• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA TINGKAT IV JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FPBS UPI DALAM MENERJEMAHKAN VERBA ATARU SEBAGAI POLISEMI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KESALAHAN MAHASISWA TINGKAT IV JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FPBS UPI DALAM MENERJEMAHKAN VERBA ATARU SEBAGAI POLISEMI."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………...…..i

SINOPSIS………...ii

KATA PENGANTAR………....vii

DAFTAR ISI………x

DAFTAR TABEL………..…xiv

DAFTAR GAMBAR………..xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………..1

1. 2 Rumusan dan Batasan Masalah……….……….7

1.2.1 Rumusan Masalah……….7

1.2.2 Batasan Masalah………...7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...8

1.3.1 Tujuan Penelitian………...8

1.3.2 Manfaat Penelitian……….8

1.3.2.1 Manfaat Teoretis……...………. .8

1.3.2.2 Manfaat Praktis………...………...9

1.4. Definisi Operasional………..9

1.5. Metode Penelitian……….…...11

1.5.1 Populasi Penelitian……..…………..………...…...11

(2)

1.5.3 Instrumen Penelitian……….…..12

1.5.4 Teknik Pengolahan Data………..….…..12

1.5.4.1 Pengumpulan Data……….…….12

1.5.4.2 Teknik Analisis Data……….…….13

1.6. Sistematika Penulisan………..….….14

BAB II LANDASAN TEORETIS 2.1 Kesalahan Berbahasa……….…15

2.1.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa………..15

2.1.2 Analisis Kesalahan Berbahasa……….17

2.1.3 Tujuan Analisis Kesalahan Berbahasa…...………...18

2.1.4 Metodologi Analisis Kesalahan………19

2.2 Penerjemahan………..20

2.2.1 Hakikat dan Teori Penerjemahan………..20

2.2.2 Ragam Penerjemahan………...22

2.2.3 Proses Penerjemahan………....24

2.2.4 Metode Penerjemahan………..26

2.2.5 Prinsip-prinsip Penerjemahan………...28

2.3 Makna ………30

2.3.1 Pengertian Makna……….30

2.3.2. Jenis-jenis Makna………31

(3)

2.3.2.2 Makna Denotatif dan Makna Konotatif………....32

2.3.2.3 Makna Dasar dan Makna Perluasan……….32

2.3.3 Perubahan Makna dalam Bahasa Jepang………..32

2.4 Verba………..35

2.4.1 Pengertian Verba………...35

2.4.2 Jenis-jenis Verba………...35

2.5 Polisemi………...37

2.6 Penelitian Terdahulu Mengenai Verba Ataru……….39

2.6.1 Satou Norimasa……….39

2.6.2 Asano Tsuruko………..40

2.6.3 Shibata Takeshi……….43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian……….………57

3.2 Populasi dan Sampel………...58

3.3 Instrumen Penelitian………...58

3.3.1 Tes Tertulis………...58

3.3.2 Angket………...60

3.4 Teknik Pengumpulan Data………..61

3.5 Teknik Analisis Data………...61

3.5.1 Analisis Tes Tertulis……….61

3.5.2 Analisis Angket……….64

(4)

3.7 Uji Instrumen………..66

3.7.1 Analisis Butir Soal Tes Tertulis………....66

3.7.2 Analisis Validitas………..71

3.7.3 Analisis Reliabilitas………..72

BAB IV HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Hasil Terjemahan ……….79

4.2 Analisis Data Angket………....114

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan………...123

5.2 Rekomendasi……….125

DAFTAR PUSTAKA………...127

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(5)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang memungkinkan

manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya baik secara lisan maupun

tulisan. Komunikasi akan berlangsung secara efektif apabila para pelaku

komunikasi yang bersangkutan juga menggunakan bahasa secara efektif.

Bahasa yang digunakan secara efektif diwujudkan dalam pemakaian bahasa

yang baik dan benar berdasarkan kaidah yang berlaku, baik pada tatanan

fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik (Tarigan dan

Sulistyaningsih, 1996:329).

Penggunaan bahasa yang baik dan benar bukanlah suatu persoalan

yang mudah. Dalam kehidupan berbahasa, tidak jarang ditemukan kasus

dimana penutur menggunakan kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang tidak

sesuai dengan kaidah berbahasa yang berlaku. Hal semacam ini biasa disebut

dengan istilah kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa tidak hanya terjadi

pada penutur bahasa kedua (B2) yang mempelajarinya sebagai bahasa asing,

tapi juga dapat terjadi pada penutur bahasa pertama (B1). Dalam

(6)

dikarenakan adanya perbedaan struktur bahasa, cara berpikir, dan budaya

antara B1 dan B2.

Salah satu penyebab terjadinya kesalahan berbahasa dalam bahasa

Jepang yaitu dikarenakan banyaknya kosakata yang memiliki kemiripan

makna maupun penggunaannya, misalnya kosakata yang termasuk ke dalam

kategori polisemi. Polisemi merupakan kata yang mengandung makna ganda

atau lebih dari satu. Akibat adanya kegandaan makna tersebut, pembelajar

seringkali merasakan kesulitan dalam memahami, menerjemahkan serta

memilih padanan yang tepat dalam bahasa ibunya. Sutedi (2004:33) dalam

Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang mengatakan bahwa kendala yang muncul

bagi pembelajar umumnya berkisar pada salah penggunaan kata (sinonim)

seperti dalam karangan atau terjemahan, dan terhambatnya komunikasi

dengan penutur asli karena makna pada polisemi tidak dikuasainya.

Minimnya penguasaan dan pemahaman makna suatu kata

berpolisemi, akan membuat pembelajar cenderung menerjemahkan kata

tersebut sesuai dengan makna dasarnya atau sesuai dengan arti yang tertera

di dalam kamus, sehingga menyebabkan ketidakwajaran dalam hasil

terjemahannya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahan seperti ini,

kajian mengenai makna perlu dilakukan.

Kajian mengenai makna dipelajari dalam semantik yang merupakan

(7)

kalimat, pengetahuan mengenai seluk beluk dan pergeseran arti makna.

Makna kata-kata tersebut dapat berubah-ubah tergantung pada maksud dan

kebutuhan si pembicara.

Penyimpangan penggunaan kalimat yang mengakibatkan terjadinya

penyimpangan makna, biasa terjadi dalam kalangan multibahasawan

dikarenakan adanya kontak bahasa dalam diri mereka. Dampak yang muncul

dari proses kontak bahasa yaitu adanya penggunaan bahasa yang dipengaruhi

oleh bahasa lainnya. Pengaruh tersebut merupakan pengaruh negatif yang

menyebabkan adanya penyimpangan berbahasa atau biasa disebut dengan

istilah interferensi.

Penyimpangan berbahasa, atau interferensi dapat terjadi dalam

berbagai cabang linguistik. Biasanya penyimpangan atau kesalahan

berbahasa ini dikarenakan adanya interferensi bahasa ibu. Misalnya saja

pada pembelajaran Honyaku (menerjemahkan), tidak jarang pembelajar

menggunakan atau memaksakan kaidah bahasa ibunya sebagai bahasa

sumber (BSu) ke dalam bahasa asing sebagai bahasa sasaran (BSa) ataupun

sebaliknya.

