PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DENGAN TEKNIK THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS SISWA SMP
(Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII SMPN 7 Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
FITRI APRILIANI SETIADININGRAT 0902082
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Contoh Halaman Hak Cipta untuk Mahasiswa S1
Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Teknik
Think Pair Share Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa SMP
Oleh
Fitri Apriliani Setiadiningat
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Fitri Apriliani Setiadiningrat Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DENGAN TEKNIK THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS SISWA SMP
(Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII SMPN 7 Bandung)
Oleh
FITRI APRILIANI SETIADININGRAT
0902082
Menyetujui:
Pembimbing I
Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. NIP. 196101121987031003
Pembimbing II
Dr. Hj. Aan Hasanah, M.Pd. NIP 197006162005012001
Mengetahui,
ABSTRAK
Fitri Apriliani Setiadiningrat. (0902082). Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Teknik Think Pair Share untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model Pembelajaran Problem Posing Teknik Think Pair
Share (TPS) dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol pre-test dan post-test.. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pokok bahasan Prisma dan Limas, angket sikap siswa, lembar observasi, wawancara siswa, dan refleksi pasca pembelajaran. Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun ajaran 2012/2013 ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model Problem Posing Teknik Think Pair Share (TPS) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. Pada penelitian ini ditemukan bahwa 63% siswa pada kelas yang mendapat perlakuan telah mencapai Kriteria Ketuntasan Materi (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 78. Sedangkan tandingannya, siswa pada kelas yang tidak mendapat perlakuan hanya 46% siswa yang mengalami peningkatan nilai lebih besar sama dengan KKM. Secara umum, siswa memberikan sikap positif terhadap model Pembelajaran Problem Posing Teknik
Think Pair Share (TPS).
Kata kunci : Problem Posing, Think Pair Share, Problem Posing Teknik Think
ABSTRAK
Fitri Apriliani Setiadiningrat. (0902082). Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Teknik Think Pair Share untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model Pembelajaran Problem Posing Teknik Think Pair
Share (TPS) dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol pre-test dan post-test.. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pokok bahasan Prisma dan Limas, angket sikap siswa, lembar observasi, wawancara siswa, dan refleksi pasca pembelajaran. Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun ajaran 2012/2013 ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model Problem Posing Teknik Think Pair Share (TPS) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. Pada penelitian ini ditemukan bahwa 63% siswa pada kelas yang mendapat perlakuan telah mencapai Kriteria Ketuntasan Materi (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 78. Sedangkan tandingannya, siswa pada kelas yang tidak mendapat perlakuan hanya 46% siswa yang mengalami peningkatan nilai lebih besar sama dengan KKM. Secara umum, siswa memberikan sikap positif terhadap model Pembelajaran Problem Posing Teknik
Think Pair Share (TPS).
Kata kunci : Problem Posing, Think Pair Share, Problem Posing Teknik Think
ABSTRACT
Fitri Apriliani Setiadiningrat. (0902082).The application of Model Learning
Problem Posing with the techniques Think Pair Share to improve the ability of the Mathematical problem solving of students BC
This research aims to find out if there is a difference in mathematical problem
solving ability improvement among students who received instruction with a learning Problem Posing Techniques Think Pair Share (TPS) with students who obtain the conventional learning approach. The method used in this research is a method of experimentation with the design control group pre-test and post-test. The Research Data are obtained through tests of the ability of mathematical problem solving of students with the subject of Prisma and Limas, the questionnaire of students attitude, a student interview, observation, and reflection on postgraduate study. The results of the research conducted in the academic year 2012/2013. Further analysis of the results shows that increased ability of the mathematical problem solving of students who get the model Problem Posing Techniques Think Pair Share (TPS) better than students who get conventional learning approach. In this research it was found that 63% of students in the class who got the treatment have reached the Criteria of Material Completeness that set forth by the school's 78. While the other class, which class who the students didn't get the treatment only 46% of students who reached the Criteria of Material Completeness. In General, students give a positive attitude towards learning Problem Posing Techniques Think Pair Share (TPS).
Keywords : Problem Posing, Think Pair Share, Problem Posing Techniques Think
DAFTAR ISI
2.3 Hubungan Antara Model Pembelajaran Problem Posing dengan Teknik Think Pair Share (TPS) ... 19
2.4Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 23
2.4.1 Pengertian dan Tahapan Pemecahan Masalah (Problem Solving) ………. ... 23
2.4.2 Contoh Pemecahan Masalah Matematis ………. ... 30
2.5 Penelitian yang Relevan ………. ... 33
2.6 Hipotesis Penelitian ………. ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian ... 35
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 36
3.3 Instrumen Penelitian ... ... 36
3.3.1 Instrumen Tes……….. ... 36
a. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis .... 36
b. Validitas Butir Soal ... 37
d. Refleksi Pasca Pembelajaran ... 44
3.4 Perangkat Pembelajaran ... 44
3.5 Prosedur Penelitian ... 44
3.6 Teknik Analisis Data ... 46
3.6.1 Analisis Data Kualitatif ... 46
3.6.2 Analisis Data Kuantitatif ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 57
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 57
a. Hasil Pre-Test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 57
b. Indeks Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 60
1.1 Profil Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Penelitian ... 66
1.1.1 Profil Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Skor Pre-Test ... 66
1.1.2 Profil Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Skor Post-Test ... 67
1.1.3 Profil Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Modus (Nilai Terbanyak) Skor Post-Test ... 69
2. Hasil Angket Sikap Siswa, Pedoman Observasi, Wawancara, dan Jurnal Refleksi Terhadap Pembelajaran Problem Posing Teknik Think Pair Share (TPS) ... 70
1)Angket Sikap Siswa ... 70
2)Pengolahan Hasil Observasi ... 77
3)Pengolahan Hasil Wawancara ... 78
4)Pengolahan Hasil Refleksi Pasca Pembelajaran ... 78
4.2Pembahasan ... 79
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 79
1.1 Profil Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Penelitian ... 82
1.1.1 Profil Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Skor Pre-Test ... 82
1.1.2 Profil Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Skor Post-Test ... 85
1.1.3 Profil Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Modus (Nilai Terbanyak) Skor Post-Test ... 88
2. Pembahasan Hasil Analisis Data Kualitatif ... 90
2.1 Hasil Angket Sikap Siswa Terhadap Pembelajaraan Problem Posing Teknik Think Pair Share (TPS) … ... 90
2.3 Hasil Wawancara Siswa dan Refleksi Pasca Pembelajaran Problem Posing Teknik Think Pair
Share (TPS) ... 93
3. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Problem Posing Teknik Think Pair Share (TPS) ... 97
4. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Konvensional ... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 103
5.2Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... xv
LAMPIRAN ... 105
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Suatu hal yang penting dan besar manfaatnya bagi kehidupan adalah pendidikan. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Dengan adanya pendidikan, setiap manusia dapat mengembangkan potensi dirinya baik dalam hal pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Dalam arti yang terbatas, pendidikan dapat merupakan salah satu proses interaksi belajar-mengajar dalam bentuk formal yang dikenal sebagai pengajaran. Salah satu pelajaran yang wajib termuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah yaitu matematika.
