PENGARUH PENAMBAHAN INOKULUM
Saccharomyces cerevisiae
DAN
LAMA FERMENTASI TERHADAP KARAKTERISTIK CUKA
FERMENTASI DARI CAIRAN PULPA HASIL SAMPING FERMENTASI
BIJI KAKAO (
Theobrama cacao
L.)
S K R I P S I
OLEH :
ANAK AGUNG SAGUNG INTEN MAHASARI PUTRI
1211205014
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH PENAMBAHAN INOKULUM
Saccharomyces cerevisiae
DAN
LAMA FERMENTASI TERHADAP KARAKTERISTIK CUKA
FERMENTASI DARI CAIRAN PULPA HASIL SAMPING FERMENTASI
BIJI KAKAO (
Theobrama cacao
L.)
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan seebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana
OLEH :
ANAK AGUNG SAGUNG INTEN MAHASARI PUTRI
NIM : 1211205014
Anak Agung Sagung Inten Mahasari Putri. 1211205014. Pengaruh Penambahan
Inokulum
Saccharomyces cerevisiae
Dan Lama Fermentasi Terhadap
Karakteristik Cuka Fermentasi Dari Cairan Pulpa Hasil Samping Fermentasi
Biji Kakao (
Theobrama cacao
L.). Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. GP. Ganda
Putra, MP. sebagai pembimbing I dan I Wayan Arnata, S.TP., M.Si. sebagai
pembimbing II.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan lama fermentasi terhadap karakteristik cuka fermentasi
dari cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao, dan (2) menentukan
penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan lama fermentasi yang tepat
untuk menghasilkan karakteristik cuka fermentasi dari cairan pulpa hasil samping
fermentasi biji kakao terbaik. Percobaan dalam penelitian ini menggunakan
Rancangan Petak Terbagi (Split Plot) dengan perlakuan penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
) menjadi petak utama yang terdiri atas 3 petak yaitu 10%,
15%, dan 20% (v/v). Perlakuan lama fermentasi merupakan anak petak yang terdiri
dari 6 level yaitu 0, 5, 10, 15, 20, 25 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama
fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar asam asetat, total asam,
kadar alkohol, total gula dan total padatan terlarut cuka fermentasi dari cairan pulpa
hasil samping fermentasi biji kakao, sedangkan perlakuan penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan interaksi antar perlakuan tidak berpengaruh nyata
Anak Agung Sagung Inten Mahasari Putri. 1211205014. The Effect Of Addition
Inoculum
Saccharomyces cerevisiae
And Fermentation Period On The
Characteristics Of Vinegar Fermentation From Liquid Waste Of Cacao Beans
Fermentation. Supervised by Prof. Dr. Ir. GP. Ganda Putra, MP. and I Wayan
Arnata, S.TP., M.Si.
ABSTRACT
This aims to this study was to (1) determine the effect of addition inoculum
Saccharomyces cerevisiae
and fermentation period on the characteristics of vinegar
fermentation from liquid waste of cacao beans fermentation, and (2) to determine the
accurate of addition innoculum
Saccharomyces cerevisiae
and fermentation period
which one produces the best characteristic fermentation from liquid waste of cacao
beans fermentation. The experiments was designed by a Split Plot design with the
addition of inoculum
Saccharomyces cerevisiae
into the main plot consisting of 3
plots 10%, 15%, and 20% (v/v). Fermentation period is a subplots consisting of 6
levels were 0, 5, 10, 15, 20, 25 days. The fermentation period was affected
significantly (P <0,01) on levels of acetic acid, total acid, alcohol content, total sugar
and total dissolved solids from a liquid pulp vinegar fermentation from liquid waste
of cacao beans fermentation, while the addition of inoculum
Saccharomyces
cerevisiae
and interaction did not affect (P> 0,05). The best characteristics of
fermentation vinegar was found on the addition of an inoculum of 10% and
fermentation period for 25 days with the, acetic acid content, total of acid, alcohol
content, total sugar and total of soluble solid were 2,86 (% v/v), 1,16 meq NaOH/g,
0,00%, 1,29%, dan 6,02
oBrix, respectively.
RINGKASAN
Kakao
(Theobroma cacao
Linn
)
atau lazim pula disebut tanaman cokelat,
merupakan komoditas perkebunan yang terus dipacu perkembangannya, terutama
untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga kakao juga digunakan untuk
memenuhi kebutuhan beberapa industri dalam negeri, seperti industri makanan dan
minuman, farmasi dan kosmetika. Sampai dengan tahun 2015 luas areal perkebunan
kakao Indonesia telah mencapai 1.704.982 ha, dengan produksi mencapai 701.229
ton biji kakao kering (Ditjen Perkebunan, 2015).
Pengolahan kakao pada esensinya adalah usaha untuk memproses buah kakao
menjadi biji kakao kering yang memenuhi standar mutu dan dapat memunculkan
karakteristik khas kakao, terutama cita rasa. Tahapan pengolahan yang dianggap
paling dominan mempengaruhi mutu hasil biji kakao kering adalah fermentasi
(Alamsyah, 1991). Cairan pulpa yang dihasilkan selama proses fermentasi adalah
15-20% dari berat biji kakao yang difermentasi (Ganda-Putra dkk
.
, 2008). Kandungan
asam asetat dalam cairan pulpa setelah fermentasi adalah 1,6 % (Case, 2004). Potensi
cairan pulpa yang cukup besar tersebut, selama ini tidak diolah dan hanya dibuang
begitu saja ditempat pengolahan dan bisa menimbulkan dampak yang buruk bagi
lingkungan. Padahal di dalam cairan pulpa tersebut terdapat kandungan asam asetat
yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi bila diolah dengan baik. Limbah cairan
pulpa hasil fermentasi tersebut dapat di distilasi untuk memproduksi cuka fermentasi,
namun asam asetatnya masih rendah yaitu sebesar 0,49 % (Wiji,2015) dan 2,30%
Prinsip pembuatan cuka fermentasi adalah melalui proses fermentasi 2 tahap,
yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Fermentasi alkohol melibatkan
aktivitas
Saccharomyces cerevisiae
yang mengubah gula-gula sederhana menjadi
alkohol dalam kondisi anaerob. Fermentasi asam asetat melibatkan aktivitas bakteri
Acetobacter aceti
yang mengubah alkohol dengan kadar tertentu menjadi sejumlah
asam asetat secara aerob (Anon, 2009).
