IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia
Citra Pramesti Indriyanti 1105716
PROGRAM STUDI KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
CITRA PRAMESTI INDRIYANTI
IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. Iqbal Mustapha, M.Si. NIP. 197512232001121001
Pembimbing II
Dr. Ratnaningsih Eko, M.Si. NIP. 19690419199232002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
IDENTIFIKASI KOMPONEN MINYAK ATSIRI PADA BEBERAPA TANAMAN DARI INDONESIA YANG MEMILIKI BAU TIDAK SEDAP
Oleh
Citra Pramesti Indriyanti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Citra Pramesti Indriyanti di 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
ABSTRAK
Penelitian berjudul identifikasi komponen minyak atsiri pada beberapa tanaman dari Indonesia yang memiliki bau tidak sedap ini bertujuan untuk mengetahui senyawa penghasil bau, kandungan, dan komposisi minyak atsiri tanaman dari Indonesia yang memiliki bau tidak sedap. Beberapa tanaman tersebut adalah sembukan (Paederia foetida L.), babadotan (Ageratum conyzoides L.), tembelekan (Lantana camara L.) yang berasal dari kebun Percobaan Cimanggu, Balittro Bogor, dan inggu (Ruta angustifolia L.) yang berasal dari kebun Manoko Lembang. Identifikasi minyak atsiri dilakukan terhadap persentase kandungan minyak atsiri, indeks bias, massa jenis, tingkat bau, dan komposisi. Penyulingan minyak atsiri dilakukan dengan cara water steam distillation dan komposisinya ditentukan dengan GCMS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan minyak atsiri pada daun sembukan sebesar 0,0143%; daun babadotan sebesar 0,0559%; daun tembelekan sebesar 0,2893%; dan daun inggu sebesar 0,1364%. Minyak atsiri sembukan setidaknya terdiri dari 28 senyawa dengan komponen utama patchouli alkohol sekitar 33,99%. Senyawa minyak atsiri babadotan setidaknya terdiri dari 38 senyawa dengan komponen utama 1H-siklopenta[1,3] siklopropa [1,2]benzena, oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-, [3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)] sekitar 16,24 %. Minyak atsiri tembelekan setidaknya terdiri dari 37 senyawa dengan komponen utama 1H-siklopenta[1,3] siklopropa[1,2]benzena, oktahidro-7-metil-3-metilen-4-(1-metiletil)-,[3aS (3a. alfa., 3b.beta., 4.beta., 7.alfa., 7aS)] sekitar 21,73%. Senyawa minyak atsiri inggu setidaknya terdiri dari 26 senyawa dengan komponen utama 2-nonanon sekitar 33,14 %. Senyawa berbau tidak sedap pada tanaman sembukan adalah asam
3-metil-3-[2-isopropilfenil] butirat dan pada tanaman babadotan adalah
ageratokromena.
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
ABSTRACT
The title of this study is identification of components of essential oil from Indonesia in some plants that have bad odors. This study aims to determine compounds that produce odor, content ,and composition of the essential oils of plants from Indonesia which has the bad odor. Some of these plants are sembukan (Paederia foetida L.), babadotan (Ageratum conyzoides L.), tembelekan (Lantana
camara L.) derived from experiments garden Cimanggu, Balittro Bogor, and rue
(Ruta angustifolia L.) originate from the garden Manoko dent. Identification of essential oils made to the percentage of essential oil content, refractive index, density, level of odor, and composition. Volatile oil refining is did by water steam distillation and composition is determined by GCMS. The results showed that the essential oil content in the sembukan leaves is 0,0143%, 0,0559% of babadotan leaves; tembelekan leaves of 0,2893%; and 0,1364 % for inggu leaves. Sembukan volatile oil contains at least 28 compounds with the main components of patchouli alcohol is about 33,99%. Babadotan essential oil compounds consist of at least 38 compounds with the major components cyclopenta 1H-[1,3] cyclopropa [1,2] benzene, octahydro 7 methyl 3 methylene 4 (1methylethyl)
-,[3aS(3a.alpha.,3b.beta., 4.beta., 7.alpha., 7aS)] approximately 16,24%.
Tembelekan volatile oil contain at least 37 compounds with the major components cyclopenta 1H-[1,3] cyclopropa [1,2] benzene, octahydro-7-methyl - 3 - methylene -4- (1-methylethyl)-, [3aS (3a.alpha., 3b.beta., 4.beta., 7.alpha., 7aS)] approximately 21,73%. Inggu essential oil compounds consist of at least 26 compounds with the main component 2-Nonanone approximately 33,14%. Odor
compounds found in plants sembukan are acid
3-methyl-3-[2-isopropilfenil]butyrate and in babadotan plants are ageratokromena.
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 3
1.3 Batasan masalah ... 4
1.4 Tujuan penelitian ... 4
1.5 Manfaat penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Atsiri ... 5
2.2 Tanaman Sembukan (Paederia foetida L.) ... 9
2.3 Tanaman Babadotan (Ageratum conyzoides L.) ... 13
2.4 Tanaman Tembelekan (Lantana camara L.) ... 15
2.5 Tanaman Inggu (Ruta angustifolia L.) ... 18
2.6 Senyawa Bau ... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 22
3.2 Desain Penelitian ... 22
3.3 Metode Penelitian ... 24
3.3.1 Determinasi Tanaman ... 24
3.3.2 Penyulingan Minyak Atsiri ... 24
3.3.3 Pengujian Sifat Fisik Minyak Atsiri ... 25
3.3.3.1Uji Indeks Bias ... 25
3.3.3.2Uji Massa Jenis ... 25
3.3.3.3Uji Tingkat Bau ... 25
3.3.4 Identifikasi Minyak Atsiri ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tanaman ... 27
4.1.1 Tanaman Sembukan ... 27
4.1.2 Tanaman Babadotan ... 28
4.1.3 Tanaman Tembelekan ... 29
4.1.4 Tanaman Inggu ... 30
4.2 Kandungan Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap ... 31
4.3 Pengujian Sifat Fisik Minyak Atsiri ... 33
4.3.1 Uji Indeks Bias ... 33
4.3.2 Uji Massa Jenis ... 33
4.3.3 Uji Tingkat Bau ... 34
4.4 Identifikasi Minyak Atsiri ... 35
4.4.1 Minyak Atsiri Sembukan ... 36
4.4.2 Minyak Atsiri Babadotan ... 42
4.4.3 Minyak Atsiri Tembelekan ... 50
4.4.4 Minyak Atsiri Inggu ... 58
4.4.5 Persamaan Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap ... 63
4.4.6 Perbedaan Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap ... 65
4.4.7 Identifikasi Senyawa Tidak Sedap ... 67
4.4.8 Perbandingan Karakterisasi Tanaman Berbau Tidak Sedap ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 69
5.2. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
LAMPIRAN ... 74
DAFTAR TABEL
Tabel
4.1 Taksonomi Tanaman Sembukan ... 27
4.2 Taksonomi Tanaman Babadotan ... 28
4.3 Taksonomi Tanaman Tembelekan ... 29
4.4 Taksonomi Tanaman Inggu ... 30
4.5 Hasil Penyulingan Minyak Atsiri ... 32
4.6 Hasil Uji Indeks Bias Minyak Atsiri ... 33
4.7 Hasil Uji Massa Jenis Minyak Atsiri ... 34
4.8 Hasil Uji Tingkat Bau ... 34
4.9 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Sembukan Kelompok Sesquiterpen ... 38
4.10 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Sembukan Lainnya ... 42
4.11 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Babadotan Kelompok Sesquiterpen ... 45
4.12 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Babadotan Lainnya ... 49
4.13 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tembelekan Kelompok Sesquiterpen ... 53
4.14 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tembelekan Kelompok Monoterpen ... 56
4.15 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tembelekan Lainnya ... 58
4.16 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Inggu Kelompok Keton ... 60
4.17 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Inggu Kelompok Ester ... 61
4.18 Komponen Senyawa Minyak Atsiri Inggu Lainnya ... 62
4.19 Persamaan Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tanaman yang Memiliki Bau Tidak Sedap ... 63
4.20 Perbedaan Komponen Senyawa Minyak Atsiri Tanaman yang Memiliki Bau Tidak Sedap ... 66
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Sketsa Tanaman Sembukan ... 10
