• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA TAHAN SEMEN CAIR SAPI PESISIR PADA BEBERAPA BAHAN PENGENCER YANG DISIMPAN PADA TEMPERATUR 40 C DAN 270 C.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAYA TAHAN SEMEN CAIR SAPI PESISIR PADA BEBERAPA BAHAN PENGENCER YANG DISIMPAN PADA TEMPERATUR 40 C DAN 270 C."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA TAHAN SEMEN CAIR SAPI PESISIR PADA BEBERAPA BAHAN PENGENCER YANG DISIMPAN PADA TEMPERATUR 40 C DAN 270 C

SKRIPSI

Oleh :

SYAFRI NANDA 10 1061 2032

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS

(2)

DAYA TAHAN SEMEN CAIR SAPI PESISIR PADA BEBERAPA BAHAN PENGENCER YANG DISIMPAN PADA TEMPERATUR 40 C DAN 270 C

SYAFRI NANDA, dibawah bimbingan

Prof. Dr. Ir. Zaituni Udin, M.Sc dan Dr. Ir. H. Hendri Dt. Tumanggung NH, MS Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan

Universitas Andalas, Padang, 2014

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya tahan semen cair sapi pada beberapa bahan pengencer dan suhu penyimpanan terhadap daya tahan hidup spermatozoa, motilitas, persentase hidup, abnormalitas, dan membran plasma utuh (MPU) spermatozoa Sapi Pesisir. Penelitian ini dilakukan dari tanggal 3 Februari 2014 sampai 22 Februari 2014 di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan (BIB) Tuah Sakato Payakumbuh. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) percobaan faktorial (3X2) dengan 4 kelompok, sebagai faktor A adalah bahan pengencer yang terdiri dari Na sitrat kuning telur (A1), sitrat susu skim (A2), tris-sitrat kuning telur (A3), dan sebagai faktor B adalah suhu penyimpanan yang terdiri dari temperatur 40 C (B1), dan temperatur 270 C (B2) serta empat ekor sapi Pesisir (4 kelomopok) yang ditampung semennya di Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU HPT) Padang Mengatas. Untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan digunakan uji lanjut Duncan?s Multiple Range Test (DRMT). Hasil penelitian pada perlakuan bahan pengencer Na sitrat kuning telur (A1) menunjukkan hasil yang terbaik setelah penyimpanan hari kedua dengan rataan motilitas sebesar 30±25,1%, rataan persentase hidup spermatozoa sebesar 42,87±25,63%, rataan abnormalitas spermatozoa sebesar 18,75±0%, rataan membran plasma utuh spermatozoa sebesar 47,87±24,57%, dan rataan daya tahan hidup/viabilitas spermatozoa selama 5,5±3,53 hari. Serta hasil penelitian pada perlakuan dengan tempat penyimpanan pada temperatur 40 C (B1) menunjukkan hasil yang terbaik setelah penyimpanan hari kedua dengan rataan motilitas sebesar 37,91±8,94%, rataan persentase hidup spermatozoa sebesar 52,58±8,5%, rataan abnormalitas spermatozoa sebesar 18,83±0,87%, rataan membran plasma utuh spermatozoa sebesar 59,16±8,46%, dan rataan daya tahan hidup/viabilitas spermatozoa selama 6,58±166 hari. hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) antara tiga bahan pengencer dan dua temperatur tempat penyimpanan terhadap motilitas spermatozoa, persentase hidup spermatozoa, membran plasma utuh, dan daya tahan hidup/viabilitas spermatozoa setelah pengenceran, dan berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap abnormalitas spermatozoa. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bahan pengencer Na sitrat kuning telur dengan temperatur penyimpanan 40 C menghasilkan motilitas, persentase hidup spermatozoa, membran plasma utuh spermatozoa dan viabilitas/daya tahan hidup yang terbaik.

(3)

1

I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak

dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir

Selatan. Sapi Pesisir mempunyai potensi besar dalam menyediakan daging untuk

memenuhi gizi masyarakat dan berperan penting dalam meningkatkan pendapatan

masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

dimana pada tahun 2004 tercatat 104.109 ekor, sedangkan tahun 2009 tercatat

89.995 ekor (laporan Dinas Peternakan, 2010). Selain itu kemurnian sapi pesisir

ini juga hampir mengalami kepunahan karena sistem perkawinan yang tidak

terkontrol melalui Inseminasi Buatan maupun kawin dengan bangsa sapi lain

seperti sapi Bali, Ongole dan bangsa sapi lainnya. Sebagai plasma nutfah sapi

pesisir perlu dipertahankan kemurniannya untuk sumber daya genetik dan

ditingkatkan produktivitasnya.

