• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencegahan Tindak Pidana Penipuan Transaksi Jual Beli Online di Polresta Denpasar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pencegahan Tindak Pidana Penipuan Transaksi Jual Beli Online di Polresta Denpasar."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

i

TRANSAKSI JUAL BELI

ONLINE

DI POLRESTA

DENPASAR

AGUS JERRY SUARJANA PUTRA

NIM. 1203005225

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

TRANSAKSI JUAL BELI

DI POLRESTA

DENPASAR

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

AGUS JERRY SUARJANA PUTRA

NIM. 1203005225

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor : 1633/UN14.1.11.1/PP.05.02/2016

Ketua : Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH.,MH ( )

Sekretaris : I Made Tjatrayasa, SH., MH ( )

Anggota : Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, SH.,MH ( )

I Made Walesa Putra, SH.,MH ( )

(4)
(5)

v

“PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI

ONLINE DI POLRESTA DENPASAR” ini, dapat terselesaikan. Penulisan skripsi

ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. Penulis menyadari bahwa

skripsi ini belum sempurna akibat dari keterbatasan kemampuan penulis. Penulis

berharap semoga skripsi ini memenuhi kriteria salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Penulisan skripsi ini terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak baik

langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, melalui kesempatan yang baik

ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Udayana;

3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

4. Bapak Dr. I Gede Yusa, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

(6)

vi

sabar memberikan bimbingan, petunjuk, saran dan motivasi kepada penulis

dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;

6. Bapak I Made Tjatrayasa, SH.,MH., Dosen Pembimbing II yang telah sabar

dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis menyelesaikan

penulisan skripsi ini;

7. Ibu A.A. Istri Ari Atu Dewi, SH.,MH., Pembimbing Akademik yang telah

menuntun dan membimbing penulis dari awal kuliah di Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

8. Bapak Dr. Ida Bagus Surya Darmajaya, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana;

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah

memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah kepada penulis;

10. Bapak dan Ibu Staf Laboratorium Hukum, Perpustakaan, dan Tata Usaha

Fakultas Hukum Universitas Udayana;

11. Kepada kedua orang tua saya, I Ketut Subrata dan Gusti Ayu Setiawati, yang

telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini;

12. Kepada saudara saya, I Putu Suartana Putra, Ni Putu Ayu Panca Kristina

Dewi dan Ni Ketut Ayu Murni Pradewi yang selalu memberikan dukungan

semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

13. Kepada sahabat-sahabat penulis Yuda, Cintya Permana, Dewi Putra, Emilia,

(7)

vii

14. Kepada sahabat-sahabat penulis lainnya seperti Adel, Aik, Cida, Ciras, Diska,

Esbe, Idon, Merry, Noving, Rahde, Rangga, Genta, Renatha, Bima, GungWe,

Edes, Audi, Mia, Vira, Antika, Dwita, Cipar, Sabo, Moje, Tebo, Gek Linda,

Srigati, Mitha Rosa, Hendra, Liya, Rhee, Nanda, serta teman-teman SCIL,

KKN Batu Nunggul, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama penulis

kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana;

15. Kasubnid I Unit IV Reskrim Polresta Denpasar Bali Bapak I Wayan Kaler

SH.,MH. yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Semoga segala bantuan, budi baik dan petunjuk yang telah diberikan

kepada penulis mendapat pahala dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Penulis

menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan hasil penelitian

ini. Dengan kerendahan hati, penulis menghargai dan menerima kritik dan saran

demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, baik sebagai

bahan bacaan maupun untuk pengetahuan bagi yang memerlukan.

Denpasar, 21 April 2016

(8)

viii

Isi Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... xi

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT……… xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 8

1.3Ruang Lingkup Masalah ... 9

1.4Orisinalitas Penelitian ... 9

1.5Tujuan Penelitian ... 13

1.5.1 Tujuan Umum ... 13

1.5.2 Tujuan Khusus ... 14

1.6Manfaat Hasil Penelitian... 14

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 14

(9)

ix

1.8.2 Jenis Pendekatan ... 22

1.8.3 Lokasi Penelitian ... 23

1.8.4 Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 23

1.8.5 Sifat Penelitian ... 23

1.8.6 Sumber Data ... 24

1.8.7 Teknik Pengumpulan Data ... 25

1.8.8 Pengolahan dan Analisis Data... 26

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENCEGAHAN, TINDAK PIDANA DAN PENIPUAN JUAL BELI ONLINE 2.1Pencegahan a. Pengertian Pencegahan ... 27

b. Upaya Pencegahan Tindak Pidana ... 29

2.2Tindak Pidana a. Pengertian Tindak Pidana ... 32

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 34

2.3Tindak Pidana Penipuan a. Pengertian Tindak Pidana Penipuan ... 38

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penipuan ... 40

(10)

x

BAB III TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI

ONLINE

3.1Data Tindak Pidana Penipuan Transaksi Jual Beli Online ... 42

3.2Penerapan Pencegahan Tindak Pidana Penipuan Transaksi

Jual Beli Online... 45

3.3Hambatan-Hambatan dalam Penerapan Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 dalam Pencegahan Tindak Pidana

Penipuan Transaksi Jual Beli Online ... 46

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ADANYA

TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE

4.1 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan adanya Tindak Pidana

Penipuan Jual Beli Online ... 48

4.2 Upaya Untuk Mencegah Terjadinya Tindak Pidana

Penipuan Transaksi Jual Beli Online ... 50

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA

(11)
(12)

xii

Perkembangan teknologi memiliki banyak keuntungan atau kemudahan pada saat ini, salah satunya kemudahan dalam menjual atau membeli barang secara online. Dengan munculnya kejahatan penipuan dalam transaksi jual beli

online, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang secara khusus pada Pasal 28 ayat (1) yang mengatur pelarangan penipuan menggunakan barang elektronik. Mengingat kejahatan dalam transaksi jual beli online secara khusus diatur pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sehingga terdapat permasalahan bagaimana pencegahan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online dan apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum empiris. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fakta dan pendekatan perundang-undangan. Sumber data dalam penelitian ini adalah berdasarkan wawancara di lapangan dan berdasarkan penelitian kepustakaan,

Pelaksanaan penerapan pencegahan tindak pidana penipuan jual beli

online belum efektif. Dalam pelaksanaannya terdapat hambatan yang mempengaruhi yaitu faktor sarana dan fasilitas hukum yang belum memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan adanya tindak pidana penipuan jual beli online

adalah faktor ekonomi, sosial dan budaya. Faktor tersebut terjadi dikarenakan pengaruh dari pemikiran pribadi dari masing-masing pelaku dan korban. Dalam proses penegakan hukum digunakan perlu digunakan kombinasi antara upaya pre-emtif, preventif, dan represif dengan menerapkan prinsip ultimum remedium.

(13)

xiii

issued Law No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions, specifically in Article 28 paragraph (1), which regulates the prohibition of fraudulent use of electronic goods. Given that crime in buying and selling online is specifically regulated in Law No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transaction, there are problems about preventing criminal fraud in the online sale and purchase transactions and what are the factors that lead to criminal fraud in buying and selling online.

