• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

vii

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU SOSIAL DALAM

KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI BELAJAR

Silva Stevani Sitompul

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku

sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar. Jenis penelitian ini

adalah penelitian korelasional dengan dua variabel, yaitu perilaku sosial dalam

kelompok teman sebaya sebagai variabel bebas dan motivasi belajar sebagai variabel

tergantung.

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP

BOPKRI 3 Yogyakarta yang berjumlah 74 orang. Pengumpulan data dilakukan

dengan menggunakan skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dan skala

motivasi belajar yang keduanya disusun oleh peneliti sendiri. Analisis data dilakukan

dengan menggunakan tehnik korelasi product moment.

Dari hasil analisa data, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar

0,243 dengan nilai signifikansi 0,037 (probabilitas 5 % atau p<0,05). Hal tersebut

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku sosial dalam

kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar namun korelasinya lemah.

Sumbangan efektif (koefisien determinasi) yang diberikan oleh perilaku sosial dalam

kelompok teman sebaya sebesar 5,90%.

(2)

viii

ABSTRACT

A RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL BEHAVIOUR AMONG

PEER GROUP AND THEIR LEARNING MOTIVATION

Silva Stevani Sitompul

Sanata Dharma University

Yogyakarta

2009

The research is aimed to find out the relationship between social behaviour

among peer group and their learning motivation. The type of the research is

correlational research with two variables, that is, social behaviour among peer group

as the free variable and learning motivation as the dependent variable.

The subject of the research are class VIII students of SMP BOPKRI 3

Yogyakarta. They are 74 students. The data was collected by using the social

behaviour among peer group scale and the learning motivation scale which are made

by the writer. The data was analyzed using Product Moment Correlation Technique.

The result of data analysis showed that score of coeffecient correlation (r) was

0,243 with the 0,037 as the significant score (probabilitas 5% atau p<0,05). It showed

that there was a significant relationship between social behaviour among peer group

and learning motivation. Yet, the correlation still looked weak. The coefficient

determination which was given by social behaviour among peers group was 5,90%

(3)

i

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU SOSIAL DALAM

KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI BELAJAR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

SILVA STEVANI SITOMPUL

NIM : 019114055

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

THE STORY OF YOUR LIFE

(Anonymous)

Don’t say you’re not important

It simply isn’t true

The face that you were born

Is proof, GOD has a plan for you

The path may seem unclear right now

But one day you will see

That all that came before

Was truly meant to be

GOD wrote the book that is your life

That’s all you need to know

Ecah day that you are living

Was written long ago

GOD only writes best sellers

So be proud of who you are

Your character is important

In this book you are the “Star”

Enjoy the novel as it reads

It will stand throughout the ages

Savor each chapter as you go

Taking time to turn the pages

(7)

v

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk

Tuhan YME

Untuk kesempatan dan berkat pada setiap hembusan nafasku

Alm. Papa

Sebagai panutan dalam hidupku

Mama

Untuk kasih yang tidak berkesudahan, dukungan dan kepercayaan

Orang-orang yang mengasihiku

Untuk dukungan dan semangat mu

(8)
(9)

vii

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU SOSIAL DALAM

KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI BELAJAR

Silva Stevani Sitompul

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku

sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar. Jenis penelitian ini

adalah penelitian korelasional dengan dua variabel, yaitu perilaku sosial dalam

kelompok teman sebaya sebagai variabel bebas dan motivasi belajar sebagai variabel

tergantung.

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP

BOPKRI 3 Yogyakarta yang berjumlah 74 orang. Pengumpulan data dilakukan

dengan menggunakan skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dan skala

motivasi belajar yang keduanya disusun oleh peneliti sendiri. Analisis data dilakukan

dengan menggunakan tehnik korelasi product moment.

Dari hasil analisa data, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar

0,243 dengan nilai signifikansi 0,037 (probabilitas 5 % atau p<0,05). Hal tersebut

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku sosial dalam

kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar namun korelasinya lemah.

Sumbangan efektif (koefisien determinasi) yang diberikan oleh perilaku sosial dalam

kelompok teman sebaya sebesar 5,90%.

(10)

viii

ABSTRACT

A RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL BEHAVIOUR AMONG

PEER GROUP AND THEIR LEARNING MOTIVATION

Silva Stevani Sitompul

Sanata Dharma University

Yogyakarta

2009

The research is aimed to find out the relationship between social behaviour

among peer group and their learning motivation. The type of the research is

correlational research with two variables, that is, social behaviour among peer group

as the free variable and learning motivation as the dependent variable.

The subject of the research are class VIII students of SMP BOPKRI 3

Yogyakarta. They are 74 students. The data was collected by using the social

behaviour among peer group scale and the learning motivation scale which are made

by the writer. The data was analyzed using Product Moment Correlation Technique.

The result of data analysis showed that score of coeffecient correlation (r) was

0,243 with the 0,037 as the significant score (probabilitas 5% atau p<0,05). It showed

that there was a significant relationship between social behaviour among peer group

and learning motivation. Yet, the correlation still looked weak. The coefficient

determination which was given by social behaviour among peers group was 5,90%

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa yang telah berkenan melimpahkan berkat dan rahmatNya sehingga skripsi

ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dengan segala

kerendahan hati penulis sungguh menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak

lepas dari campur tangan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Sylvia C.M.Y.M, S.Psi., M.si., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan

membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Segenap dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma, khususnya Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis selama

kuliah.

4. Bapak Paryadi, S.Pd., selaku kepala sekolah Sekolah Menengah Pertama

BOPKRI 3 Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis

(13)

xi

5. Ayah tercinta Surya B.P Sitompul, M.Hum. (alm), mama terkasih Elvira L.,

kakakku Eva, S.Pd dan adikku Shandy, yang tiada henti memberikan

perhatian, dukungan, motivasi, semangat dan doa kepada penulis.

6. Ostian R.M. Siagian, ST., yang selalu menyayangiku dan online 24 jam untuk

memberikan semangat, dukungan, cinta, perhatian serta doa kepada penulis.

7. Gank A-26 (Anas, Lina, Nina, Nining, Siska) yang telah memberikan banyak

kenangan baik itu tawa maupun tangis yang membuat penulis tegar

menghadapi hidup (Finally, I did it!!)

8. Punguan Naposo Sitompul Boru-Bere se-DIY, terima kasih untuk canda tawa

kalian yang selalu menghibur penulis dalam keadaan apapun. Teruntuk

Advendo yang membantu penulis dengan meminjamkan printernya selama

penyusunan skripsi.

9. Last-minute Friends (Aris, Aan, Adri “pongki”, Dessy, Jelly, Mira, Rini, Sius,

Seto, Tumbur), kenangan yang tidak akan terlupakan bersama kalian.

Kehadiran kalian sangat berarti buatku. Terima kasih banyak atas semangat

dan bantuan kalian yang membuat penulis bangkit dari keterpurukan, seperti

kata band DEWA “Hadapi dengan senyuman segala perkara”. Teruntuk Jelly

yang bersedia menjadikan kamar kostnya sebagai base camp pengetikan,

(14)

xii

10. Teman-teman Multimedia GPIB (Kak Novi, Ajeng, Alfred, Alfa, Claussie,

Debby, Kara, Pepi, Rosi), terima kasih atas perhatian dan bantuannya, yang

mau bergantian menggantikan tugas penulis di gereja selama penyusunan

skripsi.