2.2 Sketsa Tanaman Babadotan ... 13
2.3 Sketsa Tanaman Tembelekan ... 16
2.4 Sketsa Tanaman Inggu ... 19
3.1 Diagram Alir Tahapan Identifikasi Senyawa Bau dari Tanaman yang Memiliki Bau Tidak Sedap ... 23
3.2 Alat Water Steam Distillation ... 24
3.3 Alat Refraktometer ... 25
4.1 Tanaman sembukan ... 27
4.2 Tanaman Babadotan ... 28
4.3 Tanaman Tembelekan ... 29
4.4 Tanaman Inggu ... 30
4.5 Alat Penyulingan Minyak Atsiri ... 31
4.6 Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap ... 32
4.7 Kromatogram GC Minyak Atsiri Sembukan ... 36
4.8 Spektrogram Massa Puncak Nomor 25 ... 37
4.9 Spektrogram Massa Puncak Nomor 18 ... 38
4.10 Kromatogram GC Minyak Atsiri Babadotan ... 43
4.11 Spektrogram Massa Puncak Nomor 21 ... 44
4.12 Spektrogram Massa Puncak Nomor 32 ... 45
4.13 Kromatogram GC Minyak Atsiri Tembelekan ... 51
4.14 Spektrogram Massa Puncak Nomor 27 ... 52
4.15 Kromatogram GC Minyak Atsiri Inggu ... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
4.22 Hasil Determinasi Tanaman ... 75
4.23 Perhitungan Uji Massa Jenis Minyak Atsiri Sembukan ... 78
4.24 Perhitungan Uji Massa Jenis Minyak Atsiri Babadotan ... 79
4.25 Perhitungan Uji Massa Jenis Minyak Atsiri Tembelekan ... 80
4.26 Perhitungan Uji Massa Jenis Minyak Atsiri Inggu ... 81
4.27 GCMS Minyak Atsiri Sembukan ... 82
4.28 GCMS Minyak Atsiri Babadotan ... 86
4.29 GCMS Minyak Atsiri Tembelekan ... 91
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah Indonesia memiliki potensi alam yang beragam dan sangat
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini
banyak potensi alam di Indonesia yang belum sepenuhnya digali dan
dimanfaatkan secara maksimal. Tumbuhan khususnya di Indonesia memiliki
tingkat diversitas tinggi dengan pola penyebaran yang bervariasi tergantung
ekologi daerahnya dan dalam jumlah yang banyak. Indonesia dikenal sebagai
salah satu dari 7 negara yang keanekaragaman hayatinya terbesar kedua setelah
Brazil. Hal ini jelas merupakan suatu anugerah besar bagi masyarakat Indonesia
apabila dimanfaatkan secara optimal. Termasuk dalam keanekaragaman tanaman
di Indonesia yang sangat besar adalah banyaknya tanaman yang berpotensi
sebagai obat. Lebih dari 1000 spesies tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku obat. Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan
struktur molekul dan aktivitas biologik yang beraneka ragam, memiliki potensi
yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit. Beberapa
upaya dilakukan untuk meramu obat tradisional sehingga dapat dikonsumsi dalam
bentuk produk olahan siap pakai (Radji, 2005).
Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang
sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada dari nenek
moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit, baik
penyakit dalam maupun penyakit luar. Secara umum yang dimaksud dengan obat
tradisional adalah ramuan dari tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat yang
diketahui dari penuturan orang-orang tua atau pengalaman. Tanaman obat yaitu
tanaman yang berupa daun, batang, buah, bunga dan akarnya yang memiliki
khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat
modern maupun obat-obatan tradisional. Pemanfaatan tanaman obat sebagai
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
74% diantaranya merukapan tumbuhan liar yang hidup di hutan (Amzu dan
Haryanto, 1990). Informasi dan penelitian mengenai jumlah dan jenis-jenis
tanaman obat sangat diperlukan untuk mendasari upaya pelestarian, pemanfaatan
dan pengembangan tanaman obat melalui budidaya jenis. Prioritas jenis tumbuhan
untuk dibudidayakan di Indonesia perlu ditentukan berdasarkan kajian dari
berbagai aspek, antara lain permintaan pasar, kelangkaan tumbuhan di alam,
potensi sebagai bahan alternatif untuk menanggulangi kebutuhan sekarang
maupun masa yang akan datang, kompetitif dengan bahan pengganti alamiah
lainnya, ketersediaan bahan tanaman dan teknis lainnya (Soediarto dan Affandi,
1990).
Tanaman yang terdapat di Indonesia sangat beragam dengan khasiat yang
beragam juga. Saat ini pun sudah banyak yang melakukan penelitian untuk
membuktikan khasiat dari tanaman tersebut. Penelitian yang dilakukan juga untuk
mengetahui senyawa yang terkandung dalam tanaman tersebut yang berperan
penting untuk pengobatan.
Pada beberapa tanaman di Indonesia terdapat tanaman yang memiliki
keunikan karena mengeluarkan bau yang tidak sedap. Sangat menarik bagi
kimiawan untuk mengetahui penyebab tanaman tersebut mengeluarkan bau tidak
sedap. Tanaman yang memiliki bau yang tidak sedap ini memiliki khasiat yang
bermacam-macam. Penelitian yang sudah dilakukan terhadap tanaman yang
berbau tidak sedap ini, sebagian besar untuk membuktikan khasiat dan
mengetahui senyawa yang terkandung dan berperan sebagai obat. Belum
dilaporkan penelitian yang meneliti bau dari tanaman tersebut, sehingga belum
diketahui senyawa yang menyebabkan bau dari tanaman tersebut. Bau dari suatu
tanaman salah satunya dapat berasal dari komponen minyak atsiri yang
terkandung dalam tanaman tersebut.
Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris atau minyak terbang
(essential oil, volatile oil) yang merupakan salah satu hasil metabolisme tanaman.
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
serta berbau sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Minyak atsiri larut dalam
pelarut organik dan tidak larut dalam air (Sudaryani dan Sugiharti, 1990). Minyak
atsiri pada industri banyak digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum,
antiseptik, dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atsiri mampu bertindak sebagai
bahan terapi (aromaterapi) atau bahan obat suatu jenis penyakit. Fungsi minyak
atsiri sebagai bahan obat tersebut disebabkan adanya bahan aktif, sebagai contoh
bahan anti radang, hepatoprotektor, analgetik, anestetik, antiseptik, psikoaktif, dan
anti bakteri (Agusta, 2000).
Pada tanaman berbau tidak sedap, informasi mengenai senyawa dan
komposisi yang terkandung dalam minyak atsiri tanaman tersebut dapat
digunakan sebagai dasar untuk keperluan pembuatan produk yang menghasilkan
bau-bau tidak sedap. Salah satu produk yang diinginkan mempunyai formula bau
tidak sedap adalah senjata bau atau bom bau yang dapat digunakan sebagai senjata
anti huru-hara. Senjata bau tersebut diharapkan ampuh untuk membubarkan
massa, tetapi tidak membahayakan sehingga dapat digunakan aparat keamanan
dalam menangani kerusuhan.
Beberapa tanaman Indonesia yang memiliki bau tidak sedap yaitu sembukan
(Paederia foetida L.), babadotan (Ageratum conyzoides L.), tembelekan (Lantana
camara L.), dan inggu (Ruta angustifolia L.). Tanaman-tanaman tersebut banyak
ditemukan di Indonesia dan telah lama dikenal sebagai tanaman berbau busuk.
Penelitian yang telah dilakukan pada tanaman sembukan yaitu efek antiinflamasi
(Utami, 2011); pada tanaman babadotan yaitu obat tradisional (Ming, 1999); pada
tanaman tembelekan yaitu pengaruh terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti
(Wardani, 2010); tanaman inggu yaitu antimikroba (Nurhaya, 2009). Belum
ditemukan penelitian yang mengidentifikasi komponen minyak atsiri yang
terkandung dalam tanaman tersebut.
Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian terhadap senyawa dan
komposisi dari minyak atsiri tanaman tersebut yang diharapkan menjadi penyebab
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
1.2 Rumusan Masalah
Permasalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Berapa kandungan minyak atsiri dari tanaman Indonesia yang memiliki bau
tidak sedap?
2. Bagaimana komposisi minyak atsiri dari tanaman Indonesia yang memiliki
bau tidak sedap?
3. Apa senyawa yang menyebabkan bau dari tanaman Indonesia yang memiliki
bau tidak sedap?