The method used in this paper is empirical legal research methods. The approach used in this study is the approach of the facts and law approach. Sources of data in this study is based on interviews in the field and based on the research literature,

Prevention of criminal fraud and selling online is not effective, because in practice, there are barriers that affect the application of prevention, there is medium factor and inadequate law. The factors that led to criminal fraud and selling online are economic, social and cultural factors. These factors occur due to the influence of private thoughts of each offender and victims. In the law enforcement process, it is necessary to use a combination of pre-emptive, preventive and repressive efforts by applying the principle of Ultimum Remedium.

(14)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi identik dengan kemajuan teknologi dan informasi yang

berkembang sangat pesat dan cepat. Fenomena ini terjadi di seluruh belahan dunia

tanpa memandang negara maju dan negara berkembang. Masyarakat dunia suatu

negara dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi dan informasi ini agar

dapat bersaing dengan dunia global yang semakin modern, praktis dan efisien. Hal

inilah yang dikenal dengan istilah hubungan global. Indonesia yang termasuk

dalam tata pergaulan hubungan global ini, mau tidak mau harus mengikuti

tantangan untuk melaksanakan pemahaman dalam tatanan baru itu.1

Kemajuan teknologi baik dari informasi dan komunikasi semakin hari

semakin berkembang dengan pesat yang memberikan banyak kemudahan bagi

umat manusia. Internet adalah salah satu produk dari kemajuan teknologi dari

informasi dan komunikasi. Banyak hal dapat dilakukan melalui internet mulai dari

berhubungan sosial, bekerja, hingga melakukan bisnis jual beli secara online.

Semua hal tersebut dapat dilakukan tanpa melakukan kontak langsung dengan

1

H. Sutarman, 2007, Cyber Crime – Modus Operandi dan Penanggulangannya,

(15)

orang lain. Bisnis secara online dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa

fasilitas seperti situs internet, jejaring sosial, maupun layanan e-banking.

Teknologi informasi dan komunikasi saat ini sedang mengarah kepada

konvergensi yang memudahkan kegiatan manusia sebagai pencipta, pengembang

dan pengguna teknologi itu sendiri. Internet sebagai suatu media dan komunikasi

elektronik telah banyak di manfaatkan untuk berbagai kegiatan salah satunya

adalah melakukan perdagangan. Kegiatan perdagangan dengan memanfaatakan

media internet ini dikenal dengan istilah electronic commerce, atau disingkat

ecommerce.2

Kemajuan teknologi yang merupakan hasil budaya manusia di samping

membawa dampak positif, ternyata dalam perkembangannya juga dapat membawa

dampak negatif bagi manusia dan lingkungannya, yaitu seperti ditandai dengan

adanya kejahatan. Jenis kejahatan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan

kemajuan teknologi informasi adalah kejahatan yang berkaitan dengan

pemanfaatan aplikasi dari internet. Penyalahgunaan internet merupakan salah satu

sarana untuk melakukan kejahatan atau tindak pidana.

Jenis kejahatan yang semula dapat dikatakan sebagai kejahatan

konvensional, seperti halnya pencurian, pengancaman, pencemaran nama baik

bahkan penipuan kini modus operandinya dapat beralih dengan menggunakan

internet sebagai sarana melakukan kejahatan dengan resiko minim untuk

2

Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law Dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia,

(16)

tertangkap oleh pihak yang berwajib, dan situs di internet (website) dapat

digunakan sebagai media perantara untuk melakukan transaksi melalui internet,

dimana isi dari situs tersebut seolah-olah terdapat kegiatan penjualan barang.

Bisnis online adalah bisnis yang dilakukan dengan internet sebagai media

pemasaran dengan menggunakan website sebagai katalog.3 Saat ini bisnis online

sedang menjamur di Indonesia baik untuk barang-barang tertentu seperti tas,

sepeda, sepatu, hingga jasa seperti ojek. Bisnis ini dianggap sangat potensial

karena kemudahan dalam pemesanan dan harga yang cukup bersaing dengan

bisnis biasa. Bisnis ini tidak memerlukan toko melainkan dengan media jejaring

sosial Instagram, Blog, Facebook maupun jejaring sosial lainnya yang

dihubungkan dengan internet.

Kegiatan perdagangan menggunakan internet tersebut membuat negara

seolah-olah tanpa batas teritorial (borderless) menimbulkan keuntungan dan

kemudahan bagi suatu bangsa yang dapat dilihat dalam berbagai bentuk kerjasama

antar negara dalam bidang ekonomi, politik dan budaya. Mekanisme transaksi dan

perjanjian dengan dunia luar cukup dikendalikan melalui ruang kecil dengan

teknologi berbasis protocol internet yang menawarkan fasilitas yang efektif,

efisien dan modern.

Cyber Crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh seseorang maupun

kelompok dengan menggunakan sarana komputer dan alat telekomunikasi lainnya.

Seseorang yang menguasai dan mampu mengoperasikan komputer seperti

3

(17)

operator, programmer, analis, consumer, manager dan kasir dapat melakukan

cyber crime. Cara yang biasa digunakan adalah dengan merusak data, mencuri

data dan menggunakannya secara ilegal. Faktor dominan terjadinya cyber crime

adalah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi seperti telepon, hand phone

dan alat telekomunikasi lain yang dipadukan dengan perkembangan teknologi

komputer.

Cyber Crime dapat ditemui salah satunya pada kasus penipuan saat

berbelanja di toko online (online shop). Dalam rangka mengikuti gaya hidup masa

kini, banyak masyarakat yang memilih berbelanja secara online. Berbelanja secara

online adalah kemudahan yang ditawarkan dalam kecanggihan internet masa kini

melalui website ataupun media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, BBM

dan media sosial lainnya. Kecepatan waktu dan penawaran adalah keunggulan

bagi jejaring sosial ini. Online shop yang menawarkan berbagai macam kebutuhan

hidup memungkinkan terjadinya transaksi jual beli yang sederhana dan mudah

dilakukan. Cukup dengan memilih kebutuhan yang diinginkan di katalog yang

disediakan oleh pelaku usaha, konsumen dapat memiliki barang tersebut cukup

dengan melakukan pembayaran via transfer ataupun dengan cara lainnya. Segala

kemudahan yang ditawarkan online shop dan keterbatasan waktu masyarakat saat

ini mendorong besarnya aktifitas belanja secara online.

Kasus-kasus yang muncul di permukaan dan diketahui oleh publik

(18)

yang dialaminya.4 Pada kasus korban penipuan dalam transaksi jual beli di online

shop, yang salah satunya dimana seorang pembeli saat membeli barang sesuai

keinginanya di online shop, dan si penjual mewajibkan si pembeli tersebut untuk

mengirim sejumlah uang terlebih dahulu sesuai kesepakatan, setelah itu si penjual

baru akan mengirim barang yang diinginkan oleh si pembeli tersebut. Banyak

kasus dimana saat uang sudah dikirim oleh si pembeli, barang yang seharusnya

dikirim oleh si penjual tidak dikirim atau barang yang dikirim berbeda tidak

sesuai seperti informasi yang diberikan oleh si penjual. Sebaliknya kasus dimana

seorang penjual di online shop juga riskan sebagai korban tindak pidana penipuan,

dimana salah satu kasus seorang pembeli mengirimkan bukti palsu transfer

sejumlah uang yang di dalamnya si pembeli sudah mengirimkan sejumlah uang ke

rekening si penjual dengan bermaksud untuk menggerakkan si penjual untuk

memberikan barang yang diinginkan oleh si pembeli tersebut.

