DAK TILITAS ELEMEN STRUKTUR J OINT KOLOM BETON
BERTULANG DAN BALOK BAJ A PADA GEDUNG
BERTINGKAT TINGGI DI SURABAYA
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Sebagai Per syar atan Dalam Memper oleh Gelar Sar jana Teknik Sipil (S1)
Oleh:
WAHYU LUREKKE PABUARAN NPM : 0753210062
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
DAK TILITAS ELEMEN STRUKTUR J OINT KOLOM BETON
BERTULANG DAN BALOK BAJ A PADA GEDUNG
BERTINGKAT TINGGI DI SURABAYA
Disusun oleh :
WAHYU LUREKKE PABUARAN NPM : 0753210062
Telah Diuji,Diper tahankan, dan Diter ima oleh Tim Penguji Tugas Akhir Pr ogr am Studi Teknik Sipil, Fakultas Tek nik Sipil dan Per encanaan
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur Pada Har i Selasa 22 Mei 2012
Pembimbing : Tim Penguji : 1. Pembimbing Utama, 1. Penguji I,
Dr s. Ir . Made Dhar ma Astawa, MT. Ir . Ali Ar ifin, MT. NIP. 19530919 198601 1 00 1
2. Pembimbing Pendamping, 2. Penguji II,
Ir . Wahyu Kar tini, MT. Ir. Sar djono H.S NPT. 3 6304 94 0031 1
3. Penguji III,
Sumaidi, ST.
NPT. 3 7909 05 0204 1 Mengetahui
Dekan Fak ultas Tek nik Sipil dan Per encanaan Univer sitas Pembangunan Nasional “Veter an” J awa Timur
DAKTILITAS ELEMEN STRUKTUR J OINT KOLOM BETON
BERTULANG DAN BALOK BAJ A PADA GEDUNG BERTINGKAT TINGGI DI SURABAYA
Oleh :
WAHYU LUREKKE PABUARAN 0753210062
ABSTRAK
Desain hubungan balok kolom yang menggunakan kolom beton balok baja dapat memberikan kontribusi dalam hal memperkaya materi tentang pembangunan gedung tinggi. Dengan menggunakan kolom beton dan balok baja dalam sebuah proyek, memungkinkan pengerjaan di lapangan bisa lebih cepat dan efisinen, dikarenakan komponen balok yang terbuat dari baja tidak perlu menunggu pengeringan terlebih dahulu seperti halnya beton. Struktur bangunan berdaktilitas penuh harus memenuhi persyaratan kolom kuat balok lemah. Penulisan ini memperhitungkan dimensi kolom beton dan balok baja serta komponen penyambungnya yang berupa plat baja yang disambungkan oleh las dan mur-baut. Desain ini memperhitungkan kekuatan serta daktilitas pada hubungan balok kolom yang akan di aplikasikan pada suatu bangunan yang ada di Surabaya yang mana HBK ( hubungan balok kolom) eksisting pada bangunan ini merupakan HBK beton bertulang. Menurut SNI 03-1726-2002 pasal 4, daktilitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastis bolak-balik berulang di luar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya.Dimensi balok yang digunakan adalah WF 400.200.8.13 dengan penambahan haunch pada daerah tumpuan dengan profil WF 400.200.8.13. Dimensi kolom yang memenuhi syarat adalah 600 x 600 mm. Hubungan antar kolom beton bertulang dan balok baja melalui angkur yang terpasang pada balok baja dan tertanam di dalam kolom beton. Diameter angkur adalah D25 dan diameter baut menggunakan HTB tipe A-325 D19.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan sembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mengaruniakan tenaga,waktu dan pikiran serta tuntunNya yang tiada henti, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki penyusun, maka hasil dari laporan tugas akhir ini tentunya jauh dari kesempurnaan, walaupun demikian penyusun telah berusaha untuk mencapai hasil yang terbaik, untuk itu penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran demi menyempurnakan tugas akhir ini.
Pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada :
1. Ibu Ir.Naniek Ratni, JAR.,M.Kes selaku dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.
2. Bapak Ibnu Sholichin, ST.,MT. selaku kepala program studi teknik sipil
3. Bapak Ir. Made Dharma Astawa, MT. selaku dosen pembimbing utama yang senantiasa meluangkan waktu untuk asistensi, memberikan motivasi, dan memberikan arahan – arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Ibu Ir.Wahyu Kartini, MT. selaku pembimbing pendamping yang senantiasa meluangkan waktu untuk asistensi, memberikan motivasi, dan memberikan arahan – arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Bapak Sumaidi Wijaya, ST.,MT. selaku dosen penguji.
8. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah membantu selama proses perkuliaan, secara khusus kepada ibu Novie Handajani, ST.,MT. yang selalu membantu dalam segala hal.
9. Terima kasih yang paling dalam kepada mama dan papa yang selalu mendoakan, memotivasi dan memberi semangat serta dukungan dalam dana studi yang selalu tersedia. Dan juga kepada saudara-saudara saya Joel, Pipi, Dian, Eki, yang selalu memberi motivasi dan semangat.
10.Teman-teman FTSP khususnya program studi teknik sipil, Hadi ,Edo, Pendi, Glen, Dudun, Maik, Acong, Japra, Cimot, tapir, Damun dan Tamso yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi selama proses penyelesaian tugas akhir. Dan juga teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 11.Teman-teman Kamapraja, Genorus, PPGT dan SMGT untuk dukungan dan doa.
Ripstar yang selalu tersenyum dan memberikan ketenangan serta dorongan moral pada masa susah selama proses penyelesaian skripsi.
Semoga batuan dan budi baik, mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Penyusun berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Surabaya 1 mei 2012
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
KATA PENGANTAR ...ii
DAFTAR ISI...iii
DAFTAR GAMBAR...iv
DAFTAR TABEL...v
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Perumusan Masalah ...2
1.3 Tujuan ...2
1.4 Batasan Masalah ...3
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA ...4
2.1 Umum ...4
2.2 Kolom Beton... ...……..6
2.3 Balok Baja...………..……...8
2.4 Rumusan Hubungan Balok - Kolom (HBK) ………..…10
2.4.1 Hubungan Balok Kolom (SNI 03-2847-2002 )...10
2.4.2 Hubungan Balok Kolom SRPMK (SNI 03-1729-2002 )...12
2.5 Sistem Sambungan Baut...………...13
2.6 Sistem Sambungan Las...…………..…16
2.7 Rumusan Gempa Standar………...18
2.7.2 Ketentuan Khusus Untuk Perencangan Gedung di Surabaya
(Kategori Desain Seismik D)...20
2.8 Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan...25
2.8.1 Pembebanan...25
2.8.2 Kombinasi Pembebanan...26
2.9 Konsep Desain...26
BAB III METODELOGI………..……….….28
3.1 Studi Literatur………..….…..…28
3.2 Pembebanan ………....……...28
3.3 Kombinasi Pembebanan ……...……….………..…..29
3.4 Pemodelan Struktur ……….…...……….……...…..…29
3.5 Gambar Detail Hubungan Balok Kolom...30
3.6 Daktilitas... ………...…..30
3.7 Flow chart...31
BAB IV ANALISA PERHITUNGAN STRUKTUR………..….…..32
4.1 Data perencanaan...32
4.2 Perencanaan Dimensi Balok...32
4.3 Perencanaan Dimensi Kolom...32
4.4 Perencanaan Struktur Bangunan...34
4.4.1 Perhitungan Pembebanan Pelat Atap...34
4.4.2 Perhitungan Pembebanan Pelat Lantai...39
4.5 Berat tiap lantai...45
4.6Analisa Beban Gempa...57
4.6.1 Waktu getar Alami...57
4.6.2 Perhitungan Beban Geser Dasar Nominal (V)...58
4.6.3 Daktalitas Struktur Bangunan...59
4.6.4 Distribusi Beban Gempa Nominal...59
4.7 Perhitungan Balok...59
4.8 Perhitungan Sambungan Kolom Beton Balok Baja...65
4.8.1 Perhitungan Shear connector Pada Balok Baja...70
4.8.2 Perhitungan Angkur...72
4.8.3 Perhitungan Las Angkur ...82
4.9 Perhitungan Kolom...83
4.9.1 Kekakuan Lentur Komponen Kolom...85
4.9.2 Panjang tekuk Kolom...89
4.9.3 Cek Persyaratan Strong Column Weak Beam...91
4.9.4. Kontrol Kelangsingan Kolom...93
4.9.5 Perhitungan Kolom Interior...94
4.9.6 Perhitungan Kolom Exterior...95
4.9.7 Daerah Sendi Plastis...97
4.9.8 Perencanaan Pengekangan Kolom...97
4.9.9 Perhitungan Tulangan Transversal Interior...99
4.9.10 Perhitungan Tulangan Transversal Eksterior...100
4.9.11 Panjang Lewatan Sambungan Kolom...102
4.10 Desain HBK...105
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
ini, diharapkan dapat membantu dalam hal memperkaya materi tentang pembangunan gedung tinggi. Sambungan daktil adalah sambungan dimana terjadi deformasi inelastis di dalam sambungan dan untuk mencegah pengembangan deformasi inelastis ke arah manapun, maka digunakan prosedur desain kapasitas. ( Priestley, 1996).