1.3 Batasan Masalah
Tanaman yang diteliti adalah tanaman yang memiliki bau tidak sedap, yaitu
sembukan, babadotan, dan tembelekan yang berasal dari kebun Percobaan
Cimanggu, Balittro Bogor dan inggu berasal dari kebun Manoko Lembang.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui kandungan minyak atsiri dari tanaman Indonesia yang memiliki
bau tidak sedap.
2. Mengetahui komposisi minyak atsiri dari tanaman Indonesia yang memiliki
bau tidak sedap.
3. Mengetahui senyawa penghasil bau dari tanaman Indonesia yang memiliki
bau tidak sedap.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan mengenai hasil penelitian ini, meliputi:
1. Dapat menjadi informasi tambahan dan pengetahuan bagi para peneliti tentang
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
2. Dapat digunakan untuk keperluan sintesis senyawa bau, salah satunya untuk
pembuatan senjata bau atau bom bau dengan meniru komposisi dari senyawa
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils,
atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal
dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Setidaknya ada 150 jenis
minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis
diantaranya dapat diproduksi di Indonesia. Meskipun banyak jenis minyak atsiri
yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang
telah berkembang dan sedang dikembangkan di Indonesia (Gunawan 2009).
Minyak atsiri ini merupakan minyak yang mudah menguap, dengan komposisi
dan titik didih yang berbeda-beda. Setiap substansi yang dapat menguap memiliki
titik didih dan tekanan uap tertentu dan hal ini dipengaruhi oleh suhu (Guenther,
2006).
Minyak atsiri didefinisikan sebagai produk hasil penyulingan dengan uap
dari bagian-bagian suatu tumbuhan. Minyak atsiri dapat mengandung puluhan
atau ratusan bahan campuran yang mudah menguap (volatile) dan bahan
campuran yang tidak mudah menguap (non-volatile), yang merupakan penyebab
karakteristik aroma dan rasanya (Tavish dan Haris, 2002). Kata essential oil
diambil dari kata quintessence, yang berarti bagian penting atau perwujudan
murni dari suatu material, dan pada konteks ini ditujukan pada aroma atau essence
yang dikeluarkan oleh beberapa tumbuhan (misalnya rempah-rempah,
daun-daunan dan bunga). Kata volatile oil adalah istilah kata yang lebih jelas dan akurat
secara teknis untuk mendeskripsikan essential oil, dengan pengertian bahwa
volatile oil yang secara harfiah berarti minyak terbang atau minyak yang
menguap, dapat dilepaskan dari bahannya dengan bantuan dididihkan dalam air
atau dengan mentransmisikan uap melalui minyak yang terdapat di dalam bahan
Minyak atsiri dapat dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses
distilasi. Pada proses ini jaringan tanaman dipanasi dengan air atau uap air.
Minyak atsiri akan menguap dari jaringan bersama uap air yang terbentuk atau
bersama uap air yang dilewatkan pada bahan. Campuran uap air dan minyak atsiri
dikondensasikan pada suatu saluran yang suhunya relatif rendah. Hasil kondensasi
berupa campuran air dan minyak atsiri yang sangat mudah dipisahkan karena
kedua bahan tidak dapat saling dilarutkan.
Ditinjau dari sumber alami minyak atsiri, substansi mudah menguap ini
dapat dijadikan sebagai sidik jari atau ciri khas dari suatu jenis tumbuhan karena
setiap tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang berbeda. Dengan
kata lain, setiap jenis tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang
spesifik. Memang ada beberapa jenis minyak atsiri yang memiliki aroma yang
mirip, tetapi tidak persis sama, dan sangat bergantung pada komponen kimia
penyusun minyak tersebut. Perlu diingat bahwa tidak semua jenis tumbuhan
menghasilkan minyak atsiri. Hanya tumbuhan yang memiliki sel glandula sajalah
yang bisa menghasilkan minyak atsiri.
Ditinjau dari segi kimia fisika, minyak atsiri hanya mengandung dua
golongan senyawa, yaitu oleoptena dan stearoptena. Oleoptena adalah bagaian
hidrokarbon di dalam minyak atsiri dan berwujud cairan. Umumnya senyawa
golongan oleoptena ini terdiri atas senyawa monoterpena, sedangkan stearoptena
adalah senyawa hidrokarbon teroksigenasi yang umumnya berwujud padat.
Stearoptena ini umumnya terdiri atas senyawa turunan oksigen dari terpena.
Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia
dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks. Beberapa tipe senyawa organik
mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida,
ester, aldehida, dan eter. Sangat sedikit sekali yang mengandung satu jenis
komponen kimia yang persentasenya sangat tinggi (Agusta, 2000).
Minyak atsiri mengandung bermacam-macam komponen kimia yang
berbeda, namun komponen tersebut dapat digolongkan ke dalam 4 kelompok
1. terpen, yang ada hubungannya dengan isoprena atau isopentena.
2. persenyawaan – berantai lurus.
3. turunan benzena.
4. persenyawaan lainnya.
Sebagian besar minyak atsiri umumnya diperoleh dengan cara penyulingan
menggunakan uap atau disebut juga dengan cara hidrodestilasi. Penyulingan dapat
didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua
jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat
tersebut. Proses penyulingan dengan demikian merupakan proses penting bagi
produsen minyak atsiri. Secara umum ada dua macam sistem penyulingan
campuran cairan yang perlu dikemukakan:
1. penyulingan dari campuran cairan yang saling tidak melarut dan selanjutnya
membentuk dua fase. Pada prakteknya, penyulingan tersebut dilakukan untuk
memurnikan dan memisahkan minyak atsiri dengan cara penguapan, dan
proses penguapan tersebut juga dimaksud untuk mengektraksi minyak atsiri
dengan bantuan uap air. Penyulingan dapat dilakukan dengan cara
memanaskan bahan baku (tanaman penghasil minyak atsiri) dalam air
mendidih pada suatu ketel penyuling sehingga membentuk uap, atau dapat
dilakukan dengan memasukkan bahan ke dalam ketel penyuling, selanjutnya
dialiri dengan uap panas yang dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah.
2. penyulingan dari campuran cairan yang saling melarut secara sempurna dan
hanya membentuk satu fase. Pada prakteknya, usaha tersebut dilakukan untuk
memurnikan dan memisahkan fraksi-fraksi minyak atsiri tanpa menggunakan
uap panas.
Dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu:
1. penyulingan dengan air (water distillation)
2. penyulingan dengan air dan uap (water steam distillation)
3. penyulingan dengan uap langsung (steam distillation).
Penyulingan dengan air. Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak
terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang
disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu
dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan
memakai pipa uap berlingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini
ialah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih. Beberapa jenis bahan
harus disuling dengan metode ini, karena bahan harus tercelup dan dapat bergerak
bebas dalam air mendidih. Jika disuling dengan metode uap langsung, bahan ini
akan merekat dan membentuk gumpalan besar yang kompak, sehingga uap tidak
dapat berpenetrasi ke dalam bahan.
Penyulingan dengan air dan uap. Pada metode penyulingan ini, bahan olah
diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air
sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat dipanaskan
dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah.
Ciri khas dari metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak
terlalu panas; bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak
dengan air panas.
Penyulingan dengan uap. Metode ketiga disebut penyulingan uap atau
penyulingan uap langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan di
atas, kecuali air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh
atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfir. Uap dialirkan melalui
pipa uap berlingkar yang berpori yang terletak di bawah bahan, dan uap bergerak
ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan (Guenther, 2006).
Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri sebagai bahan pewangi atau
penyedap (flavoring). Selain itu minyak atsiri banyak juga digunakan sebagai
bahan pewangi kosmetik dan sabun. Minyak atsiri dapat menetralisir bau yang
tidak enak dari bahan, misalnya seperti bau busuk pada kulit sintetis. Saat ini
sudah dapat dibuat beberapa macam minyak atsiri dari bahan mentah yang dahulu
dikesampingkan atau dilupakan karena baunya kurang disukai. Sebagai contoh
ialah penambahan senyawa-senyawa aromatik ke dalam produk tertentu, seperti
Kegunaan lain dari minyak atisiri adalah dalam bidang kesehatan sebagai
bahan antiseptik internal atau eksternal, sebagai bahan analgesic, haemolitic atau
antizymatik, sebagai sedative, stimulant untuk obat sakit perut. Di samping itu
beberapa jenis minyak atsiri lainnya dapat digunakan sebagai obat cacing.
