Henita Natalia Hasugian, 2013
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP
Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMPK Yahya Bandung Tahun Ajaran 2012/2013
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika
Oleh
HENITA NATALIA HASUGIAN NIM. 0704537
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP
Oleh
Henita Natalia Hasugian
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Henita Natalia Hasugian 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Maret 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Henita Natalia Hasugian, 2013
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP
Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMPK Yahya Bandung Tahun Ajaran
2012/2013
Oleh
Henita Natalia Hasugian NIM. 0704537
Disetujui dan Disahkan oleh: Pembimbing I,
Dra. Hj. Ade Rohayati, M.Pd. NIP. 196005011985032002
Pembimbing II,
Dra. Encum Sumiaty, M.Si. NIP. 196304201989032002
Mengetahui,
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP
PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP
HENITA NATALIA HASUGIAN NIM. 0704537
Pada penelitian ini, dikaji tentang pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Numered Heads Together terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together lebih baik dibandingkan dengan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional (2) Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together lebih baik dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional (3) Mengetahui bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together. Metode yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain kelompok
kontrol non-ekivalen. Sampel pada penelitian ini adalah 30 siswa di kelas yang mendapatkan pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dan 30 siswa di kelas yang mendapatkan pembelajaran konvensional, diambil secara acak dari semua kelas VIII di SMPK Yahya Bandung. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes tertulis yang mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dan angket respon siswa. Hasil penelitian yang diperoleh adalah peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dalam kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together lebih baik dibandingkan peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dalam kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Siswa dalam kelas yang mendapatkan pembelajaran model kooperatif tipe Numbered Heads Together juga memberikan respon positif terhadap pembelajaran ini.
EFFECT OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE NUMBERED HEADS TOGETHER FOR IMPROVED REASONING ABILITY AND COMMUNICATIONS
OF MATHEMATICAL JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS
HENITA NATALIA HASUGIAN NIM. 0704537
On this research, be studied the effect of the implementation of cooperative learning model type Numered Heads Together for improving skills of reasoning and mathematical communication students. The purpose of this study was (1) knowing whether the increase in mathematical reasoning ability of students receiving learning by implementing cooperative learning model types Numbered Heads Together is better than mathematical reasoning abilities of students receiving conventional learning (2) Knowing whether increased mathematical communication skills of students receiving learning by implementing cooperative learning model types Numbered Heads Together is better than the mathematical communication skills of students who received conventional learning(3) Knowing how to the response of students on learning learning model of cooperative learning type of Numbered Heads Together. The method used is the method of quasi-experimental with design a control group of non-equivalence. The samples in this study were 30 students in the class to get the type of cooperative learning model study Numbered Heads Together and 30 students in the class who received conventional learning, drawn at random from all classes SMPK Yahya VIII in Bandung. The research instrument used was a written test that measures mathematical reasoning skills and communication students and students' questionnaire responses. The results obtained are increase in reasoning skills and communication mathematical students gain in the classroom learning with cooperative learning model types Numbered Heads Together is better than an increase in reasoning skills and communication mathematical students gain in the classroom learning with conventional learning models. Students in the class are who getting the type of cooperative learning model Numbered Heads Together also responded positively on this learning.
Keywords: Cooperative Learning Type Numbered Heads Together, Mathematical Reasoning and Communication
Henita Natalia Hasugian, 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Definisi Operasional ... 10
F. Hipotesis Penelitian ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif ... 13
B. Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together ... 16
C. Kemampuan Penalaran Matematis ... 20
D. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 23
B. Populasi dan Sampel ... 29
C. Variabel Penelitian ... 30
D. Instrumen Penelitian ... 30
1. Instrumen Tes ... 30
a. Uji Validitas Butir Soal ... 34
b. Uji Reliabilitas ... 36
c. Uji Indeks Kesukaran ... 37
d. Uji Daya Pembeda ... 39
2. Instrumen Non Tes ... 40
a. Lembar Observasi ... 40
b. Angket ... 41
E. Prosedur Penelitian ... 41
F. Teknik Pengolahan Data ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49
1. Analisis Data Kuantitatif ... 49
a. Analisis Data Kemampuan Penalaran Matematis ... 49
b. Analisis Data Kemampuan Komunikasi Matematis .... 62
2. Analisis Data Kualitatif ... 72
a. Analisis Lembar Observasi ... 72
b. Analisis Angket ... 75
Henita Natalia Hasugian, 2013
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
LAMPIRAN ... 89
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas pendidikan nasional ditandai dengan
penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Penyempurnaan
kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) atau Kurikulum 2004 yang kemudian mengalami revisi menjadi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, dapat dikatakan
sebagai salah satu bentuk inovasi. Adanya inovasi dalam meningkatkan
kualitas pendidikan tersebut menyebabkan tugas dan peran guru bukan lagi
sebagai pemberi informasi tetapi sebagai pendorong belajar agar siswa dapat
memperoleh pengetahuan melalui berbagai aktivitas dalam proses
pembelajaran.
