UNIVERSITAS UDAYANA
DETERMINAN PNEUMONIA PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS DENPASAR SELATAN
2015
A.A.SG. MAS ASWINA DEWI
NIM. 1220025047
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
ii
UNIVERSITAS UDAYANA
DETERMINAN PNEUMONIA PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS DENPASAR SELATAN
2015
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
A.A.SG.MAS ASWINA DEWI
NIM. 1220025047
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing Skripsi dan layak diuji dihadapan Tim
Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar, Mei 2016
Pembimbing
dr. Ni Wayan Septarini,MPH
NIP.19800929 200801 2 015
Mengetahui,
Kepala Bagian Kesehatan Ibu dan Anak
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Ida Sang
Hyang Widhi Wasa,berkat rahmat Beliau penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Determinan Pneumonia Pada Balita di Puskesmas Wilayah Kerja
Denpasar Selatan tahun 2015” sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Selama pelaksanaan penelitian ini penulis mendapat bimbingan,arahan serta
dukungan dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan
lancar. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini,terutama kepada :
1. dr . I Made Ady Wirawan,MPH.,Ph.D selaku ketua P.S. Kesehatan Mayarakat
FK Unud yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian ini.
2. Ketut Hari Mulyawan,S.Kom.,MPH selaku Kepala Bagian Peminatan Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) yang telah memberikan dukungan dalam pembuatan skripsi
ini
3. dr. Ni Wayan Septarini,MPH, selaku pembingbing akademis yang serta
memberikan bimbingan,pengarahan,dan memberikan masukan selama proses
pembuatan penulisan skripsi ini, hingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
4. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai Program Studi Kesehatan Masyarakat atas
5. Semua teman-teman angkatan 2012 yang selalu memberikan saran dan kritik
dalam penyusunan pembuatan skripsi ini
6. Keluarga khususnya ibu yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada
penulis dalam penyusunan pembuatan skripsi ini
7. Kepada Abi yang udah banyak memberikan doa dan tiada hentinya untuk
memberikan supportnya kepada penulis selama pembuatan skripsi ini, thank you
so much bi ♥
Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan dalam penyusunan
skripsi ini. Penulis mengharapakan adanya saran dan kritik dari pembaca demi
perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar, Juli 2016
vi
(Determinan Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Denpasar Selatan Tahun 2015)
ABSTRAK
Pneumonia merupakan pneumonia merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia pada balita di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan utama, dilihat dari tingginya angka kepadatan penduduk setiap tahunnya. Salah satu upaya untuk menurunkannya adalah dengan mengetahui faktor determinan yang menyebabkan terjadinya pneumonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan.
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif analitik dengan rancangan kasus kontrol (case control study). Sampel dari penelitian ini yaitu
sebanyak 70 diantaranya 35 ibu yang memiliki balita tidak pneumonia sebagai kelompok kontrol dan 35 ibu yang memiliki balita pneumonia sebagai kelompok kasus. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan teknik Probability Proportionate to Size (PPS) dan pengambilan sampel individu menggunakan metode simple random
sampling. Dengan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data mencakup
analisis univariat dan bivariate.
Hasil penelitian menunjukkan faktor determinan yang mempengaruhi pada kejadian pneumonia pada balita adalah faktor umur balita (OR=4,18 95%CI=1,38-12,82;p=0,004), faktor jenis kelamin (OR= 3,67 95% CI=1,23-11,10;p=0,008),berat badan balita (OR=4,18 95% CI=1,38-12,82;p=0,004),ASI ekslusif (OR=11,55 95% CI=3,33-41,73 dan p= <0,001),paparan asap rokok (OR=8,43 95% CI=2,56-28,69;p=<0,001),kepadatan hunian (OR=6,25 95% CI=1,98-20,14;p=0,0003). Simpulan dari penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi determinan pneumonia pada balita adalah faktor anak dan lingkungannya.