Lama fermentasi berpengaruh terhadap karakteristik cuka fermentasi, karena
semakin lama fermentasi kadar alkohol akan meningkat. Namun bila fermentasi
terlalu lama nutrisi dalam substrat akan habis dan khamir
Saccharomyces cerevisiae
tidak lagi dapat memfermentasi bahan.
Fermentasi
alkohol
dilakukan
dengan
menambahkan
inokulum
Saccharomyces
cerevisiae
sebanyak 10%, 15%, dan 20% dengan lama fermentasi
selama 10 hari dan fermentasi asam asetat dilakukan dengan menambahkan inokulum
Acetobacter aceti
sebanyak 15% dengan lama fermentasi selama 15 hari. Proses
fermentasi dihentikan pada hari ke 25 dengan cara dipasteurisasi pada suhu 65
oC dan
kemudian disaring.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan inokulum
dan lama fermentasi terhadap karakteristik cuka fermentasi dari cairan pulpa hasil
samping fermentasi biji kakao dan menentukan penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan lama fermentasi yang tepat untuk menghasilkan
karakteristik cuka fermentasi terbaik
.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rancangan petak terbagi (split plot), dengan perlakuan
lama fermentasi menjadi petak bagian. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis
variansi dan dilanjutkan dengan Uji Duncan 5% bila perlakuan berpengaruh secara
signifikan (P<0,05), perlakuan terbaik didapat dengan menggunakan uji efektivitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh sangat
nyata terhadap kadar asam asetat, total asam, kadar alkohol, total gula dan total
padatan terlarut cuka fermentasi dari cairan pulpa hasil samping fermentasi biji
kakao, sedangkan perlakuan penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan
interaksi antar perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar asam asetat, total
asam, kadar alkohol, total gula dan total padatan terlarut cuka fermentasi dari cairan
pulpa hasil samping fermentasi biji kakao. Berdasarkan uji efektivitas perlakuan
penambahan inokulum sebesar 10% dan lama fermentasi selama 25 hari mampu
menghasilkan karakteristik cuka fermentasi terbaik dengan kadar asam asetat, total
asam, kadar alkohol, total gula dan total padatan terlarut berturut-turut adalah 2,86%,
RIWAYAT HIDUP
Anak Agung Sagung Inten Mahasari Putri dilahirkan di Denpasar pada
tanggal 12 Desember 1993. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara
pasangan dari Anak Agung Ngurah Agung Wisnawa Darmadi, SH. dan dra. Anak
Agung Seniwati.
Penulis memulai pendidikan di SD Saraswati 4 Denpasar pada tahun 1999
dan menamatkannya pada tahun 2006, lalu melanjutkan pedidikan di SMP Negeri 6
Denpasar, dan berhasil menamatkannya pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis
melanjutkan ke SMA (SLUA) Saraswati 1 Denpasar sampai dengan tahun 2012.
Melalui jalur SNMPTN Tulis, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Udayana pada tahun 2012 dan masuk pada Jurusan
Teknologi Industri Pertanian.
Selama menjalani kuliah, penulis aktif sebagai panitia pelaksana maupun
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, Ida Shang Hyang Widhi Wasa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Cuka
Fermentasi Dari Cairan Pulpa Hasil Samping Fermentasi Biji Kakao (
Theobrama
cacao
L.)” ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian, di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bali.
Pada Kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ;
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. GP. Ganda Putra, MP. selaku Dosen pembimbing I dan bapak
I Wayan Arnata, S.TP., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan solusi dalam penyelesaian skripsi ini.
2.
Kepada penyandang dana Hibah Kompetensi yang diketuai oleh Bapak Prof. Dr.
Ir. GP. Ganda Putra, MP.
3.
Bapak Dr. Ir. I Dw. Gede Mayun Permana, MS. selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Udayana.
4.
Ibu Ir. Amna Hartiati, MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.
5.
Bapak/Ibu dosen beserta staf dan pegawai di lingkungan Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Udayana, atas fasilitas dan dukungan selama menempuh
6.
Bapak Gus Yoga, Bapak Surya Pramana, Ibu Gung Mirah, Kak Mang Eka, Kak
Suarta atas bimbingan dan petunjuknya selama penelitian di Laboratorium
Analisis Pangan dan Mikrobiologi Pangan Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan,
Laboratorium Rekayasa dan Proses Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas hingga penyusunan skripsi ini selesai.
7.
Keluarga tercinta terutama Tuaji A. A. Ngurah Agung Wisnawa D, SH. (alm) dan
Ibu Dra. A. A. Ketut Seniwati, kakak A. A. Sagung Mirah Mahadewi, S.TP dan
adik A. A. Ngurah Mayun Aditya Pramana Wisnawa, beserta seluruh keluarga
besar terimakasih atas doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi.
8.
Teman-teman seperjuangan TIP’12 (Nadia MS, Ria, Maya, Gung Ita, Topan,
Mahdi, Mayun, Angga Sukma, Putri, Karina, Friska, Nopia, Ecik), teman satu
bimbingan dan satu laboratorium (Yudisthira Dharma), Kak Suarta, Kak Gora dan
Kak Ketut terimakasih atas kerjasamanya yang membantu proses penyelesaian
skripsi. Dan teman – teman KKN PPM XII Desa Batuagung, Jembrana
terimakasih atas dukungan dan kerjasamanya.
9.
Sahabat terbaik A.A. Putra Parasara, S.E., M.Acc. terimakasih atas dukungan dan
kerjasamanya.