Pada mata pelajaran matematika, tujuan pembelajaran matematika juga
mengalami perubahan. Pada awalnya pembelajaran matematika di sekolah
bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika
dan pola pikir matematika, baik dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan maupun dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 1993). Dewasa
ini tujuan pembelajaran matematika sekolah telah difokuskan pada empat
tujuan utama, yaitu: 1) melatih cara bernalar, 2) mengembangkan kemampuan
berpikir divergen, 3) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi
pemecahan masalah. Sejalan dengan isi dari Standar Isi (SI) yang mencakup
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan
pada jenjang dan jenis tertentu, yang disusun oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) dan disahkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006
(Wardhani, 2008: 2) pada mata pelajaran matematika dinyatakan bahwa tujuan
pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan
tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
4. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Salah satu tujuan yang penting dari pembelajaran matematika
siswa diharapkan dapat berpikir logis dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Bernalar
merupakan proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta yang
diketahui menuju suatu kesimpulan. Menurut Wahyudin (Tirtani, 2010:2),
salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai
dengan baik pokok-pokok bahasan matematika yaitu karena siswa kurang
menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan
matematika yang diberikan. Jika siswa belum memiliki kemampuan bernalar
yang diperlukan, maka pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran akan
terlupakan atau kalaupun masih tertinggal, hanya merupakan pengetahuan
hapalan. Secara umum pembelajaran matematika masih tradisional, dimana
dalam kegiatan pembelajaran guru biasanya menjelaskan konsep secara
informatif, memberikan contoh soal, dan memberikan soal-soal latihan.
Kegiatan pembelajaran seperti ini kurang mengakomodasi pengembangan
kemampuan penalaran siswa.
Sama halnya dengan kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi
merupakan salah satu tujuan dalam pembelajaran matematika yaitu
mengembangkan kemampuan dalam menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan. Kemampuan komunikasi sangatlah diperlukan
dalam mata pelajaran matematika karena dengan mengomunikasikan ide atau
gagasan dapat menyempurnakan pemahaman dengan bertukar ide, baik
dengan guru maupun siswa lain. Kemampuan komunikasi matematis adalah
secara tertulis maupun lisan dengan menggunakan representasi matematis
serta menyatakan peristiwa dalam notasi matematis.
Dari uraian di atas, jelas bahwa penalaran dan komunikasi merupakan
dua kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa. Dengan demikian kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis perlu mendapat perhatian untuk
ditingkatkan dengan tujuan peningkatan kualitas pendidikan yang diharapkan.
