• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sesuai Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sesuai Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pa"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Sesuai Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP), maka selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam mekanisme ini, pihak ketiga ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut pajak dan menyetorkannya ke kas Negara.

Jenis-jenis pemotongan/pemungutan pajak di Indonesia meliputi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15. Pemotongan/pemungutan atas jenis-jenis pajak tersebut dinamakan withholding tax system. Selain jenis-jenis pajak

tersebut, sistem perpajakan di Indonesia mengenal pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Meski tidak termasuk dalam skenario withholding tax system, namun

pemungutan PPN dan PPnBM harus diperhatikan kewajibannya karena terkait dengan kewajiban perpajakan pihak ketiga.

Pertama, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pihak pemberi

penghasilan kepada WP orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya pembayaran gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja. WP

berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan karyawannya. WP orang pribadi dapat juga ditunjuk sebagai

pemotong PPh Pasal 21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat WP orang pribadi terdaftar.

Kedua, pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan PPh Pasal 22 meliputi pemungutan atas: (1) pembelian barang oleh instansi Pemerintah; (2) ;kegiatan impor barang; (3) produksi barang-barang tertentu misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif; (4) pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul; (5) Pemungutan PPh atas

penjualan atas barang yang tergolong mewah. WP dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sekaligus sebagai pihak yang dipungut PPh Pasal 22.

(2)

badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23, sedangkan WP orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 23. Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 23, maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 23 oleh si pihak pemotong tersebut.

Keempat, pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya kepada WP luar negeri. WP baik orang pribadi maupun badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan Tax Treaty.

Kelima, pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya. Yang dimaksud fnal disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak pemberi penghasilan atau dibayar sendiri oleh pihak penerima penghasilan, penghitungan pajaknya sudah selesai dan tidak dapat dikreditkan lagi dalam penghitungan PPh pada SPT Tahunan. ;WP badan ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2),

sedangkan WP orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2). Demikian sebaliknya, apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh si pihak pemotong tersebut. Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut, misalnya dalam transaksi sewa atau penjualan property tanah dan/atau bangunan.

Keenam, pemotongan PPh Pasal 15 adalah pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus. Wajib Pajak tertentu

tersebut adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan

(3)

pribadi (bukan pemotong), maka Wajib Pajak tersebut wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 tersebut.

Dan terakhir atau ketujuh, pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pemungut yang ditunjuk (misalnya

Bendahara Pemerintah) atas penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak. PKP yang ditunjuk untuk memungut PPN dan PPnBM adalah pengusaha yang memiliki peredaran bruto (omzet) melebih Rp600.000.000,00 setahun atau pengusaha yang memilih sendiri untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib memungut PPN dan juga PPnBM (bila barangnya yang diserahkan tergolong mewah) dari pembeli atau pemakai jasanya.

Dengan memahami mekanisme pembayaran pajak melalui

pemotongan/pemungutan oleh pemberi penghasilan dan pemungutan PPN dan PPnBM oleh PKP, dapat memudahkan para Pemberi Penghasilan dan PKP untuk melaksanakan kewajiban pemotongan/pemungutan pajak. Bangga bayar Pajak!

A. Dasar Hukum

UU No.7 Tahun 1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 B. Pengertian PPh Pasal 21

1. PPh Pasal 21adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan, melaui pemotongan oleh pihak ketiga (yaitu pemberi kerja/ bendaharawan pemerintah/ dana pensiun/ badan lain/ penyelenggara pemerintah) yang merupakan anjuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat fnal. 2. PPh sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan

(4)

C. Pemotongan PPh Pasal 21 Wajib Memotong, Menyetor, dan Melapor (Pasal 21 (1) UU PPh)

Dilakukan oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun atau badan lain, badan dan penyelenggara kegiatan.

D. Tidak Termasuk Pemberi Kerja yang Wajib Memotong PPh Pasal 21 Ayat (1)

a. Kantor perwakilan negera asing

b. Organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU PPh (Pasal 21 (2) UU PPh)

E. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 (PMK.No.252/ PMK.03/2008)

1. Pegawai

2. Penerima pesangon, pensiun

3. Bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan lain meliputi: tenaga ahli yaitu dokter, akuntan, pengacara, arsitek, konsultan, notaris, penilai aktuaris; pemain musik, pembawa acara, penyanyi, aktris, aktor; olahragawan; penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, moderator; pengarang, peneliti, penerjemah; pemberi jasa teknik; pengawas, pengelola proyek; perantara; ditributor; petugas penjaga barang dagangan; petugas dinas luar asuransi.

4. Peserta kegiatan perlombaan, rapat, kepanitiaan, pelatihan, dan peserta kegiatan lainnya.

(5)

1. Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, pejabat lain dari negara asing dan orang yang bekerja membantunya.

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional

G. Objek PPh Pasal 21 (Pasal 5 PMK.252/PMK.03/2008) 1. Penghasilan

2. Penghasilan dalam bentuk naturadan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun.

3. Penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya didasarkan pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang diberikan.