Sebagai contoh dalam kasus ini yaitu kesalahan dalam penerjemahan

makna verba ataru. Verba ataru merupakan verba yang termasuk ke dalam

(8)

relasi semantik antara suatu kata dengan satuan bahasa lainnya yang berupa

kata, frase, maupun kalimat.

Pengertian polisemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

kata yang mempunyai makna lebih dari satu (KBBI 2008: 1200). Kemudian,

Chaer (1994:301) mengatakan bahwa sebuah kata atau satuan ujaran

dikatakan berpolisemi apabila dalam suatu bunyi (kata) terdapat makna lebih

dari satu. Batasan polisemi yang diungkapkan oleh Chaer dianggap masih

belum cukup, sebab dalam bahasa Jepang kata yang merupakan satu bunyi

dan memiliki makna lebih dari satu banyak sekali jumlahnya. Karena

memiliki bunyi yang sama, terkadang kata-kata tersebut dikategorikan sebagai

polisemi padahal sebenarnya ia merupakan homonim (Sutedi, 2008:145).

Karena itu Kunihiro dalam Sutedi (2008: 145) menyebutkan bahwa istilah

polisemi (tagigo) harus dibedakan dengan istilah homonim (do-on-igigo)

karena keduanya merujuk pada makna ganda. Selanjutnya, Kunihiro

memberikan batasan yang jelas mengenai kedua istilah tersebut yaitu:

polisemi ( tagigo) merupakan kata yang memiliki makna lebih dari satu, dan

setiap makna tersebut ada pertautannya, sedangkan yang dimaksud dengan

homonim (do-on-igigo) adalah beberapa kata yang bunyinya sama, tetapi

maknanya berbeda dan diantara makna tersebut sama sekali tidak ada

(9)

Verba ataru merupakan salah satu verba yang sering dipakai dalam

kegiatan berbahasa sehari-hari. Kata tersebut juga sering muncul dalam

berbagai buku teks pelajaran maupun bahan ajar, akan tetapi sayangnya tidak

disertai dengan penjelasan yang cukup mengenai makna yang terkandung di

dalamnya, sehingga menimbulkan kebingungan dalam penerjemahannya dan

dapat menyebabkan adanya kecenderungan kesalahan penerimaan informasi.

Dalam bahasa Indonesia, makna dari verba ataru biasanya dipadankan

dengan kata kena atau tepat. Oleh karena itu, ketika pembelajar menemukan

kalimat yang memiliki verba ataru sebagai predikatnya, maka secara otomatis

pembelajar akan menerjemahkannya sebagai kena atau tepat.

Perhatikan contoh berikut:

(1) ボールに当たる。 Matsuura, 1994:41

Bōru ni ataru.

(Kena bola.)

(2) 彼 予想が当たった。 Matsuura, 1994:41

Kare no yosou ga atatta.

(Perkiraannya tepat.)

Melihat kedua contoh di atas, pembelajar tidak akan kesulitan dalam

memahami makna verba ataru. Akan tetapi, dalam penerjemahannya verba

ataru tidak selamanya dapat dipadankan dengan padanan bahasa Indonesia

yang telah disebutkan di atas.

(3) 一ドル 百五十円に当たる。 Matsuura, 1994:41

(10)

(4) 風が当たる。 Matsuura, 1994:41

Kaze ga ataru

(5) 困難に当たる。(Matsuura, 1994:41)

Konnan ni ataru.

(6) 河豚に当たる。(Matsuura, 1994:41)

Fugu ni ataru.

Dari keempat contoh di atas (no 3-6), kata ataru tidak bisa langsung

dipadankan dengan kata kena atau tepat. Pada contoh kalimat no (3), jika

diterjemahkan secara leksikal maka artinya menjadi satu dolar tepatnya

seratus lima puluh yen akan tetapi satu dolar sama dengan seratus lima puluh

yen. Begitu pun pada contoh kalimat no (4), secara leksikal artinya menjadi

angin kena, sangat janggal karena terjemahan sebenarnya adalah angin

bertiup. Kemudian contoh pada no (5), secara leksikal berarti terkena

kesulitan, padahal arti yang sebenarnya adalah menghadapi kesulitan. Contoh

no (6) pun tidak diterjemahkan terkena ikan fugu, tetapi keracunan ikan fugu.

Adanya berbagai macam makna yang dimiliki verba ini menyebabkan

sering terjadinya kesalahan penerimaan informasi. Berdasarkan alasan inilah,

penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Analisis Kesalahan

(11)

1.2. Rumusan dan Batasan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan

di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana tingkat kesalahan mahasiswa tingkat IV dalam

penerjemahan verba ataru?

b. Kesalahan apakah yang dilakukan mahasiswa dalam

menerjemahkan verba ataru?

c. Faktor apakah yang berpotensi menyebabkan kesalahan tersebut

terjadi?

d. Solusi apakah yang tepat untuk mengatasi faktor penyebab

kesalahan tersebut?

1.2.2 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka

penulis membatasi masalah yang akan diteliti hanya seputar kesalahan

penerjemahan makna kalimat-kalimat berverba ataru yang dilakukan

oleh mahasiswa FPBS UPI tingkat IV tahun akademik 2012/2013 serta

pencarian solusi yang tepat untuk mengatasi kesalahan-kesalahan

(12)

atau perubahan makna dan kewajaran berbahasa dalam teks bahasa

sasaran (BSa).

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan yang dikemukakan pada rumusan

masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tingkat kesalahan mahasiswa dalam

menerjemahkan verba ataru.

b. Untuk mengetahui kesalahan apa sajakah yang dilakukan mahasiswa

dalam menerjemahkan verba ataru.

c. Untuk mengetahui faktor apa sajakah yang berpotensi menyebabkan

kesalahan penerjemahan verba ataru.

d. Untuk mengetahui solusi yang tepat agar kesalahan tersebut dapat

teratasi.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. 3.2.1 Manfaat Teoretis

a. Dapat memperkaya khazanah ilmu kebahasaan bahasa Jepang,

(13)

mengetahui kesalahan mahasiswa dalam memahami dan

menerjemahkan verba tersebut.

b. Memberikan informasi mengenai penyebab kesalahan dalam

penerjemahan verba ataru serta memberikan solusi untuk

menghindari kesalahan tersebut.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

a. Dapat dijadikan masukan sebagai bahan pengajaran,

khususnya dalam pengajaran honyaku (penerjemahan)

mengenai makna-makna verba berpolisemi.

b. Dapat menjadi bahan rujukan atau bahan referensi untuk

penelitian selanjutnya.

