vii
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU SOSIAL DALAM
KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI BELAJAR
Silva Stevani Sitompul
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku
sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar. Jenis penelitian ini
adalah penelitian korelasional dengan dua variabel, yaitu perilaku sosial dalam
kelompok teman sebaya sebagai variabel bebas dan motivasi belajar sebagai variabel
tergantung.
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP
BOPKRI 3 Yogyakarta yang berjumlah 74 orang. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dan skala
motivasi belajar yang keduanya disusun oleh peneliti sendiri. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan tehnik korelasi product moment.
Dari hasil analisa data, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar
0,243 dengan nilai signifikansi 0,037 (probabilitas 5 % atau p<0,05). Hal tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku sosial dalam
kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar namun korelasinya lemah.
Sumbangan efektif (koefisien determinasi) yang diberikan oleh perilaku sosial dalam
kelompok teman sebaya sebesar 5,90%.
viii
ABSTRACT
A RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL BEHAVIOUR AMONG
PEER GROUP AND THEIR LEARNING MOTIVATION
Silva Stevani Sitompul
Sanata Dharma University
Yogyakarta
2009
The research is aimed to find out the relationship between social behaviour
among peer group and their learning motivation. The type of the research is
correlational research with two variables, that is, social behaviour among peer group
as the free variable and learning motivation as the dependent variable.
The subject of the research are class VIII students of SMP BOPKRI 3
Yogyakarta. They are 74 students. The data was collected by using the social
behaviour among peer group scale and the learning motivation scale which are made
by the writer. The data was analyzed using Product Moment Correlation Technique.
The result of data analysis showed that score of coeffecient correlation (r) was
0,243 with the 0,037 as the significant score (probabilitas 5% atau p<0,05). It showed
that there was a significant relationship between social behaviour among peer group
and learning motivation. Yet, the correlation still looked weak. The coefficient
determination which was given by social behaviour among peers group was 5,90%
i
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU SOSIAL DALAM
KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI BELAJAR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
SILVA STEVANI SITOMPUL
NIM : 019114055
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
THE STORY OF YOUR LIFE
(Anonymous)
Don’t say you’re not important
It simply isn’t true
The face that you were born
Is proof, GOD has a plan for you
The path may seem unclear right now
But one day you will see
That all that came before
Was truly meant to be
GOD wrote the book that is your life
That’s all you need to know
Ecah day that you are living
Was written long ago
GOD only writes best sellers
So be proud of who you are
Your character is important
In this book you are the “Star”
Enjoy the novel as it reads
It will stand throughout the ages
Savor each chapter as you go
Taking time to turn the pages
v
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk
Tuhan YME
Untuk kesempatan dan berkat pada setiap hembusan nafasku
Alm. Papa
Sebagai panutan dalam hidupku
Mama
Untuk kasih yang tidak berkesudahan, dukungan dan kepercayaan
Orang-orang yang mengasihiku
Untuk dukungan dan semangat mu
vii
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU SOSIAL DALAM
KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI BELAJAR
Silva Stevani Sitompul
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku
sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar. Jenis penelitian ini
adalah penelitian korelasional dengan dua variabel, yaitu perilaku sosial dalam
kelompok teman sebaya sebagai variabel bebas dan motivasi belajar sebagai variabel
tergantung.
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP
BOPKRI 3 Yogyakarta yang berjumlah 74 orang. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dan skala
motivasi belajar yang keduanya disusun oleh peneliti sendiri. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan tehnik korelasi product moment.
Dari hasil analisa data, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar
0,243 dengan nilai signifikansi 0,037 (probabilitas 5 % atau p<0,05). Hal tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku sosial dalam
kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar namun korelasinya lemah.
Sumbangan efektif (koefisien determinasi) yang diberikan oleh perilaku sosial dalam
kelompok teman sebaya sebesar 5,90%.
viii
ABSTRACT
A RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL BEHAVIOUR AMONG
PEER GROUP AND THEIR LEARNING MOTIVATION
Silva Stevani Sitompul
Sanata Dharma University
Yogyakarta
2009
The research is aimed to find out the relationship between social behaviour
among peer group and their learning motivation. The type of the research is
correlational research with two variables, that is, social behaviour among peer group
as the free variable and learning motivation as the dependent variable.
The subject of the research are class VIII students of SMP BOPKRI 3
Yogyakarta. They are 74 students. The data was collected by using the social
behaviour among peer group scale and the learning motivation scale which are made
by the writer. The data was analyzed using Product Moment Correlation Technique.
The result of data analysis showed that score of coeffecient correlation (r) was
0,243 with the 0,037 as the significant score (probabilitas 5% atau p<0,05). It showed
that there was a significant relationship between social behaviour among peer group
and learning motivation. Yet, the correlation still looked weak. The coefficient
determination which was given by social behaviour among peers group was 5,90%
x
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang telah berkenan melimpahkan berkat dan rahmatNya sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dengan segala
kerendahan hati penulis sungguh menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak
lepas dari campur tangan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Sylvia C.M.Y.M, S.Psi., M.si., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Segenap dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma, khususnya Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis selama
kuliah.
4. Bapak Paryadi, S.Pd., selaku kepala sekolah Sekolah Menengah Pertama
BOPKRI 3 Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis
xi
5. Ayah tercinta Surya B.P Sitompul, M.Hum. (alm), mama terkasih Elvira L.,
kakakku Eva, S.Pd dan adikku Shandy, yang tiada henti memberikan
perhatian, dukungan, motivasi, semangat dan doa kepada penulis.
6. Ostian R.M. Siagian, ST., yang selalu menyayangiku dan online 24 jam untuk
memberikan semangat, dukungan, cinta, perhatian serta doa kepada penulis.
7. Gank A-26 (Anas, Lina, Nina, Nining, Siska) yang telah memberikan banyak
kenangan baik itu tawa maupun tangis yang membuat penulis tegar
menghadapi hidup (Finally, I did it!!)
8. Punguan Naposo Sitompul Boru-Bere se-DIY, terima kasih untuk canda tawa
kalian yang selalu menghibur penulis dalam keadaan apapun. Teruntuk
Advendo yang membantu penulis dengan meminjamkan printernya selama
penyusunan skripsi.
9. Last-minute Friends (Aris, Aan, Adri “pongki”, Dessy, Jelly, Mira, Rini, Sius,
Seto, Tumbur), kenangan yang tidak akan terlupakan bersama kalian.
Kehadiran kalian sangat berarti buatku. Terima kasih banyak atas semangat
dan bantuan kalian yang membuat penulis bangkit dari keterpurukan, seperti
kata band DEWA “Hadapi dengan senyuman segala perkara”. Teruntuk Jelly
yang bersedia menjadikan kamar kostnya sebagai base camp pengetikan,
xii
10. Teman-teman Multimedia GPIB (Kak Novi, Ajeng, Alfred, Alfa, Claussie,
Debby, Kara, Pepi, Rosi), terima kasih atas perhatian dan bantuannya, yang
mau bergantian menggantikan tugas penulis di gereja selama penyusunan
skripsi.