10.
Seluruh rekan-rekan mahasiswa Agritech Universitas Udayana angkatan 2012 –
2014 yang tak bisa disebut satu persatu, terimakasih atas segala bantuannya dalam
perkuliahan, membuat tugas, praktikum, dan penelitian hingga akhir skripsi ini.
Semoga Ida Shang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa membalas
bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran masih diperlukan untuk
menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagaimana
mestinya.
Denpasar, Juni 2016
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
RINGKASAN ... v
HALAMAN PERSETUJUAN ... viii
RIWAYAT HIDUP ... ix
KATA PENGANTAR
... xDAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang ... 1
1.2.Perumusan masalah ... 4
1.3.Tujuan penelitian... 4
1.4.Manfaat penelitian ... 4
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tanaman kakao ... 6
2.3.
Pengolahan kakao ... 8
2.4.
Mekanisme fermentasi kakao ... 9
2.5.
Proses fermentasi alkohol ... 11
2.6.
Proses fermentas isam asetat (asetifikasi) ... 13
2.7.
Etanol ... 16
2.8.
Asam asetat (cukafermentasi) ... 16
2.9.
Inokulum
Saccharomyces cerevisiae
... 17
2.10. Inokulum
Acetobacter aceti
... 19
III.
METODE PENELITIAN
3.1.
Tempat dan waktu penelitian ... 21
3.2.
Bahan dan alat ... 21
3.2.1.Bahan penelitian ... 21
3.2.2.Alat penelitian ... 21
3.3.
Rancangan penelitian ... 22
3.4.
Pelaksanaan penelitian ... 22
3.4.1.Pembuatan inokulum
S. cerevisiae
FNCC-3049 ... 22
3.4.2.Pembuatan inokulum
A. aceti
RNCC-0016 ... 24
3.4.3.Fermentasi alkohol ... 25
3.4.4.Fermentasi asam asetat ... 26
3.5.
Variabel yang diamati ... 26
3.5.1.Total asam ... 28
3.5.2.Kadar asam asetat ... 28
3.5.4.Total padatan terlarut (TSS) ... 29
3.5.5.Total gula ... 30
3.5.5.1.Pembuatan reagensia ... 30
3.5.5.2.Penyiapan kurva standar ... 30
3.5.5.3.Penetapan total gula ... 32
3.6.
Analisis Data ... 32
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Kadar asam asetat ... 34
4.2.
Total asam ... 35
4.3.
Kadar alkohol ... 37
4.4.
Total gula ... 39
4.5.
Total padatan terlarut (TSS) ... 40
4.6.
Hasil uji efektivitas ... 41
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan ... 44
5.2
Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
DAFTAR TABEL
No
Judul
Halaman
1.
Perubahan komposisi pulpa ... 10
2.
Nilai rata-rata kadar asam asetat cuka fermentasi (%) dengan perlakuan
penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan perlakuan lama
fermentasi ... 34
3.
Nilai rata-rata total asam cuka fermentasi (meqNaOH/g) dengan
perlakuan penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan
perlakuan lama fermentasi ... 35
4.
Nilai rata-rata kadar alkohol cuka fermentasi (%) dengan perlakuan
penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan perlakuan lama
fermentasi ... 37
5.
Nilai rata-rata total gula cuka fermentasi (%) dengan perlakuan
penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan perlakuan lama
fermentasi ... 39
6.
Nilai rata-rata total padatan terlarut cuka fermentasi (
oBrix) dengan
perlakuan penambahan inokulum
Saccharomyces cerevisiae
dan
perlakuan lama fermentasi ... 40
DAFTAR LAMPIRAN
No
Judul
Halaman
1.
Tabel konversi alkohol ... 50
2.
Kuisioner uji efektivitas ... 51
3.
Analisis statistik kadar asam asetat ... 52
4.
Analisis statistik total asam ... 56
5.
Analisis statistik kadar alkohol ... 60
6.
Analisis statistik total gula ... 64
7.
Analisis statistik total padatan terlarut (TSS) ... 68
8.
Hasil uji efektivitas ... 74
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao Linn) atau lazim pula disebut tanaman cokelat,
merupakan komoditas perkebunan yang terus dipacu perkembangannya, terutama
untuk meningkatkan ekspor non migas. Selain itu juga kakao juga digunakan
untuk memenuhi kebutuhan beberapa industri dalam negeri, seperti industri
makanan dan minuman, farmasi dan kosmetika. Dewasa ini, perusahaan
perkebunan kakao berkembang cukup pesat, baik dalam bentuk pengembangan
luas areal tanaman maupun peningkatan produksi biji kakao kering. Sampai
dengan tahun 2015 luas areal perkebunan kakao Indonesia telah mencapai
1.704.982 ha, dengan produksi mencapai 701.229 ton biji kakao kering (Ditjen
Perkebunan, 2015).
Pengolahan kakao pada esensinya adalah usaha untuk memproses buah kakao
menjadi biji kakao kering yang memenuhi standar mutu dan dapat memunculkan
karakteristik khas kakao, terutama cita rasa. Tahapan pengolahan yang dianggap
paling dominan mempengaruhi mutu hasil biji kakao kering adalah fermentasi
(Alamsyah, 1991). Pengolahan hasil kakao, sebagai salah satu sub-sistem
agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Fermentasi biji kakao bertujuan untuk
menghancurkan pulpa dan mengusahakan kondisi untuk terjadinya reaksi
biokimia dalam keping biji, yang berperan bagi pembentukan prekursor cita rasa
dan warna coklat. Pulpa yang telah hancur akan mudah lepas dari biji, membentuk
cairan pulpa (watery sweatings) yang menetes keluar tumpukan biji dan biji kakao
2
Cairan pulpa yang diperoleh melalui proses fermentasi tersebut mengandung
asam asetat atau asam cuka, asam laktat, dan alkohol. Asam-asam organik yang
terbentuk tersebut diperoleh dari hasil fermentasi gula yang terkandung dalam
pulpa biji kakao. Pulpa biji kakao merupakan selaput berlendir berwarna putih
yang membungkus biji kakao, terdapat sekitar 25-30% dari berat biji, diantaranya
mengandung gula dengan kadar yang relatif tinggi sekitar 10-13% (Lopez, 1986).