11. Keluarga Siagian di Medan (Amangboru, Namboru, Kak Tety, Kak Dela,

Osmond, Dek Oli dan Dek Ola), terima kasih atas dorongan serta doa kepada

penulis.

12. Mas Dian yang mau berbagi ilmu soal statistik, Iban Oik dan Yenny atas

semangat dan dukungan doa, Adhit yang selalu siap membantu penulis, serta

semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tulisan

ini masih banyak kekurangannya sehingga penulis mengharapkan masukan demi

perbaikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Oktober 2009

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Remaja ... 7

1. Perkembangan Sosial Remaja ... 8

2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 9

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 15

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan

Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 16

B. Perilaku Sosial ... 18

(16)

xiv

1. Pengertian Kelompok Teman Sebaya ... 23

2. Hakekat Kelompok Teman Sebaya ... 24

3. Peranan Kelompok Teman Sebaya ... 24

D. Motivasi Belajar ... 26

1. Pengertian Motivasi Belajar ... 26

2. Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik ... 27

3. Unsur-unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar ... 29

4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Menurunnya Motivasi

Belajar ... 32

E. Hubungan Antara Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman

Sebaya dan Motivasi Belajar ... 33

F. Hipotesis ... 35

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Identifikasi Variabel ... 36

C. Definisi Operasional ... 36

D. Subyek Penelitian ... 37

E. Metode Pengumpulan Data ... 38

F. Pertanggungjawaban Skala ... 41

1. Validitas ... 41

2. Seleksi Item ... 42

3. Reliabilitas ... 43

G. Prosedur Penelitian ... 44

H. Metode Analisis Penelitian ... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 45

1. Perijinan Uji coba dan Penelitian ... 45

(17)

xv

B. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 47

1. Uji Validitas ... 47

2. Analisis Item ... 48

3. Uji Reliabilitas ... 51

C. Pelaksanaan Penelitian ... 52

D. Hasil Penelitian ... 53

1. Deskripsi Data Penelitian ... 53

2. Uji Asumsi Penelitian ... 57

a. Uji Normalitas ... 57

b. Uji Linieritas ... 59

c. Uji Hipotesis ... 59

E. Pembahasan ... 60

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Kelemahan Penelitian ... 64

C. Saran-saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Blue Print Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok

Teman Sebaya Sebelum Uji Coba ... 39

Tabel 2. Hasil Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Uji Coba ... 41

Tabel 3. Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Uji Coba ... 49

Tabel 4. Blue Print Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya

Sebelum Uji Coba ... 50

Tabel 5. Blue Print Skala Motivasi Belajar (Setelah Uji Coba) ... 51

Tabel 6. Deskripsi Statistik Data Hipotetik ... 53

Tabel 7. Norma Kategorisasi Skor Perilaku Sosial dalam Kelompok

Teman Sebaya dan Motivasi Belajar ... 55

Tabel 8. Kategorisasi Skor Perilaku Sosial dalam Kelompok

Teman Sebaya ... 55

Tabel 9. Kategorisasi Skor Motivasi Belajar ... 56

Tabel 10. Deskripsi Statistik Data Empiris ... 57

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Data Perilaku Sosial dalam Kelompok

Teman Sebaya dan Motivasi Belajar ... 58

Tabel 12. Hasil Uji Linieritas Data Perilaku Sosial dalam Kelompok

Teman Sebaya dan Motivasi Belajar ... 59

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia memiliki motivasi yang melatarbelakangi berbagai macam

tingkah laku dalam kehidupannya. Di antara sekian banyak motivasi yang

melatarbelakangi tingkah laku manusia salah satunya adalah motivasi belajar.

Motivasi pada dasarnya terjadi karena adanya kebutuhan-kebutuhan yang harus

dipenuhi. Motivasi merupakan syarat mutlak untuk belajar. Di sekolah

seringkali ada anak yang malas, tidak menyenangkan, suka membolos, suka

mencontek saat ujian dan lain sebagainya. Permasalahan yang dihadapi oleh

siswa adalah kurangnya motivasi untuk mendorong siswa agar dapat belajar

dengan segenap tenaga dan pikirannya dan dapat mencapai prestasi yang

diharapkan.

Menurut Winkel (1987) faktor yang mendasari motivasi belajar siswa menurun

adalah :

1. kehidupan diluar sekolah menawarkan banyak bentuk rekreasi yang dapat membuat orang merasa puas, meskipun rasa puas itu tidak dapat bertahan lama

2. pengaruh dari teman-teman yang tidak menghargai prestasi tinggi dalam belajar di sekolah dan prestasi di bidang lain.

3. kekaburan mengenai cita-cita kehidupan sesudah tamat sekolah

4. keadaan keluarga yang kurang menguntungkan, karena sejak kecil anak kurang ditantang untuk memberikan prestasi yang patut dibanggkan atas dasar usahanya sendiri.

(20)

Dalam proses belajar, motivasi sangat dibutuhkan karena siswa yang tidak

memiliki motivasi dalam belajar tidak akan memiliki semangat dalam

melakukan belajar. Siswa yang termotivasi dalam belajar menunjukkan minat,

kegairahan dan ketekunan yang tinggi dalam belajar (Prayitno,1989).

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil remaja berusia berusia 14-15

tahun sebagai subyek penelitian, dimana masa remaja adalah masa transisi atau

peralihan dari kanak-kanak menuju kedewasaan (Calon dalam Monks,2001)

karena masa remaja belum memperoleh status orang dewasa tapi tidak lagi

memiliki status kanak-kanak. Pada umumnya remaja mulai melepaskan diri

secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya

yang baru sebagai orang dewasa (Clarke-Stewart&Friedman,1987;

Ingersoll,1989). Remaja dituntut untuk menampilkan tingkah laku yang

dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya.

Individu dalam pertumbuhan dan perkembangannya dipengaruhi oleh

lingkungannya. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak hanya berasal dari keluarga

melainkan dapat berasal dari kelompoknya maupun lingkungan sosialnya, yaitu

kelompok teman sebaya. Remaja pada umumnya mudah terpengaruh oleh

kelompok teman sebayanya. Oleh karena itu masa remaja disebut pula sebagai

masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan

untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group).

Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia

sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja

(21)

akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya.

(http://komunitasmahasiswa.info/category/teori-psikologi-sosial/)

Menurut Ali (2004) kelompok teman sebaya memegang peranan penting

dalam kehidupan remaja. Teman sebaya menjadi ukuran bahkan pedoman

dalam remaja bersikap dan berperilaku. Remaja merasa ada kelekatan dan

kebersamaan dengan kelompok sebaya, oleh karena itu sering kita melihat

adanya kebudayaan remaja yaitu kesamaan dalam cara berpakaian, cara

berbicara yang sama, mempunyai hobi yang sama serta sikap dan perilaku yang

sama pula termasuk di dalamnya perilaku belajar. Menurut prinsip motivasi

dari teori behavioristik menyatakan seorang siswa yang duduk di sekolah

tingkat pertama lebih termotivasi belajar jika penguatan dari teman sebaya

dibandingkan guru (Prayitno, 1989). Dengan adanya motivasi, akan memberi

arah pada perilaku sosial remaja. Siswa mampu menyalurkan energinya untuk

menyelesaikan tugas akademis, mengembangkan hubungan sosialnya dengan

teman sebaya serta meningkatkan rasa mampu karena siswa termotivasi untuk

memenuhi kekurangan dalam dirinya.

