LAPORAN PENELITIAN
PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL
DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES
GLISEROLISIS
Disusun Oleh :
1. FETRISIA DINA PUSPITASARI 1131310045
2. GRADDIA THEO CHRISTYA PUTRA 1131210062
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR i
Program Studi S - 1 Teknik Kimia
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga kami
diberikan kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan proposal penelitian kami
yang berjudul “Pembuatan Mono dan Diacylglycerol dari Minyak Kelapa Sawit
Dengan Proses Gliserolisis”.
Adapun penyusunan penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus
ditempuh dalam kurikulum program studi S-1 Teknik Kimia dan untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik Kimia di Fakultas Teknologi Industri UPN
“Veteran” Jawa Timur, Surabaya.
Laporan penelitian yang kami dapatkan tersusun atas kerjasama dan berkat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN
“Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia UPN
“Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir.Siswanto, MS selaku Dosen Pembimbing Penelitian.
4. Ibu Ir. Retno Dewati, MT selaku Dosen Penguji Penelitian
5. Ibu Ir. Nur Hapsari, MT selaku Dosen Penguji Penelitian
6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan material
KATA PENGANTAR ii
7. Seluruh teman-teman yang telah memberikan dorongan semangat dalam
pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian.
Akhir kata, kami menyampaikan maaf atas kesalahan yang terdapat dalam
laporan penelitian ini, semoga dapat memenuhi syarat akademis dan bermanfaat
bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
penyusun berikutnya, penyusun mengucapkan terima kasih.
Surabaya, November 2012
DAFTAR ISI, GAMBAR,TABEL iii
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... iDAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
INTISARI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Tujuan Penelitian ... 3
I.3 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
II.1 Tinjauan Umum ... 5
II.1.1. Kelapa Sawit ... 5
II.1.2. Gliserol ... 6
II.2 Landasan Teori ... 7
II.2.1 Minyak Kelapa Sawit ... 7
II.2.1.1 Analisa Bilangan Iod ... 10
DAFTAR ISI, GAMBAR,TABEL iv
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim II.2.2 Gliserolisis ... 11
II.2.3 Katalis MgO ... 12
II.2.4 n-Butanol ... 14
II.2.4.1 Sifat-sifat n-Butanol ... 15
II.3 Hipotesa ... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 18
III.1 Bahan yang digunakan ... 18
III.1.1 Bahan Utama ... 18
III.1.2 Bahan Pembantu ... 18
III.2 Alat yang digunakan ... 18
III.3 Gambar Alat dan Susunan Alat ... 19
III.4 Kondisi Yang Dijalankan ... 19
III.5 Metode Penelitian ... 19
III.6 Skema Penelitian ... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 23
IV.1 Hasil Analisis Kimia Bahan Baku ... 23
DAFTAR ISI, GAMBAR,TABEL v
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
V.1 Kesimpulan ... 29
V.2 Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISI, GAMBAR,TABEL vi
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1.2.1 : Struktur Kimia Gliserol ... 6Gambar II.2.1.1 : Struktur Kelapa Sawit ... 8
Gambar II.2.2.1 : Persamaan Reaksi Gliserolisis ... 11
Gambar II.2.2.2 : Persamaan Reksi Gliserolisis Secara Umum ... 12
Gambar II.2.3.1 : Proses Pembentukan MgO... 13
Gambar II.2.4.1.1 : Ikatan Hidrogen n-Butanol... 15
Gambar III.5.1 : Skema Mekanisme Analisa CPO ... 21
Gambar IV.3.2.1 : Optimasi Suhu Gliserolisis Dalam Pembuatan MonoacylGliserol ... 25
Gambar IV.3.2.2 : Optimasi Suhu Gliserolisis Dalam Pembuatan DiacylGliserol ... 26
Gambar IV.3.2.3 : Optimasi Suhu Gliserolisis Dalam Pembuatan TriacylGliserol ... 27
DAFTAR ISI, GAMBAR,TABEL vii
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
DAFTAR TABEL
Tabel II.2.1.1 : Komposisi Asam Lemak Penyusun Minyak Sawit (CPO)
dan Minyak Inti Sawit (PKO) ... 9
Tabel II.2.4.1.1 : Sifat Fisika n-Butanol ... 16
Tabel IV.2.1 : Grafik perbandingan antara suhu dan penambahan
INTISARI
Produksi akan minyak sawit pada tahun 2009 mencapai 13.872.600 ton
dan pada tahun 2010. Sejak tahun 2006 Indonesia menempati urutan pertama
sebagai penghasil CPO terbesar di dunia setelah menggeser kedudukan Malaysia.
Minyak kelapa sawit diperoleh dari hasil ekstraksi daging buah kelapa sawit yang
pada awalnya merupakan minyak sawit kasar (Crude Palm Oil). Salah satu produk
yang dapat diturunkan dari minyak kelapa sawit adalah sebagai bahan emulsifier
yang dapat digunakan sebagai bahan penstabil pada berbagai produk makanan.
Sekitar 70% dari total emulsifier yang digunakan dalam produk makanan adalah
campuran Mono dan Di-acylgliserol. Secara komersial, MAG-DAG diproduksi
melalui proses gilserolisis, yaitu dengan mereaksikan Tri-acylgliserol dan gliserol.
Kebutuhan MDAG bagi industri pangan di Indonesia sangat tinggi, namun
selama ini ketersediaan MDAG masih harus diimpor dari luar negeri. Kondisi ini
menunjukkan bahwa peluang investasi dari produk MDAG didalam negeri cukup
baik. Perlu untuk dilakukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut tentang
produksi MDAG.
Pada penelitian ini digunakan beberapa kondisi proses yaitu kondisi tetap
dan berubah. Kondisi tetap yang digunakan adalah CPO = 100 ml, N-Butanol =
20 ml, MgO = 3 gr, Kecepatan pengadukan = 400 rpm dan Waktu operasi = 4
jam. Kondisi yang dipilih sebagai kondisi bebas adalah suhu (60oC, 70oC, 80oC,
90oC, dan 100oC) dan rasio gliserol (30, 40, 50, 60 dan 70 ml).
