ditujukan kepada masyarakat awam meliputi komposisi zat aktif dengan nama INN (International Nonpropietary Names) atau nama generik obatnya, merek dagang, indikasi utama, perhatian, kontraindikasi, dan peringatan, serta nama dan alamat produsen atau distributor. Iklan obat untuk masyarakat dihimbau untuk membatasi indikasi, dan klaim obat dapat menyembuhkan, mencegah, atau meredakan penyakit, harus dapat dibuktikan (Anonim, 1988).

2. Keputusan Menteri Kesehatan tentang informasi periklanan obat bebas

Dengan mengacu pada Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion– WHO, pemerintah juga mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994, khususnya tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas. Salah satu latar belakang dikeluarkannya pedoman ini adalah untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak rasional akibat pengaruh promosi melalui iklan. Berdasarkan Pedoman Periklanan Obat Bebas, iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai:

Tabel IV. Informasi yang harus dicantumkan pada Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994

No Informasi yang harus dicantumkan

1. Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus untuk media cetak); untuk media lain, apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.

2. Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat 3. Nama dagang obat.

4. Nama industri farmasi.

5. Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak).

(39)

3. Kriteria periklanan obat bebas

Dalam UU No. 23 tahun 1992 pasal 41 ayat (2), dinyatakan bahwa penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi

persyaratan obyektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan (Hartini dan Sulasmono, 2007).

Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas menyatakan bahwa informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat (2) UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut:

Tabel V.Kriteria Periklanan Obat Bebas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994

No Kriteria Periklanan Obat Bebas

1. Obyektif: harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui.

2. Lengkap: harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontraindikasi dan efek samping.

3. Tidak menyesatkan: informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan.

(Anonim, 2006a)

(40)

bahwa sediaan farmasi yang berupa obat untuk pelayanan kesehatan yang penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Selain itu, pasal 33 menyebutkan bahwa iklan mengenai sediaan farmasi dan alat kesehatan pada media apapun yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilaksanakan dengan memperhatikan etika periklanan (Hartini dan Sulasmono, 2007).

4. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang promosi obat.

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.3.02706 tahun 2002 tentang Promosi Obat, pasal 5 ayat 2 dan 3, dinyatakan bahwa promosi obat melalui media audio visual dan elektronik hanya diperbolehkan untuk obat bebas dan obat bebas terbatas (Anonim, 1996). Dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.3.02706 tahun 2002 tentang Promosi Obat, bab III pasal 3, diterangkan sebagai berikut :

Tabel VI. Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Promosi Obat

No. Promosi Obat

1 Semua obat jadi yang berupa obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat yang penyerahannya harus dengan resep dokter dapat dipromosikan.

2 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), obat yang penyerahannya harus dengan resep dokter tidak dapat dipromosikan kepada masyarakat umum.

3 Promosi obat jadi yang penyerahannya harus dengan resep dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur kemudian.

4 Promosi yang ditujukan kepada profesi kesehatan dan masyarakat umum harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(41)

5. Pedoman periklanan obat yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994.

Obat-obat bebas (obat bebas dan obat bebas terbatas) banyak dijual dimana saja, seperti kios, warung, pasar dan khususnya apotek. Obat bebas sangat mudah didapat, dan dapat digunakan tanpa petunjuk dokter. Obat bebas juga banyak diiklankan dan tidak sedikit produsen yang melebih-lebihkan khasiat dari obat tersebut, maka dari itu iklan obat bebas harus mempunyai batasan. Periklanan obat mempunyai peraturan yang harus ditaati. Hal itu diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MENKES/SK/IV/1994, khususnya tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, antara lain iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah rancangan iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI; iklan obat tidak boleh memberikan pernyataan superlatif, komparatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat; iklan obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian (BACA ATURAN PAKAI. JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER); dan iklan suatu obat hanya boleh diindikasikan untuk kondisi-kondisi tertentu dengan batasan-batasan khusus. Batasan-batasan khusus tersebut seperti:

(Anonim, 2006b).