11. Keluarga Siagian di Medan (Amangboru, Namboru, Kak Tety, Kak Dela,
Osmond, Dek Oli dan Dek Ola), terima kasih atas dorongan serta doa kepada
penulis.
12. Mas Dian yang mau berbagi ilmu soal statistik, Iban Oik dan Yenny atas
semangat dan dukungan doa, Adhit yang selalu siap membantu penulis, serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tulisan
ini masih banyak kekurangannya sehingga penulis mengharapkan masukan demi
perbaikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, Oktober 2009
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Remaja ... 7
1. Perkembangan Sosial Remaja ... 8
2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 9
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 15
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 16
B. Perilaku Sosial ... 18
xiv
1. Pengertian Kelompok Teman Sebaya ... 23
2. Hakekat Kelompok Teman Sebaya ... 24
3. Peranan Kelompok Teman Sebaya ... 24
D. Motivasi Belajar ... 26
1. Pengertian Motivasi Belajar ... 26
2. Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik ... 27
3. Unsur-unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar ... 29
4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Menurunnya Motivasi
Belajar ... 32
E. Hubungan Antara Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman
Sebaya dan Motivasi Belajar ... 33
F. Hipotesis ... 35
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36
A. Jenis Penelitian ... 36
B. Identifikasi Variabel ... 36
C. Definisi Operasional ... 36
D. Subyek Penelitian ... 37
E. Metode Pengumpulan Data ... 38
F. Pertanggungjawaban Skala ... 41
1. Validitas ... 41
2. Seleksi Item ... 42
3. Reliabilitas ... 43
G. Prosedur Penelitian ... 44
H. Metode Analisis Penelitian ... 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 45
1. Perijinan Uji coba dan Penelitian ... 45
xv
B. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 47
1. Uji Validitas ... 47
2. Analisis Item ... 48
3. Uji Reliabilitas ... 51
C. Pelaksanaan Penelitian ... 52
D. Hasil Penelitian ... 53
1. Deskripsi Data Penelitian ... 53
2. Uji Asumsi Penelitian ... 57
a. Uji Normalitas ... 57
b. Uji Linieritas ... 59
c. Uji Hipotesis ... 59
E. Pembahasan ... 60
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 61
A. Kesimpulan ... 61
B. Kelemahan Penelitian ... 64
C. Saran-saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Blue Print Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok
Teman Sebaya Sebelum Uji Coba ... 39
Tabel 2. Hasil Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Uji Coba ... 41
Tabel 3. Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Uji Coba ... 49
Tabel 4. Blue Print Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya
Sebelum Uji Coba ... 50
Tabel 5. Blue Print Skala Motivasi Belajar (Setelah Uji Coba) ... 51
Tabel 6. Deskripsi Statistik Data Hipotetik ... 53
Tabel 7. Norma Kategorisasi Skor Perilaku Sosial dalam Kelompok
Teman Sebaya dan Motivasi Belajar ... 55
Tabel 8. Kategorisasi Skor Perilaku Sosial dalam Kelompok
Teman Sebaya ... 55
Tabel 9. Kategorisasi Skor Motivasi Belajar ... 56
Tabel 10. Deskripsi Statistik Data Empiris ... 57
Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Data Perilaku Sosial dalam Kelompok
Teman Sebaya dan Motivasi Belajar ... 58
Tabel 12. Hasil Uji Linieritas Data Perilaku Sosial dalam Kelompok
Teman Sebaya dan Motivasi Belajar ... 59
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia memiliki motivasi yang melatarbelakangi berbagai macam
tingkah laku dalam kehidupannya. Di antara sekian banyak motivasi yang
melatarbelakangi tingkah laku manusia salah satunya adalah motivasi belajar.
Motivasi pada dasarnya terjadi karena adanya kebutuhan-kebutuhan yang harus
dipenuhi. Motivasi merupakan syarat mutlak untuk belajar. Di sekolah
seringkali ada anak yang malas, tidak menyenangkan, suka membolos, suka
mencontek saat ujian dan lain sebagainya. Permasalahan yang dihadapi oleh
siswa adalah kurangnya motivasi untuk mendorong siswa agar dapat belajar
dengan segenap tenaga dan pikirannya dan dapat mencapai prestasi yang
diharapkan.
Menurut Winkel (1987) faktor yang mendasari motivasi belajar siswa menurun
adalah :
1. kehidupan diluar sekolah menawarkan banyak bentuk rekreasi yang dapat membuat orang merasa puas, meskipun rasa puas itu tidak dapat bertahan lama
2. pengaruh dari teman-teman yang tidak menghargai prestasi tinggi dalam belajar di sekolah dan prestasi di bidang lain.
3. kekaburan mengenai cita-cita kehidupan sesudah tamat sekolah
4. keadaan keluarga yang kurang menguntungkan, karena sejak kecil anak kurang ditantang untuk memberikan prestasi yang patut dibanggkan atas dasar usahanya sendiri.
Dalam proses belajar, motivasi sangat dibutuhkan karena siswa yang tidak
memiliki motivasi dalam belajar tidak akan memiliki semangat dalam
melakukan belajar. Siswa yang termotivasi dalam belajar menunjukkan minat,
kegairahan dan ketekunan yang tinggi dalam belajar (Prayitno,1989).
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil remaja berusia berusia 14-15
tahun sebagai subyek penelitian, dimana masa remaja adalah masa transisi atau
peralihan dari kanak-kanak menuju kedewasaan (Calon dalam Monks,2001)
karena masa remaja belum memperoleh status orang dewasa tapi tidak lagi
memiliki status kanak-kanak. Pada umumnya remaja mulai melepaskan diri
secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya
yang baru sebagai orang dewasa (Clarke-Stewart&Friedman,1987;
Ingersoll,1989). Remaja dituntut untuk menampilkan tingkah laku yang
dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya.
Individu dalam pertumbuhan dan perkembangannya dipengaruhi oleh
lingkungannya. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak hanya berasal dari keluarga
melainkan dapat berasal dari kelompoknya maupun lingkungan sosialnya, yaitu
kelompok teman sebaya. Remaja pada umumnya mudah terpengaruh oleh
kelompok teman sebayanya. Oleh karena itu masa remaja disebut pula sebagai
masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan
untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group).
Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia
sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja
akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya.