H. Tidak Termasuk dalam Pengertian Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

1. Berdasarkan PPh Pasal 21 (Pasal 8. PMK.252/P.03/2008) : pembayaran manfaat, santunan asuransi dari perusahaan asuransi, zakat dan beasiswa. 2. PPh yang ditanggungkan kepada pemberi kerja, termasuk yang

ditanggung oleh pemerintah (Pasal 8 ayat (1) huruf b PMK.252/PMK.03/2008) I. Penghasilan Pegawai Tetap atau Pensiunan yang Dipotong Pajak Untuk setiap bulan yaitu jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menkeu, iuran Pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

J. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 (Pasal 9 PMK.252/PMK03/2008)

1. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21

a. Penghasilan kena pajak berlaku bagi: pegawai tetap, penerima pensiun berkala, bukan pegawai meliputi distributor, petugas dinas luar asuransi, penjaja barang dagangan.

b. Junlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21

c. Jumlah Penghasilan Bruto 2. PTKP sebulan dibagi 12.

K. Pengurangan yang Diperbolehkan (Pasal 10

PMK.252/PMK03/2008)

1. Jumlah penghasilan bruto yang diterima adalah seluruh jumlah yang diterima dalam satu periode atau pada saat dibayarkan

2. Penghasilan kena pajak : pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan bagi buka pegawai

3. Besarnya penghasilan neto adalah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan, iuran yang terkait dengan gaji untuk dana pensiun

4. Penghasilan neto adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun

(6)

6. Bagi karyawati yang suaminya tidak bekerja

7. Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kaender.

8. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (7) PMK.252/ PMK03/ 2008 (angka 7 tersebut di atas, yaitu PTKP 2008 berdasarkan keadaan pada awal tahun).

L. Ketentuan bagi Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas/ Belum Melebihi PTKP (Pasal 11 PMK.252/PMK03/2008)

1. a. Tidak dilakukan pemotongan, dalam penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi bagian penghasilan

b.dilakukan pemotongan, dalam hal penghasilan sehari melebihi bagian penghasilan

M. PTKP bagi bukan pegawai (Pasal 12 PMK.252/PMK03/2008)

1. Penerima penghasilan bukan pegawai memperoleh pengurangan PTKP sepanjang yang bersangkutan telah mempunyai NPWP

2. Untuk memperoleh pengurang penerima harus menyerahkan fotokopi kartu NPWP

N. Tarif Pemotongan Pajak dan Penerapannya (Pasal 13 PMK.252/PMK03/2008)

1. Tarif berdasarkan Pasal 17

2. Dipotong berdasrkan masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, terif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 tahun 3. Dipotong setiap masa pajak, atas penghasilan teratur, penghasilan pajak

tidak teratur adalah sebesar selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan

4. Pegawai tetap mempunyai tetap mempunyai kewajiban pajak subjektif O. PPh Pegawai tidak tetap/ tenaga kerja lepas berupa upah harian,

upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian (Pasal 14 PMK.252/ PMK03/ 2008)

1. Jumlah penghasilan tidak dipotong pajak, namun jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP sebulan untuk diri WP sendiri

2. Jumlah penghasilan satu bulan melebihi Rp. 6000.000 ditetapkan pemotongan pajak penghasilan yang disetahunkan.

P. Tarif PPh Bukan Pegawai Atas Pembayaran Pekerjaan/Jasa yang Tidak Berkesinambungan (Pasal 15 PMK.252/PMK03/2008)

Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh diterapkan atas jumlah kumulatif Penghasilan Kena Pajak sebesar Penghasilan bruto dikurangi PTKP, yang diterima atau diperoleh bukan pegawai.

(7)

Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh diterpkan atas penghasilan bruto kumulatif.

R. Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21

Penghasilan yang berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 17 PMK.252/PMK03/2008)

Penghasilan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau daerah yang diperoleh pejabat negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan pensiunannya, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 18 PMK.252/PMK03/2008)

S. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan yang Tidak Mempunyai NPWP (Pasal 20 PMK.252/PMK03/2008)

Yang tidak memiliki NPWP ditetapkan tarif yang lebih tinggi yaitu 20%, dari pada WP yang memiliki NPWP. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak fnal.

T. Saat Terutang PPh Pasal 21 (pasal 21 PMK.252/PMK03/2008)

Saat terutang untuk setiap masa pajak bagi pemotong pajak adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

U. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak serta Penerima Penghasilan yang Dipotong Pajak (Pasal 22 PMK.252/PMK03/2008)

1. Wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku

2. Wajib membuat surat pertanyaan yang berisi jumlah tanggunagan keluarga sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada pemotong pajak pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.

3. Perubahan tanggungan keluarga pegawai, penerima pensiun dan bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 paling lambat sebelum mulai tahun kalender berikutnya.

4. Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan setiap bulan kalender

5. Wajib membuat dan menyimpan catatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

6. Kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21, tetap berlaku dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil 7. Wajib melaoprkan apabila terjadi kelebihan

8. Wajib membuat bukti pemotongan

(8)

V. PPh Pasal 21 Merupakan Kredit Pajak (Pasal 23 PMK.252/PMK03/2008)

PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh WP orang Pribadi, kecuali PPh 21 yang bersifat fnal.

W. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Berdasarkan Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 31/PJ/2009

1. Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap

1.1 Dengan Gaji Bulanan

Ahmad Zakaria pada tahun 2009 bekerja pada perusahaan PT Zamrud ABAdi dengan memperoleh gaji sebulan Rp. 2500.000 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 1.000.000. Ahmad menikah tetapi belum mepunyai anak. Perhitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :

Gaji sebulan Rp. 2.500.000

Pengurangan : 1. Biaya Jabatan :

5% Rp. 2.500.000 Rp. 125.000 2. Iuran pensiun Rp. 100.000

Rp. 225.000

Penghasilan neto sebulan Rp. 2.275.000

Penghasilan neto setahun adalah

12 Rp. 2.275.000 Rp. 27.300.000

PTKP setahun

- Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000 - Tambahan WP kawin Rp. 1.320.000

Rp. 17.160.000

Penghasilan Kena Pajak setahun PPh Pasal 21 terutang setahun :

5% Rp. 10.140.000 Rp. 507.000 PPh Pasal 21 sebulan

Rp. 507.000 : 12 Rp. 42.250 Catatan :

a. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangi dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.

(9)

maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar : 120% Rp. 42.250 = Rp. 50.700.000

1.2 Dengan Gaji Mingguan dan Gaji Harian

Gaguk Trimanto, menikah dengan satu anak, bekerja sebagai pegawai tetap pada Perusahaan PT Teguh Gemilang menerima gaji yang dibayar mingguan sebesar Rp. 600.000. Penghitungan PPh Pasal 21:

Gaji sebulan adalah

1.3 Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Pembayaran Uang Rapel

(10)

5% Rp. 3.500.000 Rp. 175.000 b. Iuran Pensiun Rp. 100.000

Rp. 275.000

Penghasilan neto sebulan Rp. 3.225.000

Penghasilan neto setahun

12 Rp. 3.225.000 Rp.38.700.000

PTKP :

a. Untuk wajib pajak Rp. 15.840.000 b. Tambahan karena menikah Rp. 1.320.000

(Rp. 17.160.000)

Penghasilan Kena Pajak Rp. 21.540.000

PPh Pasal 21 setahun :

5% Rp. 21.540.000 Rp. 1.077.000 PPh Pasal 21 sebulan

Rp. 1.077.000 : 12 Rp. 89.750 PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2009 seharusnya adalah

5 Rp. 89.750 Rp. 448.750

PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Mei 2009 5 Rp. 42.250

(dari perhitungan contoh 1.1) (Rp. 221.250)

PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp. 237.500

1.4 Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan berupa : Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Tunjangan Hari Raya atau Tahun Baru, Bonus, Premi, dan Penghasilan Sejenis Lainnya yang Sifatnya Tidak Tetap dan Pada Umumnya Diberikan Sekali dalam Setahun

Joko Qurnain (tidak kawin) bekerja pada PT. Qolbu Jaya dengan memperoleh gaji sebesar Rp. 2.000.000 sebulan. Dalam tahun yang bersangkutan Joko menerima bonus sebesar Rp. 5.000.000. Setiap bulannya Joko membayar iuran pensiun ke Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 60.000.

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah :

1.4.a. PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus (penghasilan setahun):

Gaji setahun (12 Rp.2000.000) Rp. 24.000.000

(11)

Penghasilan bruto setahun Rp. 29.000.000

Pengurangan : a. Biaya Jabatan

5% Rp. 29.000.000 Rp. 1.450.000 b. Iuran pensiun setahun

12 Rp. 60.000 Rp. 720.000

(Rp. 2.170.000)

Penghasilan neto setahun Rp. 26.830.000

PTKP-untuk WP sendiri (Rp. 15.840.000)

Penghsilan Kena Pajak Rp. 10.990.000

PPh Pasal 21 terutang

5% Rp. 10.990.000 Rp. 549.500 1.4.b PPh Pasal 21 atas Gaji Setahun

Gaji setahun (12 Rp. 2.000.000) Rp. 24.000.000

Pengurangan : a. Biaya Jabatan

5% Rp. 24.000.000 Rp. 1.200.000 b. Iuran pensiun setahun

12 Rp. 60.000 Rp. 720.000

(Rp. 1.920.000)

Penghasilan neto setahun Rp. 22.080.000

PTKP : Untuk WP sendiri (Rp. 15.840.000)

Penghasilan Kena Pajak Rp. 6.240.000

PPh Pasal 21 terutang

5% Rp. 6.240.000 Rp. 312.000 1.4.c PPh Pasal 21 atas Bonus

(12)

BAB V

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh PASAL 22)

A. Dasar Hukum

(13)

B. Pengertian PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pemungutan pihak ketiga, yang merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat fnal.

C. Pemungutan PPh Pasal 22

Menteri Keuangan dapat menetapkan:

1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang

2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari WP yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain

3. WP badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

D. PPh Pasal 22 Bagi yang Tidak Memiliki NPWP

Dikenakan pungutan lebih tinggi 100% dibandingkan WP yang menunjukkan NPWP.

