BAB IV
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
4.1.Gambaran Umum Kota Surakarta
Kota Surakarta atau yang sering di sebut dengan Kota Solo merupakan salah satu
kota besar di Jawa Tengah setelah Kota Semarang. Kota Surakarta terletak di perlintasan
utama jalur Jawa Tengah menuju Jawa Timur. Kota Surakarta adalah kota penyangga
kehidupan sosial ekonomi masyarakat dari beberapa daerah seperti Boyolali,
Karanganyar, Klaten, Wonogiri dan Sukoharjo serta Sragen. Kota Surakarta memiliki
luas 44 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 504.421 jiwa dengan kepadatan
penduduk 13.636 per kilometer persegi.
Pada masa kolonial, pemerintah Kota Surakarta terbagi ke dalam wilayah
kekuasaan yakni Kasunanan dan Mangkunegaran. Keberadaan rel kereta api yang
membelah kota sepanjang Poerwosari Weg (sekarang jalan Slamet Riyadi) menjadi
semacam “batas psikologis” dua kekuasaan tradisional tersebut. Mulai tahun 1927 Kota
Surakarta dibagi menjadi 2 daerah kekuasaan yakni Kawedanan Distrik Kota Surakarta
dan Kawedanan Distrik Kota Mangkunegaran.
Pembagian wilayah dalam suatu kota tersebut menggambarkan adanya dua
penguasa tradisional dibawah koordinasi seorang residen yang merupakan representasi
pemerintah kolonial India Belanda. Hal itu tercermin pada tata letak Keraton Kasunanan
dan Pura Mangkunegaran yang berada diantara kdiaman residen / gubernur, dalam jarak
yang tidak berjauhan, begitu pula halnya dengan keberadaan Kepatihan yang
menjalankan pemerintahan sehari – hari. Pembagian wilayah kekuasaan dalam satu
kota,telah membuat tata kota Surakarta memiliki dua corak. Corak tradisional terletak di
terletak di belahan utara rel kereta api (utamanya yang termasuk dalam onder distrik
Banjarsari, Kawedanan kota Mangkunegaran).
Tata letak bangunan kota Surakarta masa lampau terpusat pada Keraton sebagai
pusat kekuasaan (kuthagara), kota dan sekitarnya disebut sebagai Negara gung dan luar wilayah kota sebagai manca negara. Kompleks keraton disebut baluwarti (dalam bahasa Portugis, baluwarte mempunyai arti benteng).Di dalam baluwarti terdapat Keraton dan tempat tinggal para kerabat dan pembantu Raja (sentana dalem dan abdi dalem). Tata ruang dan tata letak pemukiman di kawasan Mangkunegaran lebih bercorak kota Eropa
dan lebih banyak disesuaikan bagi kepentingan militer. Tata ruang wilayah
Mangkunegaran memisahkan wilayah hunian, rekreasi, pelayanan publik, komersial, dan
ruang terbuka hijau.
Dilihat dari aspek lalu lintas perhubungan di Pulau Jawa, posisi Kota Surakarta
tersebut berada pada jalur strategis yaitu pertemuan atau simpul yang menghubungkan
Semarang dengan Yogyakarta (Joglosemar), dan jalur Surabaya dengan Yogyakarta.
Dengan posisi yang strategis ini maka tidak heran kota Surakarta menjadi pusat bisnis
yang penting bagi daerah kabupaten di sekitarnya.
Jika dilihat dari batas kewilayahan, Kota Surakarta dikelilingi oleh 3
kabupaten.Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Karanganyar dan Boyolali,
sebelah timur dibatasi dengan kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar, sebelah selatan
berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo, dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten
Sukoharjo dan Karanganyar. Sementara itu secara administratif, Kota Surakarta terdiri
dari 5 (lima) wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon,
Jebres dan Banjarsari. Dari kelima kecamatan ini, terbagi menjadi 51 kelurahan, 595
Perkembangan Kota Surakarta semakin didukung dengan adanya beberapa
universitas besar yang berada di sejumlah wilayah di Solo. Beberapa universitas
diantaranya Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS), Institut Seni Indonesia (ISI), Unisri, Universitas Tunas Pembangunan,
Universitas Setia Budi, STIKES Muhammadiyah, Universitas Islam Batik dan lainnya.