Tabel VII. Batasan-Batasan Khusus Jenis Obat Indikasi yang dicantumkan

Obat flu meredakan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat, dan pilek

(42)

K. Media Cetak 1. Pengertian media cetak

Media cetak adalah media yang menggunakan bahan dasar kertas atau kain untuk menyampaikan pesan-pesannya. Unsur-unsur utamanya adalah tulisan (teks),

gambar visualisasi, atau keduanya. Media cetak bisa dibuat untuk membantu

fasilitator melakukan komunikasi interpersonal saat pelatihan atau kegiatan

kelompok. Media cetak juga bisa dibuat sebagai bahan referensi (bahan bacaan). Atau

menjadi media instruksional untuk mengkomunikasikan teknologi baru dan cara-cara

melakukan sesuatu (leaflet, brosur, buklet). Bisa juga mengkomunikasikan

keprihatinan dan peringatan, serta mengkampanyekan suatu isu (poster). Dan menjadi

media ekspresi dan karya personal seperti poster, gambar, kartun atau komik

(Anonim, 2007)

(43)

2. Karakteristik iklan media cetak

Iklan di media cetak baik itu yang terdapat dalam surat kabar maupun majalah, memiliki karakteristik sebagai berikut tergolong praktis(termasuk cepat dan harga terjangkau), daya jangkau dan edar surat kabar sampai pelosok(perkembangan zaman telah menciptakan segmentasi, dan mengidentifikasi surat kabar dan majalah menurut pendidikan pembacanya). Karakteristik iklan media cetak lainnya yaitu peranan jenis huruf, ukuran dan aspek lay out yang turut menentukan keberhasilan iklan. Iklan di media cetak juga dapat bertahan atau dengan kata lain tidak satu kali lalu habis (Adji, 2007).

3. Jenis media cetak

Masyarakat sulit membedakan jenis media cetak karena banyak media cetak

yang mempunyai kesamaan. Contohnya seperti brosur atau leaflet yang berupa

lembaran kertas, begitu juga dengan buklet yang sering disangka buku yang

bukan merupakan alat untuk mengiklankan suatu produk. Berikut adalah beberapa

contoh media cetak yang biasa dijumpai di masyarakat selain koran, majalah dan

(44)

Tabel VIII. Jenis Media Cetak

No Jenis Media Cetak

Keterangan

1. Leaflet - media berbentuk selembar kertas yang diberi gambar dan tulisan (biasanya lebih banyak tulisan). Pada kedua sisi kertas serta dilipat sehingga berukuran kecil dan praktis dibawa. - berisikan suatu gagasan secara langsung ke inti permasalahnnya. Dan menjelaskan cara melakukan tindakan dengan singkat.

- media ini seperti poster yang mudah dibawa dan disebarluaskan, dan jumlah yang dibawa bisa lebih banyak daripada poster.

2. Brosur - bentuknya dapat mirip dengan leaflet yaitu selembar kertas yang dilipat dengan teks dan gambar pada kedua sisi kertasnya.

- brosur yang merupakan selembar kertas dengan tulisan dan gambar hanya pada satu sisi biasanya disebut pamflet atau surat selebaran.

- jenis pesan yang biasanya terdapat pada brosur beragam, seperti ajakan, saran, memperingatkan sesuatu, memberi informasi dan menjelaskan sesuatu.

3. Poster - media dengan bahan dasar sehelai kertas atau kain yang digambari dan ditulisi sedikit kata (gambar untuk menarik perhatian orang).

- merupakan salah satu media cetak yang paling banyak digunakan dalam berbagai program dan gagasan tulisan yang tidak terlalu banyak

4. Buklet - buku berukuran kecil (setengah kuarto) dan tipis, tidak lebih dari 30 halaman bolak-balik, yang berisi tulisan dan gambar – gambar.

- media buklet merupakan perpaduan antara leaflet dengan buku atau sebuah buku dengan format (ukuran) kecil seperti leaflet.

- struktur isinya seperti buku (ada pendahuluan, isi, penutup) hanya saja cara penyajian isinya jauh lebih singkat daripada sebuah buku.

- keunggulan lain buklet bila dibandingkan buku adalah banyaknya gambar dan tipisnya jumlah halaman.