Cairan pulpa yang dihasilkan selama proses fermentasi adalah 15-20% dari berat
biji kakao yang difermentasi (Ganda-Putra dkk., 2008).
Kandungan asam asetat dalam cairan pulpa setelah fermentasi adalah 1,6 %
(Case, 2004). Potensi cairan pulpa yang cukup besar tersebut, selama ini tidak diolah dan hanya dibuang begitu saja ditempat pengolahan dan bisa menimbulkan
dampak yang buruk bagi lingkungan. Padahal di dalam cairan pulpa tersebut
terdapat kandungan asam asetat yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi bila
diolah dengan baik. Limbah cairan pulpa hasil fermentasi tersebut dapat di
distilasi untuk memproduksi cuka fermentasi, namun asam asetatnya masih
rendah yaitu sebesar 0,49 % (Wiji, 2015).
Pembuatan cuka fermentasi adalah melalui proses fermentasi 2 tahap, yaitu
fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Fermentasi alkohol melibatkan
aktivitas Saccharomyces cerevisiae yang mengubah gula-gula sederhana menjadi
alkohol. Pada tahap ini terjadi pemecahan disakarida (sukrosa) melalui proses
hidrolisis menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Fermentasi asam asetat
melibatkan aktivitas bakteri Acetobacter aceti yang mengubah alkohol dengan
kadar tertentu menjadi sejumlah asam asetat secara aerob (Anon, 2009). Alkohol
3
kemudian mengalami oksidasi lebih lanjut dan menjadi asam asetat dengan
bantuan Acetobacter aceti. Lama fermentasi berpengaruh terhadap karakteristik
cuka fermentasi, karena semakin lama fermentasi kadar alkohol akan meningkat.
Namun bila fermentasi terlalu lama nutrisi dalam substrat akan habis dan khamir
Saccharomyces cerevisiae tidak lagi dapat memfermentasi bahan. Semakin lama
fermentasi jumlah mikroba yang memecah glukosa semakin menurun, dan akan
menuju ke fase kematian karena alkohol yang dihasilkan semakin banyak dan
nutrien yang ada sebagai makanan mikroba semakin menurun (Kunaepah, 2008).
Menurut Aridona (2015), terjadinya peningkatan kadar asam asetat selama
proses fermentasi sampai hari ke-6 (2,30%) yang tidak berbeda dengan kadar
asam asetat hari ke 7, 8, 9, dan 10 pada cairan pulpa kakao. Menurut Zubaidah
(2010), perlakuan dari kombinasi penambahan inokulum Saccharomyces
cerevisiae dan inokulum Acetobacter aceti sebesar 15% dengan lama fermentasi
alkohol selama 10 hari dan lama fermentasi asam asetat selama 16 hari mampu
menghasilkan cuka salak dengan kadar total asam sebesar 5,54% pada kondisi
fermentasi alkohol secara anaerob. Proses pemanfaatan pulpa kakao belum
banyak diketahui oleh masyarakat secara umum, sehingga sering terjadi
permasalahan limbah pada saat proses pengolahan awal kakao. Penambahan
inokulum Saccharomyces cerevisiae dan Acetobacter aceti dengan lama
fermentasi 25 hari belum pernah dilakukan pada pembuatan cuka fermentasi dari
kakao.
Atas dasar hal-hal tersebut dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh penambahan inokulum dan lama fermentasi yang tepat untuk
4
fermentasi biji kakao, serta untuk menghasilkan produk cuka fermentasi yang
terbaik yang tentunya akan sangat bermanfaat dan mempunyai nilai tambah bagi
komoditas perkebunan kakao.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh penambahan inokulum Saccharomyces
cerevisiae dan lama fermentasi terhadap karakteristik cuka fermentasi
dari cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao (Theobrama cacao
L.)
2. Berapakah penambahan inokulum Saccharomyces cerevisiae dan lama
fermentasi yang tepat untuk menghasilkan karakteristik cuka fermentasi
dari cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan inokulum dan lama fermentasi
terhadap karakteristik cuka fermentasi dari cairan pulpa hasil samping
fermentasi biji kakao.
2. Untuk menentukan penambahan inokulum Saccharomyces cerevisiae dan
lama fermentasi yang tepat untuk menghasilkan karakteristik cuka
fermentasi dari cairan pulpa hasil samping fermentasi biji kakao terbaik.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah hasil
perkebunan buah kakao dan dapat memberi kontribusi dalam penyediaan bahan
5
yang ada di Indonesia agar dapat memanfaatkan sebaik-baiknya hasil samping
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kakao
Kakao (Theobroma cacao Linn) adalah tanaman tahunan dari famili
Sterculiaceae, berupa pohon dengan percabangan agak rendah dengan tinggi 3-15
meter. Bunga muncul dari batang dan cabang yang tua. Buahnya yang berbentuk
lonjong dengan kulit beralur-alur dan daging buah yang lunak. Pada waktu muda,
biji-biji menempel pada bagian dalam kulit buah, setelah matang akan lepas dan
berbunyi jika diguncang. Biji-biji inilah yang akan dimanfaatkan dalam industri
makanan. Ada bermacam-macam kakao, namun yang umum dibudidayakan
adalah Criollo, Forestero, dan Trinitario yang merupakan varietas dari
Theobroma cacao.
Varietas Criollo, dengan ciri cita rasa enak dan beraroma lembut, terdapat
sekitar 10% di seluruh dunia terutama di Venezuela, Equador, Columbia dan
Indonesia. Sementara varietas Forastero, dengan cita rasa lebih pahit dan
beraroma lebih kuat, merupakan mayoritas tanaman kakao dunia terutama
dijumpai di Ivory Coast, Ghana, Nigeria, Malaysia dan Indonesia. Sedangkan
varietas Trinitario merupakan persilangan antara Criollo dan Forastero, terdapat
di Trinidad, Cameroon, Papua New Guinea dan Jamaica (Anon, 2004).