Dari kondisi yang dipilih dan telah dijalankan, kondisi operasi optimum
dalam pembuatan Monoacylgliserida dan dyacilglycerida dicapai pada suhu
sekitar 800C dengan jumlah penambahan gliserin sebesar 60 ml. Selain itu untuk
mengetahui Triacylglyserida dan FFA yang terbentuk dalam penelitian ini, di
dapatkan kondisi triacylglyserida terbaik pada suhu 100 oC dengan jumlah
penambahan 50 ml, dan FFA pada suhu 100 oC dengan penambahan gliserin 40
PENDAHULUAN 1
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Produksi akan minyak sawit pada tahun 2009 mencapai 13.872.600 ton
dan pada tahun 2010. Produksi akan minyak sawit sendiri sudah mencapai
14.290.000 ton. Dan apabila dibandingkan dengan beberapa jenis produksi dari
tanaman-tanaman produktif yang lain maka kelapa sawit memiliki nilai angka
tertinggi dari tahun ke tahun. Kelapa sawit dikenal dengan produk utama berupa
minyak sawit mentah yang biasa disebut dengan crude palm oil/CPO yang kini
menjadi komoditas primadona sector perkebunan. Dengan pertumbuhan luas
lahan dan produksi yang terus meningkat tiap tahun memberikan indikasi bahwa
industri kelapa sawit sangat menjajikan (Badan Pusat statistik,2010)
Sejak tahun 2006 Indonesia menempati urutan pertama sebagai penghasil
CPO terbesar di dunia setelah menggeser kedudukan Malaysia, dimana produksi
CPO Indonesia mencapai 15,9 juta ton, sementara Malaysia sebesar 15,88 juta
ton. Pada tahun 2007 produksi CPO Indonesia diprediksi sebanyak 17,2 juta ton.
Sedangkan produksi Malaysia hanya mencapai 16 juta ton. Sebanyak 75% dari
CPO di Indonesia digunakan untuk di ekspor, sedangkan 25% saja yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestic. Hal ini menunjukkan bahwa
industri ini masih dapat dikembangkan dengan cara mengolah CPO menjadi
produk-produk turunannya baru kemudian di ekspor. Di harapkan produk-produk
turunan CPO ini dapat dijual dan di ekspor dengan harga yang lebih tinggi
sehingga devisa Negara dapat ditingkatkan (An, 2008).
Pemerintah merespon kondisi diatas dengan melakukan pembatasan
ekspor CPO guna mengembangkan industri hilir komoditas kelapa sawit sehingga
nilai tambah produk, investasi, perolehan devisa serta penyerapan tenaga kerja
PENDAHULUAN 2
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
kelapa sawit tidak terlepas dari hasil-hasil penelitian yang bertujuan untuk
meningkatkan ekonomi minyak kelapa sawit.
Minyak kelapa sawit diperoleh dari hasil ekstraksi daging buah kelapa
sawit yang pada awalnya merupakan minyak sawit kasar (Crude Palm Oil). Untuk
memperoleh minyak goreng (minyak makan) maka perlu dilakukan proses lebih
lanjut, dimana CPO diolah menjadi RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm
Oil) melalui proses pemurnian dengan tahapan pemisahan gum (degumming),
pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi), penghilangan warna (bleaching) dan
penghilangan bau (deodorisasi)(Ketaren, 2005).
Salah satu produk yang dapat diturunkan dari minyak kelapa sawit adalah
sebagai bahan emulsifier yang dapat digunakan sebagai bahan penstabil pada
berbagai produk makanan. Pengemulsi (emulsifier) adalah suatu bahan dengan
karakteristik khusus yang dapat menyatukan air dengan minyak. Hampir semua
produk yang menggunakan campuran air dan minyak menggunakan bahan ini,
seperti margarine, mayonnaise, dan obat-obatan , dan kosmetik. Dengan
demikian, emulsifier memiliki nilai ekonomis tinggi dan dengan memproduksi
sendiri bisa menghilangkan ketergantungan impor. Sekitar 70% dari total
emulsifier yang digunakan dalam produk makanan adalah campuran Mono dan
Di-acylgliserol (MAG-DAG). MAG-DAG dapat disintesis melalui proses
gliserolisis antara minyak dan gliserol atau esterifikasi antara asam lemak dan
gliserol (O’Brien, 1998)
Secara komersial, MAG-DAG diproduksi melalui proses gilserolisis, yaitu
dengan mereaksikan Tri-acylgliserol (TAG) dan gliserol. Reaksi ini dilakukan
dengan proses batch pada temperature tinggi (220-260 oC) dengan dibantu oleh
katalis inorganic seperti sodium, potassium, atau kalsium hidroksida. Dalam
proses ini suhu tinggi akan menimbulkan warna gelap serta flavor yang tidak
diinginkan pada produk. Namun sekarang penelitian tentang proses gliserolisis
dengan menggunakan biokatalis (enzim lipase) banyak sekali dilakukan karena
PENDAHULUAN 3
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
lingkungan, dan dapat menghasilkan produk dengan warna yang lebih terang
(Noureddini et al, 2004).
Kebutuhan MAG-DAG bagi industri pangan di Indonesia sangat tinggi,
namun selama ini ketersediaan MAG-DAG masih harus diimpor dari luar negeri.
Kondisi ini menunjukkan bahwa peluang investasi dari produk MAG-DAG
didalam negeri cukup baik. MAG-DAG dapat diperoleh dengan memanfaatkan
berbagai macam jenis minyak sebagai bahan bakunya termasuk minyak kelapa
sawit RBDPO (Rifined Bleached Deodorized Palm Oil). Pemanfaatan RBDPO ini
merupakan salah satu bentuk diversifikasi dan peningkatan nilai ekonomis
produk-produk berbasis kelapa sawit.
Dengan pertimbangan tingginya potensi minyak kelapa sawit, nilai
ekonomi dan kebutuhan akan Mono dan Di-acylgliserol, perlu untuk dilakukan
pengembangan dan penelitian lebih lanjut tentang produksi MAG-DAG.
Penerapan teknik gliserolisis dengan menggunakan pelarut n-Butanol dan katalis
MgO ini dapat menghasilkan MAG-DAG dengan kualitas yang lebih baik.
I.2. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk melakukan studi eksperimen
produksi MAG-DAG dari minyak kelapa sawit dalam reaktor batch skala
laboratorium. Dan diharapkan dari penelitian ini bisa diwujudkan dalam industri
minyak kelapa sawit sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi
industri-industri yang memproduksi produknya yang sebagian besar berasal dari minyak
kelapa sawit dengan cara memanfaatkan dan mengolah sebagian intermediate
produk untuk bisa menjadi produk samping yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
yaitu MAG-DAG (Mono dan Di-acylgliserol).
