• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PARADIGMA PROFETIK DALAM ILMU HUKUM: Kritik Terhadap Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu Hukum Non-Sistematik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SKRIPSI PARADIGMA PROFETIK DALAM ILMU HUKUM: Kritik Terhadap Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu Hukum Non-Sistematik."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PARADIGMA PROFETIK DALAM ILMU HUKUM:

Kritik Terhadap Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu Hukum Non-sistematik

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :

SAEPUL ROCHMAN NIM: C. 100 040 219

FAKULTAS HUKUM

(2)
(3)
(4)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Saepul Rochman

NIM : C.100 040 219

Alamat : Panyaweuyan, Ds. Sukamulya, Kec. Pangatikan, Kab. Garut.

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah orisinal dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik Strata 1 baik di Universitas Muhammadiyah Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.

2. Bahwa benar skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dibawah arahan pembimbing I a/n Kelik Wardiono., SH., M. Hum., Cdr dan pembimbing II a/n. Prof. Dr. Absori., SH., M., Hum.

3. Bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya, pendapat yang telah ditulis, dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari dibuktikan bahwa skripsi ini disusun dengan tindakan plagiarisme, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pembatalan gelar akademik yang telah saya peroleh, serta sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Surakarta, 30 Juli 2014 Yang membuat pernyataan,

(5)

MOTTO

“Ketika Kanjeng Nabi Musa a.s menemui Tuanku Maha Guru Khidlir a.s, ditanyalah beliau oleh Tuanku dalam Qs.XVIII: 68; “Kanjeng nabi Musa! bagaimana engkau sanggup sabar dengan kabar apa yang belum tergariskan dalam hatimu? (Wa kayfa tashbir ’ala ma tuhith bihi khubra?)”. Demikianlah, dapat dimaknai bahwa hikmah hanya dilimpahkan bagi seseorang yang siap sabar dalam memperolehnya”.

“Dulu saya mengira bahwa pemahaman yang mendalam dalam agama yang mampu membuat saya semakin beriman. Namun setelah saya mengalami berbagai peristiwa, saya menyadari bahwa pemahaman agama yang hanya sampai pada tingkat ‘kemengertian’ (ya’qil) saja,--- maksud saya kesadaran untuk diri sendiri bahkan hampir tanpa penjelasan---, yang diamalkan dengan sungguh-sungguh dan menghargai pluralisme agama sebagai bagian dari nilai kebudayaan, lebih penting dari pemahaman yang menyita perhatian dan bahkan menumbuhkan keangkeran-keangkeran”.

(6)

PERSEMBAHAN

Tulisan sederhana saya adalah bentuk shalawat kepada Paduka Tuhanku Allah Yang Maha Alim dan Kanjeng Nabi Muhammad Yang Amin, juga kepada Keluarga besar Mamahaji Asep Munir, Hj. Noch dan KH. Yusuf Taudjiri mudah-mudahan berada dalam keberkatan silih asah, silih asih, silih asuh.

Kepada Ramanda M. Nur Rochman dan Ibunda Maspupah, adinda Siti Sarah dan Salma Munawarah, Mudahan-mudahan mendapatkan menantu dan kakak ipar yang menyayangi kalian semua dan rakandamu ini.

Apresiasi saya yang tidak berlebihan kepada Mursyid II saya, Kelik Wardiono., SH., M. Hum, mudah-mudahan segera menjadi Doktor, dan paling tidak dekan. Juga Mursyid I saya, Prof. Absori., SH., M. Hum mudah-mudahan dimudahkan untuk menjadi Rektor di Universitas ini maupun yang lainnya. Kepada sdr/i-ku di Pelajar Islam Indonesia (PII): Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI); Muh. Harzan, Mardan, Edy, Dhika, Isra, Ahsan dan Ilham, Alumni serta Pengurus Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH-UMS): Mas Aam, Mas Ditta, Mas Michael, Najib Huwell dan Mas Bean, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM-FH) UMS dan RECHTA Mahupala yang tidak dapat disebutkan satu persatu mudah-mudahan selalu rukun dan bersatu untuk menciptakan kemandirian.