1.4. DEFINISI OPERASIONAL

Untuk menghindari kesalahpahaman mengenai istilah yang digunakan

dalam penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan mengenai istilah

yang digunakan dalam judul secara operasional.

a. Analisis kesalahan, merupakan suatu prosedur kerja, yang biasa

digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi

pengumpulan sampel, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam

sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu

(14)

keseriusan kesalahan itu (Ellis dalam Tarigan, 2011:61). Dalam hal ini

analisis kesalahan dilakukan pada penerjemahan verba ataru.

b. Menerjemahkan, adalah suatu aktivitas penerjemahan. Penerjemahan

adalah: 1.) Pengalihan amanat antar budaya dan atau antar bahasa dalam

tataran gramatikal dan leksikal dengan maksud, efek, atau wujud yang

sedapat mungkin tetap dipertahankan. 2.) Bidang linguistik terapan yang

mencakup metode dan teknik pengalihan amanat dari satu bahasa ke

bahasa lain (Kridalaksana, 2008:181). Aktivitas menerjemahkan yang

dimaksud disini yaitu menerjemahkan verba ataru sebagai polisemi oleh

mahasiswa FPBS UPI tingkat IV tahun akademik 2012/2013.

c. Verba, merupakan kelas kata yang menyatakan aktivitas, keberadaan atau

keadaan sesuatu (Sudjianto & Ahmad Dahidi, 2007:149). Verba yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah verba ataru.

d. Polisemi, adalah suatu istilah yang merujuk pada makna ganda. Dalam

bahasa Jepang polisemi disebut dengan istilah tagigo. Tagigo harus

dibedakan dengan istilah homofon (dou-on-igigo) karena keduanya

merujuk pada makna ganda. Polisemi adalah kata yang memiliki makna

lebih dari satu dan setiap makna tersebut satu sama lainnya memiliki

keterkaitan (hubungan) yang dapat dideskripsikan. Sedangkan homofon

adalah beberapa kata yang bunyinya sama tetapi maknanya berlainan dan

(15)

dalam Sutedi, 2009:79). Dalam penelitian ini, verba yang berpolisemi

adalah verba ataru.

1.5. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang akan digunakan yaitu metode penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk

menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini secara

aktual (Sutedi 2009: 58). Penggunaan metode deskriptif pada penelitian ini

dipilih dengan pertimbangan bahwa dalam penelitian ini tidak diperlukan

variabel seperti dalam studi eksperimen karena tujuannya adalah

menggambarkan kondisi-kondisi dalam suatu situasi sesuai dengan

kenyataan yang ada.

1.5.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan

Bahasa Jepang UPI Bandung tingkat IV tahun akademik 2012/2013.

1.5.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang diambil adalah mahasiswa tingkat IV

Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang UPI kelas B tahun akademik

(16)

purposif yang dilakukan dengan cara mengambil objek atas tujuan

tertentu.

1.5.3 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan angket.

a. Tes

Instrumen tes ini terdiri dari tes berupa kuis yang menguji

pemahaman mahasiswa mengenai makna verba ataru.

b. Angket

Angket digunakan untuk memberikan informasi mengenai

penyebab kesalahan penerjemahan verba ataru yang dilakukan

oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang UPI tingkat IV.

1.5.4 Teknik Pengolahan Data

1.5.4.1 Pengumpulan Data

Penulis menggunakan sumber dokumentasi tertulis untuk

menganalisis data dimulai dari pemberian tes tertulis kepada

mahasiswa yang bertujuan untuk mengukur pemahaman

mahasiswa mengenai verba berpolisemi ataru. Tes tersebut

merupakan tes penerjemahan berbagai macam kalimat yang

(17)

1.5.4.2 Teknik Analisis Data

Tahap selanjutnya setelah tes dilaksanakan yaitu, melakukan

analisis data. Analisis data ini dimulai dari pengumpulan dan

penghitungan sejauh mana kesalahan yang dilakukan oleh

pembelajar bahasa Jepang dalam menerjemahkan makna verba

ataru tersebut.

Adapun langkah-langkah penelitiannya adalah sebagai berikut:

a. Melakukan studi literatur mengenai makna verba ataru

sebagai polisemi.

b. Mengumpulkan data berupa kalimat (jitsurei) yang dapat

dijadikan sumber atau bahan instrumen.

c. Menyusun soal tes yang dapat mengukur kesalahan

mahasiswa dalam menerjemahkan verba ataru.

d. Mengkonsultasikan instrumen tes kepada pembimbing dan

dosen ahli

e. Melakukan pengambilan data dengan memberikan tes

kepada mahasiswa mengenai penerjemahan kalimat yang

mengandung verba ataru.

f. Menghimpun dan menganalisis hasil tes.

g. Mengkaji kesalahan penerjemahan makna verba ataru.

(18)

i. Membuat laporan hasil penelitian.

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar, sistematika penulisan skripsi yang akan dilakukan

penulis diuraikan sebagai berikut. Pertama yaitu Bab 1 Pendahuluan, bab ini

berisi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metodologi penelitian,

dan sistematika pembahasan. Kemudian yang kedua yaitu Bab II Landasan

Teori yang berisi tinjauan pustaka yang menyangkut teori, dan hasil

penelitian terdahulu mengenai verba ataru. Bab III Metodologi Penelitian

yang berisi pengertian metodologi penelitian, instrumen dan sumber data

penelitian, jenis data serta teknik pengolahan data yang terdiri dari tahap

persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pelaporan. Lalu Bab IV Analisis

Data dan Pembahasan yang berisi tentang pembahasan mengenai kesalahan

penerjemahan makna verba ataru yang dilakukan oleh mahasiswa tingkat IV

FPBS UPI. Terakhir adalah Bab V Kesimpulan dan Saran, bab ini berisi

simpulan dari analisis kesalahan penerjemahan makna verba ataru sebagai

polisemi serta saran yang diajukan penulis untuk mengatasi

(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai tingkat

kesalahan yang dilakukan pembelajar dalam menerjemahkan verba ataru.

Oleh karena itu, metodologi penelitian yang cocok digunakan dalam

penelitian ini adalah metode metode penelitian deskriptif (Descriptive

Research).

Mohamad Ali (1985:120) menyatakan bahwa metode penelitian

deskriptif digunakan untuk berupaya memecahkan atau menjawab

permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang. Dilakukan

dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, dan

analisis/pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan; dengan tujuan

utama untuk membuat penggambaran tentang sesuatu keadaan secara

obyektif dalam suatu deskripsi situasi. Sedangkan menurut Sutedi (2009:58),

penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan,

menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan

prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.

Model pendekatan yang penulis gunakan adalah one shoot model yaitu

model pendekatan yang menggunakan satu kali pengambilan data pada

(20)

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006:130).

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat IV Jurusan

Pendidikan Bahasa Jepang UPI Bandung tahun akademik 2012/2013.

Sedangkan sampel penelitian yang diambil adalah mahasiswa tingkat IV

kelas 7B. Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili

untuk dijadikan sumber data (Sutedi, 2009:147). Teknik pengambilan

sampel yang digunakan yaitu teknik purposive sampling. Hal ini dilakukan

untuk mengukur dan mendeskripsikan tingkat kesalahan yang dilakukan

pembelajar dalam menerjemahkan verba berpolisemi yang tentunya hanya

bisa dilakukan oleh pembelajar dalam tingkatan kelas yang lebih tinggi,

yaitu mahasiswa tingkat IV.

3. 3. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mengumpulkan atau

menyediakan berbagai data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian

(Sutedi, 2009:155). Penelitian ini akan menggunakan dua macam instrumen

berupa tes tertulis dan angket.

3.3.1 Tes tertulis

Tes yang diberikan merupakan soal-soal berupa kumpulan

kalimat-kalimat jitsurei dan sakurei yang mengandung verba ataru. Jitsurei

adalah contoh-contoh kalimat penggunaan bahasa dalam kehidupan

(21)

merupakan contoh kalimat yang dibuat oleh penulis sendiri, sebagai

pengganti jitsurei yang tidak memenuhi syarat sebagai instrumen

penelitian. Jitsurei dan sakurei yang telah memenuhi syarat dijadikan

soal-soal tes yang harus diterjemahkan oleh sampel dari kalimat BSu ke

dalam kalimat Bsa dengan tepat, sehingga terjemahan yang dihasilkan

merupakan terjemahan yang berterima.