Dilihat dari tataran norma, kejahatan penipuan dirumuskan dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana selanjutnya disebut KUHP, pada BAB XXV

tentang perbuatan curang yang dimana pada Pasal 378 menyebutkan “Barangsiapa

dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan

hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan

barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan

piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat

tahun.”

4

(19)

Peraturan mengenai penipuan menggunakan barang elektronik juga

dilarang pada Pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843,

selanjutnya disebut UU ITE). Perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 28 ayat (1) adalah “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak

menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian

konsumen dalam Transaksi Elektronik”.

Uraian pada Pasal 378 KUHP sudah jelas menyatakan dimana tindakan

penipuan itu dilarang. Pasal 28 UU ITE lebih khusus menjelaskan bahwa tindakan

penipuan yang dilakukan dengan sarana elektronik tersebut dilarang. Dapat dilihat

pada bunyi pasal tersebut yang menyatakan penipuan menggunakan sarana

elektronik adalah “tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang

mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik serta

menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya”.

Dilihat dari tataran norma dapat kita lihat bahwa pengaturan pengaturan

dalam norma tersebut sudah jelas, tetapi pelaksanaan dari norma norma tersebut

kurang efektif, hal tersebut dilihat dari penegakan hukum terhadap delik penipuan,

di Indonesia terkesan kurang mendapatkan prioritas apabila dibandingkan dengan

upaya pemberantasan tindak pidana lainnya, seperti narkotika, terorisme, maupun

korupsi. Kondisi seperti ini patutnya dievaluasi kembali karena akan semakin

(20)

Semua orang rentan menjadi korban dari kejahatan cyber. Semua orang

rentan menjadi korban cyber karena sudah terpengaruh oleh pesatnya kemajuan

teknologi. Tingginya pengaruh-pengaruh negatif dari teknologi khususnya internet

akan memperbesar timbulnya suatu kejahatan cyber.

Peranan korban dalam terjadinya kejahatan Cyber pada kasus penipuan

dalam transaksi jual beli online tidak dapat diabaikan. Peran yang dimaksud

adalah sebagai sikap dan keadaan diri seseorang yang menjadi calon korban

ataupun sikap atau keadaan seseorang yang memicu seseorang berbuat kejahatan.

Kenyataannya tidak mungkin timbul tindak kejahatan apabila tidak ada korban.

Korban kejahatan bukan hanya orang perseorangan namun dapat pula korporasi,

institusi, pemerintah, bangsa dan negara.5 Pihak korban sebagai partisipan utama

dalam memainkan peran penting. Pihak korban dapat berperan secara sadar

ataupun tidak sadar, secara langsung dan tidak langsung, sendiri atau

bersama-sama, bertanggung jawab atau tidak, secara aktif atau pasif.6 Contoh peran korban

dalam tindak pidana penipuan pada transaksi jual beli online , dimana salah satu

kasus yang terjadi di Bali yang di peroleh dari situs internet (antarabali.com) yang

berisi berita bahwa terjadinya kasus penipuan sebuah iklan rumah kontrakan yang

di pasang pada situs jual beli online yang sudah dilaporkan ke Polresta Denpasar.

Seorang korban yang bernama Lin Jayati (36) yang berasal dari Surabaya telah

mentransfer uang muka senilai Rp. 1,5 juta dari total harga kontrakan sebesar Rp.

5

Bambang Waluyo, 2011, Victimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar Grafika,

Jakarta, h. 11.

6

Retna Yulia, 2010, Victimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan,

(21)

14,5 juta di daerah Pemogan, Denpasar Selatan. Namun rumah yang dituju korban

tidak sesuai dengan yang di iklan situs jual beli online OLX.7

Mencegah dan menanggulangi permasalahan tindak pidana penipuan

dalam transaksi jual beli online tidak cukup dengan proses kriminalisasi yang

dirumuskan dalam bunyi pasal, tetapi juga diperlukan upaya lain. Upaya tersebut

berupa tindakan pemerintah untuk menangani kasus penipuan di dunia maya ini,

sehingga peraturan-peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana penipuan

yang terjadi di dunia maya dapat dijalankan dengan efektif apabila telah terjadi

kerjasama antar para pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan

kegiatan cyber.

Berdasarkan pada latar belakang tersebut penulis tertarik untuk

mengangkat dan melakukan penelitian dalam penulisan skripsi yang berjudul

“PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI

ONLINE DI POLRESTA DENPASAR”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pencegahan tindak pidana penipuan pada transaksi jual beli online

di Polresta Denpasar ?

7Dewa Wiguna, 2016, “

Polresta Denpasar Tangani Penipuan Iklan Daring”, Antara

(22)

2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penipuan

pada transaksi jual beli online?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Dalam penulisan karya ilmiah menentukan ruang lingkup masalah

merupakan suatu hal yang sangat penting guna menjamin adanya keutuhan dan

ketegasan serta untuk mencegah kekaburan permasalahan karena terlalu luas dan

terlalu sempit.8 Agar tidak menyimpang terlalu jauh dari pokok permasalahannya,

maka dalam penulisan skripsi ini diberikan suatu pembatasan dalam pembahasan

dalam yaitu:

1. Permasalahan pertama, ruang lingkup pembahasannya mengenai bagaimana

pencegahan tindak pidana penipuan pada transaksi jual beli online di Polresta

Denpasar.

2. Permasalahan kedua, ruang lingkup pembahasannya yaitu akan dibahas

faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penipuan pada

transaksi jual beli online.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran pada kepustakawan, khususnya di

lingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali sepanjang

yang diketahui dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada maka belum ada

penelitian yang menyangkut masalah “Efektifitas Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Terhadap Korban

8

Soerjono Soekanto, 1983, Tata Cara Penyusunan Karya Ilmiah Bidang Hukum, Ghalian

(23)

Tindak Pidana Penipuan Pada Transaksi Jual Beli Online”. Adapun penulisan

penelitian yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini melalui internet antara lain:

1. Nama : Abdul Kadir Pobela

Tempat : Universitas Hasanuddin Makasar

Nim : B 111 09 459

Judul Skripsi : Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penipuan Yang

Dilakukan Melalui Media Elektronik (Studi Kasus Putusan

No. 1193/PID.B/2012/PN.Mks)

Permasalahan:

1) Bagaimanakah penerapan hukum pidana materiil pada perkara tindak

pidana penipuan yang dilakukan melalui media elektronik dalam studi

kasus Putusan Nomor 1193/Pid.b/2012/PN.mks?