Kepada pasangan batinku yang sekarang masin di alam batin, mudah-mudahan segera muncul ke alam dunia ini dengan atau tanpa membaca tulisan-tulisan persembahan ini.

(7)

KATA PENGANTAR

Apa yang dikehendaki Rene Descartes dari Cogito ergo sum? sejauh apa yang dapat saya pahami dalam pandangan Descartes, berpikir sebagai subjek, tentang objek tertentu, misalnya kura-kura, kucing, burung dan manusia, kita kenali kelemahan dan keunggulannya, maka kita temukan bahwa tidak ada yang sekuat manusia, paling tidak manusia tidak seperti kura-kura di akuarium dan manusia dapat memberi makan atau membiarkan hewan-hewan ini kelaparan, disanalah manusia "ada" karena kekuasaannya terhadap alam.

Pandangan ini lekas dikritik oleh Immanuel Kant dan terakhir oleh Jacques Derrida yang dalam Ilmu Hukum Nonsistematik menjadi “keraguan untuk ketidakpastian”. Istilah ketidakpastian ini selanjutnya dihubungkan dengan Chaos Theory dalam ilmu hukum Charles Sampford. Ilmu hukum Nonsistematik sebagai suatu wacana hukum yang menggeliat di tengah hegemoni Paradigma Cartesian-Newtonian dan Positivisme hukum khususnya, telah menentukan dan pada batas tertentu mencairkan asumsi-asumsi dasarnya mengenai dualisme subjek-objek, pandangan tentang homo-asymethricus yang diadopsi dari Ary Ginanjar dan Dannah Zohar, mendelegitimasi on-off logic untuk memaknai hukum sekaligus memajukan dekonstruksi dan memperlihatkan bahwa putusan-putusan hukum pada dasarnya diambil berdasarkan penundaan (differance) yang transgresif.

Meskipun demikian, terdapat banyak hal yang masih perlu didiskusikan baik dalam aspek asumsi dasar ontologi, pandangan tentang manusia, epistemologi dan aksiologi. Untuk mendiskusikan hal ini saya mengeksplorasi pandangan Heddy Shri Ahimsa, Kuntowijoyo, termasuk di dalamnya sumber otoritatif lainnya yang sekiranya mampu memperjelas pembahasan sebagai pilihan alternatifnya. Setelah terkonstruksi sebagai bangunan teoritis yang cukup kuat, paradigma profetik tersebut digunakan untuk mengkritik asumsi-asumsi dasar ilmu hukum nonsistematik.

(8)

bahwa Ilmu Hukum Nonsistematik tidak dengan sendirinya keluar dari Hegemoni Cartesian, terutama tentang “keraguan” (bahkan pada suatu titik retakan-retakan metahistoris ini masih terbawa sebagai kenang-kenangan dalam tubuh dekonstruksi Derrida). Dengan demikian, kritik Anthon F. Susanto terhadao hegemoni Cartesian-newtonian ini, minus keraguan. Selain itu masih banyak lagi persoalan yang kemudian timbul sebagai implikasi lebih lanjut.

Tulisan saya tentang paradigma profetik dalam ilmu hukum ini, merupakan temuan yang justru diletakan dalam urutan paling pokok, dibandingkan dengan kritik terhadap asumsi-asumsi dasar ilmu hukum nonsistematik, yang disusun berdasarkan suatu pergulatan batin yang terus-menerus baik suka-duka maupun kondisi berada dalam kesalahan dan kebenaran serta beridiri diantara keduanya, selain secara pribadi juga adanya kehendak untuk mengembalikan tradisi ilmu pengetahuan ke asalnya, kepada pencipta pengetahuan itu sendiri. Meskipun tulisan ini telah mencapai wujud minimalnya, kegelisahan dan pencarian yang tak memiliki muaranya masih terus terjadi, karena sederhana saja, setelah mengeksplorasi paradigma profetik, semakin terasa bahwa banyak hal yang belum terkuak dan mampu saya ungkapkan melalui proses pemikiran, demikian juga untuk mengamalkannya terasa masih jauh panggang dari api.