Berdasarkan fakta, menurut laporan hasil Trend in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 Indonesia menduduki
peringkat ke-36 dari 48 negara peserta dalam penguasaan matematika pada
kelas VIII. Hal ini menunjukkan rendahnya kompetensi siswa Indonesia
dibandingkan dengan negara lain. Dalam soal-soal TIMSS yang disajikan
adalah soal tidak rutin yang memerlukan kemampuan penalaran dan
komunikasi yang baik dalam menyelesaikannya, sehingga dapat terlihat bahwa
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis masih rendah berdasarkan
hasil laporan tersebut dibandingkan negara lain. Padahal negara-negara Asia
lain seperti Thailand berada pada peringkat ke-29, Malaysia menduduki
peringkat ke-20 dan bahkan Cina Taipei, Republik Korea, Singapura,
Hongkong dan Jepang menduduki peringkat lima teratas (Tabel 1.1). Hal
tersebut merupakan salah satu gambaran bahwa pembelajaran matematika di
Indonesia masih memerlukan pembenahan yang berarti dalam rangka
Tabel 1.1
Skor Rata-Rata TIMSS
Grade eight
Sumber : http://www.utaheducationfacts.com
Rendahnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa
akan berimbas pada rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah. Kemampuan
penalaran dan komunikasi siswa yang masih rendah diduga disebabkan oleh
penekanan pembelajaran di kelas yang masih menekankan pada keterampilan
mengerjakan soal. Hal tersebut kurang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri karena tidak terbiasa
menuntut mereka untuk bernalar dan menyampaikan ide atau gagasan yang
ditemukan. TIMSS Scale average 500 TIMSS Scale average 500
Chinese Taipei 598 Ukraine 462
Korea, Rep. of 597 Romania 461
Singapore 593 Bosnia And Herzegovina 456
Hong Kong 572 Lebanon 449
Japan 570 Thailand 441
Hungary 517 Turkey 432
England 513 Jordan 427
Russian Federation 512 Tunisia 420
United States 508 Georgia 410
Lithuania 506 Iran, Islamic Rep. of 403
Czech Republic 504 Bahrain 398
Slovenia 501 Indonesia 397
Armenia 499 Syrian Arab Republic 395
Australia 496 Egypt 391
Sweden 491 Algeria 387
Malta 488 Colombia 380
Scotland 487 Oman 372
Serbia 486 Palestinian Nat’l Auth. 367
Kasus seperti ini pernah ditemukan penulis berdasarkan pengamatan
pada saat melakukan kegiatan Program Latihan Profesi (PLP). Siswa sering
kali tidak dapat menyelesaikan permasalahan matematika. Dalam kegiatan
diskusi ada beberapa siswa yang kesulitan dalam menyampaikan hasil
pemikirannya, siswa kurang memahami apa yang disampaikan siswa yang
lain, siswa hanya mampu menyelesaikan soal sejenis dengan soal yang sudah
diselesaikan oleh guru dan siswa menginginkan guru yang menyelesaikan soal
yang jenisnya berbeda dengan yang sudah diterangkan. Pengamatan ini juga
didukung oleh hasil wawancara informal penulis dengan guru matematika di
sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian serta prestasi belajar siswa
yang menunjukan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa
masih rendah.
Adapun salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam menyikapi
masalah tersebut adalah melalui strategi atau model pembelajaran yang dapat
mengoptimalkan kemampuan siswa secara baik. Dalam upaya meningkatkan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa, maka diperlukan
strategi atau model pembelajaran yang tepat. Meskipun telah dikatakan oleh
Nisbet (Suherman, 2001:70) bahwa tidak ada cara belajar (tunggal) yang
paling benar. Suatu model yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan
penalaran dan komunikasi matematis siswa adalah model pembelajaran
kooperatif. Eggen and Kauchack (Isjoni, 2009: 3) mengemukakan
pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran
bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok. Pembelajaran ini
juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar
bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran
kooperatif siswa diharapkan lebih aktif, dapat berinteraksi dengan
teman-temannya dan mengeluarkan potensi dalam dirinya secara optimal.
Terdapat beberapa teknik dalam pembelajaran kooperatif, salah
satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together.
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat
diterapkan oleh guru pada struktur kelas tradisional. Pembelajaran jenis ini
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat saling membagikan
ide atau gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat dalam
kelompoknya sehingga dapat mendorong semangat kerja sama siswa. Selain
itu pembelajaran dengan model ini dapat membuat siswa bertanggung jawab
karena siswa dituntut untuk ikut terlibat dalam diskusi dan harus memastikan
dirinya dan anggota lain untuk mengetahui dan mengerti jawaban setiap soal
yang didiskusikan dengan menggunakan penalaran masing-masing dan
dikomunikasikan dalam kelompoknya. Siswa harus siap menjawab sendiri
soal diskusi manapun saat guru memanggil nomor salah satu anggota
kelompok untuk mewakili kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka
Pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe Numbered
Heads Together pernah dilakukan dan terbukti dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini dapat dilihat melalui
penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Yulianti (2008: 93) yang
menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa mengalami
peningkatan setelah memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together.