2) Bagaimanakah pertimbangan hukum dari hakim dalam Putusan Nomor

1193/Pid.b/2012/PN.mks?

Hasil:

1) Jaksa penuntut umum disini mendakwakan pasal45 ayat (2) jo. Pasal 28

ayat (1) UU ITE jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP, dimana telah terpenuhi

semua unsur-unsurnya didasarkan pada fakta-fakta hukum baik melalui

keterangan-keterangan maupun alat-alat bukti.

2) Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku

dalam perkara putusan nomor 1193/Pid.B/2012/PN.Makasar telah sesuai

(24)

terdakwa, alat bukti serta terdapatnya pertimbangan-pertimbangan yuridis

menurut KUHP. Hal-hal yang meringankan dan memberatkan serta yang

diperkuat dengan adanya keyakinan hakim. Namun menurut penulis,

sanksi pidana yang dijatuhkan kepada para terdakwa kurang memberikan

efek jera karena kejahatan melalui elektronik mudah dilakukan dan sangat

cepat berkembang.

2. Nama : Rizki Dwi Prasetyo

Tempat : Universitas Brawijaya Malang

Nim : 105010100111042

Judul Skripsi : Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana

Penipuan Online Dalam Hukum Pidana Positif di Indonesia

Permasalahan:

1) Bagaimana bentuk pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana

penipuan online?

2) Bagaimana konsekuensi yuridis pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap pasal

378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada tindak pidana penipuan

online?

Hasil:

1) Bentuk pertanggugjawaban pidana pelaku tindak pidana penipuan online

hanya dapat dijatuhi menggunakan pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (2)

(25)

digunakan untuk membebani pelaku tindak pidana penipuan online untuk

mempertanggungjawabkan perbuatannya, dikarenakan terdapat beberapa

kendala dalam membebani sanksi pidana pada pelaku tindak pidana seperti

kendala dalam pembuktian dimana alat bukti yang dibatasi oleh KUHAP,

dalam pasal 378 KUHAP terdapat kesulitan menentukan yurisdiksi untuk

menggunakan hukum mana dan siapa yang berhak untuk menghukum

pelaku karena penipuan online termasuk dalam kejahatan lintas Negara

atau cyber crime. Sehingga pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (2) UU ITE

meskipun tidak secara khusus mengatur tentang tindak pidana penipuan

dalam konteks berbeda tetapi tetap dapat digunakan untuk membebani

pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam tindak

pidana penipuan online, pada aktivitas transaksi elektronik atau dapat

dikatakan jual-beli online mengingat konteks sebenarnya dari adanya UU

ITE adalah sebagai perlindungan konsumen.

2) Konsekuensi yuridis dari penggunaan Pasal 28 ayat (1) UU ITE terhadap

Pasal 378 KUHP pada tindak pidana penipuan online, dimana kedua pasal

tersebut saling mengesampingkan dan mengecualikan. Pasal 28 ayat (1)

UU ITE hanya dapat di gunakan pada tindak pidana penipuan online yang

berkarakteristik pada aktivitas jual beli online saja, sedangkan pada pasal

378 KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana

penipuan konvensional. Melihat unsur dan modus penipuan online yang

semakin canggih dan mengikuti perkembangan jaman, penggunaan pasal

(26)

terhadap pelaku agar tidak akan timbul kehawatiran lolosnya pelaku dari

pembebanan pemidanaan pada tindakannya.

Perbedaan:

Perbedaan penulisan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas

adalah penulisan penelitian ini akan lebih pada penelitian bagaimana Polresta

Denpasar dalam mencegah tindak pidana penipuan transaksi jual beli online dan

menelusuri atau meneliti apa faktor yang menyebabkan timbulnya korban dari

tindak pidana penipuan jual beli online. Pada penelitian di atas lebih cenderung

meneliti tentang suatu keputusan yang dijatuhkan oleh hakim pada pelaku tindak

pidana jual beli online serta cenderung meneliti konsekuensi yuridis dari

penggunaan suatu peraturan perundang-undangan yang sebaiknya digunakan

dalam menjerat pelaku tindak pidana penipuan transaksi jual beli online.

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian skripsi ini dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu

tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan dan

menganalisis permasalahan hukum dan isu-isu aktual mengenai tindak pidana

penipuan dalam transaksi jual beli online, khususnya terkait efektifitas

(27)

adanya tindakan cyber dan menegakan hukum cyber hingga solusi atas

masalah tersebut.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis apakah UU ITE sudah efektif

dalam pencegahan tindak pidana penipuan terkait pada transaksi jual beli

online.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor apa saya yang

menyebabkan adanya tindak pidana penipuan terkait pada transaksi jual

beli online.

1.6. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat

praktis, yaitu:

1.6.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum di bidang hukum pidana, khususnya

pemahaman teoritis mengenai efektivitas pelaksanaan UU ITE dalam mencegah

tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online serta faktor-faktor yang

menyebabkan adanya tindak pidana penipuan tersebut. Manfaat teoritis dari

penelitian ini adalah penulis dapat memperoleh pencerahan mengenai

permasalahan yang penulis hadapi sehingga menjadi dasar pemikiran yang teoritis

bahwa UU ITE perlu dikaji dalam perumusan konsepnya agar penerapan tersebut

(28)

1.6.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Diharapkan agar dapat memberikan referensi dan pengembangan wawasan

berpikir bagi diri sendiri maupun pembaca mengenai Efektifitas

Penegakan Hukum Pidana dalam mencegah timbulnya tindak pidana

penipuan dalam transaksi jual beli online.

b. Bagi Penegak Hukum

Diharapkan agar skripsi ini dapat dijadikan refrensi bagi penegak hukum

agar dalam melakukan tugasnya dalam menegakkan hukum terhadap cyber

crime khususnya dalam tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli

online dapat dilaksanakan secara optimal.

c. Bagi Masyarakat

Untuk memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat terhadap

aturan-aturan yang berlaku tentang tindak pidana penipuan dalam transaksi jual

beli online pada semua orang agar lebih berhati-hati dalam berkegiatan di

dunia maya.