National Council of Teacher of Mathematics (2000) menyatakan bahwa
tujuan pembelajaran matematika telah mengalami perubahan, tidak lagi hanya menekankan pada peningkatan hasil belajar, namun juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan:
1. Komunikasi matematika (mathematical communication); 2. Penalaran matematika (mathematical reasoning);
3. Pemecahan masalah matematika (mathematical problem solving); 4. Mengaitkan ide-ide matematika (mathematical connections); 5. Representasi matematika (mathematical representation).
dalam belajar matematika. Dari penjelasan tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kemampuan ini sangat berguna bagi siswa untuk memecahkan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Sejalan dengan pemaparan di atas, sebuah lembaga survey Programme for
International Student Assessment (PISA) dari Organisation for Economic
Cooperation and Development (OECD), menunjukkan rendahnya kemampuan
matematika siswa Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Dalam penelitiannya, PISA mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan dan membandingkan sejauh mana siswa siap dalam menghadapi tantangan masa depan. Soal yang diberikan menuntut siswa untuk memecahkan suatu masalah (problem solving), mulai dari mengenali dan menganalisa masalah, menformulasikan reasoning-nya, dan mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang dimillikinya. Kelemahan siswa pada kemampuan pemecahan masalah matematis adalah pada aspek merencanakan penyelesaian dan memeriksa kembali. Kemudian juga berdasarkan hasil tes yang dikeluarkan oleh PISA pada tahun 2009, tes yang diselenggarakan oleh OECD, Indonesia berada pada peringkat ke-61 dari 65 negara, Indonesia masih berada di urutan bawah. Hal ini menunjukkan belum terjadi peningkatan dari hasil tes PISA 2003 dimana Indonesia berada pada peringkat ke-35 dari 41 negara. Atas dasar itu, perlu adanya upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika hendaknya dapat menstimulus pengembangan kemampuan pemecahan masalah. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah Problem Posing. Problem Posing merujuk pada pembuatan soal oleh siswa berdasar kriteria tertentu.
Keterkaitan antara kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan pembuatan soal (problem posing) dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketika siswa membuat soal, siswa dituntut untuk memahami soal dengan baik. Hal ini merupakan tahap pertama dalam penyelesaian masalah. Mengingat soal yang dibuat siswa juga harus diselesaikan, tentu siswa berusaha untuk dapat membuat perencanaan penyelesaian berupa pembuatan model matematika untuk kemudian menyelesaikannya. Hal ini juga merupakan tahapan penyelesaian masalah, yaitu langkah ke-3 seperti dikemukakan Polya (1973) berikut:
1. Memahami soal atau masalah.
2. Membuat suatu rencana penyelesaian. 3. Menyelesaikan permasalahan.
4. Memeriksa kembali.
Berdasarkan penelitian terkini, menurut Winograd (Lin, 2004), pemberian tugas kepada siswa untuk membuat soal dapat meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah dan sikap mereka terhadap matematika. Menurut English (Christou, 1999) Problem Posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir, kemampuan memecahkan masalah, sikap serta kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan masalah dan secara umum berkontribusi terhadap pemahaman konsep matematika. Hal itu juga diperkuat Killpatrick (Christou, 1999) yang mengatakan bahwa kualitas pertanyaan atau soal yang dibuat siswa menggambarkan kemampuan siswa menyelesaikan masalah.
dan dapat menguatkan performanya dalam pemecahan masalah. Dari pendapat-pendapat di atas, guna meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dapat dilakukan dengan membuat soal atau merumuskan (memformulasikan) soal yang baru atau berasal dari soal-soal yang telah diselesaikannya.
Hubungan antara kemampuan pembuatan soal dan pemecahan masalah juga diteliti oleh Abu-Elwan (2000). Ia meneliti efektivitas strategi Problem
Posing untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa calon
guru matematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi pembuatan soal (problem posing) mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam memecahkan masalah.
Dalam melaksanakan pembelajaran dengan strategi Problem Posing, Lowrie (Abu-Elwan, 2000) menyarankan guru matematika untuk meminta siswa membuat soal untuk teman di dekatnya sehingga mereka lebih menguasai dalam pembuatan soal. Guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa berkemampuan rendah untuk bekerja secara kooperatif dengan temannya sehingga dapat mencapai tingkat kemampuan yang lebih tinggi. Guru juga perlu mendorong siswa untuk membuat soal kontekstual atau sesuai dengan situasi sehari-hari. Selain itu, siswa juga perlu didorong untuk menggunakan piranti teknologi seperti kalkulator dalam membuat soal sebagai upaya pengembangan kemampuan berpikir matematikanya.