Kota Surakarta juga terkenal dengan kota yang ramah investasi. Sehingga tidak
mengherankan apabila pembangunan pusat-pusat perbelanjaan dan rekreasi kian
menjamur terutama di kawasan Jl Slamet Riyadi menuju Gladag. Kota Solo memiliki
karakteristik mayarakat yang majemuk, berbagai etnis dari berbagai daerah bermukim di
Solo. Pembauran masyarakat melalui perkawinan sering terjadi antar berbagai warga
masyarakat dari etnis yang berbeda.Keberagaman serta kemajuan kehidupan sosial
masyarakat tidak serta merta terhindar dari dampak negatif. Pembauran budaya yang
terjadi terutama di kalangan remaja seringkali menimbulkan masalah sosial yang sulit
untuk dicegah dan diatasi. Salah satu masalah sosial yang muncul adalah ancaman
mengeai adanya penyebaran virus HIV/AIDS yang mewabah di semua lapisan
masyarakat.
4.2.Penyebaran HIV/AIDS di Surakarta
Kasus penyebaran virus HIV / AIDS di Kota Solo termasuk salah satu kasus
terbesar di Indonesia. Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Surakarta mencatat
angka kematian akibat virus mematikan tersebut sebanyak 249 orang dari 742
penderitanya. (Data LSM Mitra Alam)
Angka kematian ODHA yang mencapai 36 persen tersebut menjadikan perhatian
khusus bagi pemerintah Kota Surakarta. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah
Penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah melalui klinik tes HIV dengan
konseling secara gratis (dikenal dengan sebutan Klinik VCT), perawatan, dan
pengobatan. Termasuk di Kota Solo, kegiatan ini kemudian dilakukan secara masiv di
bawah kepemimpinan Walikota Joko Widodo sejak 2008 lalu.
Namun, di saat yang bersamaan dengan pelaksanaan program tersebut, insiden
penularan HIV terus menerus terjadi, terutama pada priayang tidak memakai kondom
jika melakukan hubungan seksual dengan para penjaja seks komersial (PSK). Hubungan
dengan sesama jenis yang kini marak tejadi juga menjadi pemicu munculnya penyebaran
HIV. Celakanya, pendekatan terhadap komunitas penyuka sesama jenis ini cenderung
tertutup sehingga sulit untuk dilakukan pengawasan.
Penyebaran virus ini dapat terjadi karena tidak adanya pemakaian kondom jika melakukan hubungan sexual dengan PSK, hubungan sesama jenis juga menjadi pemicu, dan juga karena pengonsumsian narkoba dengan cara suntik terutama pada para IDU yang menggunakan jarum suntik bergantian tanpa penyucihamaan secara tepat.1
Berdasarkan data yang dihimpun dari pengurus KPA Surakarta. KPA telah
menerjunkan petugas sukarelawan di setiap RW untuk melakukan sosialisasi mengenai
bahaya HIV/AIDS serta melakukan pemetaan temuan penderita di wilayahnya
masing-masing.
Salah satu kasus yang mencengangkan mengenai HIV di Surakarta adalah adanya
penularan HIV yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga. Hal ini sekaligus menjadi
bukti bahwa para suami seringkali melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan
berganti pasangan baik di dalam maupun di luar pernikahan.
Hingga 2014, tercatat ada 269 kasus HIV/ AIDS baru kembali ditemukan di Kota
Surakarta. Hingga Mei tahun ini, ditemukan 21 kasus baru. Dari total penderita tersebut,
jumlah penderita laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang seimbang.