Menurut Santosa, di dalam kelompok teman sebaya tidak dipentingkan

adanya struktur organisasi, namun diantara anggota kelompok merasakan

adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya (1999).

Kenyataan di lapangan, sebagian siswa berusaha menguasai bahan pelajaran

atau belajar dengan giat untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan dari

teman-teman kelompoknya. Bagi remaja awal, ada unsur-unsur yang menjadi

(22)

laku, minat atau kesenangan, kepribadian atau nilai yang dianut. Apa yang

mereka jadikan standar dilihatnya tentang keserasian dan kesamaannya.

Semakin besar atau banyak keserasian yang mereka miliki maka semakin erat

pula persahabatan diantara mereka. Dalam kelompok teman sebaya, teman

adalah tempat berkaca, sebagai orang yang paling dekat dan teman bisa

member gambaran tentang diri sendiri dari dekat.

Seperti halnya terjadi di SMP BOPKRI 3 Yogyakarta, menurut informasi

guru pembimbing dan observasi di lapangan, para siswa di sekolah ini telah

memiliki kelompok teman sebayanya sendiri-sendiri, yang dalam pemilihannya

tidak ditentukan oleh jenjang kelas (sekolah) dan tidah harus dalam satu kelas.

Selain itu rata-rata dalam satu kelompok memiliki minat atau kesenangan serta

pola tingkah laku yang sama. Sehingga jika dalam suatu kelompok, ada

anggota kelompok yang memiliki prestasi yang baik, maka anggota lainnya

akan termotivasi untuk meraih hasil yang tidak jauh beda. Hal ini selaras

dengan penelitian sebelumnya oleh Lestari (2003) yang menyatakan bahwa

teman-teman sekelas yang sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi

memberikan pengaruh yang sangat besar dalam membantu memotivasi siswa

yang belum termotivasi belajarnya, sehingga siswa yang mengalami motivasi

belajar rendah merasa ingin juga memiliki motivasi tinggi seperti teman-teman

yang telah memperoleh prestasi.

Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok

sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya,

(23)

khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di

satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat

menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan

orang tua, terutama secara ekonomis.

Melihat hal diatas, mendorong penulis untuk mengetahui sejauh mana

hubungan perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi

belajar. Mengingat subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SLTP yang

termasuk pada masa remaja awal, dimana kohesi kelompok cenderung kuat.

Sehingga pengambilan keputusan dan perilakunya ditentukan oleh teman

sebaya.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan

motivasi belajar pada siswa-siswi kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan yang

signifikan antara perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan

(24)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagaimana

perilaku sosial remaja di sekolah berpengaruh terhadap motivasi belajar

sehingga pencapaian hasil belajar siswa yang optimal dapat tercapai.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi orang tua

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada orang tua mengenai

perilaku sosial remaja dalam kelompok teman sebayanya.

b. Bagi Siswa

menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam belajar serta mampu

memotivasi teman yang lain.

c. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan positif

bagi sekolah, khususnya dalam meningkatkan motivasi belajar peserta

didik.

d. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dimanfaatkan sebagai bagian dari proses belajar

dan berlatih lebih teliti, cermat, berpikir kritis dalam menganalisa,

mengolah data dan mengambil kesimpulan khususnya dalam

penulisan ilmiah dan dapat mengembangkan pengetahuan baik teoritis

(25)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Remaja

Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang

berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini mencakup

kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1999). Masa

remaja ini berada diantara masa kanak-kanak dan masa dewasa, bukan

termasuk golongan anak tetapi juga bukan termasuk golongan orang

dewasa (Monks, 1999).

Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi

atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa

tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak (Calon dalam Monks, 1999).

Sehingga kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk

“bertindak sesuai umurnya”. Kalau remaja berusaha berperilaku seperti

orang dewasa, ia seringkali dituduh “terlalu besar celananya” dan dimarahi

karena mencoba bertindak seperti orang dewasa (Hurlock, 1994).

Monks, dkk (1999) membagi remaja dalam tiga tingkat usia, yaitu:

1. Early adolescence (Remaja Awal)

Berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun. Pada masa ini

merupakan masa negatif karena menurut Buhler (dalam Mappiare,

1982) pada masa ini terdapat sikap dan sifat negatif yang belum

terlihat dalam masa kanak-kanak. Individu sering merasa bingung,

(26)

2. Middle adolescence(Remaja Pertengahan)

Dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun. Pada masa ini individu

menginginkan atau mendambakan sesuatu dan mencari-cari sesuatu.

Merasa sunyi dan merasa tidak bias mengerti dan tidak dimengerti oleh

orang lain (Ahmadi, 1999).

3. Late Adolescence (Remaja Akhir)

Berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Pada masa ini individu mulai

merasa stabil. Mulai mengenal dirinya, mulai memahami arah hidup

dan menyadari tujuan hidupnya. Mempunyai pendirian tertentu

berdasarkan satu pola hidup jelas (Ahmadi, 1999).

1. Perkembangan Sosial Remaja

Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku

diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan

kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun

penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan

dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Hal ini sesuai dengan yang

diungkapkan Monks (1999) bahwa dalam perkembangan sosial remaja

dapat dilihat adanya dua macam gerak. Dua macam gerak tersebut adalah

Pertama, memisahkan diri dari orang tua, kedua, menuju ke arah

teman-teman sebaya. Oleh karena itu mendapat pengakuan dari kelompok teman-teman

sebaya dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja

(27)

2. Ciri-Ciri Masa Remaja

Periode remaja ini seperti halnya dengan periode yang lainnya, dimana

merupakan periode penting selama rentang kehidupan. Pada masa remaja

terdapat cirri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum

dan sesudahnya. Menurut Hurlock (1994) ciri-ciri tersebut adalah:

a. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting

Pada periode remaja, baik akibat fisik dan akibat psikologis sama

pentingnya. Perkembangan fisik yang cepat perlu disertai dengan

perkembangan mental yang cepat pula. Karena semua perkembangan

menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk

sikap, nilai dan minat baru (Hurlock, 1994).

b. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang

telah terjadi sebelumnya, melainkan peralihan dari satu tahap ke tahap

berikutnya. Hal ini berarti, apa yang telah terjadi sebelumnya akan tetap

dibawa pada apa yang terjadi sekarang dan akan datang. Pada masa ini,

remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Di lain

pihak, status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena

status memberi waktu kepada remaja untuk mencoba gaya hidup yang

berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling

(28)

c. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan

Pada awal masa remaja perubahan fisik berlangsung pesat yang

diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang pesat juga. Jika

perubahan fisik menurun maka perubahan perilaku dan sikap menurun

juga. Ada empat perubahan yang sama dan hampir bersifat universal.

Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada

tingkat perubahan fisik dan psikologisnya yang terjadi. Kedua,

perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok

sosial menimbulkan masalah baru. Bagi remaja muda, masalah baru

yang timbul tampaknya lebih banyak dan sulit diselesaikan

dibandingkan masalah yang dihadapi sebelumnya. Remaja akan tetap

merasa ditimbuni masalah, sampai ia sendiri menyelesaikan menurut

kepuasannya. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku,

maka nilai-nilai juga berubah. Sesuatu yang dianggap penting pada

masa kanak-kanak, setelah dewasa tidak penting lagi. Misalnya

sebagian besar remaja tidak lagi menganggap bahwa banyaknya teman

merupakan petunjuk popularitas, tetapi kualitas lebih penting daripada

kuantitas. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalenterhadap

setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan,

tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan

meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab

(29)

d. Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah

Masalah pada remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi

baik oleh remaja laki-laki atau remaja perempuan, karena

ketidakmampuan mereka untuk mengatasi masalahnya menurut cara

yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya mengerti bahwa cara

penyelesaian masalah tidak selalu sesuai dengan harapan mereka

(Hurlock, 1994).

e. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja,penyesuaian diri dengan

kelompok masih tetap penting bagi remaja laki-laki dan

perempuan,tetapi mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak

puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal,

seperti sebelumnya. Hal ini menimbulkan suatu kebingungan yang

menyebabkan krisis identitas atau identitas-ego pada remaja. Hal ini

dijelaskan oleh erikson (dalam Hurlock, 1994) sebagai berikut:

“Identitas diri yang dicari remaja berusaha untuk menjelaskan

siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang

anak atau orang dewasa? Apakah nantinya ia dapat menjadi

seorang suami atau ayah?...Apakah ia mampu percaya diri

sekalipun latar belakang rasa tau agama atau nasionalnya membuat

beberapa orang merendahkannya? Secara keseluruhan, apakah ia

(30)

Erikson selanjutnya menjelaskan bagaimana pencarian identitas ini

mempengaruhi perilaku remaja:

“Dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan

yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan

tahun-tahun lalu, meskipun untuk melakukannya mereka harus

menunjuk secara artificial orang-orang yang baik hati untuk

berperan sebagai musuh; dan mereka selalu siap untuk

menempatkan idoal dan ideal mereka sebagai pembimbing dalam

mencari identitas akhir. Identifikasi yang sekarang terjadi dalam

bentuk identitas ego adalah lebih dari sekedar penjunlahan

identikasi masa kanak-kanak.”

Salah satu cara untuk mengangkat diri sendiri sebagai individu

adalah dengan menggunakan symbol status dalam bentuk mobil,

pakaian dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat. Dengan

cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang

sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan

identitas dirinya terhadap kelompok sebaya (Hurlock, 1994).

f. Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan

Menurut Majeres (dalam Hurlock, 1994) banyak anggapan tentang

remaja yang mempunyai arti bernilai, tetapi sayang banyak diantaranya

yang bersifat negatif. Anggapan dari masyarakat bahwa remaja adalah

anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung

(31)

membimbing dan mengawasi kehidupan remaja takut bertanggung

jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang

normal atau wajar.

Anggapan dari masyarakat ini mempengaruhi konsep diri dan sikap

remaja. Menurut Anthony (Hurlock, 1994) bahwa anggapan dari

masyarakat berfungsi sebagai cermin yang ditegakkan masyarakat bagi

remaja, yang menggambarkan citra diri remaja sendiri yang kemudian

dianggap sebagai gambaran yang asli, dan remaja akan membentuk

perilakunya sesuai dengan gambaran ini.

Melihat anggapan dan keyakinan bahwa orang dewasa dan atau

masyarakat mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja,

membuat peralihan ke masa remaja terlihat sulit. Hal ini banyak

menimbulkan pertentangan antara orang tua dengan anak sehingga

terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua

untuk mengatas pelbagai masalahnya (Hurlock, 1994).

g. Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik

Remaja melihat dirinya dan orang lain sesuai dengan yang ia

inginkan dan bukan sebagaimana adanya. Remaja mempunyai cita-cita

yang kadang tidak realistik, dan hal ini tidak hanya bagi dirinya sendiri

tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, yang menyebabkan

tingginya emosi. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain

mengecewakannya atau bila tidak berhasil mencapai tujuan yang

(32)

Dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial,

serta meningkatnya kemampuan untuk berpikir rasional, remaja yang

lebih tua memandang dirinya, keluarga, teman-teman serta kehidupan

pada umumnya secara lebih realistik. Dengan demikian, remaja tidak

terlalu banyak mengalami kekecewaan seperti ketika masih lebih muda.

Ini adalah salah satu kondisi yang menimbulkan kebahagiaan yang

lebih besar pada remaja yang lebih besar.

Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umumnya remaja

laki-laki atau wanita sering terganggu oleh idealisme yang berlebihan,

bahwa mereka segera harus melepaskan kehidupan mereka yang bebas

bila telah mencapai status orang dewasa. Bila telah mencapai usia

dewasa ia merasa bahwa periode masa remaja lebih bahagia daripada

periode masa dewasa. Adanya tuntutan dan tanggung jawab, terdapat

kecenderungan untuk mengagungkan masa remaja dan kecenderungan

untuk merasa bahwa masa bebas yang penuh bahagia telah hilang

selamanya (Hurlock, 1994).

h. Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa

Semakin mendekati usia kematangan yang sah para remaja menjadi

gelisah untuk meninggalkan stereotype belasan tahun memberikan

kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak

seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja

mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status

(33)

obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa

perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Masa remaja merupakan tahap kehidupan yang mempunyai segi-segi

baik dan segi-segi buruk. Kebahagiaan remaja akan bertambah dengan

meningkatnya kedewasaan sosial melalui pergaulan hidup (Soekanto,

1996). Dalam masa remaja ini terdapat tugas-tugas perkembangan yang

harus diselesaikan untuk mencapai kedewasaan sosial tersebut.

Tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada

penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan

mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas

perkembangan remaja menurut Mappiare (1982) adalah: Pertama,

petunjuk-petunjuk yang memungkinkan seseorang mengerti dan

memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat dan

lingkungan lain terhadap seseorang dalam usia tertentu. Kedua, merupakan

petunjuk bagi seseorang tentang apa dan bagaimana yang diharapkan dari

dirinya pada masa yang akan datang, jika kelak telah tercapai. Tugas

perkembangan masa remaja ini menuntut perubahan besar dalam sikap dan

pola perilaku, sehingga tidak semua remaja laki-laki dan wanita dapat

menguasai tugas perkembangan tersebut selama awal masa remaja.

Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa

(34)

a. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih

dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan

b. Memperoleh peranan sosial

c. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif

d. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa

lainnya

e. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri

f. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan

g. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga

h. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan remaja ini terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaannya, yaitu

antara lain:

a. Pertumbuhan fisik remaja, yang berarti bahwa pertumbuhan fisik pada

masa remaja bias tumbuh secara wajar atau tidak. Jika kurang wajar

dan terdapat kelainan-kelainan yang mencolok, maka remaja tersebut

akan mengalami hambatan pelaksanaan tugas perkembangannya.

b. Perkembangan psikis remaja, artinya aspek yang menyangkut psikis

(mental, sikap dan perasaan) dapat berkembang dengan wajar atau

(35)

Seorang yang lambat perkembangan mentalnya akan sangat mungkin

mengalami hambatan pelaksanaan tugas-tugas perkembangannya.

c. Kedudukan atau urutan anak dalam keluarga, artinya remaja sebagai

anak tunggal atau bukan, anak kandung atau anak angkat, anak dalam

urutan pertama atau terakhir, banyak mempengaruhi kelancaran

pelaksanaan tugas-tugas perkembangannya.

d. Kesempatan bagi remaja untuk mempelajari tugas-tugas

perkembangan, artinya ada atau tidak kesempatan yang akan

memperlancar atau menghambat pelaksanaan tugas perkembangan

bagi remaja. Remaja yang hidup dalam suatu asrama dengan peraturan

yang kaku, seringkali mengalami hambatan dalam pelaksanaan

tugas-tugas perkembangannya.

e. Motivasi pada seseorang, artinya ada atau tidaknya, kuat atau

lemahnya motivasi atau faktor pendorong yang ada dalam diri remaja

akan memperlancar atau memperlambat pelaksanaan tugas

perkembangannya. Motivasi ini dapat bersumber dari luar diri

(ekstrinsik) dan dari dalam diri (intrinsik). Remaja yang hidup dalam

suatu keluarga atau suatu masyarakat yang memberikan penghargaan

dan penerimaan, akan mendorong remaja dalam kelompok masyarakat

tersebut untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dengan

baik.

f. Kelancaran pelaksanaan tugas-tugas perkembangan masa sebelumnya,

(36)

perkembangan remaja dalam masa-masa sebelumnya (masa pubertas,

masa kanak-kanak) akan mempengaruhi kelancaran pelaksanaan

tugas-tugas perkembangan dalam masa remaja ini (Mappiare, 1982).

B. Perilaku Sosial

Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh

manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan,

persuasi, dan atau genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam

perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku

menyimpang.

Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak

ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan

sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan

sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat

lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus

ditujukan kepada orang lain. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan

Psikolog Rini dalam blognya (www.rini.blogspot.com) yang menyatakan

bahwa perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam situasi sosial,

yakni bagaimana orang berpikir, merasa dan bertindak karena kehadiran

orang lain.

Konsep dasar perilaku sosial menurut Brian

(37)

penguat/ganjaran/reward dan menitikberatkan pada tingkah laku actor dan

lingkungan.

Bentuk perilaku sosial (5 proposisi) yaitu :

1. Proposisi keberhasilan

Jika tindakannya sering mendapat ganjaran, maka semakin sering

dilakukan.

2. Proposisi stimulus

Jika stimulus merupakan kondisi dimana seseorang mendapatkan

ganjaran, maka semakin besar kemungkinan mengulangi seperti pada

waktu lalu.

3. Proposisi nilai

Semakin bermanfaat maka semakin sering kemungkinan tindakan

tersebut diulangi

4. Proposisi Kejenuhan kerugian

Semakin sering seseorang mendapatkan ganjaran yang istimewa, maka

bagian yang lebih mendalam dari ganjaran tersebut menjadi kurang

bermakna bagi orang lain.

5. Proposisi persetujuan dan perlawanan

Jika tidak mendapat ganjaran atau hukuman yang tidak diharapkan, ia

akan marah dan semakin besar kemungkinan orang tersebut akan

melakukan perlawanan dan hasil tingkah lakunya makin berharga bagi

(38)

Jika dapat ganjaran atau lebih, maka akan menunjukkan tingkah laku

persetujuan. Dan hasil tingkah lakunya semakin berharga baginya.

Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang

yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa,

melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai,

norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam

kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok

semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.

Demi kawan yang menjadi anggota kelompok ini, remaja bisa

melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan yaitu

solidaritas. Kelompok teman sebaya menjadi suatu wadah yang luar biasa

apabila bisa mengarah terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang

solidaritas menjadi hal yang bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada

akhirnya merusak arti dari solidaritas itu sendiri.

Buhler (dalam Abi Syamsuddin Makmun,2003) mengemukakan

bahwa perilaku sosial pada masa remaja awal adalah individu mulai

menyadari adanya kenyataan yang berbeda dengan sudut pandangnya.

Oleh karena itu remaja demi alasan solidaritas melakukan apa yang

diinginkan oleh kelompoknya. Kelompok teman sebaya sering kali

memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya

(peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan

(39)

narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks, melakukan

penodongan, bolos sekolah, tawuran, merokok, corat-coret tembok, dan

masih banyak lagi (http://www.ubb.ac.id/).

Secara individual, remaja sering merasa tidak nyaman dalam

melakukan apa yang dituntutkan pada dirinya. Namun, karena besarnya

tekanan atau besarnya keinginan untuk diakui, ketidak berdayaan untuk

meninggalkan kelompok, dan ketidak mampuan untuk mengatakan tidak,

membuat segala tuntutan yang diberikan kelompok secara terpaksa

dilakukan. Lama kelamaan prilaku ini menjadi kebiasaan, dan melekat

sebagai suatu karakter yang diwujudkan dalam berbagai prilaku negatif.

Kelompok atau teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa

untuk menentukan arah hidup remaja. Jika remaja berada dalam

lingkungan yang penuh dengan energy negatif seperti yang terurai di atas,

segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif.

Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu

menyebarkan energy positif, yaitu sebuah kelompok yang selalu

memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan

diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki

sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular.

Dalam Jurnal skripsi Mayuree KJubwong di Srinakharinwirot

University (http://bsris.swu.ac.th/iprc) menjelaskan bahwa perilaku sosial

pada masa remaja awal adalah konformitas, kelekatan dan imitasi.

(40)

Pada masa remaja konformitas terhadap kelompok teman sebaya

menjadi penting, karena adanya kebutuhan untuk diterima dan diakui oleh

kelompoknya. Remaja tersebut menyadari bahwa untuk diterima menjadi

kelompok, mereka harus dapat menyesuaikan diri dengan kelompoknya.

Keinginan untuk mendapatkan kesan yang baik dimata teman sebayanya

membuat remaja belajar menyesuaikan tingkah lakunya dengan pola

tingkah laku kelompoknya dan mengidentifikasikan dirinya dengan tujuan

dan aktivitas kelompoknya (Hurlock,1978)

Konformitas dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya sifat,

harapan kelompok, kualitas, kehidupan keluarga. Dengan

mempertimbangkan faktor-faktor ini maka dapat dipahami sifat atau jenis

konformitas pada teman sebaya yang ditunjuk oleh masing-masing remaja.

2. Kelekatan terhadap kelompok teman sebaya

Kelekatan merupakan kecenderungan seseorang mencari kedekatan

dengan orang-orang tertentu untuk mendapatkan afeksi atau kasih sayang.