1.7. Landasan Teoritis

Skripsi ini secara garis besar menggunakan tiga teori hukum dalam

membahas permasalahan ini. Tujuan dipergunakannya teori hukum untuk

membantu penulis dalam memperjelas masalah yang diteliti. Teori-teori yang

(29)

a. Teori Pencegahan

Terkait pembahasan rumusan masalah mengenai pencegahan tindak pidana

penipuan dalam transaksi jual beli online di Polresta Denpasar digunakan Teori

Pencegahan Umum sebagaimana dikemukakan oleh Anselm Von Feurbach

mengenai psychologische zwag, yang dimana berbunyi :

“apabila setiap orang mengerti dan tahu, bahwa melanggar peraturan

hukum itu diancam pidana, maka orang itu mengerti dan tahu juga akan dijatuhi pidana atas kejahatan yang dilakukannya dapat digolongkan ke dalam teori pencegahan umum. Jadi menurut teori ini tercegahlah bagi setiap orang untuk berniat jahat sehingga di dalam jiwa orang masing-masing telah mendapatkan

tekanan atas ancaman pidana.”9

b. Teori Kriminologi

Objek dari kriminologi sendiri adalah orang-orang yang melakukan tindak

pidana kejahatan (pelaku kejahatan) itu sendiri. Tujuan mempelajari

kriminologi ini sendiri agar nantinya menjadi mengerti apa sebab-sebabnya

berbuat jahat, apakah karena memang bakatnya adalah jahat, ataukah di

dorong oleh keadaan masyarakat di sekitarnya baik secara sosiologis dan

ekonomis, atau sebab-sebab lainnya. Jika sebab-sebab itu sudah diketahui,

maka di samping pemidanaan, dapat diadakan tindakan-tindakan yang tepat

agar orang tadi tidak lagi berbuat demikian, atau agar orang lain tidak akan

melakukannya.10

Kriminologi dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Criminal Biology, menyelidiki dalam diri orang itu sendiri akan sebab-sebab dari perbuatannya, baik dalam jasmani maupun rohani;

9

Marlina, 2011, Hukum Penitensier, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 57.

10

(30)

2. Criminal Sosiology, mencoba mencari sebab-sebab dalam lingkungan masyarakat di mana masyarakat itu berada;

3. Criminal Policy, tindakan-tindakan apa yang sekiranya harus dijalankan supaya orang lain tidak berbuat demikian.11

Berabad-abad sudah menjatuhi pidana kepada orang yang melakukan

kejahatan, namun orang masih melakukan kejahatan. Pidana disini

menandakan bahwa tidak mampu untuk mencegah adanya kejahatan yang

dimana berarti pidana bukanlah obat bagi penjahat. Penjahat dianggap sebagai

orang sakit dan pidana bersifat memberi nestapa sebagai pembalasan atas

kejahatan yang telah dilakukan. Cara mengobati penjahat disini tentunya

terlebih dahulu diperlukan mengetahui sebab-sebab dari penyakit itu, dan

bukanlah pidana yang bersifat memberi nestapa sebagai pembalasan atas

kejahatan yang telah dilakukan, melainkan tindakan-tindakan.12

Moeljatno menyatakan pandangan seperti diatas agak terlalu simplitis,

sebab pandangan bahwa pidana adalah semata-mata sebagai pembalasan

kejahatan yang dilakukan, dan dimana sekarang hal tersebut sudah

ditinggalkan, dan telah diinsafi bahwa senyatanya sekarang sudah lebih

kompleks. Pada saat ini apabila masih terdapat sifat pembalasan, maka hal

tersebut hanya segi yang kecil saja. Pada saat ini yang lebih besar dan lebih

penting pada menentramkan kembali masyarakat yang telah digoncangkan

dengan adanya perbuatan pidana di satu pihak, dan di lain pihak, mendidi

11

Ibid, h.15.

12

(31)

kembali orang melakukan perbuatan pidana tadi menjadi anggota masyarakat

yang berguna.13

Moeljatno menyatakan disini seharusnya pidana harusnya berubah tidak

lagi sebagai pembalasan atau penderitaan fisik dan perendahan martabat

manusia sebagai pembalasan dari kejahatan yang telah dilakukan, tetapi

mencangkup seluruh sarana yang telah dipandan layak dan dipraktikkan dalam

suatu masyarakat tertentu.14

Adanya kriminologi di samping ilmu hukum pidana, pengetahuan tentang

kejahatan menjadi lebih luas. Pengetahuan tersebut nantinya akan membuat

orang mendapat pengertian lebih baik tentang penggunaan hukumnya terhadap

kejahatan maupun tentang pengertiannyamengenai timbulnya kejahatan dan

cara-cara pemberantasannya, sehingga memudahkan penentuannya adanya

kejahatan dan bagaimana menghadapai untuk kebaikan masyarakat dan

penjahat itu sendiri.15

c. Teori Aksi

Meneliti efektifitas hukum hendaknya menelaah efektifitas suatu peraturan

perundang-undangan dengan membandingkan antara realitas hukum dengan

ideal hukum. Donald Black menyatakan, ideal hukum merupakan kaidah

hukum yang dirumuskan dalam undang-undang atau putusan hakim (law in

13

Ibid, h. 16.

14

Ibid.

15

(32)

book). Dengan merujuk principle of effectiviness dari Hans Kelsen

menyebutkan bahwa realitas hukum berarti seseorang harus bertingkah laku

atau bersikap sesuai tata kaidah hukum, denga kata lain realitas hukum adalah

hukum dalam tindakan (law in action).16 Meneliti efektifitas hukum dari

undang-undang tidak hanya menetapkan tujuan dari undang-undang (baik dari

kehendak pembuat undang-undang atau tujuan langsung tidak langsung,

maupun tujuan instrumental-tujuan simbolis), diperlukan pula syarat-syarat

lain seperti:

1. Perilaku yang diamati adalah perilaku nyata;

2. Perbandingan antara perilaku yang diatur dalam hukum dengan keadaan apabila tidak diatur dalam hukum. Apabila hukum sudah mampu mengubah perilaku masyarakat (berprilaku sesuai hukum) maka seharusnya perilaku tersebut akan sama ketika tidak ada hukum yang mengatur perilaku tersebut.

3. Mempertimbangkan jangka waktu pengamatan

4. Mempertimbangkan tingkat kesadaran pelaku. Berl Kutschinsky mengemukakan empat indicator kesadaran hukum yaitu:

a. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum (law awareness) b. Pengetahuan tentang isi peraturan hukum (law aquitance)

c. Sikap hukum (law attitude); dan d. Perilaku Hukum (legal behavior).17

Dalam bukunya The Structure of Social Action, Parsons mengemukakan

karakteristik tindakan sosial (Social Action) sebagai berikut:

1. Adanya individu sebagai aktor;

2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan;

3. Aktor memilih alternative cara, alat dan teknik untuk mencapai tujuannya;

16

Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali

Pers, Jakarta, h. 137.

17

Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Pers,

(33)

4. Aktor apabila berhadapan dengan sejumlah kondisi-kondisi situasional (berupa kondisi dan kondisi yang sebagian tidak dapat dikendalikan oleh individu) yang membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Misalnya adalah kelamin dan tradisi;

5. Aktor berada di bawah kendali nilai-nilai, norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhi dalam memilih dan menentukan tujuan. Contohnya kendala dalam kebudayaan.18

d. Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan usaha dalam mewujudkan ide-ide dan

konsep-konsep hukum yang diharapkan rakyat menjadi suatu kenyataan.19

Soejono Soekanto mengemukakan, inti dari penegakan hukum terletak pada

kegiatan menyerasikan antara apa yang ada di dalam kaidah-kaidah sejumlah

peraturan-peraturan perundang-undangan terhadap penciptaan, pemeliharaan

dan mempertahankan kedamaian dalam pergaulan hidup.20

Soerjono Soekanto mengemukakan ada 5 (lima) faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri, yang dibatasi dengan undang-undang saja; 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang

menerapkan hukum;

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan;

5. Faktor kebudayaan, sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.21

Sabian Utsman, 2010, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum – Makna Dialog antara Hukum

& Mayarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 373.