Adapun tujuan khusus dilakukannya penelitian ”Pembuatan Mono dan
Diacylglycerol dari Minyak Kelapa Sawit Dengan Proses Gliserolisis” adalah sebagai berikut :
a. Studi eksperimen produksi MAG-DAG dari minyak kelapa sawit pada
PENDAHULUAN 4
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
b. Mengetahui pengaruh variabel-variabel proses terhadap proses gliserolisis
minyak sawit menjadi MAG-DAG.
c. Mencari kondisi optimum pada proses gliserolisis dengan pelarut
n-Butanol dan katalis MgO
I.3. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ”Pembuatan Mono dan Diacylglycerol dari
Minyak Kelapa Sawit dengan Proses Gliserolisis”adalah :
a. Mengurangi beban ekonomi negara, dimana telah diterangkan pada
pendahuluan di atas bahwa negara indonesia masih mengimpor
MAG-DAG, sehingga dengan dibuatnya penelitian mengenai “Pembuatan Mono dan Diacylglycerol dari Minyak Kelapa Sawit dengan Proses Gliserolisis”, bisa mengurangi import MAG-DAG dan Industri-industri yang memanfaatkan minyak sawit kelak bisa memanfaatkan intermediate
produk tersebut untuk menghasilkan produk samping yang bernilai jual.
b. Mendapatkan Produk MAG-DAG dengan adanya penambahan pelarut
n-Butanol, sehingga reaksi bisa dijalankan pada suhu yang lebih rendah
(dibawah 200oC) tanpa menurunkan konversi yang diperoleh.
c. Membandingkan dan membuktikan variabel-variabel proses pada proses
Glierolisis sehingga bisa mendapatkan variabel proses yang terbaik dan
ekonomis.
d. Meningkatkan nilai ekonomi minyak kelapa sawit dengan memanfaatkan
intermediate produk menjadi MAG-DAG yang mempunyai nilai ekonomis
TINJAUAN PUSTAKA 5
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. TINJAUAN UMUM
II. 1.1. KELAPA SAWIT
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan pada tahun 1848 ditanam di
kebun raya Bogor serta selanjutnya dilakukan serangkain pengamatan dan
penelitian. Hasil pengembangan kelapa sawit baru diperoleh kira-kira 70-80
tahun setelah tahap pengenalan. Kelapa sawit mulai dikembangkan secara
besar-besaran pada tahun 1970-an. Upaya pengembangan ini di dorong oleh
pemikiran bahwa kelapa sawit merupakan sumber yang potensial bagi
peningkatan pendapatan devisa. Selain itu perlu adanya tindakan untuk
mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak dan gas bumi sebagai sumber
dana pembangunan (Mangoensoekarjo, 2003)
Nama genus kelapa sawit adalah Elaeis guineesis yang diberikan oleh
Jacqueis pada tahun 1763 berdasarkan pengamatannya pada pohon-pohon
kelapa sawit yang tumbuh di Martinique kawasan Hindia Barat. Kata Elaeis
(Yunani) berarti minyak sedangkan guineesis diberikan berdasarkan keyakinan
Jacquies bahwa kelapa sawit berasal dari Guinea (Afrika). Terdapat tiga
macam varietas tanaman kelapa sawit yaitu Nigrescens, Virecens, dan
Albescens, sedangkan jenis lainnya secara umum hanya dipakai untuk penelitian (Mangoensoekarjo,2003)
Klasifikasi kelapa sawit adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
TINJAUAN PUSTAKA 6
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua
aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam
lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa,
aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima
(SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak
lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit
mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit
bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan
kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah).
II. 1.2. GLISEROL
Gliserol adalah suatu senyawa yang terdiri dari 3 gugus hidroksil (-OH)
yang berikatan pada masing-masing 3 atom karbon (C) sehingga gliserol sering
disebut dengan gula alcohol. Nama perdagangan dari gliserol adalah gliserin.
Keberadaan gugus hidroksil ini menyebabkan gliserol memiliki sifat larut
dalam air atau yang lazim disebut hidrofilik. Gilserol memiliki rumus kimia
C3H8O3 dengan nama kimia propane 1,2,3-triol dengan bobot molekiul 92,10
dan massa jenis 1,261 g/cm3. Gilserol memiliki titik didih 290oC dan viskositas
sebesar 1,5 pa. Lindsay (1985) menyatakan bahwa gliserol memiliki sifat
mudah larut dalam air, tidak berwarna, dan tidak berbau. Gliserol juga
memiliki kekentalan tertentu sehingga digunakan bersama bahan pangan dapat
meningkatkan viskositas bahan pangan tersebut. Struktur gliserol dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar. II. 1.2.1. Struktur kimia gliserol
Gliserol merupakan senyawa yang telah banyak digunakan di berbagai
industri baik itu industri pangan maupun non-pangan seperti industri kosmetik.
TINJAUAN PUSTAKA 7
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
bahkan sebagai bahan tambahan industri bahan peledak. Gliserol juga dapat
digunakan sebagai komponen anti beku atau lazim disebut eryoprotectan dan
sumber nutrisi pada kultur fermentasi dalam produksi antibiotika.
II. 2. LANDASAN TEORI
Dari hasil penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui rasio terbaik antara minyak CPO (Crude Palm Oil) dengan gliserol
yang dapat memberikan hasil (rendemen) yang maksimal. Selain itu, perlakuan ini
bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan pelarut pada kondisi yang sama
memberikan hasil yang lebih baik.
Pada penelitian pendahulu digunakan beberapa kondisi proses yaitu
kondisi tetap dan berubah. Kondisi tetap yang digunakan adalah basis berat total
yaitu 300 gram campuran reaksi, kecepatan pengadukan 400 rpm, waktu operasi
yaitu 4 jam serta jumlah pelarut n-butanol sebanyak 20 ml tiap 10 gram CPO.
Kondisi yang dipilih sebagai kondisi bebas adalah suhu reaksi (level bawah=70oC,
level tengah=90oC, dan level atas=110oC), rasio gliserol/CPO (level bawah 3,
level tengah=4, dan level atas=5), dan % katalis (level bawah=2, level tengah=3,
dan level atas=4). Percobaan dirancang dengan metode Central Composite Design
menggunakan program STATISTICA6 dengan jumlah run sebanyak 16 kali.
Hasil yang di peroleh dari penelitian terdahulu yaitu rasio gliserol/CPO
6-12 serta katalis 2-4% dengan konversi monogliserida dan digliserida yang
diperoleh sekitar 96-97%. Sedangkan kondisi optimum proses gliserolisis dengan
pelarut n-butanol pada penelitian ini dicapai pada suhu sekitar 70-1000C, rasio
gliserol/CPO sekitar 3,5-4,5 serta katalis pada kisaran 2,5-4% dengan konversi
yang diperoleh sekitar 93-98%.