Mengacu pada uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji dan
melakukan penelitian. Maka penelitian ini akan dilakukan dengan judul
“Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together
Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis
Siswa SMP”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, rumusan
masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
lebih baik daripada kemampuan penalaran matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional?
3. Bagaimana respon siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together dalam pembelajaran matematika yang
dilaksanakan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together lebih baik daripada kemampuan penalaran matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional.
2. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
dengan yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional.
3. Mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together dalam pembelajaran matematika yang
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi
seluruh pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
a. Bagi Siswa
1. Siswa mendapatkan suasana belajar yang berbeda melalui
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together karena siswa
ditempatkan pada kelompok-kelompok kecil yang membuat siswa
dapat terlibat aktif dalam kelompoknya dan saling bekerjasama.
2. Meningkatkan kemampuan penalaran dan komunkasi matematis
siswa.
b.Bagi Guru
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together ini dapat
menjadi suatu masukan agar dapat meningkatkan kemampuan penalaran
dan komunikasi matematis siswa.
c. Bagi Peneliti
Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam pembelajaran
matematika dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together.
E. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman mengenai istilah-istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, maka beberapa istilah yang perlu didefinisikan
a. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa
bekerjasama dengan siswa lain dalam kelompok-kelompok kecil yang
berjumlah 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.
b. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together adalah variasi
diskusi dengan cara membagi siswa dalam kelompok dimana setiap siswa
mendapat nomor, kemudian guru memberi tugas pada setiap kelompok.
Setelah itu, kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling tepat
dan memastikan setiap anggota kelompoknya mengetahui jawaban hasil
diskusi. Pada akhirnya, guru memanggil salah satu nomor dan siswa yang
dipanggil harus melaporkan hasil kerjasama mereka.
c. Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan siswa dalam proses
pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan
atau proses berpikir logis dalam rangka membuat suatu pernyataan baru
berdasar pada pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan
sebelumnya. Indikator penalaran dalam penelitian ini adalah mampu untuk
mengajukan dugaan, mampu untuk menarik kesimpulan suatu pernyataan,
mampu menemukan pola dari suatu masalah matematis, mampu
memeriksa kesahihan suatu argumen dan memberikan alasan mengenai
jawaban yang diberikan.
d. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam
menyampaikan informasi atau mengomunikasikan gagasan antara lain
menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis serta kemampuan siswa
matematis dalam penelitian ini adalah komunikasi secara tertulis yang
meliputi aspek drawing, aspek mathematical expression, dan aspek written
texts.
e. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang terpusat pada guru
sebagai pemberi informasi dimana siswa hanya menerima pengetahuan
dari guru.
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together lebih baik
daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika secara
konvensional.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian merupakan kerangka, pola atau rancangan yang
menggambarkan alur dan arah penelitian yang di dalamnya terdapat
langkah-langkah yang menunjukkan suatu urutan kerja.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuasi
eksperimen. Pada metode kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan
secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya karena kelas
yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi
pengelompokan secara acak karena pembentukan kelas baru akan
mengganggu jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap
peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.
Penelitian ini melibatkan dua kelas yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas
kontrol. Pada kelas eksperimen mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together sedangkan kelas kontrol mendapatkan
pembelajaran konvensional yang artinya tidak mendapat perlakuan khusus
seperti pada kelas eksperimen, kemudian masing-masing kelas penelitian
diberikan pretes dan postes. Dengan demikian, desain penelitian yang sesuai
O X O
O O
Keterangan:
O : Pretest/postest
X : Perlakuan pada kelas eksperimen (pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together)
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPK Yahya
Bandung. Populasi tersebut diambil dengan pertimbangan bahwa kelas VIII
telah memiliki kemampuan beradaptasi dengan situasi pembelajaran yang
mandiri dan berkelompok. Selain itu, karena tingkat perkembangan kognitif
siswa kelas VIII yang memiliki umur lebih dari 11 tahun menurut Piaget ada
pada tahap operasional formal dimana pada tahap tersebut seseorang telah
mampu mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasinya. Dengan
demikian model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
cocok untuk dilakukan karena model tersebut bersifat bekerjasama dalam
kelompok dengan menggali pengetahuan secara mandiri.