Pemerintah Kota Surakarta, pada 2008 lalu telah menerbitkan Peraturan Walikota
Surakarta No 4-A Tahun 2008 mengenai Penanggulangan HIV dan AIDS. Saatperaturan
walikota (Perwali) itu disahkan, kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Solo
dilaporkan tahun 2008, tercatat ada 107 kasus penyakit HIV/AIDS. (Data LSM )
Berbagai upaya yang bersifat regulatif yang dilakukan oleh Pemkot Solo,
tampaknya belum membuahkan hasil yang maksimal karena terbukti belum mampu
memutus mata rantai penularan HIV/AIDS yang masih saja terus terjadi. Salah satu
upaya yang perlu dilakukan adalah melakukan pendekatan berbasis komunitas dengan
menggandeng lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang menaruh perhatian terhadap
mewabahnya virus HIV/AIDS.
Masalah yang menjadi focus kami adalah mewabahnya virus HIV/AIDS. Seperti yang kita ketahui pada waktu itu upaya yang dilakukan Pemkot dalam memutus mata rantai penularan HIV/AIDS belum membuahkan hasil maksimal.Keikutsertaan kami adalah untuk membangun kerjasama yang baik agar bisa mewujudkan tujuan pemerintah.2
Sejak 2008, pergerakan komunitas pemerhati HIV/ AIDS di Solo kian masiv.
Berbagai acara mulai dari sosialisasi bahaya HIV/AIDS hingga penggalangan dana untuk
memberdayakan para ODHA dilakukan secara rutin hingga ke kelas apartur wilayah
paling bawah yakni tingkat RT. Dukungan pemerintah kota Surakarta terkait hal ini
sudah mulai terlihat dengan diselenggarakannya berbagai acara untuk mensosialisasikan
mewabahnya HIV/AIDS di Surakarta. Seluruh lapisan masyarakat digandeng, mulai dari
LSM, sekolah menengah hingga mahasiswa dan kalangan profesional digerakkan untuk
melakukan upaya memutuskan mata rantai HIV/AIDS.
Gerakan pemerintah kota Surakarta dalam penanggulangan HIV/AIDS disambut
baik oleh semua pihak termasuk salah satunya lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang
ada di Kota Surakarta. Berbagai LSM kemudian muncul seiring dengan pelaksanaan
program penanggulangan HIV/AIDS oleh pemkot Surakarta melalui berbagai peraturan
daerah dan Perwali.
Salah satu LSM yang aktif melakukan pendampingan terhadap ODHA adalah
LSM Mitra Alam yang sejak dekade lalu telah melakukan kegiatan sosial untuk
pencegahan wabah HIV/AIDS di wilayah eks karesidenan Surakarta (Solo. Boyolali,
Klaten, Karanganyar, Sragen, Sukoharjo, Wonogiri).
Keberadaan LSM Mitra Alam merupakan wujud dari keprihatinan sekelompok
masyarakat mengenai mewabahnya virus HIV/AIDS yang diakibatkan oleh berbagi hal
seperti penggunaan jarum suntik dalam penyalahgunaan narkoba, hubungan seksual
dengan berganti pasangan dan sebagainya.
LSM Mitra Alam terbentuk karena wujud keprihatinan sekelompok masyarakat terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat.Salah satu masalah yang serius itu adalah mewabahnya virus HIV/AIDS di Kota Solo khususnya.3
4.3.Gambaran Umum LSM Mitra Alam
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra Alam merupakan lembaga non
profit yang berdiri sejak tahun 2008 tepatnya pada tanggal 8 Juli 2008. LSM tersebut
memiliki perhatian khusus terhadap penanganan penyalah gunaan narkotika serta
penanggulangan HIV/AIDS yang memiliki wilayah pelayanan di Surakarta, Batang,
Salatiga, Temanggung, Banyumas, Cilacap, Tegal dan beberapa kota lainnya.
Sebenarnya, LSM tersebut sudah mulai aktif berkegiatan pada 1998 lalu. Namun,
untuk meningkatkan pelayanan serta mengedepankan akuntabilitas, profesionalitas serta
transparansi, LSM tersebut secara resmi tercatat berbadan hukum melalui akta notaris
pada 8 Juli 2008.