Rempah-rempah dan minyak atsiri dengan flavor yang khas, telah digunakan
sebagai bahan penyedap masakan sejak beberapa abad yang lalu. Telah diketahui
bahwa selain mempuanyai bau wangi yang menyenangkan, minyak atsiri tersebut
dapat juga membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf sekresi,
sehingga akan keluar getah lambung yang mengandung enzim seperti pepsin,
trypsin, lipase, amilase disekresikan ke dalam lambung dan usus, hanya distimulir
oleh bau dan rasa bahan pangan. Dengan mencium bau-bauan tertentu, maka akan
keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah. Minyak
atsiri juga ada yang mempunyai sifat membius, merangsang atau memuakkan
(Guenther, 2006). Minyak atsiri yang mempunyai sifat seperti ini berasal dari
tanaman yang memiliki bau yang tidak enak atau tidak sedap.
Banyak tanaman obat yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Dari
beberapa tanaman obat yang dapat menghasilkan minyak atsiri terdapat tanaman
yang memiliki bau yang tidak sedap, diantaranya sembukan (Paederia foetida L.),
babadotan (Ageratum conyzoides L.), tembelekan (Lantana camara L.), dan inggu
(Ruta angustifolia L.).
2.2 Tanaman Sembukan (Paederia foetida L.)
Tanaman sembukan (Paederia foetida) adalah salah satu tanaman yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Nama tanaman ini mungkin sudah banyak
didengar orang tetapi masih belum banyak diketahui manfaatnya. Paederia
foetida yang sering dikenal sebagai sembukan atau daun kentut memiliki berbagai
macam khasiat dan kegunaan. Tanaman sembukan tidak hanya terdapat di satu
daerah saja, tapi tersebar di beberapa daerah di Indonesia seperti di Sunda, Jawa,
Madura, Ternate, dan Sumatera. Gambar tanaman sembukan dapat dilihat pada
Gambar 2.1 Sketsa Tanaman Sembukan
Daun sembukan atau daun kentut merupakan daun yang berbau busuk, bila
dimakan mula-mula tidak berasa, lama-lama pahit. Berdaun tunggal, berbentuk
bundar telur sampai lonjong atau lanset, pangkal daun berbentuk jantung, ujung
daun lancip, pinggir daun rata. Helaian daun panjang 3 cm sampai 12,5 cm, lebar
2 cm sampai 7 cm. Permukaan atas berwarna coklat kehitaman, permukaan bawah
berwarna kelabu kecoklatan; permukaan atas berambut rapat atau jarang,
permukaan bawah terasa lebih halus dan jelas berambut, tulang daun menyirip,
tulang daun pada permukaan bawah lebih menonjol daripada permukaan atas.
Panjang tangkai daun 1 cm sampai 5 cm (MMI).
Paederia foetida sejenis perdu berbatang memanjat, oleh Rumphius
dinamakan Convolvulus foetidus, tumbuh di lapangan terbuka, di pagar-pagar, di
tebing-tebing sungai. Bila daunnya digosokkan di kedua belah tangan, ia
mengeluarkan bau busuk yang sangat nyata sekali yaitu yang disebut orang kentut
dan dari sanalah asalnya nama yang diberikan kepadanya dalam berbagai bahasa
Indonesia. Bau yang sama dirasakan juga, ketika orang melewati tempat tanaman
Tanaman yang bau ini besar gunanya sebagai obat dapat mengobati
penyakit dan dapat pula untuk mencegah masuk angin. Ia dapat menyembuhkan
segala macam penyakit perut dan mules karena disebabkan masuk angin atau
gangguan usus. Untuk maksud tersebut orang mengambil air perasan daunnya
atau mencampurnya dengan sayuran, ataupun memakannya mentah-mentah,
karena rasanya sama sekali tidak begitu jijik sebagaimana baunya. Apabila ada
tanda-tanda sakit perut, maka daun tersebut didiamkan di atas api dan kemudian
diikatkan pada perut. Dengan meletakkan di perut membuat semua bengkak yang
keras karena masuk angin menjadi lembek dan kemudian menghilang. Juga dapat
digunakan untuk mengobati encok dan lumpuh. Dapat juga daun yang sudah
dikeringkan digunakan dan dimakan. Untuk mengobati mata karena panas dan
bengkak, daun tanaman ini dimasak dengan air dan penderita didudukkan di atas
uapnya, bila airnya telah menjadi panas kuku, daun itu dibungkus dalam sepotong
kain lalu diletakkan di atas mata dan dibiarkan sampai daun itu menjadi dingin,
kemudian kompres tersebut diperbaharui kembali
Daun sembukan oleh masyarakat digunakan sebagai seduhan daun dan
rebusan daun untuk menyembuhkan penyakit maag dan penyakit usus, khusus
terhadap proctitis dan tympanitis. Ada juga yang ditumbuk beberapa gram daun
segar sampai menjadi bubur, lalu dicampur dengan secangkir air, lalu disaring
dengan menggunakan kain dan setelah disaring kemudian dilarutkan dengan
garam dapur sebanyak 1 sampai 2 sendok teh dan dengan cairan yang kental ini
penderita diobati perutnya yang sudah parah selama beberapa hari. Dengan cara
pengobatan semacam ini yang dilakukan oleh masyarakat ternyata berhasil baik
sekali.
Pemakaian daun sembukan berasal dari ajaran transmigrasi. Oleh
kebanyakan masyarakat ditandai, bahwa pelepasan kotoran dari
penderita-penderita disentri tidak menyebarkan bau tahi yang normal, akan tetapi
mengeluarkan bau seperti bangkai yang dapat menarik datangnya lalat. Bilamana
bau tahi sudah kembali kesifat normal dan pelepasan kentut oleh penderita juga
penderita sudah mulai sembuh. Dari bau yang disebarkan oleh Paederia foetida,
menyebabkan masyarakat itu teringat kepada tahi atau kentut dari manusia
normal, sehingga dengan demikian ia memperoleh petunjuk untuk memanfaatkan
daun itu sebagai obat dengan cara mengalihkan sifatnya ke dalam saluran usus
dari penderita. Dari sekian banyak resep obat disentri terdapat juga di dalamnya
daun kasembukan. Pengalaman lama kembali mengajarkan, bahwa orang tidak
berhak untuk menyatakan obat rakyat tidak bernilai hanya karena berdasarkan
ajaran transmigrasi atau ajaran tanda-tanda pengenal.
Daun sembukan dianjurkan juga untuk dibuat bubur dengan diberi sedikit
air dan sedikit garam untuk mengobati penyakit kulit (herpes). Keuntungannya
yang melebihi obat kurap biasa adalah tanpa rasa sakit, daya kerjanya cepat, dan
tidak berbahaya bagi mata kita bila digunakan di bagian muka (Heyne, 1987).
Daun kesembukan secara empiris dapat digunakan untuk obat saluran
pencernaan yaitu nyeri pada usus, lambung, dan perut kembung (Mardisiswoyo,
1975). Dari hasil penelitian menunjukkan daun kesembukan dapat mengurangi
kontraks usus terisolasi (Rahayuningsih, 1980). Kontraksi usus yang lebih kuat
dari normal merupakan salah satu penyebab diare. Kontraksi tersebut dapat
disebabkan oleh rangsangan zat kimia, protein asing atau mikroba (Bass, 1972).
Adanya efek daun kesembukan dapat mengurangi kontraksi usus terisolasi pada
tikus merupakan suatu petunjuk bahwa daun kesembukan dapat dipakai sebagai
obat diare non spesifik pada manusia.
Tanaman ini juga dapat berfungsi sebagai antirematik, penghilang rasa sakit
atau analgesik, peluruh kentut (karminatif), peluruh kencing, peluruh dahak
(mukolitik), penambah nafsu makan (stomakik), antibiotik, antiradang, obat
batuk, dan pereda kejang. Selain itu juga dapat berperan sebagai obat radang usus
(enteritis), bronkitis, tulang patah, keseleo, perut kembung, hepatitis, disentri, luka
benturan, dan obat cacing (Utami, 2008), mengatasi demam, masuk angin,
rematik, herpes, disentri (Solikin, 2007).
Kandungan yang terdapat dalam tanaman ini cukup banyak antara lain pada
-O-sinapoyl scandoside methyl ester, three dimeric iridoid glucosides, paederosida,
metil ester asam paederosida, gama-sitosteron, arbutin, asam oleanolik, dan
minyak atsiri (Utami,2008). Selain itu, daun sembukan juga mengandung
alkaloid, paederin, metilmerkaptan (Solikin, 2007). Ekstrak etanol dari batang
sembukan mengandung iridoid glikosida, paederosida, asam paederosida,
metilpaederosidate, dan saprosmosida (Xu et al., 2006). Iridoid glikosida
memiliki fungsi beragam, yaitu sebagai antihepatotoksik, hipoglikemik,
antispasmodik, antiinflamasi, antitumor, antivirus, imunomodulator, dan aktivitas
purgatif (El-Moaty, 2010).