(45)

L. Tujuan dan Fungsi Iklan

Fungsi iklan meliputi lima fungsi yaitu fungsi pemasaran (menjual produk), fungsi komunikasi (menyampaikan pesan), fungsi pendidikan (mendidik mengenai sesuatu), fungsi ekonomi (menjadi penggerak ekonomi) dan fungsi sosial untuk menimbulkan dampak sosial psikologis (Bovee dan Arens, 1986). WHO menyatakan bahwa tujuan iklan untuk masyarakat umum yaitu membantu pemakai dalam membuat keputusan rasional pada penggunaan obat yang telah ditetapkan sebagai obat tanpa resep (Anonim, 1988).

M. Model Iklan

Untuk menghasilkan iklan yang baik tentunya harus memperhatikan elemen- elemen yang dikenal dengan AIDA (Attention, Interest, Desire, dan Action). Menurut Kasali (1992), perhatian merupakan elemen rumus AIDA pada urutan pertama sebab yang pertama kali harus dipenuhi oleh suatu iklan adalah dapat menarik perhatian khalayak sasarannya. Dengan demikian amatlah penting bagi produsen dan biro pembuat iklan untuk dapat menarik perhatian konsumen. Salah satu pendekatan yang dipakai dalam proses kreativitas pembuatan iklan adalah dengan menggunakan seorang model.

(46)

iklan yang dibuat mampu mengesankan konsumen, maka konsumen kemungkinan besar akan mempersepsi iklan tersebut dengan baik yang pada akhirnya akan mempengaruhi minat beli konsumen terhadap produk yang diiklankan. Model iklan sebagai sumber pesan dalam suatu iklan merupakan faktor yang penting dalam suatu proses komunikasi iklan sebab sebagai bagian dari alat pemasaran karena iklan memang tidak lepas dari faktor persepsi. Penggunaan model iklan dalam suatu iklan akan berpengaruh terhadap konsumen. Coulson (cit, Kasali, 1992) menyatakan bahwa model iklan yang menarik dan popular bisa menambah kepercayaan untuk produk yang pada akhirnya mampu menarik minat untuk membeli.

N. Minat Beli 1. Pengertian minat beli

(47)

suatu produk yang disertai dengan perasaan tertarik dan perasaan senang atau sikap positif terhadap suatu hal yang diperoleh melalui proses sensasi dan persepsi.

2. Aspek minat membeli

Individu yang mempunyai minat membeli memungkinkan bahwa dalam individu tersebut ada perhatian dan rasa senang terhadap obyek tersebut, kemudian minat individu tersebut menimbulkan keinginan sehingga timbul perasaan yang meyakinkan dirinya bahwa obyek atau barang tersebut mempunyai manfaat bagi dirinya. Menurut Lucas dan Britt (1950), aspek-aspek minat beli meliputi attention

(perhatian), interest (ketertarikan), desire (keinginan), dan conviction (keyakinan). Diawali dengan adanya perhatian konsumen terhadap barang yang ditawarkan

O. Landasan Teori

Dalam strategi kreatif periklanan ada lima elemen yang perlu diperhatikan yaitu attention (perhatian), interest (minat), desire (kebutuhan/keinginan), conviction

(48)

Minat beli dipengaruhi oleh komponen kognitif dan afektif. Kognitif atau pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang obyek/produk. Setelah konsumen mendapat pengetahuan tentang manfaat dan kekurangan produk, konsumen akan dipengaruhi oleh komponen afektif/perasaan. Maka dari itu, konsumen akan semakin berminat membeli suatu produk atas dasar tingkat pengetahuannya terhadap produk tersebut karena tahu manfaat/kegunaan produk tersebut atas dasar kebutuhan/keinginan.

Q. Hipotesis

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua jenis sub penelitian yaitu penelitian non eksperimental deskriptif dan non eksperimental analitik. Penelitian non eksperimental deskriptif menggambarkan data demografi responden yang meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan dan skala tingkat pengenalan yang meliputi pertanyaan pernah atau seringnya responden melihat iklan obat di media cetak dan jenis media cetak apa yang pernah / sering dilihat responden. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian baik lembaga masyarakat atau seseorang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2005). Ada hubungan antara tingkat pengetahuan iklan di media cetak dengan minat beli obat bebas terbatas dan iklan obat di media cetak dengan minat beli obat bebas terbatas menggunakan penelitian non eksperimental analitik.