Dalam hal ini saya mengakui, bahwa ada kalanya untuk menghidupkan obor penerang di rumah kita, menunda dalam berpikir, hingga masa yang tepat untuk memulainya lagi merupakan simfoni tersendiri dalam kehidupan. Jeda adalah makna. Akhirnya saya percaya setiap upaya yang dilakukan dengan keseriusan dan ketulusan tanpa berpikir imbalan apa yang diharapkan akan menjadi setetes kesejukan di alam abadi.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR RAGAAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

ABSTRAKSI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

1. BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Pembatasan Masalah ... 19

1.3. Rumusan Masalah ... 20

1.4. Tujuan Penelitian ... 20

1.5. Manfaat Penelitian ... 21

1.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 21

1.7. Metode Penelitian ... 27

1.7.1. Metode Pendekatan ... 27

1.7.2. Sumber dan Jenis Data ... 27

1.7.3. Metode Pengumpulan Data ... 31

1.7.4. Analisis Data ... 31

1.8. Sistematika Penulisan ... 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 35

2. Tinjauan Umum Tentang Paradigma Dan Basis Epistemologi ... 35

2.1. Pengertian Paradigma ... 35

2.2. Basis Epistemologi ... 53

3. Tinjauan Umum Tentang Mazhab-Mazhab Hukum ... 67

3.1. Mazhab Hukum Kodrat ... 79

3.2. Mazhab Hukum Positivistik ... 112

3.3. Mazhab Hukum Utilitarianisme ... 144

3.4. Mazhab Sejarah ... 154

3.5. Mazhab Sociological Jurisprudence ... 162

3.6. Mazhab Realisme Hukum ... 172

3.7. Mazhab Posmodernisme Hukum ... 185

4. Tinjauan Umum Tentang Perkembangan Hukum ... 216

4.1. Pandangan Tentang Hukum Modern ... 216

4.2. Teori Chaos Dalam Sains ... 224

(10)

5. Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu Hukum Nonsistematik ... 236

5.1. Asumsi Ontologis ... 241

5.2. Asumsi Tentang Manusia ... 258

5.3. Asumsi Epistemologi ... 289

5.3.1. Consilience ... 291

5.3.2. Dekonstruksi ... 295

5.3.3. Ketidakteraturan Hukum ... 305

5.4. Asumsi Aksiologis ... 320

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 337

6. Paradigma Profetik ... 337

6.1. Asumsi Ontologis ... 345

6.2. Asumsi Tentang Manusia ... 371

6.3. Asumsi Epistemologis ... 413

6.4. Asumsi Aksiologis ... 444

BAB V PEMBAHASAN ... 467

7. Kritik Terhadap Asumsi-Asumsi Dasar Ilmu Hukum Nonsistematik ... 467

7.1. Kritik Terhadap Asumsi Ontologis ... 470

7.2. Kritik Terhadap Asumsi Tentang Manusia ... 478

7.3. Kritik Terhadap Asumsi Epistemologis ... 495

7.4. Kritik Terhadap Asumsi Aksiologis ... 542

8. BAB IV. PENUTUP ... 563

(11)

DAFTAR RAGAAN

Ragaan 1 Kerangka Pemikiran Skripsi Hal. 22

Ragaan 2 Hakikat Asumsi Ilmu Sosial Burrell Hal. 39 Ragaan 3 Irisan Pembahasan Aliran-Aliran Filsafat Hukum Hal. 77

Ragaan 4 Hukum Alam Thomas Aquinas Hal. 84

Ragaan 5 Hukum Kodrat-Metafisis Immanuel Kant Hal. 98

Ragaan 6 Filsafat Hukum Fichte Hal. 103

Ragaan 7 Pola Penalaran Hukum Kodrat Menurut Shidarta Hal. 109 Ragaan 8 Pola Penalaran Positivisme Hukum Menurut Shidarta Hal. 129 Ragaan 9 Filsafat Hukum Utilitarinisme Individual Bentham Hal. 150 Ragaan 10 Pola Penalaran Utilitarinisme Hukum Menurut

Shidarta

Hal. 151 Ragaan. 11 Pola Penalaran historisme Hukum Menurut Shidarta Hal. 155 Ragaan. 12 Pola Penalaran Sociological Jurisprudence Menurut