21

Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegak Hukum, PT.

(34)

Efektifitas dari suatu perundang-undangan dipengaruhi oleh beberapa

faktor, atara lain:

1. Pengetahuan tentang substansi perundang-undangan; 2. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut;

3. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan di dalam masyarakatnya;

4. Proses lahirnya perundang-undangan, yang tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan atau sesaat, yang dimana Gunar Myrdall mengistilahkan sebagai sweep legislation, yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.22

Gangguan terhadap penegak hukum mungkin terjadi apabila tidak adanya

keserasia antara “tri tunggal” nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan

tersebut dapat terjadi apabila ketidakserasian antara nilai yang berpasangan

menjelma dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur dan pola perilakunya

tidak terarah sehingga mengganggu kedamaian pergaulan.23

1.8. Metode Penelitian 1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Jenis Penelitian Hukum Empiris

atau yang sering disebut sebagai Penelitian Hukum Sosiologis yang

mengkonsepkan hukum sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan

variable sosial lainnya. Sasaran dari jenis penelitian hukum empiris yakni law in

action.24

22

Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legal Prudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 378.

23

(35)

Penelitian hukum empiris sama seperti penelitian hukum normatif, yang

dimana juga mengggunakan data sekunder pada data awalnya, kemudian

dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan, jenis-jenis penelitian hukum

empiris dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Penelitian berlakunya hukum

 Penelitian efektifitas hukum

 Penelitian dampak hukum

b. Penelitian identifikasi hukum tidak tertulis.25

Penelitian empiris dalam skripsi ini mengkaji mengenai bekerjanya UU

ITE khususnya Pasal 28 ayat (1), namun ketika aturan yang mengatur mengenai

korban kejahatan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online tersebut

diberlakukan menimbulkan suatu permasalahan. Permasalahan tersebut dapat

dianalisis mengenai efektivitas dari UU ITE serta upaya yang dapat dilakukan

oleh penegak hukum dalam menanggulangi korban akibat dari tindak pidana

penipuan dalam transaksi jual beli online.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

fakta (The Fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The Statute

Approach). Pendekatan fakta adalah pendekatan yang dilakukan dengan mlihat

langsung di lapangan berdasarkan fakta yang ada di lapangan dalam mencegah

tindak pidana penipuan transaksi jual beli online. Data yang diperoleh tersebut

untuk selanjutnya selanjutnya dibahas dengan kajian-kajian berdasarkan

(36)

teori hukum dan kemudian disambung dengan pendekatan perundang-undangan.

Pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan berdasarkan pada

norma-norma hukum atau kaidah-kaidah yang berlaku yaitu KUHP dan UU ITE

1.8.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian pada penulisan skripsi ini adalah di daerah Denpasar di

Polresta Denpasar. Alasan dipilihnya lokasi penelitian ini karena banyaknya kasus

penipuan dalam transaksi jual beli online yang juga mengakibatkan adanya

korban, serta masih kurangnya pelaksanaan pemerintah untuk menangani dan

mencegah terjadinya kasus penipuan dalam transaksi jual beli online di daerah

Denpasar.

1.8.4 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Teknik penentuan sampel penelitian dalam penelitan skripsi ini adalah

dengan menggunakan teknik non probability sampling khususnya menggunakan

teknik Purposive Sampling. Penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan

tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti yang mana

penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah

memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri

utama populasinya.

1.8.5 Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan sifat penelitian deskriftif. Penelitian deskriftif

pada penelitian secara umum, termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hukum,

bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala

(37)

untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain

dalam masyarakat. Penelitian deskriftif dapat membentuk teori-teori baru atau

dapat memperkuat teori yang sudah ada.

1.8.6 Sumber Data

Penelitian pada umumnya dibedakan dalam data yang diperoleh secara

langsung dari masyarakat yang dinamakan data primer (data dasar) dan diperoleh

dari bahan-bahan pustaka yang dinamakan data sekunder.26 Data yang

dipergunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua) sumber data yaitu:

1. Data Primer

Data primer didapatkan melalui dilakukannya penelitian lapangan

(Field Research), yaitu dengan cara melakukan penelitian secara langsung

ke lapangan yang berasal dari informan, yaitu aparat penegak hukum

dalam hal ini adalah polisi.

2. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan melalui dilakukannya penelitian

kepustakaan (Library Research), yaitu pengumpulan berbagai data yang

diperoleh dari menelaah literatur, majalah di bidang hukum guna

menemukan teori yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas.

Data sekunder ini berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya dapat dibagi

menjadi 3 (tiga) yaitu:

26

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

(38)

a. Bahan hukum primer, dimana isi bahannya mengikat, karena

dikeluarkan oleh pemerintah, seperti berbagai peraturan

perundang-undangan, yaitu KUHP dan UU ITE.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang isinya membahas

bahan hukum primer, seperti buku, majalah, artikel.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang bersifat menunjang

bahan hukum primer dan sekunder.27 Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kamus hukum dan kamus besar bahasa Indonesia.

1.8.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu

Teknik Studi Dokumen dan Teknik Wawancara

1. Terhadap data kepustakaan dilakukan dengan teknik studi yang datanya

dikumpulkan dengan pencatatan dalam lembaran-lembaran kertas dan

selanjutnya dikualifikasikan menurut relevansinya dengan permasalahan

penelitian

2. Terhadap data lapangan dilakukan dengan teknik wawancara, teknik

wawancara (interview) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara pengumpulan data dengan proses komunikasi dan interaksi.28

Pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung dengan ahli

hukum agar memperoleh informasi serta jawaban-jawaban dari permasalahan

27

Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Cet. III, Rineka Cipta, Jakarta, h.

10.

28

Bagong Suryanto dan Sutinah, 2010, Metode Penelitian Sosial – Berbagai Alternatif

(39)

yang ada. Pedoman daftar pertanyaan dibuat secara sistematis dan telah

disiapkan oleh peneliti.

1.8.8 Pengolahan dan Analisis Data

Keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul baik melalui studi

dokumen ataupun dengan wawancara, penelitian hukum ini tunduk dengan cara

analisis data ilmu-ilmu sosial. Menganalisis data tergantung pada sifat data yang

dikumpulkan oleh peneliti. Sifat data apabila yang dikumpulkan sedikit dan

bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun

dalam struktur klasifikasi analisis, melainkan melainkan yang dipakai adalah

analisis kualitatif.29

Melakukan penelitian dengan teknik analisis kualitatif maka keseluruhan

data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah dan

dianalisis dengan menyusun data secara sistematis, digolongkan dengan pola dan

tema, diklasifikasi dan dihubungkan antara satu dengan data lainnya. Interprestasi

penting dilakukan untuk memahami makna data dalam situasi sosial dan

dilakukan penafsiran dari persfektif peneliti setelah memahami seluruh kualitas

data. Proses analisis dilakukan sejak pencarian data dilapangan dan berlanjut

hingga tahap analisis. Data pada akhirnya akan disajikan secara deskriftif,

kualitatif dan sistematis.