Tabel 3.1 Kisi-kisi Penulisan Tes Soal Tertulis Penerjemahan

Verba Ataru

No Kriteria Soal Nomor Soal

1 Memiliki makna benda yang membentur, terantuk,

menghantam atau menabrak benda lain dengan keras.

1,2,3,4,

2 Memiliki makna terkena atau tersentuh dengan

pelan

5,6,7

3 Memiliki makna memenangkan 8,9

4 Memiliki makna tepat (kena) 10,11,12

5 Memiliki makna berhasil atau sukses 13,14

6 Memiliki makna sama 15,16

7 Memiliki makna jatuh atau bertepatan 17,18

8 Memiliki makna memprediksi 19

9 Memiliki makna memastikan 20,21

10 Memiliki makna memperlakukan (dengan buruk) 22

11 Memiliki makna menerima hukuman 23

12 Memiliki makna memegang (jabatan) 24

13 Memiliki makna menghadapi 25,26

14 Memiliki makna mendapat bagian (tugas,

tanggung jawab)

27,28

15 Memiliki makna mendapatkan, menerima, kena sesuatu

29,30,31

16 Memiliki makna terletak (arah) 32,33

17 Memiliki makna memiliki hubungan (dengan orang)

34,35

18 Memiliki makna memanaskan diri (berjemur) 36,37,38

19 Memiliki makna jatuh sakit karena hal-hal buruk (keracunan)

39

(22)

3.3.2 Angket

Angket yang diberikan berupa pertanyaan tertulis yang memiliki

tujuan untuk memperoleh informasi seputar pengetahuan pembelajar

mengenai makna ataru serta kesulitan-kesulitan pembelajar dalam

menerjemahkannya. Adapun pertanyaan dalam angket memiliki kriteria

sebagai berikut.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Penulisan Soal Angket

Tujuan / Masalah Penelitian

Variabel yang Diukur

Indikator Pengukur Sumber Data

Nomor Soal

1. Faktor apa sa-ja yang berpo-tensi menye-babkan kesa-lahan pada mahasiswa dalam menerjemah-kan verba ataru?

2. Solusi apakah yang tepat un-tuk mengatasi kesalahan-kesalahan yang dilaku-kan mahasis-wa dalam menerjemah-kan verba ataru?

Faktor kesa-lahan dalam penerjemahan

Solusi untuk mengatasi kesalahan penerjemahan

1. Kesulitan yang se-ring dialami maha-siswa dalam mener-jemahkan kata / ka-limat.

2. Cara yang di-gunakan mahasiswa untuk mengatasi kesulitan dalam menerjemahkan kata/kalimat/teks. 3. Buku sumber/

acuan yang sering dipakai mahasiswa dalam mencari makna suatu kata. 1. Kesulitan yang

dialami mahasiswa dalam mener-jemahkan suatu kata sehingga me-nyebabkan kesala-han penerjemakesala-han. 2. Usaha yang

(23)

3. 4. Teknik Pengumpulan Data

Data diambil dari soal-soal penerjemahan yang dikerjakan oleh sampel

dengan alokasi waktu delapan puluh menit. Selain itu, data juga diambil dari

angket yang diisi oleh sampel. Data-data tersebut diambil dengan

pendekatan one shoot model yaitu pendekatan yang menggunakan

pengumpulan data pada satu waktu.

3.5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua teknik analisis data karena instrumen

yang digunakan terdiri dari dua jenis. Berikut langkah-langkah teknik

analisis data yang akan penulis laksanakan.

3.5.1 Analisis Tes Tertulis

Larson dalam Hartono (2011:90) menyatakan bahwa setidaknya ada

tiga aspek penting yang digunakan dalam menilai terjemahan.

Aspek-aspek tersebut meliputi Aspek-aspek keakuratan (accuracy), kejelasan

(clarity/readability), serta kewajaran (naturalness). Oleh karena itu,

penulis mengadopsi aspek penilaian terjemahan yang diungkapkan

Amalia dalam Sutisna (2010:36-38) yang senada dengan apa yang

diungkapkan Larson.

Tabel 3.3 Aspek Penilaian Tes Penerjemahan

Aspek yang

Diamati

Skala

Penilaian

Penjelasan

5

Informasi yang terdapat dalam teks bahasa Indonesia

(24)

Ketepatan

Terjemahan

Jepang

4

Informasi yang terdapat dalam teks bahasa Indonesia

tepat dengan apa yang ada dalam teks bahasa Jepang.

3

Informasi yang terdapat dalam teks bahasa Indonesia

cukup tepat dengan apa yang ada dalam teks bahasa

Jepang

2

Informasi yang terdapat dalam teks bahasa Indonesia

kurang tepat dengan apa yang ada dalam teks bahasa

Jepang.

1

Informasi yang terdapat dalam teks bahasa Indonesia

tidak tepat dengan apa yang ada dalam teks bahasa

Jepang.

Kejelasan

Terjemahan

5

Terjemahan dalam bahasa Indonesia sangat jelas dari

segi struktur, ejaan dan tanda baca serta diksi dengan

apa yang ada dalam teks bahasa Jepang.

4

Terjemahan dalam bahasa Indonesia jelas dari segi

struktur ejaan dan tanda baca serta diksi dengan apa

yang ada dalam teks bahasa Jepang.

3

Terjemahan dalam bahasa Indonesia cukup jelas dari

segi struktur, ejaan dan tanda baca serta diksi dengan

apa yang ada dalam teks bahasa Jepang.

2

Terjemahan dalam bahasa Indonesia kurang jelas dari

segi struktur, ejaan dan tanda baca serta diksi dengan

apa yang ada dalam teks bahasa Jepang.

1

Terjemahan dalam bahasa Indonesia tidak jelas dari

segi struktur, ejaan dan tanda baca serta diksi dengan

apa yang ada dalam teks bahasa Jepang.

Kewajaran

Terjemahan

5 Terjemahan dalam bahasa Indonesia sangat wajar dari

segi gaya bahasa.

4 Terjemahan dalam bahasa Indonesia wajar dari segi

gaya bahasa.

3 Terjemahan dalam bahasa Indonesia cukup wajar dari

(25)

2 Terjemahan dalam bahasa Indonesia kurang wajar dari

segi gaya bahasa.

1 Terjemahan dalam bahasa Indonesia tidak wajar dari

segi gaya bahasa.

Sumber: Amalia dalam Sutisna (2010:36-38) dengan modifikasi

Berdasarkan aspek penilaian terjemahan di atas, maka penulis

dapat membuat bobot penilaian sebagai berikut.