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM MEDICAL SCHOOL
UNIVERSITY UDAYANA
Specialisation MOTHER AND CHILD HEALTH
Determinants pneumonia In Toddlers in Puskesmas South Denpasar 2015
ABSTRACT
Pneumonia is an acute infection of the lung tissue ( alveoli ) . Pneumonia in children under five in Indonesia is still a major health problem , seen from the high population density figures annually . One of the efforts to bring it down is to know the determinant factors that cause pneumonia . This study aims to determine the determinant associated with the incidence of pneumonia in infants in Puskesmas South Denpasar.
This research uses a quantitative analytical approach with case-control design (case -control study ) . Samples from this study as many as 70 of whom 35 mothers who have children do not pneumonia as the control group and 35 mothers with toddlers pneumonia as the case group . This sampling was done by using Probability Proportionate to Size ( PPS ) sampling and individuals using simple random
sampling method . By questionnaire interviews . Analysis of the data include univariate and bivariate analysis .
viii
1.3Pertanyaan penelitian ... 7
1.4Tujuan penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1Balita ... 10
2.2Konsep Pneumonia ... 10
2.3Etiologi Pneumonia ... 12
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20
7.1Kerangka Konsep ... 20
7.2Variabel dan Definisi Operasional ... 21
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 25
4.1 Desain penelitian ... 25
5.1 Gambaran Tempat Umum Penelitian ... 33
5.2 Karateristik Responden ... 34
5.3 Karakteristik Balita ... 35
5.4 Karakteristik Lingkungan ... 36
5.5 Determinan Pneumonia Pada Balita ... 37
BAB VI PEMBAHASAN ... 40
6.1 Hubungan Faktor Anak pada Kejadian Pneumonia ... 40
6.2 Hubungan Faktor Lingkungan pada Kejadian Pneumonia ... 44
6.3 Keterbatasan Penelitian ... 49
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 51
7.1 Simpulan ... 51
7.2 Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
Depkes : Departemen Kesehatan
gr : gram
cm : centimeter
kg : kilogram
bln : bulan
WHO : World Health Organization
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
ASI : Air Susu Ibu
P2 ISPA : Program Pengendalian Penyakit ISPA
HOST : Penjamu
Agent : penyebab
Environment : lingkungan
MNDGs : Millenium Developmet Goals
PPI : Program Pengembangan Imunisasi
xii
DAFTAR LAMBANG
< : Lebih kecil
> : Lebih besar
≤ : Lebih kecil dari atau sama dengan
≥ : Lebih besar dari atau sama dengan
% : Persen
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 19
Tabel 5.1 Karateristik Responden Ibu ... 34
Tabel 5.2 Karateristik Balita ... 35
Tabel 5.3 Karakteristik Lingkungan ... 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pneumonia merupakan peradangan atau infeksi pada bronkiolus dan alveolus
di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan
Ball,2003). Sedangkan menurut Wilson (2006) pneumonia merupakan proses infeksi
akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) dan dapat dikenali berdasarkan
pedoman tanda-tanda klinis lainnya serta pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Pneumonia juga didefinisikan sebagai proses infeksi akut yang mengenai jaringan
paru-paru dan terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses
infeksi pada bronkus yang biasa disebut bronchopneumonia. Pneumonia merupakan
masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada dan
negara-negara Eropa. Di Amerika Serikat misalnya terdapat dua juta sampai tiga juta kasus
pneumonia per tahun dengan jumlah angka kematian rata-rata 45.000 orang
(Misnadiarly,2008).
Menurut World Health Organization atau WHO (2010) pneumonia
merupakan salah satu penyebab kematian pada anak di seluruh dunia. Setiap tahun
pneumonia membunuh sekitar 1,6 juta anak balita atau sekitar 14 % dari seluruh
kematian di seluruh dunia. Angka ini lebih tinggi di banding dari kematian akibat
HIV/AIDS 2 %, malaria sebanyak 8% dan campak sebanyak 1%.
Dari semua kasus pneumonia yang terjadi di negara-negara di dunia, 8,7%
cukup berat sehingga mengancam nyawa dan memerlukan perawatan di rumah sakit.
Sekitar 2 juta kematian setiap tahun terjadi pada pneumonia pada anak usia kurang
baru pneumonia terkonsentrasi di 5 negara di dunia dimana 44% umur anak tersebut
kurang dari 5 tahun : India (43 Juta), China (21 Juta), dan Pakistan (10 Juta),
sedangkan Bangladesh, Indonesia dan Nigeria (masing-masing 6 juta).Sampai saat
ini, penyakit pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada balita di dunia.