E. Subjek PPh Pasal 22

1. Importir sehubungan dengan impor

2. Rekanan Pemerintah sehubungan dengan APBD/APBN/Non APBN 3. Konsumen sehubungan dengan badan tertentu

F. Dasar Pemungutan PPh Pasal 22

1. DPP PPh Pasal 22 sehubungan dengan Impor adalah :

a. Nilai impor: nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan Bea Masuk dan pungutan lainnya.

b. Harga Jual Lelang : Harga hasil penjualan Lelang

2. DPP PPh Pasal 22 sehubungan dengan APBN/APBD/Non APBN adalah harga pembelian

3. DPP PPh Pasal 22 sehubungan dengan badan tertentu adalah berdasarkan ketentuan pelaksana yang ditetapkan Pemerintah/Departemen Keuangan/ Dirjen Pajak.

G. Besarnya PPh Pasal 22

1. Atas Impor : yang menggunakan angka Pengenal Impor (API) sebesar 2.5% dari nilai impor; yang tidak menggunakan API sebesar 7.5% dari nilai impor; yang tidak dikuasai sebesar 7.5% dari harga jual lelang; atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebesar 0.5% dari nilai impor.

2. Atas APBD/APBN/Non APBN sebesar 1,5% dari harga pembelian

(14)

Hasil Produksi Pertamina dan Badan Lain: SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% X Penjualan. SPBU Pertamina sebesar 0,25% X Penjualan. Minyak tanah, Gas LPG, Pelumas sebesar 0,3% X Penjualan; Rokok: 0,15% X Harga Banderol; sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, perikanan: 0,5% X Harga Pembelian.

H. PPh Pasal 22 Ayat(1) Huruf c UU PPh: WP Badan Tertentu sebagai Pemungut PPh Dari Pembeli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah

1. WP badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah

2. a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp. 2M (Miliar) b.Kapal Pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.10M (Miliar) c.Rumah dan tanah yang harga jualnya lebih dari Rp.10M dan luas lebih dari 500m2.

d.Apartemen, kondiminium dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.10M dan luas bangunan lebih dari 400m2

e. kendaraan bermotor roda emat kurang dari 10 orang pengangkutannya yang mempunyai harga jual lebih dari Rp.5M dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc.

J. Saat Terutang dan Saat Pelunasan

1. Impor : pada saat pembayaran Bea Masuk, apabila ditunda maka pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB)

2. APBN/APBD/Non APBN : pada saat pembayaran

3. Badan Tertentu : industri pada saat penjualan; pertamina dan badan usaha lain pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order); pembelian bahan-bahan industri dan eksportir pada saat pembelian. K. Pemungutan dan Penyetoran

1. Impor: ke Bank Devisa atau Bank persepsi atau bendaharawan Dit.Jen.Bea dan Cukai, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22 Impor.

2. APBN/APBD/Non APBN: ke Bank persepsi atau Kantor Pos dengan menggunalan SSP

3. Badan tertentu: ke bank persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP.

L. Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22

1. Pengecualian dengan surat keterangan Bebas PPh Pasal 22 2. Pengecualian dilaksanakan oleh Dirjen Bea dan Cukai

3. Pengecualian dilakukan secara otomatis Tanpa Surat Keterangan Bebas - Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000

(15)

- Pembayaran/pencairan dana Jaringan Pengamanan Sosial (JPS) oleh Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara.

- Impor kembali yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan Cukai

- Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG

BAB VI

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (PPh PASAL 23)

A. Dasar Hukum

UU No. 7 Tahun 1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008. B. Pengertian PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pemotongan pihak ketiga, yang merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat fnal.

C. Pemotong PPh Pasal 23 1. Badan Pemerintah

2. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri 3. Penyelengara Kegiatan

4. Bentuk Usaha Tetap

5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya

6. Orang Pribadi sebagai WP dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak.

D. Subjek Pajak 1. WP dalam negeri

2. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

E. Tarif Dasar Pemotongan dan Objek PPh Pasal 23

1. 15% dari jumlah bruto atas : dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, bonus dan selanjutnya

2. 2% dari jumlah bruto : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya.

F. Tarif Lebih Tinggi Bagi yang Tidak Memiliki NPWP

(16)

G. PPh Pasal 23 untuk Jenis Jasa Lain

Diatur Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan.

H. Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c UU PPh (PER-70/PJ/2007) 1. Dipotong dengan tarif PPh sebesar 15%

2. Jenis imbalan jasa yang dipotong PPh

3. Obyek yang telah dikenakan PPh fnal tidak dipotong PPh lagi 4. Dasar perkiraan penghasilan neto

Tabel 1.5

Perkiraan Penghasilan Neto Atas Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian bertulis ataupun tidak tertulis. tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis,

(17)

imbalan yang

17.Jasa sehubungan sofware komputer termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan

18.Jasa instalasi dan pemasangan:

a.Jasa instalasi/pemasangan mesin listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel;

b.Jasa instalansi/pemasangan peralatan; kecuali yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifkat sebagai pengusaha konstruksi.