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional (studi potong lintang). Penelitian cross sectional merupakan penelitian untuk mempelajari hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dengan melakukan pengukuran pada saat yang sama (point time approach). Saat yang sama artinya tiap subyek

(50)

hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat observasi (Pratiknya, 2007). Penelitian non eksperimental adalah penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya (in nature), tanpa ada manipulasi peneliti (Pratiknya, 1993).

B. Variabel Penelitian Variabel bebas : a. iklan obat di media cetak

b. tingkat pengetahuan terhadap iklan obat di media cetak Variabel tergantung : minat beli obat bebas terbatas

Variabel pengganggu : tingkat sosial, jenis iklan yang lain

ĻĻĻ

Jenis iklan (variabel pengganggu)

Iklan

Minat beli

Minat beli

Hubungan

Tingkat Pengetahuan

(51)

C. Definisi Operasional

1. Pengunjung adalah orang yang berkunjung ke apotek dan membeli obat tanpa resep di apotek tersebut.

2. Obat dalam penelitian ini dibatasi hanya untuk obat bebas terbatas dengan tanda dengan tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam pada masing-masing kemasannya. 3. Iklan di media cetak adalah suatu bentuk promosi yang digunakan oleh sponsor untuk membujuk atau menginformasikan suatu produk.

4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2008.

4. Jenis produk adalah nama dagang produk yang diiklankan.

5. Pengetahuan iklan obat adalah pengetahuan tentang informasi peringatan, perhatian, indikasi, nama merek dagang, khasiat, kontraindikasi, nama dan alamat industri yang memproduksi obat tersebut, mencantumkan tanda berupa lingkaran berwarna hijau atau biru dengan tepi bulatan hitam (untuk obat bebas dan obat bebas terbatas), peringatan “Baca aturan pakai”, komposisi zat aktif dari obat efek samping obat dan nomor pendaftaran khusus untuk media cetak.

6. Minat beli obat adalah keinginan untuk membeli obat bebas terbatas karena pengaruh iklan obat dan pengetahuan tentang iklan obat di media cetak.

(52)

golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, jenis obat berdasarkan nama dagang obat, sasaran konsumen obat berdasarkan kelompok dewasa dan anak-anak, serta produsen yaitu berdasarkan nama produsen obat.

D. Subyek Penelitian

Pengambilan sampel apotek berdasarkan letak apotek yang berada di Kota Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di 13 apotek. Pengambilan apotek dilakukan secara random dari 118 apotek di Kota Yogyakarta tahun 2008. Beberapa peneliti menyatakan bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10% dan ada pula peneliti lain yang menyatakan bahwa besarnya sampel minimum 5% dari jumlah satuan-satuan elementer dari populasi (Singarimbun, 1985). Pengambilan sampel apotek ini dikarenakan responden (pengunjung apotek) tidak mempunyai populasi. Seluruh responden yang diteliti berjumlah 96 orang. Namun untuk keseragaman pengambilan data, responden yang diteliti berjumlah 128 orang.

(53)

Untuk menguji H0 : p = nilai tertentu = p vs H1 : p ‡ p

n = besar sampel yang dikehendaki, p = proporsi di populasi. Bila tidak diketahui, bisa digunakan proporsi hasil penelitian yang sama sebelumnya atau kepustakaan. Bila ini tidak diketahui, bisa digunakan p = 0,5 dengan asumsi bahwa probabilitas kejadian yang kita pelajari timbul adalah sama dengan probabilitas kejadian yang kita pelajari tidak timbul, yaitu p(Ē) = p(Ē) = 0,5. Selanjutnya, α tingkat kemaknaan yang digunakan untuk menguji hipotesis null serta penting untuk menentukan besar Z pada tabel kurva normal. Kemudian tentukan d = | p – P | yang dikehendaki.

(1 - p) = 1 – 0,5 = 0,5

(Sarwanto dan Kuntara, 2003) adi sampel yang akan diteliti adalah 96 orang.