1.2 Per umusan Masalah
Dari latar belakang dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas, antara lain :
1. Bagaimana mendimensi kolom beton bertulang dan balok baja yang daktil dan mampu memikul beban rencana garvitasi dan gempa lateral ?
2. Bagaimana mendesain sistem sambungan kolom beton bertulang dan balok baja yang daktil?
3. Bagaimana detail hubungan kolom beton bertulang dan balok baja yang daktil?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dimensi kolom beton bertulang dan balok baja yang daktil dan mampu memikul beban rencana gravitasi dan gempa lateral.
2. Mengetahui sistem sambungan kolom beton bertulang dan balok baja yang daktil.
1.4 Batasan Masalah
Untuk menghindari adanya penyimpangan pembahasan dalam penyelesaian tugas akhir ini maka dibuat batasan masalah sebagai berikut :
1. Perencanaan hanya dibatasi pada perhitungan struktur kolom beton bertulang ,balok baja serta sistem sambungannya.
2. Menggunakan Peraturan SNI yang berlaku.
3. Gedung berada pada wilayah kategori desain seismik D.
4. Tipe sambungan kolom beton bertulang dan balok baja yang direncanakan adalah tipe sambungan baut dan las.
5. Perencanaan ini di aplikasikan pada proyek aparteman Guna Wangsa yang denah strukturnya telah dimodifikasi .
7. Tidak membahas cara pengerjaan di lapangan maupun biaya yang dibutuhkan. 8. Pemodelan dan analisa struktur dilakukan dengan program bantu SAP 2000 dan
PCAcol.
9. Profil baja yang digunakan sebagai balok adalah profil baja WF (wide flange). 10.Gedung ini direncanakan berdasarkan jenis tanah proyek bangunan Apartemen
Guna Wangsa.
BAB 2
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Kegagalan pada sambungan struktur akan mengakibatkan perubahan fungsi pada bangunan tersebut, sehingga untuk mencegah hal ini tersebut terjadi, kekakuan sambungan pada struktur harus baik. Salah satu cara yang digunakan untuk membuat mekanisme strong column weak beam adalah dimana dimensi penampang kolom beton bertulang harus memiliki momen inersia yang lebih besar dari momen inersia balok baja. Menurut SNI-1726-2002, daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Struktur yang kaku mempunyai waktu getar alami T. Kekuatan lateral struktur yang beraneka ragam menyebabkan waktu getar alami yang berbeda pula. Waktu getar alami yang panjang menunjukkan struktur berperilaku elastoplastis dan struktur bersifat daktil. Respon elastis struktur adalah kemampuan struktur untuk berdeformasi elastis yaitu nilai deformasi maxsimum (Δ max). Faktor pembatas gempa R dan µ disebut daktilitas struktur.
µ : daktilitas struktur Δ max : deformasi maximum
Δ y : deformasi saat leleh
Struktur daktil mampu memencarkan energi gempa dan membatasi beban gempa yang masuk struktur, kemampuan ini dimiliki sendi plastis. Tidak ada ketentuan yang baku untuk letak sambungan daktil di balok. Bila respon inelastik terjadi melalui rotasi maka sambungan dapat diletakkan sedekat mungkin terhadap kolom, hal ini merupakan cara praktis untuk meminimalkan kebutuhan sambungan rotasi plastis. Sambungan yang terletak di tengah bentang dapat direncanakan untuk menimbulkan deformasi rangka inelastik melalui deformasi geser inelastik.
ambungan daktil dalam kolom dapat menimbulkan rotasi inelastik atau displacement geser. Dengan demikian dalam sistem sambungan daktil deformasi inelastis dikonsentrasikan di sambungan sedangkan bagian rangka yang menuju ke sambungan bersifat elastis. In situ “wet”joint diletakkan di ujung balok. Daerah ini dirancang secara khusus untuk memenuhi daktilitas dan direncanakan sebagai sendi plastis. Prosedur ini telah luas digunakan di New Zealand tanpa hambatan yang berarti. Prosedur konstruksi tersebut secara sungguh-sungguh memenuhi sistem prosedur dan mempunyai performance sistem beton bertulang monolit, untuk ini tidak dibutuhkan aturan desain yang khusus.
Dalam SNI -1726-2002 1,0 ≤ μ = m y m µ δ
δ ≤
(2.3)
2.2 Kolom Beton
SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi.. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban yang diterimanya ke kolom. Kolom menerima beban dan meneruskannya ke pondasi. Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya.
Gambar 2.1 Tipe sengkang Kolom Bujursangkar b = h (bujur sangkar )
sengka ng Tulangan
b
Grafik 2.1 Perilaku Kolom Dengan Beban Aksial
Dari diagram diatas dapat dibaca : 1. Pada daerah elastis :
• kolom bersengkang dan berspiral sama-sama kondisinya masih
normal.
2. Pada daerah titik leleh :
• kolom bersengkang runtuh secara tiba-tiba.
• Kolom berspiral, hanya selimut beton yang terkelupas.
3. Pada titik batas hancur :
• kolom berspiral mampu berdeformasi sebelum hancur.
Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan kolaps (runtuhnya) lantai yang bersangkutan dan juga runtuhnya batas total (ultimate total collapse) beserta seluruh strukturnya.
Gaya luar akan ditahan oleh penampang kolom yang secara matematis dirumuskan dalam persamaan:
Pn = 0,8 x { 0,85. fc’. (Ag – Ast) + Ast.fy } (1) (2.4) Titik leleh (kolom
bertulangan spiral kulit terkelupas)
Kolom bersengkang runtuh secara tiba-tiba Kolom bersengkang dan berspiral
Keterangan :
fc’ = Kuat tekan beton yang disyaratkan Ag = Luas penampang kolom
Ast = Luas tulangan
fy = Kuat tarik tulangan baja yangdiijinkan
Apabila beban P bergeser dari sumbu kolom, maka timbul eksentrisitas beban pada penampang kolom, sehingga kolom harus memikul kombinasi pembebanan aksial dan momen.
2.3 Balok Baja
Balok baja adalah bagian dari struktur bangunan yang terbuat dari profil baja yang menopang beban lantai diatasnya. Perencanaan sambungan maupun perencanaan gelagar kita kenal secara umum dengan cara elastis yang diadopsi dari system perencanaan AISC ( American Institute Steel Construction) yang dituangkan dalam system ASD ( Alloable Stress Design). Yang dipopulerkan dan diakui keberadaannya dalam PBBI (Peraturan Bangunan Baja Indonesia 1982). Peraturan yang lebih baru dengan metode Plastisitas dengan system lebih popular yaitu LRFD ( Load Resistence Factor Design ).
Dengan System Metode LRFD ( Metode Kekuatan Batas) Kombinasi Pembebanan:
1.4 D
1.2 D + 1.6 L
Design : Fy = W Mu
φ (2.5)
Dimana :
Fy = Tegangan leleh baja
Φ = 0.9
Kelangsingan penampang (SNI 03-1729-2002) 1. Pasal 8.2.3 Penampang kompak
Untuk penampang-penampang yang memenuhi λ ≤ λ p , kuat lentur nominal penampang adalah,
Mn = M p
2. Pasal 8.2.4 Penampang tak-kompak
Untuk penampang yang memenuhi λ p < λ ≤ λ r , kuat lentur nominal penampang ditentukan sebagai berikut:
Mn =M p – (M p – Mr).
p r
p λ λ
λ λ
− −
3. Pasal 8.2.5 Penampang langsing
Untuk pelat sayap yang memenuhi λ r ≤ λ , kuat lentur nominal penampang adalah, Mn = Mr (λ r / λ )2
Untuk pelat badan yang memenuhi λ r ≤ λ , kuat lentur nominal penampang ditentukan pada Butir 8.4.