II. 2. 1. MINYAK KELAPA SAWIT
Minyak kelapa sawit dihasilkan dari daging buah kelapa sawit dan tersedia
dalam beberapa bentuk produksi minyak diantaranya Crude Palm Oil (CPO),
RBDPO, Palm Olein, Palm Stearin, Fractionated Palm Olein dan Palm
TINJAUAN PUSTAKA 8
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
pemurnian, pembuatan produk olahan, seperti aplikasi minyak kelapa sawit
pada produk pangan dan non pangan. Ekstraksi minyak kelapa sawit secara
komersial dilakukan dengan menggunakan pengepres berulir. Sebelum di
press, dilakukan pemisahan mesokrap dan inti sawit, bagian mesokrap akan
menghasilkan CPO sedangkan bagian inti akan menghasilkan PKO (Palm
Kernel Oil)(Budijanto et al, 2001)
Gambar. II.2.1.1. Struktur Kelapa Sawit
Gambar II.2.1.1 diatas merupakan gambar buah kelapa sawit yang terdiri
dari dua bagian utama yaitu mesokrap yang merupakan daging buah dan
endoskrap atau biji buah kelapa sawit. Saat ini produk utama dari kelapa sawit
yang banyak di manfaatkan adalah minyaknya. Berdasarkan asalnya, minyak
kelapa sawit ini dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan
Palm Kernel Oil (PKO). CPO merupakan minyak yang didapatkan dari hasil ekstraksi bagian hasil sabut buah kelapa sawit (mesokrap), sedangkan PKO
didapatkan dari hasil ekstraksi bagian inti buah kelapa sawit (endokrap). Oleh
karena berasal sumber yang berbeda maka komposisi asam lemak penyusunnya
pun berbeda. CPO umumnya banyak mengandung asam palmitat dan asam
oleat sedangkan PKO banyak sekali mengandung asam laurat, asam mirisat
dan asam oleat. Secara rinci komposisi asam lemak penyusun CPO dan PKO di
TINJAUAN PUSTAKA 9
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
Tabel. II.2.1.1. Komposisi Asam Lemak Penyusun Minyak Sawit
(CPO) dan Minyak Imnti Sawit (PKO)
Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit
Minyak sawit seperti halnya minyak pada umumnya merupakan komponen
yang terususun atas 3 molekul asam lemak yang berkaitan dengan satu buah
molekul gliserol. Asam lemak utama yang terdapat dalam CPO adalah asam
palmitat dan asam oleat, sedangkan asam lemak yang jumlahnya paling sedikit
adalah asam palmitoleat dan asam linoleat. Komponen minor yang terdapat
dalam minyak sawit terdiri dari karotenoid (pigmen yang membentuk warna
oranye), tokoferol dan tokotrienol (sebagai oksidan), sterol, triterpenic dan
alifatik alcohol (Chin, 1979). Adanya karotenoid, tokoferol, dan tokoterienol
menyebabkan tingginya stabilitas oksidasi dan nilai gizi minyak sawit
dibandingkan minyak nabati lainya (Hui,1996).
Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti, pertama,
benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu
TINJAUAN PUSTAKA 10
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium.
Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu
diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar
ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran
pemucatan. Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku
industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu
keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih
diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak
faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya,
penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutan.
Selain itu, ada beberapa faktor yang langsung berkaitan dengan standar mutu
minyak sawit seperti dibawah ini :
Free Fatty Acid (FFA) (As Palmitic)
Moisture % impurities (M&I)
Colour (5 1/4" Lovibond Cell)
Saponifiable Matter
Dirt
Fibre
Profat
II.2.1.1. Analisa Bilangan Iod
Bilangan Iod menunjukkan seberapa besar jumlah iod yang diserap
oleh asam lemak tidak jenuh dalam minyak dan lemak (berhubungan
dengan banyaknya ikatan rangkap atau iikatan tidak jenuh). Bilangan
TINJAUAN PUSTAKA 11
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
lemak dan dapat juga dipergunakan untuk menggolongkan jenis minyak
“ pengering” dan minyak “bukan pengering” (Ketaren, 1986).
II.2.1.2. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas
Suatu produk emulsifier diharapkan memliki kadar ALB yang
kecil. Hal ini berhubungan dengan kualitas produk. Kadar asam lemak
bebas yang terkandung dalam suatu produk emulsifier harus
diminimalisasi dikarenakan dapat mempengaruhi sifat sensori dari
produk tersebut. Asam lemak bebas memiliki bau yang tidak enak
sehingga dapat mengurangi kualitas produk.
II. 2. 2. GLISEROLISIS
Gliserolisis adalah reaksi penting antara gliserol dengan minyak atau
lemak untuk memproduksi Mono dan Di-acylGliserol. Reaksi gliserolisis akan
berjalan lambat jika dilakukan tanpa menggunakan katalis. Untuk mendapatkan
konversi yang tinggi dengan waktu yang relative singkat perlu adanya bantuan
katalis. Reaksi dapat dijalankan dengan adanya katalis asam maupun katalis
basa. Reaksi dengan katalis basa biasanya lebih cepat. (Kimmel, 2004). Katalis
yang biasa digunakan dalam gliserolisis ini adalah NaOH. Persamaan reaksinya
bisa dilihat di gambar 3.
TINJAUAN PUSTAKA 12
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
Kelemahan reaksi gliserolisis dengan menggunakan katalis logam alkali
adalah suhu reaksi cukup tinggi yaitu 220–250oC. Temperatur yang tinggi ini
menyebabkan produk yang dihasilkan berwarna gelap dan terbentuk bau yang
tidak diinginkan (Noureddini et al, 2004). Selain menggunakan katalis sodium
gliserolat, reaksi gliserolisis bisa juga dilakukan dengan menggunakan katalis
enzim. Enzim yang sering dipakai adalah enzim lipase. Temperatur yang
digunakan reaksi gliserolisis dengan katalis enzim sekitar 30oC. Hal ini
disebabkan katalis enzim tidak bisa bekerja atau akan mati pada suhu yang
tinggi. Oleh karena temperatur yang digunakan rendah, reaksi gliserolisis
dengan katalis enzim membutuhkan energi yang rendah. Kelemahan dari
penggunaan enzim sebagai katalis adalah mahalnya harga enzim (Kaewthong
et al, 2005).
Proses Gliserolisis merupakan reaksi Transesterifikasi antara gliserol dan
minyak atau lemak. Dimana tahapan reaksinya adalah sebagai berikut :
Gambar. II.2.2.2. Persamaan Reaksi Gliserolisis secara umum
II. 2. 3. KATALIS MgO
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu
TINJAUAN PUSTAKA 13
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
pula katalisis). Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi
ataupun produk.
Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan
reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap
pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang
lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk
berlangsungnya reaksi.
Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen
dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase
berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis
homogen berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis
heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana
pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam
substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya
produk baru. Ikatan antara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya
terlepas (id.wikipedia.org).