(18)

perawatan/pemeliharaan/perbaikan:

a. mesin listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel b.peralatan

c.alat-alat transportasi/kendaraan c.bangunan

kecuali yang dilakukan oleh WP yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin /sertifkat sebagai pengusaha konstruksi.

20.Jasa pelaksanaan konstruksi termasuk: a.Jasa perawatan pemeliharaan/perbaikan bangunan

b.Jasa instalasi/pemasangan peralatan mesin listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel; sepanjang masa tersebut dilakukan oleh

23.Jasa penyelenggaraan kegiatan/even organizer Huruf C Angka 2 UU PPh (PMK.224/PMK.03/2008)

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor-244/PMK.03/2008, tanggal 31 Desember 2008, tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c, angka 2 UU PPh.

(19)

1. Orang pribadi sebagai WP dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong PPh Pasal 23.

2. Menurut KEP DPJ No.50/PJ/1994:

a. WP sebagai akuntan, arsitek, dokter, notaris, pejabat pembuat akte tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

b. WP orang pribadi penerima uang sewa

c. Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang telah terdaftar sebagai WP K. Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank 2. Sewa guna usaha dengan hak opsi

3. Dividen menurut Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh dan dividen menurut Pasal 17 ayat (2c) UU PPh

4. Bagian laba menurut Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh

5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya

6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atau jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan

L. Saat Pemotongan PPh Pasal 23

a. Pada akhir bulan dilakukannya pembayaran\

b. Pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, bergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu (PP 138 Tahun 2000)

M. Penyetoran PPh Pasal 23

Dilakukan peling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah bulan terutangnya PPh Pasal 23 terjadi.

N. Pelaporan PPh Pasal 23

Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak.

O. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23

Pemotongan PPh Pasal 23 harus memberikan Tanda Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada WP Orang Pribadi atau WP Badan yang dibebani membayar PPh Pasal 23.

BAB VII

(20)

A. Dasar Hukum

UU No. 7 Tahun 1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 B. Pengertian PPh Pasal 24

PPh Pasal 24 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan yang merupakan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan UU PPh dalam tahun pajak yang sama.

C. Pengkreditan PPh yang Dibayar di Luar Negeri

Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP. D. Maksimum PPh Pasal 24 Sebagai Kredit Pajak Luar Negeri

Tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.

E. Penentuan Sumber Penghasilan untuk Menghitung Maksimum PPh Pasal 24 sebagai Kredit Pajak Luar Negeri

1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya 2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa 3. Penghasilan berupa imbalan

4. Penghasilan bentuk usaha

5. Penghasilan karena pengalihan harta tetap 6. Keuntungan karena pengalihan

F. Penentuan sumber Penghasilan Lain

Berdasarkan pada Pasal 24 ayat (3) UU PPh menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksudkan pada ayat tersebut.

G. Pengurangan atau Pengembalian Pajak yang Dibayar di Luar Negeri

Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan maka pajak yang terutang menurut UU PPh harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan.

H. Ketentuan Pelaksana PPh Pasal 24 sebagai Kredit Pajak Luar Negeri

1. PPh atas seluruh penghasilan 2. Penggabungan penghasilan 3. Kerugian

(21)

6. Jumlah tertentu

7. Kredit pajak untuk masing-masing negara

8. PKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh fnal 9. Jumlah pajak yang dibayar di LN melebihi yang diperkenankan 10. Permohonan kredit pajak luar negeri

11. Perpanjangan jangka waktu penyampaian lampiran permohonan 12. Perubahan penghasilan dari LN dengan pembetulan SPT

13. Pembetulan SPT kurang bayar tidak dikenakan sanksi bunga 14. Pembetulan SPT lebih bayar kompensasi dengan utang pajak I. Tata Cara Pengkreditan Pajak Luar Negeri

Berdasarkan Lampiran 1 keputusan Menteri Keuangan Nomor: 164/KMK.03/2002 Tentang Kredit Pajak, tata cara pengkreditan pajak luar negeri diatur sebagai berikut:

UU PPh menentukan bahwa WP dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan dimanapun penghasilan tersebut diterima atau diperoleh, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Untuk menghindari pengenaan pajak ganda maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24 UU PPh, pajak yang dibayar atau yang terutang di luar negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia, tetapi tidak melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh. metode kredit pajak yang demikian disebut metode pengkreditan terbatas (Ordinary Credit Method). Tata cara penghitungan kredit pajak luar negeri:

1. Penggabungan seluruh penghasilan 2. Kerugian tidak dapat dikompensasikan 3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri

(22)

BAB VIII

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 (PPh PASAL 25)

A. Dasar Hukum

UU No. 7 Tahun1983 Tentang PPh, terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 B. Pengertian PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun pajak berjalan yang pembayarannya oleh WP sendiri yang dilakukan setiap bulan/ masa lain, yang merupakan angsuran PPh dalam tahun berjalan yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang bersangkutan, kecuali pembayaran PPh yang bersifat fnal.