Dalam analis LRFD, kuat lentur nominal Struktur Balok Baja dipengaruhi oleh beberapa kondisi
batas yaitu :
Seluruh bagian penampang mencapai leleh dengan tegangan nominal leleh sebesar f y
2. Kondisi Batas tekuk Lokal (Pelat Badan & Sayap) (Local Buckling)
Tekuk terjadi pada bagian pelat badan dan pelat sayap yang tertekan oleh gaya terkonsentrasi. Pada perletakan dan pada beban terpusat permanent.
3. Kondisi batas tekuk Torsi Lateral (Torsional Buckling) Kuat tarik rencana (SNI 03-1726-2002)
Nu≤ ϕ N n , (2.6)
ϕ = 0,9 N u = Ag . fy kondisi leleh ϕ = 0,9 N n = Ae . fu kondisi fraktur terhadap kombinasi geser dan tarik
Mu ≤ ϕ (f y.Ant + 0,6 fy . Ags) (2.7) Mu ≤ ϕ (f y.Agt + 0,6 fu . Ans) (2.8)
2.4 Rumusan Hubungan Balok - Kolom (HBK)
2.4.1 Hubungan Balok Kolom (SNI-03-2847-2002 pasal 23.5) Ketentuan umum
1. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka hubungan balok-kolom harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur adalah1,25 fy.
2. Kuat hubungan balok-kolom harus direncanakan menggunakan faktor reduksi kekuatan.
4. Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati hubungan balok-kolom,dimensi kolom dalam arah paralel terhadap tulangan longitudinal balok tidak boleh kurangdaripada 20 kali diameter tulangan longitudinal terbesar balok untuk beton berat normal. Biladigunakan beton ringan maka dimensi tersebut tidak boleh kurang daripada 26 kali diametertulangan longitudinal terbesar balok.
Kuat geser.
Kuat geser nominal hubungan balok-kolom tidak boleh diambil lebih besar daripada ketentuan berikut ini untuk beton berat normal. Untuk hubungan
balok-kolom yang terkekang pada keempat sisinya. 1,7 Aj
Untuk hubungan yang terkekang pada ketiga atau kedua sisi yang berlawanan
1,25 Aj.Untuk hubungan lainnya 1,0 Aj.Komponen struktur yang menerima
kombinasi lentur dan beban aksial pada SRPMK (SNI-03-2847-2002 pasal 23.4.2.2) Kuat lentur kolom harus memenuhi persamaan :
(2.9)
ΣM e adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok-kolom, sehubungan dengan kuatlentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok-kolom tersebut. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor, yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateralyang ditinjau, yang menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil. ΣM g adalah jumlah momen pada pusat hubungan balok kolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok kolom tersebut.
6 5
e g
M ≥ M
2.4.2 Hubungan Balok Kolom SRPMK (SNI 03-1729-2002 pasal 15.7.2.3) Gaya geser terfaktor, Vu, sambungan balok-ke-kolom harus ditentukan menggunakan kombinasi beban 1,2 D + 1,5 L ditambah dengan gaya geser yang dihasilkan dari bekerjanya momen lentur sebesar 1,1 RyfyZ pada arah yang berlawanan pada masing-masing ujung balok. Sebagai alternatif,nilai Vu yang lebih kecil dapat digunakan selama dapat dibuktikan menggunakan analisis yang rasional. Gaya geser terfaktor tidak perlu lebih besar daripada gaya geser yang dihasilkan oleh kombinasi pembebanan.
Gambar sambungan kolom beton bertulang dan balok baja
Gambar 2.2 Joint Eksterior
13
2.5 Sistem Sambungan Baut
Besarnya tegangan izin baut pada sambungan yang menggunakan baut telah diatur pada PPBBI pasal. 8.2 yaitu :
Tegangan geser izin : τ = 6,0 . σ (2.10)
Tegangan Trik izin : σ tarik = 0,7 . σ (2.11)
Tegangan (idiil akibat geser dan tarik) izin : σ = (σ 2 +1,56τ2 ≤σ) ( 2.12)
Tegangan tumpuan izin = σ ttumpu = 1,5. σ untuk S t ≥ 2d σ ttumpu = 1,2. σ untuk 1,5 ≤ St ≤ 2d St = Jarak sumbu baut paling luar ke tepi pelat yang disambung.
Tetapi perlu diperhatikan, apabila pelat tidak kuat bila dibandingkan dengan baut, maka lubang baut pada pelat akan berubah bentuk dari bulat akan berubah menjadi oval. Karena itu harus dihitung kekuatan tumpuan dengan rumus
Ntp = d ⋅ s ⋅ σ tp (2.13)
dimana :
Ntp = Kekuatan tumpuan
d = diameter lubang
s = tebal pelat terkecil di antara planet yang disambung dan pelat penyambung. σ tp = tegangan tumpuan izin.
Mengenai jarak baut pada suatu sambungan, tetap harus berdasarkan PPBBI pasal 8.2, yaitu :
- Banyaknya baut yang dipasang pada satu baris yang sejajar arah gaya, tidak
- Jarak antara sumbu buat paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang
disambung, tidak boleh kurang dari 1,2 d dan tidak boleh lebih besar dari 3d atau 6 t (t adalah tebal terkecil bagian yang disambungkan).
Pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t. Jika sambungan terdiri dari lebih satu baris baut yang tidak berseling, maka jarak antara kedua baris baut itu dan jarak sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan pada satu baris tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t.
2,5 d < s < 7 d atau 14 t 2,5 d < u < 7 d atau 14 t 1,5 d < s1 < 3 d atau 6 t
- Jika sambungan terdiri dari lebih dari satu baris baut yang dipasang berseling,
jarak antara baris-baris buat (u) tidak bole kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7 d atau 14 t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat pada baris lainnya (s2) tidak boleh lebih besar dari 7
d – 0,5 u atau 14 t – 0,5 u. 2,5 d < u < 7 d atau 14 t
s2 > 7 d – 0,5 u atau 14 t – 0,5 u a. Tegangan tarik :
σ = P/ F n (2.14)
Fs = 2 (1/4 π d2) (2.16) c. Tegangan tumpu :
σ = P / nFtp (2.17)
Ftp = d x t (2.18)
Besarnya gaya yang dapat didukung sambungan adalah :
a. Gaya Tarik : Ptrk = Fn x 0,7σ (2.19)
b. Gaya geser : Pgr = n x Fs x 0,6σ (2.20)
c. Kekuatan tumpu : Ptp = n x Ftp xσ tp (2.21) Menurut SNI 03-1729-2002
Pasal 13.2.2
Suatu baut yang memikul gaya terfaktor, Ru, harus memenuhi
Ru ≤ φ Rn (13.2-1) (2.22)
Keterangan:
φ adalah faktor reduksi kekuatan Rn adalah kuat nominal baut Pasal 13.2.2.1
Kuat geser rencana dari satu baut dihitung sebagai berikut:
Vd =φ f Vn =φ f r1 fub Ab (13.2-2) (2.23)
Keterangan:
r1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
r1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser
f φ = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur fub adalah tegangan tarik putus baut
Kuat geser nominal baut yang mempunyai beberapa bidang geser (bidang geser majemuk) adalah jumlah kekuatan masing-masing yang dihitung untuk setiap bidang geser.
Pasal 13.2.2.5
Pada sambungan-sambungan yang tebal pelat pengisinya antara 6 mm sampai dengan 20 mm, kuat geser nominal satu baut yang ditetapkan pada Butir 13.2.2.1 harus dikurangi dengan 15 persen. Pada sambungan-sambungan dengan bidang geser majemuk yang lebih dari satu pelat pengisinya dilalui oleh satu baut, reduksinya juga harus dihitung menggunakan ketebalan pelat pengisi yang terbesar pada bidang geser yang dilalui oleh baut tersebut.
2.6 Sistem Sambungan las
Untuk menyambung pelat atau profil baja dengan menggunakan las harus berpedoman kepada Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) tahun 1983, pasal 8.5, antara lain :
1) Panjang netto las dan tebal las
Ln = Lbruto – 3a (2.24)
Dimana : a = tebal las
2) Panjang netto las tidak boleh kurang dari 40 mm atau 8 a 10 kali tebal las.
3) Panjang netto las tidak boleh lebih dari 40 kali tebal las. Kalau diperlukan panjang netto las yang lebih dari 40 kali tebal las, sebaiknya dibuat las yang terputus-putus.
4) Untuk las terputus pada batang tekan, jarak bagian-bagian las itu tidak boleh melebihi 16 t atau 30 cm. Sedangkan pada batang tarik, jarak itu tidak boleh melebihi 24 t atau 30 cm, dimana t adalah tebal terkecil dari elemen yang dilas.