Program Harm Reduction untuk penanggulangan HIV/AIDS yang dilakukan oleh
LSM Mitra Alam terbagi ke dalam 5 strategi kegiatan, yaitu; (1) strategi persiapan dan
penguatan kapasitas lembaga; (2) strategi membuka akses PENASUN (Pecandu Narkoba
Suntik) di komunitas; (3) strategi meningkatkan pengetahuan dan kepedulian PENASUN
terhadap HIV dan AIDS; ; (4) strategi menawarkan kepada PENASUN untuk melakukan
penilaian resiko pribadi dan penilaian resiko kelompok serta memberikan alternatif
pengurangan resiko; dan (5) strategi melibatkan pengguna narkoba suntik dalam upaya
advokasi pencegahan.
LSM Mitra Alam menaruh perhatian pada kegiatan pengembangan masyarakat
yang berorientasi pada pelayanan terhadap masyarakat rentan tanpa profit. LSM tersebut
lebih banyak melakukan proses-proses pendampingan bagi para warga masyarakat yang
sudah mengalami masalah sosial akibat terjerumus dalam ketergantungan obat terlarang
serta menderita HIV.AIDS atau ODHA. Dalam strateginya, LSM ini melakukan berbagai
cara pendekatan baik secara interpersonal, organisasi maupun kelompok dengan
mengedepankan komunikasi yang bisa diterima oleh semua golongan masyarakat.
Seperti pada wawancara berikut ini :
Komunikasi menjadi dasar paling utama dalam melakukan setiap kegiatan, karena dengan komunikasi baik interpersonal, kelompok maupun organisasi kita dapat secara langsung mempengaruhi, mendidik, dan menginformasikan suatu gagasan kita kepada masyarakat.4
LSM Mitra Alam sendiri bergerak di berbagai bidang kegiatan yaitu bidang
pertanian dan lingkungan, bidang penanggulangan bencana serta bidang kesehatan
masyarakat (Kesmas). Dalam menjalankan tiga bidang tersebut, Mitra Alam
melakukannya secara bersinergi diantara ketiga bidang dan menjalin kemitraan dengan
berbagai kalangan baik pemerintah maupun korporasi swasta. Namun demikian LSM ini
lebih mengutamakan keterlibatan masyarakat sebagai bagian dari lingkungan yang
seringkali memiliki konflik sosial dengan para penyandang status victim baik narkoba
maupun HIV/AIDS.
Hingga kini, ratusan penderita HIV/AIDS dan para pecandu narkotika telah
didampingi oleh para aktivis Mitra Alam. Mereka aktif melakukan kegiatan sosial yang
berfungsi untuk merehabilitasi mental bagi para binaannya yang mengalami masalah
sosial akibat terjangkit virus HIV/AIDS maupun ketergantungan terhadap narkotika.
4.4.1.Visi, Misi dan Tujuan Berdirinya LSM Mitra Alam a. Visi
Terwujudnya kelembagaan yang mandiri dengan mengembangkan
prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, dan sustainabilitas dalam pelayanan dan
pendampingan kepada masyarakat rentan.
b. Misi
1.Membangun keswadayaan masyarakat rentan dengan meningkatkan
sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan.
2. Pelibatan kelompok-kelompok masyarakat secara aktif dan partisipatif
dalam proses analisis, perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring dan
evaluasi program.
3. Menjalin kemitraan dan membangun jaringan kerja dengan pihak-pihak
lain dalam mengembangkan layanan program kepada masyarakat rentan
Melakukan proses pendampingan dalam upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat rentan baik di perkotaan maupun di pedesaan melalui berbagai
aktivitas keswadayaan.