Magnesium adalah salah satu unsur yang paling luas penyebarannya dan
merupakan 1,9 % dari kerak bumi. Biasanya magnesium terdapat dalam bentuk
klorida, silikat, hidrat, oksida, sulfat atau karbonat. Semua unsur golongan II A
jika dibakar dengan oksigen membentuk oksida (MO). Salah satu contohnya
adalah MgO. MgO diperoleh dari pemanasan MgSO4 dan MgCO3 seperti yang
telihat pada gambar 4.
Gambar. II.2.3.1. Proses pembentukan MgO
Bila magnesium karbonat atau hidroksida dipanaskan terbentuklah
magnesium oksida. Oksida ini dapat digunakan untuk bermacam tujuan
misalnya vulkanasi karet, sebagai bahan untuk membuat berbagai senyawa
TINJAUAN PUSTAKA 14
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
oksida juga banyak dipakai dalam sistem pengendalian pencemaran untuk
menyingkirkan sulfur dioksida dari gas cerobong asap. (Austin,1996)
Katalis yang dapat digunakan untuk memproduksi MAG-DAG biasanya
adalah enzim lipase. Akan tetapi ada katalis lain yang bisa dipakai adalah
senyawa MgO. Dalam laporannya Corma A. mengatakan (Corma et al, 1997)
bahwa “katalis MgO bisa memberikan konversi reaksi sampai 97%”.
Kelebihan yang dimiliki katalis MgO adalah katalis MgO mudah dipisahkan
dari produk hasil reaksi karena berbentuk padat. Tetapi proses reaksi
gliserolisis dengan katalis MgO ini masih dilakukan pada suhu yang tinggi
untuk meningkatkan kelarutan minyak dalam gliserol.
II. 2. 4. n-Butanol
Salah satu jenis produksi industri kimia yang dibutuhkan dalam jumlah
yang terus meningkat adalah industri n-butanol. n-Butanol yang memiliki
rumus kimia C4H9OH, merupakan produk hasil reaksi n-butiraldehid dengan
hidrogen. n-Butanol merupakan cairan putih jernih dan berbau tajam Produksi
n-butanol sebagian besar digunakan pada pembuatan resin urea fonnaldehid
dan plasticizer dibutil pthalat. Disamping itu n-butanol juga digunakan untuk:
Bahan pelarut (solvent)
Pembuatan pernis nitroselulosa
Pembuatan minyak rem
Bahan ekstraksi pembuatan antibiotik, vitamin, dan hormon
Bahan pelarut ekstraksi minyak
Pembuatan 2,4-dikloropenoksi asam asetat yang merupakan racun rumput
Bahan pengering azeotrop (azeotropic dehidrating agent)
Pembuatan bahan-bahan kimia seperti butil amina, butil stearat, butilena,
asam butirat, dan dibutil anilin.
Senyawa n-butanol pertama sekali ditemukan pada tahun 1852 oleh Wyrtz
dengan cara memisahkan n-butanol dari campuran-campuran amil alkohol
(minyak fusel). Kemudian pada tahun 1871, Lieben dan Rossi berhasil
TINJAUAN PUSTAKA 15
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim II. 2. 4. 1 Sifat-Sifat n-Butanol
a. Sifat Kimia n-Butanol
n-Butanol merupakan senyawa organik yang memiliki ikatan
hidrogen, sehingga senyawa ini mempuyai titik didih yang tinggi.
Gambar. II.2.4.1.1. Ikatan Hidrogen n-Butanol
Ada tiga reaksi utama terhadap n- butanol, yaitu :
1. Reaksi Substitusi
Gugus OH pada n-butanol dapat diganti oleh atom halogen,
misalnya chlor.
Persamaan reaksi :
2. Reaksi Oksidasi
n-butanol dapat dioksidasi oleh sejumlah senyawa menjadi asam
karboksilat. Senyawa yang biasa digunakan sebagai zat pengoksidasi
adalah: KMnO4 dengan OH, HNO3 pekat, atau H2CrO4.
3. Reaksi Eliminasi
n-butanol dapat bereaksi eliminasi dan menghasilkan n-butilena.
Reaksi ini melepaskan air, sehingga disebut juga reaksi dehidrasi. Reaksi
TINJAUAN PUSTAKA 16
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim b. Sifat Fisika n-Butanol
Sifat-sifat fisika n-butanol meliputi titik didih, titik beku, spesifik
gravity, viskositas, kalor jenis, panas penguapan, panas pembakaran,
temperatur kritis, tekanan laitis, dan lain-lain dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel. II.2.4.1.1. Sifat Fisika n-Butanol
No Parameter Sifat Fisika Nilai
1
Tegangan permukaan pada 20 oC , dyne/cm
Kelarutan dalam air pada 30 oC, % berat
Kelarutan air pada n-butanol pada 30 oC, % berat
Titik didih, oC
Pada Penelitian “Pembuatan Mono dan Diacylglycerol dari Minyak
Kelapa Sawit dengan Proses Gliserolisis”, dimana pada proses ini dilakukan proses pengadukan pada campuran Minyak kelapa sawit dengan ditambahkan
TINJAUAN PUSTAKA 17
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
faktor yang di prediksi mempengaruhi terbentuknya Mono dan Diacygliserol yaitu
METODOLOGI PENELITIAN 18
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Bahan – bahan Yang digunakan
III.1.1. Bahan utama(Bahan Baku)
Minyak Kelapa Sawit
minyak kelapa sawit yang diperoleh dari Industri Pengelola minyak
kelapa sawit yaitu “ PT. Wilmar Nabati Indonesia” yang berada di Gresik.
Gliserol
Gilserol diperoleh di PT. Brataco yang adalah salah satu Supplier
Bahan-Bahan Kimia di Surabaya.
III.1.2. Bahan pembantu
a. N-Butanol
N-butanol diperoleh dari PT. Indofa yang adalah salah satu
Supplier Bahan-Bahan Kimia yang ada di Surabaya.
b. Katalis MgO
Katalis MgO diperoleh di PT. Brataco yang adalah salah satu
Supplier Bahan-Bahan Kimia yang ada di Surabaya.