Kemudian dipilih dua kelas secara random (acak) sebagai sampel. Dari
kedua kelas tersebut salah satu kelas berperan sebagai kelas eksperimen, yaitu
kelas yang memperoleh pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together dan kelas lain berperan sebagai kelas kontrol yang
diperoleh kelas VIII B sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 30
orang dan kelas VIII C sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 30 orang.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik
perhatian dalam suatu penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka yang
menjadi variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together. Variabel terikat pada penelitian ini
yaitu kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.
D. Instrumen Penelitian
Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap
mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini, maka dibuatlah
seperangkat instrumen penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri atas instrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen tes berupa soal
tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Sedangkan
instrumen non-tes terdiri atas skala sikap (angket) dan lembar observasi.
Berikut ini penjelasan mengenai instrumen penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini:
1. Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes
tertulis yang terdiri dari pretes dan postes. Pretes dilakukan pada awal
sedangkan postes dilakukan pada akhir pembelajaran untuk mengetahui
kemampuan siswa setelah diberi perlakuan.
Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal uraian.
Pemilihan bentuk tes berupa soal uraian bertujuan untuk mengungkapkan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa secara tertulis,
karena dengan tipe soal uraian maka proses berpikir, ketelitian dan
sistematika penyusunan jawaban dapat dilihat melalui langkah-langkah
penyelesaiaan soal.
Langkah awal dalam menyusun instrumen adalah membuat
kisi-kisi soal tes penalaran dan komunikasi. Kemudian untuk mengukur skor
terhadap soal-soal tersebut diperlukan pedoman pemberian skor. Adapun
pedoman pemberian skor tes kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis siswa adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubrics
Skor Keterangan
0 Tidak ada jawaban/ Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/ Tidak ada yang benar.
1
Hanya sedikit dari penjelasan dengan menggunakan gambar,
fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti
argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab
dengan benar.
2
Sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta,
dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti
argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan
3
Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar,
fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti
argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab
dengan benar.
4
Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan
hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti
argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis dijawab dengan
lengkap/ jelas dan benar.
Tabel 3.2
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Menggunakan Holistic Scoring Rubrics
Aspek Skor Keterangan
Written texts
0
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya
memperlihatkan ketidakpahaman konsep
sehingga informasi yang diberikan tidak berarti
apa-apa
1
Hanya sedikit dari penjelasan konsep, ide atau
situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan
kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat
secara matematis yang benar
2
Penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu
gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri
dalam bentuk penulisan kalimat secara
matematis masuk akal namun hanya sebagian
yang benar
3
Penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu
gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri
dalam bentuk penulisan kalimat secara
matematis masuk akal dan benar, meskipun
tidak tersusun secara logis atau terdapat
4
Penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu
gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri
dalam bentuk penulisan kalimat secara
matematis masuk akal dan jelas serta tersusun
secara logis
Drawing
0
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya
memperlihatkan ketidakpahaman konsep
sehingga informasi yang diberikan tidak berarti
apa-apa lengkap namun ada sedikit kesalahan
4 Melukiskan gambar, diagram atau tabel secara
memperlihatkan ketidakpahaman konsep
sehingga informasi yang diberikan tidak berarti
apa-apa
1 Hanya sedikit dari persamaan aljabar atau model matematis yang benar
2
Membentuk persamaan aljabar atau model
matematis, kemudian melakukan perhitungan
atau mendapatkan solusi namun hanya sebagian
yang benar
3
Membentuk persamaan aljabar atau model
matematis, kemudian melakukan perhitungan
kesalahan
4
Membentuk persamaan aljabar atau model
matematis, kemudian melakukan perhitungan
atau mendapatkan solusi secara lengkap dan
benar
Diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabesin (1996), Asmida (2009), Aden (2011)
Instrumen atau alat evaluasi yang baik sangat diperlukan untuk
mendapatkan hasil evaluasi yang baik pula. Oleh karena itu, sebelum
instrumen tes ini digunakan pada kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dosen pembimbing,
kemudian dilakukan uji coba agar dapat terukur validitas, reliabilitas
instrumen, indeks kesukaran dan daya pembeda dari instrumen tersebut
melalui analisis tiap butir soal. Analisis uji coba instrumen diolah dengan
bantuan software Anates Uraian V4.
a. Uji Validitas Butir Soal
Validitas instrumen menurut Suherman (2003: 102) adalah
ketepatan dari suatu instrumen atau alat evaluasi terhadap konsep yang
akan dievaluasi, sehingga suatu instrumen disebut valid apabila alat
tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi.