(http://komunitasmahasiswa.info/category/teori-psikologi-sosial/)
Menurut Ali (2004) kelompok teman sebaya memegang peranan penting
dalam kehidupan remaja. Teman sebaya menjadi ukuran bahkan pedoman
dalam remaja bersikap dan berperilaku. Remaja merasa ada kelekatan dan
kebersamaan dengan kelompok sebaya, oleh karena itu sering kita melihat
adanya kebudayaan remaja yaitu kesamaan dalam cara berpakaian, cara
berbicara yang sama, mempunyai hobi yang sama serta sikap dan perilaku yang
sama pula termasuk di dalamnya perilaku belajar. Menurut prinsip motivasi
dari teori behavioristik menyatakan seorang siswa yang duduk di sekolah
tingkat pertama lebih termotivasi belajar jika penguatan dari teman sebaya
dibandingkan guru (Prayitno, 1989). Dengan adanya motivasi, akan memberi
arah pada perilaku sosial remaja. Siswa mampu menyalurkan energinya untuk
menyelesaikan tugas akademis, mengembangkan hubungan sosialnya dengan
teman sebaya serta meningkatkan rasa mampu karena siswa termotivasi untuk
memenuhi kekurangan dalam dirinya.
Menurut Santosa, di dalam kelompok teman sebaya tidak dipentingkan
adanya struktur organisasi, namun diantara anggota kelompok merasakan
adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya (1999).
Kenyataan di lapangan, sebagian siswa berusaha menguasai bahan pelajaran
atau belajar dengan giat untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan dari
teman-teman kelompoknya. Bagi remaja awal, ada unsur-unsur yang menjadi
laku, minat atau kesenangan, kepribadian atau nilai yang dianut. Apa yang
mereka jadikan standar dilihatnya tentang keserasian dan kesamaannya.
Semakin besar atau banyak keserasian yang mereka miliki maka semakin erat
pula persahabatan diantara mereka. Dalam kelompok teman sebaya, teman
adalah tempat berkaca, sebagai orang yang paling dekat dan teman bisa
member gambaran tentang diri sendiri dari dekat.
Seperti halnya terjadi di SMP BOPKRI 3 Yogyakarta, menurut informasi
guru pembimbing dan observasi di lapangan, para siswa di sekolah ini telah
memiliki kelompok teman sebayanya sendiri-sendiri, yang dalam pemilihannya
tidak ditentukan oleh jenjang kelas (sekolah) dan tidah harus dalam satu kelas.
Selain itu rata-rata dalam satu kelompok memiliki minat atau kesenangan serta
pola tingkah laku yang sama. Sehingga jika dalam suatu kelompok, ada
anggota kelompok yang memiliki prestasi yang baik, maka anggota lainnya
akan termotivasi untuk meraih hasil yang tidak jauh beda. Hal ini selaras
dengan penelitian sebelumnya oleh Lestari (2003) yang menyatakan bahwa
teman-teman sekelas yang sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi
memberikan pengaruh yang sangat besar dalam membantu memotivasi siswa
yang belum termotivasi belajarnya, sehingga siswa yang mengalami motivasi
belajar rendah merasa ingin juga memiliki motivasi tinggi seperti teman-teman
yang telah memperoleh prestasi.
Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok
sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya,
khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di
satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat
menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan
orang tua, terutama secara ekonomis.
Melihat hal diatas, mendorong penulis untuk mengetahui sejauh mana
hubungan perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi
belajar. Mengingat subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SLTP yang
termasuk pada masa remaja awal, dimana kohesi kelompok cenderung kuat.
Sehingga pengambilan keputusan dan perilakunya ditentukan oleh teman
sebaya.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan
motivasi belajar pada siswa-siswi kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan yang
signifikan antara perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagaimana
perilaku sosial remaja di sekolah berpengaruh terhadap motivasi belajar
sehingga pencapaian hasil belajar siswa yang optimal dapat tercapai.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi orang tua
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada orang tua mengenai
perilaku sosial remaja dalam kelompok teman sebayanya.
b. Bagi Siswa
menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam belajar serta mampu
memotivasi teman yang lain.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan positif
bagi sekolah, khususnya dalam meningkatkan motivasi belajar peserta
didik.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dimanfaatkan sebagai bagian dari proses belajar
dan berlatih lebih teliti, cermat, berpikir kritis dalam menganalisa,
mengolah data dan mengambil kesimpulan khususnya dalam
penulisan ilmiah dan dapat mengembangkan pengetahuan baik teoritis
7 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang
berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1999). Masa
remaja ini berada diantara masa kanak-kanak dan masa dewasa, bukan
termasuk golongan anak tetapi juga bukan termasuk golongan orang
dewasa (Monks, 1999).
Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi
atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa
tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak (Calon dalam Monks, 1999).
Sehingga kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk
“bertindak sesuai umurnya”. Kalau remaja berusaha berperilaku seperti
orang dewasa, ia seringkali dituduh “terlalu besar celananya” dan dimarahi
karena mencoba bertindak seperti orang dewasa (Hurlock, 1994).
Monks, dkk (1999) membagi remaja dalam tiga tingkat usia, yaitu:
1. Early adolescence (Remaja Awal)
Berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun. Pada masa ini
merupakan masa negatif karena menurut Buhler (dalam Mappiare,
1982) pada masa ini terdapat sikap dan sifat negatif yang belum
terlihat dalam masa kanak-kanak. Individu sering merasa bingung,
2. Middle adolescence(Remaja Pertengahan)
Dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun. Pada masa ini individu
menginginkan atau mendambakan sesuatu dan mencari-cari sesuatu.
Merasa sunyi dan merasa tidak bias mengerti dan tidak dimengerti oleh
orang lain (Ahmadi, 1999).
3. Late Adolescence (Remaja Akhir)
Berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Pada masa ini individu mulai
merasa stabil. Mulai mengenal dirinya, mulai memahami arah hidup
dan menyadari tujuan hidupnya. Mempunyai pendirian tertentu
berdasarkan satu pola hidup jelas (Ahmadi, 1999).
1. Perkembangan Sosial Remaja
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku
diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan
kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun
penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan
dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan Monks (1999) bahwa dalam perkembangan sosial remaja
dapat dilihat adanya dua macam gerak. Dua macam gerak tersebut adalah
Pertama, memisahkan diri dari orang tua, kedua, menuju ke arah
teman-teman sebaya. Oleh karena itu mendapat pengakuan dari kelompok teman-teman
sebaya dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja
2. Ciri-Ciri Masa Remaja
Periode remaja ini seperti halnya dengan periode yang lainnya, dimana
merupakan periode penting selama rentang kehidupan. Pada masa remaja
terdapat cirri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum
dan sesudahnya. Menurut Hurlock (1994) ciri-ciri tersebut adalah:
a. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting
Pada periode remaja, baik akibat fisik dan akibat psikologis sama
pentingnya. Perkembangan fisik yang cepat perlu disertai dengan
perkembangan mental yang cepat pula. Karena semua perkembangan
menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk
sikap, nilai dan minat baru (Hurlock, 1994).
b. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang
telah terjadi sebelumnya, melainkan peralihan dari satu tahap ke tahap
berikutnya. Hal ini berarti, apa yang telah terjadi sebelumnya akan tetap
dibawa pada apa yang terjadi sekarang dan akan datang. Pada masa ini,
remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Di lain
pihak, status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena
status memberi waktu kepada remaja untuk mencoba gaya hidup yang
berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling
c. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan
Pada awal masa remaja perubahan fisik berlangsung pesat yang
diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang pesat juga. Jika
perubahan fisik menurun maka perubahan perilaku dan sikap menurun
juga. Ada empat perubahan yang sama dan hampir bersifat universal.
Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada
tingkat perubahan fisik dan psikologisnya yang terjadi. Kedua,
perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok
sosial menimbulkan masalah baru. Bagi remaja muda, masalah baru
yang timbul tampaknya lebih banyak dan sulit diselesaikan
dibandingkan masalah yang dihadapi sebelumnya. Remaja akan tetap
merasa ditimbuni masalah, sampai ia sendiri menyelesaikan menurut
kepuasannya. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku,
maka nilai-nilai juga berubah. Sesuatu yang dianggap penting pada
masa kanak-kanak, setelah dewasa tidak penting lagi. Misalnya
sebagian besar remaja tidak lagi menganggap bahwa banyaknya teman
merupakan petunjuk popularitas, tetapi kualitas lebih penting daripada
kuantitas. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalenterhadap
setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan,
tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan
meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab
d. Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah
Masalah pada remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi
baik oleh remaja laki-laki atau remaja perempuan, karena
ketidakmampuan mereka untuk mengatasi masalahnya menurut cara
yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya mengerti bahwa cara
penyelesaian masalah tidak selalu sesuai dengan harapan mereka
(Hurlock, 1994).
e. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas
Pada tahun-tahun awal masa remaja,penyesuaian diri dengan
kelompok masih tetap penting bagi remaja laki-laki dan
perempuan,tetapi mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak
puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal,
seperti sebelumnya. Hal ini menimbulkan suatu kebingungan yang
menyebabkan krisis identitas atau identitas-ego pada remaja. Hal ini
dijelaskan oleh erikson (dalam Hurlock, 1994) sebagai berikut:
“Identitas diri yang dicari remaja berusaha untuk menjelaskan
siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang
anak atau orang dewasa? Apakah nantinya ia dapat menjadi
seorang suami atau ayah?...Apakah ia mampu percaya diri
sekalipun latar belakang rasa tau agama atau nasionalnya membuat
beberapa orang merendahkannya? Secara keseluruhan, apakah ia
Erikson selanjutnya menjelaskan bagaimana pencarian identitas ini
mempengaruhi perilaku remaja:
“Dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan
yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan
tahun-tahun lalu, meskipun untuk melakukannya mereka harus
menunjuk secara artificial orang-orang yang baik hati untuk
berperan sebagai musuh; dan mereka selalu siap untuk
menempatkan idoal dan ideal mereka sebagai pembimbing dalam
mencari identitas akhir. Identifikasi yang sekarang terjadi dalam
bentuk identitas ego adalah lebih dari sekedar penjunlahan
identikasi masa kanak-kanak.”
Salah satu cara untuk mengangkat diri sendiri sebagai individu
adalah dengan menggunakan symbol status dalam bentuk mobil,
pakaian dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat. Dengan
cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang
sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan
identitas dirinya terhadap kelompok sebaya (Hurlock, 1994).
f. Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan
Menurut Majeres (dalam Hurlock, 1994) banyak anggapan tentang
remaja yang mempunyai arti bernilai, tetapi sayang banyak diantaranya
yang bersifat negatif. Anggapan dari masyarakat bahwa remaja adalah
anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja takut bertanggung
jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang
normal atau wajar.
Anggapan dari masyarakat ini mempengaruhi konsep diri dan sikap
remaja. Menurut Anthony (Hurlock, 1994) bahwa anggapan dari
masyarakat berfungsi sebagai cermin yang ditegakkan masyarakat bagi
remaja, yang menggambarkan citra diri remaja sendiri yang kemudian
dianggap sebagai gambaran yang asli, dan remaja akan membentuk
perilakunya sesuai dengan gambaran ini.
Melihat anggapan dan keyakinan bahwa orang dewasa dan atau
masyarakat mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja,
membuat peralihan ke masa remaja terlihat sulit. Hal ini banyak
menimbulkan pertentangan antara orang tua dengan anak sehingga
terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua
untuk mengatas pelbagai masalahnya (Hurlock, 1994).
g. Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik
Remaja melihat dirinya dan orang lain sesuai dengan yang ia
inginkan dan bukan sebagaimana adanya. Remaja mempunyai cita-cita
yang kadang tidak realistik, dan hal ini tidak hanya bagi dirinya sendiri
tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, yang menyebabkan
tingginya emosi. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain
mengecewakannya atau bila tidak berhasil mencapai tujuan yang
Dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial,
serta meningkatnya kemampuan untuk berpikir rasional, remaja yang
lebih tua memandang dirinya, keluarga, teman-teman serta kehidupan
pada umumnya secara lebih realistik. Dengan demikian, remaja tidak
terlalu banyak mengalami kekecewaan seperti ketika masih lebih muda.
Ini adalah salah satu kondisi yang menimbulkan kebahagiaan yang
lebih besar pada remaja yang lebih besar.
Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umumnya remaja
laki-laki atau wanita sering terganggu oleh idealisme yang berlebihan,
bahwa mereka segera harus melepaskan kehidupan mereka yang bebas
bila telah mencapai status orang dewasa. Bila telah mencapai usia
dewasa ia merasa bahwa periode masa remaja lebih bahagia daripada
periode masa dewasa. Adanya tuntutan dan tanggung jawab, terdapat
kecenderungan untuk mengagungkan masa remaja dan kecenderungan
untuk merasa bahwa masa bebas yang penuh bahagia telah hilang
selamanya (Hurlock, 1994).
h. Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa
Semakin mendekati usia kematangan yang sah para remaja menjadi
gelisah untuk meninggalkan stereotype belasan tahun memberikan
kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak
seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja
mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status
obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa
perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Masa remaja merupakan tahap kehidupan yang mempunyai segi-segi
baik dan segi-segi buruk. Kebahagiaan remaja akan bertambah dengan
meningkatnya kedewasaan sosial melalui pergaulan hidup (Soekanto,
1996). Dalam masa remaja ini terdapat tugas-tugas perkembangan yang
harus diselesaikan untuk mencapai kedewasaan sosial tersebut.
Tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada
penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan
mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas
perkembangan remaja menurut Mappiare (1982) adalah: Pertama,
petunjuk-petunjuk yang memungkinkan seseorang mengerti dan
memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat dan
lingkungan lain terhadap seseorang dalam usia tertentu. Kedua, merupakan
petunjuk bagi seseorang tentang apa dan bagaimana yang diharapkan dari
dirinya pada masa yang akan datang, jika kelak telah tercapai. Tugas
perkembangan masa remaja ini menuntut perubahan besar dalam sikap dan
pola perilaku, sehingga tidak semua remaja laki-laki dan wanita dapat
menguasai tugas perkembangan tersebut selama awal masa remaja.
Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa
a. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih
dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
b. Memperoleh peranan sosial
c. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
d. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya
e. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
f. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
g. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
h. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan remaja ini terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaannya, yaitu
antara lain:
a. Pertumbuhan fisik remaja, yang berarti bahwa pertumbuhan fisik pada
masa remaja bias tumbuh secara wajar atau tidak. Jika kurang wajar
dan terdapat kelainan-kelainan yang mencolok, maka remaja tersebut
akan mengalami hambatan pelaksanaan tugas perkembangannya.
b. Perkembangan psikis remaja, artinya aspek yang menyangkut psikis
(mental, sikap dan perasaan) dapat berkembang dengan wajar atau
Seorang yang lambat perkembangan mentalnya akan sangat mungkin
mengalami hambatan pelaksanaan tugas-tugas perkembangannya.
c. Kedudukan atau urutan anak dalam keluarga, artinya remaja sebagai
anak tunggal atau bukan, anak kandung atau anak angkat, anak dalam
urutan pertama atau terakhir, banyak mempengaruhi kelancaran
pelaksanaan tugas-tugas perkembangannya.
d. Kesempatan bagi remaja untuk mempelajari tugas-tugas
perkembangan, artinya ada atau tidak kesempatan yang akan
memperlancar atau menghambat pelaksanaan tugas perkembangan
bagi remaja. Remaja yang hidup dalam suatu asrama dengan peraturan
yang kaku, seringkali mengalami hambatan dalam pelaksanaan
tugas-tugas perkembangannya.
e. Motivasi pada seseorang, artinya ada atau tidaknya, kuat atau
lemahnya motivasi atau faktor pendorong yang ada dalam diri remaja
akan memperlancar atau memperlambat pelaksanaan tugas
perkembangannya. Motivasi ini dapat bersumber dari luar diri
(ekstrinsik) dan dari dalam diri (intrinsik). Remaja yang hidup dalam
suatu keluarga atau suatu masyarakat yang memberikan penghargaan
dan penerimaan, akan mendorong remaja dalam kelompok masyarakat
tersebut untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dengan
baik.
f. Kelancaran pelaksanaan tugas-tugas perkembangan masa sebelumnya,
perkembangan remaja dalam masa-masa sebelumnya (masa pubertas,
masa kanak-kanak) akan mempengaruhi kelancaran pelaksanaan
tugas-tugas perkembangan dalam masa remaja ini (Mappiare, 1982).
B. Perilaku Sosial
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh
manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan,
persuasi, dan atau genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam
perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku
menyimpang.
Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak
ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan
sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan
sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat
lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus
ditujukan kepada orang lain. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan
Psikolog Rini dalam blognya (www.rini.blogspot.com) yang menyatakan
bahwa perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam situasi sosial,
yakni bagaimana orang berpikir, merasa dan bertindak karena kehadiran
orang lain.
Konsep dasar perilaku sosial menurut Brian
penguat/ganjaran/reward dan menitikberatkan pada tingkah laku actor dan
lingkungan.
Bentuk perilaku sosial (5 proposisi) yaitu :
1. Proposisi keberhasilan
Jika tindakannya sering mendapat ganjaran, maka semakin sering
dilakukan.
2. Proposisi stimulus
Jika stimulus merupakan kondisi dimana seseorang mendapatkan
ganjaran, maka semakin besar kemungkinan mengulangi seperti pada
waktu lalu.
3. Proposisi nilai
Semakin bermanfaat maka semakin sering kemungkinan tindakan
tersebut diulangi
4. Proposisi Kejenuhan kerugian
Semakin sering seseorang mendapatkan ganjaran yang istimewa, maka
bagian yang lebih mendalam dari ganjaran tersebut menjadi kurang
bermakna bagi orang lain.
5. Proposisi persetujuan dan perlawanan
Jika tidak mendapat ganjaran atau hukuman yang tidak diharapkan, ia
akan marah dan semakin besar kemungkinan orang tersebut akan
melakukan perlawanan dan hasil tingkah lakunya makin berharga bagi
Jika dapat ganjaran atau lebih, maka akan menunjukkan tingkah laku
persetujuan. Dan hasil tingkah lakunya semakin berharga baginya.
Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang
yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa,
melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai,
norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam
kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok
semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.
Demi kawan yang menjadi anggota kelompok ini, remaja bisa
melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan yaitu
solidaritas. Kelompok teman sebaya menjadi suatu wadah yang luar biasa
apabila bisa mengarah terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang
solidaritas menjadi hal yang bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada
akhirnya merusak arti dari solidaritas itu sendiri.
Buhler (dalam Abi Syamsuddin Makmun,2003) mengemukakan
bahwa perilaku sosial pada masa remaja awal adalah individu mulai
menyadari adanya kenyataan yang berbeda dengan sudut pandangnya.
Oleh karena itu remaja demi alasan solidaritas melakukan apa yang
diinginkan oleh kelompoknya. Kelompok teman sebaya sering kali
memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya
(peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan
narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks, melakukan
penodongan, bolos sekolah, tawuran, merokok, corat-coret tembok, dan
masih banyak lagi (http://www.ubb.ac.id/).
Secara individual, remaja sering merasa tidak nyaman dalam
melakukan apa yang dituntutkan pada dirinya. Namun, karena besarnya
tekanan atau besarnya keinginan untuk diakui, ketidak berdayaan untuk
meninggalkan kelompok, dan ketidak mampuan untuk mengatakan tidak,
membuat segala tuntutan yang diberikan kelompok secara terpaksa
dilakukan. Lama kelamaan prilaku ini menjadi kebiasaan, dan melekat
sebagai suatu karakter yang diwujudkan dalam berbagai prilaku negatif.
Kelompok atau teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa
untuk menentukan arah hidup remaja. Jika remaja berada dalam
lingkungan yang penuh dengan energy negatif seperti yang terurai di atas,
segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif.
Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu
menyebarkan energy positif, yaitu sebuah kelompok yang selalu
memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan
diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki
sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular.
Dalam Jurnal skripsi Mayuree KJubwong di Srinakharinwirot
University (http://bsris.swu.ac.th/iprc) menjelaskan bahwa perilaku sosial
pada masa remaja awal adalah konformitas, kelekatan dan imitasi.
Pada masa remaja konformitas terhadap kelompok teman sebaya
menjadi penting, karena adanya kebutuhan untuk diterima dan diakui oleh
kelompoknya. Remaja tersebut menyadari bahwa untuk diterima menjadi
kelompok, mereka harus dapat menyesuaikan diri dengan kelompoknya.
Keinginan untuk mendapatkan kesan yang baik dimata teman sebayanya
membuat remaja belajar menyesuaikan tingkah lakunya dengan pola
tingkah laku kelompoknya dan mengidentifikasikan dirinya dengan tujuan
dan aktivitas kelompoknya (Hurlock,1978)
Konformitas dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya sifat,
harapan kelompok, kualitas, kehidupan keluarga. Dengan
mempertimbangkan faktor-faktor ini maka dapat dipahami sifat atau jenis
konformitas pada teman sebaya yang ditunjuk oleh masing-masing remaja.