Tabel 3.4 Bobot Aspek Penilaian Terjemahan

No. Aspek yang Dinilai Bobot

1 Ketepatan (pesan) 50%

2 Kejelasan (struktur, ejaan dan tanda baca, kosakata/diksi) 30%

3 Kewajaran (gaya bahasa) 20%

Sumber: Amalia dalam Sutisna (2010:36-38) dengan modifikasi

Format skala penilaian penerjemahan bahasa Jepang untuk lebih

jelasnya bisa dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.5 Format Penilaian Tes Menerjemahkan Kalimat Bahasa Jepang

Aspek Penilaian

Ketepatan Terjemahan Kejelasan Terjemahan Kewajaran Terjemahan

Skala

Penilaian

Skor

(75)

Skala

Penilaian

Skor

(45)

Skala

Penilaian

Skor

(30)

1 5 1 3 1 2

2 10 2 6 2 4

3 15 3 9 3 6

4 20 4 12 4 8

5 25 5 15 5 10

(26)

Adapun langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan

penulis adalah sebagai berikut.

a. Memeriksa hasil terjemahan mahasiswa, kemudian mengelompokkan

dan menjumlahkan tiap jawaban yang benar dan salah.

b. Menyusun tabel frekuensi dan persentase kesalahan menerjemahkan

yang dilakukan mahasiswa.

c. Menganalisis soal, kemudian menggambarkan letak kesalahan yang

dilakukan mahasiswa dengan disertai pemberian contoh yang tepat.

d. Menghitung frekuensi dan persentase kesalahan tiap soal yang salah

dengan rumus:

�=� � 100%

Keterangan: p = persentase kesalahan

f = frekuensi jumlah kesalahan

n = jumlah responden

3. 5.2 Analisis Angket

Data angket dianalisis dengan prosedur sebagai berikut.

a. Menghitung frekuensi dan persentase jawaban dari setiap butir

pertanyaan dengan rumus sebagai berikut.

�= � � 100%

Keterangan : p = persentase kesalahan

f = frekuensi jumlah jawaban

(27)

b. Menyusun tabel frekuensi dan persentase tiap butir pertanyaan.

c. Analisis dan interpretasi jawaban sampel dalam setiap butir

pertanyaan.

Tabel 3.6 Pedoman Penafsiran Angket

0% Tak seorang pun

1-25% Hampir tidak ada

6-25% Sebagian kecil

26-49% Hampir setengahnya

50% Setengahnya

51-75% Lebih dari setengahnya

76-95% Sebagian besar

96-99% Hampir seluruhnya

100% seluruhnya

3.6. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah prosedur penelitian yang ditempuh oleh penulis adalah

sebagai berikut.

a. Melakukan studi literatur mengenai makna verba ataru sebagai polisemi.

b. Mengumpulkan data berupa kalimat (jitsurei) yang dapat dijadikan

sumber atau bahan instrumen.

c. Menyusun soal tes yang dapat mengukur kesalahan mahasiswa dalam

menerjemahkan verba ataru.

d. Mengkonsultasikan instrumen tes kepada pembimbing dan dosen ahli

e. Melakukan pengambilan data dengan memberikan tes kepada mahasiswa

mengenai penerjemahan kalimat yang mengandung verba ataru.

f. Menghimpun dan menganalisis hasil tes.

(28)

h. Membuat kesimpulan dari hasil tes.

i. Membuat laporan hasil penelitian.

3.7. Uji Instrumen

Instrumen penelitian yang baik adalah instrumen yang telah diujicobakan,

dianalisis serta dinyatakan layak untuk digunakan dalam penelitian. Oleh

karena itu, sebelum melakukan penelitian, penulis melakukan pengujian

instrumen yang mencakup analisis butir soal, analisis validitas dan analisis

reliabilitas.

3.7.1 Analisis Butir Soal Tes Tertulis

Setelah diujicobakan kepada sepuluh orang responden di luar

sampel penelitian, setiap butir soal dianalisis berdasarkan hasil tesnya.

Analisis yang dimaksud mencakup analisis tingkat kesukaran dan daya

pembeda yang dimiliki setiap butir soal.

a. Analisis Tingkat Kesukaran

Tabel 3.7 Uji Coba Tes Tertulis

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1 45 45 35 45 50 30 50 45 45 50 35 50 50 50 50 45 50 50 35 35

2 48 38 50 40 50 50 41 50 45 50 45 50 50 50 50 50 50 50 23 40

3 45 45 40 45 50 35 50 45 45 50 22 50 50 0 45 45 50 50 25 35

∑ 138 128 125 130 150 115 141 140 135 150 102 150 150 100 145 140 150 150 83 110

4 25 38 10 37 36 10 29 22 16 38 50 50 50 10 32 50 50 50 27 21

5 45 45 10 46 50 18 12 27 42 50 50 50 38 50 45 50 50 19 20 50

6 34 43 10 50 0 18 40 25 40 43 50 50 30 10 41 35 50 50 43 32

7 27 43 10 50 50 10 50 27 30 50 50 30 30 10 41 22 41 33 30 50

8 23 15 50 43 50 50 43 42 42 50 37 50 32 0 0 45 50 50 35 30

9 25 35 10 40 25 10 36 22 14 50 35 32 10 38 37 42 40 50 16 50

10 45 20 50 45 41 39 41 27 20 0 25 50 20 10 30 32 20 20 17 20

∑ 93 70 110 128 116 99 120 91 76 100 97 132 62 48 67 119 110 120 68 100

(29)

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

1 50 50 45 40 50 50 50 50 40 40 50 50 25 30 50 32 45 35 50 20

2 50 50 50 40 40 35 32 50 50 30 50 50 50 16 10 10 50 38 33 10

3 38 50 45 28 45 45 50 50 35 40 50 50 35 30 50 28 43 38 50 16

∑ 138 150 140 108 135 130 132 150 125 110 150 150 110 76 110 70 138 111 133 46

4 31 50 26 32 50 50 16 26 50 38 50 32 22 50 50 0 30 32 50 10

5 27 16 50 10 26 10 18 50 27 43 50 10 26 40 40 19 35 25 43 10

6 25 30 50 50 40 10 10 50 33 50 50 50 10 17 10 30 45 25 50 10

7 50 50 30 50 40 10 10 23 40 50 50 50 30 10 10 14 33 30 30 10

8 35 32 45 50 50 22 22 32 0 40 0 50 22 22 13 0 23 20 45 10

9 38 50 31 19 32 16 17 50 38 50 50 50 24 27 10 22 27 27 31 16

10 20 10 45 0 50 50 10 0 43 0 0 50 30 0 0 0 0 0 0 10

∑ 93 92 121 69 132 88 49 82 81 90 50 150 76 49 23 22 50 47 76 36

n Nomor Butir Soal

Penentuan kelompok atas dan kelompok bawah (27,5%):

27,5 100 �

=27,5 100 × 10

= 2,75 (dibulatkan menjadi 3)

Jadi, batas kelompok atas dan kelompok bawah masing masing

terdiri dari 3 orang. Kemudian, untuk menghitung tingkat kesukaran

tiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut.