Menurut Best (Suherman, 2003: 111), suatu alat tes
mempunyai validitas tinggi jika koefisien korelasinya tinggi pula.
Untuk mencari koefisien validitas, digunakan rumus Koefisien
Koefisien validitas ( diinterpretasikan dengan kriteria menurut
Guilford (Suherman, 2003: 112) disajikan dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3
Interpretasi Validitas Butir Soal Koefisien Validitas (rxy) Keterangan
0,90 rxy 1,00 Validitas sangat tinggi
Tabel 3.5
Validitas Butir Soal Komunikasi Matematis Butir
Hasil perhitungan koefisien validitas dengan bantuan software
Anates V4 selengkapnya disajikan dalam lampiran.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebuah instrumen berkaitan dengan masalah
konsistensi (keajegan) tes tersebut sebagai alat evaluasi. Instrumen
disebut reliabel jika hasil pengukuran alat evaluasi itu sama atau relatif
tetap.
Rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen
dalam penelitian ini adalah rumus Alpha (r11) (Suherman, 2003: 154),
yaitu:
S : Jumlah varians skor setiap soal
2
Menurut Guilford (Suherman, 2003: 139) koefisien reliabilitas
diinterpretasikan seperti yang disajikan pada tabel 3.6.
Tabel 3.6
Interpretasi Reliabilitias
Koefisien Reliabilitas Keterangan
r11 0,20 Sangat rendah
0,20 r11 < 0,40 Rendah
0,40 r11 < 0,70 Sedang
0,70 r11 < 0,90 Tinggi
0,90 r11 1,00 Sangat tinggi
Dengan menggunakan anates uraian, diperoleh koefisien
reliabilitas keseluruhan soal adalah r11 = 0,71 untuk soal penalaran
matematis dan r11 = 0,78 untuk soal komunikasi matematis. Hal ini
menunjukkan bahwa reliabilitas instrumen tes yang digunakan
tergolong tinggi.
c. Uji Indeks kesukaran
Indeks kesukaran butir soal merupakan bilangan yang
menyatakan derajat kesukaran suatu butir soal (Suherman, 2003: 169).
Suatu soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar tetapi juga
tidak terlalu mudah.. Untuk mencari indeks kesukaran (IK) digunakan
rumus:
Keterangan :
IK : Indeks kesukaran tiap butir soal
: Banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah. Indeks Kesukaran (IK) Keterangan
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
Indeks Kesukaran Butir Soal Penalaran Matematis
No Nomor
Indeks Kesukaran Butir Soal Komunikasi Matematis
d. Uji Daya Pembeda
Suherman (2003: 159) menjelaskan bahwa daya pembeda
sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan
antara testi (siswa) yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang
berkemampuan rendah. Rumus untuk menentukan daya pembeda
adalah:
Keterangan:
DP = Daya pembeda
: Banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas.
: Banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah.
: Jumlah siswa kelompok atas.
Kriteria yang digunakan untuk daya pembeda butir soal adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.10
Interpretasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Keterangan
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
DP ≤ 0,00 Sangat Jelek
Berdasarkan pengolahan hasil uji coba instrument tes dengan
indeks kesukaran tiap butir soal yang disajikan dalam tabel 3.11 dan
3.12.
Tabel 3.11
Daya Pembeda Tiap Butir Soal Penalaran Matematis No Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 2 0,41 Baik
Daya Pembeda Tiap Butir Soal Komunikasi Matematis
No Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 1 0,44 Baik
2 3a 0,47 Baik
3 5 0,47 Baik
4 6 0,55 Baik
5 7 0,80 Sangat baik
Berdasarkan hasil analisis ujicoba instrumen dengan melihat
validitas, reabilitas, indeks kesukaran dan daya pembeda maka
instrumen tes penalaran dan komunikasi matematis memenuhi semua
kriteria dan dapat digunakan dalam penelitian.