2. Kelekatan terhadap kelompok teman sebaya
Kelekatan merupakan kecenderungan seseorang mencari kedekatan
dengan orang-orang tertentu untuk mendapatkan afeksi atau kasih sayang.
Orang yang dekat secara fisik biasanya yang mempunyai kesamaan latar
belakang atau minat. Kelekatan disini dapat memberikan banyak pengaruh
pada tingkah laku remaja terutama perilaku belajar.
c. Imitasi terhadap kelompok teman sebaya
Imitasi merupakan hubungan antara stimulus dan respon yang
dapat disertai dengan penguatan atau tanpa penguatan, melibatkan pula
faktor karakteristik model jenis kelamin dan munculnya suatu sikap yang
C. Kelompok Teman Sebaya
1. Pengertian Kelompok Teman Sebaya
Teman sebaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak dan
remaja (Monk,dkk,1987;Hurlock,1987). Teman sebaya berperan tidak hanya
pada masa kanak-kanak hingga remaja namun berperan hingga usia lanjut, dan
pengaruhnya pun akan berbeda-beda pada setiap tahapan usia. Beberapa
pengertian tentang tentang teman sebaya yang akan dijelaskan oleh beberapa
ahli. Teman sebaya (peer) menurut kamus lengkap psikologi (Chaplin,2002)
artinya kawan seusia. Sedangkan menurut Santrock (2002) teman sebaya
adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan
yang sama.
Menurut Johnson (Sarwono, 2005) kelompok adalah kumpulan dua orang
atau lebih yang berinteraksi tatap muka, yang masing-masing menyadari
keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang
lain yang juga anggota kelompok dan masing-masing menyadari saling
ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama.
Menurut Havighurst (Hurlock, 1978) kelompok teman sebaya adalah suatu
kumpulan orang yang berusia kurang lebih berusia sama yang berpikir dan
bertindak bersama-sama.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok
teman sebaya merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang saling
berinteraksi untuk melakukan suatu kegiatan, umumnya memiliki
2. Hakekat kelompok teman sebaya
Anak berkembang di dalam dua dunia sosial :
a) Dunia orang dewasa, yaitu orang tuanya, guru-gurunya dan sebagainya
b) Dunia teman sebaya, yaitu sahabat-sahabatnya, kelompok bermain,
perkumpulan-perkumpulan
Bagi anak, kelompok sebaya ialah kelompok anak-anak tertentu yang
saling berinteraksi. Setiap kelompok memiliki peraturan-peraturan sendiri,
tersurat maupun tersirat, memiliki tata sosialnya sendiri, mempunyao
harapan-harapannya sendiri bagi para anggotanya. Setiap kelompok sebaya juga
mempunyai kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi, perilaku, bahkan bahasa
sendiri. Kelompok sebaya merupakan lembaga sosialisasi yang penting
disamping keluarga, sebab kelompok sebaya juga turut serta mengajarkan
cara-cara hidup bermasyarakat. Biasanya antara umur empat dan tujuh tahun dunia
sosial anak mengalami perubahan secara radikal, dari dunia kecil yang berpusat
di dalam keluarga ke dunia yang lebih luas yang berpusat pada kelompok
sebaya. Anak cenderung merasa nyaman berada bersama-sama teman-teman
sebayanya daripada berada bersama orang dewasa, meskipun
orang-orang dewasa tersebut bersikap menerima dan penuh pengertian.
3. Peranan Kelompok Teman Sebaya
Kebutuhan untuk memiliki hubungan sosial sudah ada sejak individu
berusia kanak-kanak. Hal ini terbukti dengan adanya kebutuhan untuk menjadi
bagian dalam kelompok sosial, baik di rumah, di lingkungan bermain maupun
dalam suatu kelompok tertentu, ia merasa dibutuhkan dan disukai oleh
kelompoknya. Tetapi sebaliknya apabila ia tidak menjadi anggota dalam
kelompok tersebut maka ia akan merasa dikucilkan oleh teman-temannya.
Thornburg (1982) berpendapat bahwa remaja bergabung dengan kelompok
sebaya karena alasan-alasan sebagai berikut :
a) Kelompok sebaya dapat membantu individu dalam melepaskan diri dari
pola-pola tingkah laku kanak-kanak dan belajar berbagai macam tingkah
laku sosial
b) Kelompok sebaya dapat berperan sebagai sarana untuk menyelesaikan
konflik nilai sehingga individu mendapat pertolongan dalam
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang menuju kearah
kedewasaan.
4. Kelompok Sebaya sebagai Situasi Belajar
Dunia teman sebaya dalam situasi belajar menurut Santosa (2004) :
a) Dalam dunia teman sebaya, anak memiliki status yang sama dan sederajat
dengan anak lain.
b) Dalam kelompok sebaya, belajar biasanya berlangsung dalam situasi yang
kurang terkait secara emosional, ini berlangsung pada umur permulaan,
ketika anak kurang menyadari bahwa situasi belajar itu adalah suatu situasi
belajar.
c) Pengaruh kelompok sebaya terhadap anak yang umurnya semakin
pengaruh keluarga, sebab anak itu semakin lama semakin sering berada di
tengah-tengah kelompok sebayanya.
D. Motivasi Belajar
Prestasi belajar yang diperoleh siswa tergantung dari usaha belajar
yang telah dilakukan oleh siswa tersebut. Prestasi belajar yang diperoleh
oleh siswa mencerminkan sejauh mana siswa tersebut memahami materi
dan menjawab soal-soal dari materi yang telah dipahaminya tersebut
dalam ujian. Dalam menerima materi pelajaran, ada perbedaan reaksi
antara siswa yang satu dengan yang lain. Ada yang menerimanya dengan
malas-malasan, tidak tertarik, merasa terpaksa bahkan tidak jarang ada
siswa yang menerima pelajaran dengan perasaan takut.
Perbedaan reaksi terjadi karena adanya perbedaan motivasi dalam
belajar. Prayitno (1989) mengemukakan bahwa motivasi dalam belajar
tidak hanya sebagai suatu energi penggerak untuk belajar, namun juga
sebagai sesuatu yang mengarahkan aktivitas siswa pada tujuan belajar,
yaitu perolehan prestasi yang baik. Menurut Djamarah (2000) motivasi
sangat dibutuhkan dalam proses belajar, sebab seseorang yang tidak
mempunyai motivasi dalam belajar tidak mungkin melakukan aktivitas
belajar.
1. Pengertian Motivasi Belajar
Serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa akan
diri siswa yang secara umum dinamakan motivasi. Motivasi inilah
yang mendorong siswa untuk tekun belajar.
Menurut Winkel (2004) motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan-kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan-kegiatan belajar dan
memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu
tujuan. Prayitno (1986) juga menegaskan bahwa motivasi dalam
belajar tidak hanya merupakan suatu energi yang menggerakkan siswa
untuk belajar, tetapi juga sebagai suatu yang mengarahkan ativitas
siswa kepada tujuan belajar. Sedangkan Sardiman (1986) menyatakan
bahwa motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non
intelektual.