1−

(54)

E. Tempat Penelitian

Penelitan ini dilaksanakan di 13 apotek Kota Yogyakarta. Apotek-apotek tersebut yaitu Apotek Ardi Farma, Apotek Artha Farma, Apotek Christella, Apotek Dantisa, Apotek Dian Farma, Apotek Kucala, Apotek Kusuma Nata, Apotek Medistra, Apotek Pendowo, Apotek Poedji Rahajoe, Apotek Rafazthody Mulya,

potek Ramadhan, Apotek Sentul.

ner yang diguna

karakteristik demografi dan skala tingkat pengenalan oleh responden. Bagian kedua A

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar kuisioner. Menurut Umar (2003), kuisioner merupakan suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Kuisioner dibedakan menjadi dua yaitu kusisioner tertutup dan kuisioner terbuka. Kuisioner tertutup adalah kuisioner yang pertanyaan atau pernyataannya tidak memberikan kebebasan kepada responden untuk memberikan jawaban dan pendapatnya sesuai dengan keinginan mereka. Kuisioner semi terbuka adalah kuisioner yang pertanyaan atau pernyataannya memberi kebebasan kepada responden untuk memberikan jawaban dan pendapat menurut pilihan-pilihan jawaban yang telah disediakan (Hasan, 2002). Kuisio

kan pada penelitian ini adalah kuisioner tertutup dan semi terbuka.

(55)

untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan iklan terhadap minat beli obat bebas terbatas dan hubungan iklan obat terhadap minat beli obat bebas terbatas.

Pertanyaan pada bagian pertama adalah mengenai karakteristik responden dan skala tingkat pengenalan yang terdiri dari 6 pertanyaan. Pertanyaan bagian pertama ini meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, frekuensi melihat iklan obat Woods® dan Ultraflu® dan media cetak yang dibaca responden dan jenis media cetak yang sering atau pernah dibaca responden. Pertanyaan pada bagian yang kedua adalah pertanyaan tentang pengetahuan kelengkapan iklan obat dan pertanyaan yang meliputi iklan obat tersebut yang berkaitan dengan penelitian dan minat beli terhadap obat bebas terbatas. Jumlah pertanyaan dalam kuisioner bagian kedua adalah 35 butir.

G. Tata Cara Penelitian

Tata cara dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap yaitu pembuatan kuisioner, penyebaran kuisioner dan pengolahan hasil.

1. Penelitian pendahuluan

(56)

pendahuluan tentang iklan obat muncul pada selebaran (brosur) dan poster iklan obat yang ditujukkan kepada 50 orang responden yang tersebar di Kota Yogyakarta. Sejumlah 26 responden menjawab Ultraflu®, 12 menjawab Woods®, 10 menjawab OBH® dan 2 responden menjawab Sanaflu®. Dari dua hasil penelitian pendahuluan tersebut maka peneliti mengambil dua iklan yaitu Woods® dan Ultraflu® dengan jumlah frekuensi tayang yang sama. Data tersebut menurut penelitian pendahuluan di koran. Pada penelitian pendahuluan selebaran dan poster Woods® dan Ultraflu® juga mendapat peringkat atas. Data ini ditunjukkan dengan frekuensi orang yang sering melihat iklan tersebut.

2. Pembuatan kuisioner

(57)

belum dapat memutuskan atau memberi jawaban, bisa juga diartikan netral. Jawaban di tengah juga menimbulkan kencenderungan menjawab ke tengah terutama bagi mereka yang ragu atas arah kecenderungan jawabannya ke arah setuju atau tidak setuju. Pertanyaan yang disusun bersifat favourable dan unfavourable.

Tabel IX. Jenis Pertanyaan dalam Kuisioner Jenis Pernyataan Variabel Nomor

Pernyataan Favourable Unfavourable Pengaruh

pengetahuan iklan obat di media cetak

1-11 1,2,5,6,10 3,4,7,8,9,11

Pengaruh iklan obat di media cetak

12-23 17,14,15,20,16,23 12,19,18,22,21,13 Minat beli 24-35 31,25,30,34,32,24 26,28,33,29,35,27

Sistem penilaian dibagi menjadi 2 cara yaitu untuk pernyataan yang

favourable dan unfavourble. Penilaian untuk pernyataan yang favourable adalah sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1, sedangkan untuk pernyataan yang unfavourable adalah sangat setuju = 1, setuju = 2, tidak setuju = 3, sangat tidak setuju = 4.

(58)

digunakan karena peneliti berganti judul. Kuisioner ketiga diuji kepada 30 pengunjung 13 apotek Kota Yogyakarta dan hasilnya valid dan reliabel.