5) Tebal las sudut tidak boleh lebih dari ½ t 2
6) Gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α dengan bidang retak las, maka tegangan miring diizinkan adalah :
σ a = 1 / ( (sin^2.α+3cos^2.α) (2.25)
Gambar 2.5 Bidang Retak Las Tegangan miring yang terjadi dihitung dengan :
σ = (P/ A). σ a (2.26)
dimana :
P = Gaya yang ditahan oleh las A = Luas Bidang retak las
σ a = c
a α
c = 1 / ( (sin2.
α
+3cos2.α
)2.7 Rumusan Gempa Standar
2.7.1 Analisa Beban Gempa statik ekuivalen
- Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen. - Apabila kategori gedung memiliki factor keutamaan I menurut Tabel 1 (SNI
1726-2002) dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang terjadi ditingkat dasar dapat dihitung menurut persamaan :
(2.27)
Dimana :
C1 = nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Sperktrum Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu getar alami fundamental.
Wt = berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.
(2.28) Dimana :
= berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai
= ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral menurut
Pasal 5.1.2 dan Pasal 5.1.3
I = nomor lantai tingkat paling atas
- Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1 V harus dianggap sebagai beban horizontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen menurut Pasal 6.1.3.
- Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah
masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut :
(2.29)
- Peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan
non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. (∆s) R
03 , 0
< x tinggi tingkat atau 30
mm.
- Kinerja Batas Ultimit ( ) struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan
simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ξ
sebagai berikut : ξ =
skala faktor
xR 7 , 0
dan tidak boleh kurang dari 0,02 x tinggi
gedung.
2.7.2 Ketentuan Khusus Untuk Per encangaan Gedung di Surabaya
Menurut RSNI-1729-2002 pasal 4.7,Wilayah gempa dan spektrum respons Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa di mana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap Wilayah Gempa ditetapkan dalam Tabel Apabila percepatan puncak muka tanah Ao tidak didapat dari hasil analisis perambatan gelombang, percepatan puncak muka tanah tersebut untuk masing-masing Wilayah. Pada SNI 03-1729-2010 menyatakan bahwa Surabaya berada pada kategori desain seismik D.
Tabel 2.2 kofisien situs Fa dan Fv
Tabel 2.4 Kategori Disain Seismik untuk Tanah Keras (SC) SD1 = 0.23 g
Tabel 2.5 Kategori Disain Seismik untuk Tanah Sedang (SD) SDs= 0.555 g
Tabel 2.6 Kategori Disain Seismik untuk Tanah Lunak (SE) SDs= 0.607 g
Tabel 2.8 Koefisien Situs Fa dan Fv, Koefisien nilai SDS dan SD1 Kota Surabaya
2.8 Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan 2.8.1 Pembebanan
Jenis pembebanan yang dipakai dalam perencanaan struktur gedung dalam tugas akhir ini adalah :
a. Beban Vertikal
1. Beban Mati (PPIUG 1983 ps.1.0.(1))
Beban Mati adalah berat dari semua gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian–penyelesaian, mesin–mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu. 2. Beban Hidup (PPIUG 1983 ps.1.0.(2))
dalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air.
b. Beban Horisontal
1. Beban Angin (PPIUG 1983 ps.1.0.(3)).
Beban Angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
2. Beban Gempa
Dalam tugas akhir ini, beban gempa dianalisa secara statik dengan metoda analisis ragam spectrum respons gempa rencana sesuai SNI 03-1726-2002.
2.8.2 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi beban yang digunakan sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal11.2 :
μ = 1,4 D
μ = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
μ = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 (A atau R) μ = 0,9 D + 1,6 W
μ = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E μ = 0,9 D ± 1,0 E
2.9 Konsep Desain
1. Menentukan dimensi kolom beton dan balok baja yang kuat untuk menahan kombinasi pembebanan yang ada.
Desain gambar menurut Xuemei Liang and Gustavo J. Parra-Montesinos(Februari ,2004)
Gambar 2.6 Desain Hubungan Balok Kolom
Desain gambar menurut Luis B. Fargier-Gabaldón and Gustavo J. Parra-Montesinos (July ,2006 /1042)
BAB 3 METODELOGI
3.1 Studi Liter atur
Studi Literatur yang dimaksud dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
a. Mempelajari literatur mengenai Sistem hubungan balok dan kolom.
b. Mempelajari literatur Penjelasan mengenai Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.
c. Mempelajari literatur Penjelasan mengenai Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
3.2 Pembebanan
Untuk pembebanan yang diperhitungkan dalam perancangan adalah : a. Beban mati
b. Beban hidup c. Beban gempa
3.3 Kombinasi Pembebanan.
Kombinasi pembebanan didasarkan pada SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung antara lain :
1. 1,4 D
2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R )
3. 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R ) 4. 0,9 D ± 1,6 W
5. 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E 6. 0,9 D ± 1,0 E
Dimana :
D : Beban mati R : Beban Hujan L : Beban hidup W : Beban Angin A : Beban Atap E : Beban Gempa
3.4 Pemodela n Str uktur
3.5 Gambar Detail Hubungan Balok Kolom
Gambar 3.1 Detail Hubungan Kolom Beton-Balok Baja
3.6 Daktilitas
Daktilitas berbagai jenis struktur di pasal 2.4.4 SNI T-15 dinyatakan dalam faktor K (tabel 2.2).SNI 1726 sekarang memakai 2 parameter daktalitas struktur gedung yaitu faktor daktalitas simpangan µ dan faktor reduksi gempa R. Kalau µ
menyatakan rasio simpangan,diambang keruntuhan dan δm simpangan pada
terjadinya pelehan pertama ,maka R adalah rasio beban rancana dan gempa nominal. R ini merupakan indikator kemampuan daktalitas struktur gedung. Nilai µ maupun R tercantum disamping sebagai jenis struktur pada SNI 1726 tabel 3.UBC mencatat ,pemakaian jenis struktur lain dari yang tercantum di tabel 16-N nilai R harus ditetapkan melalui data percobaan siklik dan analisis yang disepakati (section 1629.9.2)
BASE PLATE
TULANGAN BAUT END PLATE ANGKUR
BALOK
HAUNCH
PENGEKANG
3.7 flow char t
OK Mulai
Selesai
Menghitung Pembebanan
Perhitungan Hubungan Balok Kolom (SNI 03-2847- 2002) SAP
2000 dan PCAcol
Gambar Struktur : -Kolom
-Balok -HBK
Tidak (ok)
OK !! Check -Penulangan
Kolom -Profil balok
- HBK Studi Litaratur
BAB 4
ANALISA PERHITUNGAN STRUKTUR
Perencanaan struktur kolom beton dan balok baja terletak di kota Surabaya yang berada pada kategori daerah seismik D.
4.1 Data Per encanaan
1. Beton Fc’ = 35 MPa
fy = 400 MPa
2. Baja : tipe profil WF fy = 240 Mpa
fu = 370 Mpa
4.2 Per encanaan Dimensi Balok
Direncanakan menggunakan profil balok baja WF 400.200.8.13, Lb = 500 cm
Ib = 23.700 cm4. Apabila momen tumpu pada balok cukup besar diperlukan penambahan kekuatan pada balok dengan menambahkan haunch (voute) pada ujung balok yang menerima momen tumpu.
4.3 Per encanaan Dimensi Kolom
Kolom direncanakan memikul balok ,Lb = 500 cm
Kolom direncanakan berbentuk persegi, sehingga, b/h = 1
Untuk keperluan pemasangan angkur pada kolom, diperlukan rongga yang cukup luas sehingga direncanakan b = h = 60 cm.