Hal ini menunjukkan bahwa motivasi belajar memegang peranan
penting yaitu dalam memberikan gairah dan semangat untuk
belajar.Dengan demikian motivasi belajar adalah energi yang
menggerakkan siswa untuk belajar demi pencapaian tujuan belajar.
2. Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Belajar
Dalam proses belajar siswa, ada dua macam motivasi yaitu motivasi
yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang disebut motivasi intrinsik
dan motivasi yang berasal dari luar diri siswa yang disebut motivasi
a) Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik menurut Sardiman (1986) adalah
motivasi yang aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari
luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada untuk melakukan
sesuatu. Dalam aktivitas belajar, bila individu memiliki motivasi
intrinsik, maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan belajar
yang tidak memerlukan motivasi di luar dirinya. Seseorang yang
memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajarnya.
Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran positif, bahwa
semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan
dan berguna kini dan dimasa mendatang (Djamarah, 2000).
Siswa yang termotivasi secara intrinsik dapat dilihat dari
kegiatannya yang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar.
Hal tersebut dikarenakan siswa ingin mencapai tujuan belajar yang
sebenarnya. Tujuan belajar yang sebenarnya adalah menguasai apa
yang sedang dipelajari dan memperoleh prestasi belajar yang baik
bukan karena terpaksa atau ingin mendapatkan pujian dari berbagai
pihak seperti misalnya orang tua, guru atau teman sebaya.
b) Motivasi Ekstrinsik
Menurut Sardiman (1986) motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang motif-motifnya aktif dan berfungsi karena adanya
rangsangan dari luar. Djamarah (2000) mengatakan bahwa
tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar. Siswa belajar
karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang
dipelajarinya, misalnya untuk mendapat angka tinggi, mendapat
gelar, mendapat pujian, dan sebagainya.
Motivasi ekstrinsik tidak jelek dan tidak perlu dihindari
sama sekali. Banyak siswa yang termotivasi belajarnya karena
dorongan motivasi ekstrinsik (Prayitno, 1989). Dengan adanya
motivasi ekstrinsik dapat membantu siswa untuk menjadi semangat
dalam belajar. Namun Djamarah (2000) mengungkapkan bahwa
baik motivasi ektrinsik yang positif misalnya pujian, hadiah
maupun motivasi ektrinsik yang negatif yaitu ejekan, celaan,
hukuman berpengaruh pada sikap dan perilaku siswa. Oleh karena
itu hal ini perlu diperhatikan, jangan sampai siswa menjadi tertekan
dan menimbulkan keengganan untuk belajar.
3. Unsur- unsur yang mempengaruhi motivasi belajar
Ada beberapa unsur motivasi yang mempengaruhi motivasi belajar.
Menurut Ali Imron (1996), unsur-unsur tersebut adalah :
a) Cita-cita/aspirasi siswa
Setiap manusia senantiasa mempunyai cita-cita atau
aspirasi tertentu dalam hidupnya, termasuk pembelajar. Cita-cita
atau aspirasi ini senantiasa ia kejar dan ia perjuangkan. Bahkan
tidak jarang, meskipun rintangan yang ditemui sangat banyak
berusaha semaksimal mungkin karena hal tersebut berkaitan
dengan cita-cita dan aspirasinya. Oleh karena itu, cita-cita dan
aspirasi sangat mempengaruhi motivasi belajar, sebab dengan
tercapainya cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.
b) Kemampuan siswa
Keinginan siswa untuk memperoleh nilai yang baik harus
disertai dengan kemampuan dan kecakapan untuk meraihnya,
misalnya dengan membuat catatan-catatan kecil tentang hal yang
perlu, mengerjakan tugas yang diberikan, mendengarkan pelajaran
dengan seksama. Dengan didukung oleh kemampuan dan
kecakapan, maka keinginan siswa untuk memperoleh nilai yang
baik akan tercapai. Dapat dikatakan bahwa kemampuan akan
memperkuat motivasi belajar.
c) Kondisi siswa
Kondisi siswa dibedakan atas dua yaitu kondisi fisik dan
kondisi psikologisnya yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Bila seseorang kondisi psikologisnya tidak sehat, bisa berpengaruh
juga terhadap ketahanan dan kesehatan fisiknya. Ada kalanya
seseorang yang pada masa-masa sebelumnya bermotivasi belajar
tinggi, tiba-tiba menjadi rendah hanya karena kondisi fisik dan
psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak jarang, seseorang yang
motivasi belajarnya biasa-biasa saja, tiba-tiba berubah karena
demikian, kondisi fisik dan psikologis individu mempengaruhi
motivasi belajar.
d) Kondisi lingkungan belajar
Lingkungan belajar ini meliputi lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah
tempat dimana pembelajar tersebut belajar, tempat belajar dalam
keadaan pengap/amburadul ataukah dalam keadaan teratur,tertata
rapi. Sedangkan lingkungan sosial bisa berupa lingkungan
sepermainan, lingkungan sebaya, kelompok belajar juga
menentukan motivasi belajar seseorang. Contohnya, dalam
lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang yang
menghuni lingkungan tersebut akan terbawa serta untuk belajar
sebagaimana orang lain. Secara sadar atau tidak, terekayasa untuk
belajar.
e) Unsur-unsur dinamis belajar/pembelajaran
Unsur dinamis belajar/pembelajaran yaitu bagaimana
motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar, bahan belajar,
alat bantu, suasana belajar dan kondisi subyek belajar. Hal ini perlu
diperhatikan agar motivasi belajar siswa menjadi tinggi sehingga
memperoleh nilai yang baik.
f) Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar
Guru yang tinggi gairahya dalam membelajarkan
mengakibatkan tingginya motivasi belajar pembelajar. Oleh karena
itu guru juga turut andil dalam menumbuhkan motivasi pembelajar.
Dapat dilihat bahwa keenam unsur diatas memberikan andil yang
besar dalam menumbuhkan motivasi belajar. Namun peneliti
membatasi dan menitikberatkan bahwa motivasi belajar dipengaruhi
oleh kemampuan siswa, kondisi siswa, serta kondisi lingkungan
belajar terutama lingkungan sosialnya yaitu teman sebaya.
4. Faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar Gejala-gejala yang ditunjuk saat ini tentang masalah menurunnya
motivasi belajar adalah kelalaian mengerjakan tugas di sekolah
ataupun tugas rumah (PR), rendahnya persiapan saat ujian harian
maupun ujian kenaikan kelas, adanya pandangan asal naik kelas, dan
sebagainya. Menurut Winkel (2004) faktor yang mendasari adanya
gejala tersebut, antara lain :
a) Kehidupan di luar sekolah menawarkan banyak bentuk rekreasi
yang dapat membuat orang merasa puas meski hanya bersifat
sementara
b) Pengaruh dari teman-teman yang tidak menghargai prestasi tinggi
dalam belajar di sekolah dan prestasi di bidang lain
d) Keadaan keluarga yang kurang menguntungkan karena sejak kecil
anak kurang ditantang untuk memberikan prestasi yang patut
dibanggakan atas dasar usahanya sendiri
e) Sikap kritis sejumlah orang muda terhadap masyarakat, sehingga
mereka meragukan kegunaan dari belajar di sekolah.