C. PPh 25 dalam Tahun Berjalan 1. Besarnya angsuran PPh Pasal 25

Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: (a) PPh yang dipotong menurut Pasal 27 dan Pasal 23 UU PPh, serta PPh yang dipungut sesuai dalam Pasal 22 UU PPh. (b) PPh yang dibayar dan terutang di luar negeri dikreditkan sesuai dengan Pasal 24 UU PPh, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Ketentuan ini mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus di bayar oleh WP sendiri dalam tahun berjalan.

Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 25 ayat (1) UU PPh:

PPh terutang berdasarkan SPT PPh 2009 Rp. 50.000.000

Dikurangi:

a. PPh yang dipotong pemberi kerja (Pasal 21) Rp. 15.000.000

b. PPh yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22) Rp. 10.000.000

(23)

d. Kredit PPh luar negeri (Pasal 24) Rp. 7.500.000

Jumlah kredit pajak Rp. 35.000.000

Selisih (Rp. 50.000.000-Rp. 35.000.000) Rp. 15.000.000

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp. 15.000.000 di bagi 12 bulan = Rp. 1.250.000 2. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan sebelim batas

waktu penyampaian SPT tahunan

Besarnya sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu

Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 25 ayat (2) UU PPh

Apabila SPT tahunan PPh disampaikan oleh WP orang pribadi pada bulan Febuari 2010, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar WP tersebut untuk bulan Januari 2010 adalah sebesar angsuran bulan Desember 2009. Apabila dalam bulan September 2009 diterbitkan keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihil sehingga angsuran pajak sejak bulan Oktober sampai dengan Desember 2009 menjadi nihil, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar WP untuk bulan Januari 2010 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2009, yaitu nihil.

3. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Perubahan angsuran pajak tersebut berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya surat ketetapan pajak.

4. Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu

Pada dasarnya besar pembayaran angsuran pajak oleh WP sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan ini dalam hal-hal tertentu Dirjen, pajak diberikan wewenang untuk melakukan penyesuaian.

Contoh berdasarkan penjelasan Pasal 26 ayat (6) UU PPh

Penghasilan PT X tahun 2009 Rp. 120.000.000

Sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan Rp. 150.000.000

Sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2009 Rp. 30.000.000

Penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah :

Penghasilan yang dipakai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 =

Rp. 120.000.000 – Rp. 30.000.000 = Rp. 90.000.000

(24)

Apabila pada tahun 2009 tidak ada PPh yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24, besarnya angsuran pajak bulanan PT. X tahun 2010 = 1/12 x Rp.25.200.000 = Rp.2.100.000

5. Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Tertentu

Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi: a. WP baru;

b. Bank, BUMN, BUMD, WP masuk bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala

c. WP orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto (Pasal 25 (7) UU PPh)

6. Angsuran PPh Pasal 25 WP orang pribadi yang tidak punya NPWP yang ke Luar Negeri (Fiskal LN)

Menurut Peraturan Pemerintah (Pasal 28 (8) UU PPh), ketentuan bagi WP OP DN yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak (Fiskal LN) berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 (Pasal 25 (8a) UU PPh).

D. Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu

Dengan pertimbangan bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 25 ayat (6) UU PPh, Dirjen Pajak telah menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.KEP.537/PJ/2000, yang mengatur PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Angsuran PPh Pasal 25 WP Berhak Kompensasi Kerugian

Contoh menghitung PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x (Peng. Neto Men.SPT Tahun yang lalu – kompensasi kerugian)-Kredit Pajak (PPh Pasal 21, 22, 23, 24)

Dalam hal SPT tahunan PPh tahun pajak yang lalu atau dasar penghitungan lainnya seperti tersebut dalam Pasal 2 ayat (2) KEP.537/PJ/2000 menyatakan rugi (lebih bayar atau nihil), besarnya PPh Pasal 25 adalah nihil (Pasal 2 (3) KEP.537/PJ/2000)

2. Angsuran PPh Pasal 25 WP Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur Cara menghitung:

PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x (Penghitungan Neto Menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu-Penghitungan tidak teratur yang dilaporkan dalam SPT tahunan tersebut) – Kredit Pajak (PPh Pasal 21, 22, 23, 24).

3. Angsuran PPh Pasal 25 WP yang SPT tahunan PPh tahun lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang telah ditentukan (Pasal 4 KEP.537/PJ/2000) 4. Angsuran PPh Pasal 25 WP yang diberikan perpanjangan jangka waktu

penyampaian SPT tahunan PPh

Adalah : PPh Pasal 25 = Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan SPT sementara

(25)

Adalah : PPh Pasal 25 = penghitungan kembali angsuran PPh pasal 25 berdasarkan SPT pembetulan.