Varietas Criollo, Trinitario dan persilangannya dikenal sebagai penghasil
biji kakao mulia atau kakao edel (fine-cocoa). Sedangkan varietas Forastero
dikenal sebagai penghasil biji kakao lindak atau kakao curai (bulk-cocoa) (Wood
and Lass, 1985). Di Indonesia terutama di perkebunan kakaonya secara umum
7
Runggo) menghasilkan biji kakao mulia, (2) Amelonado (West African
Amelonado) menghasilkan biji kakao lindak dan (3) Amazon juga menghasilkan
biji kakao lindak (Wardojo, 1991).
2.2. Buah Kakao
Buah kakao dapat dipanen apabila telah mencapai umur buah 160-175 hari
atau sekitar 5-6 bulan sejak dari fase penyerbukan dan terjadi perubahan warna
kulit buah (Haryadi dan Supriyanto, 1991; Bucheli dkk., 2001). Buah kakao
masak berisi sekitar 30-40 biji yang terbungkus oleh lapisan lendir (pulpa).
Menurut Haryadi dan Supriyanto (1991), berat biji kakao yang diperoleh
dipengaruhi oleh curah hujan selama periode pemasakan, berkisar antara
92,2-103,5 g biji kakao basah segar setiap buah (pod) tergantung dari besarnya curah
hujan. Menurut Sunanto (1992), kakao masak pohon dan siap panen dicirikan
dengan perubahan warna buah, yaitu: (a) warna buah sebelum masak hijau,
setelah masak warna alur buah menjadi kuning, atau (b) warna buah sebelum
masak merah tua, setelah masak warna buah merah muda, jingga atau kuning.
Pemanenan buah kakao umumnya berlangsung antara Mei sampai dengan
Oktober tiap tahunnya. Di Jawa Tengah panen besar biasanya pada Mei-Juni dan
penen tambahan pada Agustus-Oktober. Sedangkan di Sumatra Utara, panen besar
pada Mei-Juni dan panen tambahan pada September-Oktober. Rotasi pemanenan
biasanya dilakukan dengan selang waktu antara 7-14 hari, dimaksudkan untuk
memperoleh hasil panen tepat masak dengan tingkat masak relatif homogen
(Haryadi dan Supriyanto, 1991). Pulpa biji kakao, yaitu selaput berlendir
berwarna putih yang membungkus biji kakao, mengandung : 82-87% air, 10-13%
8
Pembentukan senyawa gula pada pulpa mencapai maksimal pada buah masak
optimal (±170 hari), begitu pula dengan peningkatan kandungan asam-asam
organik.
Pada buah masih muda, senyawa gula yang terbentuk masih sangat rendah
sehingga mungkin akan berpengaruh pada kondisi pulpa untuk difermentasi
(Haryadi dan Supriyanto, 1991). Haryadi dan Supriyanto (1991) menambahkan
bahwa lemak netral baru terbentuk pada tahap akhir pemasakan.
2.3. Pengolahan Kakao
Pengolahan kakao pada dasarnya adalah suatu usaha untuk memisahkan biji
dari buah dan selaput berlendir (pulpa) yang membungkus dan
memperlakukannya sedemikian rupa sehingga diperoleh biji kakao kering dengan
karakteristik khas yang sesuai dengan standar mutunya. Setiap buah kakao berisi
sekitar 30-40 biji dan masing-masing biji diselubungi oleh pulpa (Wood and Lass,
1985; Beckett, 1988).
Menurut Askindo (1990), dikenalkan cara lain yaitu melakukan penyimpanan
buah selama 9-15 hari sebelum biji dipecah. Hasil penelitian Said dkk. (1990),
menyarankan agar penyimpanan buah dilakukan selama 6 hari, sedangkan
Yusianto dan Wahyudi (1991) mengatakan bahwa waktu penyimpanan buah
optimum adalah 8 hari untuk meningkatkan mutu biji kakao. Perlakuan
penyimpanan buah tersebut akan mempengaruhi kondisi pulpa biji kakao sebelum
difermentasi.
Biji yang sudah dipisahkan kemudian difermentasi. Fermentasi biji tersebut
dapat dilakukan dengan menumpuk biji kakao pada kotak kayu (peti), ember
9
dialasi dan ditutupi dengan daun pisang. Ukuran wadah yang digunakan untuk
fermentasi bervariasi antara 1.500 – 2.000 kg biji kakao segar. Lama waktu
fermentasi juga bervariasi antara 2 - 8 hari, tergantung dari jenis kakao dan
kebiasaan setempat (Nasution dkk., 1980). Amin (2004a) juga menyatakan bahwa
lama fermentasi adalah 5 hari, dan disesuaikan dengan kebiasaan yang dilakukan
di perkebunan Indonesia atau sama dengan hasil penelitian Sime-Cadbury. Wood
and Lass (1985) menyatakan bahwa lama fermentasi adalah 5 hari untuk varietas
Forastero dan 2-3 hari untuk Criollo, tetapi menurut penelitian Schwan (1998)
fermentasi dilakukan selama 7 hari dan biji diaduk setiap hari untuk
meningkatkan aerasi.
2.4. Mekanisme Fermentasi Kakao
Fermentasi biji kakao bertujuan untuk menghancurkan pulpa (eskternal) dan
mengusahakan kondisi untuk terjadinya reaksi kimia dan biokimia dalam keping
biji (internal). Fermentasi internal berlangsung setelah terjadinya fermentasi
eksternal. Pada fermentasi internal pada kotiledon akan terbentuk cita rasa dan
aroma. Pulpa yang telah hancur akan mudah lepas dari biji sehingga biji kakao
menjadi bersih dan cepat kering. Selanjutnya reaksi kimia dan biokimia dalam
keping biji dimaksudkan untuk pembentukan prekursor cita rasa dan warna coklat.