Orang yang dekat secara fisik biasanya yang mempunyai kesamaan latar

belakang atau minat. Kelekatan disini dapat memberikan banyak pengaruh

pada tingkah laku remaja terutama perilaku belajar.

c. Imitasi terhadap kelompok teman sebaya

Imitasi merupakan hubungan antara stimulus dan respon yang

dapat disertai dengan penguatan atau tanpa penguatan, melibatkan pula

faktor karakteristik model jenis kelamin dan munculnya suatu sikap yang

(41)

C. Kelompok Teman Sebaya

1. Pengertian Kelompok Teman Sebaya

Teman sebaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak dan

remaja (Monk,dkk,1987;Hurlock,1987). Teman sebaya berperan tidak hanya

pada masa kanak-kanak hingga remaja namun berperan hingga usia lanjut, dan

pengaruhnya pun akan berbeda-beda pada setiap tahapan usia. Beberapa

pengertian tentang tentang teman sebaya yang akan dijelaskan oleh beberapa

ahli. Teman sebaya (peer) menurut kamus lengkap psikologi (Chaplin,2002)

artinya kawan seusia. Sedangkan menurut Santrock (2002) teman sebaya

adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan

yang sama.

Menurut Johnson (Sarwono, 2005) kelompok adalah kumpulan dua orang

atau lebih yang berinteraksi tatap muka, yang masing-masing menyadari

keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang

lain yang juga anggota kelompok dan masing-masing menyadari saling

ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama.

Menurut Havighurst (Hurlock, 1978) kelompok teman sebaya adalah suatu

kumpulan orang yang berusia kurang lebih berusia sama yang berpikir dan

bertindak bersama-sama.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok

teman sebaya merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang saling

berinteraksi untuk melakukan suatu kegiatan, umumnya memiliki

(42)

2. Hakekat kelompok teman sebaya

Anak berkembang di dalam dua dunia sosial :

a) Dunia orang dewasa, yaitu orang tuanya, guru-gurunya dan sebagainya

b) Dunia teman sebaya, yaitu sahabat-sahabatnya, kelompok bermain,

perkumpulan-perkumpulan

Bagi anak, kelompok sebaya ialah kelompok anak-anak tertentu yang

saling berinteraksi. Setiap kelompok memiliki peraturan-peraturan sendiri,

tersurat maupun tersirat, memiliki tata sosialnya sendiri, mempunyao

harapan-harapannya sendiri bagi para anggotanya. Setiap kelompok sebaya juga

mempunyai kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi, perilaku, bahkan bahasa

sendiri. Kelompok sebaya merupakan lembaga sosialisasi yang penting

disamping keluarga, sebab kelompok sebaya juga turut serta mengajarkan

cara-cara hidup bermasyarakat. Biasanya antara umur empat dan tujuh tahun dunia

sosial anak mengalami perubahan secara radikal, dari dunia kecil yang berpusat

di dalam keluarga ke dunia yang lebih luas yang berpusat pada kelompok

sebaya. Anak cenderung merasa nyaman berada bersama-sama teman-teman

sebayanya daripada berada bersama orang dewasa, meskipun

orang-orang dewasa tersebut bersikap menerima dan penuh pengertian.

3. Peranan Kelompok Teman Sebaya

Kebutuhan untuk memiliki hubungan sosial sudah ada sejak individu

berusia kanak-kanak. Hal ini terbukti dengan adanya kebutuhan untuk menjadi

bagian dalam kelompok sosial, baik di rumah, di lingkungan bermain maupun

(43)

dalam suatu kelompok tertentu, ia merasa dibutuhkan dan disukai oleh

kelompoknya. Tetapi sebaliknya apabila ia tidak menjadi anggota dalam

kelompok tersebut maka ia akan merasa dikucilkan oleh teman-temannya.

Thornburg (1982) berpendapat bahwa remaja bergabung dengan kelompok

sebaya karena alasan-alasan sebagai berikut :

a) Kelompok sebaya dapat membantu individu dalam melepaskan diri dari

pola-pola tingkah laku kanak-kanak dan belajar berbagai macam tingkah

laku sosial

b) Kelompok sebaya dapat berperan sebagai sarana untuk menyelesaikan

konflik nilai sehingga individu mendapat pertolongan dalam

menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang menuju kearah

kedewasaan.

4. Kelompok Sebaya sebagai Situasi Belajar

Dunia teman sebaya dalam situasi belajar menurut Santosa (2004) :

a) Dalam dunia teman sebaya, anak memiliki status yang sama dan sederajat

dengan anak lain.

b) Dalam kelompok sebaya, belajar biasanya berlangsung dalam situasi yang

kurang terkait secara emosional, ini berlangsung pada umur permulaan,

ketika anak kurang menyadari bahwa situasi belajar itu adalah suatu situasi

belajar.

c) Pengaruh kelompok sebaya terhadap anak yang umurnya semakin

(44)

pengaruh keluarga, sebab anak itu semakin lama semakin sering berada di

tengah-tengah kelompok sebayanya.

D. Motivasi Belajar

Prestasi belajar yang diperoleh siswa tergantung dari usaha belajar

yang telah dilakukan oleh siswa tersebut. Prestasi belajar yang diperoleh

oleh siswa mencerminkan sejauh mana siswa tersebut memahami materi

dan menjawab soal-soal dari materi yang telah dipahaminya tersebut

dalam ujian. Dalam menerima materi pelajaran, ada perbedaan reaksi

antara siswa yang satu dengan yang lain. Ada yang menerimanya dengan

malas-malasan, tidak tertarik, merasa terpaksa bahkan tidak jarang ada

siswa yang menerima pelajaran dengan perasaan takut.

Perbedaan reaksi terjadi karena adanya perbedaan motivasi dalam

belajar. Prayitno (1989) mengemukakan bahwa motivasi dalam belajar

tidak hanya sebagai suatu energi penggerak untuk belajar, namun juga

sebagai sesuatu yang mengarahkan aktivitas siswa pada tujuan belajar,

yaitu perolehan prestasi yang baik. Menurut Djamarah (2000) motivasi

sangat dibutuhkan dalam proses belajar, sebab seseorang yang tidak

mempunyai motivasi dalam belajar tidak mungkin melakukan aktivitas

belajar.

1. Pengertian Motivasi Belajar

Serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa akan

(45)

diri siswa yang secara umum dinamakan motivasi. Motivasi inilah

yang mendorong siswa untuk tekun belajar.

Menurut Winkel (2004) motivasi belajar adalah keseluruhan daya

penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan

kegiatan-kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan-kegiatan belajar dan

memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu

tujuan. Prayitno (1986) juga menegaskan bahwa motivasi dalam

belajar tidak hanya merupakan suatu energi yang menggerakkan siswa

untuk belajar, tetapi juga sebagai suatu yang mengarahkan ativitas

siswa kepada tujuan belajar. Sedangkan Sardiman (1986) menyatakan

bahwa motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non

intelektual.

Hal ini menunjukkan bahwa motivasi belajar memegang peranan

penting yaitu dalam memberikan gairah dan semangat untuk

belajar.Dengan demikian motivasi belajar adalah energi yang

menggerakkan siswa untuk belajar demi pencapaian tujuan belajar.

2. Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Belajar

Dalam proses belajar siswa, ada dua macam motivasi yaitu motivasi

yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang disebut motivasi intrinsik

dan motivasi yang berasal dari luar diri siswa yang disebut motivasi

(46)

a) Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik menurut Sardiman (1986) adalah

motivasi yang aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari

luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada untuk melakukan

sesuatu. Dalam aktivitas belajar, bila individu memiliki motivasi

intrinsik, maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan belajar

yang tidak memerlukan motivasi di luar dirinya. Seseorang yang

memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajarnya.

Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran positif, bahwa

semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan

dan berguna kini dan dimasa mendatang (Djamarah, 2000).

Siswa yang termotivasi secara intrinsik dapat dilihat dari

kegiatannya yang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar.

Hal tersebut dikarenakan siswa ingin mencapai tujuan belajar yang

sebenarnya. Tujuan belajar yang sebenarnya adalah menguasai apa

yang sedang dipelajari dan memperoleh prestasi belajar yang baik

bukan karena terpaksa atau ingin mendapatkan pujian dari berbagai

pihak seperti misalnya orang tua, guru atau teman sebaya.

b) Motivasi Ekstrinsik

Menurut Sardiman (1986) motivasi ekstrinsik adalah

motivasi yang motif-motifnya aktif dan berfungsi karena adanya

rangsangan dari luar. Djamarah (2000) mengatakan bahwa

(47)

tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar. Siswa belajar

karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang

dipelajarinya, misalnya untuk mendapat angka tinggi, mendapat

gelar, mendapat pujian, dan sebagainya.

Motivasi ekstrinsik tidak jelek dan tidak perlu dihindari

sama sekali. Banyak siswa yang termotivasi belajarnya karena

dorongan motivasi ekstrinsik (Prayitno, 1989). Dengan adanya

motivasi ekstrinsik dapat membantu siswa untuk menjadi semangat

dalam belajar. Namun Djamarah (2000) mengungkapkan bahwa

baik motivasi ektrinsik yang positif misalnya pujian, hadiah

maupun motivasi ektrinsik yang negatif yaitu ejekan, celaan,

hukuman berpengaruh pada sikap dan perilaku siswa. Oleh karena

itu hal ini perlu diperhatikan, jangan sampai siswa menjadi tertekan

dan menimbulkan keengganan untuk belajar.

3. Unsur- unsur yang mempengaruhi motivasi belajar

Ada beberapa unsur motivasi yang mempengaruhi motivasi belajar.

Menurut Ali Imron (1996), unsur-unsur tersebut adalah :

a) Cita-cita/aspirasi siswa

Setiap manusia senantiasa mempunyai cita-cita atau

aspirasi tertentu dalam hidupnya, termasuk pembelajar. Cita-cita

atau aspirasi ini senantiasa ia kejar dan ia perjuangkan. Bahkan

tidak jarang, meskipun rintangan yang ditemui sangat banyak

(48)

berusaha semaksimal mungkin karena hal tersebut berkaitan

dengan cita-cita dan aspirasinya. Oleh karena itu, cita-cita dan

aspirasi sangat mempengaruhi motivasi belajar, sebab dengan

tercapainya cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.

b) Kemampuan siswa

Keinginan siswa untuk memperoleh nilai yang baik harus

disertai dengan kemampuan dan kecakapan untuk meraihnya,

misalnya dengan membuat catatan-catatan kecil tentang hal yang

perlu, mengerjakan tugas yang diberikan, mendengarkan pelajaran

dengan seksama. Dengan didukung oleh kemampuan dan

kecakapan, maka keinginan siswa untuk memperoleh nilai yang

baik akan tercapai. Dapat dikatakan bahwa kemampuan akan

memperkuat motivasi belajar.

c) Kondisi siswa

Kondisi siswa dibedakan atas dua yaitu kondisi fisik dan

kondisi psikologisnya yang saling mempengaruhi satu sama lain.

Bila seseorang kondisi psikologisnya tidak sehat, bisa berpengaruh

juga terhadap ketahanan dan kesehatan fisiknya. Ada kalanya

seseorang yang pada masa-masa sebelumnya bermotivasi belajar

tinggi, tiba-tiba menjadi rendah hanya karena kondisi fisik dan

psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak jarang, seseorang yang

motivasi belajarnya biasa-biasa saja, tiba-tiba berubah karena

(49)

demikian, kondisi fisik dan psikologis individu mempengaruhi

motivasi belajar.

d) Kondisi lingkungan belajar

Lingkungan belajar ini meliputi lingkungan fisik dan

lingkungan sosial. Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah

tempat dimana pembelajar tersebut belajar, tempat belajar dalam

keadaan pengap/amburadul ataukah dalam keadaan teratur,tertata

rapi. Sedangkan lingkungan sosial bisa berupa lingkungan

sepermainan, lingkungan sebaya, kelompok belajar juga

menentukan motivasi belajar seseorang. Contohnya, dalam

lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang yang

menghuni lingkungan tersebut akan terbawa serta untuk belajar

sebagaimana orang lain. Secara sadar atau tidak, terekayasa untuk

belajar.

e) Unsur-unsur dinamis belajar/pembelajaran

Unsur dinamis belajar/pembelajaran yaitu bagaimana

motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar, bahan belajar,

alat bantu, suasana belajar dan kondisi subyek belajar. Hal ini perlu

diperhatikan agar motivasi belajar siswa menjadi tinggi sehingga

memperoleh nilai yang baik.

f) Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar

Guru yang tinggi gairahya dalam membelajarkan

(50)

mengakibatkan tingginya motivasi belajar pembelajar. Oleh karena

itu guru juga turut andil dalam menumbuhkan motivasi pembelajar.

Dapat dilihat bahwa keenam unsur diatas memberikan andil yang

besar dalam menumbuhkan motivasi belajar. Namun peneliti

membatasi dan menitikberatkan bahwa motivasi belajar dipengaruhi

oleh kemampuan siswa, kondisi siswa, serta kondisi lingkungan

belajar terutama lingkungan sosialnya yaitu teman sebaya.

4. Faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar Gejala-gejala yang ditunjuk saat ini tentang masalah menurunnya

motivasi belajar adalah kelalaian mengerjakan tugas di sekolah

ataupun tugas rumah (PR), rendahnya persiapan saat ujian harian

maupun ujian kenaikan kelas, adanya pandangan asal naik kelas, dan

sebagainya. Menurut Winkel (2004) faktor yang mendasari adanya

gejala tersebut, antara lain :

a) Kehidupan di luar sekolah menawarkan banyak bentuk rekreasi

yang dapat membuat orang merasa puas meski hanya bersifat

sementara

b) Pengaruh dari teman-teman yang tidak menghargai prestasi tinggi

dalam belajar di sekolah dan prestasi di bidang lain

(51)

d) Keadaan keluarga yang kurang menguntungkan karena sejak kecil

anak kurang ditantang untuk memberikan prestasi yang patut

dibanggakan atas dasar usahanya sendiri

e) Sikap kritis sejumlah orang muda terhadap masyarakat, sehingga

mereka meragukan kegunaan dari belajar di sekolah.