2. Instrumen Non Tes
a. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengamati aktivitas guru
dan siswa selama proses pembelajaran dilakukan. Lembar observasi
pada penelitian ini terdiri dari lembar observasi aktivitas guru dan
yang harus dilaksanakan pada proses pembelajaran. Dengan demikian,
dapat diketahui apakah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together telah dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkahnya atau
tidak.
b. Angket
Angket ini berisi daftar pernyataan yang digunakan untuk
mengukur respon siswa terhadap pembelajaran matematika
menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together.
Dalam angket ini memuat 16 pernyataan yang menghendaki siswa
untuk menyatakan sikapnya dalam bentuk : SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), TS (Tidak Setuju), atau STS (Sangat Tidak Setuju). Angket
hanya diberikan kepada siswa kelas eksperimen pada akhir
pembelajaran setelah mendapat perlakuan.
E. Prosedur Penelitian
Secara umum prosedur penelitian ini terdiri atas tiga tahap yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data.
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang akan dijadikan
bahan penelitian.
b. Membuat proposal penelitian.
c. Melaksanakan seminar proposal penelitian.
e. Mengajukan permohonan uji instrumen dan perijinan penelitian.
f. Melakukan uji coba instrumen penelitian.
g. Menganalisis hasil uji coba.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas
kontrol.
c. Pengisian lembar observasi pada setiap pertemuan oleh observer.
d. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
e. Pengisian angket setelah seluruh kegiatan pembelajaran berakhir.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh dalam
penelitian untuk melihat pengaruhnya terhadap kemampuan yang diukur.
F. Teknik Pengolahan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan melalui pemberian
pretes dan postes, pengisian angket dan lembar observasi. Data yang telah
diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam jenis data kuantitatif dan data
kualitatif. Data kuantitatif meliputi hasil pretes dan postes, sedangkan data
1. Analisis Data Kuantitatif
Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji
statistik terhadap data skor pretes dan postes yaitu uji perbedaan dua
rata-rata. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan software IBM SPSS
Statistics 20 for Windows. Berikut ini adalah langkah-langkah yang
dilakukan dalam menganalisis data kuantitatif:
a. Analisis Data Pretes
Data pretes yang dianalisis adalah data hasil pretes kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan awal penalaran dan komunikasi matematis siswa pada
kedua kelas sama atau tidak. Analisis data dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai
data yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah
mean, variansi, dan standar deviasi.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data pretes
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam uji
normalitas ini digunakan uji Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi
5%. Jika data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka
analisis dilanjutkan dengan uji homogenitas varians untuk
dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka tidak dilakukan
uji homogenitas varians akan tetapi langsung dilakukan uji
kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji statistik
non-parametrik Mann-Whitney.
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah dua
sampel yang diambil mempunyai varians yang homogen atau tidak.
Untuk menguji homogenitas digunakan uji Levene dengan taraf
signifikansi 5%.
4. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata skor
pretes kedua kelas sama atau tidak. Untuk data yang berdistribusi
normal dan homogen maka pengujiannya dilakukan dengan uji t
(Independent Sample Test). Adapun untuk data yang berdistribusi
normal akan tetapi tidak memiliki varians yang homogen maka
pengujiannya menggunakan uji t’ (Independent Sample Test).
Sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal, maka
pengujiannya menggunakan statistik non-parametrik
Mann-Whitney.
b. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Penalaran dan
Komunikasi Matematis Siswa
Jika kemampuan kelas eksperimen dan kelas kontrol yang
digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa adalah data hasil postes, sedangkan jika
kemampuan kedua kelas berbeda maka data yang digunakan adalah
data gain ternormalisasi.
Analisis terhadap gain ternormalisasi yang dihitung dengan
menggunakan rumus (Meltzer dalam Asmida, 2009: 57):
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam
analisis data untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran dan
komunikasi matematis siswa:
1. Analisis Deskriptif
Hal ini dilakukan untuk mengetahui mean, variansi, dan standar
deviasi dari data yang diperoleh.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data
postes atau gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Jika
kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal,
maka analisis dilanjutkan dengan uji homogenitas varians. Namun,
jika data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka
dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan uji
statistik non-parametrik Mann-Whitney.