3. Uji validitas

Menurut Sevilla (cit, Umar, 2003) validitas memiliki arti sejauh mana data yang ditampung pada suatu kuisioner akan mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas dari setiap butir pernyataan dalam penelitian ini diukur pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji validitas pada kuisioner ini yaitu 33 pertanyaan valid dan dua pertanyaan tidak valid, tetapi karena pertanyaan tersebut dianggap penting maka tetap disertakan dalam kuisioner.

4. Uji reliabilitas

(59)

5. Penyebaran kuisioner

Peneliti secara langsung memberikan kuisioner kepada responden. Peneliti mendampingi responden selama pengisian dengan tujuan jika responden mengalami kesulitan dapat bertanya langsung. Responden juga diberikan contoh iklan obat Woods® dan Ultraflu® agar dapat menilai langsung iklan tersebut dan mengurangi variabel pengacau (jenis iklan yang lain selain media cetak).

6. Uji normalitas

Distribusi data dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Untuk mengetahui apakah sebaran data mempunyai sebaran normal atau tidak secara analitik, maka digunakan uji Kolmorgov–Smirnov atau Shapiro–Wilk. Uji

Kolmorgov–Smirnov digunakan untuk sampel yang lebih besar (lebih dari 50), sedangkan Shapiro–Wilk digunakan untuk sampel kurang atau sama dengan 50. Jika sebaran data normal, maka uji parametrik tetapi jika sebaran data tidak normal maka menggunakan uji non parametrik (Dahlan, 2006). Uji normalitas variabel pengetahuan, iklan dan minat beli nilai signifikasi yang didapat ialah 0,000. Menurut Santoso (2003), distribusi data normal jika memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,1.

7. Pengolahan hasil

(60)

berdasarkan variabel-variabel penelitian, dan membuat persentase untuk masing-masing jawaban. Setelah itu dilakukan interpretasi dan dilihat kecenderungan responden dalam menjawab setiap pertanyaan, dengan cara menjumlahkan jawaban responden pada 4 skala Likert (SS, S, TS, STS), serta penarikan kesimpulan (Santoso, 2003).

H. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang diperoleh diolah secara kuantitatif dengan 2 metode yaitu statistik deskriptif dan analitik. Metode statistik deskriptif menggunakan teknik persentase. Teknik persentase dilakukan dengan membagi jumlah responden yang memberikan jawaban sejenis dengan jumlah total responden dikalikan 100%. Data persentase yang didapat disajikan dalam bentuk visual diagram. Metode ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden dan skala tingkat pengenalan.

(61)

alternatif (Hi) adalah yang diharapkan benar dalam penelitian atau sesuai keyataan yang ada (Supangat, 2007).

Besar kecilnya korelasi selalu dinyatakan dengan angka. Angka korelasi ini disebut koefisien korelasi. Koefisien korelasi selalu bergerak di antara 0,000 dan ± 1,000. Koefisien korelasi dari 0,000 sampai + 1000 menunjukkan korelasi yang positif, sedang dari 0,000 sampai – 1,000 menunjukkan korelasi yang negatif. Korelasi positif yang paling sempurna adalah + 1,000 dan korelasi negatif yang tertinggi adalah – 1,000 (Hadi, 2004).

Supangat (2007) memberikan pedoman untuk menginterprestasikan koefisien korelasi (r) yang ditemukan tersebut mempunyai hubungan yang besar atau kecil. Pedoman untuk memberikan interprestasi terhadap koefisien korelasi spearman dapat dilihat pada tabel X.

Tabel X. Interpretasi terhadap Koefisien korelasi Koefisiensi Korelasi Tingkat Hubungan 0,00 – 0,55 tidak kuat

0,56 – 0,65 cukup kuat 0,66 – 0,75 Kuat 0,76 – 0,99 Sangat kuat

1 hubungan sempurna

(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden 1. Jenis kelamin

Data menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak yang bersedia mengisi kuisioner, hal ini dibuktikan dari kemudahan peneliti untuk mendapatkan data dari responden laki-laki. Namun dalam pengisian kuisioner, perempuan lebih rapi daripada laki-laki.