6. Angsuran PPh Pasal 25 jika terjadi perubahan keadaan usaha/kegiatan WP Adalah : PPh Pasal 25 = penghitungan kembali angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

E. Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 WP Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, WP BUMN/BUMD, WP OP

Pengusaha Tertentu. (KMK.522/KMK.04/2000,

Jo.KMK.394/KMK.03/2001, Jo.KMK.84/KMK.03/2002) 1. Angsuran PPh Pasal 25 Untuk WP baru

WP baru adalah WP orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tehun pajak berjalan (Pasal 1 (1)KMK-84?KMK.03/2002)

Cara menghitung:

- WP badan yang menyelenggarakan pembukuan : PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x Ph. Neto sebulan)

- WP badan yang melakukan pencatatan: PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x norma peng. x peredaran/penerimaan bruto sebulan disetahunkan)

- WP orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x Peng. neto sebulan disetahunkan) – PTKP]

- WP orang pribadi yang melakukan pencatatan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x norma peng. x peredaran/penerimaan bruto sebulan disetahunkan) – PTKP]

2. Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Opsi (Financial Lease)

Besarnya angsuran dalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu di bagi 12 (Pasal 3 (1) KMK.522/KMK.04/2000).

Cara menghitung:

- WP Lama bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x laba/rugi fskal menurut laopran keuangan per triwulan terakhir disetahunkan) – PPh Pasal 24 tahun pajak lalu]

- WP baru bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi: PPh Pasal 25 = 1/12 x (Tarif PPh x Perkiraan laba/rugi fskal triwulan pertama yang disetahunkan).

3. Angsuran PPh Pasal 25 untuk BUMN dan BUMD

(26)

terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (Pasal 4 (1) KMK.522/ KMK.04/2000)

Cara menghitung:

- Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) telah disahkan: PPh Pasal 25 = 1/12 x [(Tarif PPh x Laba/Rugi Fiskal cfm RKAP tahun pajak yang bersangkutan) – Kredit Pajak (PPh Pasal 22, 23, 24)]

- Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan: PPh Pasal 25 = Angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. 4. Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

- WP pengusaha tertentu adalah WP yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar dibeberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran. (Pasal 1 (2) KMK.84/KMK.03/2002)

- Besarnya yaitu yang mempunyai tempat usaha di lebih dari satu pusat perdagangan/pusat perbelanjaan (mal, plaza, dll), ditetapkan sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan (Pasal 5 KMK.84/KMK.03/2002) Perubahan:

Mulai tanggal 1 Januari 2009, berdasarkan Pasal 25 Ayat (7) huruf (c) UU PPh dinyatakan: WP OP pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% dari peredaran bruto.

F. Ketentuan Pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 bagi WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (KEP-171/PJ/2002)

Yang mulai berlaku 1 April 2002, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. WP OP Pengusaha Tertentu: adalah WP yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar dibeberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran.

2. Kewajiban: WP wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerja dan di Kantor Pelayanan Pajak tempat tinggal WP (KPP domisili); ketentuan juga berlaku dalam hal tempat usaha/gerai (outlet) dan tempat tinggal WP yang bersangkutan berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama.

3. PPh Pasal 25: besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan, yang dibayarkan atas nama dan NPWP masing-masing tempat usaha/gerai (outlet)

4. Pembayaran PPh Pasal 25 tersebut merupakan: pelunasan pajak penghasilan yang terutang; Kredit Pajak atas PPh yang terutang yang bersifat tidak fnal.

5. Perlakuan kompensasi kerugian tahun-tahun sebelumnya.

(27)

8. SPT Masa, Surat Setoran Pajak, dan Surat Tagihan.

Contoh Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, berdasarkan Lampiran I Keputusan

Dirjen Pajak Nomor KEP-171/PJ/2002,

Nama...(1) NPWP...(2) Alamat...(3)

Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25 N

o. NPWP tempatusaha/gerai (outlet) KPP

lokasi

Alamat Penghasilan PPh

Pasal 25 dibayar Peredaran

Usaha (perdagan

gan)

Penghasi lan Lain

(4

) (5) (6) (7) (8) (9)

Jumlah

Tanda Tangan, nama, dan Cap

...(10)

Petunjuk Pengisian

Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25

Angka 1 : Diisi dengan Nama Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Domisili Angka 2 : Diisi dengan NPWP pada KPP Domisili

Angka 3 : Diisi dengan Alamat tempat usaha/gerai (outlet) yang terdaftar pada KPP Domisili

Angka 4 : Cukup Jelas

(28)

Angka 6 : Diisi dengan Alamat tempat usaha/gerai (outlet) yang terdaftar pada KPP Lokasi

Angka 7 : Diisi dengan jumlah penghasilan tetap yang berasal dari peredaran usaha (perdagangan)

Angka 8 : Diisi dengan jumlah penghasilan lain yang diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat tidak fnal

Angka 9 : Diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang telah dibayar dan dilaporkan pada masing-masing KPP Lokasi

Angka 10 : Diisi dengan tanda tangan, nama, dan cap Wajib Pajak.

Contoh Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, berdasarkan Lampiran II Keputusan Dirjen

Pajak Nomor KEP-171/PJ/2002

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KANTOR PELAYANAN PAJAK...(1)

Lembar ke-1 : untuk Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-2 : untuk arsip Wajib Pajak SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU Bulan...Tahun...(2)

Nama : ...(3)

NPWP : ...(4)

Alamat : ...(5) N

o. Uraian Jumlah(Rp) Tarif Terutang (Rp)PPh Pasal 25

1 2 3 4 5

(6

) (7) (8) (9) (10)

(29)

2.