Sejalan dengan pemaparan di atas, Herawati (2010) menyatakan hasil
jurnalnya bahwa pada kegiatan Problem Posing siswa dilatih untuk dapat mengaitkan informasi/situasi yang mereka peroleh dengan materi yang sudah mereka pelajari. Dengan demikian, pemahaman dan kemampuan berpikir siswa dalam pemecahan masalah matematik dengan pembelajaran Problem Posing akan lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
yaitu menggunakan teknik Think Pair Share dimana dengan teknik belajar mengajar Think Pair Share, siswa akan lebih aktif lagi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematisnya dan siswa dilatih untuk banyak berfikir dan saling tukar pendapat baik dengan teman sebangku ataupun dengan teman sekelas, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa karena siswa dituntut untuk mengikuti proses pembelajaran agar dapat menjawab setiap pertanyaan dan berdiskusi.
Berdasarkan paparan di atas penulis tertarik untuk meningkatkan pemecahan masalah matematis siswa menggunakan pembelajaran Problem
Posing teknik Think Pair Share dengan judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing dengan Teknik Think Pair Share untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP”.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Posing dengan teknik Think Pair Share lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran konvensional?
2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Posing dengan teknik Think Pair Share dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran konvensional?
3. Bagaimanakah sikap siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Posing dengan teknik Think
Pair Share?
dengan teknik Think Pair Share, jika dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran konvensional?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Posing dengan teknik Think Pair Share lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran konvensional.
2. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan model
Problem Posing dengan teknik Think Pair Share dibandingkan dengan
siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran konvensional. 3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika setelah belajar
dengan menggunakan model Problem Posing dengan teknik Think Pair
Share.
4. Mengetahui bagaimanakah indikator kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Posing dengan teknik Think Pair Share, jika dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya dengan model pembelajaran konvensional.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Bagi guru
2. Bagi siswa
Manfaat bagi siswa, model pembelajaran yang dikembangkan ini diharapkan akan dapat:
a. Mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual.
b. Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
c. Membawa siswa untuk belajar dalam suasana yang menyenangkan. d. Meningkatkan kemampuan bekerjasama antar siswa.
3. Bagi peneliti
Dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat memperoleh pengalaman dalam menerapkan strategi pembelajaran dan mampu memberikan pembelajaran yang berkualitas.
1.5.Definisi Operasional
Definisi operasional dimaksudkan untuk menyamakan persepsi tentang topik dan memberikan gambaran yang jelas mengenai variabel-variabel yang digunakan, sebagai berikut:
1. Problem posing adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran
matematika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis.
2. Model pembelajaran Problem Posing adalah suatu model pembelajaran yang menekankan siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri sehingga akan menambah kemampuan dan penguatan konsep serta prinsip matematika.
3. Think Pair Share mengandung pengertian sebagai berikut :
a) Think (berpikir secara individual)
b) Pair (berpasangan)
Langkah kedua adalah guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama. Setiap pasangan siswa saling berdiskusi mengenai hasil jawaban mereka sebelumnya sehingga hasil akhir yang didapat menjadi lebih baik, karena siswa mendapat tambahan informasi dan pemecahan masalah yang lain.
c) Share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas)
Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan lain atau dengan seluruh kelas. Langkah ini merupakan penyempurnaan dari langkah-langkah sebelumnya, dalam arti bahwa langkah ini menolong agar semua kelompok menjadi lebih memahami mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok yang lain. Hal ini juga agar siswa benar-benar mengerti ketika guru memberikan koreksi maupun penguatan di akhir pembelajaran.
Jadi, teknik Think Pair Share diartikan sebagai suatu teknik belajar mengajar dimana siswa dilatih untuk banyak berfikir dan saling tukar pendapat baik dengan teman sebangku ataupun dengan teman sekelas, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa karena siswa dituntut untuk mengikuti proses pembelajaran agar dapat mengajukan dan menjawab setiap pertanyaan serta berdiskusi satu sama lain.
a. Memahami masalah,
b. Membuat rencana penyelesaian, c. Menyelesaikan
d. Memeriksa kembali.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Metode dan Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode penelitian kuasi eksperimen, dimana dalam penelitian ini akan diberi perlakuan terhadap variabel bebas, yaitu penerapan model pembelajaran Problem Posing dengan teknik Think Pair Share (TPS) pada kelompok eksperimen (kelas eksperimen) dan penerapan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol (kelas kontrol), untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel terikatnya, yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Ruseffendi (1994) bahwa “penelitian eksperimen adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat sebab akibat yang kita lakukan terhadap variabel bebas, dan kita lihat hasilnya pada variabel terikat”.
Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen dengan desain penelitian bentuk pre-test dan post-test. Sesuai dengan namanya, pada jenis desain eksperimen ini terjadi pengambilan sampel secara acak (A), adanya
pre-test dan post-test. Kelompok yang satu tidak mendapat perlakuan atau
memperoleh perlakuan biasa, sedangkan kelompok yang satu lagi memperoleh perlakuan X. Adapun desain penelitiannya (Ruseffendi, 2005: 50) dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 3.1
Desain Penelitian
Keterangan:
A : Pengambilan sampel secara acak kelas O : Pre-test, Post-test
X : Perlakuan terhadap kelas eksperimen melalui model pembelajaran
Problem Posing dengan teknik Think Pair Share (TPS)
A O X O
3.2.Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 1996: 6).