Jenis Kelamin

Perempuan 45% Laki -laki

55%

Perempuan

Laki -laki

Gambar 4. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta berdasarkan Jenis Kelamin

Ada penelitian tentang pengobatan sendiri menggunakan obat demam bagi anak yang dilakukan wanita (dalam hal ini sebagai ibu) di Kota Yogyakarta. Peneliti

(63)

juga mengalami kesulitan untuk meminta kuisioner kepada wanita karena kebanyakan menolak mengisi kuisioner dengan berbagai dan alasan yang paling sering ialah terburu-buru.

2. Umur

Responden yang diteliti untuk setiap kategori umur jumlahnya hampir merata. Hasil penelitian dari perusahaan pendapatan kesehatan yang menyatakan bahwa jika umur seseorang di atas 60 tahun, frekuensi untuk melakukan swamedikasi semakin menurun. Hal ini yang mendasari umur responden dalam penelitian ini di batasi sampai 60 tahun (Holt dan Hall, 1990).

Umur

busi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta berdasarkan Umur

Usia akan berpengaruh terhadap perilaku pengobatan mandiri dalam banyak tidaknya pengalaman seseorang terhadap suatu pengobatan (Sarwono, 1997). Usia

(64)

juga berhubungan dengan banyaknya pengalaman dan informasi yang didapat seseorang. Jadi dapat disimpulkan semakin tua usia seseorang semakin paham tentang cara melakukan pengobatan yang dilandasi banyaknya informasi dan pengalaman yang sudah didapatkannya. Gambar 5 menunjukkan cukup meratanya umur responden.

3. Tingkat pendidikan

Responden yang paling banyak adalah responden yang tingkat pendidikannya di perguruan tinggi sebesar 43%. Responden yang tingkat pendidikannya SMU berjumlah 41%, sedangkan yang tingkat pendidikannya SLTP 9 % dan akademi 7%.

Tingkat Pendidikan

SLTP 9%

SMU 41% Akademi

7% PT

43%

SLTP

SMU Akademi

PT

Pendidikan

Gambar 6. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta berdasarkan Tingkat

rut Suyuti (2005), pendidikan akan mempengaruhi kepribadian dan kecerdasan seseorang dalam hubungan dengan perilaku. Data tingkat pendidikan

(65)

respond

istirahat kerja. Responden yang

berw gi

ke apotek dengan meninggalkan toko me , sehingga mereka selalu tergesa-gesa. en menunjukkan bahwa pengisian kuisioner didominasi oleh responden yang telah menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Untuk pendidikan akademi, yang disetarakan tingkat pendidikannya dengan perguruan tinggi, jauh lebih sedikit dari responden yang pendidikannya perguruan tinggi.

4. Pekerjaan

Responden yang paling banyak mengisi kuisioner adalah pegawai negeri dengan persentase 36% yang disusul dengan pegawai swasta 30%. Hal ini didukung dengan banyaknya perkantoran di Kota Yogyakarta. Persentase wiraswasta 17%, mahasiswa/i 9%, ibu rumah tangga 6% dan pelajar 2%. Menurut Holt dan Hall (1990), pekerjaan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pengobatan sendiri. Jenis pekerjaan akan mempengaruhi interaksi seseorang dengan orang lain yang berasal dari lingkungan berbeda. Responden yang paling mudah untuk mengisi kuisioner adalah pegawai negeri dan pegawai swasta. Hal ini dikarenakan pegawai baik pegawai swasta atau pegawai negeri lebih mempunyai banyak waktu luang di malam hari dari pada pekerjaan lainnya (peneliti lebih sering melakukan penelitian di malam hari). Mereka hanya bekerja di pagi hingga sore hari. Pegawai negeri maupun pegawai swasta suka meluangkan waktunya untuk mengisi kuisioner sewaktu peneliti melakukan penelitian di siang hari. Hal ini dikarenakan pegawai swasta dan pegawai negeri sedang

(66)

Begitu juga dengan ibu rumah tangga yang beralasan terburu-buru jika mengisi kuisioner, sedangkan pelajar dan mahasiswa jarang ditemui peneliti dalam melakukan penelitian sehingga hanya sedikit persentasenya.

Pekerjaan

Gambar 7. Distribusi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta berdasarkan Pekerjaan

5. Frekuensi melihat iklan

(67)

hanya pernah melihat iklan di media cetak. Data menunjukan bahwa iklan obat di edia

m cetak jarang muncul di media cetak. Hal ini ditunjukkan pada data frekuensi responden yang pernah melihat iklan di media cetak dengan persentase 96%.