�= � + � −(2 � � � )

2 ��( � �� − � )

Keterangan:

TK = tingkat kesukaran

SkA = jumlah skor jawaban kelompok atas

SkB = jumlah skor jawaban kelompok bawah

n = jumlah sampel kelompok atas atau kelompok bawah

Sk.mak = skor maksimal

Sk.min = skor minimal

Berdasarkan rumus diatas maka tingkat kesukaran dari setiap butir

(30)

Tabel 3.8 Tingkat Kesukaran Butir Soal

No. Soal

Jawaban Benar

Indek Tafsiran Kelompok Atas Kelompok Bawah

1 138 93 0,71 Sedang

2 128 70 0,58 Sedang

3 125 110 0,73 Sedang

4 130 128 0,83 Mudah

5 150 116 0,86 Mudah

6 115 99 0,64 Sedang

7 141 120 0,84 Mudah

8 140 91 0,71 Sedang

9 135 76 0,63 Sedang

10 150 100 0,79 Mudah

11 102 97 0,58 Sedang

12 150 132 0,93 Mudah

13 150 62 0,93 Mudah

14 100 48 0,37 Sedang

15 145 67 0,63 Sedang

16 140 119 0,83 Mudah

17 150 110 0,83 Mudah

18 150 120 0,88 Mudah

19 83 68 0,38 Sedang

20 110 100 0,63 Sedang

21 138 93 0,71 Sedang

22 150 92 0,76 Mudah

23 140 121 0,84 Mudah

24 108 69 0,49 Sedang

25 135 132 0,86 Mudah

26 130 88 0,66 Sedang

27 132 49 0,50 Sedang

28 150 82 0,72 Sedang

29 125 81 0,61 Sedang

30 110 90 0,58 Sedang

31 150 50 0,58 Sedang

32 150 150 1 Mudah

33 110 76 0,53 Sedang

34 76 49 0,27 Sedang

35 110 23 0,30 Sedang

36 70 22 0,13 Sukar

37 138 50 0,53 Sedang

38 111 47 0,41 Sedang

39 133 76 0,62 Sedang

(31)

Penafsiran indeks:

TK: 0,00-0,25 = Sukar

TK: 0,26-0,75 = Sedang

TK: 0,76-1,00 = Mudah

Dari data di atas dapat diketahui bahwa tingkat kesukaran

keseluruhan butir soal tidak seimbang. Sebanyak 62,5 % kesukaran

butir soal tergolong ke dalam tingkat sedang, 32,5 % tergolong ke

dalam tingkat mudah, dan 5% tergolong ke dalam tingkat sukar.

Oleh karena itu beberapa soal diperbaiki sehingga komposisi

keseluruhan butir soal menjadi seimbang dengan perbandingan

antara soal-soal tingkat kesukaran mudah, sedang dan sukar menjadi

1:2:1.

b. Analisis Daya Pembeda

Soal yang baik adalah soal yang dapat memiliki daya pembeda

yang dapat membedakan kelompok atas dan kelompok bawah. Daya

pembeda dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut.

��= � − �

( � �� − � )

Keterangan:

DP = daya pembeda

SkA = jumlah skor jawaban kelompok atas

SkB = jumlah skor jawaban kelompok bawah

n = jumlah sampel kelompok atas atau kelompok bawah

Sk.mak = skor maksimal

Sk.min = skor minimal

(32)
[image:32.595.157.517.146.709.2]

Tabel 3.9 Tingkat Daya Pembeda Butir Soal

No. Soal

Jawaban Benar

Indek Tafsiran Kelompok Atas Kelompok Bawah

1 138 93 0,38 Sedang

2 128 70 0,48 Sedang

3 125 110 0,13 Lemah

4 130 128 0,02 Lemah

5 150 116 0,28 Sedang

6 115 99 0,13 Lemah

7 141 120 0,18 Lemah

8 140 91 0,41 Sedang

9 135 76 0,49 Sedang

10 150 100 0,42 Sedang

11 102 97 0,04 Lemah

12 150 132 0,15 Lemah

13 150 62 0,73 Sedang

14 100 48 0,43 Sedang

15 145 67 0,65 Sedang

16 140 119 0,18 Lemah

17 150 110 0,33 Sedang

18 150 120 0,25 Lemah

19 83 68 0,13 Lemah

20 110 100 0,08 Lemah

21 138 93 0,38 Sedang

22 150 92 0,48 Sedang

23 140 121 0,16 Lemah

24 108 69 0,33 Sedang

25 135 132 0,03 Lemah

26 130 88 0,35 Sedang

27 132 49 0,69 Sedang

28 150 82 0,57 Sedang

29 125 81 0,37 Sedang

30 110 90 0,17 Lemah

31 150 50 0,83 Tinggi

32 150 150 0 Lemah

33 110 76 0,28 Sedang

34 76 49 0,23 Lemah

35 110 23 0,73 Sedang

36 70 22 0,40 Sedang

37 138 50 0,73 Sedang

38 111 47 0,53 Sedang

39 133 76 0,48 Sedang

(33)

Penafsiran:

TK: 0,00-0,25 = Rendah (lemah)

TK: 0,26-0,75 = Sedang

TK: 0,76-1,00 = Tinggi (kuat)

Dari data di atas diketahui bahwa daya pembeda keseluruhan butir

soal berada pada tingkat sedang sebanyak 57,5%, rendah 40%, dan tinggi

sebanyak 2,5 %. Karena butir soal yang memiliki daya pembeda rendah

dan tinggi jumlahnya tidak seimbang, yaitu 40%, dan 2,5%, maka butir

soal yang termasuk ke dalam golongan ini diganti dengan butir soal baru

yang memiliki daya pembeda rendah dan tinggi masing-masing kurang

lebih sebanyak 20%.

3.7.2 Analisis Validitas

Sebuah instrumen penelitian harus memiliki validitas. Validitas

adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen dikatakan valid apabila

mampu mengukur serta mengungkap data dari variabel yang diteliti

secara tepat. Tinggi rendahnya validitas menunjukkan sejauh mana

data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang

variabel yang dimaksud (Arikunto, 1989:136).

Salah satu cara untuk mengukur validitas suatu instrumen adalah

dengan cara meminta expert judgment pada orang yang dianggap

ahli. Dalam hal ini penulis meminta expert judgment pada dosen ahli

(34)

3.7.3 Analisis Reliabilitas

Instrumen penelitian yang berupa tes harus memiliki syarat

reliabel atau memiliki reliabilitas. Sutedi (2009:161) menyatakan

bahwa reliabel yaitu memiliki keajegan atau keterpercayaan. Artinya

suatu alat tes dapat menghasilkan data yang sama meskipun

digunakan berkali-kali. Untuk itu, setiap instrumen tes ada baiknya

diuji terlebih dahulu untuk mengetahui kelayakannya. Nurgiantoro

dalam Sutedi (2009:225) menyatakan bahwa uji reliabilitas bentuk

soal uraian atau esai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

koefisien Alpha Cronbach. Rumus yang digunakan adalah rumus

sebagai berikut.