E. Hubungan antara Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya dan Motivasi Belajar
Masa remaja merupakan masa untuk belajar di sekolah. Sekolah
merupakan suatu tempat dimana ia dapat belajar dan dapat bergaul dengan
teman-teman sebayanya. Di sekolah, remaja biasanya menghabiskan
waktu bersama-sama paling sedikit selama enam jam setiap harinya, ini
berarti hampir sepertiga waktu yang dimilikinya dilewati remaja di sekolah
bersama dengan teman-temannya. Oleh karena itu tekanan untuk
mengikuti teman-teman sebaya adalah kuat selama masa remaja,
khususnya kelas delapan dan Sembilan (Santrock,2002). Tidak
mengherankan bila pengaruh teman sebaya sangat besar terhadap
kehidupan remaja.
Kelompok teman sebaya merupakan sarana bagi remaja untuk
saling berinteraksi. Setiap kelompok teman sebaya memiliki
peraturan-peraturan sendiri, mempunyai harapan-harapan sendiri bagi para
anggotanya. Melalui kelompok teman sebaya remaja akan belajar standar
tanggung jawab. Di dalam kelompok teman sebaya, remaja merasa
diterima, dibutuhkan, dihargai. Bagi remaja awal, ada unsur-unsur yang
menjadi standar dalam memilih kelompok teman sebaya. Diantaranya pola
tingkah laku, minat atau kesenangan, kepribadian atau nilai yang dianut.
Menurut Ali (2004) kelompok teman sebaya memegang peranan
penting dalam kehidupan remaja. Teman sebaya menjadi ukuran bahkan
pedoman dalam remaja bersikap dan berperilaku.. Salah satu perilaku yang
diadaptasi adalah perilaku belajar. Dengan diterimanya remaja dalam
lingkungan teman-teman sebaya maka remaja akan dapat melaksanakan
tugas belajarnya.
Menurut Prayitno (1989) bahwa hubungan sosial antara siswa
dengan siswa lain mempengaruhi proses belajar. Dalam proses belajar
motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai
motivasi dalam belajar tidak mungkin melakukan aktivitas belajar. Siswa
yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai energi untuk melakukan
kegiatan belajar. Motivasi belajar yang kuat menjadi sebab utama siswa
melakukan aktivitas belajar pada suatu saat tertentu (Handoko, 1992).
Penelitian Lestari (2003) menyatakan bahwa teman-teman sekelas
yang sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi memberikan pengaruh
yang sangat besar dalam membantu memotivasi siswa yang belum
termotivasi belajarnya. Sehingga siswa yang mengalami motivasi belajar
rendah merasa ingin juga memiliki motivasi tinggi seperti teman-teman
Dalam kelompok teman sebaya, teman sebagai reflektor yaitu
tempat berkaca dimana teman memberikan gambaran tentang siapa diri
kita. Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan dan rasa saling
memilliki yang penting dalam situasi sekolah. Kelompok teman sebaya
juga merupakan komunitas belajar dimana peran-peran sosial dan standar
yang berkaitan dengan kerja dan prestasi dibentuk.
Hubungan perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan
motivasi belajar diatas divisualisasikan dalam bagan paradigma di bawah
ini. Hubungan yang terjadi, merupakan hubungan bolak-balik yaitu saling
mempengaruhi. Bagan ini menggambarkan kerangka keterkaitan antara
dua variabel. Variabel pertama adalah interaksi teman sebaya sebagai
variabel bebas (independent variable)dan variabel kedua adalah motivasi
belajar(dependent variable) sebagai variable tergantung.
Variabel Bebas Variabel Tergantung
(independent variable) (dependent variable)
F. Hipotesis
Ada hubungan signifikan antara perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya
dengan motivasi belajar.
Perilaku Sosial dalam
Kelompok Teman Sebaya
36 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu suatu penelitian untuk
mencari hubungan antara dua variabel (Coolican, 1994). Penelitian ini
berpusat pada hubungan antara interaksi teman sebaya dengan motivasi
belajar pada remaja awal.
B. Identifikasi Variabel
Variabel penelitian ini terdiri dari
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah interaksi teman sebaya.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah motivasi belajar.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian:
1. Motivasi belajar adalah dorongan yang ada di dalam diri siswa yang
dapat menimbulkan keinginan belajar, sehingga tujuan belajar yang
dikehendaki siswa dapat tercapai yang ditunjukkan dengan perestasi
Pernyataan dalam skala motivasi belajar ini disusun oleh peneliti
berdasarkan teori-teori yang dikemukakan oleh berbagai ahli tentang
motivasi belajar. Hal-hal yang diteliti yaitu: : a) hasrat dan keinginan
untuk belajar, b) dorongan dan kebutuhan untuk belajar, c) harapan
dan cita-cita masa depan, d) kemampuan pembelajar, e) penghargaan
dalam belajar, dan f) lingkungan belajar yang kondusif.
2. Perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya
Perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam situasi sosial
khususnya dalam kelompok, yaitu :
a) Konformitas pada kelompok yaitu adanya kebutuhan untuk diterima
dan diakui oleh kelompoknya dan bergaul dengan standar yang
sudah ditetapkan dalam kelompok.
b) Kelekatan pada kelompok yaitu ikatan afeksi yang relatif bertahan
lama dengan intensitas yang dalam
c) Imitasi kelompok yaitu meniru perilaku kelompok yang dilihat
subyek, yang dilakukan secara sadar atau tidak, dapat dilakukan
dengan segera atau dengan penundaan.
Semakin tinggi skor yang diperoleh dari skala ini maka semakin
tinggi pula interaksi teman sebaya.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang ini adalah pelajar Sekolah Lanjutan
14-15 tahun, yang berada pada titik remaja awal. Alasan peneliti karena
pada usia ini remaja awal menghabiskan sebagian besar waktunya dengan
teman sebaya baik dalam kegiatan sekolah maupun ekstrakurikuler. Oleh
karenanya peranan teman sebaya cukup besar dan pengambil keputusan
dalam setiap perilaku remaja.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan dua bentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh
peneliti dengan menggunakan metode skala. Dua bentuk kuesioner yang
dimaksud yaitu skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dan
skala motivasi belajar.
1. Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya
Skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya disusun
berdasarkan pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable (15 item) dan
unfavorable(15 item). Pilihan jawaban terdiri dari 4 kategori yaitu Sangat
Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi
skor 2 dan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. Sebaliknya
untuk pernyataan unfavorable, jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 1,
Setuj