Daun kesembukan mengandung skatol dan indol (Rahayuningsih, 1980).
Senyawa-senyawa turunan indol ada yang berpengaruh terhadap susunan saraf
pusat maupun susunan saraf otonom. Mungkin senyawa indol atau turunannya
inilah yang bekerja terhadap susunan saraf dan mempengaruhi pengurangan
kontraksi usus sehingga dapat menyebabkan efek antidiare pada tikus putih
(Rahayuningsih, 1980).
2.3 Tanaman Babadotan (Ageratum conyzoides L.)
Tumbuhan bandotan mudah ditemukan seperti di sawah, di sekitar halaman,
serta di ladang. Tanaman ini dikenal dengan nama ilmiah Ageratum conyzoides L.
dan dikenal di masyarakan Indonesia dengan nama bandotan, daun tombak,
siangit, tombak jantan, siangik kahwa, rumput tahi ayam (Sumatera), babadotan,
B. Leutik, babandotan, B. Beureum, B. Hejo, jukut bau, ki bau, berokan, wedusan,
dus wedusan, dus bedusan, tempuyak (Jawa), dawet, lawet, rukut manooe, rukut
Gambar 2.2 Sketsa Tanaman Babadotan
Tumbuhan bandotan berasal dari Amerika Selatan tergolong ke dalam
tumbuhan terna semusim, tumbuh tegak atau bagian bawahnya berbaring dengan
tingginya sekitar 30-90 cm, dan bercabang. Batang bulat berambut panjang, jika
menyentuh tanah akan mengeluarkan akar. Daun bertangkai berbentuk bulat telur
dengan pangkal membulat dan ujung runcing berwarna hijau. Bunga berwarna
putih berkelompok. Buahnya berwarna hitam dan bentuknya kecil. Di Indonesia,
bandotan merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai tumbuhan
pengganggu (gulma) di kebun dan di ladang. Tumbuhan ini, dapat ditemukan juga
di pekarangan rumah, tepi jalan, tanggul, dan sekitar saluran air pada ketinggian
1-2.100 m di atas permukaan laut (dpl). Jia daunnya telah layu dan membusuk,
tumbuhan ini akan mengeluarkan bau tidak enak. Herba ini kalau kita cicipi akan
terasa sedikit pahit, pedas, dan sifatnya netral.
Khasiat tanaman bandotan, yaitu untuk pengobatan demam, malaria, sakit
tenggorokan, radanga paru (pneumonia), radang telinga tengah (otitis media),
pendarahan, seperti pendarahan rahim, luka berdarah, dan mimisan, diare, disentri,
mulas (kolik), muntah , perut kembung, keseleo, pegal linu, mencegah kehamilan,
badan lelah sehabis bekerja berat, produksi air seni sedikit, tumor rahim, dan
perawatan rambut. Akar bandotan juga berkhasiat untuk mengatasi demam.
organik, pektin, minyak atsiri, tanin, sulfur, dan potassium klorida (Permana,
2007).
Tumbuhan ini merupakan terna semusim, tumbuh tegak, sering terbagi
menjadi banyak cabang-cabang yang tumbuh miring, berbulu panjang, tinggi 5
sampai 90 cm, pada waktu layu menyebarkan bau amis yang tidak enak. Sejak
lama didatangkan dari Amerika tropis dan sekarang di Jawa secara umum
ditemukan mulai dataran rendah sampai ± 1750 m. Dpl., di beberapa tempat
tertentu sering ditemukan dalam jumlah banyak sebagai tumbuhan pengganggu
yang tidak merugikan.
Ekstrak dari akar dapat diminum dan badan penderita dioles dengan akar
yang ditumbuk sebagai obat demam. Infus dari daun yang ditumbuk halus
digunakan sebagai obat sakit dada. Ekstrak dari daun digunakan oleh orang Sunda
sebagai obat mata yang terasa panas. Babadotan digunakan sebagai campuran obat
sakit perut, di Bogor salep dari daun yang diremas-remas dengan kapur dioleskan
pada luka yang masih segar.
Telah ditemukan sedikit minyak atsiri dalam tumbuhan tersebut, bau dari
minyak atsiri sangat keras. Bahan-bahan yang terdapat dalam tumbuhan ini,
diantaranya kumarin (Heyne, 1987).
Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesehatan
rakyat adalah mencegah dan memberantas penyakit tidak menular, yang bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian antara lain akibat
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, diabetes, dan akhir-akhir ini
kecelakaan (luka) yang banyak terjadi.untuk pengobatan luka telah cukup banyak
tersedia obat sintetik seperti povidon yodium atau antibiotik. Di Indonesia banyak
jenis tumbuhan yang secara tradisional digunakan oleh masyarakat untuk
mengobati luka, antara lain Ageratum conyzoides Linn. Familia Asteraceae
(Compositae) atau yang biasa dikenal dengan nama bandotan. Secara tradisional
daun bandotan digunakan untuk berbagai jenis luka yang disebabkan terpotong
Pemakaiannya dengan cara menumbuk halus atau meremas-remas daun
segar, kemudian dicampur dengan sedikit minyak kelapa dan dibubuhkan pada
luka. Hal ini dilakukan sehari sekali. Penggunaan lain daun bandotan adalah untuk
mengobati diare, lepra, dan obat tetes mata. Kandungan kimia tanaman ini yang
telah diketahui adalah alkaloid, kromen, flavonoid, minya atsiri, triterpenoid, dan
steroid. Penelitian mengenai tanaman ini di Indonesia masih kurang.
2.4 Tanaman Tembelekan (Lantana camara L.)
Lantana camara Linn. dapat dilihat pada gambar 2.3 termasuk dalam suku
Verbenaceae, berasal dari Amerika Tropik (Burkill, 1966). Tumbuhan ini
kemudian tersebar ke daerah tropis dan subtropis; diantaranya masuk ke Indonesia
sekitar tahun 1860 (Heyne, 1987), Philipina sekitar tahun 1840, India tahun 1809,
dan Srilangka tahun 1824 (Burkill, 1966).
Gambar 2.3 Sketsa Tanaman Tembelekan
Di beberapa daerah, L. camara tersebar secara alami dan merambah ke
lahan-lahan terbuka dari dataran rendah sampai daerah dengan ketinggian 1700 m
dpl. Tumbuhan yang mempunyai sinonim L. aculeata, dikenal juga dengan nama
saliara (Sunda), bunga tahi ayam (Malaysia), bangbasit, sapinit (Philipina), dan
pha-ka-khrong (Thailand).
Lantana camara merupakan tumbuhan perdu tegak atau setengah merambat,
bercabang banyak dan rantingnya berbentuk segi empat. Terdapat varietas
tumbuhan yang berduri dan yang tidak berduri, yang bisa mencapai ketinggian
sekitar 2 m. Daunnya tunggal, duduk berhadapan dengan bentuk bulat telur dan
ujung meruncing, pinggirnya bergigi. Tulang daunnya menyirip, permukaan atas
berambut banyak dan terasa kasar, permukaan bawah berambut jarang. Bunga
dalam rangkaian yang berbentuk tandan dan mempunyai bermacam-macam warna
seperti putih, jingga, kuning, dan sebagainya. Buah seperti buah buni, berwarna
hitam mengkilat bila sudah matang (Walter, 1977 dan Bailey, 1919).
Keberadaan L. camara sering dianggap sebagai semak yang mengganggu
tanaman perkebunan. Namun sebenarnya tumbuhan ini bermanfaat sebagai
tanaman pagar (Bailey, 1919), tanaman hias, bahan bakar (Heyne, 1987), bahan
pembuat kertas (Burkill, 1966), bahan makanan (buahnya), dan sebagai tanaman
obat. Penelitian yang pernah dilakukan pada tumbuhan ini sebagai tanaman obat
ialah aspek fitokimia (PT. Eisai Indonesia dan Zuhud et. Al., 1992 dalam Zuhud
dan Haryanto, 1994). Dilihat dari segi pemanfaatannya, maka masih perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui potensinya sebagai tanaman obat dan juga
aspek lainnya seperti budidaya, farmakologi, toksikologi, dan sebagainya.