�= �

� −1+ 1−

∑ �2

�2

Keterangan :

r = angka koefisien reliabilitas yang dicari

k = jumlah butir soal

∑Si = jumlah varian seluruh butir soal

St2 = varian total

Si2 dapat diketahui dari tabel persiapan perhitungan reliabilitas

(35)
[image:35.595.81.554.148.566.2]

Tabel 3.10 Perhitungan Angka Reliabilitas

Nomor Soal (X)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

1 45 45 35 45 50 30 50 45 45 50 35 50 50 50 50 45 50 50 35 35 50 2 48 38 50 40 50 50 41 50 45 50 45 50 50 50 50 50 50 50 23 40 50 3 45 45 40 45 50 35 50 45 45 50 22 50 50 0 45 45 50 50 25 35 38 4 25 38 10 37 36 10 29 22 16 38 50 50 50 10 32 50 50 50 27 21 31 5 45 45 10 46 50 18 12 27 42 50 50 50 38 50 45 50 50 19 20 50 27 6 34 43 10 50 0 18 40 25 40 43 50 50 30 10 41 35 50 50 43 32 25 7 27 43 10 50 50 10 50 27 30 50 50 30 30 10 41 22 41 33 30 50 50 8 23 15 50 43 50 50 43 42 42 50 37 50 32 0 0 45 50 50 35 30 35 9 25 35 10 40 25 10 36 22 14 50 35 32 10 38 37 42 40 50 16 50 38 10 45 20 50 45 41 39 41 27 20 0 25 50 20 10 30 32 20 20 17 20 20

∑X 362 367 275 441 402 270 392 332 339 431 399 462 360 228 371 416 451 422 271 363 364

∑(X2

) 14068 14511 10825 19609 18602 9594 16592 12094 12955 20793 16953 21924 14768 9344 15705 18073 21181 19350 8027 14315 14328 n

22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

1 50 45 40 50 50 50 50 40 40 50 50 25 30 50 32 45 35 50 20 1742 2883204 2 50 50 40 40 35 32 50 50 30 50 50 50 16 10 10 50 38 33 10 1664 2669956 3 50 45 28 45 45 50 50 35 40 50 50 35 30 50 28 43 38 50 16 1638 2553604 4 50 26 32 50 50 16 26 50 38 50 32 22 50 50 0 30 32 50 10 1346 1811716 5 16 50 10 26 10 18 50 27 43 50 10 26 40 40 19 35 25 43 10 1342 1800964 6 30 50 50 40 10 10 50 33 50 50 50 10 17 10 30 45 25 50 10 1339 1792921 7 50 30 50 40 10 10 23 40 50 50 50 30 10 10 14 33 30 30 10 1304 1700416 8 32 45 50 50 22 22 32 0 40 0 50 22 22 13 0 23 20 45 10 1270 1625625 9 50 31 19 32 16 17 50 38 50 50 50 24 27 10 22 27 27 31 16 1242 1542564

10 10 45 0 50 50 10 0 43 0 0 50 30 0 0 0 0 0 0 10 890 801025

∑X 388 417 319 423 298 235 381 356 381 400 442 274 242 243 155 331 270 382 122 13777 19181995

∑(X2

) 17280 18137 12969 18525 11790 7677 17229 14536 16493 20000 21124 8470 7758 9669 3849 12871 8416 16824 1612

n Nomor S oal (X)

Skor Total (ST)

Kuadrat Skor Total

(ST2)

Berdasarkan perhitungan pada tabel, Si2 dapat dihitung dengan

mengggunakan rumus sebagai berikut.

�2 = ∑ � 2∑�

2

� :�

Keterangan:

(36)

∑ X = hasil penjumlahan skor seluruh responden untuk setiap butir soal

∑ (X)2

= jumlah kuadrat skor seluruh responden untuk setiap

butir soal

N = jumlah responden

Untuk lebih jelasnya, nilai Si2 tiap butir soal dapat dilihat dari

[image:36.595.120.517.311.566.2]

tabel di bawah ini.

Tabel 3.11 Nilai Kuadrat Varian Butir Soal (Si2)

Nomor Soal

Nilai Si2 Nomor Soal

Nilai Si2 Nomor Soal

Nilai Si2 Nomor Soal

Nilai Si2

1 96,4 11 103,29 21 107,84 31 400

2 104,21 12 57,96 22 222,56 32 158,76

3 326,25 13 180,8 23 74,81 33 96,24

4 16,09 14 414,56 24 279,29 34 190,16

5 244,16 15 194,09 25 63,21 35 376,41

6 230,4 16 76,74 26 290,96 36 144,65

7 122,56 17 84,09 27 215,45 37 191,49

8 107,16 18 154,16 28 271,29 38 112,6

9 146,29 19 68,29 29 186,24 39 223,16

10 221,69 20 113,81 30 197,69 40 12,36

∑Si2 6878,17

Kemudian, setelah nilai Si2 setiap butir soal diketahui, tahap

selanjutnya adalah menghitung St2 dengan rumus sebagai berikut.

�2 = 2∑( )2

� ∶ �

Keterangan:

St2 = nilai varian total

(37)

∑(ST)2

= hasil kuadrat dari jumlah skor total

N = jumlah responden

Maka, �2 = 19181995−137772

10 : 10

= 19181995−18980572,9 ∶10

= 201422,1∶10

= 20142,21

Dengan demikian, nilai reliabilitas butir soal adalah:

�= �

� −1+ 1−

∑ �2

�2

= 40

40−1+ 1−

6878,17 20142,21

=40

39+ 1−0,34

= 1,03 � 0,66

= 0,68

Tafsiran :

0,00-0,20 = Sangat rendah

0,21-0,40 = Rendah

0,41-0,60 = Sedang

0,61-0,80 = Kuat

0,81-1,00 = Sangat kuat

Dari hasil rangkaian perhitungan di atas, diketahui bahwa angka

koefisien reliabilitas soal sebesar 0,68. Angka ini termasuk ke dalam

kategori reliabilitas kuat, sehingga bisa dikatakan bahwa soal-soal tersebut

(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis deskriptif terhadap hasil tes dan angket dari 25

orang responden, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut.

a. Berdasarkan hasil analisis, dari 40 butir soal terdapat 30 butir soal yang

memiliki tingkat kesalahan lebih dari 25% dengan rata-rata kesalahan

mencapai 60% per butir soal .

b. Dari ke tiga puluh soal tersebut, kesalahan yang dilakukan responden

sebagian besar merupakan kesalahan penerjemahan dalam aspek

keakuratan terjemahan (85%) yang menyebabkan adanya pergeseran

makna, sedangkan sisanya merupakan gabungan kesalahan dari aspek

kejelasan dan kewajaran terjemahan (15%). Kesalahan-kesalahan tersebut

terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman responden

mengenai makna-makna yang terkandung dalam verba ataru. Selain itu

kurangnya pemahaman responden mengenai makna padanan kata yang

tepat dalam BSa juga merupakan salah satu penyebab yang turut andil

dalam terjadinya kesalahan dalam penerjemahan. Dari ke tiga puluh soal

tersebut terdapat 5 soal yang termasuk ke dalam kesalahan kategori error

dan mistakes. Error terjadi dikarenakan kurangnya pemahaman responden

(39)

kurangnya perhatian dan ketelitian. Salah satu contoh kesalahan yang

termasuk ke dalam kategori error yaitu kesalahan yang terjadi dalam

menerjemahkan verba ataru dalam kalimat 彼の靴 人の足 当 っ

‘Kare no kutsu ga hito no ashi ni atatta’ diterjemahkan responden menjadi

‘Sepatunya pas di kakinya’, ‘Sepatu dia pas ukurannya di kaki orang lain’

dan ‘Dia menginjak orang lain.’ Makna yang sebenarnya dalam kalimat

tersebut adalah ‘Kakinya tersandung kaki orang.’ Sedangkan kesalahan

dalam kategori mistakes terjadi dalam menerjemahkan frasa あま 分

‘amari wakaranai’ dalam kalimat この部分の意味 あま 分

い の 、 辞 書 当 っ 、 も う 一 度 調 べ く さ い ‘Kono

bubun no imi ga amari wakaranai no de, jisho ni atatte, mou ichido

shirabete kudasai’. Frasa tersebut seharusnya diterjemahkan menjadi

‘kurang begitu mengerti’ atau ‘kurang begitu memahami’ akan tetapi

diterjemahkan responden menjadi tidak mudah dipahami.

c. Berdasarkan hasil analisis data terjemahan serta angket, dapat diketahui

bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya kesalahan adalah

sebagai berikut.