29

(40)

27

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENCEGAHAN, TINDAK PIDANA DAN PENIPUAN JUAL BELI ONLINE

2.1Pencegahan

a. Pengertian Pencegahan

Pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan

menahan agar suatu tidak terjadi. Dapat dikatakan suatu upaya yang

dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran.

Upaya pencegahan kejahatan merupakan upaya awal dalam

menanggulangi kejahatan. Upaya dalam menanggulangi kejahatan dapat

diambil beberapa langkah meliputi langkah penindakan (represif)

disamping langkah pencegahan (preventif). 28

Langkah-langkah preventif tersebut yang dimana meliputi:

a. Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran, yang dengan sendirinya akan mengurangi kejahatan.;

b. Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan;

c. Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum rakyat;

d. Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya untuk lebih meningkatkan tindakan represif maupun preventif; e. Meningkatkan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para

pelaksana penegak hukum. 29

28

Baharuddin Lopa & Moch Yamin, 2001, Undang-Undang Pemberntasan Korupsi,

Alumni, Bandung, h.16

29

(41)

Ada dua buah metode yang dipakai untuk mengurangi frekuensi

dari kejahatan dalam crime prevention yaitu :

1. Metode untuk mengurangi pengulangan dari kejahatan. Cara yang ditujukan kepada pengurangan jumlah residivis (pengulangan kejahatan) dengan suatu pembinaan yang dilakukan secara konseptual. 2. Metode untuk mencegah kejahatan pertama kali (the first crime). Cara

yang ditujukan untk mencegah terjadinya kejahatan yang pertama kali

(the first crime) yang akan dilakukan oleh seseorang dan metode ini juga dikenal sebagai metode preventif (prevention).30

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa upaya

penanggulangan kejahatan mencakup preventif dan sekaligus berupaya

untuk memperbaiki perilaku seseorang yang telah dinyatakan bersalah di

lembaga pemasyarakatan. Dengan kata lain upaya penanggulangan

kejahatan dapat dilakukan secara preventif dan represif.

Penanggulangan kejahatan secara preventif dilakukan untuk

mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali.

Mencegah kejahatan lebih baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat

menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan dalam kriminologi

yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan

agar tidak terjadi kejahatan ulang. Sangat beralasan bila upaya preventif

diutamakan karena upaya preventif dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa

suatu keahlian khusus dan ekonomis.

Upaya preventif tersebut dapat beberapa cara untuk menanggulangi

kejahatan yakni:

30

Romli Atmasasmita, 2010, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Eresco, Bandung,

(42)

1. Menyadari bahwa akan adanya kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan dorongan-dorongan sosial atau tekanan sosial dan tekanan ekonomi yang dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang ke arah perbuatan jahat.

2. Memusatkan perhatian kepada individu-individu yang menunjukkan potensialitas kriminal atau sosial, sekalipun potensialitas tersebut disebabkan gangguan-ganguan biologis dan psikologis atau kurang mendapat kesempatan sosial ekonomis yang cukup baik sehingga dapat merupakan suatu kesatuan yang harmonis.31

Dapat dilihat disini kejahatan dapat ditanggulangi apabila keadaan

ekonomi atau keadaan lingkungan sosial yang mempengaruhi seseorang ke

arah tingkah laku kriminal dapat dikembalikan pada keadaan baik. Dengan

kata lain perbaikan keadaan ekonomi mutlak dilakukan. Sementara

faktor-faktor biologis, psikologis, merupakan faktor-faktor yang sekunder saja. Jadi

dalam upaya preventif itu adalah melakukan suatu usaha yang positif, serta

menciptakan suatu kondisi seperti keadaan ekonomi, lingkungan, juga

kultur masyarakat yang menjadi suatu daya dinamika dalam pembangunan

dan bukan sebaliknya seperti menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial

yang mendorong timbulnya perbuatan menyimpang, selain itu dilakukan

peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat bahwa keamanan dan

ketertiban merupakan tanggung jawab bersama.

b. Upaya Pencegahan Tindak Pidana

Upaya pencegahan tindak pidana sendiri salah satunya adalah

dikeluarkannya suatu peraturan yang mengatur agar terjadinya

keharmonisan di dalam suatu masyarakat. Untuk menjaga keharmonisan

suatu masyarakat tersebut dibentuklah suatu peraturan

31

(43)

undangan. Membicarakan pencegahan tentu tidak jauh dari

penanggulangan.

Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah

kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan

berbagai istilah, antara lain penal policy, criminal policy, atau

strafrechtspolitiek adalah suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan

melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa

keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap

berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku

kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat

diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil

untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum

pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil

perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu

dan untuk masa-masa yang akan datang.32

Pelaksanaan dari politik hukum pidana harus melalui beberapa

tahapan yaitu:

1. Tahap Formulasi

Yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat Undang-Undang. Dalam tahap ini pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil Perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut Tahap Kebijakan Legislatif

32

(44)

2. Yaitu tahap penegakan Hukum Pidana (tahap penerapan hukum pidana) Oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari Kepolisian sampai Pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan Perundang-undangan Pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna tahap ini dapat dapat disebut sebagai tahap yudikatif.

3. Tahap Eksekusi

Yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) Hukum secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan Perundang-undangan Pidana yang telah dibuat oleh pembuat Undang-Undang melalui Penerapan Pidana yang telah ditetapkan dalam putusan Pengadilan. Dalam melaksanakan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam Putusan Pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman kepada Peraturan Perundang-undangan Pidana yang dibuat oleh pembuat Undang-Undang dan nilai-nilai keadilan suatu daya guna.33

Tujuan utama dari kebijakan kriminal ialah “perlindungan

masyarakat untuk mencapai kesejahteraan”. Usaha-usaha yang rasional

untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan (politik kriminal)

menggunakan dua sarana, yaitu:

a. Kebijakan Pidana dengan Sarana Penal

Sarana penal adalah penggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu : 1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana.

2. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar.

b. Kebijakan Pidana dengan Sarana Non Penal

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan.34

33

Ibid, h.25

34

Badra Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT Citra Aditya

(45)

2.2Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana sering kita mendengar istilahnya “Het

Strafbaar Feit”. Istilah tersebut memiliki terjemahan dalam bahasa

Indonesia oleh beberapa pakar yaitu:

1. Peristiwa Pidana;

2. Perbuatan Pidana;

3. Tindak Pidana.35

Penggunaan istilah tersebut pada hakikatnya tidak menjadi masalah

sepanjang penggunaannya disesuaikan dengan konteks dan dipahami

maknanya. Istilah mengenai Strafbar Feit juga menimbulkan perdebatan

di konseptual di dalamnya yaitu munculnya perbedaan dari istilah yang

dimaksud seperti:

1. SIMONS

Simons merumuskan bahwa Strafbar Feit adalah suatu handeling

(tindakan atau perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh

undang-undang.