Bagian tanaman yang bisa digunakan sebagai obat ialah daun, bunga, akar,
dan kulit batang. Daun L. camara mempunyai kandungan kimia berupa Lantadene
A (0,31%-0,68%). Lantadene B (0,2%). Lantanolic acid, Lantic acid, humelene
(mengandung minyak menguap 0,16%-0,2%), β caryophyllene, gama-terpidene,
pinene, dan p-cymene (Wijayakusuma, 1992). Pada kulit dan akar L. camara
mengandung Lantamine (alkaloid) dan daunnya mengandung minya atsiri (Anon,
1986). Kandungan kimia dalam L. camara menyebabkan adanya sifat kimia dan
efek farmakologis sebagai berikut: akarnya mempunyai rasa manis, sejuk,
penurun panas, penawar racun (antitoksik), penghilang sakit. Daunnya
antitoksik, dan menghilangkan pembengkakan. Bunganya mempunyai rasa manis,
sejuk, dan penghenti perdarahan (hemostatik).
Daun L. camara banyak digunakan sebagai obat bisul, mulas, mual,
bengkak-bengkak, encok, keringat tidak keluar, dan batuk (Bimantoro, 1977 dan
Anon, 1986). Selain itu daunnya digunakan pula sebagai obat bengkak, penurun
panas,penyakit kulit, rheumatik, dan memar (Wijayakusuma, 1992). Bagian akar
L. camara bisa digunakan sebagai obat kencing nanah, raja singa, dan darah kotor
(Anon, 1986). Bagian akarnya juga dapat digunakan sebagai obat influensa, TBC,
kelenjar, rheumatik, dan keputihan (Wijayakusuma, 1986). Bagian kulit kayu bisa
untuk mengobati keputihan dan GO (Bimantoro, 1977). Bagian bunga L. camara
bisa untuk mengobati TBC dengan batuk darah dan asmatis (Wijayakusuma,
1992).
Cara mengobati penyakit bisul, luka berdarah, memar, serta keputihan ialah
daun segar dilumatkan kemudian ditempelkan ke bagian yang sakit. Sedangkan
untuk mengobati TBC paru dengan batuk darah ialah 6-10 g bunga kering direbus
kemudian diminum. Rheumatik diobati dengan cara rebusan akar dalam jumlah
secukupnya untuk mandi (Wijayakusuma, 1992). Cara pengobatan untuk penyakit
perut mulas dan kejang serta peluruh keringat ialah daun direbus atau diseduh
kemudian diminum, sedangkan untuk encok, air rebusan tersebut digunakan untuk
mandi. Cara pemakaian untuk pengobatan GO dan keputihan ialah dengan
merebus kulit kayu dan kemudian digunakan sebagai obat dalam (Bimantoro,
1977). Cara pemakain untuk pengobatan sakit panas dalam yaitu segenggam daun
tumbuhan ini yang dicampur dengan asam dan sedikit garam dapur diremas pada
segelas air dan digunakan sebagai jamu. Cari ini banyak dilakukan oleh
masyarakat Bali. Umumnya jamu tersebut diminum pagi hari sebelum sarapan
dan bila perlu bisa diteruskan hingga tiga kali sehari sampai kondisi badan terasa
baik (Sumantera, 1994).
Tanaman Inggu atau Ruta graveolenz L. atau Ruta angustifolia dapat dilihat
pada gambar 2.4, termasuk familia Rutaceae, banyak tumbuh di tanah air kita.
Habitus berupa semak, tinggi ±1,5 m. Batang berkayu berbentuk bulat,
percabangan simpodial, dan berwarna hijau muda. Daun majemuk, anak daun
lanset atau bulat telur, pangkal runcing, ujung tumpul, tepi rata, panjang 8-20 mm,
lebar 2-6 mm, pertulangan tidak jelas, berwarna hijau. Bunga majemuk, kelopak
bentuk segi tiga, berwarna hijau, putik satu, kuning, benang sari delapan, duduk
pada dasar bunga, kepala sari kuning, mahkota bentuk mangkok, kuning. Buah
kecil, lonjong, terbagi menjadi 4, berwarna coklat. Biji berbentuk ginjal, kecil,
berwarna hitam. Akar tunggang, bulat, bercabang, warna putih kekuningan
[image:30.595.115.512.265.602.2](Sherley, et. al., 2008).
Gambar 2.4 Sketsa Tanaman Inggu
Daun-daunnya yang penting sebagai bahan bakal obat, berbau aromatik,
rasanya agak pahit. Daun-daun ini memiliki kandungan minyak atsiri berwarna
kuning yang mengandung metilnonilketon (sampai 90%), zat fenol, ester, dan
keton lainnya. Sangat baik untuk digunakan sebagai obat penenang, obat mules
dan disforestika, dengan dosis sekitar 1,5 gram sampai 4 gram (Kartasapoetra,
Tema yang tegak, berdaun banyak dan berbau keras. Tingginya 1,00-1,50
m; berasal dari Eropa Selatan dan Afrika Utara. Daun ini tidak dapat berbunga
pada tempat dengan ketinggian kurang dari 1000 m di atas permukaan laut, ia
sering dibudidayakan karena digunakan sebagai obat. Daunnya merupakan obat
dan juga orang Eropa menggunakannya sebagai obat terhadap berbagai penyakit
di rumah. Van der Burg mengatakan bahwa daun tersebut terutama dipakai
sebagai obat luar terhadap kejang (stuip) pada anak-anak, rebusan/seduhan dari
daunnya dengan bawang merah dan bangle dalam cuka, diikatkan pada
permukaan tangan dan pada pelipis yang sakit. Jasper memberitakan penggunaan
yang sama pada demam. Ridley mengatakan bahwa seduhannya merupakan obat
minum untuk mengeluarkan keringat bagi orang Melayu dan air perasan dari
daunnya diteteskan sebagai obat penyakit telinga, digerus halus dengan kunir dan
beras, konon dapat digosokkan kepada kulit sebagai obat terhadap ketombe dan
penyakit gudig (Heyne, 1987).
Minyak inggu mengandung keton yaitu metil nonil keton dan metil heptil
keton mencapai kadar 90% atau lebih, dan kandungan kedua keton tersebut dapat
dinyatakan dengan nilai titik beku minyak. Senyawa-senyawa yang yang telah
diidentifikasi dalam minyak inggu yang berasal dari berbagai sumber, yaitu metil
nonil keton, metil heptil keton, l-α pinen, l-limonen, sineol, metil-n-heptil karbinol
dan metil-n-karbinol, ester dari asam valerat, asam kaprilat, asam salisilat, metil
ester dari asam metil antrasilat, basa memiliki bau seperti kuinolin, dan azulen
biru.
Minyak inggu penggunaannya tidak meluas. Sejumlah kecil digunakan
dalam meramu flavor dan dalam parfum serta pewangi sabun dengan tipe tertentu.
Namun demikian, minyak yang mengandung metil nonil keton dengan persentase
tinggi digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil nonil asetaldehida
(Guenther, 1990).
2.6 Senyawa Bau
a. asam butirat
Asam butirat merupakan substansi yang bertanggung jawab atas bau
muntahan dan bau tidak terlalu berbeda dari keju parmesan. Meskipun asam
butirat memiliki bau yang tidak sedap, asam butirat memiliki beberapa
manfaat untuk kesehatan, seperti membantu dalam penyerapan molekul
makanan tertentu dan membantu menghasilkan lendir pelindung usus
(Anonim, 2013).
b. kadaverina
Kadaverina adalah senyawa diamin berbau busuk yang dihasilkan oleh
hidrolisis protein selama pembusukan jaringan hewan. kadaverina dikenal
dengan nama 1,5-pentanadiamina dan pentametilendiamina (Anonim,
2013).
c. hidrogen sulfida
Hidrogen sulfida adalah gas tidak berwarna dengan karakteristik berbau
busuk dari telus busuk, lebih berat daripada udara, sangat beracun, korosif,
mudah terbakar, dan meledak (Anonim, 2013).
d. senyawa organosulfur
Manusia dan hewan memiliki penciuman yang sensitif terhadap bau
senyawa organosulfur valensi rendah seperti tiol, tioeter, dan disulfida. Tiol
volatil berbau busuk adalah produk protein terdegradasi yang ditemukan
dalam makanan busuk, identifikasi sangat sensitif senyawa ini sangat
penting untuk menghindari keracunan (Anonim, 2013).
e. putresina
Putresina atau tetrametilendiamin adalah senyawa kimia organik berbau
busuk yang berhubungan dengan kadaverina, keduanya diproduksi oleh
pemecahan asam amino dalam organisme mati dan keduanya beracun dalam
daging yang membusuk, dan berkontribusi terhadap proses bau seperti bau
mulut dan vaginosis bakteri. Mereka juga ditemukan dalam air mani dan
beberapa mikroalga bersama-sama dengan molekul terkait seperti spermine
dan spermidine (Anonim, 2013).
f. skatole
Skatole atau 3-metilindole adalah senyawa organik kristal putih agak
beracun milik keluarga indole. Hal ini terjadi secara alami dalam tinja
(dihasilkan dari triptofan dalam saluran pencernaan mamalia) dan batubara,
memiliki bau tinja yang kuat (Anonim, 2013).
g. trimetilamina
Trimetilamina merupakan produk dekomposisi tumbuhan dan
hewan. Trimetilamina adalah substansi utama pada bau yang sering
dikaitkan dengan ikan busuk, beberapa infeksi, bau mulut, dan dapat
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di gedung Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Bogor (BALITTRO) untuk penyulingan minyak atsiri sampel dan determinasi
sampel dilakukan di gedung Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB.