III.2. Alat – alat yang digunakan
1. Labu Leher Tiga
2. Motor Pengaduk
3. Thermometer
4. Condenser
METODOLOGI PENELITIAN 19
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim 6. Klem
7. Statif
8. Pengaduk (Impeller)
III.3. Gambar alat dan Susunan Alat
III.4. Kondisi yang dijalankan
a. Suhu (Kondisi berubah) : 60, 70, 80, 90, dan 100oC
b. Ratio Gliserol (Kondisi Berubah) : 30, 40, 50, 60 dan 70 ml
c. CPO (Kondisi Tetap) : 100 ml
d. N-Butanol(Kondisi Tetap) : 20 ml
e. MgO (Kondisi Tetap) : 3 gr
f. Kecepatan Pengadukan (Kondisi Tetap) : 400 rpm
g. Waktu Operasi (Kondisi Tetap) : 4 jam
III.5. Metode Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kelapa sawit
yang diperoleh dari “PT. Wilmar Nabati Indonesia” yang berada di Gresik,
Gliserol diperoleh di PT. Brataco yang adalah salah satu dari Supplier
Bahan-Bahan kimia di Surabaya, N-Butanol diperoleh dari PT. Indofa yang adalah salah
satu dari Supplier Bahan-Bahan Kimia yang ada di Surabaya, serta katalis MgO 6
METODOLOGI PENELITIAN 20
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
diperoleh di PT. Brataco yang adalah salah satu dari Supplier Bahan-Bahan Kimia
yang ada di Surabaya. Semua tempat penyedia Bahan Penelitian tersebut berada di
Surabaya dan Sekitarnya.
Peralatan penelitian yang digunakan antara lain motor pengaduk, pengaduk
(Impeller), Condenser, labu leher tiga, termometer, waterbath, statif dan klem.
Semua alat tersebut tersaji dalam gambar rangkaian alat yang telah tercantum
pada Gambar susunan alat di atas.
Pada penelitian ini digunakan beberapa kondisi proses yaitu kondisi tetap
dan berubah. Kondisi tetap yang digunakan adalah CPO = 100 ml, N-Butanol =
20 ml, MgO = 3 gr, Kecepatan pengadukan = 400 rpm dan Waktu operasi = 4
jam. Kondisi yang dipilih sebagai kondisi bebas adalah suhu (60oC, 70oC, 80oC,
90oC, dan 100oC) dan rasio gliserol (30, 40, 50, 60 dan 70 ml).
Percobaan ini dilakukan dengan perlakuan awal yaitu mengkondisikan
Gliserol pada suhu operasi yang diinginkan dan juga campuran minyak CPO yang
telah dicampur dengan n-butanol dilakukan dalam keadaan yang bersamaan,
setelah itu kedua larutan tadi setelah mencapai suhu operasi dimasukkan ke dalam
labu leher tiga dengan ditambahkan katalis MgO dan setelah itu diaduk pada suhu
operasi yang diinginkan sampai 4 jam, dan setelah selesai diaduk campuran
larutan tadi disaring dengan kertas saring, setelah itu dari hasil saringan tadi
dipisahkan antara lapisan atas dengan lapisan bawahnya, dan lapisan atas adalah
merupakan hasil yang akan dianalisa kadar Mono dan Diacylgliserida-nya,
penelitian ini secara keseluruhan dilakukan sebanyak 25 kali running.
Karakteristik minyak sawit yang dianalisa meliputi kadar asam lemak
bebas, kandungan monogliserida, digliserida, trigliserida. Analisa dilakukan
dengan menggunakan metode analisa Distilasi Bertingkat dan Spektrofotometri
UV di BPKI (Balai Penelitian Dan Konsultasi Industri) Laboratorium Penelitian
METODOLOGI PENELITIAN 21
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
Mekanisme cara untuk menganalisa CPO (bahan baku):
Gambar. III.5.1. Skema Mekanisme Analisa CPO
CPO yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan Mono dan
Diacylgliserol sebelum diolah harus dilakukan analisa terlebih dahulu untuk
mengetahui kandungan Monoacylglycerida, Diacylglycerida, Triacylglycerida,
FFA, dan Bilangan Iod. Berikut adalah cara untuk menganalisa 4 parameter
(Monoacylglycerida, Diacylglycerida, Triacylglycerida, FFA) tersebut, sebagai
berikut :
1. CPO (Crude Palm Oil) dipanaskan terlebih dahulu di atas waterbath
dengan panas antara 80 – 100oC, dimana pemanasan ini dilakukan adalah
untuk memecahkan emulsi dan juga untuk membantu memisahkan kotoran
pada CPO yang akan dianalisa.
2. Setelah melalui proses pemanasan lalu CPO (Crude Palm Oil) tersebut
disaring menggunakan kertas saring, dimana untuk kotoran dipisahkan lalu
dibuang, dan untuk minyak yang baru keluar atau terpisahkan tersebut
dianalisa kadar FFA-nya dengan menggunakan metode asidi alkalimetri.
3. Minyak yang telah disaring lalu dipisahkan dengan menggunakan distilasi
bertingkat, dimana dilakukan pemisahan ini adalah agar mempermudah
analisa, dan pemisahan tersebut adalah untuk memisahkan
METODOLOGI PENELITIAN 22
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
Monoacylgliserida (Pada suhu 175 – 180oC), Diacylgliserida (Pada suhu
185 – 190oC), dan Triacylglycerida (Pada suhu 210 – 225oC).
4. Setelah itu minyak yang sudah mengalami proses distilasi bertingkay
tersebut dianalisa kembali menggunakan Spektrometer UV, sehingga
didapat hasil analisa dari kadar Monoacygliserida, Diacylglycerida, dan
Triacylglycerida.
III.6. Skema Penelitian
Siapkan CPO = 100 ml, MgO = 3 gr, n-Butanol = 20 ml (Kondisi Tetap), dan siapkan Gliserol = 30, 40, 50, 60, dan 70 ml (Kondisi Berubah)
Mengkondisikan Gliserol pada suhu operasi yang diinginkan (60oC, 70oC, 80oC,
90oC, dan 100oC ) dan juga campuran minyak CPO yang telah dicampur
dengan n-butanol dilakukan dalam keadaan yang bersamaan
Saat mencapai suhu operasi (60oC, 70oC, 80oC, 90oC, dan 100oC), masukkan ke
dalam labu leher tiga dan tambahkan katalis MgO dan aduk dengan kecepatan 400 rpm pada suhu operasi selama 4 jam
Campuran larutan lalu disaring
Filtar terbentuk dua lapisan dan kedua lapisan tadi dipisahkan. Lapisan atas adalah merupakan hasil yang akan dianalisa kadar Mono dan
Diacylgliserida-nya, penelitian dilakukan sebanyak 25 kali running
Karakteristik minyak sawit yang dianalisa meliputi kadar asam lemak bebas, kandungan monoasilgliserida, diasilgliserida, dan trigliserida
HASIL DAN PEMBAHASAN 23
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL ANALISIS KIMIA BAHAN BAKU
Bahan baku yang digunakan dalam bentuk CPO ( Crude Palm Oil ) harus
diperiksa terlebih dahulu komposisi yang ada di dalamnya. Komposisi dalam CPO
yang kami analisa yaitu kandungan Monoacylglycerida, Diacylglycerida,
Triacylglycerida dan FFA. Hal ini dilakukan agar dapat membandingkan hasil
sebelum dan sesudah melakukan proses penelitian sehingga akan menghasilkan
produk MDAG (MonoDiacylglycerol) yang tinggi.