Shidarta

Hal. 164 Ragaan 13 Ikhtisar Paradigma Nonsistematik Hal. 239 Ragaan. 14 Relasi Nalar (logos) terhadap Makna Teks dan

Realitas Hukum

Hal. 241 Ragaan. 15 Realitas Hukum Dunia Maya (Cyberspace) Menurut

Anthon F. Susanto

Hal. 249 Ragaan. 16 Relasi Hukum Menurut Anthon F. Susanto Hal. 253 Ragaan. 17 Tipologi Kecerdasan Manusia Non-sistematik

(Homo-Asyimethricus)

Hal. 276 Ragaan. 18 Desain Analisis Ilmu Hukum Nonsisitematik Hal. 293 Ragaan. 19 Hubungan Asimetris Dalam Masyarakat Hal. 314 Ragaan. 20 Relasi Kekuasaan Menurut Anthin F. Susanto Hal. 318 Ragaan. 21 Relasi Gradasi Pancasila menurut Anthon F. Susanto Hal. 328 Ragaan. 22 Musyawarah Menurut Anthon F. Susanto Hal. 330 Ragaan. 23 Makna Keadilan Menurut Anthon F. Susanto Hal. 333 Ragaan. 24 Relasi manusia dan Tuhan Menurut Toshihiko Izutsu Hal. 339 Ragaan. 25 Struktur Integralistik Relasi Semesta Armahedi

Mahzar

Hal. 351 Ragaan. 26 Skema Ilmu-Ilmu Profetik Menurut Kuntowijoyo Hal. 366 Ragaan. 27 Relasi Individu-Kolektif Menurut Kuntowijoyo Hal. 403 Ragaan. 28 Paradigma Perubahan Sosial Menurut Kuntowijoyo Hal. 409 Ragaan. 29 Mitologi Bagi Alam Perenungan terhadap Hukum Hal. 434

Ragaan. 30 Model Legislasi Produk Hukum Hal. 464

Ragaan. 31 Integrasi IQ, EQ dan SQ Melalui Model Tawaf ESQ Hal. 485 Ragaan. 32 Basis Motif dan Integritas Penstudi Hukum

Non-sistematik

Hal. 489 Ragaan. 33 Dekonstruksi Tentang Perlindungan Menurut

Non-sistematik

Hal. 519 Ragaan. 34 Dekonstruksi Nonsistematik Tentang Makna

Pencurian

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel.1 Perbandingan Filsafat Hukum Alam Intuitif Plato dan Rasional Aristoteles

Hal. 81 Tabel. 2 Perbedaan Konsep Kebenaran Antara Peirce dan

James

Hal. 171 Tabel. 3 Perbedaan Teori Marxisme dan Neo-Marxisme Hal. 184 Tabel. 4 Asumsi-Asumsi Dasar Konstruktivisme Hal. 205 Tabel. 5 Pergeseran Ontologis Dalam Ilmu Hukum Menurut

Anthon F. Susanto Hal. 236

Tabel. 6 Perbandingan Pemikiran Shadra dan Descartes

tentang Jiwa. Hal. 269

Tabel.7 Motif Berpikir Kritis dan Integritas Hal. 283 Tabel. 8 Perbedaan Epistemologi Hukum Positivistik dan

Nonsistematik Hal. 289

Tabel. 9 Pemikiran Jacques Derrida Menurut Anthon F.

Susanto Hal. 295

Tabel. 10 Gagasan Utama Teori Chaos Charles Sampford

Menurut Anthon F. Susanto Hal. 313

Tabel. 11 Pergeseran Paradigma Maqasid klasik Menuju

Kontemporer Hal. 378

Tabel 12 Reorientasi Ideologis Pancasila Menurut Kuntowijoyo Hal. 458 Tabel. 13 Perbedaan Paradigma Non-sistematik dan Profetik Hal. 467 Tabel.14 Perbandingan PERMA No. 2 / 2003 dan PERMA No.

1 / 2008.