Di perkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari kematian anak balita, dibandingkan dengan
kematian AIDS, malaria dan tuberculosis.
Di Indonesia, angka kematian pneumonia pada balita diperkirakan mencapai
21% (Unicef,2006). Angka kesakitan pneumonia pada bayi 2,2% ,balita 3% sedang
angka kematian pada bayi 29,8% dan balita 15,5% (Riset Kesehatan Dasar,2007).
Menurut data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, jumlah
balita penderita pneumonia di Indonesia ada sebanyak 600.720 balita yang terdiri
dari 155 anak meninggal pada umur dibawah 1 tahun dan 49 anak meninggal pada
umur 1-4 tahun (Depkes RI,2005).
Lebih lanjut Depkes menjelaskan dalam 31 provinsi ditemukan 477.429 anak
balita dengan pneumonia atau 21,52 persen dari jumlah seluruh balita di
Indonesia.Proporsi pneumonia sebesar 35,02% terjadi pada usia di bawah satu tahun
dan 64,97% pada usia satu hingga empat tahun (Depkes RI,2007). Hasil survey
Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Depkes RI
(2008) juga menjelaskan angka kematian balita cenderung menunjukkan penurunan
yang cukup signifikan, namun ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) masih
merupakan penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun balita. Dari hasil
survey angka kematian oleh subdit ISPA pada tahun 2005 di 10 provinsi diketahui
bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia, yaitu
terjadi pada balita terdapat 3 provinsi dengan cakupan pneumonia tertinggi
berturut-turut adalah provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 56,50%, Jawa Barat 42,50% dan
Kepulauan Bangka Belitung 21,71%. Cakupan pneumonia terendah adalah di
provinsi DI Yogyakarta sebesar 1,81%, Kepulauan Riau sebesar 2,08 % dan NAD
4,56 % (Depkes RI,2009). Kematian balita di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya
mencapai 150.000 balita yang meninggal dikarenakan pneumonia. Jika dihitung
rata-ratanya setiap 4 menit ada seorang balita yang meninggal akibat pneumonia atau 17
orang perjam atau 416 per hari. Sebagian besar pada bayi (Sub Direktorat
ISPA,1998). Kematian balita akibat pneumonia sangat terkait dengan kekurangan
gizi,kemiskinan, dan akses pelayanan kesehatan.
Tingginya angka kejadian pneumonia tidak terlepas dari faktor risiko
pneumonia. Faktor risiko yang sudah teridentifikasi meliputi : status gizi, BBLR
(kurang dari 2500 gr saat lahir),kurangnya pemberian ASI eksklusif pada enam bulan
pertama, imunisasi campak dan kepadatan rumah (lima atau lebih orang per kamar)
(UNICEF-WHO,2006).
Pada tahun 2008, WHO menambahkan faktor risiko pneumonia lain yang
berhubungan dengan host, environment, dan agent yang meliputi malnutrisi, BBLR
(<2500 gr), ASI non eksklusif (selama 4 bulan pertama kehidupan), kurangnya
imunisasi campak (dalam waktu 12 bulan pertama kehidupan), polusi udara di dalam
rumah dan kepadatan rumah. Kemungkinan faktor risiko lain adalah kekurangan
zinc,pengalaman ibu sebagai pengasuh,penyakit penyerta misalnya diare,penyakit
jantung asma,pendidikan ibu,kelembapan udara, kekurangann vitamin A (Rudan, et,
al.,2008).
Penelitian yang dilakukan oleh (Anwar & Darmayanti 2014), mengenai
digunakan dalam penelitian ini adalah potong lintang dengan menggunakan data
Riskesdas 2013. Dengan menggunakan variabel dependen yaitu kejadian pneumonia
balita, dan variabel independennya karakteristik individu, lingkungan fisik rumah,
perilaku penggunaan bahan bakar, dan kebiasaan merokok. Penelitian ini
menggunakan sampel sejumlah 82.666 orang. Pada penelitian ini didapatkan hasil
yaitu bahwa faktor risiko yang paling berperan dalam kejadian pneumonia balita
adalah jenis kelamin balita, tipe tempat tinggal, pendidikan ibu, tingkat ekonomi
keluarga/kuintil indeks kepemilikan, pemisahan dapur dari ruangan lain,
keberadaan/kebiasaan membuka jendela kamar, dan ventilasi kamar yang cukup.