Kesulitan pejantan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

rendahnya produktifitas sapi pesisir karena pemeliharaannya masih tradisional dan

belum mendapatkan sentuhan teknologi reproduksi, sehingga angka kelahiran dan

calving interval menjadi panjang. Pada peternakan rakyat calving interval masih

relativ panjang berkisar 16-18 bulan, sedangkan normal calving interval adalah 12

bulan (Hafez, 2000).

Untuk meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak perlu diupayakan

suatu teknologi reproduksi. Berbagai teknologi reproduksi seperti inseminasi

(4)

intracytoplasmic sperm injection (ICSI) telah berkembang pesat (Foote, 2000)

tetapi untuk kondisi Indonesia, IB adalah satu-satunya teknologi reproduksi yang

paling aplikatif dan telah memasyakarat secara luas terutama pada ternak sapi.

Teknik IB adalah pemasukan atau penyampaian semen ke dalam saluran

reproduksi betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia bukan secara

alam. Teknik IB dirasakan banyak memberikan manfaat bagi perkembangan dunia

peternakan, diantaranya adalah dapat mengoptimalkan penggunaan

pejantan-pejantan unggul (Campbell et al., 2003), memperpendek calving interval,

mengatasi kendala jarak dan waktu, mencegah penularan penyakit menular, dan

menghemat biaya pemeliharaan pejantan.

Berhasilnya suatu program kegiatan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak

tidak hanya tergantung pada kualitas dan kuantitas semen yang diejakulasikan

seekor pejantan, tetapi tergantung juga kepada kesanggupan untuk

mempertahankan kualitas dan memperbanyak volume semen tersebut untuk

beberapa saat lebih lama setelah ejakulasi sehingga lebih banyak betina akseptor

yang akan diinseminasi.

Usaha untuk mempertahankan kualitas semen dan memperbanyak hasil

sebuah ejakulasi dari jantan unggul adalah dengan melakukan pengenceran

semen menggunakan beberapa bahan pengencer. Syarat setiap dari bahan

pengencer adalah harus dapat menyediakan nutrisi bagi kebutuhan spermatozoa

selama dalam penyimpanan, harus memungkinkan sperma dapat bergerak secara

progresif, tidak bersifat racun bagi sperma, menjadi penyanggah bagi

spermatozoa, dapat melindungi sperma dari kejutan dingin (cold shock)baik

(5)

3

Semen cair adalah semen segar yang telah diberi bahan pengencer dan

(6)

ketiadaan semen beku Sapi Pesisir di daerah yang telah memiliki jenis pejantan,

maka pengenceran dan penyimpanan akan menjadi masalah. Masalah utama

adalah bahan pengencer apa yang mudah diperoleh secara lokal, cepat dan murah,

namun mampu mempertahankan daya tahan semen cair Sapi Pesisir yang lebih

lama.

(7)

5

1.5 Hipotesis Penelitian

Bahan pengencer semen dan suhu penyimpanan meningkatkan daya tahan

Referensi

Dokumen terkait

Informasi yang dibutuhkan dari tiap responden sebagai sampel penelitian adalah tentang struktur pengetahauan ekologi masyarakat lokal yaitu: jenis dan distribusi spesies

jadi norma dasar pembagian harta bersama adalah pasal 97 Kompila- si Hukum Islam, (janda/duda cerai hidup masing-masing berhak se- perdua harta bersama). Menurut majelis

Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang berbagai cara yang dilakukan guru dalam membudayakan agama siswa di sekolah sehingga para pengambil kebijakan

Pertahankan stabilitas kepala dalam rangka menjaga jalan nafas dan inline dari posisi, bila ada pakai penyangga leher (neck collar).Perhatian utama ketika adanya paresthesia

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya refisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. 1) Kepala sekolah lebih

Berdasarkan hasil tabulasi silang diketahui bahwa terdapat hubungan antara kelelahan kerja dengan produktivitas kerja pada tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Bitung

Simpulan penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar kimia siswa yang disampaikan melalui pendekatan CET dengan media Macromedia Flash dan media Microsoft

Sesuai dengan teori dan data di atas, pola kepemimpinan pengasuh pondok pesantren Darul Amanah menggunakan pola kepemimpinan demokratis yang berakar pada