4.4 Per encanaan Str uktur Bangunan
Jumlah lantai = 8 lantai
Tinggi bangunan = 28 m
Dimensi kolom persegi = (60 x 60) cm
Dimensi balok memanjang dan melintang = WF 400.200.8.13
4.4.1 Per hitungan Pembebanan Pelat Atap
a) Beban mati
Berat sendiri pelat ( 10 cm ) = 0,10 m x 24 kN/m3 = 2,4 kN/m2
Plafon + penggantung = ( 0,11 + 0,068 ) kN/m2 = 0,178 kN/m2
Pipa + ducting Ac = 0,4 kN/m2+
Aspal ( 1 cm) = 0,01 m x 0,14 kN/m3 = 0,0014 kN/m2
DL = 2.979 kN/m2
= 2,98 kN/m2
b)Beban hidup
Lantai atap ( LL ) = 1 kN/m2
Beban air hujan (0,5 x LL) = 0,5 x 1 kN/m2 = 0,5 kN/m2
PELAT ATAP TIPE 1
Dimensi 250 x 500 cm
Gambar 4.1 Pembebanan Pelat Atap Tipe 1
Gambar 4.2 Pembebanan Pelat Atap Tipe 2
PELAT ATAP TIPE 3
Dimensi 250 x 300 cm
Gambar 4.3 Pembebanan Pelat Atap Tipe 3
Trapesium :
4.4.2 Per hitungan Pembebanan Pelat Lantai
b) Beban hidup
Beban hidup lantai apartemen ( LL ) = 2,50 kN/m2
PELAT ATAP TIPE 1 Dimensi 250 x 500
PELAT ATAP TIPE 3 Dimensi 250 x 300 cm
PELAT ATAP TIPE 4
Dimensi plat 250 x 200 cm
Gambar 4.8 Pembebanan Pelat Atap Tipe 4
Tabel 4.1 Pembebanan Amplop pada Atap (Beban Mati)
Pelat Atap
Tabel 4.2 Pembebanan Amplop pada Atap (Beban hidup)
Tabel 4.3 Pembebanan Amplop pada Lantai (Beban Mati)
Pelat Atap
Beban Mati
Ukuran (m)
Bentuk Amplop
(kN/m2) Segitiga (kN/m) Trapesium (kN/m)
Tipe 1 3,46 2,5 x 5 2,88 3,96
Tipe 2 3,46 5 x 5 5,77
Tipe 3 3,46 2,5 x 3 2,88 3,32
Tipe 4 3,46 2,5 x 2 2,3 2,07
Tabel 4.4 Pembebanan Amplop pada Lantai (Beban hidup)
Pelat Atap
Beban Mati
Ukuran (m)
Bentuk Amplop
(kN/m2) Segitiga (kN/m) Trapesium (kN/m)
Tipe 1 2.58 2,5 x 5 2,08 2,86
Tipe 2 2.58 5 x 5 4,17
Tipe 3 2.58 2,5 x 3 2,08 2,4
Tipe 4 2.58 2,5 x 2 1,67 1,49
4.5 Ber at Tiap Lantai
4.5.1 Ber at Lantai Atap (lantai 8) A.Beban mati (WD) :
Pelat (10 cm) = ( 30 x 20 )m2 x 0,10 m x 24 kN/m3 = 1440 kN
Balok memanjang 5 m WF 400.200.8.13
Balok melintang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 32 = 105,6 kN
Balok memanjang 2,5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2,5 m) x 16 = 26,4 kN
Balok melintang 3 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 3 m) x 4 = 7,92 kN
Balok melintang 2 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2 m) x 4 = 5,2 kN
Kolom = (0,60 x 0,60) m2 x (0,5 x 4 )m x 46 x24 kN/m3 = 794,88 kN
Dinding ½ bata L7 = 232 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 1160 kN
Plafond + penggantung = (30 x 20 )m2 x 0,178 kN/m2 = 102 kN
Pipa + ducting AC = (30 x 20) m2 x 0,4 kN/m2 = 240 kN
Aspal = (30 x 20 x 0,01 )m3x 0,14 kN/m3 = 6 kN +
WD = 4035,3kN
B.Beban hidup (WL) :
qL = 1 kN/m2 + 0,5 kN/m2 (beban air hujan) = 1,5 kN/m2
4.5.2 Ber at Lantai
Beban mati lantai (WD) : lantai 7
Pelat (12 cm) = ( 30 x 20 )m2 x 0,12 m x 24 kN/m3 = 1728 kN
Balok memanjang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 21 = 69,3 kN
Balok melintang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 32 = 105,6 kN
Balok memanjang 2,5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2,5 m) x 16 = 26,4 kN
Balok melintang 3 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 3 m) x 4 = 7,92 kN
Balok melintang 2 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2 m) x 4 = 5,2 kN
Kolom lantai7 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Kolom lantai6 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Dinding ½ bata L7 = 232 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 1160 kN
Plafond + penggantung = (30 x 20 )m2 x 0,178 kN/m2 = 106,8 kN
Pipa + ducting AC = (30 x 20) m2 x 0,4 kN/m2 = 240 kN
Spesi (2 cm) = 0,02 m x (30 x 20) m2 x 0,21 kN/m3 = 2,52 kN
Tegel (0,8 cm) = 0,008 m x (30 x 20) m2 x 0,11 kN/m3 = 0,53 kN
Tangga = ( ((0,15 x 3,6 x 2 ) m3 x 2 ) + (2 x 5 x 0,15)m3)
x 24 kN/m3 = 61,92 kN
Lift = 10 kN +
WD7 = 6.273,95 kN
lantai 6
Pelat (12 cm) = ( 30 x 20 )m2 x 0,12 m x 24 kN/m3 = 1728 kN
Balok memanjang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 21 = 69,3 kN
Balok melintang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 32 = 105,6 kN
Balok memanjang 2,5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2,5 m) x 16 = 26,4 kN
Balok melintang 2 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2 m) x 4 = 5,2 kN
Kolom lantai6 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Kolom lantai5 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Dinding ½ bata L6 = 232 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 1160 kN
Dinding ½ bata L5 = 232 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 1160 kN
Plafond + penggantung = (30 x 20 )m2 x 0,178 kN/m2 = 106,8 kN
Pipa + ducting AC = (30 x 20) m2 x 0,4 kN/m2 = 240 kN
Spesi (2 cm) = 0,02 m x (30 x 20) m2 x 0,21 kN/m3 = 2,52 kN
Tegel (0,8 cm) = 0,008 m x (30 x 20) m2 x 0,11 kN/m3 = 0,53 kN
Tangga = ( ((0,15 x 3,6 x 2 ) m3 x 2 ) + (2 x 5 x 0,15)m3)
x 24 kN/m3 = 61,92 kN
Lift = 10 kN +
WD6 = 6.273,95 kN
lantai 5
Pelat (12 cm) = ( 30 x 20 )m2 x 0,12 m x 24 kN/m3 = 1728 kN
Balok memanjang 5 m WF 400.200.8.13
Balok melintang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 32 = 105,6 kN
Balok memanjang 2,5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2,5 m) x 16 = 26,4 kN
Balok melintang 3 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 3 m) x 4 = 7,92 kN
Balok melintang 2 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2 m) x 4 = 5,2 kN
Kolom lantai5 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Kolom lantai4 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Dinding ½ bata L5 = 232 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 1160 kN
Dinding ½ bata L4 = 232 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 1160 kN
Plafond + penggantung = (30 x 20 )m2 x 0,178 kN/m2 = 106,8 kN
Pipa + ducting AC = (30 x 20) m2 x 0,4 kN/m2 = 240 kN
Spesi (2 cm) = 0,02 m x (30 x 20) m2 x 0,21 kN/m3 = 2,52 kN
Tegel (0,8 cm) = 0,008 m x (30 x 20) m2 x 0,11 kN/m3 = 0,53 kN
Lift = 10 kN +
WD5 = 6.273,95 kN
lantai 4
Pelat (12 cm) = ( 30 x 20 )m2 x 0,12 m x 24 kN/m3 = 1728 kN
Balok memanjang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 21 = 69,3 kN
Balok melintang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 32 = 105,6 kN
Balok memanjang 2,5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2,5 m) x 16 = 26,4 kN
Balok melintang 3 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 3 m) x 4 = 7,92 kN
Balok melintang 2 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2 m) x 4 = 5,2 kN
Kolom lantai4 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Kolom lantai3 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Dinding ½ bata L4 = 232 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 1160 kN