(13)

ABSTRAKSI

Menilik dinamika perkembangan sains, terutama adanya penjungkirbalikan paradigma sains modern yang didukung oleh Welthanchauung Cartesian-Newtonian, sedikit banyak telah mengekspansi batas-batas pengetahuan lainnya, tak terkecuali mengukuhkan dominasi filsafat hukum positivistik. Seolah bangkit dari hegemoni dan menggeliat dari retakan-retakan bangunan hukum positivistik tersebut adalah ilmu hukum non-sistematik yang menggantungkan dukungan kepada teori legal disorder Charles Sampford, dekonstruksi Derrida, Consilience Edward.O Wilson, Gerak-Transsubstansial Mulla Shadra, Ian G. Barbour, Huston Smith, Ary Ginanjar serta Danah Zohar dan Ian Marshal. Pokok-pokok pemikiran ilmuwan-ilmuwan ini dihimpun oleh Anthon F. Susanto selain membentuk bangunan keilmuan, dan relatif meninggalkan pandangan sebelumnya. Juga telah menghasilkan fondasi baru atau asumsi-asumsi dasar mulai dari ontologinya yang melenyapkan dualisme, mengintroduksikan “manusia non-sistematik” ( homo-asyimethricus) hingga mendekonstruksi keadilan yang semula terbatas dan formalistik menjadi intersubjektif. Pandangan ini merupakan hasil dari proses pencarian yang sama sekali baru dalam domain ilmu hukum serta menunjukan semangat bahwa hukum harus berubah dan mulai melirik posmodernisme sebagai pemasok kontemplasi ilmuwan hukum. Di lain pihak, muncul juga gelombang posmodernisme selanjutnya yang diprakarsai intelegensia muslim. Meskipun gerakan ini sempat diragukan, lebih kepada keramahan posmodernisme pada ilmu-ilmu Islam yang berbasis ilmu kenabian. Tetapi berbeda dengan para ilmuwan muslim lainnya yang menilai posmodernisme mendukung pada nihilisme baik agama dan ilmu pengetahuan, posmodernisme diartikan Kuntowijoyo sebagai sebuah peluang reintegrasi ilmu dan wahyu yang disebutnya pengilmuan islam atau paradigma profetik. Wacana ini semakin berkembang dan membentuk blok-historis baru. Paradigma profetik mengafirmasi integralisme, mengajak kita berkenalan dengan spesies; “manusia profetik” (homo-propheticus) dan lebih dari itu suatu alternatif dalam memandang fondasi hukum.

(14)

ABSTRACT

On the view of science development, primarily a shifting paradigm in a modern age with the support from Cartesian-Newtonian’s Worldview. That the border of other knowledges are expansive by those paradigm, and also strengthened legal positivism domination. Like a rise from hegemony and twist from the cracks of legal-positivism scaffolding, non-sistematics law science that put out Legal Disorder Theory from Charles Sampford, Derrida’s Deconstruction, E.O Wilson’s Consilience, Transsubstantial Motion of Mulla Shadra, Ian G. Barbour, Ary Ginanjar, Danah Zohar and Ian Marshal. The fundamental view of them, formulated by Anthon F. Susanto as a legal-science construction, relatively stand down an older views. Non-sistematics perspective have brought out a new basic assumptions, ontologically it’s removed dualism of philosophy, introduced a homo-asymetrichus in human nature’s view, even to deconstruction the meaning of justice from limited and formalistics become intersubjective. This view is a new resultance in legal-science domain, a will that fundamental philosophy of law must change, begin with post-modernism as a contemplatif supply for legal-intellectual desire. In the other side, appeared a next wave of post-modernism initiated by islamic intelegentia. Although this wave doubted with other moslem, because hospitality of postmodernism to greet islamology or a paradigm based on prophetics tradition. But Kuntowijoyo had an optimistics perspective to postmodernism, different with any other muslim thinker who critisize that postmodernism tends to nihilism. Kuntowijoyo define postmodernism as a chance to reintegrate science and revelation a clear saintification of Islam or prophetic paradigm. Thus Discourse emerging and composes a new historic-bloc. Prophetic paradigm afirmed integralism as an basic ontological assumption, reconcile with a new species of human being; homo-propheticus and in excess of them an alternative to observe legal philosophy.

Referensi

Dokumen terkait