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 7 Bandung, yang merupakan salah satu SMP favorit di Kota Bandung, dan terletak tidak jauh dari jantungnya Kota Bandung, SMPN 7 ini mempunyai 8 guru matematika. Subjek populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII. Berdasarkan desain penelitian yang digunakan, diambil dua kelas sebagai sampel acak. Satu kelas untuk kelas eksperimen yang akan diberi perlakuan pembelajaran dengan model Problem Posing teknik Think Pair Share, dan satu kelas untuk kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dilakukan karena tiap-tiap kelas mempunyai karakteristik yang homogen dimana setiap kelas berada di bawah penyebab yang sama. Jadi, homogen disini dapat diartikan serupa secara kualitatif (Sudjana, 1996: 172). Dalam hal ini homogen yang dimaksud adalah bahwa setiap kelas terdiri dari kelompok siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3.3.Instrumen Penelitian
Salah satu upaya untuk memperoleh data atau informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.3.1. Instrumen Tes
a. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam penelitian ini disusun berdasarkan rumusan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis. Tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ini merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa dalam pemecahan masalah matematis. Tes yang digunakan adalah tes tertulis berbentuk uraian. Soal uraian diberikan dengan tujuan agar penulis dapat melihat proses pengerjaan soal oleh siswa sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah mampu memecahkan suatu masalah matematis atau belum.
Tes kemampuan pemecahan masalah matematis ini terdiri atas
pre-test dan post-pre-test. Hal ini dilakukan untuk mengamati perbedaan kelas
eksperimen yang mendapat perlakuan pembelajaran dengan model
Problem Posing teknik Think Pair Share (TPS) dan kelas kontrol yang
mendapat pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Pre-test dilaksanakan untuk mengukur kemampuan awal siswa, sedangkan
post-test dilakukan setelah pembelajaran dilakukan, untuk mengetahui
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
Data diperoleh dengan melaksanakan tes individu pada saat tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Hasilnya kemudian dianalisis secara kuantitatif berdasarkan kriteria penskoran yang telah ditetapkan. Adapun kriteria penskoran tes terlampir pada Lampiran B. 03 dan B. 06.
Sebelum digunakan dalam penelitian, soal tes terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru matematika yang bersangkutan di sekolah. Kemudian, instrumen diujicobakan terlebih dahulu supaya mendapatkan alat evaluasi yang kualitasnya baik. Alat evaluasi yang baik dapat ditinjau dari validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen tersebut yang dijelaskan sebagai berikut:
Suatu alat evaluasi dikatakan valid (sahih atau absah) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu, keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Untuk menentukan tingkat (indeks) validitas kriterium adalah dengan menghitung koefisien korelasinya. Untuk menghitung koefisien korelasinya, maka digunakan rumus korelasi product moment dari Pearson, yaitu:
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
n : Banyaknya subjek (peserta tes)
X : Skor yang diperoleh siswa pada setiap butir soal
Y : Skor total yang diperoleh tiap siswa
Kemudian klasifikasi untuk nilai koefisien validitas (rxy) diinterpretasikan
(Suherman, 2003: 113) dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kriteria Validitas Instrumen
Koefisien validitas (rxy) Kriteria 00
Validitas untuk tiap butir soal diperoleh dari perhitungan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007, yaitu disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.2
No.
Reliabilitas berasal dari kata reliable yang artinya dapat terpercaya. Jadi tes yang reliabilitas selalu memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama, konsisten) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat berbeda pula. Tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan kondisi. Karena tes kemampuan pemecahan masalah matematis berbentuk uraian, maka reliabilitas tes ditentukan dari nilai koefisien reliabilitas yang diperoleh (Suherman, 2003: 148) dengan menggunakan rumus Alpha yaitu:
Keterangan:
r11 : Koefisien reliabilitas
n : Banyaknya butir soal
Untuk mencari varians digunakan rumus:
Menurut J.P. Guilford (Suherman, 2003: 139) kriteria untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas adalah:
Kriteria Koefisien Reliabilitas
r Reliabilitas sangat rendah
Reliabilitas rendah
0 r11 Reliabilitas sangat tinggi
Perhitungan koefisien reliabilitas dengan menggunakan
Microsoft Excel 2007 adalah 0,75. Hal ini menunjukkan bahwa
reliabilitas alat evaluasi ini tergolong tinggi.
d. Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran butir soal merupakan bilangan yang menunjukkan derajat atau tingkat kesukaran butir soal (Suherman, 2003: 170). Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir soal
Untuk menginterpretasikan indeks kesukaran, digunakan kriteria sebagai berikut (Suherman, 2003: 170):
Tabel 3.4
Kriteria Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran ( IK ) Kriteria Soal
Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 3.5 merupakan hasil perhitungan dengan bantuan Microsoft Excel 2007.
Tabel 3.5
Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal
No.
Soal Xi SMI ��=
� �
��� Interpretasi
1. 13,05 19 0,68 Sedang
2. 10,12 14 0,72 Mudah
3. 11,53 17 0,67 Sedang
4. 9,05 17 0,53 Sedang
5. 9,09 13 0,69 Sedang
e. Daya Pembeda
Daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut atau testi yang menjawab salah. Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Untuk mengetahui daya pembeda setiap butir soal tes menurut Depdiknas (Pardomuan, 2012: 47), digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
DP : Daya Pembeda
SMI X X
IA
X : Rata-rata skor siswa kelompok atas IB
X : Rata- rata skor siswa kelompok bawah SMI : Skor maksimum ideal
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan daya pembeda ini adalah:
Hasil perhitungan dengan bantuan Microsoft Excel 2007, diperoleh:
Tabel 3.7
Daya Pembeda Tiap Butir Soal
No.
Rekapitulasi analisis butir soal disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.8
Rekapitulasi Analisis Butir Soal
Reliabilitas : 0,75 (Reliabilitas Tinggi)
No. Soal
Validitas Indeks Kesukaran Daya Pembeda Kesimplan Kualifikasi Pokok Uji
1. 0,76 Validitas
Tinggi 0,68 Soal Sedang 0,52 Baik Digunakan
2. 0,59 Validitas
Sedang 0,72 Soal Mudah 0,33 Cukup Digunakan
3. 0,73 Validitas
Tinggi 0,67 Soal Sedang 0,54 Baik Digunakan
4. 0,78 Validitas
Tinggi 0,53 Soal Sedang 0,61 Baik Digunakan
5. 0,69 Validitas
Sedang 0,69 Soal Sedang 0,55 Baik Digunakan
3.3.2. Instrumen Non-Tes
Instrumen non-tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: angket atau skala sikap siswa, lembar observasi, pedoman wawancara, dan refleksi pasca pembelajaran.
a. Angket Skala Sikap
Angket adalah jenis evaluasi yang berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang dijawab oleh responden berkenaan dengan sikap, tugas, sajian, aspirasi, fasilitas, suasana pembelajaran, dan semacamnya (Suherman, 2003: 6).