Plafond + penggantung = (30 x 20 )m2 x 0,178 kN/m2 = 106,8 kN
Pipa + ducting AC = (30 x 20) m2 x 0,4 kN/m2 = 240 kN
Spesi (2 cm) = 0,02 m x (30 x 20) m2 x 0,21 kN/m3 = 2,52 kN
Tegel (0,8 cm) = 0,008 m x (30 x 20) m2 x 0,11 kN/m3 = 0,53 kN
Tangga = ( ((0,15 x 3,6 x 2 ) m3 x 2 ) + (2 x 5 x 0,15)m3)
x 24 kN/m3 = 61,92 kN
Lift = 10 kN +
WD4 = 6.273,95 kN
lantai 3
Pelat (12 cm) = ( 30 x 20 )m2 x 0,12 m x 24 kN/m3 = 1728 kN
Balok memanjang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 21 = 69,3 kN
Balok melintang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 32 = 105,6 kN
Balok memanjang 2,5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2,5 m) x 16 = 26,4 kN
Balok melintang 2 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2 m) x 4 = 5,2 kN
Kolom lantai3 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Kolom lantai2 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Dinding ½ bata L3 = 232 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 1160 kN
Dinding ½ bata L2 = 232 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 1160 kN
Plafond + penggantung = (30 x 20 )m2 x 0,178 kN/m2 = 106,8 kN
Pipa + ducting AC = (30 x 20) m2 x 0,4 kN/m2 = 240 kN
Spesi (2 cm) = 0,02 m x (30 x 20) m2 x 0,21 kN/m3 = 2,52 kN
Tegel (0,8 cm) = 0,008 m x (30 x 20) m2 x 0,11 kN/m3 = 0,53 kN
Tangga = ( ((0,15 x 3,6 x 2 ) m3 x 2 ) + (2 x 5 x 0,15)m3)
x 24 kN/m3 = 61,92 kN
Lift = 10 kN +
WD2 = 6.273,95 kN
lantai 2
Pelat (12 cm) = ( 30 x 20 )m2 x 0,12 m x 24 kN/m3 = 1728 kN
Balok memanjang 5 m WF 400.200.8.13
Balok melintang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 32 = 105,6 kN
Balok memanjang 2,5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2,5 m) x 16 = 26,4 kN
Balok melintang 3 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 3 m) x 4 = 7,92 kN
Balok melintang 2 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2 m) x 4 = 5,2 kN
Kolom lantai2 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Kolom lantai1 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Dinding ½ bata L2 = 232 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 1160 kN
Dinding ½ bata L1 = 173 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 865 kN
Plafond + penggantung = (30 x 20 )m2 x 0,178 kN/m2 = 106,8 kN
Pipa + ducting AC = (30 x 20) m2 x 0,4 kN/m2 = 240 kN
Spesi (2 cm) = 0,02 m x (30 x 20) m2 x 0,21 kN/m3 = 2,52 kN
Tegel (0,8 cm) = 0,008 m x (30 x 20) m2 x 0,11 kN/m3 = 0,53 kN
Lift = 10 kN +
WD2 = 6.273,95 kN
Lantai 1
Pelat (12 cm) = ( 30 x 20 )m2 x 0,12 m x 24 kN/m3 = 1728 kN
Balok memanjang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 21 = 69,3 kN
Balok melintang 5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 5 m) x 32 = 105,6 kN
Balok memanjang 2,5 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2,5 m) x 16 = 26,4 kN
Balok melintang 3 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 3 m) x 4 = 7,92 kN
Balok melintang 2 m WF 400.200.8.13
(0,66 kN/m x 2 m) x 4 = 5,2 kN
Kolom lantai1 = (0,5 x 0,5)m2 x 2 m x 46 x 24 kN/m3 = 794,88 kN
Dinding ½ bata L1 = 173 m x (0,5 x 4 )m x 2,5 kN/m2 = 865 kN
Plafond + penggantung = (30 x 20 )m2 x 0,178 kN/m2 = 106,8 kN
Spesi (2 cm) = 0,02 m x (30 x 20) m2 x 0,21 kN/m3 = 2,52 kN
Tegel (0,8 cm) = 0,008 m x (30 x 20) m2 x 0,11 kN/m3 = 0,53 kN
Tangga = ( ((0,15 x 3,6 x 2 ) m3 x 2 ) + (2 x 5 x 0,15)m3)
x 24 kN/m3 = 61,92 kN
Lift = 10 kN +
WD1 = 4.024,7 kN
B) Beban Hidup Tiap Lantai (WL)
qD = 2,5 kN/m2 , koefisien faktor reduksi 30%.
Beban hidup = 0,30 x (30 x 20)m2 x 2,5 kN/m2 = 450 kN
Tangga = 0,3 x (3,6 x 2)m2 x 2 x 4,79 kN/m2 = 20,69 kN
Lift = 0,3 x 8 = 2,4 kN +
Tabel 4.5 Berat Bangunan Tiap Lantai
jumlah berat bangunan 49.285,33
4.6 Analisa Beban Gempa
Kontrol batasan waktu getar T, menurut SNI 03-1726-2010 pasal 6, Untuk struktur dengan ketinggian tidak melebihi 12 tingkat di mana sistem penahan gaya seismik terdiri dari rangka penahan momen beton atau baja secara keseluruhan dan tinggi tingkat paling sedikit 3 m, Ta = 0,10 . N , dimana N adalah jumlah tingkat.
Ta = 0,1 x 8
= 0,8 detik.
Menurut SNI 03-1726-2002 pasal 5.6, T < Ta , dimana 0,6 < 0,8 ... (ok)
4.6.2 Per hitungan Beban Geser Dasar Nominal (V)
Wilayah surabaya terletak pada ketegori desain seismik D maka :
Menurut SNI 03-1726-2010 pasal 5, grafik 2
C1 = 0,6
SNI 03-1726-2010 pasal 8, tabel C
R = 8 mk
SNI 03-1726-2010 pasal 3 tabel 2 berada pada kategori resiko IV
I = 1,5
Vx = Vy = 1 W1
R I C
⋅ ⋅
= 49.285,33kN 8
5 , 1 6 , 0 ⋅
4.6.3 Daktalitas Str uktur Bangunan μ = 5,2
Syarat : 1,6 ≤ R = μ .f 1 ≤ Rm
1,6 ≤ R = 5,2x1,6 ≤ 8,5
1,6 ≤ R = 8,32 ≤ 8,5 ...ok
4.6.4 Distr ibusi Beban Gempa Nomina l
V
Tabel 4.6 Gaya Gempa Tiap Lantai, dengan T = 0,8 detik
Direncanakan menggunakan balok profil baja WF 400.200.8.13
W = 0,66 kN/m ht = 400 mm bf = 200 mm tw = 8 mm tf = 13 mm r = 16 mm
A = 84,12 cm2 Ix = 23.700 cm4 Iy = 1.740 cm4 rx = 16,8 cm ry = 4,54
sx = 1.190 cm3 sy = 174 cm3
Cek profil :
1. Pengaruh tekuk lokal pada sayap (local buckling) pada sayap : - Kelangsingan pada sayap λ = b f / tf
= 200 / 13
= 15,385
- Batas kelangsingan maksimum untuk penampang compact λ p = 500 / f y
λ p = 500 / 240
= 32,27
- Batas kelangsiangan maksimum untuk penampang non-compact
λ r = 625 / fy
λ r = 625 / 240
= 40,34
Mn = Mp = f x Zy x
Zx = ((tw x ht2 )/ 4) + (bf – tw) x (ht – tf) x tf
= (8 x 4002)/4 + (200-8) x (400 – 13) x 13
= 128.595,2 mm3
Mn = 240 x 128.595,2
= 308.628.480 Nmm
2. Pengaruh tekuk lokal pada sayap (local buckling) pada sayap :
- Kelangsingan pada sayap λ = h t/ tw
= 400 / 13
= 48,375
- Batas kelangsingan maksimum untuk penampang compact λ p = 1680 / fy
λ p = 1680 / 240
= 108,44
- Batas kelangsiangan maksimum untuk penampang non-compact
λ r = 2550 / fy
λ r = 2550 / 240
λ < λ p dan λ < λ r, berdasarkan nilai kelangsiangan sayap balok termasuk dalam penampang compact. Momen nominal penampang kompak adalah Mn = Mp
Mn = Mp = fy x Zx
Zx = tw x ht2 / 4 + (bf – tw) x (ht – tf) x tf
= (8 x 4002)/4 + (200-8) x (400 – 13) x 13
= 128.595,2 mm3
Mn = 240 x 128.595,2
= 308.628.480 Nmm
= 308,63 kNm
Φ.Mn ≥ Mu
0,9 x 308,63 ≥ 30,54 kNm
277,77 kNm ≥ 30,67 kNm,...(ok)
Pada ujung balok menerima momen sebesar 323,63 kNm ,sehingga profil balok tidak memenuhi syarat Φ.Mn ≥ Mu.
277,77 kNm < 323,63 kNm.
Oleh karena itu dibutuhkan penambahan hauch (voute) pada ujung balok untuk menahan momen yang terjadi sebesar 323,63 kNm.
Φ.Zx . f y ≥ Mu
Dibutuhkan Zx = y f Mu
.