4.4.2.Struktur Organisasi LSM Mitra Alam Bagan
[image:9.595.101.505.197.652.2]Struktur Organisasi LSM Mitra Alam Surakarta
Gambar 4.1
Struktur Organisasi LSM Mitra Alam
Susunan Kepengurusan
1) Dewan Pengawas : Aloysius Eka Wardaya, SP
2) Dewan Pembina : Idi Bantara, MSc
3) Dewan Pengurus :
Ketua Badan Pengurus : Yunus Prasetyo, SP
Sekretaris : Ir. Taholi Laia
Bendahara : Widi Nugroho, SE
Badan Pengurus
Direktur
Bag. Adm dan Keu
Koord. Bidang MED Koord. Bidang
Kesehatan Masy Koord. Bidang Lingk.
Dan PRB
4.4.3. Program LSM Mitra Alam
Adapun yang menjadi program dari Lembaga Swadaya Masyarakat Mitra
Alam berdasarkan bidangnya masing-masing adalah:
a. Bidang Pertanian dan Lingkungan
a) Peningkatan SDM Petani melalui Pertanian Organik
b) Pengembangan Ternak Kecil bagi Petani Lahan Kering
c) Pengembangan Hutan Rakyat dan Konservasi Lahan
b. Bidang MED (Microenterprise Development)
- Layanan Pengembangan Usaha Kecil Produktif
c. Bidang Kesehatan Masyarakat
1) Program Harm Reduction untuk Penanggulangan HIV/AIDS pada IDU di
Kota Surakarta dan Kota Salatiga
2) Program Awareness untuk Pencegahan HIV/AIDS
Untuk melaksanakan kegiatan dalam bidang kesehatan tersebut diperlukan
beberapa staf khusus yang menangani diantaranya dapat dijabarkan sebagai
berikut :
a. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Staff Program
1) Direktur Program
Bertanggung jawab secara umum atas bidang yang ditangani mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
keberlanjutan proyek. Secara operasional pimpinan proyek bertanggung
jawab sebagai berikut :
a) Menyusun dan mengembangkan perencanaan kegiatan program
b) Mengembangkan dan mengadakan koordinasi dengan stakeholder
c) Mengadakan kunjungan lapangan untuk kepentingan lapangan
supervisi dan monitoring
d) Mengadakan evaluasi secara internal maupun untuk kepentingan
donor
e) Menyampaikan dan mengirimkan laporan kegiatan dan keuangan ke
Lembaga Donor dan Badan Pengurus
2) Manager Program
Bertanggung jawab membantu Direktur Program atas bidang yang
ditangani mulai dari perencanaan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi
serta keberlanjutan program
Adapun operasional tanggung jawab Manager Program antara lain
:
a) Menyusun dan mengembangkan rencana kegiatan bulanan program
b) Memimpin operasional seluruh kegiatan program
c) Melakukan supervisi pada petugas outreach dan staf program lainnya di kantor maupun di lapangan
d) Menyusun laporan kegiatan program secara periodik kepada lembaga
donor
e) Menjalin dan mengembangkan kerja sama dengan masyarakat sasaran
program
3) Manager Data
Bertanggung jawab membantu Manager Program atas bidang yang
berkaitan dengan dukungan data untuk menyusun analisis perkembangan
program.
a) Mengumpulkan data-data yang diperoleh dari lapangan maupun data
sekunder yang berhubungan dengan implementasi program
b) Melakukan analisis situasi lembaga dengan data-data yang diperoleh
tersebut
c) Melakukan olah data untuk pengembangan program dan melakukan
entry data cakupan Outreach secara Online ke lembaga donor (FHI) d) Melakukan filling data-data dari Petugas Outreach untuk membantu
penyusunan pelaporan Manager Program
4) Manager Kasus
a) Bertanggung jawab penuh terhadap tindak lanjut mendampingi
pengguna narkoba suntik yang status HIV-nya positif dari hasil VCT
yang dilakukan.
b) Case Manager berperan mendampingi ODHA untuk dapat memperoleh layanan SCT dengan statusnya dalam pendampingannya.