Angket digunakan untuk mengetahui respons siswa kelas eksperimen terhadap pembelajaran matematika dengan model Problem Posing teknik
Think Pair Share (TPS), dan sikap siswa terhadap aspek-aspek
kemampuan pemecahan masalah matematis. Selain itu, angket ini digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran, bahan ajar, serta guru yang mengajar. Skala yang digunakan dalam angket ini adalah skala Likert, yang terdiri dari SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Angket diisi oleh siswa setelah semua siklus dilaksanakan.
b. Lembar Observasi
aktivitas siswa dan aktivitas guru selama berlangsungnya proses pembelajaran matematika menggunakan model problem posing teknik
Think Pair Share (TPS). Pengamatan ini dilakukan oleh peneliti sebagai
orang yang terlibat aktif dalam pelaksanaan tindakan dan dibantu oleh beberapa observer.
c. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara merupakan instrumen yang berisi pertanyaan yang akan diajukan kepada siswa yang menjadi subjek penelitian. Pedoman wawancara disusun dengan mempertimbangkan indikator kemampuan pemecahan masalah.
d. Refleksi Pasca Pembelajaran
Refleksi pasca pembelajaran diberikan pada akhir pertemuan yang bertujuan untuk melihat pendapat dan kesan siswa setelah proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model problem posing teknik Think Pair Share (TPS).
3.4.Perangkat Pembelajaran
Dalam penelitian ini digunakan perangkat pembelajaran yang terdiri atas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS).
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP merupakan langkah-langkah tertulis yang harus ditempuh guru dalam pembelajaran. Peneliti melaksanakan pembelajaran di dua kelas, kelas eksperimen dan kelas kontrol. Penyusunan RPP untuk kelas eksperimen disesuaikan dengan model pembelajaran Problem Posing teknik Think Pair
Share (TPS), sementara untuk kelas kontrol disesuaikan dengan pembelajaran
konvensional. Untuk setiap kelas, peneliti menyusun masing-masing empat RPP.
LAS hanya diberikan kepada kelas eksperimen. LAS berisi beberapa permasalahan kontekstual yang harus dipecahkan siswa secara berkelompok. Kelas kontrol tidak menggunakan LAS, melainkan hanya menggunakan buku paket yang sudah ada dan digunakan di sekolah. Walaupun demikian, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol mendapatkan asupan materi yang sama.
3.5.Prosedur Penelitian
Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian:
1. Tahap Persiapan
a. Observasi Lapangan.
b. Mengidentifikasi masalah penelitian dan mengkaji berbagai literatur yang mendukung penelitian serta merumuskannya dalam bentuk proposal .
c. Mempersiapkan format sistem pembelajaran Problem Posing teknik
Think Pair Share (TPS).
d. Menganalisis dan menetapkan materi ajar yang akan digunakan dalam penelitian.
e. Menyusun dan mempersiapkan RPP, bahan ajar, alat dan bahan yang akan digunakan, serta instumen penelitian.
f. Melaksanakan uji coba instrumen tes. g. Analisis kualitas/kriteria instrumen.
h. Melakukan pemilihan populasi dan sampel penelitian serta perizinannya.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Menentukan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
c. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar menggunakan model
Problem Posing teknik Think Pair Share (TPS) pada kelas eksperimen
dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran.
d. Melakukan observasi pada kedua kelas.
e. Melaksanakan tes akhir (post-test) pada kedua kelas. f. Memberikan angket pada siswa kelas eksperimen.
g. Memberikan lembar refleksi pasca pembelajaran pada siswa kelas eksperimen.
h. Melakukan wawancara pada siswa kedua kelas.
3. Tahap Penyelesaian
a. Mengumpulkan dan mengolah data hasil penelitian, yaitu hasil tes (pre-test dan post-test), angket, lembar observasi, wawancara, dan lembar refleksi pasca pembelajaran.
b. Membuat penafsiran dan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan hipotesis.
c. Menyusun laporan hasil penelitian.
3.6.Teknik Analisis Data
Ada dua jenis data yang akan diperoleh melalui penelitian ini, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Adapun teknik pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut:
3.6.1. Analisis Data Kualitatif
Data kualitatif diperoleh dari angket, lembar observasi, wawancara, refleksi pasca pembelajaran, dan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Data tersebut diidentifikasi terlebih dahulu kemudian dianalisis lalu ditafsirkan untuk melihat respons terhadap pembelajaran dengan menggunakan model Problem Posing teknik Think Pair Share
(TPS) maupun menggunakan pembelajaran konvensional.
Dari data yang diperoleh dihitung jumlah responden yang memilih setiap pilihan jawaban yang disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dihitung persentasenya dengan menggunakan rumus perhitungan persentase sebagai berikut:
Keterangan:
p = persentase jawaban
f = frekuensi jawaban
n = banyaknya responden
Data yang telah dipersentasekan kemudian ditentukan persentase angket keseluruhan untuk menganalisis respons siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan model Problem Posing teknik
Think Pair Share (TPS) dengan cara mengelompokkan data berdasarkan
jenis pernyataan, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif kemudian hasilnya akan ditafsirkan berdasarkan kriteria yang dikemukakan Hendro (Maulana, 2002: 23) sebagai berikut:
Tabel 3.9
Kriteria Persentase Angket
Persentase Angket (PA) Kriteria
PA = 0% Tak seorang pun 0% < PA 24% Sebagian kecil 24% < PA 49% Hampir setengahnya
PA = 50% Setengahnya 50% < PA 74% Sebagian besar
PA = 100% Seluruhnya
Teknik yang digunakan untuk penyekoran angket menurut Suherman (2003: 190) adalah sebagai berikut:
1) Untuk pernyataan yang positif (favorable), jawaban: SS diberi skor 5, S diberi skor 4, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.