Kesimpulan yang didapatkan bahwa faktor sosial, demografi, ekonomi dan kondisi
lingkungan fisik rumah secara bersama-sama berperan terhadap kejadian pneumonia
pada balita di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh (H Sutangi Skp,Mkes 2014) mengenai
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian Pneumonia Balita di Desa
Telukagung Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Plumbon Kecamatan Indramayu
Kabupaten Indramayu. Kasus pneumonia balita di Puskesmas Plumbon tahun 2013
sebanyak 487 balita dari 3496 balita atau sebesar 13.93%. Dari jumlah itu, kasus
terbanyak terjadi di Desa Telukagung, yaitu 119 balita dari 307 balita atau
38,76.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan
sikap ibu dengan kejadian pneumonia balita di Desa Telukagung, Kecamatan
Indramayu, Kabupaten Indramayu tahun 2014.Jenis penelitian yang digunakan
adalah survei analitik dengan menggunakan metode penelitian case control.Populasi
dalam penelitian ini adalah balita yang ada di Desa Telukagung, Kecamatan
bahwa terdapat hubungan cukup kuat antara sikap ibu dengan kejadian pneumonia
balita.Dari hasil penelitian ini diharapkan Puskesmas Plumbon dapat
mengoptimalkan peran tenaga kesehatan sebagai edukator dalam memberikan
informasi tentang pneumonia balita kepada masyarakat khususnya ibu balita.
Bali merupakan provinsi nomor dua dengan kejadian pneumonia tertinggi di
Indonesia pada tahun 2007 sebesar 11,1 % (Kemenkes RI,2010). Denpasar
merupakan kabupaten/kota dengan cakupan pneumonia tertinggi nomor empat di
Bali sebesar 18,73%, sedangkan penyakit pneumonia pada tahun 2013 di Bali
terdeteksi terdapat 6.944 balita atau 17,07% dari total balita di Bali yang mencapai
406.698 orang terserang penyakit tersebut. (Dinas Kesehatan Provinsi Bali,2013).
Dinas Kesehatan Provinsi Bali baru mendeteksi sebanyak 986 dari target 9.174 kasus
penyakit pneumonia (radang paru-paru) pada balita di sembilan kabupaten/kota pada
trimester I. Untuk itu capaian target pencatatan jumlah balita sakit harus ditingkatkan
kembali sesuai imbauan Kementerian Kesehatan.
Berdasarkan data yang di dapat dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar tahun
2015 di dapatkan di temukan prevalensi pneumonia pada puskesmas 1 Denpasar
Selatan berumur <1 tahun sampai 1-4 tahun dengan total sebanyak 270 kejadian atau
sebesar 37,51 %. Pada puskesmas 2 denpasar selatan sebanyak 56 kejadian atau
sebesar 14,22%, puskesmas 3 denpasar selatan sebanyak 96 kejadian atau 36,15%,
dan puskesmas 4 denpasar selatan sebanyak 24 kejadian atau 11,20%. Jadi total yang
didapatkan untuk prevalensi pneumonia sebesar 446 kejadian.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Denpasar Selatan dikarenakan pada
tahun 2000 luas wilayah di Denpasar Selatan mencapai 49,99 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 149.653 dan jumlah kepadatan pertumbuhan penduduk sebesar
di daerah Denpasar Selatan maka tidak dipungkiri adanya prevalensi kejadian
pneumonia pada balita.
Melihat banyaknya faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia dan tingginya angka kematian akibat pneumonia pada balita, maka
strategi penanggulangann pneumonia penting dilakukan oleh setiap negara untuk
mendukung tercapainya tujuan keempat dari Milenium Development Goals (MDGS)
tahun 2015 yaitu mengurangi kematian balita hingga 2/3 dari angka kematian tahun
1990. Angka kematian bayi-balita cenderung menetap dalam paruh waktu pertama
upaya pencapaian MDGS 2015.