Reaksi tersebut baru akan terjadi setelah biji kakao mati. Perubahan-perubahan
penting yang terjadi sebelum biji mati yaitu kerusakan pada kulit yang menutup
embrio. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi tersebut,
diantaranya: waktu fermentasi, pengadukan dan aerasi, ukuran tumpukan biji
dalam wadah fermentasi, penundaan pengolahan, kemasakan buah, dan varietas
10
Mekanisme proses fermentasi bermula dari adanya pulpa yang membungkus
biji kakao segar. Biji dibungkus oleh daging buah atau pulp yang berwarna putih
dan rasanya manis. Pulp tersebut mengandung zat penghambat viabilitas benih
(Susanto, 1994). Dimana untuk menghilangkan pulp dari biji kakao dengan jalan
menumpuknya sehingga pulpnya terlepas, proses ini disebut dengan “sweating
process” yaitu terjadi pelepasan air dari biji yang ditumpuk tersebut. Ketika baru
dipecah pulpa dalam keadaan steril, tetapi kemudian terkontaminasi oleh
mikroorganisme dari kulit buah, serangga, alat angkut maupun manusia sebagai
pekerjanya. Menurut Lopez (1986), kandungan gula yang relatif tinggi, pH rendah
dan suplai oksigen yang rendah pada tumpukan biji selama tahap awal fermentasi
menyebabkan khamir mampu berkembang dengan baik. Lebih lanjut menurut
Amin (2004b), akfivitas utama dari khamir tersebut adalah: (a) disimilasi sukrosa,
glukosa dan fruktosa menjadi etanol dan CO2, (b) kemungkinan terjadi
pemecahan pektin dalam pulpa, dan (c) memetabolisme asam-asam organik (asam
sitrat) yang terdapat dalam jumlah relatif banyak pada pulpa biji kakao.
Jenis khamir tertentu juga dapat menghasilkan enzim pektolitik, yang dapat
merombak pektin dalam pulpa. Perubahan komposisi pulpa sebelum dan setelah
[image:27.612.128.519.572.692.2]fermentasi (Case, 2004), disajikan seperti Tabel 1.
Tabel 1. Perubahan komposisi pulpa
Komposisi Sebelum fermentasi Setelah fermentasi
Sukrosa 12 % 0 %
Asam sitrat 1-3 % 0,5 %
Pektin 1-1,5 % -
pH 3,7 6,5
Etil alkohol - 0,5 %
Asam asetat - 1,6 %
11
Kemudian menurut Chong, Shepherd and Foon (1978), desimilasi asam sitrat
oleh khamir menyebabkan naiknya pH yang disertai dengan naiknya suhu karena
panas yang timbul pada fermentasi alkohol, menjadikan kondisi ini cocok untuk
pertumbuhan bakteri asam laktat meskipun masih dalam keadaan anaerob. Bakteri
asam laktat yang mempunyai sifat homo- dan hetero-fermentatif dapat
menghidrolisis substrat gula menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol dan
CO2 disertai dengan pembebasan panas. Amin (2004b) menambahkan bahwa
produksi asam laktat dari gula heksosa oleh bakteri asam laktat akan membantu
dalam peningkatan suhu.
2.5. Proses Fermentasi Alkohol
Fermenatasi alkohol atau alkoholisasi merupakan proses perubahan gula
menjadi alkohol dan CO2 oleh mikroba Saccharomyces cerevisiae. Tahap ini
merupakan tahap pertama dalam proses pembuatan cuka. Fermentasi alkohol
melibatkan aktivitas Saccharomyces cerevisiae yang mengubah gula-gula
sederhana menjadi alkohol secara anaerob. Pada tahap ini terjadi pemecahan
disakarida (sukrosa) melalui proses hidrolisis menjadi monosakarida (glukosa dan
fruktosa). Monosakarida langsung diubah menjadi alkohol dan karbondioksida
oleh enzim yang dihasilkan oleh khamir, kemudian dilanjutkan dengan
pembentukan asam asetat. Menurut Daulay dan Rahman (1992), bahan baku
pembuatan cuka terutama dari sari buah perlu dipekatkan terlebih dahulu atau
ditambahkan gula (sukrosa) dengan tambahan gula optimum atau maksimalnya
sekitar 10-25% (b/v). Ini dikarenakan gula lebih banyak digunakan oleh
mikroorganisme sebagai sumber karbon sehingga gula yang tersisa semakin
12
menjadi gula sederhana. Produksi etanol dapat diperoleh dari gula (sukrosa)
dengan proses fermentasi secara anaerob (tanpa O2) oleh aktifitas khamir. Etil
alkohol (alkohol) dapat dibuat dengan cara sintesa kimia dan cara mikrobiologis
(fermentasi). Cara sintesis kimia yaitu menggunakan pereaksi kimia biasa untuk
mengubah bahan dasar menjadi alkohol. Sedangkan cara mikrobiologis yaitu
menggunakan mikroorganisme untuk mengubah bahan dasar menjadi alkohol.
Proses fermentasi tergantung pada banyak sedikitnya penambahan khamir dalam
bahan. Semakin banyak jumlah ragi yang diberikan berarti semakin banyak
jumlah khamir yang terlibat, sehingga kadar alkohol meningkat (Tarigan, 1988).
Menurut Presscot dan Dunn (1959) dalam Tyasning (2010), apabila kadar alkohol
14% atau lebih akan terbentuk suatu lapisan yang akan menghambat proses
fermentasi, sehingga tidak semua alkohol dapat diubah menjadi asam asetat. Bila
kadar alkohol kurang dari 1 atau 2% asam asetat yang terbentuk akan teroksidasi
menjadi air dan karbondioksida.
Dalam proses fermentasi alkohol, Sacharomyces cerevisiae dapat tahan atau
toleran terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi
dan tetap melakukan aktivitasnya pada suhu 4 – 32 0C. Proses fermentasi alkohol
pada pemecahan glukosa menjadi alkohol adalah melalui terbentuknya asam
piruvat. Enzim yang berperan dalam proses fermentasi alkohol ini adalah enzim
zymase yang dihasilkan oleh khamir. Sukrosa pada bahan, mula-mula dihidolisis
menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase, kemudian oleh aktivitas
enzim, glukosa dan fruktosa ini akan diubah menjadi alkohol. Dalam proses
fermentasi akan diperoleh hasil ikatan seperti gliserol, asam laktat, asam asetat,
13
Dalam pembentukan alkohol melalui proses fermentasi peran
mikroorganisme sangat besar dan biasanya mikroorganisme yang digunakan
untuk fermentasi mempunyai beberapa syarat sebagai berikut (Rahman,1992)
1. Mempunyai kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang cocok
secara cepat.
2. Bersifat membentuk flokulasi dan sedimentasi (misal sel-sel khamir selalu
ada pada bagian bawah tangki fermentasi.
3. Mempunyai genetik yang stabil (tidak mudah mengalami mutasi)
4. Bersifat osmotolerans artinya mikroorganisme tersebut toleran terhadap
tekanan osmosa yang tinggi.
5. Toleran terhadap kadar alkohol yang tinggi (sampai dengan 14-15 %).
6. Mempunyai sifat regenerasi yang cepat.
Prinsip fermentasi etanol adalah perubahan kimia yang spesifik pada substrat
karbohidrat yang diinduksi oleh enzim yang dihasilkan mikroorganisme (Rogers
dan Cail, 1991).
2.6. Proses Fermentasi Asam Asetat (asetifikasi)
Asetifikasi adalah proses oksidasi etanol oleh bakteri menjadi asam asetat
dan air. Asetifikasi ini dilakukan oleh bakteri asam asetat, karena bakteri asam
asetat mampu membentuk asam dari alkohol secara oksidasi tidak sempurna
sebagai produk yang tidak dapat dipecah lagi. Fermentasi asam asetat ini
merupakan fermentasi tahap kedua dalam proses pembuatan cuka fermentasi.
Alkohol yg dihasilkan pada tahap pertama tersebut dioksidasi oleh Acetobacter
aceti dan menghasilkan asetaldehid dan air. Asetaldehid kemudian mengalami
14
terjadi dalam kondisi aerob karena membutuhkan oksigen sebagai oksidator.
Proses ini dilakukan oleh bakteri dari genus Acetobacter (aerob) dan
Gluconobacter (anaerob). Kondisi respirasi oksidatif ini dapat dilakukan dengan
kultur murni, tetapi kondisinya tidak selalu aseptis oleh karena pH yang rendah
serta adanya alkohol dalam media merupakan faktor penghambat bagi
mikroorganisme lain selain Acetobacter aceti. Golongan bakteri yang
mengoksidasi etanol menjadi asam asetat disebut sebagai bakteri asam asetat.
Secara kimia proses oksidasi tersebut adalah :
C2H5OH + O2 + Acetobacter aceti CH3COOH + H2O
Kecepatan perubahan alkohol menjadi asam asetat tergantung pada
konsentrasi inokulum, jumlah alkohol yang ada, suhu, dan pH. Konsentrasi
alkohol yang terlalu tinggi menyebabkan terganggunya pertumbuhan bakteri
sehingga asetifikasi tidak berlangsung sempurna. Sedangkan kadar alkohol yang
kurang dari 0,2 %, asam asetat yang dihasilkan akan dioksidasi oleh bakteri asam
asetat menjadi H2O dan CO2 (oksidasi lanjutan) sehingga akan diperoleh hasil
asam asetat yang berkadar rendah. Penentuan jumlah inokulum juga akan
mempengaruhi produksi asam asetat. Jumlah inokulum yang optimum dari kultur
inokulum akan menghasilkan asam asetat yang optimum. Hal ini disebabkan
ketersediaan nutrisi sebagai substrat sebanding dengan jumlah mikroorganisme,
substrat akan digunakan untuk pertumbuhan, perbanyakan sel dan produksi
asam-asam organik.
Semakin lama fermentasi maka asam yang dihasilkan akan lebih banyak
(Yuliani, 2003). Proses terjadinya penurunan pH dan alkohol dapat terjadi dari
15
berlangsung. Asam-asam yang terbentuk seperti asam asetat, asam piruvat, dan
asam laktat dapat menurunkan pH dan kadar alkohol. (Muljono dan Daewis,
1990).
Laju pembentukan asam asetat dengan variasi penambahan inokulum
menyebabkan terjadinya kompetisi antara mikroorganisme dalam memanfaatkan
nutrisi (substrat) yang ada. Sehingga karakteristik asam cuka yang dihasilkan
dengan variasi penambahan inokulum akan berbeda dengan yang lainnya dan
akan menghasilkan asam cuka yang paling optimum. Penurunan kadar asam asetat
bisa saja terjadi karena disebabkan oleh kadar pembentukan produk yang semakin
tinggi, sehingga produk yang dihasilkan dapat menghambat reaksi penguraian
substrat menjadi produk (Aditiwati dan Kusnadi, 2003). Menurut Rahman
(1992), pada fermentasi asam asetat, sumber karbon (biasanya glukosa) dioksidasi
menjadi CO2 dan H2O.
Semakin banyak inokulum penghasil asam cuka yang tumbuh, maka akan
semakin banyak asam cuka yang terbentuk dan semakin banyak waktu yang
dibutuhkan, tetapi hal ini sangat tergantung pada ketersediaan oksigen dan suplai
gizi, karena mikroorganisme sangat tergantung pada suplai oksigen. Jika tidak
tersedia oksigen yang cukup, maka sel-sel bakteri penghasil asam cuka akan mati,
yang mengakibatkan kadar asam cuka yang terbentuk akan menurun. Banyak
sedikitnya oksigen yang berinteraksi pada cairan pulpa yang difermentasi akan
mempengaruhi asam cuka yang dihasilkan, dan semakin lama waktu fermentasi
terjadi, maka rasanya semakin asam. Semakin lama waktu fermentasi, maka
konsentrasi gula reduksi akan semakin rendah, konsentrasi etanol yang dihasilkan
16
dihasilkan dan akan menurun seiring dengan berkurangnya suplai gizi sampai
pada waktu tertentu.