1) Kurangnya pemahaman responden mengenai pola kalimat bahasa

Jepang.

2) Kurangnya pemahaman responden mengenai makna-makna yang

terkandung dalam verba ataru.

3) Kurangnya pengetahuan mengenai perbendaharaan kata serta

(40)

4) Kurangnya pemahaman mengenai padanan kata yang tepat dalam

BSa.

5) Kurangnya kemampuan responden dalam memilih makna yang tepat

di dalam kamus.

6) Kurangnya penjelasan mengenai makna kata serta penggunaannya

dalam berbagai buku/ materi ajar/ handout perkuliahan.

7) Kurangnya konsentrasi dan ketelitian dalam kegiatan

menerjemahkan.

8) Responden jarang bahkan hampir tidak pernah membaca buku-buku

atau referensi yang relevan seperti buku-buku linguistik yang khusus

menjelaskan mengenai makna kata.

9) Kesalahan menginterpretasikan pesan yang terkandung dalam BSu

yang disebabkan oleh perbedaan pola pikir dan kebiasaan berbahasa

atau kaidah berbahasa antara penutur BSu dan penutur BSa.

5.2 Rekomendasi

Untuk mengurangi frekuensi terjadinya kesalahan-kesalahan dalam

penerjemahan, penulis merekomendasikan beberapa solusi sebagai berikut.

1) Dalam perkuliahan honyaku dosen hendaknya memberikan penjelasan

mengenai penggunaan makna kata yang sekiranya sulit untuk

dipahami oleh para pembelajar bahasa Jepang. Selain itu, mengingat

tidak semua lulusan Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang UPI akan

(41)

keahlian lain dalam bidang penerjemahan dengan cara sering

memberikan latihan penerjemahan serta materi dan penjelasan

mengenai teknik-teknik penerjemahan supaya mahasiswa dapat

menghasilkan terjemahan yang baik.

2) Mahasiswa harus lebih aktif belajar untuk memahami kaidah-kaidah

bahasa BSu yang benar yang tentunya harus pula diimbangi dengan

pemahaman yang mendalam mengenai BSa. Hal ini dilakukan agar

mahasiswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang

penerjemahan, tidak hanya satu arah saja (penerjemahana bahasa

Jepang-Indonesia saja) melainkan kedua-duanya.

3) Pendidik bahasa Jepang harus dapat meningkatkan minat dan motivasi

mahasiswa untuk selalu belajar aktif serta mandiri. Selain itu

mahasiswa juga harus memiliki kesadaran untuk memiliki kebiasaan

membaca.

4) Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum maksimal serta

masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, untuk penelitian

selanjutnya disarankan untuk lebih memperbanyak referensi yang

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohamad. (1985). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung:

Angkasa.

Anonim. (……). Goo Jisho: Kokugo Jisho. [Online]. Tersedia:

http://dictionary.goo.ne.jp/leaf/jn2/4694/m0u/. [15 Juli 2012].

Anonim. (2011). Principles of Translation. [Online]. Tersedia:

http://www.englishindo.com/2011/06/principles-of-translation-rinsip.html. [25

Juni 2012]

Arikunto, Suharsimi. (1989). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Bina Aksara.

Asano, Tsuruko. (1990). Gaikokujin no Tame no Kihongo Yourei Jiten. Tokyo:

Bunkachou.

Chaer, Abdul. (1994). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Hartono, Rudi. (2009). Teori Penerjemahan (A Handbook for Translators).

Semarang: Cipta Prima Nusantara Semarang.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Departemen Pendidikan Nasional: Balai

Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Matsuura, Kenji. (1994). Nihongo-Indonesiago Jiten. Kyoto: Kyoto Sangyo

(43)

Moentaha, Salihen. (2008). Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc.

Oyanagi, Noboru. (2004). Nyuu Apuroochi Chuukyuu Nihongo. Japan: Nihongo

Kenkyuusha.

Parera, Jos Daniel. (1993). Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Pateda, Mansoer. (2010). Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwati, Kunkun. (2011). Analisis Kesalahan Menerjemahkan dalam Pembelajaran

Honyaku Tingkat Dasar. Skripsi UPI: Tidak Diterbitkan.

Satou Norimasa. (1994). Tsukaikata no Wakaru Ruigo Reikai Jiten. Tokyo:

Shougakukan.

Shibata, Takeshi. (1976). Kotoba no Imi I. Tokyo: Heibonsha.

Silalahi, Roswita. (2009). Dampak Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan pada

Kualitas Terjemahan Teks Medical-Surgical Nursing dalam Bahasa Indonesia.

Disertasi Universitas Sumatra Utara: Tidak Diterbitkan.

Sudjianto dan Ahmad Dahidi. (2009). Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta :

Kesaint Blanc.

Suryawinata, Zuchridin. (1989). Terjemahan: Pengantar Teori dan Praktek. Jakarta:

Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan

Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Sutedi, D. (2004 ). “Turun dalam Verba Bahasa Jepang: Analisis Makna Verba Oriru,

Kudaru, Sagaru dan Furu.” Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang di Indonesia

(MAGEN). 1, (3), 32-57.

Sutedi, Dedi. (2008). Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora.

(44)

Sutisna, Andri. (2010). Hubungan antara Penguasaan Teori Penerjemahan dengan

Kemampuan Menerjemahkan Teks Bahasa Perancis. Skripsi UPI: Tidak

Diterbitkan.

Tarigan, Djago dan Lilis Siti Sulistyaningsih. (1996). Analisis Kesalahan Berbahasa.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. (2011). Pengajaran Analisis Kesalahan

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-kisi Penulisan Tes Soal Tertulis Penerjemahan
Tabel 3.3 Aspek Penilaian Tes Penerjemahan
Tabel 3.4 Bobot Aspek Penilaian Terjemahan
Tabel 3.6 Pedoman Penafsiran Angket
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual Dalam Pembelajaran Keterampilan Jurus Tae Geuk 1 Pada Siswa Yang Mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler Taekwondo Di SMP Negeri 3

Secara parsial Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh negatif terhadap Kemandirian Keuangan Daerah sedangkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil

Manfaat penelitian ini adalah memberi pengetahuan kepada Bapak/Ibu tentang status antioksidan total pada pasien yang menderita penyakit periodontitis kronis dan subjek sehat

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: “ Analisis Perhitungan Pendapatan Tabungan Mudharabah, Murabahah dan Perlakuan Akuntansi pada Bank Syariah yang Terdaftar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perhitungan pendapatan mudharabah, murabahah, dan perlakuan akuntansi pada bank syariah yang terdaftar di bursa

Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana.. Samson, R.A dan

Gambar Proses Isolasi Kapang dari Daun Waru.. Isolasi pada Daun Tua dan Muda

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PERILAKU P ERSONAL HYGIENE OLEH IBU KEPADA BALITA (USIA 3-5 TAHUN) DI KELURAHAN DERWATI” ini dan seluruh