2. VOS

VOS merumuskan Strafbar Feit adalah suatu kelakuan (gedraging)

manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diancam dengan

pidana.

3. POMPE

35

Zainal Abidin, Muhammad dan I Wayan Edi Kurniawan, 2013, Catatan Mahasiswa

(46)

Pompe merumuskan Strafbar Feit adalah suatu pelanggaran kaidah

(penggangguan ketertiban hukum), terhadap mana pelaku

mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk

menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan

umum, dan masih banyak lagi perumusan perumusan lainnya.36

Istilah strafbaar feit ke dalam bahasa Indonesia dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Perbuatan yang dapat atau boleh dihukum; b. Peristiwa pidana;

c. Perbuatan pidana; d. Tindak Pidana.37

Pengertian istilah di atas para sarjanapun memberikan pengertian

tersendiri terhadap istilah tersebut, diantaranya:38

1. Moeljatno menyatakan strafbaar feit diistilahkan dengan perbuatan

pidana, yang dimana perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,

yang dimana larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang

berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan

tersebut.

2. E Utrech menyatakan strafbaar feit sebagai peristiwa pidana karena

yang ditinjau adalah feit (peristiwa) dari sudut hukum pidana

penggunaan istilah peristiwa pidana sering dijumpai dalam KUHP.

(47)

3. Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah strafbaar feit sebagai

tindak pidana, yang dimana suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan sanksi pidana.

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pada dasarnya, setiap tindak pidana harus terdiri dari unsur-unsur

lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung perbuatan dan akibat yang

ditimbulkan. Sebuah perbuatan tidak bisa begitu saja dikatakan tindak pidana,

oleh karena itu harus diketahui apa saja unsur-unsur atau ciri-ciri dari

perbuatan pidana itu sendiri. Adapun 5 unsur yang terkandung dalam tindak

pidana, yaitu:

a. Harus ada sesuatu kekuatan (gedraging);

b. Kelakuan itu harus sesuai dengan uraian undang-undang; c. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak;

d. Kelakuan itu dapat diberatkan kepada pelaku; e. Kelakuan itu diancam dengan hukuman.39

Unsur-unsur tindak pidana pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam

dua unsur yaitu unsur subjektif dan unsur objektif, unsur-usur tersebur dapat

dijabarkan sebagai berikut:

1. Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri

pelaku. Asas hukum pidana menyatakan “tiada pidana tanpa

kesalahan” (geen straf zonder schuld). Kesalahan yang dimaksud

39

C.S.T. Kansil dan Kristine S.T. Kansil, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Cet.

(48)

disini adalah kesalahan yang berasal atau diakibatkan oleh kesengajaan

dan kealpaan.

Para pakar menyetujui bahwa kesengajaan terdiri dari tiga

bentuk yaitu:

1. Kesengajaan dengan maksud (oogmark);

2. Kesengajaan dengan keinsyafan pasti (opzet als

zekerheidsbewustzijn);

3. Kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (dolus

evantualis).

Kealpaan adalah bentuk kesengajaan yang lebih ringan atau

dengan nama lain bahwa orang yag melakukan dengan kelalaiannya.

Dalam hal ini kealpaandibagi menjadi dua bentuk yaitu:

1. Tak berhati-hati (kealpaan tanpa kesadaran);

2. Dapat menduga akibat perbuatan itu (kealpaan dengan

kesadaran).40

2. Unsur Objektif

Unsur objektif merupakan unsur yang berasal dari luar

pelakuyang terdiri atas:

a. Perbuatan manusia

1. Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif, yang

dimaksud dengan act dalam hal ini adalah apa yang dilakukan

dan apa yang diucapkan. Hal ini oleh oleh para pakar di sebut

40

(49)

act. contoh act adalah Pasal 362, 338, dan sebagainya. Pada

Pasal 362 KUHP yang berbunyi :

“Barang siapa yang mengambil barang sesuatu yang

seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan

maksud untuk memiliki secara melawan hukum….”

Pasal ini merupakan perbuatan positif seseorang karena dalam

perumusan pasal ini memformulasikan mengenai perbuatan

pelaku.

2. Ommision, yakni perbuatan negatif atau perbuatan pasif, yaitu

perbuatan yang mendiamkan ataupun membiarkan terjadinya

kejahatan, atau bagaimana sikap seseorang tersebut dalam

terjadinya kejahatan, para pakar menyatakan hal ini sebagai

omission. Contoh omission dapat dilihat dalam Pasal 165, 531,

dan sebagainya. Pada Pasal 165 KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa mengetahui bahwa ada orang yang bermaksud

untuk melakukan suatu pembunuhan dan dengan sengaja tidak memberitahukan hal itu dengan sepatutnya dan waktunya, baik kepada yang terancam, jika kejadian itu benar terjadi ama

dihukum…”

Dalam perumusan pasal ini jelas menyatakan bahwa pasal ini

merupakan omission, dikarenakan formulasi dalam pasal ini

berisikan sikap pelaku yang berupa membiarkan terjadinya

kejahatan.41

b. Akibat (result) perbuatan manusia

41

(50)

Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan

menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh

hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik,

kehormatan dan sebagainya.

c. Keadaan-keadaan (cirumstance)

Pada umumnya perbedaan tersebut dapat dibedakan menjadi 2

yaitu:

1. Keadaan pada saat perbuatan dilakukan

2. Keadaan setelah perbuatan dilakukan

d. Sifat melawan hukum

Sifat melawan hukum berkenaan dengan alasan-alasan

penghapusan pidana dalam perbuatan itu, yang mana sifat melawan

hukum adalah apabila suatu perbuatan itu bertentangan dengan

hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.

Semua unsur delik tersebut merupakan suatu kesatuan. Tidak

terbuktinya salah satu unsur dapat mengakibatkan terdakwa dibebaskan dalam

pengadilan.

Tidak hanya pengertian yang dijabarkan oleh Lamintang, Cristine dan

Cansil pun turut menyatakan pendapat mengenai unsur-unsur tindak pidana

yakni, selain harus bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan karakteristik penggunaan bahasa pada transaksi jual beli di toko online; (2) Mendeskripsikan istilah-istilah khusus

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa resi ATM merupakan salah satu alat bukti kejahatan penipuan jual beli online sehingga eksistensi resi ATM dapat

Proses transaksi jual beli barang elektronik secara online menggunakan jasa Rekening Bersama yang pertama telah sesuai dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Penggunaan pendekatan ini diharapkan dapat menjawab rumusan permasalahan yaitu faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penipuan jual beli online

Berdasarkan hasil penelitian dari informan tentang transaksi jual beli secara online 70 % orang mengatakan bahwasanya transaksi dari jual beli secara online melalui

penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding oleh aparat Kepolisian Daerah Jawa Tengah.. Penelitian ini

Sanggo, Priskila Askahlia “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penipuan Arisan Online Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahu 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”,

Kendala yang dihadapi penyidik dalam penegakkan hukum tindak pidana penipuan jual beli online (e-commerce) di Kota Yogyakarta yaitu kesulitan melacak pelaku penipuan jual