Upaya pencegahan dalam pemberatasan pneumonia pada anak yang
menderita pneumonia telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui upaya
imunisasi dan non imunisasi. Program pengembangan imunisasi (PPI) yang meliputi
pemberian imunisasi difteri,pertusis,tetanus (DPT), dan campak yang telah
dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian balita
akibat pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak,difteri,dan pertussis
merupakan penyakit penyerta pada pneumonoia. Upaya pencegahan non imunisasi
meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, perbaikan
lingkungan hidup serta sikap hidup yang sehat (Misnadiarly,2008).
1.2Perumusan Masalah
Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak di seluruh
dunia dan di negara berkembang termasuk di Indonesia (World Health
Organization,2010). Di Bali merupakan provinsi nomor dua dengan kejadian
pneumonia tertinggi di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 11,1 % (Kemenkes
2013 di Bali terdeteksi terdapat 6.944 balita atau 17,07% dari total balita di Bali yang
mencapai 406.698 orang terserang penyakit tersebut. Oleh karena itu adapun
perumusan masalah yang dapat diangkat yaitu “determinan pneumonia pada balita di
puskesmas wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan tahun 2015?”
1.3 Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan imunisasi campak terhadap kejadian pneumonia
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
2. Bagaimana hubungan riwayat pemberian vitamin A terhadap kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
3. Bagaimana hubungan asi ekslusif terhadap kejadian pneumonia pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
4. Bagaimana hubungan BBLR terhadap kejadian pneumonia pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
5. Bagaimana hubungan kepadatan hunian rumah terhadap kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
6. Bagaimana hubungan paparan asap rokok terhadap kejadian pneumonia
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
7. Bagaimana hubungan keberadaan sirkulasi udara (jendela) didalam rumah
terhadap kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Denpasar Selatan
8. Bagaimana hubungan pengetahuan ibu terhadap kejadian pneumonia pada
9. Bagaimana hubungan pendidikan ibu terhadap kejadian pneumonia pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan faktor
determinan dengan kejadian pneumonia pada anak balita di wilayah kerja
Puskesmas Denpasar Selatan tahun 2015
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui hubungan imunisasi campak terhadap kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
2. Untuk mengetahui hubungan riwayat pemberian vitamin A terhadap
kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar
Selatan
3. Untuk mengetahui hubungan asi ekslusif terhadap kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
4. Untuk mengetahui hubungan BBLR terhadap kejadian pneumonia
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
5. Untuk mengetahui hubungan kepadatan hunian rumah terhadap
kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar
Selatan
6. Untuk mengetahui hubungan paparan asap rokok terhadap kejadian
7. Untuk mengetahui hubungan keberadaan sirkulasi udara (jendela)
didalam rumah terhadap kejadian pneumonia pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Denpasar Selatan
8. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
9. Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu terhadap kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Teoritis
Sebagai sarana menerapkan dan mengaplikasikan keilmuan kesehatan
masyarakat yang telah didapatkan di perkuliahan mengenai metodelogi
penelitian, epidemiologi kesehatan ibu dan anak,serta meningkatkan
menganalisis data yang telah di dapat di bidang kesehatan masyarakat
khususnya kematian pada balita.
1.5.2 Bagi Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan bagi kalangan akademisi
sebagai informasi terhadap peneliti selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Pengambilan data
ini dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2015 dan data yang didapat
di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Selatan. Pada penelitian ini, data yang
diteliti adalah ibu rumah tangga yang memiliki balita yang mengalami
kejadian pneumonia dan ibu yang tidak memiliki balita yang mengalami
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Balita
2.1.1 Definisi Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau
lebih popular dengan pengertian anak usia di bawah lima tahun (Muaris H,2006).