Selanjutnya untuk pengujian minyak atsiri dilakukan di gedung JICA FPMIPA
UPI, untuk pengujian dengan GCMS dilakukan di laboratorium instrumen
FPMIPA UPI, dan pengujian sifat fisik dilakukan di laboratorium Kimia Organik
dan Kimia Dasar FPMIPA UPI.
3.2 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan beberapa tahapan, yaitu determinasi sampel,
penyulingan minyak atsiri dari sampel, identifikasi minyak atsiri dari sampel
menggunakan GCMS merk Shimadzu QP 2010 ULTRA, dan uji sifat fisik
minyak atsiri dari sampel. Diagram alir dapat dilihat pada gambar 3.1.
3.2.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, meliputi seperangkat alat
distilasi uap yang terdiri dari ketel, kondensor, tempat penampung minyak atsiri
dan air, selang, dan bunsen, GCMS merk Shimadzu QP 2010 ULTRA, alat
refraktometer, timbangan analitis, serta alat-alat gelas kualitatif dan kuantitatif
lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, meliputi sampel tanaman
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Identifikasi Senyawa Bau dari Tanaman yang Memiliki Bau Tidak Sedap
Pengumpulan sampel tanaman obat yang memiliki bau tidak sedap
Determinasi tanaman
Penyulingan minyak atsiri menggunakan water steam
distillationi
Pengujian komposisi minyak atsiri dengan
GCMS
Indeks bias Massa jenis Tingkat bau
Pengujian sifat fisik
Analisis komposisi minyak atsiri
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Determinasi Tanaman
Sampel tanaman yang digunakan untuk penelitian ini yaitu sembukan,
babadotan, tembelekan, dan inggu. Sampel tersebut masing-masing diambil
tanamannya mulai dari daun, batang, hingga akar. Kemudian tanaman tersebut
dideterminasi yang hasilnya adalah taksonomi dari tanaman sembukan,
babadotan, tembelekan, dan inggu.
3.3.2 Penyulingan Minyak Atsiri
Cara penyulingan minyak atsiri digunakan proses penyulingan dengan uap
air menggunakan water steam distillation. Sampel tanaman sembukan, babadotan,
tembelekan, dan inggu dalam keadaan segar masing-masing diambil daunnya
kemudian dirajang. Setelah daun berbentuk kecil-kecil, daun masing-masing
ditimbang (2,3 kg; 2,7 kg; 3,3 kg; 1 kg; dan 2 kg), lalu dimasukkan ke dalam alat
water steam distillation yang berbentuk seperti ketel (gambar alat dapat dilihat
pada gambar 3.2) yang sudah diisi air. Alat distilasi tersebut dipanaskan
masing-masing selama 6 jam. Setelah selesai, pemanasan dimatikan, didiamkan hingga
Gambar 3.2 Alat Water Steam Distillation
3.3.3 Pengujian Sifat Fisik Minyak Atsiri
Minyak atsiri yang telah dihasilkan kemudian diuji sifat fisiknya, pengujian
yang dilakukan, yaitu indeks bias, massa jenis, dan tingkat bau.
3.3.3.1 Uji Indeks Bias
Sampel minyak atsiri masing-masing diteteskan ke alat refraktometer
(gambar 3.3) kemudian dilihat indeks bias dari minyak atsiri. Hasil dari pengujian
ini adalah indeks bias dari masing-masing minyak atsiri tanaman sembukan,
[image:37.595.115.509.231.607.2]babadotan, tembelekan, dan inggu. Pengujian ini dilakukan triplo.
Gambar 3.3 Alat Refraktometer
3.3.3.2 Uji Massa Jenis
Kaca preparat ditimbang kemudian diteteskan sampel minyak atsiri
sembukan 10 µL ,babadotan, tembelekan, dan inggu masing-masing 25 µL lalu
ditimbang lagi. Hasil pengujian dihitung untuk massa jenis minyak atsiri tanaman
sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu. Pengujian dilakukan triplo.
Uji tingkat bau dilakukan secara organoleptik menggunakan panelis yang
tidak terlatih sebanyak 15 orang. Sampel minyak atsiri masing-masing dicium
baunya. Kemudian dianalisis tingkat bau tidak sedap dari minyak atsiri tanaman
sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu. Hasil pengujian ditandai dengan
tanda +, semakin kuat bau tidak sedap maka semakin banyak tanda + yang
dicantumkan.
3.3.4 Identifikasi Minyak Atsiri
Komponen-komponen senyawa minyak atsiri dianalisis menggunakan alat
GCMS. Sampel minyak atsiri masing-masing diinjeksi 0,2 µL ke dalam alat
GCMS merk Shimadzu QP 2010 dengan kolom yang digunakan BD5. Alat
GCMS diatur, suhu kolom yang digunakan 60˚C, suhu detektor 290˚C, suhu
injektor 270˚C, suhu awal 60˚C, kenaikan suhu 8˚C per menit sampai suhunya 280˚C, waktu analisa 27,5 menit, tekanan 80,2 kpa, laju alir 1,32 mL/menit, split
ratio 200, dan linear velocyti 41,7 mL/menit. Pengujian ini menghasilkan
kromatogram dan senyawa-senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri
Citra Pramesti Indriyanti , 2013
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini sampel yang digunakan sebagai tanaman yang memiliki
bau tidak sedap, yaitu sembukan, babadotan, tembelekan, dan inggu.
4.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman ini bertujuan untuk mengetahui taksonomi tanaman
yang akan dianalisis.
4.1.1 Tanaman Sembukan
[image:39.595.110.520.232.620.2]Hasil determinasi tanaman sembukan dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Taksonomi Tanaman Sembukan Taksonomi
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida (Dicots)
Anak kelas Asteridae
Bangsa Rubiales
Nama suku/familia Rubiaceae
Nama jenis/species Paederia foetida L.
Sinonim Paederia tomentosa Blume, Paederia chinensis Hance,
Paederia scandens (Lour.) Merr.
Nama umum Chinese moon creper, king tonic (Inggris), kahitutan
(Sunda), sembukan (Jawa)
Gambar 4.1 Tanaman sembukan
4.1.2 Tanaman Babadotan
Hasil determinasi tanaman babadotan dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Taksonomi Tanaman Babadotan
Taksonomi
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida (Dicots)
Anak kelas Asteridae
Bangsa Asterales
Nama suku/familia Asteraceae
Nama jenis/species Ageratum conyzoides L.
Sinonim -
Nama umum Goatweed (Inggris), babadotan (Sunda), wedusan (Jawa)
Gambar 4.2 Tanaman Babadotan
4.1.3 Tanaman Tembelekan
Hasil determinasi tanaman tembelekan dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Taksonomi Tanaman Tembelekan
Taksonomi
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida (Dicots)
Anak kelas Asteridae
Bangsa Lamiales
Nama suku/familia Verbenaceae
Nama jenis/species Lantana camara L.
Sinonim Lantana camara L.
Nama umum Sage, wild sage (Inggris), kembang telek, tembelekan
Gambar tanaman tembelekan yang dianalisis dapat diihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Tanaman Tembelekan
4.1.4 Tanaman Inggu
Hasil determinasi tanaman inggu dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Taksonomi Tanaman Inggu
Taksonomi
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida (Dicots)
Anak kelas Rosidae
Bangsa Sapindales
Nama suku/familia Rutaceae
Nama jenis/species Ruta angustifolia (L.) Pers.