% 100
2) Untuk pernyataan yang negatif (unfavorable), SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5.
b. Analisis Lembar Observasi
Lembar observasi dilakukan oleh observer terhadap peneliti dan siswa dari kelas eksperimen. Analisis lembar observasi dilakukan dengan cara melihat penilaian observer terhadap tahapan-tahapan pembelajaran menggunakan model Problem Posing teknik Think Pair Share (TPS) yang sudah dilakukan dalam upaya meningkatkan pemecahan masalah matematis siswa.
c. Analisis Hasil Wawancara
Hasil yang diperoleh dari wawancara dengan siswa kelas VIII A sebagai kelas eksperimen, dan siswa kelas VIII B sebagai kelas kontrol dianalisis secara deskriptif untuk triangulasi data.
d. Analisis Hasil Refleksi Pasca Pembelajaran
Refleksi pasca pembelajaran dianalisis untuk melihat pendapat dan kesan siswa setelah proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model Problem Posing teknik Think Pair Share (TPS).
e. Analisis Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa
Analisis hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Menentukan skor pada setiap indikator sesuai dengan kriteria penskoran yang telah ditetapkan. Adapun aspek dan indikator kemampuan pemecahan masalah dijabarkan sebagai berikut:
A = Mengidentifikasi Masalah
1. Mengidentifikasi informasi yang diketahui dari soal 2. Mengidentifikasi apa yang ditanyakan dari soal B = Merencanakan Penyelesaian Masalah
2. Menggunakan informasi yang diketahui untuk memperoleh informasi baru
C = Merencanakan Penyelesaian Masalah
1. Mensubstitusi nilai yang diketahui dalam cara penyelesaian yang digunakan
2. Menghitung penyelesaian masalah D = Menginterpretasikan Hasil
2) Menghitung persentase rata-rata tiap indikator Persentase rata-rata tiap indikator
= ℎ � � �
� � � � ×� � × 100%
3) Menghitung persentase rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa
Rata-rata persentase kemampuan pemecahan masalah siswa
= ℎ� �
� �
4) Mengkatagorikan persentase kemampuan pemecahan masalah siswa sesuai dengan kriteria kuantitatif yang telah ditentukan. Kriteria ini disusun hanya dengan memperhatikan rentangan nilai yang diperoleh siswa, dan dilakukan dengan membagi rentangan nilai tersebut sebagai berikut:
Tabel 3.10
Kategori Kemampuan Pemecahan Masalah
Persentase Kategori
80% < ≤100% Tinggi Sekali
60% < ≤80% Tinggi
40% < ≤60% Cukup
20% < ≤40% Rendah
0%≤ ≤20% Rendah Sekali
= Rata-Rata Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa (Arikunto, 2004: 18)
Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap hasil data pre-test, post-test, dan indeks gain (normalized
gain) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pre-test
dan post-test dari kelas eksperimen dan kelas kontrol, didapat data skor
pre-test dan skor test. Data skor gain diperoleh dari selisih skor
post-test dengan skor pre-post-test. Data skor pre-post-test, data skor post-post-test, dan data
skor gain akan diolah dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial.
Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2010: 29). Melalui statistik deskriptif, data skor pre-test, data skor
post-test, dan data skor gain akan ditentukan rata-rata, skor minimum, skor
maksimum, varians dan standar deviasinya.
Selanjutnya data skor pre-test, data skor post-test dan data skor gain diuji dengan menggunakan statistik inferensial. Data yang bersifat kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes diolah menggunakan program SPSS 17,0 for windows.
Analisis Data Pre-test dan Post-test 1. Uji Statistik Data Skor Pre-test
Uji statistik data skor pre-test dilakukan untuk memeriksa apakah rata-rata awal kemampuan siswa dalam pemecahan masalah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sama atau tidak. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
pengujian normalitas data skor pre-test digunakan uji dua pihak, hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05 maka kriteria pengujiannya adalah:
1) Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima; 2) Jika nilai signifikansi lebih kecil atau sama dengan 0,05 maka H0
ditolak.
Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas. Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka digunakan statistik non paramerik dengan uji Mann-Whitney.
b. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah data dari kedua sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Lavene’s test (uji
Lavene). Dalam pengujian homogenitas varians data skor pre-test digunakan uji dua pihak, hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
H1 : Terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut: H0 : σ 2 =σ 2
H1 : σ 2 ≠ σ 2
Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05 maka kriteria pengujiannya adalah:
2) Jika nilai signifikansi lebih kecil atau sama dengan 0,05 maka H0 ditolak.
c. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Uji kesamaan dua rata-rata data skor pre-test dilakukan untuk melihat apakah kemampuan awal siswa dalam pemecahan masalah matematis pada kedua kelompok sama atau tidak. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan menggunakan Independent Sample T-Test atau uji-t. Apabila data memenuhi asumsi normalitas dan asumsi homogenitas, maka pengujiannya menggunakan uji-t dengan asumsi varians sama, sedangkan jika data memenuhi asumsi normalitas tetapi tidak memenuhi asumsi homogenitas, maka pengujiannya menggunakan uji-t’ dengan asumsi varians tidak sama.
Dalam pengujian kesamaan dua rata-rata data skor pre-test digunakan uji dua pihak, hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut: H0 : µ = µ
H1 : µ ≠ µ
Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05 maka kriteria pengujiannya adalah:
1) Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima; 2) Jika nilai signifikansi lebih kecil atau sama dengan 0,05 maka H0
ditolak.