Menurut Sutomo B dan Anggraeni DY, (2010). Balita adalah istilah umum
bagi anak usia 1-3 tahun (balita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia balita,
anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting,
seperti mandi, dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah
baik, namun kemampuan lain masih terbatas.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang
manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan
pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang
tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan
pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
2.2 Konsep Pneumonia
2.2.1 Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi
pada anak-anak tetapi terjadi lebih sering pada bayi dan awal masa kanak-kanak dan
sakit yang terbentuk dari infeksi akut dari daerah sakuran pernafasan bagian bawah
secara spesifik mempengaruhi paru-paru dan Depkes RI (2007) mendefinisikan
pneumonia sebagai salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang
mengenai bagian paru (alveoli).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas,dapat ditarik kesimpulan pneumonia
adalah salah satu infeksi saluran pernafasan akut pada daerah saluran pernafasan
bagian bawah yang secara spesifik merupakan peradangan pada parenkim paru yang
lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa kanak-kanak.
2.2.2 Klasifikasi Pneumonia
Pneumonia pada anak dapat dibedakan menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris,
pneumonia lobularis (bronchopneumonia), pneumonia interstisialis. Di Negara
berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang
sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus Pneumoniae,Haemophilus
influenza, dan Staphylococcus aureus (Said,2010).
Beberapa sumber membuat klasifikasi pneumonia berbeda-beda tergantung
dari sudut pandang. Klasifikasi pneumonia diantaranya :
Menurut Hockenberry dan Wilson (2009) pneumonia dikelompokkan
menjadi :
1. Pneumonia Lobaris yaitu: peradangan pada semua atau sebagian besar
segmen paru dari satu atau lebih
2. Bronkopneumonia yaitu: sumbatan yang dimulai dari cabang akhir dari
bronkiolus dan biasa disebut juga dengan pneumonia lobular
Depkes RI (2007) membuat klasifikasi pneumonia pada balita berdasarkan
kelompok usia diantaranya:
1. Usia anak pada umur 2 bulan - <5 tahun batuk yang menandakan bukan
pneumonia tidak ada nafas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada
kebawah, sedangkan pneumonia ditandai dengan adanya nafas cepat dan
tidak ada tarikan dinding dada ke bawah dan pneumonia berat ditandai
dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke depan.
2. Usia kurang dari dua bulan batuk bukan pneumonia ditandai dengan tidak
adanya nafas cepat, jika pneumonia maka akan terjadinya nafas cepat dan
adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam yang kuat.
2.3 Etiologi Pneumonia
Penelitian mengenai etiologi pneumonia masih berdasarkan penelitian di luar
Indonesia. Pada umumnya pneumonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pneumonia
pada neonates berumur 3 minggu sampai 3 bulan yang paling sering adalah akibat
bakteri. Biasanya bakteri Streptococcus Pneumoniae. Pada balita pada usia 4 bulan
sampai 5 tahun, virus merupakan penyebab tersering dari pneumonia, yaitu
respiratory syncytial virus. Negara-negara berkembang, bakteri merupakan aspek
terbesar dalam kejadian pneumonia pada balita sekitar 50% (Rizanda,2006).
2.4 Determinan Pneumonia
Model segitiga epidemiologi atau triad epidemiologi atau model rantai infeksi
(The Triangle Model of Infections) menggambarkan interaksi tiga komponen
penyakit manusia (Host), penyebab (Agent), dan lingkungan (Environment).
penyakit,model ini menekankan perlunya analisis dan pemahaman masing-masing
komponen. Dalam model ini faktor agent adalah yang bertanggung jawab terhadap
penyebab penyakit infectious agent yaitu organisme penyebab penyakit.
Faktor host adalah individu atau populasi yang berisiko terpajan penyakit
meliputi faktor genetik atau gaya hidup. Faktor environment adalah tempat dimana
host hidup termasuk kondisi cuaca dan faktor-faktor lingkungan yang mendukung
terjadinya suatu penyakit tersebut muncul. Menurut model segitiga epidemiologi ini
sehat dan sakit dapat dipahami dengan mendalami karateristik, perubahan dan
interaksi diantara agent, host dan environment.
1. Faktor Agent
adalah penyebab dari penyakit pneumonia yaitu berupa bakteri,virus,jamur,
dan protozoa (sejenis parasit). Namun pada penelitian ini faktor agent faktor
yang saya tidak teliti.