Sinonim Ruta graveolens auct., Ruta graveolens L. var.
angustifolia (Pers.) Hook.f.
angustifolia (L.) Back.
Nama umum Daun inggu (Indonesia), inggu (Sunda), godong minggu
[image:43.595.110.513.112.175.2](Jawa)
[image:43.595.118.509.240.524.2]Gambar tanaman inggu yang dianalisis dapat diihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.4 Tanaman Inggu
4.2 Kandungan Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap
Penyulingan minyak atsiri ini dilakukan untuk mengambil kandungan
minyak atsiri dari tanaman dengan cara mengalirkan uap air (steam) ke sampel.
Gambar alat dapat dilihat pada gambar 4.5a. Pada saat alat distilasi dipanaskan,
air yang terdapat dalam ketel akan menguap, uap air tersebut yang akan
mengekstrak minyak atsiri yang terdapat pada sampel tanaman selama proses
pemanasan. Minyak atsiri yang telah terekstrak akan menjadi uap dan ikut
menguap bersama uap air kemudian akan didinginkan oleh kondensor sehingga
minyak atsiri akan masuk ke dalam penampungan bersama air (gambar 4.5b).
Minyak atsiri dan air tidak dapat bercampur maka akan terbentuk dua fasa.
a. b.
Keterangan:
a. Alat water steam distillation
b. Penampungan hasil penyulingan minyak atsiri
Gambar 4.5 Alat Penyulingan Minyak Atsiri
Dari hasil penyulingan didapat kandungan minyak atsiri yang berbeda-beda
pada setiap tanaman sampel. Hasil dari penyulingan sampel tanaman yang
[image:44.595.117.511.110.674.2]memiliki bau tidak sedap dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Penyulingan Minyak Atsiri
Sampel Berat
Sampel (kg)
Waktu (jam)
Volume Minyak Atsiri
(mL)
Randemen (%)
Warna
Sembukan 2,3 6 0,5 0,0143 Kuning
kecokelatan
Babadotan 2,7 6 0,9 0,0559 Hijau muda
Tembelekan 1 6 3,2 0,2893 Hijau tua
Inggu 2 6 4,4 0,1364 Hijau pudar
Dari hasil penyulingan tersebut dapat dilihat bahwa tanaman tembelekan
terbanyak. Sedangkan sembukan yang memiliki randemen terendah yang
menunjukkan bahwa tanaman sembukan memiliki kandungan minyak atsiri paling
sedikit. Gambar minyak atsiri tanaman obat yang memiliki bau tidak sedap dapat
dilihat pada gambar 4.6.
a. b.
c. d.
Keterangan: a. Minyak atsiri sembukan b. Minyak atsiri babadotan c. Minyak atsiri tembelekan d. Minyak atsiri inggu
Gambar 4.6 Minyak Atsiri Tanaman Berbau Tidak Sedap
4.3 Pengujian Sifat Fisik Minyak Atsiri
Ada beberapa pengujian sifat fisik minyak atsiri yang dilakukan, yaitu uji
indeks bias, uji massa jenis, dan uji tingkat bau.
4.3.1 Uji Indeks Bias
Uji indeks bias merupakan pengujian karakteristik fisik yang biasanya
digunakan sebagai parameter. Hasil uji indeks bias biasanya dibandingkan dengan
indeks bias standar untuk mengetahui kemurnian dan kualitas dari minyak atsiri
yang telah didapatkan. Hasil penelitian untuk uji indeks bias minyak atsiri sampel
Tabel 4.6 Hasil Uji Indeks Bias Minyak Atsiri
Minyak Atsiri Indeks Bias Suhu
Sembukan 1,500 28,6˚C
Babadotan 1,499 27,7˚C
Tembelekan 1,497 28,1˚C
Inggu 1,424 28,1˚C
Pada minyak atsiri sampel tersebut belum ditemukan indeks bias standar
sehingga belum dapat diketahui kemurnian dan kualitas dari minyak atsiri yang
telah dihasilkan. Akan tetapi dilihat dari literatur (Guenther, 2006), beberapa
tanaman menghasil minyak atsiri dengan indeks bias antara 1,5-1,6. Bila dilihat
dari tabel 4.6, hasil uji indeks bias pada minyak atsiri sampel sudah masuk pada
rentang indeks bias literatur.
4.3.2 Uji Massa Jenis
Uji massa jenis juga sama seperti uji indeks bias. Uji massa jenis juga
merupakan pengujian karakteristik fisik yang digunakan sebagai parameter untuk
mengetahui kemurnian dan kualitas minyak atsiri sampel. Hasil penelitian untuk
[image:46.595.115.511.237.646.2]uji massa jenis minyak atsiri sampel dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Hasil Uji Massa Jenis Minyak Atsiri
Minyak Atsiri Massa Jenis
Sembukan 0,66 g/mL
Babadotan 0,825 g/mL
Tembelekan 0,905 g/mL
Inggu 0,62 g/mL
Berdasarkan literatur (Guenther, 2006), massa jenis minyak atsiri dari
beberapa tanaman sangat beragam. Dilihat dari tabel 4.7, dapat diketahui bahwa
minyak atsiri inggu yang paling encer, sedangkan minyak atsiri tembelekan yang
massa jenis air sehingga pada saat penyulingan, minyak atsiri sampel berada di
atas air.
4.3.3 Uji Tingkat Bau
Uji tingkat bau ini menggunakan uji organoleptik atau uji indera atau uji
sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai
alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Uji organoleptik
biasanya dilakukan oleh panelis terlatih dan panelis tidak terlatih. Pada uji tingkat
bau ini menggunakan panelis tidak terlatih sebanyak 15 orang. Pengujian
organoleptik mempunyai penerapan penting dalam penerapan mutu. Hasil uji
[image:47.595.112.519.230.537.2]tingkat bau dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil Uji Tingkat Bau
Minyak Atsiri Tingkat Bau *)
Sembukan +++
Babadotan ++
Tembelekan +++
Inggu ++++
*) Keterangan: semakin banyak tanda +, semakin kuat tingkat bau tidak sedap
Dari hasil uji tingkat bau dapat dilihat bahwa minyak atsiri tanaman inggu
yang memiliki bau paling tidak sedap dan minyak atsiri tanaman babadotan yang
memiliki tingkat kebauan paling rendah. Hasil tingkat bau tidak sedap ini sangat
berpengaruh pada komponen senyawa yang terdapat pada minyak atsiri sampel.
Bau dari minyak atsiri sampel dihasilkan dari campuran komponen
senyawa-senyawa minyak atsiri tersebut, walaupun komponen senyawa-senyawa ada yang memiliki
komposisi kecil sekali tetapi komponen senyawa tersebut sangat berperan dalam
pembentukan bau, bila komponen senyawa tersebut berubah maka bau yang
4.4 Identifikasi Minyak Atsiri
Identifikasi minyak atsiri dilakukan untuk mengetahui
komponen-komponen yang terdapat pada minyak atsiri. Identifikasi minyak atsiri ini
menggunakan alat GCMS yang merupakan penggabungan dari dua sistem dengan
prinsip dasar yang berbeda tetapi saling melengkapi yaitu gabungan antara
kromatografi gas dan spektrometer massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai
alat pemisah berbagai campuran komponen dalam sampel sedangkan
spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang
telah dipisahkan pada kromatografi gas (Agusta, 2000).
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia
dalam suatu sampel berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan
membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan
berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran
berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi komponen dengan
fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan
paling lambat akan keluar paling akhir.
Spektrometri massa adalah suatu teknik analisis yang didasarkan pada
pemisahan berkas-berkas ion yang sesuai dengan perbandingan massa dengan
muatan dan pengukuran intensitas dari berkas-berkas ion tersebut. molekul
senyawa organik pada spektrometer massa ditembak dengan berkas elektron dan
menghasilkan ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi karena
lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah menjadi ion yang lebih kecil.
Spektrum massa merupakan gambar antara limpahan relatif lawan perbandingan
massa/muatan (Sastrohamidjojo, 1985).
Keuntungan utama sprektrometri massa sebagai metode analisis yaitu
metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak
diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini disebabkan
adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan informasi
mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul penting
paling kuat pada spektrum disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan
nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya
dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein, 1985).
4.4.1 Minyak Atsiri Sembukan
Hasil identifikasi dengan GC dari mi