E. Hubungan antara Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya dan Motivasi Belajar

Masa remaja merupakan masa untuk belajar di sekolah. Sekolah

merupakan suatu tempat dimana ia dapat belajar dan dapat bergaul dengan

teman-teman sebayanya. Di sekolah, remaja biasanya menghabiskan

waktu bersama-sama paling sedikit selama enam jam setiap harinya, ini

berarti hampir sepertiga waktu yang dimilikinya dilewati remaja di sekolah

bersama dengan teman-temannya. Oleh karena itu tekanan untuk

mengikuti teman-teman sebaya adalah kuat selama masa remaja,

khususnya kelas delapan dan Sembilan (Santrock,2002). Tidak

mengherankan bila pengaruh teman sebaya sangat besar terhadap

kehidupan remaja.

Kelompok teman sebaya merupakan sarana bagi remaja untuk

saling berinteraksi. Setiap kelompok teman sebaya memiliki

peraturan-peraturan sendiri, mempunyai harapan-harapan sendiri bagi para

anggotanya. Melalui kelompok teman sebaya remaja akan belajar standar

(52)

tanggung jawab. Di dalam kelompok teman sebaya, remaja merasa

diterima, dibutuhkan, dihargai. Bagi remaja awal, ada unsur-unsur yang

menjadi standar dalam memilih kelompok teman sebaya. Diantaranya pola

tingkah laku, minat atau kesenangan, kepribadian atau nilai yang dianut.

Menurut Ali (2004) kelompok teman sebaya memegang peranan

penting dalam kehidupan remaja. Teman sebaya menjadi ukuran bahkan

pedoman dalam remaja bersikap dan berperilaku.. Salah satu perilaku yang

diadaptasi adalah perilaku belajar. Dengan diterimanya remaja dalam

lingkungan teman-teman sebaya maka remaja akan dapat melaksanakan

tugas belajarnya.

Menurut Prayitno (1989) bahwa hubungan sosial antara siswa

dengan siswa lain mempengaruhi proses belajar. Dalam proses belajar

motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai

motivasi dalam belajar tidak mungkin melakukan aktivitas belajar. Siswa

yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai energi untuk melakukan

kegiatan belajar. Motivasi belajar yang kuat menjadi sebab utama siswa

melakukan aktivitas belajar pada suatu saat tertentu (Handoko, 1992).

Penelitian Lestari (2003) menyatakan bahwa teman-teman sekelas

yang sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi memberikan pengaruh

yang sangat besar dalam membantu memotivasi siswa yang belum

termotivasi belajarnya. Sehingga siswa yang mengalami motivasi belajar

rendah merasa ingin juga memiliki motivasi tinggi seperti teman-teman

(53)

Dalam kelompok teman sebaya, teman sebagai reflektor yaitu

tempat berkaca dimana teman memberikan gambaran tentang siapa diri

kita. Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan dan rasa saling

memilliki yang penting dalam situasi sekolah. Kelompok teman sebaya

juga merupakan komunitas belajar dimana peran-peran sosial dan standar

yang berkaitan dengan kerja dan prestasi dibentuk.

Hubungan perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan

motivasi belajar diatas divisualisasikan dalam bagan paradigma di bawah

ini. Hubungan yang terjadi, merupakan hubungan bolak-balik yaitu saling

mempengaruhi. Bagan ini menggambarkan kerangka keterkaitan antara

dua variabel. Variabel pertama adalah interaksi teman sebaya sebagai

variabel bebas (independent variable)dan variabel kedua adalah motivasi

belajar(dependent variable) sebagai variable tergantung.

Variabel Bebas Variabel Tergantung

(independent variable) (dependent variable)

F. Hipotesis

Ada hubungan signifikan antara perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya

dengan motivasi belajar.

Perilaku Sosial dalam

Kelompok Teman Sebaya

(54)

36 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu suatu penelitian untuk

mencari hubungan antara dua variabel (Coolican, 1994). Penelitian ini

berpusat pada hubungan antara interaksi teman sebaya dengan motivasi

belajar pada remaja awal.

B. Identifikasi Variabel

Variabel penelitian ini terdiri dari

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah interaksi teman sebaya.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah motivasi belajar.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel penelitian:

1. Motivasi belajar adalah dorongan yang ada di dalam diri siswa yang

dapat menimbulkan keinginan belajar, sehingga tujuan belajar yang

dikehendaki siswa dapat tercapai yang ditunjukkan dengan perestasi

(55)

Pernyataan dalam skala motivasi belajar ini disusun oleh peneliti

berdasarkan teori-teori yang dikemukakan oleh berbagai ahli tentang

motivasi belajar. Hal-hal yang diteliti yaitu: : a) hasrat dan keinginan

untuk belajar, b) dorongan dan kebutuhan untuk belajar, c) harapan

dan cita-cita masa depan, d) kemampuan pembelajar, e) penghargaan

dalam belajar, dan f) lingkungan belajar yang kondusif.

2. Perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya

Perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam situasi sosial

khususnya dalam kelompok, yaitu :

a) Konformitas pada kelompok yaitu adanya kebutuhan untuk diterima

dan diakui oleh kelompoknya dan bergaul dengan standar yang

sudah ditetapkan dalam kelompok.

b) Kelekatan pada kelompok yaitu ikatan afeksi yang relatif bertahan

lama dengan intensitas yang dalam

c) Imitasi kelompok yaitu meniru perilaku kelompok yang dilihat

subyek, yang dilakukan secara sadar atau tidak, dapat dilakukan

dengan segera atau dengan penundaan.

Semakin tinggi skor yang diperoleh dari skala ini maka semakin

tinggi pula interaksi teman sebaya.

D. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang ini adalah pelajar Sekolah Lanjutan

(56)

14-15 tahun, yang berada pada titik remaja awal. Alasan peneliti karena

pada usia ini remaja awal menghabiskan sebagian besar waktunya dengan

teman sebaya baik dalam kegiatan sekolah maupun ekstrakurikuler. Oleh

karenanya peranan teman sebaya cukup besar dan pengambil keputusan

dalam setiap perilaku remaja.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan dua bentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh

peneliti dengan menggunakan metode skala. Dua bentuk kuesioner yang

dimaksud yaitu skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dan

skala motivasi belajar.

1. Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya

Skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya disusun

berdasarkan pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable (15 item) dan

unfavorable(15 item). Pilihan jawaban terdiri dari 4 kategori yaitu Sangat

Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi

skor 2 dan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. Sebaliknya

untuk pernyataan unfavorable, jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 1,

Setuj

Gambar

Tabel 1Blue Print Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya
Tabel 2Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Uji Coba
Tabel 3Blue Print Skala Interaksi Teman Sebaya
Tabel 4Blue Print Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa besarnya nilai hubungan interaksi sosial kelompok teman sebaya (variabel x) terhadap perilaku konsumtif remaja

Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini yaitu: ada hubungan positif yang sangat signifikan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku pacaran pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas pergaulan teman sebaya dengan prestasi belajar PKn, hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa penerimaan kelompok teman sebaya dengan konsep diri memiliki hubungan positif yang sangat signifikan antara penerimaan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap motivasi belajar pada mahasiswa program afirmasi Papua di Universitas Sumatera

Penelitian korelasional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas kelompok teman sebaya dengan resiliensi pada remaja awal.. Subjek penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dengan dukungan sosial teman sebaya di SMA X Lampung

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap kelompok teman sebaya dalam ekstrakurikuler, besar kecenderungan motivasi