2. Faktor Host (Faktor Anak)
Faktor risiko infeksi pneumonia pada (host) dalam hal ini anak balita
meliputi: usia, jenis kelamin,berat badan lahir,status imunisasi campak,
pemberian ASI eksklusif, status pemberian vitamin A,BBLR.
a. Hubungan Imunisasi Campak
Imunisasi bertujuan memberikan kekebalan kepada anak terhadap penyakit
dan menurunkan angka kematian dan kesakitan yang disebabkan
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Seperti diketahui 43,1% -
76,6% kematian ISPA yang berkembang penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi,seperti Difteri dan Campak. Bila anak sudah dilengkapi dengan
menjadi berat. Maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar
dalam pemberatasan ISPA. Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar
11% kematian pneumonia balita dapat dicegah.
Berdasarkan penelitian oleh Hatta (2001) menyatakan bahwa, balita yang
tidak mendapat imunisasi campak mempunyai risiko 2.307 kali lebih besar
untuk menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang mendapat
imunisasi campak.
b. Riwayat Pemberian Vitamin A
Adanya hubungan antara pemberian vitamin A dengan risiko terjadinya
pneumonia (Sommer,1984). Penelitian yang dilakukan oleh Herman (2002),
dinyatakan bahwa balita yang tidak pernah mendapatkan vitamin A dosis
tinggi lengkap mempunyai risiko untuk menderita pneumonia 4 kali
dibandingkan dengan balita yang mendapatkann vitamin A dosis tinggi
lengkap. Hasil penelitian Herman (2002) menggambarkan bahwa balita yang
tidak mendapat vitamin A dosis tinggi lengkap mempunyai peluang 3,8 kali
terkena pneumonia dibanding anak yang mempunyai riwayat pemberian
vitamin A dosis tinggi lengkap dan secara statistik mempunyai hubungan
bermakna dengan nilai OR = 3,8 (95% CI :2,4-6,2) p=0,000.
c. Riwayat Pemberian ASI
ASI (air susu ibu) adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat
gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, karena itu
untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal ASI
perlu diberikan secara eksklusif (Nelson, 2000). Bayi dianjurkan untuk
dua tahun pertama kehidupan. Menyusui secara eksklusif terbukti
memberikan resiko yang lebih kecil terhadap berbagai penyakit infeksi dan
penyakit menular lainnya di kemudian hari. Hasil penelitian Naim (2001) di
Jawa Barat menjelaskan anak usia 4 bulan sampai 24 bulan yang tidak
mendapat ASI ekslusif menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
terhadap terjadinya pneumonia dan memiliki risiko terjadinya pneumonia
4,76 kali dibanding anak umur 4 bulan sampai 24 bulan yang diberi ASI
eksklusif ditunjukkan dengan nilai statistik OR=4,76 (95% CI 2,98 – 7,59)
dan nilai p=0,000.
d. Berat Badan Lahir
Bayi dengan BBLR mempunyai risiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan
pertama kelahiran karena pembentukan anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit
saluran pernafasan lainnya. Hasil penelitian Herman (2002) menjelaskan
balita yang mempunyai riwayat berat badan lahir rendah (<2500 gram)
memiliki risiko 1,9 kali untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan bayi
yang mempunyai riwayat berat badan normal ( ≥ 2500 gram) namun efek
tersebut secara statistik tidak bermakna hal ini ditunjukkan dengan nilai OR =
1,9 (95% CI:0,7-4,9) P=0,175.
e. Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko utama pada beberapa penyakit. Hal
ini disebabkan karena usia dapat memperlihatkan kondisi kesehatan
seseorang. Anak-anak yang berusia 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit
disebabkan oleh imunitas yang belum sempurna dan saluran pernafasan yang
relatif sempit (Depkess RI,2004).
f. Jenis Kelamin
Dalam program P2 ISPA dijelaskan bahwa laki-laki adalah faktor risiko yang
mempengaruhi kesakitan pneumonia (Depkes RI,2004). Hal ini didukung
oleh penelitian Hananto (2004) bahwa anak laki-laki mempunyai peluang
menderita pneumonia 1,46 kali (95% CI : 0,81-1,60) dibanding anak
perempuan.