c) Case Manager berperan memfasilitasi ODHA dengan merujuk pada penyedia layanan kesehatan yang bekerjasama dalam program ini
d) Dalam tahap awal 1 orang Case Manager akan mengcover 2 drop in center di Kota Salatiga
e) Manager Kasus akan mulai bulan 1 program berjalan
Peran Manager Kasus :
a) Manager Kasus dapat bekerja dengan orang dari berbagai macam latar
belakang
b) Manager Kasus perlu mengetahui dan menerima bahwa setiap orang
c) Konseling bukanlah menekan orang untuk menganut standar tertentu
yang diterima masyarakat
d) Konseling yang efektif mampu memperhatikan tata nilai, sikap, dan
kebudayaan klien
e) Manager Kasus yang baik tidak memaksakan sikap, tata nilai dan
keyakinannya mempengaruhi proses konseling
f) Kesulitan dan konflik yang terjadi antara Manager Kasus – Klien akan
sikap, tata nilai dan keyakinan harus diselesaikan melalui supervisi,
konsultasi dengan Senior Manager Kasus dan jika perlu dirujuk.
5) Konselor
a) Bertanggung jawab penuh dalam proses Voluntary Counseling and Testing (VCT), mulai dari pre test, post test dan penyampaian hasil status HIV peserta Voluntary Counseling and Testing (VCT).
b) Menerima rujukan klien yang akan memeriksakan status HIV-Nya di
drop in center di Kota Surakarta dan kota Salatiga, untuk selanjutnya mendampingi dalam proses tes status HIV-nya dari konseling sebelum
tes, proses dan pengambilan dan penyerahan hasil test yang dilakukan.
6) Staf Keuangan dan Administrasi
Bertanggung jawab atas semua kegiatan administrasi dan
keuangan untuk menunjang keberhasilan program. Adapun operasional
tanggung jawabnya adalah :
a) Melakukan kegiatan kearsipan serta mengumpulkan informasi yang
berhubungan dengan proyeknya
b) Merealisasikan kebutuhan dana sesuai anggaran yang sudah disusun
c) Menyiapkan kelengkapan administrasi pendukung kebutuhan proyek
(alat tulis, meterai)
d) Mencatat pengeluaran dan pemasukan keuangan secara teratur dengan
diketahui Manager Program
e) Menyimpan bukti-bukti transaksi
f) Bersama Manager Program Proyek, menyusun laporan keuangan
sesuai standar lembaga donor dan mengirimkan ke lembaga donor
dengan tepat waktu.
7) Koordinator Petugas Outreach
Bertanggung jawab penuh terhadap koordinasi pelaksanaan
penjangkauan yang dilaksanakan oleh Petugas Outreach (PO).
Operasional tanggung jawab adalah :
a) Melakukan koordinasi dengan PO untuk perencanaan penjangkauan
dan pengaturan jadwal kerja PO
b) Bersama dengan PO melakukan penjangkauan kepada kelompok
dampingan
c) Membantu PO dalam melakukan pelaporan pelaksanaan penjangkauan
kepada Manager Program
d) Membantu PO dalam mengatasi permasalahan teknis di lapangan
8) Petugas Outreach (PO)
Bertanggung jawab penuh dalam penjangkauan sasaran dan
pendampingan kelompok sasaran dan kegiatan program di lapangan.
Adapun tanggung jawab operasionalnya antara lain :
a) Mendampingi kelompok sasaran
b) Melakukan kunjungan lapangan dan observasi sesuai jadwal
d) Sebagai fasilitator dalam setiap kegiatan program
e) Memberikan laporan intervensi pelaksanaan program
f) Menghadiri pertemuan mingguan dan bulanan
9) Janitor (2 orang – bekerja 100%)
a) Membantu aktivitas pelaksanaan progam di drop in center dan kantor b) Mengantar kenyamanan drop in center dan kantor
c) Bertanggung jawab kepada Manager Program
Dalam pelaksanaan Program Pendampingan dan Penjangkauan pada
komunitas pengguna Napsa Suntik, yang paling penting adalah adanya :
a. Kelompok Dampingan (Pengguna Napza Suntik)
Kelompok dampingan adalah pengguna napza suntik menjadi sasaran
utama sedangkan pengguna napza yang lain dan pasangan seks IDU menjadi
sasaran sekunder. Selain itu masyarakat sekitar IDU baik keluarga, orang
kunci dan teman-temannya menjadi sasaran tersier.