Frekuensi Melihat Iklan

Pernah 96% Sering

4%

Pernah

Sering

Ga

en adalah koran nelitian pendahuluan peneliti mengamati 6 koran yang

selebaran atau yang banyak dikenal mbar 8. Frekuensi Responden 13 Apotek di Kota Yogyakarta melihat Iklan Obat

6. Jenis media cetak

Media cetak ada 7 macam yaitu mejalah, tabloid, koran, poster, brosur, leaflet dan buklet. Media cetak yang paling banyak dilihat / dibaca respond

sebesar 41 %, padahal pe

(68)

m

um tan poster. M

10 ka eli lah em lan ob a

rese ha L sebesar 7%, buklet dan d hany

asyarakat brosur dan yang gambar / iklan besar yang sering di tempel di tempat um atau apotek, yang dikenal masyarakat dengan sebu ajalah hanya % rena menurut responden dan pen ti maja yang m uat ik at tanp

p nya majalah kesehatan. eaflet tabloi a 3%.

Gam ering dilihat Responden 13 Apotek di Kota

gyakarta

7. G b en

Pertanyaan yang diajukan terdiri dari tiga variabel yaitu variabel pengetahuan

ikla b n bel m eli

a. e

Variabel pengetahuan iklan obat bebas terbatas ini terdiri dari sebelas

pe ya gu ber ha on

adanya tasan yang seharusnya tercantum di iklan obat tanpa sep, khususnya iklan obat di media cetak.

bar 9. Jenis Media Cetak yang s Yo am aran jawaban kuisioner respond

n o at, variabel iklan obat da varia inat b bebas terbatas. Peng tahuan iklan obat

rtan an yang digunakan untu en pedoman, aturan, dan ba

k m kur se apa pa m resp den tentang

(69)

Tabel

Media Cetak

XI. Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel Pengetahuan Iklan Obat di Frekuensi (%)

No Pernyataan Kecenderungan

SS S TS STS (SS+S)/(TS+ST)

1 Perlu dicantumkan 49,21 46,87 2,34 1,56 Setuju informasi peringatan.

2 Perlu adanya khasiat 77,34 17,96 3,12 1,56 Setuju obat.

3 Tidak perlu tanda 0,78 2,34 34,37 62,50 Tidak untuk obat bebas dan

setuju

6 Perlu dicantumkan merek dagang.

3,9 25,78 56,25 14,06 Tidak setuju

Gambar

Gambaran Jawaban Responden untuk Variabel  Iklan Obat di
Gambar 1. Model Proses Keputusan Pembelian...........................................
Gambar 1. Model Proses Keputusan Pembelian
Tabel I. Profil Pelanggan OTC di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Besarnya sampel Sakernas Februari 2020 (Semester I) sebanyak 7.500 blok sensus (BS) atau 75.000 rumah tangga untuk memperoleh estimasi data hingga tingkat provinsi.. Sementara

a. Dapat mengambil SKS di luar perguruan tinggi paling lama 2 semester atau setara dengan 40 SKS. Dapat mengambil SKS di program studi yang berbeda di perguruan tinggi yang

Supaya sempurna, ekstraksi dilakukan selama satu hari (24 jam).. 5) Hasil ekstraksi dipisahkan antara larutan (ekstrak) dan residu (kotoran- kotoran yang terdiri dari

Bab ini berisi tentang kasus yang diambil tentang asuhan kebidanan komprehensif pada kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan Keluarga Berencana

Pada skenario ini digunakan dataset yang sama dengan sebelumnya dan semua tweet diklasifikasikan menggunakan metode SVM menggunakan kernel terbaik yang didapat

Fakultas/ Jurusan : Sains dan Teknologi/ Tenik Informatika Judul Penelitian : Sistem Informasi Sarana dan Prasarana Sesuai Standar BAN-PT Terintegrasi SisfoKampus 4.1 Menyatakan

startup Complementary metal-oxide semiconductor memory Digunakan pada beberapa chip RAM, chip flash memory, dan chip memory jenis lain.. Expansion Slots and Adapter

Untuk lingkungan, infrastruktur, sosial budaya, hiburan, makanan lokal, rekomendasi dan revisit intention tidak terdapat perbedaan yang signifi kan, hal ini