3. Faktor Lingkungan (Environment)
Faktor Lingkungan yang dapat menjadi risiko terjadinya pneumonia pada
anak balita meliputi kepadatan hunian, paparan asap rokok, keberadaan
sirkulasi udara (jendela) didalam rumah,pengetahuan dan pendidikan ibu.
Kondisi lingkungan dapat dimodifikasi dan dapat diperkirakan dampak atau
akses buruknya sehingga dapat ditemukan solusi ataupun kondisi yang paling
optimal bagi kesehatan anak balita.
a. Kepadatan Hunian Rumah
Kepadatan hunian merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan jumlah
anggota keluarga penghuni tersebut. Keadaan tempat tinggal yang padat
dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian
Febriana (2011) menunjukkan anak balita yang tinggal di rumah dengan
tingkat hunian padat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 3,8 kali lebih
besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian
tidak padat. Tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat
anggota keluarga yang banyak menyebabkan rasio penghuni dengan luas
rumah tidak seimbang. Kepadatan hunian ini memungkinkan bakteri maupun
virus dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu ke
penghuni rumah lainnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 289/Menkes/s\SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan
perumahan,kepadatan penghuni dikategorikan menjadi memenuhi standar (2
orang).
b. Paparan Asap Rokok
Adanya pengaruh yang sangat konperensif asap rokok dengan kejadian
pneumonia dikarenakan asap dari rokok tersebut mengandung ninkotin
sehingga sangat tidak baik jika melakukan tindakan merokok di depan balita
bahkan jika salah satu keluarga melakukan tindakan merokok di depan balita
atau bahkan balita sampai terkena paparan asap dari rokok tersebut, bahkan
status balita tersebut juga dapat dikatakan sebagai perokok pasif yang akan
berdampak mengancam alat pernafasan anak balita tersebut.
c. Keberadaan Sirkulasi Udara (Jendela) di Dalam Rumah
Jendela mempunyai fungsi sebagai sarana sirkulasi udara segar masuk
kedalam rumah dan udara yang kotor keluar rumah. Rumah yang tidak
dilengkapi sarana jendela akan menyebabkan udara segar yang masuk
kedalam rumah sangat minim. Kecukupan udara segar sangat butuh untuk
penghuni didalam rumah tersebut, karena ketidakcukupan udara segar akan
dapat berpengaruh terhadap fungsi fisiologis alat pernafasan bagi
penghuninya terutama bagi bayi dan balita.Menteri Kesehatan menyatakan
Hasil penelitian yang dilakukan Herman (2002) menjelaskan bahwa ventilasi
udara rumah mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian
pneumonia (p=0,000) dimana balita yang menghuni rumah dengan ventilasi
yang tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai peluang untuk terjadinya
pneumonia sebesar 4,2 kali (95% CI:2,0 - 8,6) dibanding dengan balita yang
memenuhi rumahnya dengan ventilasi yang sesuai memenuhi syarat
kesehatan.
d. Faktor Ibu
1. Pengetahuan Ibu
Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga merupakan faktor resiko yang dapat
meningkatkan angka kematian terutama pneumonia.Tingkat pendidikan ibu
akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada anak yang
menderita pneumonia. Jika pengetahuan ibu untuk mengatasi pneumonia
tidak tepat ketika bayi atau balita yang sedang mengalami pneumonia, akan
mempunyai resiko meninggal karena pneumonia sebesar 4,9 kali jika
dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan yang tepat
(Kartasasmita, 2010).
2. Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah suatu proses yang terdiri dari masukan yaitu sasaran
pendidikan dan keluaran yaitu suatu bentuk perilaku atau kemauan baru.
Pendidikan formal maupun pendidikan non formal akan mempengaruhi
seseorang dalam proses pengambilan keputusan dan bekerja. Semakin tinggi
pendidikan formal seorang ibu, semakin mudah ibu untuk menerima
Berdasarkan hasil penelitian oleh Hatta (2001), balita yang lahir dari ibu yang
berpendidikan rendah mempunyai risiko 2,037 kali lebih besar untuk
menderita pneumonia bila dibandingkan dengan balita yang lahir dari ibu