b. Petugas Lapangan
Petugas lapangan adalah sebuah tim yang terdiri dari petugas lapangan
dan koordinator penjangkauan. Petugas lapangan dapat mempunyai lattar
belakang mantan IDU atau individu yang mempunyai kemampuan dan
kesediaan untuk masuk dalam komunitas IDU. Sedangkan koordinator
penjangkauan berperan dalam memberikan dukungan dan pemantauan
terhadapa proses penjangkauan dan pendampingan di lapangan sehingga
searah dengan tujuan program yang dikembangkan oleh LSM Mitra Alam,
yaitu memberikan informasi yang benar tentang HIV/AIDS dan memberikan
dukungan terhadap perubahan perilaku di kalangan komunitas pengguna
napza suntik dari perilaku tidak aman menjadi perilaku aman. Seperti hasil
Nahh...dalam kegiatan penjangkauan dan pendampingan itu nanti ada seorang petugas lapangannya yang akan memberikan informasi mengenai pencegahan HIV/AIDS pada komunitas IDU yang bertujuan untuk merubah sikap dan perilaku misalnya dari menyuntik beresiko menjadi tidak beresiko.5
Kriteria khusus menjadi petugas lapangan sih tidak ada, yang pasti mereka yang benar-benar mengerti dan berpengetahuan tentang HIV/AIDS , bahkan disini ada lho mbak petugas lapangan yang lattar belakang mereka adalah mantan IDU.6
Komunikasi interpersonal yang terjadi anatara petugas lapangan
dengan pengguna Napza Suntik bertujuan untuk menciptakan suasana yang
baik dan maksimal. Artinya, setiap individu yang terlibat di dalamnya
membutuhkan komunikasi interpersonal yang baik untuk membina suatu
hubungan yang harmonis dengan para IDU. Komunikasi yang terjalin anatara
petugas lapangan dan pengguna Napza Suntik diawali dengan membangun
komunikasi yang baik, duwujudkan dengan cara melibatkan IDU dan
pasangan seksualnya, keluarga, ataupun teman IDU dalam upaya advokasi
pencegahan HIV/AIDS.
Komunikasi interpersonal dalam Program penjangkauan dan
pendampingan yang dilaksanakan oleh petugas lapangan yaitu sebagai alat
untuk mempengaruhi atau membujuk IDU, dalam meningkatkan pengetahuan
serta sikap yang mendorong perubahan perilaku dalam mengurangi resiko
terinfeksi HIV. Selainitu juga peran komunkasi interpersonal juga membuka
akses pendampingan pada komunitas IDU. Melalui tahap awal diterimanya
petugas lapangan untuk masuk ke dalam komunitas IDU. Secara garis besar,
maka hubungan antara petugas lapangan dengan IDU akanterjalin lebih akrab,
sehingga dapat mempermudah dalam proses penjangkauan dan
pendampingan.
Sedangkan komunikasi kelompok dalam program Penjangkauan dan
Pendampingan dilakukan melalui diskusi. Diskusi kelompok bertujuan untuk
mengembangkan dialog tentang upaya pengurangan resiko penularan
HIV/AIDS di anatara IDU, sehingga bisa terbangun pengetahuan dan
pemahaman yang bbaik diantara mereka. Dengan adanya distribusi informasi
dan pengetahuan diantara IDU, diharapkan muncul sebuah norma yang
mengatur mereka menuju pengguna Napza dan perilaku seks yang lebih
aman. Melalui diskusi diharapkan dapat membangun kesadaran IDU atas
situasi yang mereka alami sehingga mereka mampu mengartikan kebutuhan