Φ untuk menahan momen tumpuan. Di coba menggunakan
voute dengan profil baja WF 400.200.8.13, sehingga 2 x Φ.Mn ≥ Mu
Gambar 4.9 Potongan Haunch
Gambar 4.10 Pemasangan Haunch
a = 693 mm 30
° haunch
balok WF 400.200.8.13
garis potong
balok 400.200.8.13
Cek persyaratan haunch (voute)
Dengan adanya tambahan haunch (voute) pada daerah tumpuan menyebabkan kekuatan balok menjadi Φ (2 x.Z x . fy)= 2 x 277,77 = 555,54 kN
Tegangan yang dijinkan akibat adanya pengelasan, 0,8 x Φ (2 x.Z x . fy)
0,8 x 555,54 = 444,43 kN
444,43 kNm > 323,63 kNm... (ok)
4.8 Per hitungan Sambungan Kolom Beton Balok baja
Gambar 4.11 Sambungan Baut
1. Data Sambungan
Dari hasil perhitungan program SAP didapatkan :
Gaya geser akibat beban terfaktor Vu = 263,88 kN
Momen akibat beban terfaktor Mu = 321,64 kNm
- Baut
Jenis baut yang digunakan, baut mutu tinggi = tipe baut A-325
Tegangan tarik putus baut fub = 825 Mpa
Diameter baut D = 19 mm
Jarak antar baut a = 100 mm
h
0,5a a a a a a a a 0,5a
bp
Vu
Mu
Baut
Plat Sambung(end plate)
h
Jumlah baut dalam 1 baris nx = 2 buah
Jumlah baris baut ny = 8 baris
Faktor reduksi kekuatan tarik Φt = 0,75
Faktor reduksi kekuatan geser Φf = 0,75
Kuat tarik nominal satu baut SNI 03-1727-2002 pasal 13.2.2.2
Td = 0,75 x fub x Ab
= 0,75 x 825 x ( 4 1
π
D2)= 0,75 x 825 x 283,4
= 175.353 N
= 175,35 kN
Gambar 4.12 tegangan tarik baut
bp
h
Tu = 2
Kuat geser nominal satu baut SNI 03-1727-2002 pasal 13.2.2.1
Vd = 0,75 x r1 x fub x Ab
= 0,75 x 0,5 x 825 x 283,4
= 87,676 kN
Kuat geser nominal HTB satu baut SNI 03-1727-2002 Pasal 13.2.3.1
Vd = 1,13. Ø .µ m .Tb
= 1,13 x 1 x 0,35 x 1 x 175,35
= 69,35 kN (yang menetukan)
Gaya geser yang di tahan satu baut, Vs1 = n Vu
Vs1 = 16
52 , 267
= 16,72 kN
Syarat Vs1 ≤ Vd ,
Untuk kombinasi tarik dan geser vd direduksi dengan
b u
T T
. 13 , 1
1− = 0,6
16,72 kN < 0,6 x 69,35 kN
16,72 kN < 41,61 kN .... (ok)
Kuat tumpu yang ditahan satu baut SNI 03-1727-2002 pasal 13.2.2.4
Rn = 2,4 x 0,75 x D x tp x fup
= 253,1 kN
Syarat Vs1 ≤ Rn
16,72 kN < 253,1 kN .... (ok)
Kombinasi geser dan tarik SNI 03-1727-2002 pasal 13.2.2.3
= 707,21 MPa , r2 = 1,9 , f1 = 807
f2 = 621 MPa
Syarat 1 ft ≤ f1−r2fuv
618,75 MPa < 707,21 MPa .... (ok)
Syarat 2 ft ≤ f2
618,75 MPa < 621 MPa
- Syarat baut yang memikul kombinasi geser dan tarik RSNI 03-2005 pasal 11.2.5.3
( f f V V
φ )2 + ( f
f N N
φ )2≤ 1
(
61 , 41
72 , 16
)2 + (
353 , 175
45 , 40
)2 ≤ 1
0,21 < 1 ... (ok)
4.8.1 Per hitungan Shear Connector Pada Balok Baja
Menurut AISCS 1.11.14, besar gaya geser yang harus ditahan oleh connector adalah
Vh = 2
. ' . 85 ,
0 f cAc
dan Vh = 2 .fy As
Ac = luas efektif plat beton
As = luas efektif tampang profil baja
Parameter penghitungan gaya geser diambil dari nilai terkecil Vh
Ac = b x t
Ac = (375) x (1,2)
= 450
= 69,75 in2
f’c = 3,5 Ksi
Vh =
2 75 , 69 5 , 3 85 ,
0 x x
= 207,51 k
As = 84,12 cm2
= (84,12 / 6.4516)
= 13,04
fy = 240 MPa
Vh =
Digunakan shear connector kancing diameter 7/8 in, Vh = 16,8 k
Jumlah shear connector yang dibutuhkan =
8
4.8.2 Per hitungan Angkur
Data – data perhitungan :
Mu tumpu = 321,64 kNm (comb 3 frame 40)
Vu tumpu = 263,88 kN (comb 3 frame 88)
Plat sambung (end plate)
Tegangan leleh plat fy = 240 Mpa
Tegangan putus plat fup = 370 Mpa
Tebal plat sambung tp = 20 mm
Lebar plat bp = 200 mm
Panjang plat hp = 1000 mm
Base plate 1 (3 bar is angkur )
Tegangan leleh plat fy = 240 Mpa
Tegangan putus plat fup = 370 Mpa
Tebal plat sambung tp = 20 mm
Lebar plat bp = 200 mm
Base plate 2 (4 bar is angkur )
Tegangan leleh plat fy = 240 Mpa
Tegangan putus plat fup = 370 Mpa
Tebal plat sambung tp = 20 mm
Lebar plat bp = 300 mm
Panjang plat hp = 1000 mm
SNI 03-1726-2002 pasal 13.2.2.4
Kolom
Lebar penampang kolom bk = 600 mm
Panjang penampang kolom hk = 600 mm
Kuat tekan beton fc’ = 35 MPa
Angkur 1
Jenis angkur, angkur baja mutu tinggi
Tegangan tarik putus fua = 825 MPa
Tegangan leleh angkur fy = 400 MPa
Diameter angkur D = 25 mm
Jumlah angkur sisi tekan nc = 3 buah
Panjang angkur tertanam di kolom La = 450 mm
Jarak baut ke pusat penampang kolom f = 250 mm
Angkur 2
Jenis angkur, angkur baja mutu tinggi
Tegangan tarik putus fua = 825 MPa
Tegangan leleh angkur fy = 400 MPa
Diameter angkur D = 25 mm
Jumlah angkur sisi tarik nt = 10 buah
Jumlah angkur sisi tekan nc = 4 buah
Panjang angkur tertanam di kolom La = 450 mm
Jarak baut ke pusat penampang kolom f = 250 mm
ec = 0,5D + (0,5 x 75)
= (0,5 x 25) + (0,5 x 75)
= 50 mm
et = ht + 2ec
= (2tf + 2h) + ec
= 876 mm
Jumlah angkur n = nt + nc
= 11 buah
Gaya tarik pada angkur TA = {(0,5h + tf + hb) / et } x Tu
= {(200 + 13 + 400) / 850} x 80,41
= 0,72 x 80,41
= 57,89 kN
Gaya tekan total pada plat tumpuan Ta = Tu – TA
= 80,41 – 57,89
= 22,52 kN
Panjang bidang tegangan tekan beton Y3 = (h – 0,5hb) + 100
= 700 mm
Luas Plat baja Ap = bp x hp
= 200 x 1000
= 200000 mm2
Luas tampang balok Ab = 2 x 8412 mm2
Tegangan tumpu nominal fcn = 0,85 x fc’ x A /b Ap
= 0,85 x 35 x 16.824/200000
= 8,63 MPa
fcn = 1,7 x fc’
= 1,7 x 35
= 59,5 MPa
Faktor reduksi kekuatan beton ϕ = 0,65
Tegangan tumpu beton yang dinginkan ϕ x f cn = 0,65 x 8,63
= 5,6 MPa
Tegangan tumpu maksimum yang terjadi di beton fcu = 2 x {Ta / (Y3 x B)}
= 2 x {(22,52 / (700 x 200)} = 0,32 MPa
Syarat : fcu ≤ ϕ x f cn , 0,32 MPa < 5,6 MPa ... (oK)
Gaya tarik pada angkur Tu1 = TA /nx
= 57,89 / 3
= 19,23 kN
Tegangan tarik putus angkur fub = 825 MPa
= 490,625 mm2
Tarik nominal angkur Tn = 0,75 x 490,625 x 825
= 303.574,2 N
= 303,574 kN
Tahanan tarik angkur 0,9 x Tn = 0,9 x 303,574
= 273,35 kN
Syarat : Tu1≤0,9 x Tn ,
19,23 kN < 273,35 kN ... (ok)
Gaya geser pada angkur Vs1 =
n Vu
=
11 52 , 267
= 24,32 kN
Jumlah penanmpang geser m = 1
Pengaruh faktor ulir bidang geser r1 = 0,4
Tahanan geser nominal Vn = r1 x m x Aa x fub
= 1 x0,4 x 490,625 x 825
= 161,91 kN
Tahanan geser angkur 0,75 x Vn = 0,75 x 161,91
= 121,43 kN
Syarat : Vs1 ≤0,75 x Vn
24,32 kN < 121,43 kN... (ok)
Gaya tumpu pada angkur Rs1 = Vs1 = 24,32 kN
Tegangan tarik putus plat fup = 370 MPa
Tebal plat tp = 20 mm
Tahanan tumpu nominal Rn = 2,4 x d x t x fup
= 2,4 x 25 x 20 x 370
= 444.000
= 444 kN
Tahanan tumpu 0,75 x Rn = 0,75 x 444
= 333 kN
Syarat : Rs1 ≤0,75 x Rn,
24,32 kN < 333 kN... (ok)
Cek geser dan tarik :
f2 = 621 MPa
faktor pengaruh ulir pada bidang geser r2 = 1,9
cek kombinasi tegangan tarik dan tegangan geser akibat beban terfaktor :
f1, f2 = konstanta tegangan untuk baut mutu tinggi
f2 = 621 MPa
Syarat 1 ft ≤ f1−r2fuv
618,75 MPa < 707,29 MPa .... ...(ok)
Syarat 2 ft ≤ f2
618,75 MPa < 621 MPa... (ok)
Ceking angkur 2 dengan base plate dilakukan seperti pada ceking angkur 1 dan base plate 1, karena jumlah angkur 2 lebih banyak dari angkur 1 dan base plate 2 lebih lebar dari base plate 1 sehingga angkur 2 dan base plate 2 bisa dianggap sudah mampu menahan beban akibat beban terfaktor.