2.7. Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau
CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4° C. Etanol memiliki sifat tidak berwarna,
volatil dan dapat bercampur dengan air (Kartika dkk., 1997). Ada 2 jenis etanol
menurut Rama (2008), etanol sintetik sering disebut metanol atau metil alkohol
atau alkohol kayu, terbuat dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau batu
bara. Bahan ini diperoleh dari sintesis kimia yang disebut hidrasi, sedangkan
bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik
dan fermentasi).
2.8. Asam Asetat (Cuka Fermentasi)
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam
organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam
bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut
asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik
beku 16,7°C. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah,
artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO- (Anon,2012).
Asam asetat yang berasal dari hasil fermentasi disebut cuka fermentasi.
Menurut Daulay dan Rahman (1992), kriteria mutu cuka yang utama adalah
kandungan asam asetatnya. Di Amerika Serikat, konsentrasi asam asetat minimal
yang berlaku adalah 4% (b/v). Cuka fermentasi didefinisikasikan sebagai produk
17
yang mengandung gula atau alkohol dengan atau tanpa penambahan bahan
tambahan makanan yang diijinkan (SNI 01-4371-1996). Cuka fermentasi yang
dibuat menjadi cuka makan, dibedakan menjadi cuka meja dan cuka dapur.
Perbedaannya dilihat dari kandungan asam asetat yang terdapat didalamnya, yaitu
cuka meja kadar asam asetatnya 4 - 12,5% dan cuka dapur kadar asam asetat
minimalnya 12,5% (SNI 01-3711-1995).
2.9. Saccharomyces cerevisiae
Nama ilmiah Saccharomyces cerevisiae berarti khamir yang melakukan
fermentasi gula pada sereal (Saccharo-mocus cerevisiae) untuk menghasilkan
alkohol dan karbon dioksida. Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu
jenis khamir. Khamir adalah fungi uniseluler yang eukariotik. Sel khamir yang
termasuk jenis Saccharomyces berbentuk bulat, oval atau memanjang dan dapat
membentuk pseudomiselium. Reproduksi Saccharomyces dilakukan dengan
membentuk tunas dan spora seksual (Fardiaz, 1992; Jutono, 1980). Khamir dan
bakteri telah digunakan untuk produksi etanol. Bakteri yang paling banyak
digunakan adalah Zymomonas mobilis. Khamir yang umum digunakan adalah
Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces uvarum (Carlsbergensis),
Schizosacchanomyces pombe dan Kluyveromyces fragilis (Crueger and Crueger,
1990). Klasifikasi Saccharomyces cerevisiae adalah sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Division : Ascomycota
Subdivision : Saccharomycetes
Ordo : Saccaromycetales
18
Genus : Saccharomyces
Spesies : Saccharomyces cerevisiae
Pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
sebagai tempat tumbuhnya, berupa temperatur, pH dan medium. Strain mesofilik
Saccharomyces dapat tumbuh secara optimum pada temperature 28-35°C
(Atkinson dan Mavituno, 1991). Khamir pada umumnya dapat tumbuh dan secara
efisien melakukan fermentasi etanol pada pH 3-8,5 dan bersifat fakultatifaerobik
(Kosaric dkk., 1983). Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan untuk
menggunakan berbagai jenis gula yaitu : glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa,
maltosa, manosa, rafinosa, treholusa, dan malfotriosa (Kosaric dkk., 1982). Gula
dalam medium yang masih dalam bentuk sukrosa dihidrolisis terlebih dahulu oleh
enzim invertase menjadi glukosa dan fruktosa. Saccharomyces cerevisiae dapat
menghasilkan invertase. Selanjutnya glukosa dan fruktosa masuk dalam sel
melalui difusi dengan perantara dan transport aktif (Kosaric dkk.,1982). Setelah
itu glukosa akan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae menjadi etil alkohol
melalui jalur Embden – Meyerhof . Piruvat yang terbentuk dari proses glikolisis
kemudian dirubah menjadi asetaldehid dan CO2 oleh enzim piruvat
dekarboksilase, setelah itu oleh enzim alkohol dehidrogenase dirubah menjadi
19
Glukosa
Glukosa-6-fosfat
Fruktosa-6-fosfat
Fruktosa-1,6- bifosfat
Gliseraldehid-3-fosfat
2-fosfogliserat
Fosfoenol piruvat
Piruvat
Laktat Asetal dehid Asetat
[image:36.612.218.418.74.341.2]Etanol
Gambar 1. Jalur Embden-Meyerhof (Sumber: Madigan dkk., 2000)
2.10. Acetobacter aceti
Acetobacter adalah sebuah genus bakteri penghasil asam asetat, yang
ditandai dengan kemampuannya mengubah etanol (alkohol) menjadi asam
asetat (asam cuka) dengan bantuan udara. Ada beberapa bakteri dari golongan lain
yang mampu menghasilkan asam asetat dalam kondisi tertentu, namun semua
anggota genus Acetobacter dikenal memiliki kemampuan ini (Anon, 2013).
Bakteri pembentuk asam asetat melakukan oksidasi metil alkohol menjadi
asam asetat dan mampu mengoksidasi komponen – komponen organik lain,
termasuk asam asetat. Sifat spesifik bakteri ini adalah mampu mengoksidasi
etanol menjadi asam asetat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk industri vinegar.
Acetobacter aceti hidup di mana pun fermentasi gula terjadi. Tumbuh di suhu
20
dalam menghasilkan asam asetat dari alkohol Acetobacter aceti adalah aerob