2. Uji Statistik Data Skor Post-test
pada kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan kelas kontrol, atau rata-rata akhir kemampuan siswa dalam pemecahan masalah pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk. Dalam pengujian normalitas data skor post-test digunakan uji dua pihak, hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05 maka kriteria pengujiannya adalah:
1) Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima; 2) Jika nilai signifikansi lebih kecil atau sama dengan 0,05 maka H0
ditolak.
Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas. Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, maka digunakan statistik non paramerik dengan uji Mann-Whitney.
b. Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah data dari kedua sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Lavene’s test (uji
Lavene). Dalam pengujian homogenitas varians data skor post-test digunakan uji dua pihak, hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H1 : Terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Hipotesis statistiknya adalah sebagai berikut: H0 : σ 2 =σ 2
H1 : σ 2 ≠ σ 2
Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05 maka kriteria pengujiannya adalah:
1) Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima; 2) Jika nilai signifikansi lebih kecil atau sama dengan 0,05 maka H0
ditolak.
c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Uji perbedaan dua rata-rata data skor post-test dilakukan untuk memeriksa apakah rata-rata akhir kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis pada kelas eksperimen lebih rendah atau sama dengan kelas kontrol, atau rata-rata akhir kemampuan siswa dalam pemecahan masalah pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Uji perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan menggunakan
Independent Sample T-Test atau uji-t. Apabila data memenuhi asumsi
normalitas dan asumsi homogenitas, maka pengujiannya menggunakan uji-t dengan asumsi varians sama, sedangkan jika data memenuhi asumsi normalitas tetapi tidak memenuhi asumsi homogenitas, maka pengujiannya menggunakan uji-t’ dengan asumsi varians tidak sama.
Dalam pengujian perbedaan dua rata-rata data skor post-test digunakan uji pihak kanan, hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Rata-rata kemampuan akhir kelas eksprimen lebih rendah atau sama dengan kelas kontrol.
H1 : Rata-rata kemampuan akhir kelas eksprimen lebih baik dari kelas kontrol.
H1 : µ > µ
Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05 maka kriteria pengujiannya adalah:
1) Jika 1/2 nilai signifikansinya lebih besar dari pada�= 0,05 maka H0 diterima;
2) Jika 1/2 nilai signifikansi lebih kecil atau sama dengan pada� = 0,05 maka H0 ditolak.
3. Analisis Data Kualitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis
Indeks gain digunakan untuk melihat kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kedua kelas eksperimen. Indeks gain adalah gain ternormalisasi yang dihitung dengan menggunakan rumus (Meltzer, 2002: 3), yaitu:
Adapun untuk kriteria rendah, sedang, dan tinggi menurut Meltzer yaitu sebagai berikut:
Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat diketahui langkah-langkah pengujian yang ditempuh untuk data pre-test, post-test, dan indeks
gain adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh memiliki varians yang homogen atau tidak.
c. Jika data yang dianalisis berdistribusi normal dan homogen, maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t.
d. Jika data yang dianalisis berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t’.
e. Jika salah satu atau kedua data yang dianalisis tidak berdistribusi normal, maka tidak dilakukan uji homogenitas sedangkan untuk pengujian hipotesis dilakukan uji statistik non parametrik, seperti uji
103
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
Problem Posing Teknik Think Pair Share (TPS) dengan siswa yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional. Setelah dianalisis lebih lanjut, ternyata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Posing Teknik Think Pair Share (TPS) lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional.
2. Terdapat perbedaan kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Problem Posing Teknik Think Pair Share (TPS) dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional, meskipun masih dalam kategori yang sama, yaitu tergolong sedang.
3. Siswa memberikan sikap positif terhadap model pembelajaran Problem
Posing Teknik Think Pair Share (TPS).
4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis jika ditinjau dari indikatornya, yang meliputi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model Problem Posing Teknik Think Pair Share (TPS) lebih tinggi untuk indikator 3 dan 4, sedangkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model Problem
siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model pembelajaran konvensional.
5.2Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran menggunakan model Problem Posing Teknik Think Pair Share
(TPS) hendaknya dapat dijadikan alternatif model pembelajaran matematika
pada materi tertentu untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
2. Pembelajaran dengan model Problem Posing Teknik Think Pair Share (TPS) hendaknya dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan motivasi serta minat siswa dalam mengikuti pembelajaran.
3. Bagi peneliti, penulis merekomendasikan untuk melanjutkan penelitian terhadap pembelajaran menggunakan model Problem Posing Teknik Think
Pair Share (TPS) pada materi tertentu lainnya dan dapat pula dilakukan untuk
xv
DAFTAR PUSTAKA
Abu-Elwan, R. (2000). Effectiveness of Problem Posing Strategies on Perspective Mathematics Teachers’ Problem Solving Performance. [Online] Tersedia: http://math.unipa.it/~grim/AAbuElwan1-6. [2 Maret 2013]
Andriatna, R. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa SMA Melalui Menulis Matematika dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi pada FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.
Arifin, A. (2010). Pendekatan Problem Posing pada Pembelajaran Matematika untuk
Meningkatkan Kemampuan Adaptive Reasoning Siswa SMP. Skripsi pada
FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.
Arikunto, S. (2004). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
As’ari, A.R. (2000). “Problem Posing untuk Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika. Jurnal Matematika”. Jurnal Matematika. V, (1).
Brown, S., & Walter, M. I. (1993). The Art of Problem Posing. Philadelphia, PA: Franklin Institute Press.
Christou, C. (1999). An Empirical Taxonomy of Problem Posing Processes.
Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM) – The International Journal on Mathematics Education. [Online]. Tersedia: http://subs.emis.de/journals/ZDM/zdm053a4.pdf. [7]. [2 maret2013]
English, L. D. (1997). Promoting a Problem Posing Classroom. Teaching Children
Mathematics Journal. November 1997. p.172 – 179.