Panjang angkur tanam yang digunakan La = 450 mm
Tegangan leleh baja fy = 400
Panjang angkur tanam minimum yang diperlukan
Lmin = fy / (4 x fc') x D
= 400 / (4 x 35) x 25
= 422,65 mm
a L
4.8.3 Per hitungan Las Angkur
Direncanakan menggunakan tipe las tumpul penetrasi penuh
Dgunakan kelas eletroda las = E90xx = 90 Ksi = 620 MPa
Gaya tarik yang terjadi Pu = 80,91 kN
PDL = P/1,4
= 80,91/1,4
= 57,79 kN
Tegangan yang terjadi di koponen las fy’ = PDL/A
= 57.79 / (0,25 x 3,14 x 0,0192)
= 203.92 N/m2
= 203,92 MPa
Rlas = PDL = 57,79 kN
SNI 03-1927-2002 pasal 13.5.2.7
Kekuatan las tumpul penetrasi penuh
(i) Sambungan dibebani dengan gaya tarik atau gaya tekan aksial terhadap luas efektif maka,
φ yRnw = 0,9tt f yw (las) = 0,9 x 620
= 558 MPa > 360 MPa > 203,92MPa (oK) (ii) Sambungan dibebani dengan gaya geser terhadap luas efektif maka,
φ yRnw = 0,9tt ( 0,6 f y ) (bahan dasar) = 0,9 (0,6 x 400)
= 216 MPa > 203,92 MPa (oK) φ yRnw = 0,8tt ( 0,6 fuw ) (las)
` = 0,8 x (0,6 x 620 )
= 297,6 MPa > 216 MPa > 203,92 MPa (oK)
4.9 Per hitungan Kolom
Kolom portal harus direncanakan terhadap momen momen lentur dan beban aksial terbesar pada asnalisa program SAP
Data perencanaan kolom :
Balok = WF 400.200.8.13
Kolom = 600 x 600 mm
Tinggi = 4000 mm
fc’ = 35 mpa
Data dari SAP :
Pu = 1462,04 kN (portal D frame 88,comb 3)
Vu = 267,52 kN ( Portal D frame 40,com3 )
Mu = 541,70 kN (portal D frame 64,comb 3)
Δ o = 1,1 mm
Syarat dimensi kolom menurut SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.1 :
Menerima beban axial berfaktor lebih besar dari Ag.fc’/ 10
= 6002 x 35 /10
= 1260 kN
Karena 1260 kN < 1462,04 kN , maka berlaku :
- Ukuran penampang terkecil 600 mm - Rasio 600/600 = 1 > 0,4
Penetuan kolom bergoyang atau tidak menurut SNI 03-2487-2002 pasal 12.11.4
Q = Lc Vu Pu o
. .∆
Q =
) 600 4000 ( 52 , 267
1 , 1 04 , 1462
−
x x
EI =
...( SNI 03-2847-2002 pasal 12.12.3)
EI = 5,49 x 1013 Mpa
B. Tinjauan ter hadap balok kanan Formula momen inersia,
)
( xi i i 2
xx I A y I =Σ +
Indeks-1 : pelat badan Lebar =
Tinggi = H −2t
Titik pusat pelat badan berhimpit dengan titik pusat WF (bisa dibuktikan), sehingga y1 = 0
Indeks-3 : pelat sayap bawah
Nilainya sama dengan Ix2
12
3
2
f x
Bt I =
= 200 x 133 / 12
= 36.616,67 mm4
Ixx = (Ix1 + A1y12) +{(Ix2 + 0,25Btf(H-tf)2}
= (3.512.016 + 0) + (36.616,67 + 97.349.850)
= 100.889.482,7 mm4
Itot = 237.000.000 + 100.889.482,7
= 337.898.482,7 mm4`
Ig = 0,7 x Itot
= 0,7 x 337.898.482,7
= 236.528.937,9 mm4`
C. Tinjauan ter hadap balok kir i Itot = Ib + Ih
Ih = Ix1 + Ix2
ΨB = 0 ( jepit)
Dari nomogram didapat K = 0,68
Sehingga panjang tekuk Lk = L x K
= 4000 x 0,68
4.9.3 Cek Per syar atan “Strong Column Weak Beam”
Balok sebelah kanan dan kiri kolom
Gambar 4.14 Balok Yang Menyatu Pada Kolom
Sesuai filosofi “capacity design”, maka SNI 03-2847-2002 pasal 23.4 mensyaratkan
g
e M
M > Σ Σ
5 6
Me = jumlah kuat momen nominal kolom diatas dan dibawah muka HBK yang dihasilkan oleh diagram interaksi oleh beban aksial berfaktor terkecil konsisten dengan arah beban lateral.
t
p
t
f
bf
tw
Mg = jumlah kuat momen nominal dari balok-balok di muka HBK
Mg = Mn = Zx x Fy
= 240 x 128.595,2
= 308.628.480 Nmm
Mgtot = 308.628.480 x 2
= 617.256.960
= 617,26 kNm
Mg = ΣM g / Φ
= 617,26 / 0,8
= 771,575 kNm
(6/5)ΣM g = 1,2 x 771,575
= 925,89 kNm
Gambar 4.15 Analisa Me Pada PCAcol
ΣM e = 645 + 655
= 1300 kNm
Me = ΣM e / Φ
= 1300/0,65
= 2000 kNm
g
e M
M > Σ Σ
5 6
2000 kNm > 925,89 kNm
4.9.4 Kontr ol Kelangsingan Kolom
r = 0,3 . h
= 0,3 x 600 = 180 mm
r
12,84≤26...kelangsingan kolom diabaikan
mm
= > 100 mm (eksentrisitas besar, dimensi kolom
berbentuk persegi).
4.9.5 Per hitungan Tulangan Kolom Inter ior
Pu = 1462,08 kN (portal D frame 88,comb 3)
Vu = 267,52 kN ( Portal D frame 40,com3 )
Mu = 541,70 kN (portal D frame 64,comb 3)
Direncankan menggunakan tulangan 20D19, dengan memperhitungkan Mu dan Pu akibat beban terfaktor yang terjadi pada kolom.
Gambar 4.16 Analisa As Pada PCAcol
Tulangan yang dibutuhkan 20D19, As = 5680 mm2 rho = 1,578 %
Jarak antar tulangan = 77,08 mm
Perhitungan kuat tekan rencana (ØPn) sesuai SNI 03-2847-2002, pasal 12.3.5.2 :
Pn
φ max = 0,80 φ [0,85fc’ ( Ag – Ast ) + ( fy . Ast )]
= 0,80 x 0,65 x [ 0,85x 35 x (6002 – 5680) + (400 x 5680)].10-3
= 6662,77 kN > 1462,08 kN ...(ok)
4.9.6 Per hitungan tulangan Kolom exter ior
Pu = 1148,22 kN (portal D frame 13,comb 3)
Vu = 267,52 kN ( Portal D frame 43,com3 )