Adapun hasil dari analisa bahan baku yang telah dilakukan adalah sebagai
berikut :
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditabelkan seperti berikut :
Tabel IV.2.1. Grafik perbandingan antara suhu dan penambahan Glycrine
HASIL DAN PEMBAHASAN 24
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
50 41.82 36.78 9.42 6.08
Gambar. IV.3.2.1. Optimasi suhu gliserolisis dalam pembuatan MonoacylGliserol
0
HASIL DAN PEMBAHASAN 25
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa kadar Monoacylglserida
semakin tinggi seiring dengan suhu yang semakin tinggi dan jumlah penambahan
gliserin yang ditambahkan. Namun terlihat jelas pada grafik, yang cukup
signifikan mengalami kenaikan tertinggi terjadi pada suhu operasi 80oC. Pada saat
berada pada suhu 80oC, hasil produk monoacylglycerida merupakan hasil
optimum dibandingkan hasil pada suhu 60,70,90,100 oC. Pada tahap ini suhu 80oC
di anggap sebagai suhu terbaik dalam reaksi gliserolisis dalam pembuatan
monoacylglycerida dengan jumlah penambahan glyserin sebanyak 60 ml. Saat
suhu 80oC dengan penambahan 30,40 dan 50 ml kadar Monoacylglserida yang
dihasilkan terus mengalami kenaikan, dan mulai konstan dengan jumlah
penambahan gliserin 60 ml, dan mengalami penurunan kadar Monoacylglserida
yang dihasilkan dengan jumlah penambahan gliserin 70 ml. Tetapi pada suhu
diatas 1000C, kenaikan suhu akan menurunkan konversi disebabkan oleh
menurunnya kemampuan pelarut n-butanol untuk melarutkan minyak sawit dalam
gliserin. Hal ini terlihat pada saat suhu 100 oC dengan penambahan gliserol 60 dan
70 ml mengalami penurunan nilai kadar Monoacylglserida yang dihasilkan. Suhu
diatas 1000C telah mendekati titik didih n-Butanol (117,73oC). Oleh karena itu,
suhu optimum reaksi ini berada pada kisaran 800C dengan penambahan gliserin
sebanyak 60 ml sehingga menghasilkan kadar Monoacylglserida sebesar 49,44%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelarut n-butanol dapat menurunkan
suhu operasi proses gliserolisis dari 2580C menjadi sekitar 800C tanpa
menurunkan konversi yang diperoleh. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini
menggunakan pelarut n-butanol untuk memperbesar kelarutan CPO dalam gliserol
pada suhu rendah. Dengan meningkatnya kelarutan CPO dalam gliserol berarti
jumlah molekul CPO dan gliserol yang bercampur semakin banyak sehingga
HASIL DAN PEMBAHASAN 26
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
Gambar. IV.3.2.2. Optimasi suhu gliserolisis dalam pembuatan DiacylGliserol
Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa kadar
Diacylglserida semakin tinggi seiring dengan suhu yang semakin tinggi dan
jumlah penambahan gliserin yang ditambahkan. Namun terlihat jelas pada grafik,
yang cukup signifikan mengalami kenaikan tertinggi terjadi pada suhu operasi
80oC. Pada saat berada pada suhu 80oC, hasil produk DiacylGliserol merupakan
hasil optimum dibandingkan hasil pada suhu 60,70,90,100 oC. Pada tahap ini suhu
80oC di anggap sebagai suhu terbaik dalam reaksi gliserolisis dalam pembuatan
monodiacylglycerida dengan jumlah penambahan glyserin sebanyak 60 ml. Saat
suhu 80oC dengan penambahan 30,40 dan 50 ml kadar DiacylGliserol yang
dihasilkan terus mengalami kenaikan, dan mulai kosntan dengan jumlah
penambahan gliserin 60 ml, dan mengalami penurunan kadar DiacylGliserol yang
dihasilkan dengan jumlah penambahan gliserin 70 ml. Tetapi pada suhu diatas
1000C, kenaikan suhu akan menurunkan konversi disebabkan oleh menurunnya
kemampuan pelarut n-butanol untuk melarutkan minyak sawit dalam gliserin. Hal
ini terlihat pada saat suhu 100 oC dengan penambahan gliserol 60 dan 70 ml
mengalami penurunan nilai kadar DiacylGliserol yang dihasilkan. Suhu diatas
1000C telah mendekati titik didih n-Butanol (117,73oC). Oleh karena itu, suhu
optimum reaksi ini berada pada kisaran 800C dengan penambahan gliserin
sebanyak 60 ml sehingga menghasilkan kadar DiacylGliserol sebesar 49,44%. 0
HASIL DAN PEMBAHASAN 27
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelarut n-butanol dapat menurunkan
suhu operasi proses gliserolisis dari 2580C menjadi sekitar 800C tanpa
menurunkan konversi yang diperoleh. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini
menggunakan pelarut n-butanol untuk memperbesar kelarutan CPO dalam gliserol
pada suhu rendah. Dengan meningkatnya kelarutan CPO dalam gliserol berarti
jumlah molekul CPO dan gliserol yang bercampur semakin banyak sehingga
kemungkinan terjadi tumbukan yang menghasilkan reaksi semakin banyak.
Gambar. IV.3.2.3. Optimasi suhu gliserolisis dalam pembuatan TriacylGliserol
Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa kadar triacylglyserol
menurun dengan meningkatnya suhu, kemudian akan mengalami kenaikan lagi
jika suhu terus dinaikkan dan reaksi terus bejalan. Hal ini dikarenakan
Triasilgliserol banyak diubah menjadi emulsifier mono dan diasilgliserol, karena
baik monoasilgliserol dan diasilgliserol luas penggunaannya sebagai bahan
pengemulsi. Oleh karena itu triasilgliserol melalui reaksi gliserolisis dengan
gliserol diubah menjadi mono dan diasilgliseol dengan bantuan katalis. Bukti yang
signikan terlihat pada suhu 100oC dengan jumlah penambahan gliserin sebanyak
50 ml dimana saat hasil penelitian tersebut mengalami penurunan kadar
triacylgliserol sebesar 1,38% apabila dibandingkan ketika penelitian dimulai
dengan jumlah penambahan gliserin sebsar 30 dan 40 ml yang hasilnya lebih
tinggi dibandingkan saat penambahan gliserin 50 ml, dan ketika reaksi tersebut
0
HASIL DAN PEMBAHASAN 28
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
tetap berjalan dengan jumlah penambahan gliserin sebanyak 60 dan 70 ml akan
mengalami kenaikan kadar triacylgliserida yang dihasilkan yaitu sebesar 1,92 dan
1,98%.