Tetap Peredaran Usaha

(Perdagangan) .. ... ...

Penghasilan Lain ... ...

PPh sebesar Rp...

(...) (11) telah disetor

Pada tanggal ...(12) di ... (13)

...(14) Tanda tangan, nama dan cap

...(15)

Perhatian: Lampirkan Lembar ke-3 Surat Setoran Pajak atas jumlah pada kolom 5 Petunjuk Pengisian

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

Angka 1 : Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar

Angka 2 : Diisi dengan bulan dan tahun masa pelaporan Surat Pemberitahuan

Angka 3 : Diisi dengan nama Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP yang bersangkutan

Angka 4 : Diisi dengan NPWP pada KPP yang bersangkutan

Angka 5 : Diisi dengan Alamat tempat usaha/gerai (outlet) yang terdaftar pada KPP yang bersangkutan

Angka 6 : Cukup Jelas

Angka 7 : Diisi dengan uraian tentang penghasilan yang diterima/diperoleh Wajib Pajak baik penghasilan tetap yang berasal dari peredaran usaha perdagangan atau lainnya dan uraian tentang penghasilan lain yang dikenakan PPh yang bersifat tidak fnal

Angka 8 : Diisi dengan jumlah penghasilan lain yang diterima/diperoleh oleh Wajib Pajak

Angka 9 : Cukup Jelas

Angka 10 : Diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang telah dibayar

Angka 11 : Diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 sesuai dengan jumlah kolom (5) dalam bentuk angka dan huruf latin

(30)

Angka13 : Diisi dengan tempat pembayaran PPh Pasal 25

Angka 14 : Diisi dengan tempat dan tanggal lapor SPT Masa PPh Pasal 25 Angka 15 : Diisi dengan tanda tangan, nama dan cap Wajib Pajak.

Conto berdasarkan Lampiran III Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-171/PJ/2002. Contoh penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang Menerima atau Memperoleh Penghasilan Lain: Penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 atas penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (Berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya)

Tabel 1.9

PPh Terutang Sebelum dan Sesudah Koreksi Fiskal di Luar Negeri : PPh Lebih Bayar

Uraian Perdaganga

n (Rp) Penghasilan Lain (Rp) Jumlah(Rp) Peredaran Bruto

*Penghasilan Lain Neto x Besar Angsuran Menurut

SPT Total Penghasilan Neto Perubahan Tarif

Perubahan tarif PPh Pasal 25 WP OP Pengusaha Tertentu Mulai Berlaku Tanggal 1 Januari 2009. PPh Pasal 25 WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, adalah:

(31)

Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan utama suatu bisnis.

Dividen dapat dibagi menjadi empat jenis:

1. Dividen tunai; metode paling umum untuk pembagian keuntungan. Dibayarkan dalam bentuk tunai dan dikenai pajak pada tahun

pengeluarannya.

2. Dividen saham; cukup umum dilakukan dan dibayarkan dalam bentuk saham tambahan, biasanya dihitung berdasarkan proporsi terhadap jumlah saham yang dimiliki. Contohnya, setiap 100 saham yang dimiliki, dibagikan 5 saham tambahan. Metode ini mirip dengan stock split karena dilakukan dengan cara menambah jumlah saham sambil mengurangi nilai tiap saham sehingga tidak mengubah kapitalisasi pasar.

3. Dividen properti; dibayarkan dalam bentuk aset. Pembagian dividen dengan cara ini jarang dilakukan.

Gambar

Tabel 1.6Perkiraan Penghasilan Neto Atas Imbalan Jasa Teknik, Jasa
Tabel 1.9PPh Terutang Sebelum dan Sesudah Koreksi Fiskal di Luar Negeri :

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan perusahaan Real Estate dan Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2010-2014. Bursa Efek Indonesia

Pada tahap awal produksi gas sangat dipengaruhi oleh proudksi air yang berada di cleats di dalam reservoir yang juga mengontrol aliran fluida ke dalam sumur.Air di dalam

Pajak yang dibayar diluar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak

: Daftar Pemotong/Pemungut PPh oleh pihak lain, PPh yang ditanggung Pemerintah, penghasilan neto dan pajak atas penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di

PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha

“Alhamdulillah wa ba’du: aku telah membaca kitab yang ditulis oleh al-akh fillah, Ahmad bin Umar bin Salim Bazmul yang bertema Kasyfu Syubuhatil Khawarij (menyingkap syubuhat

Film 3 Doa 3 Cinta, merupakan sebuah film yang bertema religi yang diharapkan dapat memberikan tayangan yang menghibur, mendidik juga mengukuhkan pemahaman tentang

Hasil uji statistik pola asuh otoriter didapatkan nila P-value 0,014 < α = 0,05, pola asuh demokratis didapatkan nila P-value 0,005 < α = 0,05 dan pola asuh permisif