Faizah, E.N. (2012). Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Problem
Posing dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Indutif Matematis Siswa SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI: Tidak
Diterbitkan.
Febianti, G.A.D. (2012). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Antara Siswa yang Memperoleh Pembelajaran Melalui Pendekatan Anchored Instruction dan Pendekatan Problem Posing. Skripsi
xvi
Fitriani, A.D. (2006). Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa SMA melalui Strategi Means-Ends Analysis. Skripsi pada
FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan
Fogarty. & Robin. (1996). Think Pair Share. [Online]. Tersedia: http://Broward kl2.fl.us/Ci/Whatsnew/strategies and
such/strategies/2009/thinkpairshare.html. [22 Januari 2013]
Ginsburg, A., Leinwand, S., Anstrom, T., & Pollock, E. (2005). What the United States Can Learn from Singapore’s World Class Mathematics System (and what Singapore can learn from the United States): An Exploratory Study. Washington, DC: American Institutes for Research
Hamzah. (2003). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
SLTPN di Bandung Melalui Pendekatan Pengajuan Masalah. Disertasi
Doktor pada PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan
Herawati, O.D., Siroj, R. & Basir, D. (2010). “Pengaruh Pembelajaran Problem Posing Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas
XI IPA SMA Negeri 6 Palembang”. Jurnal Pendidikan Matematika. 4, (1),
71-80.
Herdian. (2009). Model Pembelajaran Problem Posing. [Online]. Tersedia:
http://herdy07.wordpress.com/2009/04/19/model-pembelajaran-problemposing/. [22 Januari 2013]
Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: FMIPA UNM
Isjoni. (2012). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.
Iskandar, S. (2002). Penerapan Pendekatan Problem Posing (Penyajian Masalah)
dalam Pembelajaran Kimia SMU. Makalah pada National Science
Education Seminar, Malang.
xvii
Krulik, S. & Reys R.E. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Virginia. NCTM
Kusumah , Y.S. (2004). Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan
Kemampuan Kognitif dan afektif Siswa Sekolah Menengah. Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional Matematika yang diselenggarakan Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 12 Oktober 2004
Kusumaningtyas, I.H. (2011). Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika
Melalui Pendekatan Problem Posing dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) Pada Siswa Kelas Bilingual VIII C SMPN 1 Wonosari. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.
Lie, A. (2008). Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
Lin, P. (2004). Supporting Teachers on Designing Problem-Posing Tasks as a Tool of
Assesment to Understand Student’s Mathematical Learning. Proceeding of the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education Vol 3.
Mahmudi, A. (2008). Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah. Makalah pada Seminar Nasional
Matematika FPMIPA UNPAD, Bandung.
Maulana. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Meggunakan Media
Komik Matematika untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI: Tidak
Diterbitkan.
Meltzer, D. (2002). The relationship between mathematics preparation and conceptual learning gains in physics: A possible “hidden variable” in
diagnostic pretest scores. Department of Physics and Astronomy, Iowa
State University, Ames, Iowa 50011 (Received 27 July 2001; accepted 23 August 2002)
xviii
Nixon, S. & Ponder. (2009). Teacher to Teacher: Using Problem Posing Dialogue in
Adult Literacy Education. [Online]. Tersedia:
http://literacy.kent.edu/Oasis/Pubs/0300-8.htm/. [23 Januari 2013]
Nursalam. (2008). Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Metode
Problem Posing. [Online]. Tersedia: http://nursalam-uin.blogspot.com/.
[22 Januari 2013]
Pardomuan, R. (2012). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
(Realistic Mathematics Education) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa. Skripsi pada FPMIPA UPI: Tidak
diterbitkan.
Polya, G. (1973). How to Solve it: A New Aspect of Mathematical Method (2nd ed) Princenton, NJ: Princenton University Press.
Riana. (2011). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Antara Siswa yang Pembelajrannya Menggunakan Model CPS (Creative Problem Solving) dan PBL (Problem Based Learning). Skripsi
pada FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.
Rohaeti, A. (2009). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Missouri Mathematic
Project (MMP) dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI:
Tidak diterbitkan.
Romairama. (2009). Model Problem Posing dalam Pembelajaran Barisan Aritmatika [Online]. Tersedia: http://romairama.wordpress.com/2009/06/
Ruseffendi, E.T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non
Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Press
Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non
Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito
Silver, E.A. & Cai, J. (1996). Posing Mathematical Problems: An Exploratory
Study. Journal for Research in Mathematics Education. 27(III). Hlm 293
Siswono, Y.T.E. (2000). Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran
xix
disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika Sekolah Menengah, 25 Maret 2000. Malang: FPMIPA Universitas Negeri Malang. Suciana, Nita. (2006). Pengaruh Model Pembelajaran SLIM-n-BIL terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik. Skripsi pada FPMIPA UPI:
Tidak diterbitkan.
Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suharta, I.G.P. (2000). Pengkonstruksian Masalah oleh Siswa (Suatu Strategi
Pembelajaran Matematika). Makalah disajikan pada Seminar Nasional
Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah yang dilaksanakan oleh Jurusan Matematika FPMIPA UM. Malang, 25 Maret 2000
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA FPMIPA UPI.
Suherman, E. & Winataputra, U. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: JICA-UPI
Sumarmo, U. (2010). Evaluasi dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI
Suryadi, D. (2003). Eksplorasi Matematika: Pembelajaran Pemecahan Masalah. Bandung: Rizky Grafis
Suryanto. (1998). Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Seminar Nasional: Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Menghadapi Era Globalisasi. Program Pascasarjana IKIP Malang, 4 April 1998.
Sutiarso, S. (1999). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing
Terhadap Hasil Belajar Aritmatika Siswa SMPN 18 Malang. Tesis tidak
diterbitkan. Program Pascasarjana UM
Upu, H. (2003). Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran
Matematika. Bandung: Pustaka Ramadhan