Gambar. IV.3.2.4. Optimasi suhu gliserolisis dalam pembuatan FFA
Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa kadar FFA semakin tinggi
seiring dengan suhu yang semakin tinggi dan jumlah penambahan gliserin yang
ditambahkan. Namun terlihat jelas pada hasil penelitian tersebut, yang cukup
signifikan mengalami kenaikan terbesar terjadi pada suhu operasi 100oC dengan
jumlah penambahan glycerine 40 ml yaitu menghasilkan kadar FFA sebesar
7,88%. Ketika suhu operasi 100oC dengan jumlah penambahan gliserin 30 ml
sebesar 6,34% dan mengalami kenaikan saat ditambahkan jumlah gliserin sebesar
40 ml dan mengalamai penurunan saat jumlah penambahan gliserin sebesar 50, 60
dan 70 ml. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan kadar FFA bahan baku yaitu
sebesar 3.86 %. Peningkatan kadar asam lemak bebas dari bahan baku (CPO)
menjadi produk M-DAG dikarenakan telah terjadi proses gliserolisis yang
melibatkan proses perpindahan ester asam lemak pada trigliserida dengan gliserol
0
KESIMPULAN DAN SARAN 29
Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil yang didapatkan dari analisis bahan baku CPO (Crude Palm
Oil) antara lain adalah Kadar Monoacylglycerida sekitar 3,15 %, kadar
Diacylglycerida sekitar 4,99 %, Kadar Triacylglycerida 86,72 %, Kadar
FFA 3,86 %, dan Bilangan Iod 12, 60.
Dari kondisi yang dipilih dan telah dijalankan, semua memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap konversi pada proses gliserolisis
minyak sawit yaitu pengaruh suhu dan juga penambahan gliserin. Kondisi
operasi optimum dalam pembuatan Monoacylgliserida dan dyacilglycerida
dicapai pada suhu sekitar 800C dengan jumlah penambahan gliserin
sebesar 60 ml. Selain itu untuk mendapatkan kadar Triacylglyserida dan
FFA yang terbentuk dalam penelitian ini, kondisi terbaik untuk
triacylglyserida pada suhu 100 oC dengan jumlah penambahan 50 ml, dan
FFA pada suhu 100 oC dengan penambahan gliserin 40 ml.
Dengan adanya penambahan pelarut n-Butanol, reaksi dapat
dijalankan pada suhu yang lebih rendah tanpa menurunkan konversi yang
diperoleh.
B. SARAN
Minimalisir penggunaan pelarut n-butanol.
Peralatan untuk sintetsis MDAG (Mono dan Diacylgliserida)
diperbaiki.
Penelitian ini dapat di kembangkan lebih lanjut dengan
DAFTAR PUSTAKA
An, S. G. K. 2008. Prospek Industri Sawit Sebagai Bahan Baku Industri : Tarik
Menarik Antara Pangan dan Energi. Seminar Tahunan MAKSI. Penelitian
dan Pengembangan Untuk Mendukung Agribisnis Kelapa Sawit Nasional
Bogor, 31 Januari 2008. Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia (MAKSI)
dan EAFAST Center IPB
Austin, R. 1996. Montmorilloni tes ( Expanding threeLayer Clays) in clay colloid
chemistry. New York: Interscience Publisher.( 66 - 69 ).
Budijanto, S., N. Andarwulan, D. Herawati. 2001. Kimia dan Teknologi Lipida.
Teori dan Praktek. Teknologi Pangan dan Gizi-IPB
Chin, A.H.G. 1979. Palm Oil Standards In Relation To Marketing and Revening
Behavior Magazine of The Intercorporated Society of Palters. Vol.55 :
414-439
Corma, A. et al, (1997),”Catalysts for the Production fine Chemicals-Production of Food Emulsifiers, Monoglycerides, by Glycerolysis ofa fats Solid base
Catalysts”, Journal of Catalysa vol 173, pp. 315-321
Eckey, S. W. 1995. Vegetable Fat and Oil. Di dalam : Handobook of Food
Agriculture Reinhold Publishing Corporation. New York
Hui, Y. H. 1996. Emulsifier For The Food Industry. Bailey’s Industrial Oil and
Fat Products. Volume 3. Edible Oil and Fat Products: Products and
Application Technology. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Id.wikipedia.org
Kaewthong W. et al, (2005), “Continuous Production of Monoacylglycerols by Glycerolysis of Palm Olein with Immobilized Lipase”, Journal of Process Biochemistry, Elsevier, vol 40 pp. 1525-1530.
Ketaren, S. , 2005. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta :
Universitas Indonesia, Jakarta: 1986, { 17 - 260 ).
Kimmel T. et al, (2004), “Kinetic Investigation of The Base-Catalyzed
Glyserolysis of Fatty Acid Methyl Ester”, Genehmigte Dissertation,
Lindsay, R. C. 1985. Food Adictives. Di dalam : Fenomena O. R., editor. Food
Chemistry. Marcel Dekker, Inc. New York
Noureddini H. et. al, (2004), “A Continuous Process For The Glycerolysis of
Soybean Oil”, Journal of American Oil Chemistry Society, vol 81 no 2 pp.
203-207
Mangoensoekarjo, S. 2003. Managemen Agrobisnis Kelapa Sawit Gajah Mada
University Press. Yogyakarta
Maulida, D. 2007. Kebijakan Ekspor Impor Untuk Mendukung Pengembangan
Industri Minyak Kelapa Sawit. Seminar Nasional Teknologi Industri Kelapa
Sawit. Gelar Teknologi Industri Kelapa Sawit (Dari Hulu Hingga Hilir)
Jakarta 18-19 Juli 2007. Badan Pengkahian dan Penerapan Teknologi
(BPPT)
O’Brien, R.D. 1998. Fats and Oils: Formulating and Processing for Applications.
Technomic, Publishing Co., Inc., Lancaster-Basel, p.122-127
Wachyudi, B. 2007. Strategi Pengembangan Industri turunan Kelapa Sawit.
Seminar Nasional Teknologi Industri Kelapa Sawit. Gelar Teknologi
Industri Kelapa Sawit (Dari Hulu Hingga Hilir) Jakarta 18-19 Juli 2007.