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah dua
sampel yang diambil mempunyai varians yang homogen atau tidak.
Untuk menguji homogenitas digunakan uji Levene dengan taraf
signifikansi 5%.
4. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Untuk data yang berdistribusi normal dan homogen maka
pengujiannya dilakukan dengan uji t (Independent Sample Test).
Adapun untuk data yang berdistribusi normal akan tetapi tidak
memiliki varians yang homogen maka pengujiannya menggunakan
uji t’ (Independent Sample Test). Sedangkan untuk data yang tidak
berdistribusi normal, maka pengujiannya menggunakan statistik
non-parametrik Mann-Whitney.
Selain itu, gain ternormalisasi digunakan untuk mengetahui
kualitas peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis
siswa berdasarkan kriteria gain ternormalisasi menurut Hake (Asmida,
2009:57)
Tabel 3.13
Kriteria Gain Ternormalisasi Indeks gain Interpretasi
g 0,7 Tinggi
0,3 g 0,7 Sedang
2. Analisis Data Kualitatif
a. Lembar Observasi
Analisis data hasil observasi dilakukan secara deskriptif dengan
cara membuat kesimpulan dari hasil pengamatan observer selama
proses pembelajaran berlangsung.
b. Angket
Angket atau skala sikap siswa ini digunakan untuk mengetahui
respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Skala
penilaian siswa terhadap suatu pernyataan dalam angket terbagi ke
dalam 4 kategori mulai dari SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak
Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Untuk selanjutnya skala
kualitatif tersebut ditransfer ke dalam skala kuantitatif seperti berikut.
Tabel 3.14
Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Angket
Pernyataan Skor tiap pilihan
SS S TS STS
Positif 5 4 2 1
Negatif 1 2 4 5
Kriteria penilaian sikap yang diperoleh dari angket ini adalah
dengan menghitung rata-rata skor pernyataan siswa. Jika rata-rata skor
lebih besar dari 3, maka siswa memberikan sikap yang positif terhadap
pembelajaran. Sebaliknya jika rata-rata skor kurang dari 3, maka siswa
memberikan sikap yang negatif terhadap pembelajaran (Suherman,
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada BAB IV, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together lebih baik
daripada kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional. Selain itu, diperoleh bahwa kualitas
peningkatan kemampuan penalaran matematis setelah mengikuti
pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together tergolong sedang.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together lebih baik
daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Selain itu,
diperoleh bahwa kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis
setelah mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together tergolong sedang.
3. Sikap siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka
beberapa saran yang dapat dikemukakan diantaranya sebagai berikut:
1. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat
meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa.
Dengan demikian pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran
matematika untuk digunakan di kelas.
2.
Untuk penelitian selanjutnya mengenai penggunaan model pembelajarankooperatif tipe Numbered Heads Together dapat dilakukan pada materi,
DAFTAR PUSTAKA
Aden, Cik. (2011). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematik Melalui Model Think-Pair-Share Berbantuan geometer’s sketchpad. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Alma, B. dkk. (2009). Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil
Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Asmida. (2009). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi
Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Realistik. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Departemen Pendidikan Nasional. (1993). Tujuan Pembelajaran Matematika di
Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Ibrahim. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Isjoni. (2009). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
_____. (2010). Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi
Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lie, A. (2007). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Pramono, S. (2010). Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Instruction
Terhadap Kemampuan Penalaran dan Tingkat Kecemasan Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Matematika Siswa
Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Di Kota Bandung.
Disertasi PPS UPI: Tidak diterbitkan.
Putranti, A. R. ( 2011). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
II untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP.
Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. (2001). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non
Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press
___________. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.
Suherman, E, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.
Tirtani, R. S. (2010). Penggunaan Metode Think Cow Dengan Pendekatan
Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Logis Siswa. Skripsi FPMIPA UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Wardhani, Sri. (2008). Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika
SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika.
Yogyakarta: Depdiknas.
Williams, T. (2009). Highlight From TIMSS 2007 National Center For
Educational Statistic. [online]. Tersedia:
http://www.utaheducationfacts.com [5 januari 2012]
Yanti, R. H. (2010). Penerapan Metode Accelerated Learning Dalam
Pembelajaran Matematika Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Yulianti, Y. (2008). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika